BAB II – ARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA
KARYA
II.1. AMANAT PEMBANGUNAN NASIONAL TERKAIT BIDANG CIPTA KARYA
II.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007)
Dalam Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 - 2025 telah
dirumuskan perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan
prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara
bertahap dalam jangka waktu Tahun 2005 – 2025, ditetapkan dengan maksud
memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa
(pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan
tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang
disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku
pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu
dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.
Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui
8 (delapan)Misipembangunan nasional sebagai berikut :
1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,berbudaya,
dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila adalah memperkuat jati diri dan
karakter bangsa melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia
yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum,
memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama, melaksanakan
interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai
luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia
dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika
pembangunan bangsa.
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing adalah mengedepankan
pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing;
pengembangan, dan penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan;
membangun infrastruktur yang maju serta reformasi di bidang hukum dan
aparatur negara; dan memperkuat perekonomian domestik berbasis
keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan
membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan
termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum adalah
memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat
peran masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi
daerah; menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam
mengomunikasikan kepentingan masyarakat; dan melakukan pembenahan
struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum
secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah membangun
kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani
di kawasan regional dan internasional; memantapkan kemampuan dan
meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan
mengayomi masyarakat; mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan
tindak kriminalitas; membangun kapabilitas lembaga intelijen dan
kontraintelijen negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta
meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen pendukung
pertahanan dan kontribusi industri pertahanan nasional dalam sistem
pertahanan semesta.
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah
meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara
menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan
wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi kemiskinan dan
pengangguran secara drastis; menyediakan akses yang sama bagi
masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana
ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk
gender.
6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan
pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara
pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan
pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman,
kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan
ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan;
memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk
mendukung kualitas kehidupan; memberikan keindahan dan kenyamanan
kehidupan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan
keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan
bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia
berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang
berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan
kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara
terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara
berkelanjutan.
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia
internasional adalah memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka
memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia
terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional
dan regional; dan mendorong kerja sama internasional, regional dan
bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai
bidang.
Adapun Tujuan Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025 adalah
mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap
pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun1945.
Berdasarkan kondisi dan kebutuhan pembangunan Indonesia,
maka tahapan dan skala prioritas pembangunan Indonesia diklasifikasikan ke
dalam 4 tahap jangka menengah, yaitu :
1. RPJM I (2005-2009)
Berlandaskan pelaksanaan dan pencapaian pembangunan tahap
sebelumnya, RPJM I diarahkan untuk menata kembali dan membangun
yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dan yang tingkat
kesejahteraan rakyatnya meningkat.
2. RPJM II (2010-2014)
Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM
ke-1, RPJM ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali
Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan
teknologi serta penguatan daya saing perekonomian.
3. RPJM III (2015-2019)
Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM
ke-2, RPJM ke-3 ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara
menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing
kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan
sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi
yang terus meningkat.
4. RPJM IV (2020-2025)
Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM
ke-3, RPJM ke-4 ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di
berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian
yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang
didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.
Amanat pembangunan bidang Cipta Karya dalam penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025
dimaksud, yaitu :
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan
penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor
terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan
jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan
kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan
(demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sector
sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan ;
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka
sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan
kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3)
penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan
profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam
pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin ;
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk
mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih
difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana,
sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan
makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial ;
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu :
RPJMN ke 2 (2010-2014) : Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan
kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan
perumahan dan permukiman ;
RPJMN ke 3 (2015-2019) : Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan
perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel.
Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa
permukiman kumuh ;
RPJMN ke 4 (2020-2024) : terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud
kota tanpa permukiman kumuh.
II.1.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014 (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010)
Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ke-II Tahun 2010-2014 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 5
Tahun 2010 adalah “Terwujudnya Indonesia Yang Sejahtera, Demokratis, Dan Berkeadilan”.
terwujudnya Indonesia Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan, namun tidak
dapat terlepas dari kondisi dan tantangan lingkungan global dan domestik
pada kurun waktu 2010-2014 yang mempengaruhinya.
Misi pemerintah dalam periode 2010-2014 diarahkan untuk
mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman dan damai, serta
meletakkan fondasi yang lebih kuat bagi Indonesia yang adil dan demokratis.
Usaha-usaha Perwujudan visi Indonesia 2014 akan dijabarkan dalam misi
pemerintah tahun 2010-2014 sebagai berikut :
1. Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera
2. Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi
3. Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang
Dalam mewujudkan Visi dan Misi Pembangunan Nasional
Tahun 2010-2014, ditetapkan Lima Agenda Utama Pembangunan Nasional
Tahun 2010-2014, yaitu:
1. Agenda I : Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat ;
2. Agenda II : Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan ;
3. Agenda III : Penegakan Pilar Demokrasi ;
4. Agenda IV : Penegakkan Hukum Dan Pemberantasan Korupsi ;
5. Agenda V : Pembangunan Yang Inklusif Dan Berkeadilan.
Mengacu pada permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa dan
Negara Indonesia, maka Arah Kebijakan Umum Pembangunan Nasional
Tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut:
1. Arah kebijakan umum untuk melanjutkan pembangunan mencapai
Indonesia yang sejahtera. Indonesia yang sejahtera tercermin dari
peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dalam
bentuk percepatan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi, pengurangan kemiskinan, pengurangan
tingkat pengangguran yang diwujudkan dengan bertumpu pada program
perbaikan kualitas sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur dasar,
serta terjaganya dan terpeliharanya lingkungan hidup secara berkelanjutan.
2. Arah kebijakan umum untuk memperkuat pilar-pilar demokrasi dengan
penguatan yang bersifat kelembagaan dan mengarah pada tegaknya
ketertiban umum, penghapusan segala macam diskriminasi, pengakuan dan
penerapan hak asasi manusia serta kebebasan yang bertanggung jawab.
3. Arah kebijakan umum untuk memperkuat dimensi keadilan dalam semua
kesenjangan pembangunan antar daerah (termasuk desa-kota), dan
kesenjangan jender. Keadilan juga hanya dapat diwujudkan bila sistem
hukum berfungsi secara kredibel, bersih, adil dan tidak pandang bulu.
Demikian pula kebijakan pemberantasan korupsi secara konsisten
diperlukan agar tercapai rasa keadilan dan pemerintahan yang bersih.
Dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 - 2014 telah
disebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat. Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan
yang layak sesuai dengan UUD Tahun 1945 Pasal 28H, pemerintah
memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah
serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar
permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.
Adapun sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode Tahun 2010 – 2014 sebagaimana diamanatkan dalam RPJMN dimaksud, yaitu :
a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 % dan akses air minum
non-perpipaan terlindungi 38 % ;
b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir
tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5%
maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 %
serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk ;
c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah perkotaan ;
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan
diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air
minum dan sanitasi yang memadai, melalui :
a. Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,
b. Memastikan ketersediaan air baku air minum,
c. Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,
d. Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan
air limbah, dan pengelolaan persampahan,
e. Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,
f. Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,
g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS),
h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan
infrastruktur,
i. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,
j. Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.
II.1.3. Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
Dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005 – 2025 dan untuk melengkapi dokumen perencanaan guna
meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang lebih solid, serta dalam
rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan
ekonomi 7-9 persen per tahun, diperlukan adanya suatu masterplan
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia yang memiliki
arah yang jelas, strategi yang tepat, focus dan terukur. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden
Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
MP3EI digagas untuk mempercepat dan memperluas pembangunan
ekonomi melalui pengembangan 8 program utama, yang terdiri atas pertanian,
pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, dan telematika, serta
pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program tersebut dibagi lagi ke
Sedangkan strategi pengembangan 22 kegiatan ekonomi tersebut
adalah mengintegrasikan tiga elemen utama, meliputi:
1. Pengembangan potensi ekonomi wilayah di 6 Koridor Ekonomi Indonesia,
yaitu: Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi
Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–Nusa
Tenggara, dan Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku;
2. Memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan
terhubung secara global (locally integrated, globally connected);
3. Memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional untuk mendukung
pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi.
Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi
dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada
kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat
mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk
menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian
Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi
atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor
konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah
identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra
produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.
Gambar II. 2 Penetapan Koridor Ekonomi dalam Rangka Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
II.1.4. Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)
Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu
diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.
Ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi menciptakan kesenjangan,
ketidakstabilan dan meluasnya ketidaksejahteraan. Untuk itu, telah ditetapkan
MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk
mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan
penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok
masyarakat. MP3KI adalahaffirmative action, sehingga pembangunan ekonomi
yang terwujud tidak hanya Pro-growth, tetapi juga Pro-Poor, Pro-job dan
Pro-environment, termasuk penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat miskin.
Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025,
MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu :
a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh,
terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan
goncangan,
b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga
dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia di masa mendatang,
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood)
masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di
tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.
Tahapan Pelaksanaan MP3KI yaitu :
1. Periode 2013-2014:
Percepatan pengurangan kemiskinan untuk mencapai target 8% - 10% pada tahun 2014;
Perbaikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.
Pada kantong-kantong kemiskinan, sinergi lokasi dan waktu, serta perbaikan sasaran (seperti : Program Gerbang Kampung di Menko Kesra);
Sustainable livelihood penguatan kegiatan usaha masyarakat miskin, termasuk membangun keterkaitan dengan MP3EI;
Terbentuknya BPJS kesehatan pada tahun 2014 . 2. Periode 2015 – 2019:
Peningkatan cakupan, terutama untuk Sistem Jaminan Sosial menuju universal coverage;
Terbentuknya BPJS Tenaga Kerja; Penguatan sustainable livelihood. 3. Periode 2020-2025:
Pemantapan sistem penanggulangan kemiskinan secara terpadu; Sistem jaminan sosial mencapai universal coverage.
Gambar II. 4 Kerangka Desain MP3KI
Peran Penting Bidang Cipta Karya dalam pelaksanaan MP3KI, terutama
terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPM
Perkotaan / P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas, dsb) serta Program Pro Rakyat.
II.1.5. Kawasan Ekonomi Khusus
UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas
tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh
fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki
keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung
kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai
ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK
juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja.
KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan
fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Fungsi KEK adalah
untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa,
industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos
dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain.
Lokasi yang dapat diusulkan untuk menjadi KEK harus
memenuhi kriteria :
a. sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi
mengganggu kawasan lindung;
b. pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK;
c. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau
dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada
wilayah potensi sumber daya unggulan; dan
d. mempunyai batas yang jelas.
Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh Badan Usaha,
pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi. Dimana dalam hal
usulan diajukan oleh Badan Usaha, usulan disampaikan melalui pemerintah
provinsi setelah memperoleh persetujuan pemerintah kabupaten/kota. Jika
usulan diajukan oleh pemerintah kabupaten/kota, usulan disampaikan melalui
usulan disampaikan setelah mendapat persetujuan pemerintah kabupaten /
kota. Pembentukan KEK ini nantinya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Usulan Pembentukan KEK dilengkapi persyaratan paling sedikit:
a. peta lokasi pengembangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari
permukiman penduduk ;
b. rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan peraturan zonasi;
c. rencana dan sumber pembiayaan ;
d. analisis mengenai dampak lingkungan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan ;
e. hasil studi kelayakan ekonomi dan financial ; dan
f. jangka waktu suatu KEK dan rencana strategis.
Fasilitas yang diberikan pada KEK ditujukan untuk meningkatkan daya
saing agar lebih diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri atas
fasilitas fiskal, yang berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak daerah
dan retribusi daerah, dan fasilitas nonfiskal, yang berupa fasilitas pertanahan,
perizinan, keimigrasian, investasi, dan ketenagakerjaan, serta fasilitas dan
kemudahan lain yang dapat diberikan pada Zona di dalam KEK, yang akan
diatur oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
II.1.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program
Pembangunan yang Berkeadilan, Presiden RI mengarahkan seluruh
Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program
pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk
semua, dan Program Pencapaian MDGs.
Dalam rangka pelaksanaan program-program tersebut, fokusnya
antara lain :
1. Untuk program Pro Rakyat, memfokuskan pada :
a. Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga ;
b. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat ;
c. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha
mikro dan kecil.
a. Program keadilan bagi anak ;
b. Program keadilan bagi perempuan ;
c. Program keadilan di bidang ketenagakerjaan ;
d. Program keadilan di bidang bantuan hukum ;
e. Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan ;
f. Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan.
3. Untuk program Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium
Development Goals), memfokuskan pada :
a. Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan ;
b. Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua ;
c. Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuaan ;
d. Program penurunan angka kematian anak ;
e. Program kesehatan ibu ;
f. Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya ;
g. Program penjamin kelestarian lingkungan hidup ;
h. Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan
Pembangunan Milenium.
Bidang Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan
Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program
peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Untuk program pro rakyat ini
sesuai Instruksi Presiden dimaksud, memfokuskan pada :
a. Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga ;
b. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat ;
c. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro
dan kecil.
Program-program pembangunan bidang Cipta Karya yang tertuang
didalam Rencana tindak upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel II. 1 Rencana Tindak Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium
No. Program Tindakan Sasaran Keluaran
II.2. AMANAT PERATURAN PERUNDANGAN PEMBANGUNAN NASIONAL TERKAIT BIDANG CIPTA KARYA
II.2.1. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman
Definisi permukiman kumuh dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Permukiman adalah permukiman yang tidak
layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan
yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak
memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari
pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya
peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan
permukiman kembali.
Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan
mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh,
terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.
Penyelenggaraan kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi
hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang
sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim, yang
wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan
permukiman yang terpadu dan berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman juga telah membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan
perumahan dan permukiman. Dimana Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas antara lain :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan
berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi ;
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota ;
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap
pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah,
perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman ;
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di
bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota ;
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota ;
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota ;
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman ;
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional;
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman ;
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di
bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota ;
Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan
tugasnya yaitu :
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota ;
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota ;
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota ;
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan
serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota ;
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan
dan permukiman bagi MBR ;
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR
pada tingkat kabupaten/kota ;
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah
kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman ;
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh
dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota ;
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan
kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan
tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.
Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin hak setiap warga
negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak
dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Penyelenggaraan
kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi
sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan
Salah satu hal khusus yang diatur dalam undang-undang ini adalah
keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam
kaitan ini, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan
kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan
pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan
pembangunan dan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah
itu, dengan memberikan kemudahan, berupa pembiayaan, pembangunan
prasarana, sarana, dan utilitas umum, keringanan biaya perizinan, bantuan
stimulan, dan insentif fiskal.
II.2.2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
Undang - Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa
penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang
meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran.
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan
administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan
bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan
teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan
bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan
dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan
persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran penyedia
jasa konstruksi berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa
konstruksi baik sebagai perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen
konstruksi maupun jasa-jasa pengembangannya, termasuk penyedia jasa
pengkaji teknis bangunan gedung. Oleh karena itu, pengaturan bangunan
gedung ini juga harus berjalan seiring dengan pengaturan jasa konstruksi
Disamping itu, Undang – Undang Bangunan Gedung dimaksud juga
mengatur beberapa hal sebagai berikut :
a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan
lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan
gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan
lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan
pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
penghematan energy dalam bangunan gedung (amanatgreen building) ;
b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan
dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta
pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat
dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya
yang dikandungnya ;
c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia
merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.
Pengaturan dalam undang-undang ini juga memberikan ketentuan
pertimbangan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia yang
sangat beragam. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah terus mendorong,
memberdayakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat
memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini secara bertahap
sehingga jaminan keamanan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat
dalam menyelenggarakan bangunan gedung dan lingkungannya dapat
dinikmati oleh semua pihak secara adil dan dijiwai semangat kemanusiaan,
kebersamaan, dan saling membantu, serta dijiwai dengan pelaksanaan
tata pemerintahan yang baik.
II.2.3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pada
dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk didalamnya
pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap
orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna
memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.
Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan,
kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta
terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan
kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan
hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang
dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan
masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber
daya air. Pola pengelolaan sumber daya air disusun berdasarkan wilayah
sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah.
Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan melibatkan
peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya. Pola pengelolaan sumber
daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan
pendayagunaan sumber daya air.
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota terkait
Sumberdaya Air meliputi :
a. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan
sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam
satu kabupaten/kota;
c. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota;
e. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota
sekitarnya;
f.Mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya
air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
g. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
h. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di
wilayahnya; dan
i.Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota.
Pengembangan sumber daya air diselenggarakan berdasarkan rencana
pengelolaan sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah yang telah
ditetapkan dengan mempertimbangkan:
a. Daya dukung sumber daya air ;
b. Kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat ;
c. Kemampuan pembiayaan; dan
d. Kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga
dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan
usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi
penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan
standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan
dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi Selain itu, diamanatkan
pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu
dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.
II.2.4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa
pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah.
Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan
sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.
Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi :
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu,
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan
sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir,
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan
jumlah sampah,
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin
terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan.
Adapun Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah dalam pengelolaan
sampah terdiri atas:
a. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah;
b. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan
penanganan sampah;
c. Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan,
penanganan, dan pemanfaatan sampah;
d. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana
dan sarana pengelolaan sampah;
e. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil
pengolahan sampah;
f. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada
masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
g. Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia
usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan
kabupaten/kota mempunyai kewenangan:
a. Menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan
kebijakan nasional dan provinsi;
b. Menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai
dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
c. Melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang
dilaksanakan oleh pihak lain;
d. Menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan
sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;
e. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan
selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah
dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
f. Menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan
sampah sesuai dengan kewenangannya.
Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah
dengan cara yang berwawasan lingkungan. Pengelola kawasan permukiman,
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum,
fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan
sampah. Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang
berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan
dan/atau produknya. Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang
yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara
terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus
menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem
pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem
controlled landfillataupun sanitary landfill.
II.2.5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun
Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut
serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan
Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut
Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal
dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan,
pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian,
kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem
pembiayaan, dan peran masyarakat.
II.3. AMANAT INTERNASIONAL BIDANG CIPTA KARYA
II.3.1. Agenda Habitat
Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi
Habitat II sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun
1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen
kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi
panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak
dan berkelanjutan. Sebagai salah satu dari 171 negara yang ikut
menandatangani deklarasi tersebut, Indonesia turut melaksanakan komitmen
untuk menyediakan rumah layak huni yang sehat, aman, terjamin, dapat
mudah diakses dan terjangkau yang mencakup sarana dan prasarana
pendukungnya bagi masyarakat.
Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia,
termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh
masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi,
dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan
kelompok rentan.
Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan pembangunan
multisektoral yang penyelenggaraannya melibatkan berbagai pemangku
kepentingan. Dalam rangka mewujudkan hunian yang layak bagi semua orang
(adequate shelter for all), pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan
fasilitas kepada masyarakat agar dapat menghuni rumah yang layak, sehat,
aman, terjamin, mudah diakses dan terjangkau yang mencakup sarana dan
prasarana pendukungnya. Untuk itu pemerintah perlu menyiapkan
program-program pembangunan perumahan dan permukiman, baik berupa intervensi
langsung (provider) maupun melalui penciptaan iklim yang kondusif (enabler)
sehingga pembangunan perumahan dan permukiman dapat berjalan dengan
efisien dan berkelanjutan.
Namun demikian hak dasar akan hunian yang layak dan terjangkau
adalah adanya kesenjangan pemenuhan kuantitas dan kualitas kebutuhan
perumahan yang masih sangat besar. Hal tersbut terjadi antara lain karena
masih kurangnya kemampuan sebagian masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan perumahannya, diantaranya keterbatasan daya beli kelompok
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
II.3.2. Konferensi Rio+20
Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT
Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi
tersebut menyepakati dokumenThe Future We Want yang menjadi arahan bagi
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan
nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan
yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk
menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio
Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.
Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam
konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii)
pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat
global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable
Development Goals (SDGs) post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan
berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium
Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan
dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).
II.3.3. Millenium Development Goals
Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati
Deklarasi Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan
dan sasaran pembangunan millennium (Millenium Development Goals).
Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs
dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaannya
2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta
Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya.
Delapan Goal yang difokuskan dalam tujuan MDGs yaitu :
Tujuan 1: Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan
a. Target 1A : Menurunkan antara 1990 dan 2015, proporsi orang yang
hidup dengan pendapatan kurang dari $ 1.25 sehari •Proporsi penduduk di bawah $ 1,25 per hari (PPP nilai)
•Rasio kesenjangan kemiskinan [kejadian x kedalaman kemiskinan] •Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional
b. Target 1B : Mewujudkan Ketenagakerjaan yang Layak untuk Wanita, Pria,
dan Kaum Muda
•Pertumbuhan PDB per Kerja Orang •Tingkat Pekerjaan
•Proporsi penduduk yang bekerja di bawah $ 1,25 per hari (PPP nilai) •Proporsi pekerja berbasis keluarga dalam populasi bekerja
c. Target 1C : Menurunkan antara 1990 dan 2015, proporsi penduduk yang
menderita kelaparan
•Prevalensi kekurangan gizi di bawah usia lima tahun
•Proporsi penduduk di bawah tingkat minimum konsumsi energi diet Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar Universal
a. Target 2A : Pada tahun 2015, semua anak dapat menyelesaikan
pendidikan dari sekolah dasar, anak perempuan dan anak laki-laki •Pendaftaran di pendidikan dasar
•Penyempurnaan pendidikan dasar
Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan a. Target 3A : Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan
dasar dan menengah pada tahun 2005, dan di semua tingkatan pada
tahun 2015
•Rasio perempuan terhadap laki-laki di pendidikan dasar, menengah dan tinggi
•Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non-pertanian •Proporsi kursi yang diduduki perempuan di parlemen nasional
Tujuan 4: Mengurangi Tingkat Kematian Anak
a. Target 4A : Menurunkan oleh dua pertiga, antara 1990 dan 2015, angka
kematian balita
•Bayi (di bawah 1) kematian tingkat
•Proporsi anak-anak 1 tahun diimunisasi campak Tujuan 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu
a. Target 5A : Mengurangi sampai tiga perempat, antara 1990 dan 2015
rasio angka kematian ibu •Rasio kematian ibu
•Proporsi kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih
b. Target 5B : Mencapai, pada tahun 2015, Akses Universal Untuk Kesehatan
Reproduksi
•Tingkat prevalensi kontrasepsi •Angka kelahiran remaja
•Cakupan pelayanan Antenatal
•Unmet need untuk keluarga berencana
Tujuan 6: Memerangi HIV / AIDS, Malaria, dan Penyakit Lainnya
a. Target 6A : Mengendalikan tahun 2015 dan mulai membalikkan
penyebaran HIV / AIDS
•Prevalensi HIV di antara penduduk usia 15-24 tahun
•Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi terakhir
•Proporsi penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV / AIDS
b. Target 6B : pada tahun 2010, akses universal untuk pengobatan HIV /
AIDS bagi semua orang yang membutuhkannya
•Proporsi penduduk dengan canggih infeksi HIV dengan akses terhadap obat antiretroviral
c. Target 6C : Mengendalikan pada tahun 2015 dan mulai membalikkan
tingkat penyebaran malaria dan penyakit utama lainnya
•Tingkat prevalensi dan kematian yang terkait dengan malaria •Proporsi anak di bawah 5 tidur di bawah kelambu berinsektisida
•Proporsi anak di bawah 5 dengan demam yang diobati dengan obat anti-malaria yang tepat
•Tingkat insiden, prevalensi dan kematian yang terkait dengan TBC
•Proporsi kasus TBC yang terdeteksi dan sembuh di bawah DOTS (Directly Observed Treatment Short Course)
a. Target 7A : Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke
dalam kebijakan dan program nasional, kehilangan kebalikan dari sumber
daya lingkungan
b. Target 7B : Mengurangi keanekaragaman hayati kerugian, mencapai, pada
tahun 2010, penurunan yang signifikan dalam tingkat kerugian •Proporsi luas lahan yang tertutup oleh hutan
•Emisi CO 2 , total, per kapita dan per $ 1 GDP (PPP) •Konsumsi bahan perusak lapisan ozon
•Proporsi persediaan ikan dalam batas biologis yang aman •Proporsi total sumber daya air yang digunakan
•Proporsi wilayah darat dan laut yang dilindungi •Proporsi spesies terancam punah
c. Target 7C : 2015, proporsi penduduk tanpa akses berkelanjutan terhadap
air minum yang aman dan dasar sanitasi
•Proporsi penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap sumber air yang diperbaiki, perkotaan dan pedesaan
•Proporsi penduduk perkotaan dengan akses ke sanitasi yang aman dan berkelanjutan
d. Target 7D : 2020, telah mencapai peningkatan yang signifikan dalam
kehidupan setidaknya 100 juta penghuni permukiman kumuh •Proporsi penduduk perkotaan yang tinggal di daerah kumuh Tujuan 8 : Mengembangkan Kemitraan Global Untuk Pembangunan
1. Target 8A : Mengembangkan terbuka, berbasis peraturan, dapat
diprediksi, perdagangan non-diskriminatif dan sistem keuangan
•Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik, pembangunan, dan pengurangan kemiskinan - baik secara nasional dan internasional
2. Target 8B : Kebutuhan Khusus Negara-negara Least Developed (LDCs) •Termasuk: tarif dan kuota akses bebas untuk ekspor LDC,
disempurnakan program penghapusan utang untuk HIPC dan
pembatalan utang bilateral resmi, dan lebih murah hati ODA (Official
Development Assistance) untuk negara-negara berkomitmen untuk
pengentasan kemiskinan
3. Target 8C : Menangani kebutuhan khusus negara-negara berkembang
•Melalui Program Aksi untuk Pembangunan Berkelanjutan Kecil Negara Berkembang Pulau dan hasil dari sesi khusus dua puluh dua Majelis
Umum
4. Target 8D : Menangani utang negara berkembang melalui upaya nasional
maupun internasional agar pengelolaan hutang berkesinambungan dalam
jangka panjang
•Beberapa indikator yang tercantum di bawah dimonitor secara terpisah untuk setidaknya negara-negara maju (LDCs), Afrika, negara-negara
berkembang daratan dan pulau kecil negara berkembang. •Bantuan pembangunan resmi (ODA):
Net ODA, total dan untuk LDC, sebagai persentase OECD / DAC donor GNI
Proporsi total ODA sektor dialokasikan dari OECD / DAC donor terhadap pelayanan sosial dasar (pendidikan dasar, perawatan
kesehatan dasar, gizi, air bersih dan sanitasi)
Proporsi ODA bilateral OECD / DAC donor yang mengikat
ODA yang diterima di negara-negara yang terkurung daratan sebagai proporsi GNIS mereka
ODA yang diterima kecil negara berkembang pulau itu sebagai proporsi GNIS mereka
•Akses pasar:
Proporsi dari total impor negara maju (dengan nilai dan tidak termasuk senjata) dari negara-negara berkembang dan dari LDCs,
mengaku bebas pajak
Tarif rata-rata yang dikenakan oleh negara-negara maju pada produk pertanian dan tekstil dan pakaian dari negara-negara berkembang
Dukungan estimasi pertanian untuk negara-negara OECD sebagai persentase dari PDB mereka
Proporsi ODA yang disediakan untuk membantu membangun kapasitas perdagangan
Keberlanjutan hutang:
Total jumlah negara yang telah mencapai mereka poin keputusan HIPC dan jumlah yang telah mencapai titik penyelesaian HIPC mereka
(kumulatif)
5. Target 8E : Dalam kerjasama dengan perusahaan farmasi, menyediakan
akses yang terjangkau, obat esensial di negara berkembang
•Proporsi penduduk dengan akses ke obat-obatan penting dengan harga terjangkau secara berkelanjutan
6. Target 8F : Dalam kerjasama dengan sektor swasta, dalam memanfaatkan
teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi
•Sambungan telepon dan pelanggan telepon seluler per 100 penduduk •Komputer pribadi yang digunakan per 100 penduduk
•Pengguna Internet per 100 Populasi.
Sesuai tugas dan fungsinya, Bidang Cipta Karya memiliki kepentingan
dalam pemenuhan target MDG’s :
1. Target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga
tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas
sanitasi dasar layak hingga tahun 2015.
Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu
dicapai pada tahun 2015.
Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%.
2. Target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan
penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada
tahun 2020.
Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.
Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat
pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu
melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman
dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs.
II.3.4. Agenda Pembangunan Pasca 2015
Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi
untuk memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca
Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia, dan Perdana
Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang dari
berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya
kepada Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global Partnership: Eradicate
Poverty and Transform Economies Through Sustainable Development”. Isinya
adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan global pasca-2015 yang
dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran
yang diambil dari implementasi MDGs.
Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan
global pasca 2015, sebagai berikut :
a. Mengakhiri kemiskinan ;
b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender ;
c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup ;
d. Menjamin kehidupan yang sehat ;
e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik ;
f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi ;
g. Menjamin energi yang berkelanjutan ;
h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan
pertumbuhan berkeadilan ;
i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan ;
j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif ;
k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai ;
l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong
pembiayaan jangka panjang.
Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam
pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan
sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut
adalah :
a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan
di sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi,
b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal
ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi
di rumah tangga sebanyak x%,
c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan
air minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%,
d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan
dari industri sebelum dilepaskan.
Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan
tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun
lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud
memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak
duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja,
melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai