• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Artikel untuk Warta Minerba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bahan Artikel untuk Warta Minerba"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA HASIL pemanfaatan batubara di Indonesia, maka dilakukan kajian kebijakan berdasarkan hasil litbang teknologi pemanfaatan batubara yang dapat diterapkan di dalam negeri. Litbang teknologi pemanfaatan batubara yang dikaji adalah gasifikasi, upgrading, coal water mixture, kokas pengecoran dan karbon aktif. Kelima jenis teknologi ini dipilih karena teknologi tersebut hingga kini merupakan litbang utama yang pernah dilakukan Puslitbang tekMIRA. Kajian dilakukan dengan 4 cara, yaitu studi literatur, diskusi, melaksanakan focus group discussion dan koordinasi dengan instansi terkait. Metode yang digunakan adalah metode eksploratif yang bertujuan menggali semua informasi hasil pengamatan dari setiap tahapan kegiatan yang dilaksanakan. Kajian ini menghasilkan rekomendasi sebagai berikut: pertama, pemerintah perlu memberikan prioritas tinggi bagi berdirinya pabrik pemanfaatan batubara di Indonesia; kedua, berdasarkan hasil kajian aspek teknologis, bahan baku, pasar dan finansial, maka teknologi gasifikasi batubara yang menghasilkan gas bakar dan syngas adalah teknologi yang paling prioritas untuk diterapkan; ketiga, pemerintah perlu membuat rencana induk percepatan teknologi gasifikasi batubara; keempat, kebijakan yang mendukung penerapan teknologi gasifikasi batubara adalah kebijakan pengendalian produksi dan ekspor batubara, penguatan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi secara terencana dan sistematis.

Kata kunci : batubara, teknologi pemanfaatan batubara, pabrik komersial

PENDAHULUAN

Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 (UU No.11/1967) tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan telah digantikan oleh UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. ini merupakan amanat rakyat agar pemerintah dapat mengubah paradigma bahwa batubara Indonesia hanya sebagai komoditas yang menghasilkan nilai ketika diekspor. Sesuai pasal 95 huruf c dan pasal 102 UU No.4/2009, setiap pemegang Izin Usaha Produksi (IUP) dan IUP Khusus (IUPK) wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara di dalam negeri. Selanjutnya pasal 94 dan pasal 95 Peraturan Pemerintah (PP) No.23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, antara lain mengamanatkan bahwa pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah batubara yang diproduksi, baik secara langsung maupun kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya. Upaya meningkatkan nilai tambah batubara itu sendiri, pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang, tersedianya bahan baku, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara (penjelasan pasal 95 ayat (2) PP No.23/2010).

(2)

Negara yang bebas dari batubara di masa depan. Negara-negara seperti China, India telah menargetkan untuk memenuhi kebutuhan listriknya dari energi terbarukan dalam beberapa dekade mendatang (weforum.org ???). Oleh karena itu, pasar dalam negeri selayaknya menjadi perhatian. Dengan demikian, kebutuhan percepatan pembangunan pabrik komersial yang menggunakan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia menjadi mendesak. Untuk itu, tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan masukan bagi pemerintah dan pengusaha dalam rangka lebih memperkenalkan teknologi pemanfaatan batubara yang sudah ada baik yang sudah proven ataupun yang masih dalam pengembangan. Harapannya agar dapat mempercepat penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia. Teknologi yang ada dalam tulisan ini adalah gasifikasi, upgrading, coal water mixture (CWM), kokas pengecoran dan karbon aktif. Kelima topik ini dipilih dikarenakan teknologi ini paling sedikit sudah mencapai tahap demo plant, sehingga tinggal ditambah sedikit dorongan atau insentif akan menjadi tahapan komersial. Keuntungan lainnya, biaya investasinya juga relatif terjangkau oleh investor.

METODOLOGI

Kajian ini dilakukan dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil percobaan di Puslitbang tekMIRA serta data sekunder dari studi pustaka baik dari buku, media cetak ataupun media di internet. Setiap litbang teknologi pemanfaatan batubara dilakukan focus group discussion (FGD) dalam rangka membahas keuntungan dan kerugian penerapan teknologi pemanfaatan batubara tersebut dengan pihak pemilik kepentingan, serta penyiapan kebijakan yang diperlukan. Lebih lanjut, data primer dan sekunder hasil FGD dikompilasi untuk kemudian dilakukan analisis dengan metode pembobotan untuk mencari teknologi yang prioritas untuk secepatnya diterapkan. Berdasarkan hasil analisis dapat disusun rekomendasi langkah-langkah dalam upaya melakukan percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia.

TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA

Kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia khususnya di Puslitbang tekMIRA, Kementerian ESDM telah berlangsung cukup lama. Dari keseluruhan penelitian tersebut mengerucut menjadi 5 jenis teknologi pemanfaatan batubara yang diharapkan ke depan dapat diaplikasikan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kelima jenis teknologi itu adalah:

1. Teknologi Gasifikasi Batubara di Industri dan Pembangkit Listrik

Proses gasifikasi batubara adalah proses konversi batubara menjadi produk gas dalam sebuah reaktor, dengan atau tanpa menggunakan pereaksi (berupa udara, campuran udara/uap air atau campuran oksigen/uap air). Secara garis besar, teknologi gasifikasi batubara yang dikembangkan mencakup 2 jenis, yaitu:

A. Teknologi Gasifikasi Batubara untuk Industri 1). Gasifikasi batubara penghasil syngas untuk industri

(3)

Dalam perkembangan selanjutnya, tekMIRA berusaha untuk mengembangkan peralatan sendiri. Teknologi penghasil syngas ini dapat sangat membantu perkembangan industri di Indonesia, mengingat berkembangnya industri kimia di suatu negara akan berkorelasi positif terhadap kemajuan industri tersebut. Tahapan yang ada saat ini adalah membangun process development unit (PDU) (Gambar 1) di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di Palimanan, Cirebon.

Gambar 1.

PDU syngas di Palimanan, Cirebon

Selain tekMIRA, IHI sendiri telah membangun pabrik demoplant TIGAR di Karawang bersebelahan dan bekerjasama dengan pabrik pupuk Kujang (cek sumber). Beberapa kendala yang menjadi hambatan di dalam komersialisasi teknologi gasifikasi menjadi syngas antara lain adalah:

- Teknologi dan kebutuhan investasi yang tinggi. Pengembangan teknologi lokal saat ini baru tahap PDU sementara untuk teknologi Jepang baru mencapai tahap demoplant. - Pabrik gasifikasi harus terintegrasi dengan pengguna (industri kimia). Industri kimia

di Indonesia saat ini kurang berkembang.

- Tidak ada jaminan pasar bagi syngas ataupun SNG. - Perlu infrastruktur gas (terminal dan pipa transportasi).

- Gas alam masih diizinkan sebagai bahan baku industri kimia terutama pabrik pupuk urea. Harganya pun masih disubsidi pemerintah atau tidak sama dengan harga internasional.

2). Gasifikasi mini untuk industri kecil dan menengah

(4)

aluminium, pabrik tahu dan penyulingan minyak atsiri yang ada di provinsi Jogyakarta (Gambar 3).

Gambar 2.

Pilot plant gasifikasi mini di Palimanan, Cirebon

Gambar 3.

Uji coba Gasmin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dari kiri ke kanan: peleburan aluminium – minyak atsiri - tahu

Penerapan teknologi gasifikasi batubara untuk memproduksi gas bakar sebenarnya telah ada yang diterapkan di Indonesia, antara lain untuk industri keramik di Jawa Tengah, industri sarung tangan, industri mineral dan industri lainnya misal di Medan. Saat ini sudah banyak pemasok mesin gasifier yang memproduksi gas bakar memiliki banyak pemasok mesin gasifier, dan kebanyakan berasal dari negara Cina. Meskipun demikian, masih ada potensi agar lebih banyak industry yang menerapkannya. Sayangnya, ada beberapa kendala yang dihadapi antara lain:

(5)

kecil-menengah umumnya relative kecil. Akibatnya tidak banyak perusahaan tambang yang bersedia menyuplai batubara apalagi jika harus diangkut antarpulau.

- Kualitas bahan baku. Letak lokasi tambang batubara yang jauh dapat mengakibatkan ketidakkonsistenan kualitas batubara. Jika menggunakan batubara yang ada di stockpile, umumnya yang tersedia berukuran campuran dari halus hingga bongkah. Padahal yang diperlukan adalah batubara berukuran bongkah. Sehingga terjadi ketidakefisienan.

- Ijin penanganan dan pemanfaatan limbah. Limbah gasifikasi batubara untuk gas bakar berupa abu dan ter. Abu batubara sudah dapat dimanfaatkan untuk industri bangunan, sementara ter hanya digunakan kembali dalam reaktor gasifikasi. Di luar negeri, ter batubara dimanfaatkan secara komersial untuk bahan pengikat (binder) dan industri kimia. Yang menjadi masalah, limbah batubara di Indonesia termasuk dalam limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Karena itu, semua kegiatan mulai dari penumpukan/penyimpanan, pembuangan, pengangkutan dan pemanfaatan harus mendapatkan izin dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan atau Pemerintah Daerah.

B. Teknologi Gasifikasi Batubara untuk Pembangkit Listrik

Pada awalnya teknologi gasifikasi batubara yang dikembangkan ditujukan untuk menggantikan penggunaan minyak diesel pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang saat ini masih dimiliki oleh PLN (Suprapto dkk., 2009). Ke depannya, teknologi ini dikembangkan untuk menjadi PLTGB (Pembangkit Listrik Tenaga Gasifikasi Batubara) sebagai sarana untuk membantu menyediakan listrik. Karena hingga kini program PT. PLN untuk membangun PLTGB belum berhasil oleh karena satu dan lain hal. Gas engine untuk memproduksi batubara untuk menghasilkan listrik secara langsung sebenarnya sudah umum digunakan dan biayanya lebih hemat dibandingkan dengan dual fuel dan PTLD. Hingga saat ini, tahap penelitian masih berada di pilot plant (Gambar 4). Tim peneliti yakin akan bahwa teknologi gasifikasi batubara untuk listrik sudah handal dan saat ini mencoba menjajagi teknologi gas engine serta teknologi fluidized bed untuk listrik. Selain itu, pengembangan penelitian juga dilakukan dengan fokus mencoba menggunakan berbagai jenis batubara lain seperti batubara kalori rendah dan menengah.

Gambar 4

Pilot plant gasifier untuk listrik di Palimanan

Kendala yang dihadapi dalam pengaplikasian teknologi gasifikasi batubara untuk menghasilkan listrik antara lain:

- Ketersediaan bahan baku

(6)

diatasi dengan rencana modifikasi dan percobaan menggunakan berbagai macam batubara jenis lain.

- Lokasi PLTD yang cukup terpencil

Lokasi PLTD saat ini umumnya tersebar di berbagai tempat yang cukup terpencil di Indonesia dan kebanyakan berada di Indonesia timur. Jika PLTGB digunakan untuk menggantikan PLTD maka semakin jauh jaraknya dengan lokasi tambang batubara. Akibatnya terjadi peningkatan biaya transportasi yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya pembangkitan listrik.

2. Teknologi Coal Water Mixture (CWM)

CWM adalah bahan bakar campuran antara batubara dan air yang dengan bantuan zat aditif membentuk suspensi kental yang homogen dan stabil selama penyimpanan, pengangkutan dan pembakaran CWM dapat digunakan untuk pengganti minyak bakar berat (heavy fuel oil) yang biasa digunakan di industri-industri untuk pembangkit tenaga listrik, pabrik semen, pembangkit tenaga uap dan industri-industri yang biasa menggunakan boiler sebagai penghasil uap. Teknologi CWM di tekMIRA (Gambar 5), KESDM dikembangkan pertama kali oleh Prof. Dr. Datin Fatia Umar hingga kini (Umar dkk., 2007). Selain tekMIRA, Jepang juga mengembangkan teknologi CWM berbahan baku batubara kalori rendah (Usui dkk., 1999) dan telah membangun demoplant di Karawang.

Gambar 5

Pilot plant CWM di Palimanan, Cirebon

Keuntungan penggunaan batubara dalam bentuk CWM antara lain (Umar, D.F dkk, 2013):

• Sifat alirnya yang tergolong bersifat cairan (fluida) sama dengan sifat alir bahan bakar minyak (BBM).

• Dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar cair menggantikan minyak bakar di kilang-kilang minyak atau industri lainnya yang biasa menggunakan minyak bakar berat (heavy fuel oil) sebagai bahan bakar untuk pengolahan produknya.

• Penanganan sama dengan penanganan minyak berat. Memungkinkan pengiriman/pengangkutan CWM di antara berbagai lokasi di dalam/luar instalasi/pabrik lewat pipa.

(7)

• Batubara dalam bentuk suspensi dapat ditangani secara lebih bersih hingga menunjang program bersih lingkungan dan terhindar dari kemungkinan terjadinya pembakaran spontan, peledakan dan masalah debu yang biasa ditimbulkan batubara dalam bentuk serbuk.

Komersialisasi CWM hingga saat ini belum terlaksana. Beberapa kendala dalam upaya komersialisasi CWM antara lain adalah :

- Biaya Investasi tinggi. Industri CWM merupakan industri padat modal. Biaya investasi yang diperlukan untuk mendirikan pabrik CWM versi Jepang adalah sekitar US$ 250 juta.

- CWM adalah bahan bakar baru. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi untuk memperkenalkannya terhadap industri pengguna.

- Lokasi pabrik. Umumnya industri pengguna berada di pusat kota sehingga maka lokasinya akan jauh dengan lokasi tambang. Dengan demikian biaya transportasinya akan menjadi salah satu faktor biaya yang penting.

3. Teknologi Upgrading Batubara

Teknologi upgrading pada umumnya dilakukan untuk menurunkan kadar air yang terdapat di dalam batubara tersebut, sehingga nilai kalori meningkat. Puslitbang tekMIRA sejak awal tahun 2000 telah bekerja sama dengan pihak Jepang (Kobe Steel) dalam penelitian tentang teknologi upgrading batubara yaitu Upgraded Brown Coal (UBC). UBC saat ini sedang menunggu mitra investor yang bersedia menanamkan modal. UBC telah membangun pilot plant (Gambar 7) berkapasitas 3 ton per hari di Palimanan dan demo plant di Satui, Kalimantan Selatan yang berkapasitas 600 ton produk per hari. Pada tahun 2011, demo plant Satui (Gambar 7) tersebut telah selesai digunakan sekaligus sebagai tanda bahwa UBC siap dikembangkan di tahap komersial.

Gambar 6

(8)

Gambar 7

Demo plant UBC di Satui, Kalimantan Selatan

Selain UBC, tekMIRA juga berusaha mengembangkan teknologi upgrading yang lebih sederhana dan lebih murah, yaitu coal drying briquetting (CDB). Teknologi CDB hingga saat ini baru mencapai tahap pilot plant (Gambar 8) dan pengembangan penelitiannya adalah berusaha mengoptimalkan aliran proses serta desain peralatan yang digunakan.

Gambar 8

Pilot plant CDB di Palimanan, Cirebon

Kendala yang dihadapi dalam upaya komersialisasi teknologi upgrading adalah:

- Investasi yang besar. Investasi untuk teknologi UBC diperkirakan akan membutuhkan dana minimal US$ 200 juta untuk pembangunannya.

- Teknologi ini belum terbukti dalam skala komersial. Pengusaha membutuhkan bukti yang nyata mengenai kemampuan teknologi UBC dan CDB untuk menjadi bisnis yang menguntungkan. Sebelum itu terjadi, tidak ada pengusaha yang tertarik.

4. Teknologi Karbon Aktif

(9)

pilot plant (Gambar 9) yang berkapasitas 1 ton/hari di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di Palimanan, Cirebon. Berdasarkan hasil uji coba pemanfaatan, dapat disimpulkan bahwa karbon aktif dari batubara dapat digunakan untuk proses penjernihan air, pengolahan limbah (adsorpsi logam) dan penyerap bau pada fasa cair maupun gas.

Gambar 9

Pilot plant karbon aktif di Palimanan, Cirebon

Dari aspek teknologis dan keekonomian, teknologi karbon aktif dapat dilanjutkan hingga tahap komersial. Di Indonesia, penggunaan karbon aktif tidak mengacu pada besarnya luas permukaan atau ukuran butir, sebagaimana terlihat di standar kualitas menurut Standar Industri Indonesia (Tabel 1). Sebagai pembanding, karbon aktif hasil penelitian juga tercantum.

Tabel 1. Kualitas karbon aktif hasil uji coba dan persyaratan kualitas

No Uraian Satuan

Persyaratan Kualitas karbon aktif

(SII,1999)/komersial Kualitas karbon aktif hasil ujicoba 1 Bagian yang hilang pada

pemanasan 950°C

%

15-25 6

2 Air % 4-15 4-5

3 Abu % 2-10 3-18

4 Bilangan yodium mg/g 400-1200 500-800

5 Karbon aktif murni % 60-80 75

6 Adsorpsi benzene % 25

-7 Bilangan metilen biru mg/g 60-120 40-80

8 Kerapatan jenis curah g/ml 0,30-0,55 0,53

9 Lolos ukuran mesh 325 % Min 90 99

10 Kekerasan - 80 50

Meskipun secara teknologi dan karakteristik atau kualitas produk karbon aktif hasil penelitian telah memenuhi syarat, namun upaya komersialisasi hingga kini belum berhasil. Beberapa permasalahan yang menghambat upaya komersialisasi tersebut antara lain adalah:

- Infrastruktur distribusi batubara masih kurang, sehingga jika lokasi pabrik karbon aktif jauh dari tambang batubara maka biaya transportasi akan menjadi relatif mahal. - Masalah lingkungan dari pembuangan sisa zat terbang yang tidak terbakar pada proses

karbonisasi.

(10)

5. Teknologi Kokas Pengecoran

Kokas adalah material padatan hasil proses dekomposisi batubara dengan pemanasan bebas udara yang menghasilkan keluaran berupa padatan, cairan, dan produk gas (disebut proses karbonisasi). Padatan yang dihasilkan dari proses karbonisasi umumnya disebut char atau semikokas untuk produk karbonisasi temperatur rendah, dan disebut dengan kokas untuk produk karbonisasi temperatur tinggi.

Salah satu kegunaan kokas adalah sebagai bahan bakar dalam industri pengecoran dan industri pembuatan besi atau baja. Secara umum kegunaan kokas adalah:

 sebagai sumber kalori, kokas bereaksi dengan oksigen dari tiupan udara menghasilkan panas untuk melelehkan besi dan slag;

 sebagai chemicals, kokas berreaksi dengan oksigen dan CO2 membentuk gas pereduksi untuk proses reduksi bahan baku besi;

 sebagai sumber karbon pada pembuatan karbit,

 sebagai reduktor oksida-oksida logam lainnya seperti mangan, silika, dan fosfor;

 sebagai unggun yang kuat, poros dan media permeabel agar sirkulasi dan distribusi gas pereduksi optimal.

Pengembangan teknologi kokas, yang menghasilkan paten, pada awalnya merupakan reaksi terhadap ketidakberdayaan masyarakat Indonesia, khususnya industri pengecoran besi baja yang tersandera oleh mahalnya kokas impor. Meskipun batubara Indonesia bukan merupakan batubara kokas, namun upaya pembuatan kokas dari batubara nonkokas adalah suatu keniscayaan. Sebuah perusahaan pengolahan bijih besi di Lampung telah berhasil memanfaatkan kokas dari arang kayu untuk blast furnace-nya. Jika arang kayu dapat dimanfaatkan menjadi kokas, maka batubara pun dapat dimanfaatkan. Percobaan pembuatan kokas dengan proses ganda telah dilakukan oleh tekMIRA sejak tahun 1990 dengan bahan baku berbagai batubara Indonesia dan menggunakan berbagai jenis tungku karbonisasi. Bagan alir proses terlihat pada Gambar 10. Produknya dalam bentuk briket kokas yang diperoleh telah diuji coba sebagai kokas pengecoran dan hasilnya menunjukkan bahwa kokas tersebut dapat digunakan sebagai kokas dasar dan kokas muat.

Gambar 10

(11)

Penelitian teknologi kokas telah berlangsung lama dengan hasil yang baik dan telah diuji coba di pilot plant (Gambar 11). Meskipun demikian ada beberapa kendala yang dapat menghambat penerapan teknologi tersebut di dalam tahapan komersial, yaitu antara lain: - Konsumen kokas pengecoran umumnya di daerah Jawa, sehingga biaya transportasi

dari lokasi tambang ke industri pengguna cukup mahal.

- Masalah lingkungan dapat terjadi diakibatkan dari pembuangan sisa zat terbang yang tidak terbakar pada proses karbonisasi.

- Infrastruktur distribusi batubara yang minim dapat meningkatkan biaya transportasi. - Harga bahan pengikat briket kokas berupa aspal relatif mahal dan pasokannya kurang

lancar.

Gambar 11

Pilot plant kokas pengecoran di Palimanan

PEMBAHASAN

Dalam rangka mempercepat pembangunan pabrik komersial pemanfaatan batubara di Indonesia yang berbasiskan CCT (clean coal technology), maka dibutuhkan analisis terhadap 4 aspek utama, yaitu aspek teknologis, aspek suplai bahan baku, aspek pasar dan aspek finansial. Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat dilakukan analisis kebijakan yang produk ahirnya berupa rekomendasi kebijakan yang perlu dibuat oleh pemerintah dalam rangka mempercepat komersialisasi teknologi pemanfaatan batubara. Analisis terhadap keempat aspek utama tersebut dijelaskan dibawah ini :

1). Aspek Teknologi

Mengenai teknologi pemanfaatan batubara yang saat ini sebagian besar sudah atau sedang diteliti dan dikembangkan di Indonesia, maka dapat digarisbawahi bahwa:

a. Teknologi gasifikasi batubara sudah terbukti secara komersial dan banyak diaplikasikan di berbagai negara, khususnya yang berbahan baku batubara kalori sedang dan tinggi. Aplikasi gasifikasi batubara digunakan untuk menghasilkan syngas (bahan kimia), listrik dan bahan bakar minyak (pencairan batubara). b. Teknologi CWM berbahan baku batubara kalori tinggi telah diaplikasikan di Cina

(12)

c. Teknologi upgrading batubara. Hingga kini, teknologi upgrading batubara belum ada yang terbukti komersial dan diaplikasikan. Teknologi UBC masih mencari investor, sementara teknologi dari Australia yang diaplikasikan di Gunung Bayan tidak berhasil dengan baik.

d. Teknologi kokas pengecoran hingga kini masih berada dalam tahap pilot plant. Meskipun sudah diklaim dapat dikomersialkan, hingga kini belum ada investor yang mengaplikasikannya.

e. Teknologi karbon aktif dari batubara. Meskipun karbon aktif dari tempurung kelapa sudah umum di Indonesia, hingga kini teknologi karbon aktif dari batubara belum diminati oleh investor yang serius. Penelitiannya saat ini masih berada dalam antara pilot plant dan demo plant.

Secara teknologis, dari seluruh teknologi yang sedang dan sudah dikembangkan, maka teknologi yang paling memungkinkan untuk diaplikasikan dalam waktu dekat dan sudah terbukti dapat diaplikasikan secara komersial adalah teknologi gasifikasi batubara. Di Indonesia telah berdiri beberapa industri yang menggunakan teknologi gasifikasi dari Cina menggunakan batubara bituminus sebagai bahan bakunya. Selain dari Cina, teknologi gasifikasi batubara juga ada yang berasal dari Jerman (Siemens) dan dari Amerika Serikat (Lurgi). Yang diharapkan adalah teknologi gasifikasi batubara yang dapat memproses batubara kalori rendah dan menengah, mengingat batubara jenis tersebut yang banyak terdapat di Indonesia.

2). Aspek Suplai Bahan Baku

Indonesia saat ini memang memiliki kekayaan batubara yang cukup besar. Meskipun saat ini jumlah cadangan batubara jauh lebih besar dari konsumsi dalam negeri, pemerintah harus benar-benar menghitung kecukupan jumlah cadangan batubara tersebut agar jangan sampai ketika teknologi pemanfaatan batubara seluruhnya hendak diaplikasikan, kesulitan mencari bahan baku. Apalagi jika sampai Indonesia harus mengimpornya. Atau meskipun dapat diperoleh dalam negeri, harganya sudah mahal oleh karena stripping ratio-nya yang sudah tinggi. Jangan sampai skenario yang terjadi di minyak bumi terulang lagi di batubara. Dari Gambar 11 dapat dilihat realisasi dan prediksi untuk produksi dan penjualan batubara hingga tahun 2030.

2012 2013 2014 2015 2020 2025 2030

Batas Tengah Produksi – BAU 407 421 397 403 439 475 512

(13)

Batas Tengah Domestik – BAU 67 72 73 75 81 88 95 Sumber : Ditjen Minerba, 2015

Gambar 11

Realisasi dan prediksi produksi dan penjualan batubara

Konsep ketahanan energi nasional harus benar-benar diterapkan dalam kasus perbatubaraan ini. Kebijakan yang dapat diterapkan agar ketahanan energi nasional dapat tercapai adalah melalui:

a. Pengendalian produksi

Produksi batubara harus dikendalikan, terutama pada saat harga batubara saat ini semakin turun. Jika produksi batubara tidak dikendalikan, maka pasokan batubara ke dunia perdagangan akan melimpah, sehingga harga akan turun. Semakin cepat eksploitasi juga akan menyulitkan bagi penanggulangan masalah lingkungan hidup.

b. Kebijakan pencadangan batubara

PT. PLN telah merencanakan pembangunan PLTU berbasis batubara pada proyek 10.000 MW Tahap 1 dan Tahap 2 percepatan produksi listrik. Batubara masih menjadi energi dengan biaya termurah saat ini di Indonesia dan menjadi tumpuan negara. Oleh karena itu perlu dipikirkan upaya untuk menyisakan atau mencadangkan persediaan batubara Indonesia bagi generasi mendatang. Langkah yang perlu diambil antara lain adalah menyiapkan wilayah cadangan batubara nasional sebagai cadangan negara untuk menjamin kesinambungan kebutuhan energi nasional dalam jangka panjang yang diatur dalam bentuk undang-undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang kuat.

c. Mengurangi ekspor secara bertahap

Porsi ekspor dibandingkan konsumsi dalam negeri sangat jauh dan berpotensi membahayakan cadangan batubara nasional. Pelarangan ekspor secara tiba-tiba akan sangat tidak bijaksana, mengingat beberapa perusahaan batubara telah memiliki kontrak jangka panjang dan ada risiko sosial dan ekonomi akibat banyaknya perusahaan batubara yang tutup. Dengan demikian, langkah yang dapat diambil adalah mulai mengurangi ekspor secara bertahap.

3). Aspek Pasar

Peningkatan produksi suatu barang atau komoditas harus diimbangi dengan peningkatan konsumsi atau perluasan pasarnya. Apabila tidak, maka akan berakibat tingginya persaingan antara produsen serta menurunnya harga komoditas tersebut dan diakhiri dengan matinya sejumlah produsen. Hal ini harus diperhatikan oleh pemerintah, dan dari hasil diskusi dengan pengusaha batubara juga merupakan kekhawatiran utama mereka. Pengusaha batubara yang tergabung dalam Asosiasi Pengusahaan Batubara Indonesia sebagian besar menolak untuk melakukan investasi dalam aplikasi teknologi pemanfaatan batubara dalam skala komersial yang memerlukan biaya investasi tinggi. Alasannya sederhana, siapa yang akan menggunakan.

(14)

karena itu, beberapa industri yang mengalami kenaikan biaya energi yang sangat signifikan dipaksa oleh keadaan untuk beralih ke batubara. Sayangnya, sangat sedikit sekali yang melakukan hal seperti itu. Salah satu penyebab utamanya adalah kesulitan yang dialami pengusaha dalam perizinan terkait pengusahaan batubaranya dan juga dalam mengatasi masalah limbahnya. Industri pengguna gasifikasi batubara di Medan sudah mengajukan izin untuk memproses limbah batubara kepada dinas lingkungan hidup pemerintah daerahnya, namun hingga lebih dari 1 tahun izin tersebut tidak diperoleh.

Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah serta koordinasi antara lembaga/kementrian di Indonesia yang menangani energi, industri, perdagangan, keuangan dan lingkungan hidup adalah sangat penting. Melalui koordinasi itu diharapkan tercipta rencana strategis yang matang dalam upaya meningkatkan konsumsi batubara di dalam negeri tanpa merusak lingkungan hidup serta meningkatkan pendapatan daerah atau pendapatan nasional.

4). Aspek Finansial

Aspek finansial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelayakan teknologi pemanfaatan batubara yang diteliti secara finansial. Tentunya pemerintah juga tidak mengharapkan untuk memaksa industri untuk mengaplikasikan teknologi pemanfaatan batubara yang pada akhirnya akan merugikan pengusaha tersebut. Berdasarkan hasil kajian keekonomian yang dilakukan, maka seluruh teknologi pemanfaatan batubara (kecuali TIGAR) sudah layak secara finansial. Meskipun demikian, oleh karena hingga kini teknologi yang diteliti masih berupa penelitian, maka kajian keekonomian yang dilakukan masih perlu diperdalam lagi menjadi studi kelayakan yang bankable.

Pada kenyataannya, di masyarakat Indonesia sendiri sudah ada beberapa industri yang mengaplikasikan teknologi pemanfaatan batubara, yaitu gasifikasi batubara. Industri tersebut membeli teknologi gasifier dari Cina dan kemudian memodifikasinya secara otodidak, agar cocok dengan batubara Indonesia. Dari hasil kunjungan lapangan, umumnya industri tersebut awalnya adalah pengguna gas, namun karena keterbatasan pasokan gas dan harganya yang terus meningkat, maka mereka terpaksa menggunakan batubara. Secara finansial, salah satu perusahaan di Medan mengungkapkan bahwa penghematan yang dapat diperoleh berkat penggunaan gasifikasi batubara dapat mencapai Rp 20 juta per hari atau setara dengan Rp 6,5 miliar per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi pemanfaatan batubara sudah menguntungkan.

Ditinjau dari sisi ekonomi makro, maka penggunaan batubara akan sangat menguntungkan bagi pemerintah. keuntungan itu antara lain:

a. Pengurangan subsidi BBM

Peningkatan konsumsi batubara di dalam negeri diharapkan dapat mengurangi subsidi BBM yang saat ini dirasakan semakin memberatkan keuangan pemerintah Indonesia. Dalam APBN-P 2013 diketahui bahwa BBM yang disubsidi mencapai lebih dari Rp 250 triliun. Jika penggunaan BBM sebagai sumber energi dapat dikurangi, maka akan membantu mengurangi subsidi pemerintah.

b. Penghasilan untuk negara dari pajak perusahaan

(15)

c. Peningkatan nilai tambah

Daripada mengekspor batubara dalam bentuk wantah ke luar negeri, akan jauh lebih baik jika batubara tersebut dijadikan energi untuk menghasilkan produk yang akan diekspor. Dengan demikian akan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia.

d. Menciptakan lapangan kerja

Pembangunan pabrik pemanfaatan batubara akan memberikan lowongan pekerjaan yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia umumnya dan bagi masyarakat sekitar pabrik pada khususnya. Lowongan pekerjaan ini akan terbuka sejak pekerjaan konstruksi pabrik dimulai hingga kemudian beroperasinya pabrik pemanfaatan batubara tersebut. Hal ini akan membantu program pemerintah dalam mengurangi kemiskinan dan mengurangi pengangguran.

e. Efek pengganda dari proyek

Dengan berkembangnya teknologi pemanfaatan batubara, diharapkan biaya energi akan dapat berkurang, sehingga akan merangsang timbulnya industri-industri hilir pengguna energi tersebut atau minimal dapat mencegah tutupnya perusahaan yang tidak sanggup mengatasi biaya energi yang semakin tinggi. Dengan demikian, mengingat peran industri pemanfaatan batubara sangat strategis bagi ketahanan energi nasional, sudah seharusnya Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang secara signifikan dapat mendorong tumbuhnya industri pemanfaatan batubara di Indonesia. Teknologi yang dapat dijadikan unggulan yang pertama adalah teknologi gasifikasi batubara oleh karena teknologi ini sudah terbukti komersial di luar negeri dan di dalam negeri pun sudah diaplikasikan oleh beberapa perusahaan. Kebijakan yang direkomendasikan antara lain pendirian tim koordinasi percepatan teknologi gasifikasi batubara, pembuatan kebijakan harga batubara untuk dalam negeri, dan pemberian insentif.

1. Pendirian Tim Koordinasi Lintas Kementerian

Pembentukan tim koordinasi untuk berbagai kementerian sangat penting dalam menghasilkan keputusan bersama untuk mempercepat aplikasi teknologi gasifikasi batubara di Indonesia. Beberapa hal penting yang perlu dicari solusinya antara lain adalah masalah lingkungan, pembatasan produksi, masalah insentif serta perizinan pengusahaan dan penjualan gas. Melalui tim ini juga maka hambatan-hambatan komersialisasi industri ini yang bersifat lintas kementerian dapat diselesaikan.

2. Kebijakan penggunaan harga batubara untuk dalam negeri

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 17/2010 tentang tata cara penetapan harga patokan penjualan mineral dan batubara. Harga Batubara Acuan (HBA) diterbitkan setiap bulannya berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. Penentuan harga ini juga melibatkan gubernur dan bupati/wali kota. Saat ini HBA dikenakan untuk semua izin yang ada, seperti yang terdapat dalam pasal 2, yaitu pemegang IUP Operasi Produksi mineral dan batubara dan IUPK Operasi Produksi mineral dan batubara wajib menjual mineral atau batubara yang dihasilkannya dengan berpedoman pada harga patokan baik untuk penjualan kepada pemakai dalam negeri maupun ekspor termasuk kepada badan usaha afiliasinya.

(16)

batubara dengan HBA, sehingga berdampak terhadap mahalnya biaya untuk memproduksi listrik. Lebih jauh kondisi ini mengakibatkan subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah juga bertambah, karena PT. PLN tidak diperbolehkan untuk menaikkan harga listrik. Dapat dipastikan bahwa industri domestik lainnya akan mengalami hal yang sama, karena pada akhirnya akan bersaing dengan BBM atau gas yang bersubsidi. Agar industri gasifikasi batubara menarik, maka perlu diatur khusus Permen soal jaminan pasokan dan kebijakan harga batubara domestik. Saat ini, pelaksanaan peraturan tentang domestic marketing obligation baru berlaku untuk satu tahun dan mungkin belum cukup memberikan kepastian terhadap pemenuhan batubara dalam negeri terutama untuk industri yang membutuhkan kepastian suplai untuk jangka waktu yang lama. Sementara untuk kebijakan harga batubara, saat ini sedang dipersiapkan Permen tentang pengaturan harga batubara untuk keperluan tertentu yang tidak mengacu kepada harga batubara internasional.

3. Pemberian Insentif

Berbagai insentif dan kemudahan telah disediakan oleh pemerintah untuk menarik investor, sebagai contoh telah diberlakukan PP No. 62/2008 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu. Investor yang memenuhi kriteria tersebut dapat memperoleh insentif yaitu :

-Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah investasi, dibebankan selama 6 tahun masing-masing sebesar 5% per tahun.

-Penyusutan dan amortisasi dipercepat.

-Pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10%.

-Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun, tetapi tidak lebih dari 10 tahun. -Pengurangan tarif PPh badan sebesar 25% pada tahun 2010. Tambahan pengurangan

PPh 5% menjadi 20% pada 2010, jika perusahaan yang menjual sahamnya minimal 40% ke pasar modal dalam negeri dengan minimal 300 orang pemegang saham.

-Pembebasan PPN atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis, meliputi antara lain barang modal, makanan ternak dan/atau bahan bakunya; bibit/benih barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, perikanan, dan penyerahan barang hasil oleh petani atau kelompok tani. Kementerian Keuangan juga telah mengeluarkan PP No. 94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan sebagai peraturan untuk menjamin tax holiday kepada investor. Tax holiday akan diberikan kepada investor secara selektif dengan pertimbangan tertentu, misalnya adalah investor industri pionir. Berdasarkan PMK No. 130/2011, wajib pajak yang dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan, pajak penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah Wajib Pajak badan baru yang memenuhi kriteria sebagai berikut: -Merupakan industri pionir.

-Mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang paling sedikit sebesar satu triliun rupiah.

(17)

-Harus berstatus sebagai badan hukum Indonesia yang pengesahannya ditetapkan paling lama 12 bulan sebelum Permen Keuangan ini mulai berlaku atau pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah berlakunya Permen Keuangan ini.

Mendorong tumbuhnya industri nasional, dalam rangka penanaman modal telah diterbitkan Permen Keuangan No. 176/PMK.011/2009, yang antara lain berisikan pembebasan bea masuk atas impor mesin (sepanjang belum diproduksi di dalam negeri, sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang diberikan atau belum cukup kebutuhannya di dalam negeri) dan bahan baku untuk produksi selama 2 tahun yang dapat diberikan kepada perusahaan baru. Perusahaan yang melakukan pembangunan atau pengembangan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, dengan menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri paling sedikit 30% dari total nilai mesin, atas impor barang dan bahan dapat diberikan pembebasan bea masuk untuk keperluan produksi/keperluan tambahan produksi selama 4 tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 4 tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.

Tabel 2 menampilkan sebagian dari bidang usaha tertentu yang memungkinkan untuk mendapatkan fasilitas insentif sebagaimana disebutkan dalam Lampiran I PP No. 62/2008. Insentif yang diberikan pemerintah kepada investor di daerah tertentu dan bidang usaha tertentu teknologi gasifikasi batubara sudah termasuk di dalamnya.

Tabel 2

Fasilitas bidang usaha energi dan sumber daya mineral sesuai Lampiran I PP No. 62/2008

Bidang Usaha KBLI Cakupan Produk

Penambangan dan Pemanfaatan Batubara Mutu

Rendah (Low Rank Coal)*) 10102 Coal Gasification Hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri

Pengusahaan Tenaga Panas Bumi 11102 Kelompok ini mencakup usaha pencarian, pengeboran dan pengubahan panas bumi menjadi tenaga listrik

Pengilangan Minyak Bumi (Oil Refinary)*) 23201 Pemurnian pengilangan minyak bumi yang menghasilkan gas/LPG, avtur, avigas, naphta, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, minyak bakar, lubricant, waz, solvent/pelarut, residu dan aspal

Prioritas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri

Pembangunan kilang mini gas bumi (Industri Pemurnian dan Pengolahan Gas Bumi)

23202 Kelompok ini mencakup usaha pemurnian dan pengolahan gas bumi menjadi Liqufied Natural Gas (LNG) dan

Liqufied Petroleum Gas (LPG)

Sejalan dengan upaya pemerintah agar perusahaan-perusahaan yang ada memiliki dampak berganda bagi masyarakat sekitarnya, maka pemerintah telah mengeluarkan PP No.93/2010 yang mengatur tentang sumbangan-sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Sumbangan dimaksud antara lain adalah sumbangan penelitian dan pengembangan, pembinaan olahraga, fasilitas pendidikan, biaya pembangunan infrastruktur, dan sumbangan penanggulangan bencana nasional. Besarnya nilai sumbangan dibatasi tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya. Kriteria sumbangan dan WP Badan yang berhak memperoleh insentif ini adalah:

(18)

-Pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan.

-Didukung oleh bukti yang sah.

-Lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki NPWP kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur UU PPh.

Sumbangan tidak dapat dikurangkan sebagai pengurang Penghasilan Bruto jika terdapat hubungan istimewa antara pihak yang memberi dan menerima sumbangan, dan/atau biaya, dengan definisi hubungan istimewa tersebut dijelaskan pada Pasal 18 UU PPh. KESIMPULAN

1. Sesuai dengan amanat di dalam UU No. 4/2009 serta mengingat dampak positif atas keberadaan pabrik komersial teknologi pemanfaatan batubara yang sangat besar, maka sudah selayaknya pemerintah memberikan prioritas tinggi bagi berdirinya pabrik pemanfaatan batubara di Indonesia.

2. Berdasarkan hasil kajian aspek teknologis, bahan baku, pasar dan finansial terhadap lima buah teknologi pemanfaatan batubara, yaitu gasifikasi batubara, CWM, upgrading batubara, kokas dan karbon aktif, maka teknologi gasifikasi batubara yang menghasilkan gas bakar dan syngas adalah teknologi yang paling cocok untuk dikedepankan sebagai proyek prioritas pertama untuk percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara.

3. Pemerintah diharapkan dapat membangun koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah serta antara lintas kementerian dalam rangka membuat rencana induk percepatan teknologi gasifikasi batubara dan mengatasi pemasalahan yang timbul seperti masalah pasokan bahan baku, masalah lingkungan dan masalah insentif bagi pengusaha.

4. Kebijakan yang direkomendasikan untuk disusun dalam rangka percepatan penerapan teknologi gasifikasi batubara adalah:

- Pengendalian produksi dan ekspor batubara.

- DMO yang meliputi kuantitas dan kualitas tertentu bagi teknologi gasifikasi batubara.

- Penguatan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi secara terencana dan sistematis.

- Insentif yang menarik bagi perusahaan yang menerapkan teknologi gasifikasi batubara.

- Perbaikan dan peningkatan infrastruktur dalam mendukung hilirisasi mineral dan batubara.

- Evaluasi terhadap peraturan-peraturan yang kurang kondusif bagi pengembangan gasifikasi batubara.

DAFTAR PUSTAKA (tambahkan lagi acuan jurnal/prosiding terbaru setidaknya 80% dari seluruh acuan pustaka)

Badan Geologi, 2012. Neraca Energi Fossil Tahun 2011, Kementerian ESDM.

(19)

Elliot, M.A. (ed.), 1981. Chemistry of coal utilization. Second Suppl. Vol., John Wiley & Sons, New York.

Francis, W., 1965. Fuels and Fuel Technology. Vol. II, Section C: Gaseous Fuels. Pergamon Press, London.

Monika, I., Ningrum, S.N., Margono, B., 2009. Optimasi Proses dan Uji Coba Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Batubara, Laporan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung.

Nowacki, P. (ed.), 1981. Coal gasification process. Noyes Data Corporation, New Jersey. Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2008 tentang Tata Cara Kebijakan Pembatasan

Produksi Pertambangan Mineral Nasional.

Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan.

Peraturan Pemerintah RI No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Peraturan Pemerintah RI No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena

Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan .

Umar, D. F., Kunrat, T. S., Basyuni, Y., Setiawan. L., Hanafiah, N. dan Kuswara T., 2007. Teknologi Pembuatan dan Pembakaran Coal Water Mixture dari Batubara Hasil Proses Upgraded Brown Coal, Laporan Intern Puslitbang tekMIRA.

Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Usui, T., Tatsukawa T. and Usui H., 1999. Preparation Techniques of Coal Water Mixtures with Upgraded Low Rank Coals, Coal Preparation, 21, p. 161-176. Sukhyar, 2012, “Potensi Batubara di Indonesia”, Badan Geologi, Kementerian ESDM. Suprapto, S., Heryadi, D., Nurhadi, 2009. Pemanfaatan gasifikasi batubara untuk PLTD

sistem dual fuel. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, vol. 5, no. 3.

Gambar

Gambar 3.Uji coba Gasmin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tabel 1. Kualitas karbon aktif hasil uji coba dan persyaratan kualitas
Gambar 10Bagan alir pembuatan kokas  pengecoran di Palimanan
Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mengenai ukuran stomata abaxial dari dua lokasi penelitian didapatkan ukuran stomata Ki Hujan terpanjang terdapat pada sampel daun di Jalan

terhadap hama dibanding ikan lele biasa. Hal ini menjadikan kami harus melakukan kerjasama dengan RW 1 dan RW 2 desa Karangpaing. Tujuan utama yang dibidik

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PADA TOKO VARIASI MOBIL “JS” DENGAN RAPID APPLICATION..

Dan beberapa definisi di atas, dapat diambil disimpulkan bahwa jual beli adalah tukar menukar harta dengan tujuan kepemilikan secara suka sama suka, menurut cara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keluarga sangat berperanan untuk memberikan.. pengawasan tentang budaya Lampung, karena setiap orang tua pasti mengawasi

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa efek dalam menggunakan zat anti nutrisi yang berasal dari biji kedelai (crude anti

Kota Administrasi Jakarta Barat Wilayah barat Jakarta ini memiliki 22 daya tarik wisata yang terdiri dari Wisata Religi (5), Wisata Belanja (7) dan sebanyak 10 lokasi

f ct tegangan tekan yang diperkenankan pada beton pada awal transfer prategang. f cu kekuatan kubus