• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Operasional OAT (Obat Anti Tuberkulosis) Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy)Di Puskesmas Cisaruni Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Operasional OAT (Obat Anti Tuberkulosis) Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy)Di Puskesmas Cisaruni Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Operasional management of anti tuberculosis drugs to decrease morbidity and mortality rate of TB illness with breaking down the chain of infection are very ap essential thing. So require seriousness from all man kind.

Until now controlling and eliminating TB program by DOTS strategy not yet reachable to all the health unit. Although handling and controlling TB has been done over 20 years and over 4 years DOTS program in West Java. Cure rate reach about 85

%

but error rate of cross check are still high ( 9,31 YO ) and treating pasient an# reporting management system are still no good enough.

Founded problems about supply and using princips and managerial anti tuberculosis drugs to convince the treatment of TB pasient.

To classify inconvenience about managerial of anti tuberculosis drugs, writer try to collect secondary facts with reference to operasional management of anti tuberculosis drugs by DOTS strategy at CDC Health Department of Tasikmalaya, CDC Cisaruni health unit and randomise quisoner to Cisaruni populace and interview with program officer of TB program.

In an ideal world, operasional management DOTS strategy of anti tuberculosis drugs must involve planning management, aplication, monitoring, and evaluation and human source comphrehensively and gradual.

Founded in countryside, identified that writing system, socialitation program are no good enough.

From operasional side of anti tuberculosis drugs, Cisaruni heath unit do the rasio 4-4-4-4 to minimize overload of drugs and damage which decrease the quality. That method aplicate from analisis of TB BTA Postif pasient in 2 week.

(2)

DAFTAR ISI

ABSTRACT .i

ABSTRAK ._. ._. . _. __. __.

PRAKATA

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN

BABI PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian 1

I . 1 lndentifikasi masalah 4

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian . _. __. 5

1.4 Kegunaan Penelitian .6

1.5 kerangkan Pemikiran

1.6 Metodologi __. .10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Karakterisasi Mycobacterium tuberkulosa

1.1 Ciri Khas Mycobacterium tuberkulosa 12 2. Tuberkulosis

2.1 Dasar Reaksi Jaringan 13

2.2 Gambaran Tuberkel Yang Khas 2.3 Gambaraq Histologis

2.4 Cara Penularan .14

2.5 Riwayat Terjadinya Tuberkulosis 15

2.5.1 Infeksi Primer 16

2.5.1.1 Reaksi Tubuh Terhadap Infeksi Primer

2.5.2 Tuberkulosis Paru Primer .17 2.5.3 Tuberkulosis Pasca Primer ( Post Primary TB )

2.5.3.1 Reaksi Tubuh Terhadap TB Paru Primer

(3)

19 2.6 Komplikasi Pada Penderita TB 19 2.7 Perj alanan Alamiah

TB Y

ang Tidak Diobati 19

3 . Diagnosa Penderita Tuberkulosis 20

3.1 Gejala - Gejala Tuberkulosis 20

2.8 Pengaruh Infeksi HIV 19

3.1.1 Gejala Umum 20

20 3.1.2 Gejala Lain Yang Sering Dijumpai

4 . Penemuan Penderita Tuberkylosis 22

4.1 Penemuan Penderita TB Pada Orang Dewasa 22

5.1 Diagnosa TB Pam Pada Orang Dewasa 22 5.1.1 Indikasi Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax 24 5.1.2 Suspek Dengan BTA Negatif 24 5.1.3 Suspek Dengan BTA Positif

6.1 Klasifikasi Penyakit 25

6 . 1 . 1 Tuberkulosis Pam

6.1.2 Tuberkulosis Ekstra Paru 25

6.2 Tipe Penderita 26

5 . Diagnosa Tuberkulosis

6 . Klasifikasi Penyakit

Dan

Tipe Penderita 25

25

8 . Pengelolaan Tuberkulosis 8.1 Tujuan

8.5 Pemantauan Kemajuan Hasil Pengobatan TB Pada Orang Dewasa

(4)

8.6 Hasil Pengobatan dan Tindak Lanj ut .39

8.7 Tatalaksana Penderita Yang Berobat Tidak Teratur .40

8.8 Pengawas Menelan Obat ( PMO ) .42 8.9 Pengobatan Tuberkulosis pada Keadaan Khusus .43 8.10 Indikasi Operasi

9. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) 10. Pengelolaan Logistik

10.1 Pengelolaan OAT

10.1.1 Perencanaan Kebutuhan Obat 51 10.1.1 1 Tingkat Unit Pelayanan Kesehatan .52 10.1.1.2 Tingkat Kabupaten / Kota 52

10.1.13 Tingkat Propinsi 53

10.1.2 Pengadaan Obat Anti Tuberkulosis ( OAT 53 10.1.2.1 Penyimpanan dan Pendistribusian .53 10.1.2.2 Pengawasan mutu, Pemantauan dan Dinamika

Logistik OAT .53

BAB

III METODOLOGI

PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian

BAB

IV

HASIL PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian .59

BAB

V

KESIMPULAN

DAN SARAN

1. Kesimpulan .69

2. Saran 70

DAFTAR PUSTAKA 71

LAMPIRAN 73

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Tersangka Penderita Yang Diperiksa Dahak SPS Bulan Januari 2001

Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan Dahak SPS Suspek TB Bulan

Januari 200 1 74

Lampiran 3. Daftar Tersangka Penderita Yang Diperiksa Dahak SPS

Bulan Februari 2001 75

Lampiran

4.

Hasil Pemeriksaan Dahak SPS Suspek TB Bulan Februari 2001

Lampiran 5 . Daftar Tersangka Renderita Yang Diperiksa Dahak SPS

Bulan Maret 2001 76

Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Dahak SPS Suspek TB Bulan Maret 200 1

Lampiran 7. Daftar Tersangka Penderita Yang Diperiksa Dahak SPS 74

Bulan April 2001 77

April 2001 78

Lampiran 8. Hasil Pemeriksaan Dahak SPS Suspek TB Bulan

Lampiran 9. Daftar Tersangka Penderita Yang Diperiksa Dahak SPS

Bulan Mei 2001 78

Lampiran 10. Hasil Pemeriksaan Dahak SPS Suspek TB Bulan

Mei 2001 78

Lampiran 1 1. Laporan Peneriinaan Dan Pemakaian OAT Di Puskesmas

Cisaruni 79

Lampiran 12. Laporan Pengelolaan OAT Di Puskesmas Cisaruni

Kabupaten Tasikmalaya Bulan Januari Tahun 2001 79 Lampiran 13. Laporan Pengelolaan OAT Di Puskesmas Cisaruni

Kabupaten Tasikmalaya Bulan Mei Tahun 2001 80 Lampiran 14. Laporan Penerimaan Dan Pemakaian OAT Di Puskesmas

Cisaruni 80

Lampiran 15. Status Pengobatan Penderita TB Paru Di Puskesmas Cisaruni Kabupaten Tasikmqlaya Bulan Januari - Juni 2001 80

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1 . 1 Latar Penelitian.

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB ( Mycobacterium tuberculosis ). Sebagian besar kuman TB menyerang paru -

paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit pemafasan bagian bawah.

Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang ( WHO, Treatment

of

Tuberculosis,

Guidelines .for National Programmes, 1997 ). Di negara - negara berkembang

kematian TB merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 YO penderita TB berada di negara berkembang, 75 YO

penderita TB adalah kelompok usia produktif ( 15 -50 tahun ). Tuberkulosis paru mempakan penyebab kematian nomor tiga ( 3 ) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia. Nomor satu ( 1 ) dari semua golongan penyakit infeksi di dunia, dan nomor dua ( 2 ) dari penyakit infeksi di Indonesia. Pada tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi

583.000 kasus barn TB dengan kematian karena TB sekitar 140.000 di Indonesia. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 pendenta barn TB paru BTA positif.

(7)

2

beberapa tahun. Tuberkulosis umumnya menyerang orang dewasa pada masa yang paling produktif.

Sumber penularan TB adalah penderita TB BTA positif, yang dapat menularkan kepada orang yang berada disekelilingnya, terutama kontak erat. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

droplet ( percikan dahak ) yang mengandung kuman yang dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat tennfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan dan dapat menyebar dari paru kedalam tubuh manusia lainnya melalui sistem peredaran darah ( hematogen ), sistem saluran lymphe ( limfogen ), saluran nafas ( bronchogen ). Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif ( tidak terlihat kuman ), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet per volume udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Resiko penularan setiap tahun ( Annual Risk of Tuberculosis infection = ARTI ) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2

%.

Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 ( sepuluh ) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk

atau HIV/AIDS.

(8)

3

menjanj ikan pengawasan sepenuhnya. Namun demikian, pada akhir bulan kedua, ketika Streptomicin dihentikan , hampir sekitar separuh dari pasien - pasien

tersebut apusannya masih positif. Pada saat inilah ketidaktaatan pasien sering meningkat. Untuk mengatasi masalah ini pemberian obat hendaknya diawasi secara ketat sekurang - kurangnya selama 5 bulan pertama pengobatan ( WHO,

Treatment of Tuberculosis Guidelines f o r National Programmes, 1993 ), namun hal ini seringkali tidak dapat dilakukan begitu saja.

Untuk menjawab tantangan itu sejak tahun 1995 telah dilaksanakan Program Pernberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru ( P2TB ) dengan strategi DOTS yang direkomendasi oleh WHO ( World Health Organization ), kernudian berkembang seiring dengan pembentukan GERDUNAS-TB ( Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberculosis ), maka Pemberantasan Penyakit Tuberculosis Paru berubah menjadi Program Penanggulangan Tuberkulosis ( TB ). Penanggulangan TB strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost - effective.

DOTS adalah strategi pengobatan mutakhir yang direkomendasikan oleh WHO untuk menjawab rnasalah dan tantangan pada Program Penanggulangan Tuberkulosis untuk menghindari adanya MDR

of

Tuberculosis dan bertambahnya angka morbiditas akibat Tuberkulosis.

Berdasarkan data, sampai saat ini Program Penanggulangan TB dengan strategi DOTS pada tahun 1995 -1 999 baru mencapai 10 % dan error rate belum terhitung dengan baik meskipun cure rate lebih besar dari 85 %. Dan menurut penelitian Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat dalam kegiatan Pemberantasan Penyakit Tuberculosis di daerah ICDC ( Intencification Communicable Diseases Control ) dan kontrol tahun 1997 - 2000 diindikasikan bahwa meskipun upaya

penanggulangan T B telah dilaksanakan 20 tahun lebih dan 4 tahun lebih pelaksanaan DOTS di Jawa Barat masih saja belum mernberikan hasil yang menggembirakan ( Tim Epidemiologi Jabar, 2000 ). Hal ini terlihat dari pencapaian angka kesembuhan minimal 95 % serta angka kesalahan cross check

(9)

4

saat ini yaitu, Program DOTS hanya dilaksanakan di unit pelayanan kesehatan ( UPK ) Puskesmas saja tanpa melibatkan rumah sakit ( RS ), praktek dokter, balai pengobatan. Pada umumnya hampir seluruh unit pelayanan tersebut sudah melaksanakan penemuan serta pengobatan TB dengan cara yang sangat bervariasi serta hasil pengobatannya sebagian besar tidak diketahui secara pasti. Hal ini merupakan ancaman besar bagi upaya penanggulangan TB di Jawa Barat, karena jika dibiarkan bukan hal yang mustahil kelak kemudian hari akan banyak muncul

- muncul MDR terhadap obat yang ada, hal ini dikarenakan adanya pengobatan

yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap. Kemungkinan penyebab masalah kedua adalah adanya indikasi masih lemahnya dukungan lintas program dan lintas sektor terhadap program penanggulangan TB yang ada saat ini.

Masalah penyakit TB sudah bukan merupakan masalah pemberantasan penyakit menular saja akan tetapi sudah menjadi masalah sosial sehingga penanggulangannya tidak akan cukup oleh satu sektor saja dan apabila upaya penanggulangan TI3 tetap dilaksanakan oleh satu sektor program tanpa adanya keterlibatan sektor dan program lain secara terpadu dan komprehensif maka tetap saja masalah TB akan tetap seperti saat ini atau bahkan akan menyebabkan MDR ( Tim Epidemiologi Jabar,2000 ).

Berdasarkan uraian diatas dan oleh karena masih minimnya penelitian tentang Pengelolaan Operasional OAT Strategi DOTS, khususnya menyangkut keberhasilan Program Penanggulangan TB di daerah program P2TB ( Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis ) Kabupaten ICDC ( Intencification Communicable Diseases Control ), maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengelolaan Operasional OAT Strategi DOTS di Puskesmas Cisaruni Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat yang merupakan Kabupaten ICDC.

1.2 ldentifikasi masalah

(10)

5

Tasikmalaya yang merupakan daerah intensifikasi P2M dan ICDC melalui bantuan ADB ( Asian Development Bank ), dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana ketersediaan OAT di Puskesmas Cisaruni sesuai dengan

kebutuhan therapi Tuberkulosis paru.

Bagaimana prinsip penggunaan OAT bila terjadi efek samping.

Bagaimana mengelola OAT agar tidak terjadi penumpukan obat dan mengalami kadarluarsa, serta kerusakan.

1.2.2 1.2.3

1.2.4 Bagaimana menjamin kelangsungan, dan keteraturan, serta ketaatan menelan obat pada pendenta Tuberkulosis.

Bagaimana Convertion Rute bila kesembuhan tidak tercapai. Bagaimana bila Convertion Rate tidak terjadi ditinjau dari MDR

1.2.5 1.2.6

Dalam konteks ini lingkup penelitian penulis batasi pada identifikasi masalah yang mencakup 1.2.1 ; 1.2.2 ; 1.2.3 ; 1.2.4. Hal ini penulis tempuh karena berdasarkan arahan dan pertimbangan masalah di lapangan bahwa masalah yang tercakup pada 1.2.5 dan 1.2.6 memerlukan metode penelitian tersendiri serta memerlukan data yang representatif dan akurat sehingga didapat suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud

(11)

6

1.3.2 Tujuan

Untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian penyakit TB yaitu dengan memutuskan rantai penularan melalui pengelolaan operasional OAT strategi DOTS , sehingga penyakit TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia serta agar tercapai angka kesembuhan minimal 85 % dari semua penderita baru BTA positif yang ditemukan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penulis mengharapkan dari hasil penelitian ini akan dapat memberikan tambahan informasi kepada klinisi, tenaga medis, serta staf Unit Pelayan Kesehatan akan pentingnya keseriusan Pengelolaan Obat Anti Tuberkulosis khususnya dari segi Operasional demi meningkatkan angka kesembuhan ( cure rate ) dan menghindari kemungkinan terjadinya MDR paket Obat Anti Tuberkulosis ( paket Kombipak ).

1.5 Kerangka Pemikiran

Pada era krisis dimensional saat ini, penyakit - penyakit infeksi dan

penyakit menular lainnya semakin merajalela. Penyakit infeksi saluran pernafasan menjadi penyakit yang di masa ini menjadi semakin berkembang secara sporadis. Menurut laporan WHO ( 1999 ), Indonesia merupakan penyumbang penderita TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina.

(12)

7

Pada tahun 1995, hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT )

menunjukkan bahwa penyakit TB rnerupakan penyebab kematian nomor ttga ( 3 ) setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor dua ( 2 ) dari semua golongan penyakit infeksi di Indonesia serta nomor satu ( 1 ) di dunia.

Menurut WHO, kematian wanita karena TB kebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Bahkan dengan munculnya endemi HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TB akan meningkat. Hal itu dikarenakan HIV tarnpaknya merupakan fasilitator yang potensial bagi Tuberkulosis. Dengan menyebarnya infeksi HIV, jumlah kasus TB pun secara bermakna meningkat pada banyak negara, khususnya di Indonesia bagian timur, khususnya daerah Irian Jaya yang diindikasikan angka penderita HIV cukup si gni fi kan.

Penderita TB tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % akan meninggal, 25

%

akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronis akan tetap menular atau infeksius ( WHO,1996 ).

Seiring dengan telah dicanangkannya Program DOTS di Indonesia dalam rangka Penanggulangan dan Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru ditemukan variabel negatif di lapangan yang menyulitkan jalannya program DOTS ini.

Sampai saat ini program Penanggulangan TB strategi DOTS belum dapat menjangkau seluruh Puskesmas. Demikian juga Rumah Sakit Pemerintah, Swasta dan Unit Pelayan Kesehatan lainnya. Tahun 1995 - 1998, cakupan

penderita TB, strategi DOTS baru mencapai sekitar 10 YO dan error rate belum

dihitung dengan baik meskipun cure rute lebih dari 85 YO. Penatalaksanaan

penderita dan sistem pencatatan, pelaporan belum seragam di semua Unit Pelayanan Kesehatan baik pemerintah maupun swasta serta pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap di masa lalu, diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT atau MDR.

(13)

8

atau mengurangi angka kesakitan dan angka kematian penyakit TB dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga penyakit TB tidak lagi merupakan

masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Maka WHO dan GERDUNAS-TB telah memberikan arahan, dan kebijakan operasional serta aturan main dalam melaksanakan program DOTS ini atas dasar visi dan misi Program DOTS.

Strategi Penanggulangan TB Nasional meliputi berbagai aspek, antara lain, Paradigma sehat, Strategi DOTS sesuai rekomendasi WHO, Peningkatan mutu pelayanan, Pengembangan program dilakukan secara bertahap ke seluruh UPK, Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi, diseminasi informasi dengan memperhatikan peran masing - masing, kabupaten

atau kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya ( dana, tenaga, sarana dan prasarana ), Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur terkait serta memperhatikan komitmen intemasional.

Pengelolaan logistik program penanggulangan TB merupakan serangkaian kegiatan penting yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan , dan pelaporan.

Perencanaan kebutuhan obat untuk UPK dilaksanakan dengan pendekatan

bottom planning di tingkat kabupaten / kota berdasarkan data laporan pemakaian dan lembar permintaan obat ( LPLPO ) dari semua UPK di kabupaten / kota.

Pengadaaan obat lebih terkendali dengan baik dengan menggunakan cara pengelompokkan obat kedalam 3 ( tiga ) kelompok yang antara lain, Obat Sangat Sangat Essensial ( SSE ), Obat Sangat Essensial ( SE ), dan Obat Essensial ( E ).

Penyimpanan dan pendistribusian OAT dilakukan mulai dari GFK ( Gudang Farmasi Kabupaten , diterima dan diperiksa oleh Panitya Penerima Obat ( PPO ) yang telah dibentuk di kabupaten / kota. Penyimpanan obat disusun berdasarkan FEFO ( First Expired First Out ).

Pendistribusian, atau pengiriman harus disertai dengan dokumen yang memuat jenis , jumlah, kemasan, nomor batch, dan bulan serta tahun kadaluarsa.

(14)

9

GFK ke UPK dilakukan sesuai permintaan yang telah disetujui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten.

Pengawasan dan pengujian mutu OAT dimulai dengan pemeriksaan sertifikat analisis pada saat pengadaan. Setelah OAT sampai ke daerah, pengawasan dan pengujian mutu OAT dilakukan oleh balai POM.

Pemantauan OAT dilakukan dengan menggunakan laporan pemakaian dan lembar permintaan obat ( LPLPO ) yang berfungsi ganda , untuk mengambarkan dinamika logistik dan merupakan alat pencatatan atau pelaporan.

Berdasar uraian diatas, maka semakin disadari bahwa keberhasilan program DOTS sangat dipengaruhi oleh aspek global yang sangat perlu diperhatikan dan sangat tergantung pada komitmen terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah digariskan pada pogram DOTS, antara lain ; Penemuan dan diagnosa penderita dengan metode passive promotive case finding, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe tuberkulosis, Pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung, Pengobatan penderita dan pengawasan pengobatan, Cross Check sediaan dahak, penyuluhan TB, Pencatatan dan pelaporan, Supervisi, Monitoring dan Evaluasi, Perencanaan, Pengelolaan Logistik, Pelatihan, dan Penelitian.

Idealnya penemuan penderita TB menggunakan metode aktive

(15)

10

1.5 Metodologi

Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan melakukan pengumpulan data sekuder dari Unit Pelaksana Program , yaitu : Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dan seksi P2M Puskesmas Satelit Cisaruni serta seksi P2M Puskesmas Rujukan Mikroskopis Leuwisari berupa data suspek penderita TB, data pemeriksaan dahak SPS, data penderita TB BTA positif, data pengobatan penderita TB, dan distribusi OAT, Data selanjutnya didapat dari Data analisa rekam

medis

di Puskesmas Cisaruni, dan wawancara dengan petugas pelaksana Program serta kader program Penanggulangan dan Pemberantasan TB Puskesmas Cisaruni. Pengumpulan kuisoner yang ditujukan kepada masyarakat desa Cisaruni dan pengolahan data berdasarkan hasil kuisoner tersebut secara deskriptif Untuk memperkuat validitas data yang diperoleh maka diadakan juga wawancara bersama Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dan Kepala Puskesmas Cisaruni.

Dari hasil penelitian akan dilakukan analisa data secara deskriptif sehingga didapatkan gambaran yang objektif dari variabel - variabel yang ada di

wilayah kerja Puskesmas Cisaruni.

1.5.2 Tempat dan Waktu Observasi dan Supervisi

Observasi dan supevisi dilakukan di Puskesmas Satelit Cisaruni desa Cisaruni Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat.

(16)

BAB V

Kesimpulan dan Saran

I.

Kesimpulan

1. Ketersediaan OAT di Puskesmas Cisaruni pada triwulan pertama ( Januari -

Maret 2001 ) sesuai dengan kebutuhan terapi TB Paru. Hal ini sesuai denngan penderita TB triwulan I tahun 2001 yang berjumlah

4

orang. Dengan kebijaksanaan rasio OAT 4-4-4-4 sesuai dengan prevalensi BTA Positif per 2 ininggu

2. Penanggulangan efek samping OAT telah sesuai dengan prosedur tetap berdasarkan pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis .

I

3. Untuk menghindari penumpukan OAT dan mencegah kerusakan serta kadaluarsa, Puskesmas Cisaruni menggunakan metode rasio OAT 4-4-4-4 atas kategori 1,2,3 serta sisipan. Pendistribusian dan penyimpanan OAT telah sesuai dengan Prosedur tetap.

4. Dalam hal menjamin kelangsungan, dan, keteraturan, serta ketaatan penderita dalam menelan Obat Anti Tuberkulosis diketahui bahwa pelaksanaan operasional program telah sesuai dengan Prosedur tetap, yaitu OAT dijamin ketersediaannya karena merupakan obat sangat sangat essensial sesuai dengan LPLPO. Dalam hal proses menelan OAT, PMO Puskesmas Cisaruni telah melaksanakan programnya sesuai dengan aturan yang ada. Akan tetapi ditemukan variabel negatif berupa sosialisasi yang kurang dalam bentuk penyuluhan aktif kepada masyarakat luas dan diketahui terjadinya tumpang tindih kader program kesehatan di Puskesmas Cisaruni sehingga sangat mempengaruhi kinerja program.

(17)

70

II. Saran

I . Diketahui berdasarkan observasi bahwa sosialisasi DOTS sangat kurang di wilayah kerja Puskesmas Cisaruni. Maka secara kongkrit disarankan agar pihak Puskesmas Cisaruni untuk lebih meningkatkan sosialisasi program penanggulangan dan pemberantasan TB strategi DOTS.

2. Dalam hal pencatatan dan pelaporan program agar lebih memperhatikan akurgsi dan validitas data.

3 . Atas dasar pentingnya penyimpanan OAT untuk menghindari kerusakan dan penurunan mutu OAT secara kongkrit agar lebih memperhatikan prosedur penyimpanan obat di depot obat.

4. Secara kongkrit untuk menghindari peningkatan kasus MDR maka disarankan agar lebih aktif me”recheck” sistem pencatatan pengobatan penderita dan mendata aktif pcnderita “DO”.

5. Untuk menghindari penurunan kinerja pelaksana program disarankan

untuk

memikirkan alternatif peremajaan kader pelaksana program atau penyegaran kader sehingga tidak terjadi penumpukan tugas kader pelaksana program kesehatan.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1 . WHO. 1998. Tuberculosis hand book Geneva : WHO CDC. 2. WHO. 1996. TU HIV, A Clinical manual Geneva : WHO CDC.

3. WHO. 1997.

Treatment

of tuberculosis : Guidelines for national programmes. Geneva : WHO.

4.

WHO.

1998. Guidelines for conducting a review of national tuberculosis programmes. Geneva : WHO.

5. WHO. 1994.

TB

A global emergency, WHO report on the tuberculosis epidemic. Geneva : WHO.

6. WHO. 1994. Report on the Indonesia WHO joint evelution on national TB program. Jakarta WHO.

7. WHO. 1999. The microscope, A practical guide. New delhi : WHO. 8. Fujiki, A. 1998. The microscopy. Tokyo : RIT Japan.

9. Crofton. J, Home. N, Miller. F. 1992. Clinical tuberculosis. New York : The MacMillan Press Limited.

10. IUATLD. 1999. Tuberculosis guide for high prevalence countries. Belgia : IUATLD.

11. GERDUNAS-TB. 1999. Stop TB dengan DOTS. Jakarta : GERDUNAS-TB. 12. WHO. 2000. Inlernational workshop to accelerate DOTS expansion. Cairo :

WHO EMRO.

13. WHO. 2000. Preliminary result

of

a WHO survey on TB drugs supply

experience in WHO member states : Drugs supply experience, 1 5.

14. Chaulet. P. 2000. International workshop to accelerate DOTS expansion : Inter country initiatives to expand DOTS in Africa. WHO, Cairo.

15. Dye.C, Schelle. S, Dolin P, Pathania.B, Rauiglione. M.C. 1999. Global burden of tuberculosis : Estimated, incidence, prevalence and mortality by

country, 202,677-689.

16. WHO. 2000. Global tuberculosis control. WHO report 2000. Geneva : WHO

EMRO.

(19)

72

17. Banque Africaine de Developpement. 2000. Rapport sur le developpement en Afrique 2000. Integration regionale en Afrique. Paris : Economica.

18. L’etat du monde. 2001. Annuaire economique geopolitique mondial. Paris : La Decouverte.

19. Chaulet.P. 2000, Intensifying tuberculosis control in the next twenty years : A challenge for Africa. IUATLD Africa region Conference, Conakry : guest lecture.

20. Uplekar. M, Pathania. V, Rauiglione. M. 2000. Privute providers and communicable desease control : Issue, interventions,and Emerging policy

framework for tuberculosis. Cairo : WHO EMRO.

Referensi

Dokumen terkait

spread of local history and culture and which are mainly non-profit are defined as “cultural undertaking facilities.” Profit-oriented facilities which rely on the local

EMELDA Bimbingan dan Konseling SMAN 07 PRABUMULIH SMA/MA Wisma Olga Kelas C 25 14116181010293 MUSILAWATI Bimbingan dan Konseling SMP YPS PRABUMULIH SMP/MTs Wisma Olga Kelas C

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY dengan Perhepi Komda DIY yang.. dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2015 di

[r]

Setiap bilangan yang berada di sebelah kanan bilangan nol adalah bilangan bulat positif. Setiap bilangan yang berada di sebelah kiri bilangan nol adalah bilangan bulat

Sebagai plasma, elektron hidrogen dan proton terikat bersama, dan menghasilkan konduktivitas elektrik yang sangat tinggi dan daya pancar yang tinggi

Makassar Dalam Angka 2015 TINGGI SWASTA PADA KOPERTIS WILAYAH IX DIRINCI MENURUT SEKOLAH TINGGI DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2012. Number of lectures, students and

Skripsi Penerimaan Pembaca Harian Memorandum ..... ADLN - Perpustakaan