• Tidak ada hasil yang ditemukan

URGENSI ETOS KERJA SPIRITUAL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN KINERJA KARYAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "URGENSI ETOS KERJA SPIRITUAL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN KINERJA KARYAWAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

URGENSI ETOS KERJA SPIRITUAL DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN KINERJA KARYAWAN

Oleh: Siti Hidayah

Email: hidayahsiti99@yahoo.co.id

Abstrak

Sumber daya manusia (dalam hal ini karyawan) merupakan tokoh sentral dalam organisasi maupun institusi. Agar aktivitas organisasi maupun institusi dapat berjalan dengan baik, maka organisasi atau institusi tersebut perlu memiliki karyawan yang beretos kerja spiritual yang tinggi sehingga hal ini dapat mendukung kinerja karyawan. Etos kerja spiritual yang perlu dimiliki oleh karyawan adalah kejujuran (shiddiq), kepercayaan (amanah), kecerdasan (fathonah), serta argumentatif dan komunikatif (tabligh). Dengan sifat-sifat atau nilai-nilai moral spiritual tersebut akan mampu memacu semangat kerja karyawan dalam meningkatkan kinerjanya.

Kata kunci: Etos kerja spiritual, kinerja karyawan

PENDAHULUAN

Salah satu unsur yang paling penting dalam mekanisme organisasi adalah karyawan dan kinerjanya. Pentingnya kinerja karyawan adalah didasari oleh teori, yang sebagaimana ditegaskan oleh Gibson (1996), bahwa karyawan (baik pimpinan maupun bawahan) mempunyai kekuatan yang luar biasa yang bisa melahirkan konsekuensi behavioristik (tingkah laku). Teori ini dengan jelas memposisikan karyawan sebagai jantungnya organisasi, dimana seluruh kegiatan karyawan (kinerja karyawan) dipandang sebagai faktor penentu bagi tercapainya tujuan organisasi.

Kinerja merupakan suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari keluaran yang dihasilkan (Simamora 2004). Menurut Lawler & Porter menyatakan bahwa kinerja adalah “succesfull role achievement” yang diperoleh seseorang dari perbuatannya (As’ad, 1995). Kinerja menurut Nawawi (1997) adalah sebagai karya, yakni suatu

(2)

Sementara itu, kinerja itu sendiri dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah etos kerja.

Etos kerja menurut Tasmara (2002) adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengespresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal atau kinerja yang optimal (high performance). Sedangkan etos kerja menurut Anoraga dan Sri Suryanti (1995 dalam Wawan 2010) adalah pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Hal ini dapat diartikan bahwa etos kerja memiliki makna sebagai aspek penilaian dari individu atau kelompok terhadap kegiatan kerja atau kinerja.

Adapun etos kerja yang dimaksud dalam tulisan ini adalah etos kerja spiritual. Etos kerja spiritual adalah pandangan dan sikap dari individu atau kelompok terhadap kerja yang memiliki nilai-nilai moral spiritual. Nilai-nilai moral spiritual tersebut adalah kejujuran (Shiddiq), kepercayaan (Amanah), kecerdasan (Fathonah), serta argumentatif dan komunikatif (Tabligh). Nilai-nilai moral spiritual ini apabila dipahami dan diimplimentasikan dalam kegiatan kerja karyawan, maka hal tersebut dapat memacu atau mendukung maksimalisasi kinerjanya (Djasuli dan Harwida, 2011).

Atas dasar uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai peran penting/urgensi etos kerja spiritual dalam mendukung atau memacu kinerja karyawan. Sedangkan etos kerja spiritual yang dimaksud di sini adalah mengacu pandapatnya Djasuli dan Harwida (2011), yakni kejujuran (Shiddiq), kepercayaan (Amanah), kecerdasan (Fathonah), serta argumentatif dan komunikatif (Tabligh).

PEMBAHASAN 1. Etos Kerja

(3)

Pengertian lain dari etos adalah sebagai kehendak atau kemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang positif. Sedangkan kerja adalah aktivitas yang dilakukan karena ada dorongan untuk mewujudkan sesuatu sehingga tumbuh rasa tanggung jawab yang benar untuk menghasilkan karya atau produk yang berkualitas dan dilakukan dengan kesengajaan dan direncanakan. Dengan demikian, etos kerja menurut Tasmara (2002) adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengespresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal atau kinerja yang optimal (high performance).

Sedangkan menurut Anoraga dan Sri Suryanti (1995 dalam Wawan, 2010), etos kerja adalah pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Dari sini dapat diartikan bahwa etos kerja menggambarkan suatu pandangan dan sikap, sehingga dengan demikian etos kerja memiliki makna sebagai aspek penilaian dari individu atau kelompok terhadap kegiatan kerja atau kinerja. Adapun penilaian mengenai etos kerja sendiri dibagi menjadi dua, yaitu penilaian positif atau tinggi dan negatif atau rendah.

Individu/kelompok yang memiliki etos kerja yang positif atau tinggi, akan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut (Anoraga dan Sri Suryanti, 1995 dalam Wawan, 2010):

a. Individu/kelompok mempunyai penilaian yang positif terhadap hasil kerja manusia.

b. Individu/kelompok memiliki pandangan kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia.

c. Individu/kelompok merasakan kerja sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.

d. Individu/kelompok menghayati kerja sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita. e. Individu/kelompok melakukan kerja sebagai bentuk amal perbuatan yang baik.

Sedangkan bagi individu atau kelompok yang memiliki etos kerja yang negatif atau rendah, akan menunjukkan tanda-tanda sebaliknya, yaitu:

(4)

b. Individu/kelompok kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia, c. Individu/kelompok memandang kerja sebagai suatu penghambat dalam

memperoleh kesenangan,

d. Individu/kelompok akan bekerja dengan keterpaksaan,

e. Individu/kelompok memandang kerja hanya sebagai bentuk rutinitas hidup. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi mengenai etos kerja individu atau kelompok dapat dilihat dari dua penilaian yakni etos kerja yang positif atau tinggi dan etos kerja yang negatif atau rendah. Etos kerja yang positif atau tinggi akan menjadi sumber motivasi bagi kegiatan kerja atau kinerja individu/kelompok. Namun untuk etos kerja yang negatif atau rendah tentunya juga akan berdampak pada kegiatan kerja yang kurang baik atau menurun.

Menurut Nitisemito (1986 dalam Wawan, 2010) bahwa menurunnya kegiatan kerja atau kinerja individu/kelompok dapat diindikasikan sebagai berikut:

a. Produktivitas menurun b. Kemangkiran naik

c. Tingkat perputaran karyawan tinggi d. Tingkat kerusuhan atau kerusakan tinggi e. Kegelisahan ada dimana-mana

f. Tuntutan dari karyawan sering terjadi

g. Pemogokan dan demonstrasi terjadi dimana-dimana

Berdasarkan penjelasan tersebut, tentunya peningkatan etos kerja yang positif bagi individu atau kelompok adalah merupakan hal yang penting dalam mendukung kinerja mereka.

2. Etos Kerja Spiritual

(5)

a. Jujur (Shiddiq)

Jujur adalah berkata benar, tak ada sedikitpun yang disembunyikan. Jujur adalah tidak pernah menipu, tidak berbohong, atau tidak pernah melawan hukum atau aturan yang benar (never cheating, never lying, or never breaking the law). Jujur adalah bersikap transparan, terbebas dari segala kepalsuan dan penipun (free from fraud or deception), hatinya terbuka dan selalu bertindak lurus (openminded

and straightfowardness), serta memiliki keberanian moral yang sangat kuat

(Tasmara, 2002). Dengan kata lain jujur adalah sebagai sesuatu yang benar dalam semua kata, perbuatan, dan keadaan batinnya.

Sehingga maksud dari nilai kejujuran (Shiddiq) dalam kegiatan kerja di sini dapat diwujudkan dengan perkataan dan perilakunya yang benar dalam bekerja, dan tidak berbuat yang sebaliknya, yakni berdusta, munafik, dan yang semisalnya. Perilaku yang jujur adalah perilaku yang diikuti oleh sikap tanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Dengan demikian, karyawan yang jujur adalah karyawan yang selalu dalam perkataan, perbuatan maupun hatinya adalah benar di dalam bekerja. Misalnya, karyawan yang bekerja sebagai marketer dituntut untuk berkata dan bertindak secara benar, sesuai dengan kondisi riil produk yang ditawarkan. Apabila dalam pemberian informasi produk, maka informasi akan produk tersebut harus benar dan sesuai dengan yang dipasarkan oleh marketer. Tidak ada informasi yang disembunyikan mengenai objek yang dipasarkan. Tidak mengurangi dan tidak menambahi, semuanya adalah sesuai dengan kenyataan yang ada.

b. Dapat Dipercaya (Amanah)

Amanah adalah dapat dipercaya dalam kata dan perbuatannya. Amanah adalah titipan yang menjadi tanggungan, bentuk kewajiban atau utang yang harus dibayar dengan cara melunasinya sehingga hal ini dirasa aman atau terbebas dari segala tuntutan (Tasmara, 2002). Dari pengertian ini amanah mencakup tiga unsur yaitu:

1. Menjaga diri dari yang bukan haknya.

2. Menunaikan hak orang lain yang merupakan kewajibannya.

(6)

Adapun bentuk-bentuk amanah adalah:

1. Titipan. Titipan adalah bentuk amanah yang paling masyhur, sampai-sampai orang awam tidak mengenal amanah kecuali titipan. Sehingga apabila seseorang mendapat amanah atau titipan, maka tunaikan amanah tersebut kepada orang yang memberi amanah, dan jangan sekali-kali khianat terhadap orang yang memberi amanah tersebut.

2. Jabatan. Jabatan adalah juga termasuk bentuk amanah. Sehingga ketika jabatan dianggap sebagai amanah, maka jabatan tersebut seharusnya diberikan kepada orang yang layak, yang memiliki kapasitas keilmuan dan akhlak yang baik untuk melaksanakannya. Dan apabila memilih pekerja ataupun karyawan merupakan amanah, maka menunaikan pekerjaan pun adalah amanah, sehingga seorang pekerja atau karyawan tidak boleh memanfaatkan jabatannya secara buruk, karena ia akan menghasilkan hal-hal yang tidak halal baginya dan organisasinya. Namun apabila seorang pekerja ataupun karyawan telah menyelesaikan pekerjaannya dengan amanah maka baginya pahala yang besar. Dengan demikian, jadilah pekerja ataupun karyawan yang amanah, yang bisa memberikan pahala serta kebaikan bagi setiap orang.

3. Rahasia. Rahasia adalah amanah yang tidak boleh diketahui kecuali oleh orang yang berhak. Oleh karena itu, menyebarkan rahasia-rahasia adalah merupakan pengkhianatan yang paling besar terhadap amanah, termasuk dalam hal ini rahasia organisasi. Rahasia organisasi adalah amanah, sehingga karyawanpun tidak berhak membuka rahasia tersebut.

4. Konsultasi. Apabila rekan kerjamu mengemukakan sesuatu dan meminta pendapat serta nasihat darimu, maka ketahuilah bahwa pendanganmu adalah amanah, dan apabila engkau memberinya pendapat yang tidak benar maka itu adalah pengkhianatan terhadap amanah.

(7)

6. Menyampaikan dakwah. Dakwah adalah amanah, sehingga hal ini harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Nabi juga bersabda: Sampaikan dariku walau hanya satu ayat. Ini berarti bahwa kita wajib menyampaikan sesuatu

yang benar meskipun hanya sedikit, dan ini adalah termasuk amanah. c. Cerdas (Fathonah)

Cerdas adalah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala hal yang menjadi tugas dan kewajibannya (M. Zama’syari, 2010). Cerdas(intelligent)adalah mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapi. Karyawan yang cerdas merupakan karyawan yang mampu memahami, menghayati dan mengenal tugas serta tanggung jawab pekerjaannya dengan sangat baik. Dengan sifat ini, karyawan dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan dalam melakukan berbagai inovasi yang bermanfaat bagi organisasi. Karyawan perlu menggunakan sifat ini agar bisa menjadi seorang individu yang sukses, terutama dalam menghadapi persaingan kerja yang tidak sehat; kotor,corrupted, complicated, chaos dan sophisticated.

Nilai fathonah atau cerdas ini juga sangat mendukung bagi organisasi dalam melakukan kegiatan kerjanya. Apabila sebuah organisasi tersebut mempunyai Sumber Daya Insani (SDI) yang fathonah/cerdas, maka akan membantu organisasi dalam meraih profitabilitas yang maksimal. Organisasi tidak akan dirugikan oleh karyawannya yang cerdas, namun malah sebaliknya karyawan yang cerdas tersebut akan memberikan sentuhan nilai-nilai yang efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaannya.

d. Argumentatif dan Komunikatif (Tabligh)

Tabligh adalah menyampaikan atau mengajak sekaligus memberikan contoh kepada orang lain untuk melakukan hal-hal yang benar di dalam kehidupan (M. Zama’syari, 2010). Dalam hal ini tabligh bisa berarti argumentatif dan

(8)

mengkomunikasikan secara tepat dan mudah dipahami oleh siapapun yang mendengarkannya. Dengan begitu, orang lain yang mendengarkan dapat dengan mudah memahami pesan yang ingin disampaikan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa etos kerja spiritual yang dimaksud dalam tulisan ini adalah jujur (shiddiq), dapat dipercaya (amanah), cerdas (fathonah), dan argumentatif dan komunikatif (tabligh).

3. Kinerja Karyawan

Kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai atau karyawan dengan standar yang telah ditentukan (Masrukhin dan Waridin, 2004). Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan (Rivai dan Basri, 2005). Kinerja adalah sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Tika, 2006). Menurut Hakim (2006) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugas individu tersebut dalam suatu perusahaan pada suatu periode waktu tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bekerja.

Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat diatas, kinerja karyawan merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar yang telah ditentukan. Kinerja karyawan juga berarti hasil yang dicapai oleh seorang karyawan, baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang dberikan kepadanya.

Kemudian tujuan kinerja menurut Rivai dan Basri (2005) adalah:

1. Kemahiran dari kemampuan tugas baru diperuntukan untuk perbaikan hasil kinerja dan kegiatannya.

(9)

3. Kemahiran atau perbaikan pada sikap terhadap teman kerjanya dengan satu aktivitas kinerja.

4. Target aktivitas perbaikan kinerja. 5. Perbaikan dalam kualitas atau produksi. 6. Perbaikan dalam waktu atau pengiriman.

Sementara itu, kinerja dapat diukur dengan instrumen sebagai berikut Yuwalliatin (2006):

1. Kuantitas kerja 2. Kualitas kerja

3. Pengetahuan tentang pekerjaan

4. Pendapat atau pernyataan yang disampaikan 5. Perencanaan kegiatan

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kinerja karyawan dapat diukur dari kuantitas kerjanya, kualitas kerjanya, pengetahuan tentang pekerjaannya, pendapat yang disampaikan, dan perencanaan kegiatan yang dilakukan oleh karyawan. Sehingga apabila hal-hal tersebut dilakukan dengan baik, maka tidak mustahil akan bisa mendapatkan kinerja yang terbaik.

(10)

karyawan yang lebih baik. Hasil penelitian dari Djasuli & Harwida (2011) juga menyatakan bahwa etos kerja spiritual memiliki hubungan yang positif signifikan terhadap kinerja karyawan. Sehingga dengan demikian etos kerja spiritual mempunyai peran urgen dalam mendukung kinerja karyawan.

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa etos kerja spiritual memiliki peran penting/urgen dalam mendukung kinerja karyawan. Karyawan yang memliki etos kerja spiritual yang tinggi akan dapat memacu peningkatan kinerja mereka dengan lebih baik. Adapun etos kerja spiritual yang dimaksud di sini adalah:

1. Jujur (shiddiq), adalah berkata benar, tak ada sedikitpun yang disembunyikan. 2. Dapat dipercaya (amanah), adalah dapat dipercaya dalam kata dan

perbuatannya.

3. Cerdas (fathonah), adalah mampu berfikir jernih sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapi.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

As’ad. M. 1995.Psikologi IndustriEdisi Revisi Liberty, Yogyakarta.

Djasuli & Harwida, 2011. Etos Kerja Spiritual sebagai Moderator Hubungan antara Motivasi Kerja dengan Kinerja Pegawai,Proceeding PESAT Vol. 4.

Gibson, 1996. Organisasi dan Manajemen, Perilaku, Struktur, Proses. Terjemahan. Erlangga, Jakarta.

Hakim, Abdul. 2006. Analisis Pengaruh Motivasi, Komitmen Organisasi Dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Perhubungan Dan Telekomunikasi Provinsi Jawa Tengah. JRBI.Vol 2. No 2. Hal: 165-180.

Masrukhin dan Waridin. 2004. Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi Dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai. EKOBIS. Vol 7. No. 2, Hal: 197-209.

M. Zama’syari, 2010. Pengaruh Etos Kerja dan Budaya Kerja Islam terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi pada KJKS/UJKS Wilayah Kab. Pati).Skripsi, IAIN Walisongo Semarang.

Nawawi H., 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia: Untuk Bisnis Yang Kompetitif, Cetakan I, UGM Press, Yogyakarta.

Rivai, Veithzal dan Basri. 2005. Performance Appraisal: Sistem Yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Karyawan Dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan.PT RAJAGRAFINDO PERSADA. Jakarta.

Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. STIE YKPN. Yogyakarta.

Tasmara, 2002.Membudayakan Etos Kerja Islami, Gema Insani, Jakarta.

Tika, P. 2006. Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Wawan Ridwan, 2010.Pengaruh Iklim Organisasi, Etos Kerja dan Disiplin Kerja Terhadap Efektifitas Kinerja Organisasi. Tesis, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah keberhasilan implementasi kebijakan pengendalian DBD di DKK Semarang disebabkan oleh empat variabel, yaitu komunikasi yang baik dari

Karya Tulis Ilmiah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui paradigma atau pengetahuan TTK tentang Beyond Use Date (BUD) Obat dalam kategori aspek kognitif dan aspek

Sejarah sosial Islam ala Wali Songo yang penuh dengan kelembutan, harmoni, kasih sayang, flowery, friendly dan adaptif terhadap budaya menjadi tren utama

desainer grafis untuk meniti karir. Berbeda dengan jaman dahulu, di mana di Indonesia profesi desainer grafis kurang diminati, sekarang terjadi lonjakan lulusan desain

Hasil penelitian ini adalah: (1)(2) peran kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren salafiyah Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo untuk meningkatkan

3) Di Pulau Lombok diketahui bahwa Bappeda adalah pihak yang paling aktif dalam program pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Sedangkan di Sumba DKP memiliki peran yang paling

Walaupun yang melahirkan manusia itu Tuhan (=ibu hanya mampu mengandung saja karena bila sudah tiba saat melahirkan maka ia tak akan mampu menahanya. Atau walaupun seorang ibu

Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi adalah pematangan folikel de graaf