• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakor Faktor Kecelakaan di Lab. Tugas K3 (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Fakor Faktor Kecelakaan di Lab. Tugas K3 (1)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH K3 INDUSTRI

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN KERJA DI

LABORATORIUM

Disusun Oleh:

Satria Anugerah Suhendra (H1D112017)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

(2)

UCAPAN TERIMAKASIH KEPADA

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya dapat menyelesaikan makalah K3 Industri ini tepat pada waktunya dengan judul “Faktor-Faktor Lingkungan Kerja di Laboratorium”. Kami juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penyusunan proposal penelitian ini hingga selesai tepat pada waktunya. Rasa terima kasih ini kami ucapkan terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc (Rektor Universitas Lambung Mangkurat), Bapak Dr. Ahmad Alim Bachri, SE., M.Si (PR 1) Wakil Rektor Bidang Akademik, Ibu Dr. Hj Aslamiah, M.Pd., Ph.D (PR2) Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Bapak Dr. Ir. Abrani Sulaiman, M.Sc (PR3) Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, dan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Yudi Firmanul Arifin, M.Sc Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Humas.

1. Dekan Fakultas Teknik Bapak Dr-Ing. Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T, dan Bapak Meilana Dharma Putra, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat.

2. Orang tua, keluarga, teman, dan sahabat kami atas semua dukungan dan untaian doa yang telah diberikan selama ini.

3. Ibu Dr. Qomaritasu Sholihah, Amd. Hyp., ST., M. Kes sebagai dosen K3 Indsutri di Program Studi Teknik Kimia

Demikian makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi berbagai pihak khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun tetap kami harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.

Banjarbaru, April 2016 Penyusun

(4)

DAFTAR ISI

4.1 Pentingnya Faktor-Faktor Lingkungan Kerja di Laboratorium...13

4.1 Faktor-Faktor Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Akibat dari Kecelakaan di Laboratorium ...15

4.3 Pencegahan Terhadap Kelalaian Faktor-Faktor Lingkungan Kerja di Laboratorium...22

4.4 Contoh Kasus Identifikasi Bahaya Kimia di Laboratorium...27

BAB V PENUTUP

...31

5.1 Kesimpulan...31

5.2 Saran...31

(5)

BAB VI

RINGKASAN...32

BAB VII

STUDI KASUS...33

DAFTAR PUSTAKA

INDEKS

(6)

DAFTAR SINGKATAN

APD : Alat Pelindung Diri B3 : Bahan Berbahaya Beracun Grav : Gravitasi

ILO : International Labour Organization K3 : Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kkal : Kilokalori

Lab : Laboratorium

MSDS : Material Safety Data Sheet

NAB : Nilai Ambang Batas PP : Peraturan Pemerintah

P3K :Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan

SMK3 : Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

DAFTAR LAMBANG

% : Persen

0C : Satuan Suhu

(7)

- : Sampai ± :Kurang lebih

dB : Desibel (Satuan) Mol : molarity

m :meter

s :second

= : Sama dengan

DAFTAR TABEL

Nilai Ambang Batas Lingkungan Kerja Berdasarkan SNI 16-7063-2004... 4

Keterangan dari Gambar 4.1... 12

Klasifikasi Gas dan Bahayanya... 36

(8)

DAFTAR GAMBAR

Diagram Proses Pembuatan Makalah ... 8

Diagram Pembuatan Sub-Judul Makalah ... 11

Tabel Kategori Potensi Bahaya di Lingkungan Kerja... 23

(9)
(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan kerja merupakan salah satu hal utama untuk melakukan aktifitas kerja yang baik. Baik dalam dalam faktor internal maupun faktor eksternal manusia. Faktor internal meliputi kondisi psikologis, kesehatan, dan fisik. Sedangkan faktor eksternal meliputi kondisi sosial maupun interaksi dengan karyawan maupun atasan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan menjelaskan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja berperan dalam upaya kesehatan kerja agar tidak mengganggu kesehatan pekerja. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 pada pasal 86 dan 87 menjelaskan setiap buruh dalam bekerja harus mendapatkan hak baik kesehatan, asusila, kesehatan, dan perlindungan dir, disamping itu perusahaan harus wajib menerapkan manajemen K3 demi kelancaran dan keselamatan kegiatan saat bekerja.

Lingkungan fisik dan psikis kerja yang kurang tepat, dapat mengakibatkan tingkat produktivitas kerja yang rendah sekitar 50%. Sehingga mengakibatkan proses kerja dan hasil kerja yang kurang efisien dan akan mengakibatkan pemborosan dana (Widiastuti, 2011). Untuk menciptakan kinerja yang tinggi, dibutuhkan adanya peningkatan kerja yang optimal dan mampu menggunakan potensi sumber daya manusia dari karyawan untuk menciptakan tujuan organisasi, sehingga akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan organisasi. Organisasi perlu memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi motivasi karyawan dan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk mendorong terciptanya sikap dan tindakan yang profesional dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan bidang dan tanggung jawab masing – masing (Wulan, 2011).

(11)

2

Lingkungan kerja yang positif dan sehat merupakan salah satu unsur pokok yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi lingkungan kerja, salah satunya adalah lingkungan kerja di laboratorium. Karena faktor-faktor lingkungan kerja merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui penyebab akibat dari pengaruh lingkungan kerja yang benar atau salah. Sehingga kita mengetahui cara pecegahan agar meminimalisir kesalahan kerja di laboratorium.

1.2 Rumusan Masalah

Berikut adalah rumusan masalah pada makalah ini:

1. Bagaimana peran pengaruh faktor-faktor lingkungan kerja terhadap K3 di laboratorium?

2. Apa saja faktor-faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi akibat dari kecelakaan K3 di laboratorium?

3. Bagaimana cara mencegah akibat dari kelalaian faktor-faktor lingkungan kerja?

1.3 Tujuan Umum

Tujuan umum dari makalah ini adalah:

1. Menambah wawasan tentang faktor-faktor lingkungan kerja terhadap ilmu K3 Industri di laboratorium

2. Mendapatkan gambaran tentang studi kasus faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium dan cara mencegah serta mengatasinya.

1.4 Tujuan Khusus

(12)

3

1. Pentingnya faktor-faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi akibat dari kecelakaan K3 di laboratorium.

2. Jenis-jenis faktor-faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi akibat dari kecelakaan K3 di laboratorium.

3. Cara mencegah faktor-faktor lingkungan kerja, khususnya di laboratorium.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah pada makalah ini adalah hanya bersumber pada jurnal penelitian yang berhubungan dengan K3 industri di laboratorium.

1.6 Manfaat Makalah

(13)
(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Lingkungan kerja adalah suatu krgiatan yang ada di sekitar kerja yang mempengaruhi pekerja dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk meningkatkan produktivitasnya maka lingkungan kerja sangat mempengaruhi kinerja karena lingkungan kerja yang baik akan menciptakan kemudahan pelaksanaan tugas. Lingkungan kerja ini sendiri terdiri dari lingkungan kerja fisik dan non-fisik yang melekat dengan karyawan sehingga tidak dapat dipisahkan dari usaha pengembangan kinerja karyawan (Yunanda: 2013).

Faktor fisik lingkungan kerja (faktor fisik di tempat kerja) dapat berpengaruh terhadap baik buruknya kinerja tenaga kerja, bahkan dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Faktor fisik yang dimaksud adalah keadaaan fisik suatu lingkungan atau tempat kerja, yang meliputi kebisingan, temperatur, pencahayaan, kelembaban udara, getaran, radiasi sinar ultra violet, gelombang elektromagnetik, warna, serta bau-bauan. Pemerintah Indonesia telah menetapkan nilai ambang batas fisik lingkungan kerja, yaitu diatur dalam KEP-51/MEN/1999 dan SNI 16-7063-2004 yang dikeluarkan oleh Badan Standar nasional (BSN) tentang Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisik di tempat kerja (Widiastuti, 2011). Berikut adalah nilai ambang batas berdasarkan SNI 16-7063-2004

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Lingkungan Kerja Berdasarkan SNI 16-7063-2004 Parameter Pekerjaan Ringan Pekerjaan SedangNilai Intensitas Pekerjaan Berat

Suhu (0C) 30 26,7 25

Kalori (kkal/jam) 100-200 200-350 350-500

Kebisingan (dB) 85

Getaran 4m/s2 atau 0,40 Grav

Radiasi Sinar Ultra Ungu 0,1 µW/cm2

(15)

5

(16)

6

dengan baik dan mencapai hasil yang optimal apabila lingkungan kerjanya mendukung manusia akan mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik apabila ditunjang oleh lingkungan kerja yang baik. penelitian ini bermaanfaat untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan kerja fisik yang baik yang meliputi situasi pencahayaan, temperatur dan kebisingan (Ramadon, 2013).

(17)

7

sebagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Occupationalrelated Disease), dimana pada penyakit yang dimaksud, lingkungan kerja bukan sebagai penyebab langsung, namun berperan sebagai faktor penyokong (contributing factor) terhadap timbulnya penyakit. Gangguan psikologis, hipertensi, kardiovaskuler, tukak lambung dan lain-lain sejenisnya merupakan contoh dari golongan penyakit tersebut (Putra, 2011).

Perhatian terhadap tenaga kerja diuraikan dengan perlunya peningkatan upaya perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja melalui pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pembinaan lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan, penyelenggaraan upaya kesehatan tenaga kerja dan keluarganya secara menyeluruh, pembinaan tenaga kerja untuk upaya peningkatan kesehatan kerja, serta penyusunan, pembakuan dan pengaturan syarat-syarat kesehatan bagi tenaga kerja. Dalam mengantisipasi kemungkinan timbulnya gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut, pendekatan yang ditempuh selain perlindungan kesehatan (health protection) seperti imunisasi, sanitasi lingkungan kerja, penyerasian manusia dan mesin dan lain-lain juga ditempuh cara peningkatan kesehatan (health promotion). Peningkatan kesehatan merupakan sebuah konsep yang mencakup segala sesuatu yang dapat meningkatkan kesehatan dan kapasitas kerja dari para pekerja seperti pencegahan penyakit menular, perbaikan gizi, perkembangan kejiwaan yang sehat, pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan lain-lain (Arianto, 2014).

(18)

8

(19)

BAB III

METODOLOGI

Metodologi pengumpulan data yang diperlukan dalam makalah ini dilakukan dengan studi literatur. Baik dari jurnal, tesis, skripsi, maupun buku panduan kerja di laboaratorium. Data dari literatur-literatur tersebut sebagai pendukung yang ada kaitannya tentang faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium dengan diagram alir adalah sebagai berikut:

8 Start

Studi Literatur

Presentasi Pramakalah

Pembuatan Makalah

Peresentasi Hasil Makalah

Publishing Makalah dan Hasil Presentasi

Finish

(20)

Berdasarkan metodologi studi literatur, terdapat sumbaer yang dijadikan sebagai reverensi utama dan dikumpulakan untuk membahas apa saja yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Jurnal Kedokteran Meditek: Penyakit Akibat Kerja Disebabkan oleh Faktor Fisik (Agus, 2011).

2. Jurnal Economia: Pengaruh Kedisiplinan, Lingkungan Kerja dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Pengajar (Arianto, 2014).

3. Jurnal dari Universitas Esa Unggul, Tengerang: Lingkungan Kerja Faktor Kimia dan Biologi (Arief, 2015).

4. Jurnal Prosiding SNE Politeknik Negeri Batam: Analisa Keselamatan Kerja (K3) pada Pembelajaran di Laboratorium Program Studi Teknik Mesin Politeknik Negeri Batam (Hati, 2014).

5. Jurnal dari Unversitas Padjajaran, Bandung: Keselamtan Kerja di Laboratorium (Muchtaridi, 2015).

6. Jurnal EMBA: Kepemimpinan, Motivasi, dan Lingkungan Kerja Pengaruh Terhadap Kinerja pada Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Suluttenggo dan Maluku Utara di Manado (Potu, 2013).

7. Jurnal Administrasi Bisnis: Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan Non-Fisik Terhadap Kinerja Karyawan: Studi pada PT. Telkom Area III Jawa-Bali Nusra di Surabaya (Norianggono, 2014).

8. Jurnal Universitas Negeri Sumatera Utara: Keracunan Bahan Organik dan Gas di Lingkungan Kerja dan Upaya Pencegahannya (Putra, 2011).

9. Jurnal EKOSAIN: Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik Kerja Terhadap Waktu Penyelesaian Pekerja (Studi Laboratorium) (Setyanto, 2011).

10. Simposium Nasional RAPI XIII: Identifikasi Tingkat Bahaya di Laboratorium Perguruan Tinggi (Studi Kasus Laboratorium di Lingkungan Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara) (Sitepu, 2014).

(21)

10

11. Jurnal SETJEN DEPKES RI: Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Analisis Kesehatan (Tresnianingsih, 2015).

12. Jurnal ITS: Evaluasi Ergonomis dalam Proses Perancangan Produk Laboratorium Ergonomis dan Perancangan Kerja (Wignjosoebroto, 2013).

13. Jurnal dari Universitas Brawijaya: Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan (Studi pada Perum Jasa Tirta I Malang Bagian Laboratorium Kualitas Air) (Yunanda, 2013).

14. Jurnal Media Wahana Ekonomika: Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan Non-Fisisk Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Tata Cabang Palembang (Hendri, 2015).

15. Jurnal ITS: Perancangan Lingkungan Kerja dan Alat Bantu yang Ergonomis untuk Mengurangi Masalah Black Injury dan Tingkat Kecelakaan pada Departemen Mesin Bubut (Wignjosoebroto, 2013).

Melalui beberapa kumpulan reverensi diatas maka nanti digunakan sebagai literatur dalam makalah tentang Faktor-Faktor Lingkungan Kerja Di Laboratorium dengan metode identifikasi karakteristik bahan bahan kimia dari kasus-kasus yang akan dibahas pada makalah ini. Dengan metode tersebut diharapkan faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium akan tercipta lingkungan yang safety

dan ramah lingkungan. Adapun secara umum metode tersebut yakni dengan: a. Mengidentifikasi jenis atau merek bahan kimia yang digunakan

(22)

11

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan metodologi studi literatur pada bab 3, maka jurnal-jurnal yang dikumpulakan kemudian dibahas sub judulnya untuk makalah ini adalah sebagai berikut:

(23)

12

Tabel 4.1 Keterangan dari Gambar 4.1

Simbol Keterangan

A Faktor fisik dari lingkungan kerja B Kedisipilinan dan budaya kerja

C Faktor kimia dan biologi lingkungan kerja D Analisis K3 di laboratorium

E K3 di laboratorium

F Leadership di lingkungan kerja

G Pengaruh kondisi fisik dan non-fisik di lingkungan kerja H Bahaya racun di laboratorium

I Pengaruh fisik di lingkungan kerja di laboratorium J Identifikasi bahaya di laboratorium

K K3 laboratorium

L Lingkungan kerja ergonomis

M Pengaruh fisik dan non-fisik lingkungan kerja di lab. N Pengaruh fisik dan non-fisik lingkungan kerja O Pengaruh ergonomi lingkungan kerja

MIGD Faktor-Faktor Lingkungan Kerja Di Laboratorium I Pentingnya Faktor-Faktor Kerja di Laboratorium

II Faktor-Faktor Lingkungan Kerja yang Berpengaruh di

4.1 Pentingnya Faktor-Faktor Lingkungan Kerja di Laboratorium

(24)

13

mengganggu pekerjaan. Faktor-faktor dapat diindikasi atau ditelaah lebih awal agar menghindari terjadinya kecelakaan fatal dalam lingkungan kerja. Contohnya, saat melakukan pekerjaan yang berat oleh atasan, tentunya hal ini akan menyebabkan tekanan atau beban kerja meningkat sehingga dapat menyebabkan depresi atau stress, bahkan gangguan fisik. Hal tersebut tentunya mengganggu psikologis dan fisik karyawan, dan cara untuk meminimalisir hal tersebut adalah kenali gangguan sebelum gangguan tersebut datang pada kita, salah satunya adalah kenali faktor-faktor yang dapat menyebabkan beban kerja berat dan apa akibatnya serta bagaimana cara mencegahnya. Adapun cara mencegah hal tersebut adalah dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dan berusaha untuk meletakan suatu situasi pada tempatnya, relaksasi, dan berolahraga. Dari contoh kasus tersebut faktor-faktor sangat penting untuk lingkungan kerja. Faktor-faktor lingkungan kerja juga dapat dikembangkan terhadap pencegahan bahkan mengobati situasi masalah yang ada pada lingkungan kerja (Sholihah, 2014).

Disamping itu, K3 (Keselamatan dan Kesehata Kerja) juga merupakan salah satu komponene yang sangat penting dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 bertujuan untuk mencegah dan mengurangi resiko kecelakaan kerja, sehingga penerapan K3 dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan pencegahan penyakit akibat menjalankan pekerjaaan. Konsep K3 dan implementasi yang dijalankan merupakan investasi dalam jangka panjang untuk meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan dimasa yang akan datang (Hati, 2014). Hubungannya antara faktor-faktor lingkungan kerja dengan K3 adalah dengan mengetahui faktor-faktor-faktor-faktor yang akan dihadapi di lingkungan kerja, kita sudah dapat mengimplemetasikan manajemen K3. Sehingga dapat dikatkan bahwa faktor-faktor lingkungan kerja merupakan bagian dari manajemen K3.

(25)

14

K3 dalam menunjang hal tersebut. Dalam kegiatan laboratorium tentunya kita akan menghadapi alat atau bahan yang kalau penggunaannya salah akan berdampak pada kita. Seperti terpapar radiasi, bahan kimia, bahkan akan menyebabkan kelainan pada keturunan. Sehingga faktor-faktor lingkungan kerja memiliki peran penting untuk meminimalisir insiden tersebut.

Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor lingkungan kerja merupakan bagian dari manajeman K3 yang dirasa perlu untuk diimplementasikan supaya mengurangi terjadinya kecelakaan kerja baik dari segi fisik maupun non-fisik. Karena jika terjadi kelalaian dalam lingkungan kerja maka akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan (Wignjosoebroto, 2013), khususnya di laboratorium. Sehingga dengan terciptanya kondisi lingkungan kerja yang baik, maka pekerja dalam menganalisa bahan di laboratorium serta tuntutan kerja dari perusahaan akan lebih mudah untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif. Perlindungan dan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja dibutuhkan oleh tenaga kerja agar merasa aman, nyaman, dan tidak terbebani dalam menyelesaikan pekerjaan. Tenaga kerja yang sehat akan bekerja produktif, sehingga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas kerja yang dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan dalam membangun dan membesarkan usahanya (Grahanintyas, 2012).

4.2 Faktor-Faktor Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Akibat Dari Kecelakaan K3 Di Laboratorium

(26)

15

adanya pengaturan maupun penataan faktor-faktor lingkungan kerja fisik dalam penyelenggaraan aktivitas organisasi. Lingkungan fisik kantor akan bersentuhan langsung dengan tubuh kita, melalui media panca indera kemudian mengalir ke dalam hati sehingga lingkungan fisik kantor yang baik akan menimbulkan perasaan nyaman.

Faktor-faktor fisik lingkungan kerja merupakan komponen yang ada pada lingkungan kerja seperti kebisingan, penerangan, temperatur, getaran, dan radiasi yang bisa mempengaruhi kerja (Agus, 2011). Sedangkan faktor non-fiksi merupakan lingkungan kerja non-fisik adalah lingkungan kerja yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera manusia, akan tetapi lingkungan kerja non-fisik ini dapat dirasakan oleh para pekerja melalui hubungan-hubungan sesama pekerja maupun dengan atasan (Hendri, 2015). Faktor-faktor lingkungan kerja non-fisik merupakan semua keadaan yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan (Norianggono, 2014).

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor lingkungan kerja baik fisik maupun non-fisik sangan berkaiatan dengan tingkat kenyamanan dan pengaruh untuk karyawan. Berdasarkan indikatornya, faktor-faktor fisik dari lingkungan kerja berdasarkan pada penerangan, pewarnaan, udara, tingkat kebisingan, ruang gerak, kebersihan, dan keamanan (Hendri, 2015). Sedangkan indikator untuk faktor-faktor lingkungan kerja non-fisik meliputi perasaan, psikologis, interaksi sesama karyawan maupun karyawan dengan atasan, serta tingkat kepuasan karyawan dan semuanya akan berjalan dengan positif jika dikendalikan dengan:

1. Pengawasan yang dilakukan secara kontinyu dengan menggunakan sistem pengawasan yang ketat.

(27)

16

4. Perlakuan dengan baik, manusiawi, tidak disamakan dengan robot atau mesin, kesempatan untuk mengembangkan karier semaksimal mungkin sesuai dengan batas kemampuan masing-masing anggota.

5. Ada rasa aman dari para anggota, baik di dalam dinas maupun di luar dinas. 6. Hubungan berlangsung secara serasi, lebih bersifat informal, penuh kekeluargaan. 7. Para anggota mendapat perlakuan secara adil dan objektif.

(Hendri, 2012).

Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan dua unsur lainnya dari sikap pegawai. Menurut Davis dan john Strom (1985:105) Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau tidak senang yang relatif yang berbeda dari pemikiran obyektif dan keinginan perilaku. Ketiga sikap itu membantu para manajer memahami reaksi karyawan terhadap pekerjaan mereka dan memperkirakan dampaknya pada perilaku di masa datang. Terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan), Discrepancies (perbedaan), Value attainment (pencapaian nilai), Equity

(keadilan), Dispositional/genetic components (komponen genetik) (Yunanda, 2013).

(28)

17

Faktor-faktor lingkungan kerja berpengaruh juga terhadap kerja di laboratorium. Berdasarkan klasifikasinya, faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium terbagi menjadi:

a. Faktor Kimia

Faktor kimia adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat kimia, yang meliputi bentuk padatan, partikel, cair, gas, kabut, aerosol, dan uap yang berasal dari bahan- bahan kimia, mencakup wujud yang bersifat partikel adalah debu, awan, kabut, uap logam, dan asap ; serta wujud yang tidak bersifat partikel adalah gas dan uap (Arief, 2015). Dampak lingkungan kerja yang tergolong bahaya kimia adalah sebagai berikut:

1. Debu yang menyebabkan pneumoconioses, di antaranya: silicosis, asbestosis dan lain-lain.

2. Uap yang di antaranya menyebabkan “metal fume fever “, darmatitis atau keracunan.

3. Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lain-lain.

4. Larutan misalnya menyebabkan dermatitis.

(29)

18

dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik.Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Bahan penyebab dermatitis kontak alergi pada umumnya adalah bahan kimia yang terkandung dalam alat-alat yang dikenakan oleh penderita, yang berhubungan dengan pekerjaan/hobi, atau oleh bahan yang berada di sekitarnya. Disamping bahan penyebab tersebut, ada faktor penunjang yang mempermudah timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu suhu udara, kelembaban, gesekan, dan oklusi (Nuraga, 2008).

(30)

19

b. Faktor Biologi

Faktor biologi merupakan bagian dari faktor lingkungan kerja yang meliputi pada anatomi tubuh, mikroorganisme, maupun virus. Di dalam laboratorium, sering kali faktor biologi menjadi faktor yang sangat umum, khususnya pada industri pembuatan pangan, obat-obatan, dan minuman. Akibat jika melakukan kesalahan dalam bekerja di laboratorium dari faktor biologi akan mengakibatkan adanya infeksi, dan kontaminasi virus maupun bakteri patogen (Tresnianingsih, 2015). Di dalam laboratorium diperlukan di sisi faktor biologi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara menggukan bahan-bahan tersebut. Karena jika terjadi kesalahan dalam menggunakannya bisa berkibat fatal bahkan dapat menular.

produk-produk buatannya. Disamping itu, disiplin kerja adalah sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Indikator kedisiplinan kerja adalah sebagai berikut: tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat atau pengawasan, sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan (Arianto, 2014).

(31)

20

proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidak sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja. Secara khusus disiplin ergonomi mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Dengan ergonomi, manusia tidak lagi harus menyesuaikan dirinya dengan mesin yang dioperasikan (the man fits to the design), melainkan sebaliknya yaitu mesin dirancang terlebih dahulu memperhatikan kelebihan dan kekurangan manusia yang mengoperasikan (the design fits to the man) sehingga manusia sebagai pusat sistem. Karena manusia sebagai pusat sistem, maka semua sistem kerja diarahkan pada perancangan yang sesuai dengan manusia itu sendiri (Christofora, 2014). Sebagian besar pekerja di laboratorium masalah dari faktor ergonomi sering terjadi, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang dari negara lain yang desainnya tidak sesuai dengan standar ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).

(32)

21

pekerjaan sedangkan kelelahan otot biasa ditandai dengan nyeri otot atau tegang pada otot yang dipengaruhi oleh faktor alat mapun psikologi.

d. Faktor Psikososial

Faktor psikososial merupakan salah satu faktor kerja yang berhubungan dengan dengan psikologi hubungan antara sesama karyawan atau karyawan dengan atasan. Pada faktor ini, kontribusi organisasi sangat berperan dalam perkembangan di lingkungan kerja. Sehingga untuk meciptakan hal tersebut adalah dengan meningkatkan lingkungan sosial kerja yang kondusif seperti saling menghargai dan bahu-membahu dalam pekerjaan sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing, motivasi juga berpengaruh untuk menciptakan lingkungan yang profesional (Yunanda, 2013). Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa yang menjadi faktor untuk menciptakan hal tersebut adalah tergantung pada sumber daya manusia dan kemampuan karyawan untuk beradaptasi dengan lingkungan untuk menciptakan manjemen kerja dan kepemimpinan yang baik. Akibat dari kurangnya psikososial dalam faktor lingkungan pekerjaan, khususnya di laboratorium menurut Tresnianingsih (Tresnianingsih, 2015) adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan.

2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.

(33)

22

Dari penjelasan tersebut dapat dikethui bahwa faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penyebab kecelakaan disebabkan oleh:

a. Faktor manusia: Tindakan-tindakan yang diambil atau tidak diambil, untuk mengontrol cara kerja yang dilakukan.

b. Faktor material: Risiko ledakan, kebakaran dan trauma paparan tak terduga untuk zat yang sangat beracun, seperti asam.

c. Faktor Peralatan: Peralatan, jika tidak terjaga dengan baik, rentan terhadap kegagalan yang dapat menyebabkan kecelakaan.

d. Faktor lingkungan: lingkungan mengacu pada keadaan tempat kerja. Suhu, kelembaban, kebisingan, udara dan kualitas pencahayaan merupakan contoh faktor lingkungan.

e. Faktor proses: Ini termasuk risiko yang timbul dari proses produksi dan produk samping seperti panas, kebisingan, debu, uap dan asap.

4.3 Pencegahan Terhadap Kelalaian Faktor-Faktor Lingkungan Kerja di Laboratorium

(34)

23

menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja, serta 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelkaan dan sakit di tempat kerja dalam setiap tahunnya, dan berikut adalah gambar yang menjelaskan potensi bahaya di lingkungan kerja

Gambar. 4.1 Tabel Kategori Potensi Bahaya di Lingkungan Kerja

Dari gambar tersebut terlihat bahwa kategori A merupakan kategori potensi bahaya terhadap faktor fisik. Faktor B merupakan potensi bahaya terhadap kondisi internal atau tempat kerja. Faktor C merupakan potensi bahaya terhadap fasilitas di lingkungan kerja. Sedangkan faktor D merupakan potensi bahaya terhadap faktor psikososial. Berikut adalah pencegahan potensi bahaya dari berbagai lingkungan kerja, khususnya di laboratorium:

1. Faktor Kimia

(35)

24

b. Mengikuti training yang memberikan aturan terhadap safety/ prosedur yang diberikan (Nigam, 2011) di laboratorium.

c. Menggunakan alat pelindung khusus untuk menggunakan bahan kimia yang sangat sensitif seperti gas, bahan kimia yang mudah terbakar, bahan kimia yang bersifat toxic, dan bahan kimia yang mengandung radiasi tinggi (Nigam, 2011).

d. ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium (Tresnianingsih, 2015).

e. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa (Tresnianingsih, 2015).

f. Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi (Muchtaridi, 2015).

g. Pastikan kran air dan gas selalu dalam keadaan tertutup pada sebelum dan sesudah praktikum selesai (Muchtaridi, 2015).

2. Faktor Biologi

a. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, pidemilogi dan desinfeksi.

b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.

c. Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice).

d. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar. e. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan

spesimen secara benar.

(36)

25

(Tresnianingsih, 2015).

3. Faktor Ergonomi

a. Kenali kemampuan fisik terhadap apa yang dikerjakan, seperti penggunaan mesin yang harus sesuai dengan standard pemakaiannya (Christofora, 2014). b. Olahraga dan istirahat yang cukup dan teratur, serta pergunakan waktu untuk

relaksasi di sela pekerjaan.

c. Kandungan kalori pada tubuh harus dijaga dengan cara makan makanan yang sehat, agar kebutuhan energi tubuh dapat tercukupi (Christofora, 2014).

d. Kenali spesifikasi dan tingkatkan pengetahuan tentang alat proses yang akan digunakan (Christofora, 2014).

e. Motivasi dan manjemen kerja perlu ditingkatkan (Potu, 2013).

f. Setiap perusahaan hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan sebab selain mempengaruhi kesehatan fisik, juga akan mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang (Almustofa, 2014).

g. Mengatur tingkat intensitas cahaya, kebisingan alat, kemanan di ruang kerja, seperti megatur bangku dan / atau tikar bantalan untuk berdiri.Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pada posisi netral, rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.

h. Apabila ada alat laboratorium yang tidak sesuai spesifikasi segara laporkan ke atasan atau pihak perusahhan yang mengani di bidang tesebut.

i. Mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk praktek kerja yang aman.

4. Faktor Psikososial

(37)

26

b. Menjaga hubungan atau komunikasi anggota kerja yang baik di luar jam kerja. c. Menjaga sikap (attitude) yang baik dalam lingkungan kerja agar kepercayaan, tanggung jawab, menghargai, dan respon yang baik dalam lingkungan kerja (Dahlawy, 2008).

d. Disiplin dalam bekerja sangat diperlukan agar keselarasan dan sistem dalam lingkungan kerja mejadi lebih baik.

e. Kurangi pergaulan negatif pada lingkungan kerja seperti menggunjing, menghina, dan mencemooh sesama karyawan maupun atasan agar pikiran positif menjadi baik.

f. Apabila ada masalah sosial dalam lingkungan kerja, segera konsultasi dengan atasan dan pihak perusahaan yang menangani masalah tersebut.

(38)

27

latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai. Sedangkan perspektif merupaka suatu pangdangan tentang baik buruknya lingkungan kerja, perspektif yang baik maka akan menghasilokan kenyamanan keryawan, khusunya di laboratorium. Keefisienan tenaga berpengaruh terhadapm daya kita untuk menghasilkan proses kerja menjadi lebih baik. Keefisienan kerja terikat pada kedisiplinan, keterampilan, dan motivasi kerja. Semakin baik kedisiplinan di dalam lingkungan kerja laboratorium, tingkat motivasi dan keefiseanan akan menjadi baik, sedangkan karyawan akan menghasilkan persfektif positif untuk mengembangkan keterampilannya dalam bekerja di laboratorium.

4.4 Contoh Kasus Identifikasi Bahaya Bahan Kimia di Laboratorium

Identifikasi lingkungan kerja perlu diperhatikan di laboratorium. Sebagai contoh adalah identifikasi bahan kimia di laboratorium. Apakah sebagian besar bahan-bahan yang kita gunakan mengandung senyawa berbahaya atau tidak. Nama bahan kimia merupakan hal yang paling utama dalam identifikasi bahaya bahan-bahan kimia di laboratorium. Contohnya asam asetil salisilat yang berarti aspirin bagi ahli kimia. Contoh lain adalah H2S bagi ahli kimia berarti hidrogen sulfida bagi insinyur, kalsium hipoklorit sama dengan kapur klor, fenol menjadi asam karbolat, dan soda kue menjadi soda bikarbonat.

(39)

28

Kadar racun yang berbahaya harus dimengerti dengan jelas. Cedera tidak akan terjadi tanpa pemaparan konsentrasi yang diberikan dan rancangan dan operasi proses bahan kimia yang menentukan banyaknya pemaparan, konsentrasi dan lain-lain. Karenanya, dengan rancangan yang benar dan penanganan yang aman, bahaya dapat dihilangkan atau tanda-tanda potensinya dapat diredakan. Sebagai contoh, asam sulfat pekat merupakan cairan korosif yang dengan cepat dapat menghancurkan jaringan badan dan membuat luka bakar. Hal ini disebabkan sifat-sifat racunnya telah diketahui dan difahami dan cara-cara pencegahan kecelakaannya telah dibuat. Hasil; kontak dengan asam sulfat terjadi dengan cepat dan akut, tetapi meskipun benzene

dalam kuantitas sedikit dikulit tidak merupakan hal yang berbahaya, efek akumulatif dari sifat-sifatnya dapat memicu anemia yang serius dan kematian.

Nilai Ambang Batas (NAB) dinyatakan dalam bagian per juta seberapa besar kondisi karyawan dapat terpapar setiap hari tanpa mengalami efek yang berarti. Tetapi, peringatan harus diberikan bahwa NAB, dalam konteks yang benar, hanya dapat diinterpretasikan dengan benar oleh personil yang terlatih dalam higiene

laboratorium, dan tidak boleh digunakan sebagai:

a. Indeks relatif atas bahaya atau kadar racun; b. Alat evaluasi pada gangguan polusi udara;

c. Perkiraan potensi racun pada pemaparan terus-menerus yang tidak berhenti. Meskipun bahaya yang terditeksi sebagai bau tidak dapat diyakinkan benar, tetapi tidak ada keraguan bahwa bau khas dari beberapa bahan kimia merupakan indikasi yang jelas akan adanya bahan kimia tersebut, meskipun bukan konsentrasinya.

Contoh lain, bau dari klorin (Cl2) dapat dikenali dengan tercium pada konsentrasi

(40)

29

umumnya adalah tiga sampai empat bagian klorin per satu juta bagian udara. Semua cairan akan menguap, tetapi kecepatan penguapannya tergantung pada suhu dan tekanan dan secara umum cairan panas menguap lebih cepat daripada cairan dingin. Tekanan uap cairan dan larutan harus diperhatikan, terutama pada suhu ruang. Hal ini sangat penting bila menyimpan drum berisi cairan berbahaya. Kebocoran dari beberapa bahan kimia, dapat menimbulkan bahaya. Perbandingan berat jenis antara uap/gas dengan udara menunjukkan apakah uap pada suhu normal (0°C) dan tekanan normal (76cm-Hg) lebih padat atau lebih renggang daripada udara; karena uap itu akan naik ke atmosfir atau turun.

Pentingnya pengetahuan tentang specfic grafvity terlihat nyata saat menentukan tindakan yang hrus diambil saat menghadapi kebocoran besar. Perbandingan berat jenis bahan kimia dengan berat jenis air menunjakan apakah bahan kimia akan mengambang di atas air atau tenggelam. Semua cairan bocor diarahkan mencapai saluran buang, dan ledakan dibawah tanah akibat kontaminasi oleh cairan sangat mudah terbakar dapat membuat kerusakan hebat di area yang luas. Contohnya adalah

petroleum, memiliki berat jenis 0,80, sehingga bocoran akan mengambang di atas air. Karenanya air tidak direkomendasikan sebagai bahan pemadam untuk kebakaran

petroleum cair, karena air akan tenggelam di bawah petroleum, dan dengan naiknya volume cairan, maka cenderung memperlebar area kebakaran. Membiarkan

petroleum keluar kesaluran buang hanya akan meningkatkan bahaya. Sebaliknya, bila cairan karbon disulfida yang sangat mudah terbakar, memiliki titik nyala yang rendah dan titiok bakar yang rendah, memiliki specific gravity 1,26 terbakar, maka dapat dikendalikan dengan menggunakan air yang cukup.

(41)

30

terjadi pada beberapa bahan kimia. Beberapa kasus pernah terjadi yang menimbulkan cedera serius yang timbul akibat masuknya air ke dalam wadah kosong berbagai bahan kimia menyebabkan reaksi yang hebat. Sebagai contoh adalah fosfor klorida yang bukan bahan kimia korosif, tetapi setelah kontak dengan air atau uap air, akan bereaksi hebat, melepas panas dan uap klorosif asam klorida. Contoh lain adalah sejumlah natrium sianida dengan air di saluran buang. Reaksi antara natrium sianida dengan air di saluran buang memperbesar volume gas asam sianida yang mematikan. Bahan kimia seperti asam sulfat jika bercampur dengan air akan menghasilkan uap air yang cukup untukdalam air memerlukan penanganan yang tepat.

Beberapa bahan kimia bereaksi hebat dengan bahan kimia lain yang berhubungan tersebut disebut inkompatibel. Sebagai contoh adalah asetilene yang akan bereaksi hebat dengan klorin. Kcelakaan yang memungkinkan bergabingnya dua bahan kimia tersebut harus dicegah. Sama halnya dengan asam nitrat yang tidak boleh dibawa sampai kontak dengan cairan yang mudah terbakar. Bahaya sesungguhnya dari inkompatibilitas terjadi akibat kesalahan dalam melakukan asesmen, karena bahan kimia dibawa bersama-sama kurang hati-hati, terjadi reaksi hebat. Kemungkinan akibat pencampuran yang tidak direncanakan harus selalu diawasi. Beberapa bahan kimia yang tidak terbakar mampu membantu dengan baik pembakaran saat berkombinasi dengan bahan kimia lain yang menghasilkan oksigan dalam jumlah yang besar. Tidak hanya atmosfir dengan cepat dipenuhi oleh oksigen, tetapi panas reaksi mungkin cukup untukj membuat pembakaran dan kebakaran dapat terjadi.

(42)

31

(43)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Faktor-faktor lingkugan kerja sangat berperan penting untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja, khususnya di laboratorium. Adapun faktor-faktor lingkungan kerja juga bagian dari manajemen K3 sebagai pengatur dalam aktivitas di lingkungan kerja agar menjadi lebih baik.

2. Secara umum, faktor-faktor lingkungan kerja terbagi menjadi fisik dan non-fisik. Sedangkan jika secara khusus untuk faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium terbagi menjadi faktor kimia, biologi, ergonomik, dan psikososial. 3. Pencegahan jika adanya kelalaian dari faktor-faktor lingkungan kerja di

laboratorium didasarkan pada kondisi kerja, alat, bahan, dan psikologi karyawan. Adapun untuk mengurangi kelalaian kerja tersebut adalah dengan memperhatikan manajemen K3, meningkatkan motivasi, melatih kedisiplinan dan attitude, dan mengkodisikan lingkungan kerja agar lebih nyaman dan baik.

4. Salah satu contoh kasus dari pencegahan faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium adalah keracunan, ledakan bahan-bahan kimia, kebocoran bahan kimia yang melebihi ambang batas, dan kemudiahan bahan kimia untuk korosi dan reduksi.

(44)

32

5.2 Saran

(45)

BAB VI

RINGKASAN

Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu menajeman yang mengatur aktivitas di dunia kerja. Jika terjadi kelalaian dalm aktivitas kerja, maka akan menyebabkan kecelakaan yang dapat menggangu kondisi fisik dan non-fisik karyawan. Hal inilah yang diperlukan untuk mengetahui apa yang menyebabkan dan apa akibat kelalaian dari insiden tersebut. Salah satunya adalah dengan cara mempelajari tentang faktor-faktor lingkungan kerja.

Faktor lingkungan kerja di laboratorium menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan di dalam perusahaan. Begitu banyak penjelasan mengenai faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium. Namun, secara khusus faktor-faktor lingkungan kerja terbagi menjadi faktor kimia yang dipengaruhi oleh komposisi bahan, MSDS bahan, dan sifat dari bahan kimia. Dari hal tersebut tentunya kita dapat mengidentifikasi kelalaian apa saja yang mempengaruhi kondisi fisik dan non-fisik kita ketika menggunakan bahan kimia tersebut. Faktor biologi dipengaruhi oleh sifat bahan, kondisi fisik karyawan terutama dalam hal alergi. Faktor ergonomi berhubungan dengan kenyamanan karyawan dalam bekerja, peoses, dan kondisi fisik karyawan, serta kondisi lingkungan kerja. Sedangkan faktor psikososial berpengaruh terhadap kondisi sosia, psikologi, dan ineteraksi dalam lingkungan kerja.

Faktor-faktor lingkungan kerja juga sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter karyawan. Dengan menciptakan karakter yang baik, maka kondisi lingkungan kerja akan berjalan serasi, harmonis, dan positif. Salah satu kerakter yang harus ditanamkan di lingkungan kerja laboratorium adalah motivasi, manajemen kerja, perspektif yang baik, kedisiplinan, dan atitude yang baik.

(46)

BAB VII

STUDI KASUS

1. Bagaimana peran faktor ergonomi dalam lingkungan kerja? Jawab:

Peran faktor ergonomi dalam hal ini adalah meningkatkan efektifitas kerja yang dihasilkan oleh sistem kerja dengan tetap memandang manusia sebagai pusat sistem untuk mempertahankan dan meningkatkan unsur kenyamanan dan kesehatan.

2. Sebagai calon engineer, khususnya Teknik Kimia, mengapa faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium penting untuk dipelajari?

Jawab:

Teknik Kimia merupakan salah satu ilmu industri yang sangat penting untuk dipelajari. Karena ilmu teknik kimia berperan dalam proses, quality cotrol, pemanfaatan limbah, dan cost pabrik. Karena juga berhubungan dengan quality control sehingga pembelajaran mengenai laboratorium juga sangat penting. Dimana, sebagai calon engineer kita harus mengetahui bahan-bahan apa saja yang akan digunakan pada proses di industri tersebut. Disamping itu, spesifikasi bahan juga berperan penting karena hal ini berguna untuk menangani bahan tersebut agar memrlukan proses yang lancar dengan memperhatikan faktor-faktor apa saja jika terjadi kalalaian penggunaan bahan baku tersebut dan apa akibatnya. Dari sinilah faktor-faktor lingkungan kerja di laboratorium penting untuk dipelajari.

(47)

32

3. Diketahui suatu pabrik kimia mengalami kebakaran, jika hal itu terjadi maka bagaimana cara pencegahannya? (minimal 3)

Jawab:

Dalam kasus ini ada berbagai cara untuk menggulangi kebakan, salah satungya adalah:

a. Pengendalian Setiap Bentuk Energi :

1) Melakukan identifikasi semua sumber energi yang ada di tempat kerja/ perusahaan baik berupa peralatan, bahan, proses, cara kerja dan lingkungan yang dapat menimbulkan timbulnya proses kebakaran (pemanasan, percikan api, nyala api atau ledakan);

2) Melakukan penilaian dan pengendalian resiko bahaya kebakaran berdasarkan peraturan perundangan atau standar teknis yang berlaku.

b. Penyediaan Sarana Deteksi, Alarm, Pemadam Kebakaran Dan Sarana Evakuasi:

1) Menganalisa ruangan / tempat kerja, untuk menentukan jenis detektor, alarm, alat pemadam dan sarana evakuasi yang sesuai dengan kondisi ruangan/tempat kerja;

2) Melakukan perencanaan dan pemasangan peralatan;

3) Membuat prosedur pemakaian peralatan dan sarana pemadam kebakaran; 4) Membuat tanda pemasangan peralatan pemadam kebakaran dan sarana

evakuasi;

5) Melakukan pelatihan penggunaan peralatan pemadam dan sarana evakuasi;

6) Melakukan pemeriksaan dan pengujian secara berkala.

c. Pembentukan Unit Penanggulangan Kebakaran Di Tempat Kerja :

(48)

33

mempunyai lebih dari 300 orang atau mempunyai tingkat resiko berat, perlu adanya regu pemadam, tempat kerja yang memiliki 100 orang tenaga kerja perlu dan mempunyai, tingkat resiko bahaya sedang dan besar perlu adanya coordinator penanggulangan kebakaran.

3) Bagi tempat kerja yang mempunyai tingkat resiko besar bahaya kebakaran, maka perlu ada fire safety supervisor.

4. Jelaskan sifat-sifat bahan baku kimia yang ada di laboratorium? Jawab:

a. Bahan kimia berbahaya

Bahan berbahaya khususnya bahan kimia adalah bahan-bahan yang pada suatu kondisi tertentu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, pada setiap tingkat pekerjaan yang dilakukan (penyimpanan, pengangkutan, penggunaan, pembuatan dan pembuangan).

Secara umum, bahan-bahan kimia berbahaya dapat dikelompokkan menjadi :

b. Bahan kimia mudah meledak

Adalah bahan kimia berupa padatan atau cairan, atau campurannya yang sebagai akibat suatu perubahan (reaksi kimia, gesekan, tekanan, panas, atau perubahan lainnya) menjadi bentuk gas yang berlangsung dalam proses yang relative singkat disertai dengan tenaga perusakan yang besar, pelepasan tekanan yang besar serta suara yang keras.

c. Bahan kimia mudah terbakar

(49)

34

e. Bahan kimia korosif

Adalah bahan kimia meliputi senyawa asam-asam alkali dan bahan-bahan kuat lainnya, yang sering mengakibatkan kerusakan logam-logam bejana atau penyimpan. Senyawa asam alkali dapat menyebabkan luka bakar pada tubuh, merusak mata, merangsang kulit dan system pernafasan.

f. Bahan kimia radioaktif

Yaitu bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan sinar-sinar radioaktif seperti sinar alfa, beta, sinar gamma, sinar netron, dan lain-lain, yang dapat membahayakan tubuh manusia.

Suatu bahan kimia dikatakan memiliki sifat berbahaya apabila satu atau lebih dari sifat-sifat bahaya tersebut diatas terdapat didalam bahan kimia tersebut, yang selain mudah meledak, dapat pula menjadi bahan kimia beracun dan meracuni kehidupan.

f. Bahan kimia oksidator

Bahan kimia oksidator bersifat eksplosif karena sangat reaktif dan tidak stabil, mampu menghasilkan oksigen dalam reaksi atau penguraianya sehingga dapat menimbulkan kebakaran selain ledakan. Bahan oksidator terdiri dari :

– Oksidator organik : Permanganat, Perklorat, Dikromat, Hidrogen Peroksida, Periodat, Persulfat.

– Peroksida organik : Benzil Peroksida, Asetil Peroksida, Eteroksida, Asam Parasetat.

(50)

35

Bahan kimia reaktif

Adalah bahan kimia yang sangat mudah bereaksi dengan bahan-bahan lainnya, disertai pelepasan panas dan menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar atau keracunan, atau korosi.

Sifat reaktif dari bahan-bahan kimia dapat dibedakan atas dua jenis :

– Reaktif terhadap air, yaitu bahan kimia reaktif yang sangat mudah bereaksi dengan air, mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar.

– Reaktif tehadap asam, yaitu bahan kimia reaktif yang sangat mudah bereaksi dengan asam, menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar atau gas-gas beracun serta bersifat korosif.

h. Bahan reaktif terhadap air

Beberapa bahan kimia dapat bereaksi hebat dengan air, dapat meledak atau terbakar. Ini disebabkan zat-zat tersebut bereaksi secara eksotermik (mengeluarkan panas) yang besar atau mengeluarkan gas yang mudah terbakar, contoh :

– Alkali (Na, K) dan Alkali tanah (Ca)

– Logam Halida (Alumunium tibromida)

– Oksida logam anhidrat (CaO)

(51)

36

Jelas bahan-bahan tersebut harus jauh dari air atau disimpan ditempat yang kering dan bebas dari kebocoran bila hujan turun, dan bahan reaktif diatas juga reaktif terhadap asam. Selain itu juga terdapat bahan-bahan lain yang dapat bereaksi dengan asam secara hebat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis atau menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar atau eksplosif, contoh : Kalium Klorat/perklorat, Kalium Permanganat, Asam Akromat (Cr₂O₃).

i. Gas bertekanan

Gas bertekanan telah banyak digunakan dalam industri ataupun laboratorium. Bahaya dari gas tersebut pada dasarnya adalah karena tekanan tinggi dan juga efek yang mungkin juga bersifat racun, aspiksian, korosif, dan mudah terbakar yang diklasifikasikan menjadi:

Tabel 7.1 Klasifikasi Gas dan Bahayanya

GAS Penggunaan Bahaya

Asetilen Gas bakar Mudah terbakar,

aspiksian

Ammonia Bahan baku pupuk Beracun

Etilen Oksida Sterilisasi Beracun dan mudah terbakar

Hidrogen Hidrogenasi, gas

karier

Klor Klorinasi Beracun, korosif

(52)

37

terbakar

5. Bagaimana cara identifikasi bahan kimia di laboratorium? Jawab

Bahan-bahan kimia adalah bahan baku yang digunakan dalam proses produksi dan atau proses kerja serta sisa sisa proses produksi dan atau proses kerja. Potensi bahaya kimia yang memungkinkan terjadi di lingkungan kerja akibat penggunaan bahan kimia dalam proses produksi atau proses kerja. Ada dua cara praktis yang dapat digunakan untuk mengenal bahaya bahan kimia di tempat kerja, yakni :

a. Membaca Diangram Alir Produksi

Dengan melihat secara garis besar tentang diagram alir proses produksi di dalam suatu industri sehingga dapat diketahui di setiap bagian mana saja yang memungkinkna untuk menimbulkan bahaya dan dapat dicegah agar tidak berlanjut ke proses berikutnya.

b. Melakukan Survey Bahan – Bahan Kimia di Tempat Kerja

(53)
(54)

DAFTAR PUSTAKA

Almustofa R. 20014. Pengaruh Lingkungan Kerja, Motivasi Kerja, Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Pegawai Perum Bulog Divisi Regional Jakarta). Skripsi. Universitas Diponegoro: Semarang.

Agus, Hudoyono J. 2011. Penyakit Akibat Kerja Disebabkan Faktor Fisik. Jurnal Kedokteran Meditek. Vol. 17. No. 43. Januari-April 2011. Universitas Kristen Krida Wacana: Jakarta.

Arianto, D. A. N. 2014. Pengaruh Kedisiplinan, Lingkungan Kerja dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Pengajar. Jurnla Economia. Vol. 9. No.2. Oktober 2013. Universitas Nahdlatul Ulama: Jepara.

Arief, L. M. 2015. Lingkungan Kerja Faktor Kimia dan Biologi. Higiene Industri. Universitas Esa Unggul: Tangerang.

(55)

Dahlawy, A. D. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Area Pengolahan P.T. ANTAM Tbk., Unit Bisinis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor. Skripsi. Universitas Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta.

Grahanintyas, D. Sritomo W., dan Effi L. 2012. Analisa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja (Studi Kasus: Pabrik Teh Wonosari PTPN XII). Jurnal Teknik POMITS. Vol.1.No.1. ITS: Surabaya.

Hati, S. W. 2014. Analisa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pembelajaran di Laboratorium Program Studi Teknik Mesi Politeknik Negeri Batam. Prosiding SNE “Pembangunan Manusia Melalui Pendidikan dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015”. Politeknik Negeri Batam: Riau.

Hendri, E. 2015. Pengaruh Lingkugan Kerja Fisik dan Non-fisik Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada P.T. Asuransi Wahana Tata Cabang Palembang. Jurnal Media Wahana Ekonomika. Vo.9 No.3, Oktober 2012. Universitas PGRI: Palembang.

(56)

Muchtaridi. 2015. Keselamatan Kerja di Laboratorium. Universitas Pandjajaran: Bandung.

Nigam, N. C., A. K. Maheswari, N. P. Rao. 2011. Safety and Health in Chemical Industry. Indian Farmers Fertiliser Cooperative Ltd., Aonla Unit.

Nisa, A. Z., dan Tri Martiana. 2013. Faktor yang Memepengaruhi Keluhan Kelelahan pada Gigi di Laboratorium Gigi Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Vol. 2.No. 1. Jan-Jun 2013: 61-66. Universitas Airlangga: Surabaya.

Norianggono, Y. C. P. 2014. Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan Non Fisik Terhadap Kinerja Karyawan: Studi pada P.T. Telkom Area III Jawa-Bali Nusra di Surabaya). Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 8. No.2. Maret 2014. Universitas Brawijaya: Malang.

(57)

Potu, A. 2013. Kepimipinan, Motivasi, dan Lingkungan Kerja Pengaruh Terhadap Kinerja Karyawan pada Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Suluttenggo dan Maluku Utara di Manado. Jurnal EMBA. Vol. 1. No.4. Desember 2013. Hal 1208-1218. Universitas Sam Ratulangi: Manado.

Putra, E. D. L. 2011. Keracunan Bahan Organik dan Gas di Lingkungan Kerja dan Upaya Pencegahannya. Universitas Negeri Sumatera Utara: Medan.

Ramadon, S. Yanti S., dan Desi K. 2013. Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Produktivitas Kerja. Universitas Hassanudin:Makassar.

Setyanto, R. H., A.A. Subiyanto, dan Wiryanto. 2011. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik Kerja Terhadap Waktu Penyelesaian Pekerjaan (Studi Laboratorium). Jurnal EKOSAIN. Vol. III. No.2, Juli 2011. Universitas Sebelas Maret: Surakarta.

Sholihah, Q., Kuncoro Wahyudi, Dan Rahmi Fauziah. 2014. Predisposition Factors Analysis Hygienic And Healthy Behaviour Of Family Order In Lontar Pulau Laut Barat Kotabaru, South Kalimantan, Indonesia. International Journal of Academic Research. Januari 2014. EBSCO Information Service.

(58)

Tresnaningsih, E. 2015. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Analisis Kesehatan. Pusat Kesehatan Kerja. SETJEN DEPKES RI: Jakarta.

Widiastuti, R. 2011. Studi Ergonomi Kognitif Untuk Mengetahui Penrunan Produktivitas Kerja Akibat Kenaikan Tingkat Kebisingan. Universitas Sarjanawinata: Yogyakarta.

Wignjosoebroto, S., Arief Rahaman,dan Dwi Pramono. 2013. Perancangan Lingklungan Kerja dan Alat Bantu yang Ergonomis untuk Mengurangi Masalah Back Injury dan Tingkat Kecelakaan Kerja pada Departemen Mesin Bubut (Studi Kasus P.T. Atak Indometal Ngingas Waru-Sidoarjo). ITS: Surabaya.

Wignjosoebroto, S. 2013. Evaluasi Ergonomis dalam Proses Perancangan Produk. Laboratorium Ergonomis dan Pernacangan Kerja. ITS: Surabaya.

(59)

INDEKS

A

Analisa: 10; 32

Ambang Batas: 4; 24; 26; 27.

B

Bahaya: 5; 13; 14; 18; 19; 23; 24; 25; 26; 27; 32; 33; 34; 35; 36.

Biologi: 7; 15; 29; 30.

C

Cahaya 4; 5; 6; 25.

D

Dampak: 10; 12; 13.

Dermatitis: 13; 14.

Disiplin: 15; 21; 22; 23.

(60)

Ergonomi: 15; 16; 20; 30; 31.

Efisien: 1; 5; 15; 16; 18; 22.

Efektivitas: 18; 31.

F

Faktor Kerja: 16

Faktor Lingkungan Kerja: 2; 3; 8; 9; 10; 11; 13; 17; 18; 22; 29.

Fisik dan Non-Fifik: 1; 4; 6; 9; 11; 14; 16; 20; 21; 23; 26; 29; 30.

G

Gas: 17; 23; 24; 25; 33; 34; 35; 36.

H

Hipertensi: 6.

I

Intensitas: 4; 14; 21.

(61)

J

Janin: 6.

Jurnal: 3; 8; 9; 10; 11; 19.

K

Kimia: 6; 7; 10; 13; 14; 19; 20; 23; 24; 25; 26; 27; 28; 29; 30; 31; 32; 33; 34; 35; 36.

Kasus: 2; 5; 9; 27; 32.

K3: 1; 2; 3; 9; 10; 11; 18; 29; 30.

L

Laboratorium: 2; 3; 5; 8; 10; 11; 13; 15; 16; 17; 18; 19; 20; 21; 22; 23; 29; 30; 31; 33; 36.

Lingkungan: 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10; 11; 12; 13; 15; 17; 18; 19; 21; 22; 23; 29; 30; 31; 32; 36.

M

(62)

N

Non-Fisik: 4; 9; 10; 12; 15; 16.

O

Organisasi: 1; 15; 19; 21.

P

Psikologi: 1; 7; 9; 11; 16; 22; 29; 30.

Psikososial: 16; 17; 19; 29; 30.

Persfektif: 23

Q

Quality Control: 33.

R

Risiko: 5; 17; 18.

(63)

Sehat: 7; 14; 19; 22; 24; 25; 26.

Stress: 13; 20.

T

Tenaga Kerja: 4; 5; 7; 14; 20; 26; 34.

U

Usaha: 4; 7; 14.

V

Value attainment: 16.

Virus: 19.

W

Wujud: 19

(64)

Zat: 4; 6; 21.

Gambar

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Lingkungan Kerja Berdasarkan SNI 16-7063-2004
Gambar 3.1 Diagram Proses Pembuatan Makalah
Gambar 4.1 Diagram Pembuatan Sub-Judul Pembahasan Makalah
Tabel 4.1 Keterangan dari Gambar 4.1
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan kepala sekolah dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik, sebanyak 88% (58 orang) kepala sekolah dianggap

Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional Studi yang bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian musculoskeletal disorders pada

Terdapat hubungan yang signifikan konsentrasi dengan hasil penalty stroke pada permainan hoki field, bahwa korelasi antara konsenrasi dengan penalty stroke

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan yang yang berarti bagi lembaga yang berkompeten mengenai pentingnya kondisi fisik atlet, khususnya atlet

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tujuan dalam penelitian adalah untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan mahasiswa dalam penyelesaian skripsi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.. Penelitian ini