• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAL"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DALAM MENCEGAH TIMBULNYA KONFLIK PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM*

Oleh: Iskandar**

A. Pendahuluan

Konflik atau sengketa dalam pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang seringkali terjadi di Indonesia pada umumnya dan juga di Bengkulu, termasuk di Kabupaten Seluma, lazimnya terkait dengan masalah sengketa tanah adat, sengketa tanah garapan, okupasi/penyerobotan lahan oleh masyarakat, okupasi/penyerobotan lahan oleh perusahaan, tuntutan ganti rugi, tanah masyarakat diambil alih perusahaan belum ada kesepakatan, tanah yang diperjualbelikan, tanah masyarakat terhadap penggantian areal plasma, masyarakat menuntut pengembalian tanah, tumpang tindih alokasi lahan untuk perusahaan, ingin memiliki lahan, ingin ikut sebagai plasma, keterlambatan konversi plasma, tuntutan nilai kredit yang tidak memberatkan, penetapan harga/sengketa tandan buah segar (TBS), menolak pembangunan perkebunan kelapa sawit, perusakan tanaman, penjarahan produksi, perusakan aset perusahaan, tumpang tindih peruntukan lahan, tidak ada izin lokasi/lahan, hak guna usaha (HGU) cacat hukum, masyarakat keberatan atas perpanjangan/ pemberian HGU, tuntutan masyarakat terhadap lahan yang sedang dalam proses HGU, pemberian izin usaha/kegiatan tanpa analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan atau tanpa upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan atau upaya pemantauan lingkungan (UPL), perusahaan tidak memiliki izin lingkungan, lemahnya penegakan hukum terhadap perusahaan nakal, kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam penerbitan izin pengelolaan SDA, dan lain-lain.1

Kekayaan SDA, daya dukung dan daya tampung lingkungan yang makin terbatas juga dapat menimbulkan konflik, baik karena masalah kepemilikan/penguasaan maupun karena kelemahan dalam sistem pengelolaannya yang tidak memperhatikan kepentingan masyarakat setempat dan lingkungan hidup. Pengeluaran izin oleh Pemerintah daerah tanpa memperhatikan kejelasan status penguasaan lahan, pembiaran dan tidak optimalnya sistem pengawasan pemanfaatan SDA dari pemerintah daerah, tidak terpenuhinya hak dan kewajiban antar pengguna, kelangkaan dan meningkatnya nilai ekonomi SDA tetapi tidak adil dalam pendistribusiannya, kerusakan dan pencemaran mengancam kelangsungan pemanfaatan SDA bagi sebagian masyarakat.

--- Artikel disampaikan pada lokakarya yang di selenggarakan oleh DPRD Kabupaten Seluma, dengan Tema: “Peranan DPRD Dalam Menyelesaikan Konflik Perkebunan dan Pertambangan Di Kabupaten Seluma”, Rabu, 16 September 2015, di Hotel Risky, Tais, Kabupaten Seluma.

** Guru Besar Hukum Administrasi/Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu.

(2)

Konflik yang terjadi dapat menyebabkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut, rusaknya lingkungan dan pranata sosial, kerugian harta benda, jatuhnya korban jiwa, timbulnya trauma psikologis rasa dendam, benci, antipati, serta semakin melebarnya jarak antara para pihak yang berkonflik, sehingga hal ini menghambat upaya bagi terwujudnya kesejahteraan umum.2

Muara dari seluruh konflik dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA ini yaitu munculnya kerawanan social, ekonomi, budaya, politik, dan keamanan berbagai kelompok masyarakat yang terlibat dalam konflik dimaksud dalam kehidupan sehari-hari, dan tentunya juga mengganggu kinerja pemerintahan dan perusahaan di mana konflik tersebut terjadi. Kondisi demikian, jika tidak ditangani segera, bukan tidak mungkin akan berimbas pada ancaman disintegrasi nasional, karena dampaknya tidak hanya dirasakan secara langsung oleh masyarakat lokal, namun juga pemerintah baik di tingkat daerah maupun pusat serta pihak perusahaan itu sendiri.

Kajian dalam artikel singkat ini mengangkat tema sentral tentang Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam mencegah timbulnya konflik dalam pemanfaatan SDA. Isu hukum yang kaji yaitu (1) konflik dalam pengelolaan SDA dan bagaimana penanganannya, (2) kedudukan, tugas dan wewenang DPRD pasca berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UUPemda Tahun 2014), (3) kebijakan alih kewenangan dalam pengelolaan SDA pasca berlakunya UUPemda Tahun 2014 (4) peran DPRD dalam mencegah timbulnya konflik pengelolaan sumberdaya alam. Penulisan artikel ini dilakukan sehubungan dengan Lokakarya yang digagas oleh DPRD Kabupaten Seluma, dengan tema “Peranan DPRD Dalam Menyelesaikan Konflik Perkebunan dan Pertambangan di kabupaten seluma”. Tema yang diangkat dalam artikel ini sengaja ditulis secara umum, hal ini mengingat untuk menyelesaikan persoalan konflik dimaksud, diperlukan pemahaman yang komperhensif dan mendalam terhadap akar permasalahannya, agar tidak terjadi kekeliruan dalam penanganannya. Namun demikian, atas beberapa pokok bahasan yang diuraikan kiranya dapat sedikit memberikan masukan, guna melengkapi saran, pendapat, dan upaya yang sudah pernah dilakukan sebelum ini. Telaah atau kajian bersifat yuridis normatif3, yaitu dengan mengkaji bahan hukum. Analisis bahan hukum

dilakukan secara yuridis kualitatif dengan berdasarkan ketentuan peraturan-perundang-undangan dan asas-asas hukum. Hasil analisis dideskripsikan pada bagian penutup dari tulisan ini sebagai argumentasi atas isu hukum yang diangkat.

B. Hasil Kajian dan Pembahasan

1. Konflik Dalam Pemanfaatan SDA dan Penanganannya

Konflik merupakan bagian yang lekat dan tak terelakkan dalam kehidupan bermasyarakat. Konflik dalam pemanfaatan SDA yang melibatkan masyarakat, perusahaan, dan pemerintah ternyata tidak hanya terkait dengan persoalan penegakan hukum secara represif semata, meski aspek penegakan hukum itu menjadi faktor utamanya. Sebab, bila penegakan hukum yang bersifat represif bertentangan dengan 2 Perhatikan Muhdar, Muhammad, Nasir, Resolusi Konflik terhadap sengketa penguasaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam, Kertas Kerja Epistema No.03/2012, Jakarta: Epistema Institute, Ringkasan Eksekutif, hlm. iii, (http://epistema.or.id/resolusi‐ konflik/), diunduh 12 September 2015.

(3)

rasa keadilan masyarakat, maka justru akan menuai kritik dan memunculkan gerakan perlawanan terhadap tindakan penegakan hukum represif tersebut. Misalnya, dengan melakukan tindakan penangkapan, penahanan, dan diproses melalui pengadilan yang dilakukan oleh penegak hukum, seringkali dinilai oleh berbagai kalangan sebagai tindakan pelanggaran hak asasi manusia.4 Oleh karena itu, penegakan hukum secara

preventif haruslah dikedepankan, artinya pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya konflik/sengketa harus menjadi perhatian utama. Penegakan hukum secara preventif berarti pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan, kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang menyangkut peristiwa konkrit yang menimbulkan sangkaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar.5 Mencegah terjadinya konflik melalui

penegakan hukum secara preventif memang lebih baik, tapi bila telah terjadi konflik, penyelesaian konflik melalui jalur musyawarah mufakat dapat menjadi alternatif pilihan yang harus di kedepankan.

Pola penanganan konflik SDA di luar pengadilan dapat dilakukan dengan cara negosiasi, musyawarah mufakat dan mediasi. Negosiasi dilakukan dengan jalan dimana para pihak yang berkonflik duduk bersama untuk mencari jalan terbaik dalam penyelesaian konflik dengan prinsip bahwa penyelesaian itu tidak ada pihak yang dirugikan (win-win solution). Musyawarah mufakat adalah lengkah lebih lanjut dari negosiasi. Jika dalam negosiasi tidak terdapat kesepakatan yang saling menguntungkan, maka langkah lebih lanjut yaitu melakukan musyawarah mufakat dengan melibatkan pihak lain selaku penengah. Hasil musyawarah tersebut selanjutnya dibuatkan surat kesepakatan bersama yang ditanda tangani oleh para pihak dan para saksi. Sedangkan mediasi merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara membuat konsensus di antara dua pihak yang berkonflik untuk mencari pihak ketiga yang berkedudukan netral sebagai mediator dalam penyelesaian konflik.6

Dalam penanganan konflik akan sangat dipengaruhi oleh cara pandang terhadap konflik itu sendiri. Konflik yang terjadi, semestinya tidak selalu di pandang sebagai hal yang negatif, sebagaimana yang biasa terjadi selama ini. Sebaliknya, justru melihat konflik memiliki nilai dari sisi nilai yang positif. Sebab, konflik dapat dipandang 4 Pada dasarnya, untuk menyelesaikan konflik dimaksud telah tersedia mekanisme formal sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-perundangan yang bersangkutan, yaitu melalui pranata pengadilan sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) dan hukum acaranya (KUHAP). Meski begitu, sebagaimana sering terdengar melalui berbagai pemberitaan media massa, mekanisme ini tidaklah selalu dapat menyelesaikan konflik dimaksud. Seringkali penyelesaian konflik melalui jalur pengadilan disertai dengan tindakan represif oleh aparat keamanan, justru menimbulkan permasalahan baru, menimbulkan konflik yang semakin dalam, serta memicu meledaknya konflik berikutnya yang lebih besar dan bersifat destruktif. Terkait dengan hal ini, alternative lain sebagai dasar hukum untuk mekanisme penyelesaian konflik SDA, setidaknya terdapat 4 (empat) instrument hukum yaitu: Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang penggunaan mediasi sebelum peradilan, yang mengakui mediasi sebelum tahap peradilan, atau dengan kata lain hasil mediasi di luar pengadilan sah secara hukum, demikian juga Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombusdman Republik Indonesia, dan Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

5 Lihat Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan, Airlangga University Press, Surabaya, hlm. 191.

(4)

sebagai peluang menjadi titik tolak untuk mendorong adanya pembaharuan/perubahan dalam tata kuasa, tata guna, tata usaha/tata kelola yang berkaitan dengan SDA. Dengan demikian pendekatan yang lebih konstruktif dalam menangani konflik SDA sangat diperlukan sehingga sifat negatif dan destruktif dari konflik dapat dikurangi sementara sifat positifnya (yaitu mendorong adanya pembaharuan/perubahan) dapat ditingkatkan dan dikembangkan.7

Penanganan konflik atau sengketa selama ini dilakukan secara ad hoc, yaitu dengan cara penyelesaian yang bersifat kasuistik. Dengan kata lain, penanganan dilakukan ketika konflik sudah muncul dan telah terjadi adu kekuatan fisik ataupun tindakan anarkhis. Pemerintah yang bertanggungjawab terkesan menghindar dari fakta bahwa konflik itu ada dan belum terselesaikan. Hal ini dapat diamati dari tidak adanya mekanisme yang jelas untuk menangani konflik yang banyak muncul dan berlarut-larut tanpa penyelesaian yang tuntas. Mekanisme penyelesaian yang dilakukan seringkali tidak jelas sehingga kredibilitasnya dipertanyakan. Berdasarkan hal tersebut, maka penting untuk merancang sebuah mekanisme yang dapat dipercaya dan mengedepankan keadilan untuk semua pihak, terutama mengingat SDA merupakan barang publik dan mempertimbangkan bahwa konflik atau sengketa akan selalu ada.8

Mekanisme dalam penyelesaian konflik SDA ini hendaknya selaras dengan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia yang terdiri atas beragam suku bangsa, agama, dan budaya serta melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk memberikan jaminan rasa aman dan bebas dari rasa takut dalam rangka terwujudnya kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tanggung jawab negara dalam memberikan pelindungan dan pengayoman kepada warga, sebagai wujud adanya hak setiap orang atas pelindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda serta hak atas rasa aman, bebas dari ancaman ketakutan, damai, adil dan sejahtera.

2. Kedudukan, Tugas Dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasca

Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda 2014) yang menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 membawa perubahan penting terhadap fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), baik itu DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota. DPRD yang sebelumnya melaksanakan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan kini berubah menjadi menjalankan fungsi pembentukan peraturan daerah (perda), anggaran, dan pengawasan.9 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD dan

7 PerhatikanR. Yando Zakaria dan Paramita Iswari, tt, Pelembagaan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Di Kalimantan Tengah, Laporan Hasil Assessment, Karsa, The Samdhana Institut dan Kemitraan Partnership, hlm. 108.

8 Ibid., hlm 109.

(5)

Kepala Daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi yang berbeda. DPRD mempunyai fungsi pembentukan perda, anggaran dan pengawasan, sedangkan kepala daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas Perda dan kebijakan Daerah. Dalam mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tersebut, DPRD dan Kepala Daerah dibantu oleh Perangkat Daerah. Sebagai konsekuensi posisi DPRD sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah maka susunan, kedudukan, peran, hak, kewajiban, tugas, wewenang, dan fungsi DPRD tidak diatur dalam beberapa undang-undang namun cukup diatur dalam Undang-Undang ini secara keseluruhan guna memudahkan pengaturannya secara terintegrasi.10

DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai

unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.11 Sedangkan yang dimaksud dengan

Pemerintahan Daerah, adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.12 Jadi DPRD mempunyai kedudukan sebagai salah satu unsur

penyelenggara Pemerintahan Daerah bersama-sama dengan pemerintah daerah. Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD dibantu oleh Perangkat Daerah.13

DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat Daerah kabupaten/kota yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah kabupaten/kota. Anggota DPRD kabupaten/kota adalah pejabat Daerah kabupaten/kota. Dalam rangka menjalankan perannya sebagai lembaga perwakilan rakyat Daerah kabupaten/kota yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah kabupaten/kota.14 DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi: a. pembentukan Perda

Kabupaten/Kota; b. anggaran; dan c. pengawasan.15 Fungsi DPRD dijalankan dalam

kerangka representasi rakyat di Daerah kabupaten/kota. Dalam rangka melaksanakan fungsinya itu, DPRD kabupaten/kota menjaring aspirasi masyarakat. Fungsi pembentukan Perda Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan cara: a. membahas bersama bupati/wali kota dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan Perda Kabupaten/Kota; b. mengajukan usul rancangan Perda Kabupaten/Kota; dan c. menyusun program pembentukan Perda Kabupaten/Kota bersama bupati/wali kota. Program pembentukan Perda Kabupaten/Kota memuat daftar urutan dan prioritas rancangan Perda Kabupaten/Kota yang akan dibuat dalam 1 (satu) tahun anggaran.16

Dalam menetapkan program pembentukan Perda Kabupaten/Kota, DPRD kabupaten/kota melakukan koordinasi dengan bupati/wali kota.17

10 Perhatikan Otong Rosadi, Politik Hukum Pemerintahan daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014, http://otongrosadi.com/read-158-politik-hukum-pemerintahan-daerah-menurut-uu-nomor-23-tahun-2014.html, diunduh 12 september 2015.

11 Lihat ketentuan Pasal 1 angka 4 UU Pemda 2014.

12 Lihat ketentuan Pasal 1 angka 3 UU Pemda 2014.

13 Lihat Pasal 57 UU Pemda 2014.

14 Pasal 148 ayat (1) UU Pemda 2014.

15 Pasal 149 ayat (1) UU Pemda 2014.

16 Pasal 150 UU Pemda 2014.

(6)

DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang: a. membentuk Perda Kabupaten/Kota bersama bupati/wali kota; b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai APBD kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/wali kota; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD kabupaten/kota; d. memilih bupati/wali kota;18 e. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian

bupati/wali kota kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian. f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian international di Daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota; h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/wali kota dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota; i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan Daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan Daerah; j. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang ini diatur dalam peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.19

Pengaturan tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota kabupaten/kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UUMD3), yaitu sebagai berikut:20 1). Membentuk peraturan daerah

kabupaten/kota bersama bupati/walikota; 2). Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota yang diajukan oleh Bupati/Walikota; 3). Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota; 4). Mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian Bupati/Walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian; 5). Memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil bupati/wakil walikota; 6). Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; 7). Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang di lakukan oleh pemerinntah daerah kabupaten/kota; 8). Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban bupati/walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; 9). Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; 10). Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 11). Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang di atur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

DPRD kabupaten/kota mempunyai hak: a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat.21 Hak interpelasi adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk

meminta keterangan kepada bupati/wali kota mengenai kebijakan Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.22 Hak angket adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk

18 Telah dihapus berdasarkan ketentuan Pasal 154 UU No. 9 tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

19 Pasal 154 ayat (1) UU Pemda 2014.

20 Lihat ketentuan Pasal 366 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3.

21 Pasal 159 ayat (1) UU Pemda 2014.

(7)

melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, Daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.23 Hak menyatakan pendapat adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan bupati/walikota atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di Daerah kabupaten/kota disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.24

Anggota Kabupaten/kota mempunyai hak: a) mengajukan rancangan Perda Kabupaten/Kota; b) mengajukan pertanyaan; c) menyampaikan usul dan pendapat; d) memilih dan dipilih; e) membela diri; f) imunitas; g) mengikuti orientasi dan pendalaman tugas; h) protokoler; dan i) keuangan dan administratif.25 Anggota DPRD

kabupaten/kota berkewajiban: a) memegang teguh dan mengamalkan Pancasila; b) melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; c) mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d) mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan; e) memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat; f) menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota; g) menaati tata tertib dan kode etik; h) menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota; i) menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala; j) menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan k) memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.26

Untuk fungsi pengawasan DPRD diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap: a. pelaksanaan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota; b. pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota; dan c. pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Jika lebih diperinci maka lingkup fungsi pengawasan DPRD Kabupaten/Kota, antara lain: a. Pengawasan terhadap pelaksanaan perda. b. Pengawasan terhadap pelaksanaan bupati/wali kota; c. Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan lainnya. d. Pengawasan terhadap pelaksanaan APBD kabupaten/kota. e. Pengawasan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di kabupaten/kota; f. Pengawasan terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di daerah. g. Pengawasan terhadap pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.27

Tujuan utama pengawasan DPRD, antara lain: a. Menjamin agar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berjalan sesuai dengan rencana; b. Menjamin kemungkinan tindakan koreksi yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan; c. Menumbuhkan motivasi, perbaikan, pengurangan, peniadaan penyimpangan secara optimal; d. Memastikan bahwa kinerja pemerintah daerah sedang atau telah mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, sesuai dengan tujuan pemberian Otonomi Daerah.

23 Pasal 159 ayat (3) UU Pemda 2014.

24 Pasal 159 ayat (4) UU Pemda 2014.

25 Pasal 160 UU Pemda 2014.

26 Pasal 161 UU Pemda 2014.

(8)

Berkait dengan pengelolaan SDA, dengan kedudukan, tugas dan wewenang DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah yang merupakan unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah, DPRD dapat melakukan upaya pengaturan melalui Perda dan pengawasan pelaksanaannya. Kapasitas anggota DPRD kabupaten/kota sebagai pejabat Daerah, dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat Daerah, dapat mengetahui dan berperanserta dalam pengambilan kebijakan pemerintah daerah, sebelum menjadi suatu kebijakan dan keputusan. Hal ini penting, karena DPRD sebagai wakil rakyat memiliki kewajiban menyerap dan menghimpun aspirasi masyarakat serta menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat. Di sisi lain DPRD merupakan unsur atau bagian dari pemerintah daerah, sehingga melalui fungsi pengawasan yang dimilikinya, DPRD dapat melakukan upaya preventif berkait dengan kebijakan dan atau keputusan yang akan diambil oleh Kepala Daerah dan atau perangkat daerah lainnya. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah diambilnya kebijakan atau keputusan yang akan merugikan kepentingan masyarakat dan daerah, terutama kebijakan dan keputusan terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan SDA yang tidak mempertimbangkan semua kepentingan stakeholders.

3. Alih Kewenangan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Pasca Berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Sebagaimana diamanatkan oleh UUD-NKRI Tahun 1945, terdapat urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan yang dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan wajib dibagi dalam urusan pemerintahan wajib yang terkait pelayanan dasar dan urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait pelayanan dasar. Untuk urusan pemerintahan wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat.28

Berdasarkan UUPemda Tahun 2014, klasifikasi urusan pemerintahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Pada Ayat (2), disebutkan bahwa Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Ayat (3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.

Urusan Pemerintahan Konkuren yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) bahwa urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Ayat (2) menyebutkan bahwa Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Pada ayat (3) bahwa Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan

(9)

dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar.

Pada Pasal 12 ayat (2) disebutkan bahwa Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2); Ayat (3) menyebutkan bahwa Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi: a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata; c.

pertanian; d. kehutanan; e. energi dan sumber daya mineral; f. perdagangan; g. perindustrian; dan h. transmigrasi. Dalam Pasal 13 ayat (1) disebutkan bahwa Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Pada Ayat (3) dinyatakan bahwa Berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi adalah: a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota; b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota; c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota; dan/atau d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi. Ayat (4) menyatakan bahwa Berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota adalah: a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota; b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota; c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.

Pada Pasal 14 ayat (1) disebutkan bahwa Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. Ayat (2) bahwa Urusan Pemerintahan bidang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota. Sedangkan pada ayat (5) dinyatakan bahwa Daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil mendapatkan bagi hasil dari penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ayat (6) bahwa Penentuan Daerah kabupaten/kota penghasil untuk penghitungan bagi hasil kelautan adalah hasil kelautan yang berada dalam batas wilayah 4 (empat) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Batas wilayah 4 (empat) mil dalam ketentuan ini hanya semata-mata untuk keperluan penghitungan bagi hasil kelautan, sedangkan kewenangan bidang kelautan sampai dengan 12 (dua belas) mil tetap berada pada Daerah provinsi.

(10)

kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak berakibat terhadap pengalihan urusan pemerintahan konkuren pada tingkatan atau susunan pemerintahan yang lain ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Ayat (5) menyatakan bahwa Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip dan kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

Dalam Pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk: a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan criteria dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. Pada ayat (5) bahwa Penetapan norma, standar, prosedur, dan criteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren diundangkan.

Pengaturan dalam Pasal 17 ayat (4) disebutkan bahwa apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) Pemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria, Penyelenggara Pemerintahan Daerah melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. Selanjutnya dalam Pasal 20 ayat (1) bahwa Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah provinsi diselenggarakan: a. sendiri oleh Daerah provinsi; b. dengan cara menugasi Daerah kabupaten/kota berdasarkan asas Tugas Pembantuan; atau c. dengan cara menugasi Desa. Ayat (2) bahwa Penugasan oleh Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota berdasarkan asas Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan kepada Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan peraturan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren akan diatur dalam peraturan pemerintah (Pasal 21).

Terkait dengan kewenangan Daerah Provinsi di laut diatur dalam Pasal 27. Pada ayat (1) disebutkan bahwa Daerah provinsi diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut yang ada di wilayahnya. Ayat (2) Kewenangan Daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di luar minyak dan gas bumi; b. pengaturan administratif; c. pengaturan tata ruang; d. ikut serta dalam memelihara keamanan di laut; dan e. ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negara. Ayat (3) menyebutkan bahwa Kewenangan Daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

Secara lebih rinci pembagian urusan pemerintahan tertera dalam lampiran Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang ini yaitu sebagaimana matrik berikut:29

Y. PEMBAGIAN URUSAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH

KABUPATEN/ KOTA

1 Kelautan, Pesisir,

dan a. Pengelolaan ruang laut di atas 12 mil dan strategis a. Pengelolaan ruang laut sampai dengan 12 mil di

(11)

Pulau-Pulau Kecil nasional. d. Penetapan jenis ikan yang

dilindungi dan diatur perdagangannya secara internasional.

e. Penetapan kawasan konservasi.

f. Database pesisir dan pulau-pulau keci

Tangkap a. Pengelolaan penangkapan ikan di wilayah laut di atas 12 mil.

b. Estimasi stok ikan nasional dan jumlah tangkapan ikan dengan ukuran di atas 30 GT. f. Pendaftaran kapal di atas 5 GT sampai dengan 30 GT. dengan ukuran di atas 5 GT sampai dengan 30 GT. e. Pendaftaran kapal

perikanan di atas 5 GT sampai dengan 30 GT.

Pemasaran a. Standardisasi dan sertifikasi pengolahan hasil perikanan. b. Penerbitan izin pemasukan

BB. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN

NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH

(12)

2 Pengelolaan

a. Pelaksanaan tata hutan kesatuan pengelolaan hutan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung, meliputi: 1) Pemanfaatan kawasan hutan; 2) Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; 3) Pemungutan hasil hutan; 4) Pemanfaatan jasa lingkungan kecuali pemanfaatan penyimpanan dan/atau

penyerapan karbon.

d. Pelaksanaan rehabilitasi di luar kawasan hutan negara.

e. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung, dan hutan produksi.

f. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan bukan kayu. secara lestari taman hutan raya (TAHURA) lintas Daerah kabupaten/kota.

b. Pelaksanaan perlindungan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi dan/atau tidak

DAS. Pelaksanaan pengelolaan DASlintas Daerah kabupaten/kota dan dalam Daerah

kabupaten/kota dalam

(13)

-1 (satu) Daerah provinsi

URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAHKABUPATEN

/ KOTA 1 Geologi a. Penetapan cekungan air tanah.

b. Penetapan zona konservasi air tanah pada cekungan air tanah lintas Daerah provinsi dan lintas negara.

c. Penetapan kawasan lindung geologi dan warisan geologi

(geoheritage).

d. Penetapan status dan peringatan dini bahaya gunung api.

e. Peringatan dini potensi gerakan tanah.

f. Penetapan neraca sumber daya dan cadangan sumber daya mineral dan energy nasional. g. Penetapan kawasan rawan

bencana geologi.

a. Penetapan zona konservasi air tanah pada cekungan air tanah dalam Daerah

c. Penetapan nilai perolehan air tanah dalam Daerah

provinsi.

-2 Mineral dan

Batubara a. Penetapan wilayah pertambangan sebagai bagian dari rencana tata ruang wilayah nasional, yang terdiri atas b. penetapan wilayah izin usaha

pertambangan mineral logam dan batubara serta wilayah izin usaha pertambangan khusus. c. Penetapan wilayah izin usaha

pertambangan mineral bukan logam dan batuan lintas Daerah provinsi dan wilayah laut lebih dari 12 mil.

d. Penerbitan izin usaha pertambangan mineral logam, batubara, mineral bukan logam dan batuan pada: 1) wilayah izin usaha Pertambangan yang berada pada wilayah lintas Daerah provinsi; 2) wilayah izin usaha pertambangan yang berbatasan langsung dengan negara lain; dan 3) wilayah laut lebih dari 12 mil;

e. Penerbitan izin usaha pertambangan dalam rangka

(14)

penanaman modal asing. f. Pemberian izin usaha

pertambangan khusus mineral dan batubara.

g. Pemberian registrasi izin usaha pertambangan dan penetapan Daerah provinsi lain di luar lokasi fasilitas pengolahan dan pemurnian, atau impor serta dalam rangka penanaman modal asing. i. Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dan surat keterangan terdaftar dalam rangka penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing yang kegiatan usahanya di seluruh wilayah Indonesia. berasal dari 1 (satu) Daerah provinsi yang sama. f. Penerbitan izin usaha jasa

pertambangan dan surat

Gas Bumi Penyelenggaraan minyak dan gas bumi. -

-4 Energi Baru Terbarukan

a. Penetapan wilayah kerja panas bumi.

b. Pelelangan wilayah kerja panas bumi.

c. Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi lintas Daerah provinsi.

d. Penerbitan izin panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung.

e. Penetapan harga listrik dan/atau uap panas bumi.

f. Penetapan badan usaha sebagai pengelola tenaga air untuk pembangkit listrik.

g. Penerbitan surat keterangan terdaftar usaha jasa penunjang yang kegiatan usahanya dalam lintas Daerah provinsi.

h. Penerbitan izin usaha niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan di atas bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain izin jual beli tenaga listrik lintas

a. Penerbitan izin usaha penyediaan tenaga listrik non badan usaha milik negara dan

(15)

-negara. c. Penerbitan izin operasi yang

fasilitas instalasinya mencakup lintas Daerah provinsi atau berada di wilayah di atas 12 mil laut.

d. Penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dan penerbitan

e. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik, rencana usaha penyediaan tenaga listrik, penjualan

kelebihan tenaga listrik dari pemegang izin yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

f. Penerbitan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik yang

b. Penerbitan izin operasi yang fasilitas instalasinya dalam Daerah provinsi.

c. Penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dan

d. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan e. Penerbitan izin usaha jasa

penunjang tenaga listrik bagi

(16)

dalam pelaksanaan kewenangan dimaksud, perlu kehati-hatian dan kecermatan guna meminimalisir implikasi yang bersifat negatif.30

Kementerian Dalam Negeri, telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 120/253/Sj, tanggal 16 Januari 2015 Tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Setelah Ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Surat Edaran dimaksud sebagai pedoman bagi daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan setelah diberlakukannya UUPemda Tahun 2014 selama masa transisi sebelum diterbitkannya ketentuan pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Dalam Surat Edaran ini disebutkan, bahwa gubernur, bupati dan walikota diminta untuk menyelesaikan secara seksama inventarisasi P3D antar tingkatan /susunan pemerintahan sebagai akibat pengalihan urusan pemerintahan konkuren paling lambat tanggal 31 Maret 2016 dan serah terima P3D paling lambat tanggal 2 Oktober 2016. Hasil inventarisasi P3D tersebut menjadi dokumen dan dasar penyusunan RKPD, KUA/PPAS dan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Provinsi/ Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2017. Gubernur, bupati/walikota segera berkoordinasi terkait dengan pengalihan urusan pemerintahan konkuren. Melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait yang membidangi masing-masing urusan pemerintahan dan dapat difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Melakukan koordinasi dengan pimpinan DPRD masing-masing; dan Melaporkan pelaksanaan Surat Edaran tersebut kepada Menteri Dalam Negeri.31

Pemerintah harus segera menerbitkan berbagai peraturan pelaksanaan dari UUPemda Tahun 2014, guna menghindari terjadinya potensi konflik terutama terkait dengan persoalan pelaksanaan kewenangan pusat dan daerah, dan antardaerah, khususnya terkait dengan aspek perizinan. Peraturan pelaksanaan dimaksud sekaligus akan menjadi dasar bagi pemerintah provinsi dalam membuat regulasi di tingkat daerah. Pada masa transisi saat ini yang tidak lama lagi (tanggal 31 Maret 2016), perlu segera dilakukan koordinasi terkait dengan alih kewenangan dimaksud antara Pemerintah Provinsi, DPRD Provinsi, Kementerian sektoral terkait dengan pemerintah kabupaten/kota, DPRD Kabupaten/Kota guna mengantisipasi agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan, yang pada akhirnya akan menimbulkan polemik dan potensi konflik baru.

4. Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Mencegah Timbulnya Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam

Sebagaimana ketentuan normatif pengaturan kedudukan, tugas, wewenang, dan fungsi DPRD yang diatur dalam UUPemda Tahun 2014 jo. Undang-Undang No. 9 tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-undang tentang MD3, maka peran DPRD terkait dengan upaya untuk mencegah terjadinya konflik dalam pengelolaan SDA dapat dilakukan melalui pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, terutama dalam tugas dan wewenang pembentukan peraturan daerah (perda) dan pengawasan. Dalam tugas dan wewenang pembentukan Perda, DPRD dapat menyusun suatu regulasi terkait dengan pengelolaan SDA yang dapat mencegah timbulnya konflik atau dapat menjadi potensi timbulnya konflik. Materi muatan pengaturan pengelolaan SDA yang mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders (pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat), akan

30 Ibid., hlm. 11.

(17)

dapat memberikan jaminan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan SDA bagi semua pihak, sehingga dengan pengaturan yang demikian, konflik dan potensi konflik di tengah masyarakat dapat dihindari.

Peran melalui fungsi pengawasan, DPRD selain melakukan pengawasan atas pelaksanaan Perda dimaksud, juga dapat melakukan upaya preventif berkait dengan kebijakan dan atau keputusan yang akan diambil oleh Kepala Daerah, untuk mencegah diambilnya kebijakan atau keputusan yang akan merugikan hak dan kepentingan masyarakat dan daerah, terutama terkait dengan pemanfaatan SDA. Terkait dengan hal ini, DPRD juga dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat, untuk mempertanyakan kebijakan atau keputusan penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara, seperti halnya dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDA oleh pelaku usaha.

DPRD memiliki keleluasaan dalam menentukan cara melaksanakan fungsi pengawasan, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Misalnya melakukan inventarisasi dan identifikasi terhadap keputusan perizinan di bidang pemanfaatan SDA. Guna mengetahui apakah berbagai jenis perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah dan atau SKPD telah sesuai dengan ketentuan persyaratan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan/perda. Bila ternyata dalam kenyataannya terjadi penyimpangan atau pelanggaran, maka DPRD dapat menindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan tata tertib DPRD dan ketentuan lainnya.

Terkait dengan penanganan konflik pengelolaan SDA yang ada atau sedang terjadi saat ini, peran DPRD dapat dilakukan melalui proses politik antara lain dengan melakukan proses dengar pendapat (public hearing) di DPRD. Proses ini bukanlah proses hukum, baik menurut peraturan hukum negara maupun proses hukum adat dan atau hukum kebiasaan masyarakat dimana konflik terjadi. DPRD dengan fungsi yang dimiliki tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan konflik yang dihadapi oleh para pihak. Fungsi fasilitasi merupakan proses terbaik yang dapat dilakukan oleh DPRD dalam menghadapi konflik atau sengketa dalam pengelolaan SDA. Selain itu, proses politik di gedung rakyat merupakan pilihan yang lebih relevan sebagai strategi penanganan konflik, termasuk untuk mempengaruhi kebijakan dan atau keputusan Kepala Daerah yang memiliki relevansi dengan konflik pengelolaan dan pemanfaatan SDA.32

Sehubungan dengan kebijakan alih kewenangan dalam pengelolaan SDA, khususnya sebagaimana tertera pada Lampiran UUPemda Tahun 2014, tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota, juga ikut beralih menjadi tugas dan wewenang DPRD Provinsi. Dengan demikian, tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota akan menjadi lebih ringan, namun koordinasi kelembagaan harus tetap dilakukan agar segala persoalan yang timbul dapat diatasi secara bersama, karena implikasi dari peralihan kewenangan dalam pengelolaan SDA tersebut, dapat saja berdampak positip atau sebaliknya.

(18)

5. Penutup

Tidak semua penyelesaian konflik dengan latar belakang yang berbeda dapat diselesaikan dengan aturan hukum yang sama, sebab faktor utama penyelesaian sebuah konflik dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, budaya, historis, politis dan sebagainya. Dalam mencari alternatif penanganan konflik terkait dengan pemanfaatan SDA, harus dilakukan dengan cara yang tidak saling dirugikan atau diuntungkan salah satu pihak, solusi yang ditawarkan harus yang baik bagi semua pihak. Penanganan konflik yang tepat yaitu dengan cara musyawarah. Jika musyawarah tidak juga dapat dilakukan masih ada cara lain yaitu melalui jalur pengadilan sebagai pilihan terakhir untuk penyelesaian konflik manakala cara musyawarah tidak berhasil mencapai mufakat damai.

Kedudukan DPRD adalah sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah yang merupakan unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Anggota DPRD kabupaten/kota merupakan pejabat Daerah, untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat Daerah. Dalam kapasitas yang demikian ini, DPRD berada pada dua sisi. Di satu sisi sebagai wakil rakyat dituntut kewajiban menyerap dan menghimpun aspirasi masyarakat serta menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat. Di sisi lain DPRD merupakan unsur atau bagian dari pemerintah daerah, yang juga memiliki tugas dan fungsi melaksanakan peran sebagai pejabat Daerah, yaitu pembentukan Perda dan pengawasan. Melalui pelaksanaan tupoksi ini DPRD dapat melakukan upaya preventif berkait dengan kebijakan dan atau keputusan yang akan diambil oleh Kepala Daerah, untuk mencegah diambilnya kebijakan atau keputusan yang akan merugikan kepentingan masyarakat dan daerah, terutama terkait dengan pemanfaatan SDA. Selain itu, DPRD juga dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat, untuk mempertanyakan kebijakan atau keputusan penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara, seperti halnya dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDA.

Alih kewenangan beberapa urusan pemerintahan sektor SDA dapat dipastikan akan berimplikasi secara politik (kebijakan sentralisasi, desentralisasi, struktur kelembagaan), secara yuridis (terkait dengan hak dan kewajiban, tanggungjawab dan tanggung gugat), implikasi terhadap stakeholders dan pemangku kepentingan, potensi konflik antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi/pusat, potensi konflik antara masyarakat dan pelaku usaha dengan pemerintah provinsi/pusat, implikasi terhadap peraturan sektoral dan berbagai produk hukum daerah (peraturan perundang-undangan sektoral, produk hukum daerah, keputusan perizinan). Untuk itu, dalam pelaksanaan kewenangan dimaksud, perlu kehati-hatian dan kecermatan guna meminimalisir implikasi yang bersifat negatif.

(19)
(20)

Daftar Pustaka

A’an Efendi, Artikel, Mahasiswa Doktoral Universitas Airlangga, file:///D:/DPRD

%20Seluma/Tinjauan%20Fungsi%20DPRD%20Pasca%20UU%20Pemda

%202014.htm, diunduh 12 september 2015.

Iskandar, 2015, Implikasi Alih Kewenangan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Pasca Berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Artikel, disampaikan pada Seminar yang diselenggarakan oleh WALHI-Bengkulu, tanggal 11 Juni 2015, di Samudra Dwinka Hotel, Bengkulu, hlm. 3.

Muhdar, Muhammad, Nasir, Resolusi Konflik terhadap sengketa penguasaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam, Kertas Kerja Epistema No.03/2012, Jakarta: Epistema Institute, Ringkasan Eksekutif, hlm. iii,

(http://epistema.or.id/resolusi‐ konflik/), diunduh 12 September 2015.

Otong Rosadi, Politik Hukum Pemerintahan daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014,

http://otongrosadi.com/read-158-politik-hukum-pemerintahan-daerah-menurut-uu-nomor-23-tahun-2014.html, diunduh 12 september 2015.

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 22.

R. Yando Zakaria dan Paramita Iswari, tt, Pelembagaan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Di Kalimantan Tengah, Laporan Hasil Assessment, Karsa, The Samdhana Institute dan Kemitraan Partnership, hlm. 108.

Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan, Airlangga University Press, Surabaya, hlm. 191.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombusdman Republik Indonesia. Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jo. Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karna itu pelayanan masyarakat yang diberikan camat Abung Surakarta Kabupaten Lampung Utara pada tujuannya untuk memuaskan atau sesuai dengan keinginan masyarakat/pelanggan

Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian penting dalam sistem retikuloendotelial dan sel Stellata

Akan tetapi, penemuan tersebut bukan merupakan tanda pasti faringitis Streptokokus, karena dapat juga ditemukan pada penyebab tonsilofaringitis yang lain.. Sedangkan

selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas pemanfaatan jasa Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

Berdasarkan analisis peneliti, yaitu 2 siswa yang berkemampuan matematika sedang dengan inisial MBN-2 dan NL tidak bisa ditentukan jenis proses berpikirnya

Tidak boleh melakukan tindakan yang menyangkut risiko pribadi atau tanpa pelatihan yang sesuai.. Evakuasi

Informan masih kanak - kanak ketika ayah intorman melakukan poligami dan kemudian ayah jarang pulang ke rumah, sedangkan pada usia informan sangat dibutuhkan