• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDAHULUAN - Evaluasi Kinerja Struktur Bangunan Yang Menggunakan Sambungan Lewatan (Lap Splices) Pada Ujung Kolom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENDAHULUAN - Evaluasi Kinerja Struktur Bangunan Yang Menggunakan Sambungan Lewatan (Lap Splices) Pada Ujung Kolom"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENDAHULUAN

2.1. Peraturan Pembebanan Gempa Berdasarkan RSNI2 03-1726-201x

Perencanaan suatu konstruksi gedung harus memperhatikan aspek kegempaan, terutama di Indonesia karena merupakan salah satu daerah dengan zona gempa yang tinggi. Aspek kegempaan tersebut dianalisis berdasarkan peraturan yang berlaku di Negara tersebut dan Indonesia memiliki peraturan sendiri dan peta gempanya. Peraturan yang berlaku saat ini ialah RSNI2 03-1726-201x yang merupakan revisi dari SNI 03-1726-2002 dimana parameter wilayah gempanya sudah tidak digunakan lagi dan diganti berdasarkan dari nilai Ss

(parameter respons spectral percepatan gempa pada periode pendek) dan nilai S1 (parameter

respons spectral percepatan gempa pada periode 1 detik) pada setiap daerah yang ditinjau. Dalam hal ini, tata cara perencanaan bangunan gedung tahan gempa menjadi lebih rasional dan akurat.

2.1.1. Gempa Rencana dan Faktor Keutamaan

Tata cara ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan non gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 persen.

(2)

Tabel 2.1 Faktor keutaman untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (RSNI 03-1726-201x)

Katergori risiko

- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan - Fasilitas sementara

- Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

- Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor - Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/ Rumah susun - Pusat perbelanjaan/ Mall - Bangunan industri - Fasilitas manufaktur - Pabrik

- Bioskop

- Gedung pertemuan - Stadion

- Fasilitas penitipan anak - Penjara

- Bangunan untuk orang jompo

- Pusat pembangkit listrik biasa - Fasilitas penanganan air - Fasilitas penanganan limbah - Pusat telekomunikasi

II

III Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

Gedung dan struktur lainnya yang tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahanya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup

Jenis pemanfaatan

Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

(3)

Tabel 2.1 Faktor keutaman untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (RSNI 03-1726-201x) (Lanjutan)

- Bangunan-bangunan monumental - Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

-Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.

IV

Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya

Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat

dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori resiko IV.

Tabel 2.2 Faktor keutaman gempa (RSNI 03-1726-201x)

IV 1,5

Kate gori risiko Faktor ke utamaan ge mpa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

2.1.2. Klasifikasi Situs dan Parameter

(4)

dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasi terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat. Tabel 2.3 berisi klasifikasi situs tanah yang diperlukan dalam perumusan criteria seismik suatu bangunan.

Tabel 2.3 Klasifikasi situs

Kelas Situs (m/detik) atau (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras, sangat padat dan batuan lunak)

350 sampai 750 >50 ≥ 100

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100

SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2. Kadar air,

3. Kuat geser niralir

SF (tanah khusus, yang membutuhkan investigasi

geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik-situs yang mengikuti Pasal 6.10.1)

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut:

- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitive, tanah tersementasi lemah - Lempung sangat organic dan/atau gambut (ketebalan H > 3m)

- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plastisitas PI > 75 )

(5)

Nilai harus ditentukan sesuai dengan persamaan (2.1).

di = tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 30 meter; vsi = kecepatan gelombang geser lapisan i dalam satuan m/detik;

Dimana Nidan di dalam persamaan 2 berlaku untuk tanah non-kohesif, tanah kohesif, dan lapisan batuan.

Dimana Ni dan di dalam persamaan 3 berlaku untuk tanah non-kohesif saja, dan

, di mana ds adalah ketebalan total dari lapisan tanah non-kohesif di

(6)

yang terukur langsung di lapangan tanpa koreksi, dengan nilai tidak lebih dari 305 pukulan/m. Jika ditemukan perlawanan lapisan batuan, maka nilai Ni tidak boleh diambil lebih dari 305 pukulan/m.

2.1.3. Parameter Percepatan Gempa

Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spectral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismic pada Bab 14 yang tertera dalam RSNI 03-1726-201x dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen

dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.

Untuk penentuan respons spectral percepatan gempa MCER di permukaan tanah,

diperlukan suatu factor amplifikasi seismic pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan factor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spectrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.4) dan (2.5).

s a MS F S

S = (2.4)

1

1 F S

SM = a (2.5)

Keterangan:

Ss = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda pendek;

Ss = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda 1,0 detik.

(7)

Kelas situs

Parameter respons spectral percepata gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik, Ss

Ss0,25 Ss0,5 Ss0,75 Ss1,0 Ss1,25

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

Tabel 2.5 Koefisien situs, Fv

Kelas situs

Parameter respons spectral percepata gempa (MCER) terpetakan pada perioda 1 detik, S1

S1 0,1 S1 0,2 S1 0,3 S1 0,4 S1 0,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

2.1.4. Parameter Percepatan Spektral Desain

Bila spectrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari speksifik-situs tidak digunakan, maka kurva spectrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 2.1dan mengikuti ketentuan berikut:

(8)



2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama

dengan Ts, spectrum respons percepatan desain, Sa , sama dengan SDS.

3. Untuk perioda lebih besar dari Ts , spectrum respons percepatan desain, Sa , dihitung berdasarkan persamaan (2.7).

T

SDS = parameter respons spectral percepatan desain pada perioda pendek; SD1 = parameter respons spectral percepatan desain pada perioda 1 detik; T = perioda getar fundamental struktur;

T0 = 0,2

(9)

2.1.5. Periode Fundamental Pendekatan

Perioda fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.8).

x n t a C h

T = (2.8)

Keterangan:

hn = ketinggian struktur di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur ,m; Ct = koefisien yang ditentukan dari Tabel 2.6;

x = koefisien yang ditentukan dari Tabel 2.6;

Tabel 2.6 Koefisien Ct dan x

Tipe Struktur Ct x

Sistem rangka pemikul momen di maan rangka memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa:

Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,80

Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,90

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731a 0,75 Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75

Semua sistem struktur lainnya 0,0488a 0,75

2.1.6. Kinerja Struktur Gedung

(10)

Defleksi pusat massa di tingkat x, (δx), dalam mm harus ditentukan sesuai dengan persamaan (2.9).

e xe d x

I C δ

δ = × (2.9)

Keterangan:

Cd = faktor pembesaran defleksi;

δxe = defleksi pada lokasi yang diisyaratkan, yang ditentukan dengan analisis elatis, mm; Ie = faktor keutamaan.

Simpangan antar tingkat desain (Δ) yang ditentukan tidak boleh melebihi simpangan antar lantai ijin (Δa) seperti yang didapatkan dari Tabel 2.7 untuk semua tingkat.

Tabel 2.7 Simpangan antar lantai izin (Δa)

Struktur

Kategori Resiko

I atau II III IV

Struktur, selain dari struktur dinding geser batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan dinding interior, partisi, langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk

mengakomodasi simpangan antar lantai

0,025 hsx 0,025 hsx 0,025 hsx

Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010 hsx 0,010 hsx 0,010 hsx Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 hsx 0,007 hsx 0,007 hsx Semua struktur lainnya 0,020 hsx 0,015 hsx 0,010 hsx Keterangan:

(11)

2.2. Peraturan Pembebanan Berdasarkan RSNI 03-1727-201x

2.2.1. Beban Mati

Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen gedung diambil dari Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung (RSNI 03-1727-201x)

No

Bahan bangunan

kg/m3 kN/m3 kg/m2 kN/m2

1 Baja 7850 76.93

2 Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 2600 25.48

3 Batu karang (berat tumpuk) 1500 14.7

4 Batu pecah 700 6.86

5 Besi tuang 1450 14.21

6 Beton (1) 7250 71.05

7 Beton bertulang (2) 2200 21.56

8 Kayu (Kelas I) (3) 2400 23.52

9 Kerikil, Koral (kerikil udara sampai lembab, tanpa

diayak) 1000 9.8

10 Pasangan batu bata 1650 16.17

11 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 1700 16.66

12 Pasangan batu karang 2200 21.56

13 Pasir (kering udara sampai lembab) 1450 14.21

14 Pasir (jenuh air) 1600 15.68

15 Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) 1800 17.64 16 Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai

lembab) 1850 18.13

17 Tanah, lempung dan lanau (basah) 1700 16.66

18 Timah hitam (timbal) 2000 19.6

19 Komponen gedung 11400 111.72

20 Adukan, per cm tebal :

(12)

Tabel 2.8 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung (RSNI 03-1727-201x) (Lanjutan)

21 - dari kapur, semen merah atau tras 17 0.17 17 0.17

22 Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per

cm tebal 14 0.14 14 0.14

23 Dinding pasangan batu bata :

- satu batu 450 4.41

- setengah batu 250 2.45

24 Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari :

- semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan

tebal maksimum 4 mm 11 0.11

- kaca, dengan tebal (3-4) mm 10 0.1

25 Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup maksimum 200 kg/m2

40 0.4

26 Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 5 m dan jarak sumbu ke sumbu minimum 0.8 m

7 0.068

27 Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per

m2 bidang atap 50 0.49

28 Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2

bidang atap 40 0.39

29 Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa

gording 24 0.24

30 Penutup lantai dari ubin semen Portland, teraso dan

beton tanpa adukan, per cm tebal 11 0.11

CATATAN :

(1) Nilai ini berlaku untuk beton pengisi;

(2) Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis, berat sendirinya harus ditentukan tersendiri;

(13)

2.2.2. Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedun, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin, serta peralatan yang bukan bagian tak terpisahkan dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap. Khusus pada atap, beban hidup juga mencakup beban hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air. Beberapa beban hidup yang bekerja pada gedung dapat diambil dari Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (RSNI 03-1727-201x)

Hunian atau penggunaan Merata psf

(kN/m2)

Terpusat lb (kN)

Apartemen (lihat rumah tinggal) Sistem lantai akses

Ruang kantor Ruang komputer

50 (2.4) 100 (4.79)

2000 (8.9) 2000 (8.9) Gudang persenjataan dan ruang latihan 150 (7.18)

Ruang pertemuan dan bioskop Kursi tetap (terikat di lantai) Lobi

Kursi dapat dipindahkan Panggung pertemuan Lantai podium

60 (2.87) 100 (4.79) 100 (4.79) 100 (4.79) 150 (7.18) Balkon (eksterior)

Rumah untuk satu atau dua keluarga, dan luas tidak melebihi 100 ft2 (9.3 m2)

100 (4.79)

60 (2.87) Lintasan bowling, ruang kolam renang, dan tempat

rekreasi sejenis lainnya 75 (3.59)

(14)

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (RSNI 03-1727-201x) (Lanjutan)

Hunian atau penggunaan Merata psf

(kN/m2)

Terpusat lb (kN)

Koridor

Lantai pertama

Lantai lain, sama seperti pelayanan hunian kecuali

disebutkan lain 100 (4.79)

Ruang dansa dan ruang ballroom/pesta 100 (4.79) Dek (pekarangan dan atap)

Sama seperti daerah yang dilayani, atau untuk jenis hunian yang diakomodasi

Ruang makan dan restoran 100 (4.79)

Hunian (lihat rumah tinggal)

Ruang mesin elevator (pada daerah seluas 4 in2 [2580

mm2]) 300 (1.33)

Konstruksi pelat lantai finishing ringan (pada luasan 1

in2[645 mm2]) 200 (0.89)

Jalur penyelamatan terhadap kebakaran Hunian satu keluarga saja

100 (4.79) 40 (1.92)

Tangga permanen Lihat pasal 4.4

Garasi (mobil penumpang saja)

Truk dan bus 40 (1.92)

a,b

Tribun (lihat stadion dan arena, tempat duduk di stadion)

Lantai utama gymnasium dan balkon 100 (4.79)

Susunan tangga, rel pengaman dan batang pegangan Lihat pasal 4.4 Rumah sakit :

Ruang operasi, laboratorium Ruang pasien

Koridor diatas lantai pertama

60 (2.87) 40 (1.92) 80 (3.83)

(15)

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (RSNI 03-1727-201x) (Lanjutan)

Hunian atau penggunaan Merata psf

(kN/m2)

Koridor di atas lantai pertama

60 (2.87) Kanopi di depan pintu masuk gedung 75 (3.59)

Gedung perkantoran:

Ruang arsip dan komputer harus dirancang untuk beban yang lebih berat berdasarkan pada perkiraan hunian Lobi dan koridor lantai pertama

Kantor

Koridor di atas lantai pertama

100 (4.79)

Hunian (satu keluarga dan dua keluarga) Loteng yang tidak dapat didiami tanpa gudang Loteng yang tidak dapat didiami dengan gudang Loteng yang dapat didiami dan ruang tidur Semua ruang kecuali tangga dan balkon Hotel dan rumah susun

Ruang pribadi dan koridor yang melayani mereka Ruang publik dan koridor yang melayani mereka

(16)

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (RSNI 03-1727-201x) (Lanjutan)

Hunian atau penggunaan Merata psf

(kN/m2)

Terpusat lb (kN)

Atap

Atap datar, pelana, dan lengkung Atap digunakan untuk tempat berjalan

Atap yang digunakan untuk taman atap atau tujuan pertemuan

Atap yang digunakan untuk tujuan khusus Awning dan kanopi

Konstruksi struktur yang didukung oleh struktur rangka kaku ringan

Semua konstruksi lainnya

Komponen struktur atap utama, yang terhubung langsung dengan perkerjaan lantai

Titik panel tunggal dari batang bawah ranga atap atau setiap titik sepanjang komponen struktur utama yang mendukung atap diatas pabrik, gudang, dan perbaikan garasi

Semua hunian lainnya

Semua permukaan atap dengan beban pekerja pemeliharaan

Koridor diatas lantai pertama Koridor lantai pertama

40 (1.92) Bak-bak/scuttles, rusuk untuk atap kaca dan langit-langit

yang dapat diakses 200 (0.89)

Pinggir jalan untuk pejalan kaki, jalan lintas kendaraan,

dan lahan/jalan untuk truk-truk 250 (11.97)

e

8000 (35.6)f Stadion dan arena

Tribun

Tempat duduk tetap (terikat di lantai)

(17)

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (RSNI 03-1727-201x) (Lanjutan)

Hunian atau penggunaan Merata psf

(kN/m2)

Terpusat lb (kN)

Tangga dan jalan keluar

Rumah tinggal untuk satu dan dua keluarga saja

100 (4.79)

40 (1.92) g Ruang gudang diatas langit-langit 20 (0.96)

Gudang penyimpang barang sebelum disalurkan ke pengecer (jika diantisipasi menjadi gudang penyimpanan, maka harus dirancang untuk beban lebih berat)

Ringan Berat

125 (6.00) 250 (11.97) Toko

Eceran

Lantai pertama Lantai diatasnya Glosir, di semua lantai

100 (4.79) 75 (3.59) 125 (6.00)

1000 (4.45) 1000 (4.45) 1000 (4.45) Penghalang kendaraan

Susuran jalan dan panggung yang ditinggikan (selain jalan

keluar) 60 (2.87)

Pekarangan dan teras, jalur pejalan kaki 100 (4.79)

Beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan dan juga dinding-dinding pemisah dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m2.

2.3. Sambungan Lewatan (Lap Splice)

(18)

tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2(b). Agar tulangan berada dalam kondisi kesetimbangan, bond stresses (tegangan rekat) harus terjadi. Jika tegangan tersebut hilang, tulangan akan tertarik keluar dari beton dan gaya tarik, T, akan menjadi nol, sehingga menyebabkan kegagalan pada balok. (Mac Gregor, 2006)

(a) Gaya-gaya dalam balok

(b) Gaya pada tulangan

Gambar 2.2 Gaya-gaya yang bekerja pada balok

Gambar 2.3 Hubungan antara tegangan tulangan dengan average bond stress

(19)

l

Jika l diambil sebagai sebuah bentang yang sangat pendek, dx, persamaan ini dapat ditulis menjadi,

dimana μ adalah true bond stress yang terjadi di sepanjang dx.

Pada balok, gaya di dalam tulangan baja ketika patah dapat dinyatakan sebgagai:

jd M

T = (2.12)

Dimana jd ialah lengan momen dan M adalah momen yang terjadi. Jika ditinjau bentang balok diantara dua retakan, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4, momen yang terjadi pada dua retakan ialah M1 dan M2. Jika balok hanya bertulangan satu dengan diameter db, gaya pada tulangan dapat dilihat pada Gambar 2.4(c). Penjumlahan gaya-gaya horizontal memberikan persamaan,

x d

T = b avg

∆ (π )µ (2.13)

dimana db merupakan diameter tulangan. Persamaan (2.13) dapat pula dinyatakan dengan,

avg

(20)

jd d

x M

avg b µ

π )

(

= ∆ ∆

(2.15)

Dari free-body diagram pada Gambar 2.4(d), dapat dilihat bahwa ΔM = V Δx sehingga ΔM/Δx = V. Dengan memasukkan hubungan ini ke dalam persamaan (2.15), maka akan diperoleh hubungan seperti yang dapat dilihat pada persamaan (2.16).

jd d

V

b avg

) (π

µ = (2.16)

(a) Balok

(b) Diagram momen

(c) Gaya tulangan

(d) Bagian balok antara potongan 1 dan 2

Gambar 2.4 Tegangan rekatan rata-rata akibat lentur

Jika terdapat lebih dari satu tulangan, keliling lingkaran (πdb) diganti dengan

(21)

Ojd V avg = Σ

µ (2.17)

Tulangan polos dapat melekat pada beton dikarenakan adhesi antara beton dan tulangan serta sedikit gesekan. Kedua efek tersebut dapat dengan cepat hilang ketika tulangan dibebani tarik, terutama karena diameter dari tulangan berkurang. Dengan alasan inilah maka tulangan polos secara umum tidak digunakan untuk penulangan.

(a) Gaya pada tulangan

(b) Gaya pada beton

(c) Komponen gaya pada beton

(d) Gaya radial pada beton dan tegangan retak pada potongan penampang

(22)

Walaupun adhesi dan gesekan terjadi ketika tulangan ulir di bebani untuk pertama kali, mekanisme bond-transfer ini secara cepat dapat menghilang, bond disalurkan dengan memikul pada ulir ditulangan dapat terlihat pada Gambar 2.5(a). Kesamaan dan lawanan pemikul tegangan yang terjadi pada beton dapat dilihat pada Gambar 2.5(b). Gaya pada beton memiliki komponen longitudinal dan radial, dapat dilihat pada Gambar 2.5(c) dan Gambar 2.5(d). Hal tersebut mengakibatkan tegangan tarik melingkar didalam beton disekitar tulangan. Pada akhirnya, beton akan mengalami retakan dan retakan pada beton mengikuti tulangan disepanjang daerah bawah atau sisi samping permukaan balok.

Sekali retakan terjadi, bond transfer akan sangat cepat menurun kecuali kalau tulangan ditetapkan untuk menahan retakan terbuka.

Beban yang mengakibatkan terjadinya kegagalan akibat retakan (splitting failure) ialah dikarenakan:

1. Jarak yang sangat pendek antara tulangan ke permukaan beton atau antar tulangan dengan tulangan yang lainnya. Semakin kecil jarak, semakin kecil beban retakan.

2. Kuat tarik beton.

3. Average bond stress. Ketika ini meningkat, gaya desakan juga meningkat, mengakibatkan kegagalan akibat retakan.

(23)

Gambar 2.6 Tipikal kegagalan akibat retakan permukaan (splitting failure)

Dikarenakan terdapat banyak variasi tegangan bond yang terjadi disepanjang tulangan pada kondisi tarik, ACI lebih memilih menggunakan konsep dari development length (panjang penyaluran) dibandingkan tegangan bond. Development length (ld) merupakan bentang terpendek pada tulangan yang mana tegangan tulangan dapat meningkat dari nol sampai ke leleh (fy). Jika jarak dari titik dimana tegangan tulangan sama dengan fy ke ujung tulangan lebih kecil dari ld, tulangan akan tertarik keluar dari beton yang disebut pull-out failure. Panjang penyaluran berbeda pada kondisi tarik dan tekan, karena beban tulangan pada kondisi tarik mengakibatkan tegangan in-and-out bond dan oleh karena itu maka memerlukan sebuah pertimbangan yang menggunakan panjang penyaluran yang lebih panjang.

(24)

sehingga diperoleh hubungan yang dinyatakan dalam persamaan (2.18) berikut ini:

u avg

b y d

d f l

,

= (2.18)

dengan, μavg,u ialah nilai dari μavg saat bond failure pada uji balok.

Panjang penyaluran kondisi tekan dipertimbangkan lebih pendek dibandingkan kondisi tarik, karena beberapa gaya ditransferkan ke beton melalui pemikul pada ujung tulangan dan karena tidak terdapat retakan pada daerah pengangkuran dan oleh karena itu maka in-and-out bond tidak terjadi. Dasar panjang penyaluran tekan berdasarkan ACI yaitu:

y b y

b

dc d f

fc f d

l 0,24 0,44

' ≥

= (2.19)

dimana nilai konstanta 0,044 memakai satuan dari “mm2/N”.

Pada perencanaan suatu struktur beton bertulang, pemakaian sambungan lewatan sulit dihindari karena hampir seluruh pendetailan suatu struktur bangunan khususnya bangunan tinggi atau gedung akan menggunakan sambungan lewatan sebagai media penyalur gaya ke tulangan lainya. Oleh karena itu, penempatan sambungan lewatan tulangan longitudinal harus berada diluar daerah sendi plastisyaitu ujung kolom atau balok yang merupakan daerah momen terbesar ketika terjadi gempa, maka salah satu cara untuk menghindari kegagalan akibat lap splice ialah dengan penempatan sambungan lewatan pada tengah bentang elemen struktur tersebut yang dapat dilihat pada Gambar 2.7.

(25)

sambungan lewatan itu cenderung mengalami tegangan tarik yang sangat besar jika dibandingkan dengan tekan, dikarenakan hal tersebut maka panjang lewatan tulangan tarik akan lebih panjang dibandingkan tekan dan harus diikat dengan tulangan spiral atau sengkang tertutup. Makin besar diameter tulangan kolom, makin panjang pula sambungan lewatan yang diperlukan.

(a) Letak daerah dilakukan lap splices (b) Bidang momen akibat beban gempa Lap splices pada daerah

sendi plastis kolom (kurang baik)

Lap splices pada daerah titik balik momen di tengah kolom

(baik)

Gambar 2.7 Sketsa letak sambungan lewatan yang baik pada kolom

Pada sambungan lewatan, mekanisme penyaluran gaya tarik dari suatu tulangan disalurakan ke beton yang mana dari beton tersebut gaya tarik didistribusikan lagi ke tulangan yang disambungnya.

(26)

Gambar 2.8 Distribusi tegangan

Dari Gambar 2.8, dapat diperhatikan bahwa distribusi gaya dari tulangan disebar secara melingkar ke beton yang terdapat di sekeliling tulangan. Pada daerah yang paling dekat dengan tulangan, tegangannya sangat besar, dan tegangan semakin kecil ketika menjauh atau keluar dari tulangan.(Mac Gregor, 2006)

Jika beton di sekeliling tulangan tidak cukup tebal, maka beton tersebut akan retak dan mengakibatkan hilangnya kemampuan menyalurkan gaya dari satu tulangan ke tulangan lainnya. Dikarenakan hal tersebut, tebal selimut beton sangat berpengaruh terhadap kerusakan lap splice, dimana panjang lewatan dan selimut beton berbanding terbalik, semakin tebal selimut beton maka panjang sambungan lewatan semakin kecil.

Panjang minimum sambungan lewatan tarik harus diambil berdasarkan persyaratan kelas yang sesuai tetapi tidak kurang dari 300 mm. ketentuan masing-masing kelas sambungan tersebut adalah:

1. Sambungan kelas A, panjang minimum sambungan lewatan tarik ialah 1,0 ld. 2. Sambungan kelas B, panjang minimum sambungan lewatan tarik ialah 1,3ld. dimana ld adalah panjang penyaluran tarik untuk kuat leleh fy.

(27)

pada Tabel 2.10 atau persamaan (2.10).

Tabel 2.10 Panjang penyaluran batang ulir dan kawat ulir (SK-SNI 03-2847-2002) Batang D-19 dan lebih

kecil atau kawat ulir

Batang D-22 atau lebih besar Spasi bersih batang-batang yang disalurkan

atau disambung tidak kurang dari db , selimut beton bersih tidak kurang dari db, dan

sengkang atau sengkang ikat yang dipasang di sepanjang ld tidak kurang dari persyartan minimum sesuai peraturan

atau

Spasi bersih batang-batang yang disalurkan atau disambung tidak kurang dari 2 db dan selimut beton bersih tidak kurang dari db

'

dimana, nilai (c+Ktr)/db tidak boleh diambil lebih besar dari 2,5.

(28)

Tabel 2.11 Faktor penyaluran batang ulir dan kawat ulir (SK-SNI 03-2847-2002)

α = faktor lokasi penulangan

Tulangan horizontal yang ditempatkan sedemikian hingga lebih dari 300 mm beton segar dicor pada komponen di bawah panjang penyaluran atau sambungan yang ditinjau

1,3

Tulangan lain 1,0

β = factor pelapis

Batang atau kawat tulangan berlapis epoksi dengan selimut beton kurang dari 3db, atau spasi bersih kurang dari 6db

1,5

Batang atau kawat tulangan berlapis epoksi lainnya 1,2

Tulangan tanpa pelapis 1,0

γ = factor ukuran batang tulangan

Batang D-19 atau lebih kecil dan kawat ulir 0,8

Batang D-22 atau lebih besar 1,0

λ = factor beton agregat ringan

Apabila digunakan beton agregat ringan 1,3

Walaupun demikian, apabila fctdisyaratkan, maka λ boleh diambil sebesar

) 8 , 1 /(

' ct

c f

f tetapi tidak kurang dari 1,0

Apabila digunakan beton berat normal 1,0

(29)

Ktr = indeks tulangan transversal =

Atr = luas penampang total dari semua tulangan transversal yang berada dalam rentang daerah berspasi s dan yang memotong bidang belah potensial melalui tulangan yang disalurkan, mm2;

fyt = kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan transversal, MPa;

s = spasi maksimum sumbu ke sumbu tulangan transversal yang dipasang di sepanjang ld , mm;

n = jumlah batang atau kawat yang disalurkan di sepanjang bidang belah.

sebagai penyederhanaan perencanaan, diperbolehkan mengasumsikan Ktr = 0 bahkan untuk

kondisi dimana tulangan transversal dipasang.

Untuk sambungan lewatan yang menggunakan tulangan polos pada perencanaannya, daya rekat tulangan polos ke beton hanya menggandalkan adhesi antara beton dengan tulangan dan sedikit gesekan. Agar terjadi keseimbangan antara gaya horisontal, maka beban (N) yang dapat ditahan sama dengan luas penampang baja dikalikan dengan kuat lekat:

µ

π× ×

×

=ld db

P (2.21)

Dengan mendistribusikan nilai P= fs×Ab, dimana untuk mencapai kesetimbangan suatu perencanaan selalu bertujuan tercapainya kondisi leleh pada baja, maka fs = fy , sehingga persamaan (2.21) menjadi:

µ

Dengan mensubstitusikan 2

4 b

(30)

V z f

d

l y

b d

4

2

× ×

= π (2.23)

dimana:

fy = tegangan baja leleh, MPa; db = diameter baja tulangan, mm; ld = panjang penyaluran, mm; V = gaya geser, N;

Gambar

Tabel 2.1 Faktor keutaman untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (RSNI 03-
Tabel 2.2 Faktor keutaman gempa (RSNI 03-1726-201x)
Tabel 2.3 Klasifikasi situs
Tabel 2.5 Koefisien situs, Fv
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fraksi etil asetat ekstrak aseton kulit buah kakao mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Bacillus subtilis dan Streptococcus mutan, dengan zona hambat 9,58±0,38

Sejak saat itu pembelajaran bahasa Inggris yang semula berbasis komunikasi ( Communicative-based Approach ) bergeser orientasi menjadi berbasis text. Pembelajaran bahasa

Peneliti menganalisa pengguna dan sistem sehingga di dapat masukan sistem persediaan barang yang telah berjalan secara terkomputerisasi harus diubah sebagian

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap Guru Geografi kelas X dan wakil kepala sekolah bagian kurikulum secara umum tingkat manajemen pelaksanaan Kurikulum

Skripsi dengan judul : Faktor–Faktor yang Berpengaruh terhadap Derajat Klinis Pasien Demam Berdarah Dengue Anak di RSUD Dr.. Rustam Siregar,

Dalam pelaksanaan verifikasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd), baik itu dalam pengajuan program dari kelompok, atau simpan pinjam terdapat

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakkan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan

Bermula dari keadaan ini penulis terinspirasi dengan bentuk jamur tiram yang sangat artistik apabila dibuat sebagai ide bentuk pembuatan produk inovatif fungsional sebagai