• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia tahun 2006, remaja I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia tahun 2006, remaja I"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia tahun 2006, remaja Indonesia (usia 10-19 tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah penduduk. Pada tahun 2008, jumlah remaja di Indonesia diperikirakan sudah mencapai 62 juta jiwa.

Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyatakan jumlah anak usia remaja di Indonesia sebanyak 63,4 juta yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa (50,70 persen) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30 persen). Besarnya jumlah penduduk kelompok remaja ini sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang. Kelompok remaja perlu mendapat perhatian serius mengingat mereka masih termasuk dalam usia sekolah dan akan memasuki umur reproduksi. Apabila tidak dipersiapkan dengan baik remaja sangat berisiko terhadap kehidupan seksual pranikah. Kehidupan remaja yang telah aktif secara seksual, meski tidak selalu merupakan pilihan sendiri, di berbagai daerah kira-kira separuh dari mereka telah menikah.

(2)

bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU No. 1 1974). Pernikahan dini adalah sebuah bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan sekolah menengah.

Survei Data Kependudukan Indonesia (SDKI) 2007, di beberapa daerah mencatat bahwa sepertiga dari jumlah pernikahan dilakukan oleh pasangan usia di bawah 16 tahun. Di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jambi dan Jawa Barat, angka kejadian pernikahan dini berturut-turut 39,4 persen, 35,5 persen, 30,6 persen, dan 36 persen. Bahkan sejumlah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak mendapatkan haid pertama (Kertamuda, 2009). Menurut data laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Indonesia tahun 2008, sebanyak 34,5 persen dari 2.049.000 perkawinan yang terjadi setiap tahun merupakan perkawinan usia dini.

(3)

menurut UU nomor 23 Tahun 2002, usia di bawah 18 tahun termasuk dalam kategori anak. Deklarasi Hak Manusia 1945 secara eksplisit menentang pernikahan anak, namun ironisnya, praktek pernikahan usia dini masih berlangsung diberbagai belahan dunia dan hal ini merefleksikan perlindungan hak asasi kelompok usia muda terabaikan (IHEU, 2005). Implementasi Undang-undangpun seringkali tidak efektif dan terpatahkan oleh adat istiadat serta tradisi yang mengatur norma sosial suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mewanti-wanti agar tidak menikah diusia muda. Usia muda artinya, usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Usia menikah ideal untuk perempuan adalah 20-35 tahun dan untuk pria 20-40 tahun (Indarini, 2011).

Perkawinan pada usia muda tidak disarankan dari sudut pandang kesehatan karena berkaitan dengan kesiapan organ reproduksi seorang calon ibu. Seorang perempuan yang belum mencapai usia 18 tahun pertumbuhan organ tubuh terutama organ reproduksinya seperti rahim belum matang untuk ber-reproduksi dan pertumbuhan panggul juga belum maksimal sehingga apabila hamil merupakan kehamilan yang berisiko. Di sisi lain, perempuan yang menikah pada usia dini dan masih termasuk dalam kategori kelompok umur anak, belum siap secara mental untuk menghadapi masa kehamilan dan persalinan (Afifah, 2011).

(4)

status gizi anak. Faridatul (2006) mewawancarai 10 dari orangtua yang menikah dini dan mempunyai anak usia 1-5 tahun, hasil wawancara didapatkan bahwa 7 orang (70 persen) tidak mengetahui dampak kesehatan apabila menikah dini dan tidak tahu bagaimana memberikan pola asuh yang baik dan benar terhadap anaknya.

Terdapat hubungan antara status kesehatan ibu saat hamil dengan perkembangan janin dan bayi yang dilahirkannya. Lawn (2001) mengemukakan bahwa “dalam banyak hal kesehatan bayi baru lahir berhubungan erat dengan kematian ibu.” Sedangkan Roystone dan Amstrong (1989) mengemukakan bahwa umumnya faktor yang menjadi resiko terhadap ibu juga meningkatkan resiko terhadap anaknya.

Salah satu faktor yang memengaruhi status kesehatan anak dan ibu adalah usia saat kehamilan dan bersalin. Kehamilan dan persalinan pada usia muda merupakan kehamilan yang berisiko terjadinya kematian maternal dan kelangsungan hidup anaknya. Kehamilan dan persalinan pada usia muda terjadi karena adanya perkawinan pada usia dini. Perempuan yang menikah pada usia dini akan mempunyai waktu paparan lebih panjang terhadap risiko untuk hamil, sehingga menikah pada usia dini juga berdampak secara tidak langsung pada tingkat fertilitas di masyarakat (Kusumaryani dan Merry, 2008).

(5)

rata-rata lebih pendek dan bayi dengan BBLR memiliki kemungkinan 5-30x lebih tinggi untuk meninggal. BBLR, di bawah 2,5 kg juga dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil dan umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. Sementara cacat bawaan dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan.

Usia menikah yang terlalu muda, sangat sulit memperoleh keturunan yang berkualitas. Hal ini disebabkan kurangnya kematangan ibu dalam mengasuh bayi, usia ibu yang terlalu muda sehingga berpengaruh terhadap psikologi anak. Seorang ibu yang terlalu muda dalam mengasuh anak, sebenarnya belum siap secara mental. Sifat-sifat keremajaan masih mendominasi dalam diri, belum mempunyai pikiran yang matang terhadap masa depan sehingga berpengaruh terhadap perkembangan anak yang sering ditandai dengan status gizi anak yang tidak baik (Faridatul, 2006).

(6)

Masalah gizi yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomi. Menurut Suhardjo (1996) kemiskinan merupakan salah satu penyebab terjadinya gizi kurang yang berkaitan dengan pendapatan keluarga. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain yang dapat mempengaruhi status gizi balita. Kemampuan pendapatan keluarga dapat mempengaruhi daya beli terhadap pangan dan berdampak terhadap pola konsumsi. Artinya, dengan pendapatan yang tinggi maka pola konsumsi keluarga juga akan baik.

Berbeda dengan faktor ekonomi yang dilihat dari pendapatan, ternyata banyak dari masyarakat kita yang memiliki pendapatan tinggi tapi belum mampu menyediakan makanan yang bergizi untuk keluarganya. Hal ini disebabkan oleh faktor lain yaitu kurangnya pengetahuan si ibu dalam menyediakan makanan yang bergizi. Semakin baik pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik dalam menyediakan makanan yang bergizi untuk anggota keluarganya terutama balita. Melalui pendidikan gizi yang diberikan kepada ibu diharapkan tercipta pola asuh yang baik dan sehat.

(7)

karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial. Seorang ibu yang menikah terlalu dini juga sulit untuk memahami tentang masalah gizi terutama dalam pemenuhan gizi balita. Widayani (2003) menemukan korelasi yang positif antara pola asuh ibu dengan status gizi anak.

Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka balita termasuk dalam golongan masyarakat kelompok rentan gizi, yaitu kelompok masyarakat yang paling mudah terkena kelainan gizi, sedangkan pada saat ini mereka sedang mengalami proses pertumbuhan yang relatif pesat. Akibat dari kurang gizi ini kerentanan terhadap penyakit-penyakit infeksi dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian balita (Soegeng, 2004).

Gambaran status gizi balita di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam pada tahun 2010 menurut data Riset Kesehatan Daerah berdasarkan Berat Badan per Umur adalah 6,3 persen sangat kurus, 7,9 persen kurus, 69,9 persen normal dan 16,2 persen gemuk.

(8)

wawancara yang dilakukan peneliti pada survei awal pada ibu yang memiliki balita kurang gizi ini semuanya kurang memberikan ASI atau tidak ASI eksklusif. Ibu-ibu ini juga menyatakan bahwa anaknya susah makan dan mereka kurang memahami kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Ibu sering memberikan makanan yang disukai anaknya saja tanpa memperhatikan kandungan zat gizi di dalamnya. Kondisi sosial ekonomi ternyata juga berpengaruh terhadap pola asuh kepada anaknya.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat topik pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh (pola asuh makan, pola asuh diri dan pola asuh kesehatan) terhadap status gizi balita dari ibu yang menikah dini di wilayah kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013.

1.2. Permasalahan

(9)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi balita dari ibu yang menikah dini di wilayah kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013.

1.4. Hipotesis

1. Ada pengaruh karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan pengetahuan) terhadap pola asuh

2. Ada pengaruh karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan pengetahuan) terhadap status gizi balita.

3. Ada pengaruh pola asuh (asuh makan, asuh diri dan asuh kesehatan) terhadap status gizi balita.

1.5. Manfaat Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

ASP atau Active Server Pages merupakan suatu bahasa yang bersifat server-side yang memiliki kemampuan untuk dikombinasikan dengan teks, HTML dan komponen-komponen lain untuk

Lailaturrahmi (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kepentingan menu olahan daging sapi menurut konsumen dan menganalisis

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.arya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber... 1 BAB I PENDAHULUAN

Semua kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan arah kebijakan yang telah ditetapkan oleh Kepala BATAN bersama dengan para Deputi/Sestama untuk membangun kinerja dan

Studi literatur merupakan prosedur untuk mendapatkan literatur / artikel tentang filtering firewall dengan IP Table, kemudian Mempelajari Sistem jaringan yang

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dengan memberikan dorongan, saran, serta kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi ini. Akhir

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin