• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan Kharismatik Kiai dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiriual Santri (Studi Kasus Ponpes Salafiyah Al-Barokah) - Electronic theses of IAIN Ponorogo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kepemimpinan Kharismatik Kiai dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiriual Santri (Studi Kasus Ponpes Salafiyah Al-Barokah) - Electronic theses of IAIN Ponorogo"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ii

Kepemimpinan Kharismatik Kiai dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiriual

Santri (Studi Kasus Ponpes Salafiyah Al-Barokah)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Agama Islam

OLEH

ILHAM SAIFUDIN NIM : 210313055

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

NOVEMBER 2018

(2)

iii

ABSTRAK

Saifudin, Ilham. 2018. Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiriual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing, Kharisul Wathoni, M.Pd.I

Kata Kunci : Kepemimpinan, Kharismatik Kiai, Kecerdasan Spiritual

Pondok pesantren merupakan tempat belajar agama Islam bagi siswa (santri) di bawah bimbingan gurunya (Kiai). Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pondok pesantren telah menunjukkan kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan telah berjasa turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberhasilan para santri lulusan pondok pesantren tentu sangat dipengaruhi oleh peran kiai yang menjadi pengasuh dan pemilik pesantren di pondok pesantren tersebut.

Untuk mengetahui bagaimana peran kiai dalam meningkatkan kecerdasan spiritual santri maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren salafiyah Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo? (2) Bagaimana peran kepemimpinan kharismatik kiai dalam meningkatkan kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren salafiyah Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo?

Sedangkan untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertnyaan diatas maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus. Dengan teknik pengumpulan data: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik reduksi data, data display dan pengambilan kesimpulan atau verivikasi.

(3)

iv

Skripsi atas nama saudara :

Nama : Ilham Saifudin

NIM : 210313055

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul : Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan Kecerdasan

Spiriual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah)

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dalam ujian munaqasah

Pembimbing

Kharisul Wathoni, M.Pd.I Tanggal,15 Novembar 2018 NIP. 19730625 200312 1 002

Mengetahui,

Ketua

Jurusan Pendidikan Agama Islam

IAIN Ponorogo

(4)

v

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul : Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiriual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah)

telah dipertahankan pada sidang munaqasah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo pada :

Hari : Senin

Tanggal : 17 Desember 2018

dan telah diterima sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam, pada :

Hari :

Tanggal :

Ponorogo, 26 Desember 2018 Mengesahkan

(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pondok pesantren merupakan tempat belajar agama Islam bagi siswa

(santri) di bawah bimbingan gurunya (Kiai). Sebagai lembaga pendidikan

Islam tertua di Indonesia, yakni ada sejak zaman Walisongo menyebarkan

agama Islam di pulau Jawa, pondok pesantren telah menunjukkan

kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan telah berjasa turut

mencerdaskan kehidupan bangsa.1 Keberhasilan para santri lulusan pondok

pesantren tentu sangat dipengaruhi oleh peran kiai yang menjadi pengasuh

dan pemilik pesantren di pondok pesantren tersebut.

Kiai adalah seorang pemimpin di pondok pesantren. Oleh karena itu,

kiai memiliki peran penting dalam menguasai dan mengendalikan seluruh

sektor kehidupan di pondok pesantren.2 A. A. Samson mengamati bahwa para

kiai memiliki kekeramatan yang tidak dimiliki para sarjana atau politisi,

berkat dua keunggulannya yaitu kedalaman ilmu pengetahuan agamanya

dan pengabdian agama selama bertahun-tahun.3 Kiai dianggap memiliki

sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain di sekitarnya. Atas dasar ini

hampir setiap kiai yang ternama beredar legenda tentang keampuhannya yang

1

Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan

Perkembanganya (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), 3.

2

Mujamil Qamar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi.

(Jakarta: Erlangga, 2005), 31.

(6)

secara umum bersifat magis. Perkataannya tidak berani dibantah, dan

santripun menuruti dengan suka rela apa yang menjadi kehendaknya.

Sehingga tidak jarang Kiai yang berkharisma ini mempunyai masa atau

pengikut yang banyak.

Dipandang dari segi kehidupan santri, kharisma kiai adalah karunia

yang diperoleh dari kekuatan Tuhan.4 Ia dipercaya oleh santri sebagai seorang

yang telah mencapai makrifat atau dekat dengan Allah. Dari kedekatannya

itu tanda-tandanya bisa dilihat dengan karomah-karomah yang dimilikinya.

Karomah adalah kehormatan, kemulyaan, adakalanya digunakan untuk

sesuatu di luar adat kebiasaan dari orang saleh atau wali sebagai anugrah dari

Allah Swt, untuk menunjukkan ketinggian dan kedudukan orang tersebut di

sisi Allah adalah kehormatan atau kemulyaan dari Allah Swt.5

Menurut Anderson, kedudukan kiai tidak hanya bertugas memberi

bimbingan rohani (mursyid) saja, tetapi juga diharapkan mampu melakukan

pekerjaan-pekerjaan magis karena dianggap memiliki kesakten (karomah).6

Karomah Kiai itu mampu memancarkan aura kepada orang-orang yang

dekat dengan kiai (memberi karomah).7 Dari karomah-karomah yang

dimiliki kiai itulah biasanya santri tidak berani untuk menentang karena

4

Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), 13.

5

Mardiyah, Kepemimoinan Kyai dalam Memelihara Budaya Organisasi (Yogyakarta: Aditya

Media Publising, 2013), 3.

6

Chumaidi Syarief Romas, Kekerasan di Kerajaan Sorgawi, Gagasan Kekuasaan Kiai Dari

Mitos Wali Hingga Broker Budaya (Yogyakarta: Kreasi wawancara, 2003), 153.

7

(7)

takut kualat dan mereka berusaha untuk menjadi santri yang disayangi agar

mendapat berkah dari kiai.

Selain sebagai pemimpin pondok pesantren, kiai juga berperan

sebagai guru sekaligus “abah” bagi santri-santrinya. Sebagi guru, dengan

ilmu yang mumpuni, kewibawaan, dan kharismatiknya, maka tentunya santri

akan dapat memahami dan melaksanakan ajaran agama Islam yang telah

diajarkan dengan lebih baik. Sebagai “abah”, mengingat sebagian besar

santri yang mukim di pondok pesantren sebagian besar jauh dari orang

tuanya, maka kiai dianggap sebagai pengganti sosok “abah”. Sehingga, kiai

menjadi figur yang diharapkan mampu memberikan teladan bagi para

santrinya.

Dari berbagai penjelasan di atas, dari segi kharismatik maupun

keteladanannya dalam memimpin pondok pesantren tentu memiliki berbagai

problema tertentu yang timbul baik dari segi lingkungan, karakter maupun

dari segi motivasi santri-santri dalam menuntut ilmu. Problema itu tentunya

membutuhkan penyelesaian yang tepat sasaran agar dapat menjadi solusi

terbaik.

Dari problema yang ada misalnya, kurangnya kesadaran santri dalam

melaksanakan ibadah, seperti saat-saat tiba waktu shalat berjama’ah beberapa

santri masih ada yang tidak ikut, terkadang malah masih tidur, ada juga yang

(8)

ini ditimbulkan karena memang dari segi lingkungan dan rendahnya motivasi

santri akan ibadah santri sendiri.

Dari masalah di atas disini peran kiai sangat diharapkan dalam

membimbing santri-santrinya terlebih di Pondok Pesantren Salafiyah

Al-Barokah Siman Ponorogo. Kiai Imam Suyono tampil sebagai sosok penting

yang memberikan teladan dan pengayoman bagi santri-santrinya dalam

menimba ilmu, beliau juga sebagai murabbi yang memberikan kasih sayang santri-santrinya layaknya anaknya sendiri. Bahkan dengan rasa kasih

sayangnya tersebut beliau terjun langsung dalam setiap kegiatan yang ada di

Pondok Pesantren Al-Barokah seperti ro’an (kerja bakti), membangunkan

jamaah untuk sholat subuh dan berbagai kegiatan lain yang ada di Pondok.

Hal ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi calon santri mauupun

santri-santri yang mondok di Pondok Pesantren salafiyah Al-Barokah.

Maka dari itu, penulis tertarik membahasnya dalam karya ilmiah ini

guna mengetahui dan memperdalam kharisma apa yang dimiliki oleh sang

kiai dalam memimpin dan mengasuh Pondok Pesantren Al-Barokah. Untuk

itu dalam memperjelas pembahasan karya ilmiah ini penulis tertarik

membahasnya dengan judul “Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam

Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah

Al-Barokah)”

(9)

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah Kepemimpinan kharismatik Kiai Dalam

Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Santri di Pondok Pesantren Salafiyah Al-

Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren salafiyah

Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo?

2. Bagaimana peran kepemimpinan kharismatik kiai dalam meningkatkan

kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren salafiyah Al-Barokah

Desa Mangunsuman Siman Ponorogo?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka,

tujuan penelitian yang dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren

salafiyah Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo.

2. Untuk mengetahui peran kepemimpinan kharismatik kiai dalam

meningkatkan kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren salafiyah

(10)

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan dalam khazanah pendidikan,

sekaligus dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dalam

pengembangan teori kepemimpinan kharismatik yang telah ada,

khususnya tentang upaya kepemimpinan kiai dalam meningkatkan

kecerdasan spiritual santri.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan, sebagai bahan

pertimbangan dan wacana ke depan bagi kemajuan dan keeksisan

lembaga khususnya untuk menciptakan kampus yang islami secara

penuh.

b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan terutama di

bidang keilmuan kepemimpinan kharismatik, yang dapat digunakan

sebagai bahan dalam kajian-kajian serupa. Selain itu, hasil penelitian

ini untuk memenuhi sebagai persyaratan guna meraih gelar

kesarjanaan Strata 1 (S1) di Progam Studi Pendidikan Agama Islam

pada Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo.

c. Bagi masyarakat, hasil penelitian dapat sebagai bahan pertimbangan

(11)

F. Sistematika Pembahasan

Pada penyusunan penelitian kualitatif ini terdapat lima (6) bab

pembahasan yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya:

Pada bab I yaitu pendahuluan, pendahuluan ini berfungsi sebagai

pola dasar pemikiran penulis dalam menyusun skripsi. Dalam bab ini

akan membahas tentang; pertama, latar belakang mengapa peneliti mengambil judul skripsi tersebut, kedua, fokus penelitian yaitu membahas batasan atau fokus penelitian yang terdapat dalam situasi

sosial. Ketiga, rumusan masalah yaitu membahas rumusan-rumusan masalah yang diambil dari latar belakang dan fokus penelitian. Keempat,

tujuan penelitian yaitu membahas sasaran yang akan dicapai dalam

proposal penelitian, sesuai dengan fokus penelitian yang telah

dirumuskan dalam rumusan masalah. Kelima, manfaat penelitian yaitu membahas manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praktis.

Keenam, sisitematika pembahasan menjelaskan tentang alur bahasan sehingga dapat diketahui logika penyusunan skripsi dan koherensi antara

bab satu dengan bab yang lain.

Pada bab II Landasan Teori. Karena dalam penelitian kualitatif

bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas

dan berakhir dengan suatu teori, oleh karena itu ditulis berdasarkan data

(12)

Pada bab III Metode penelitian dan Sistematika Pembahasan.

Dalam bab ini di paparkan pendekatan apa yang dilakukan, jenis

penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan dsta, teknik analisis data,

pengecekan keabsahan data, tahap-tahap peneltian dansistematika

pembahasan.

Pada bab IV Temuan penelitian, dalam bab ini berisi tentang

paparan data, yang berisi hasil penelitian di lapangan yang terdiri atas

deskripsi data umum lokasi penelitian dan deskripsi data khusus. Adapun

deskripsi data umum lokasi penelitian berbicara tentang pondok

pesantren salafiyah Al-Barokah yang meliputi : Sejarah berdiri, letak

geografis, visi dan misi pondok pesantren salafiyah Al-Barokah.

Deskripsi data meliputi kegiatan pondok pesantren, strategi yang

digunakan serta perubahan yang terjadi pada santri setelah mengikuti

kegiatan di pondok pesantren tersebut.

Pada bab V Pembahasan, pada bab ini akan membahas mengenai

analisis terhadap latar belakang berdirinya pondok pesantren salafiyah

Al-Barokah, pelaksanaan kegiatan dan kontribusi kyai terhadap

peningkatan kecerdasan spiritual santri di pondok tersebut.

Pada bab VI Penutup, pada bab ini akan membahas mengenai

kesimpulan sebagai jawaban dari pokok-pokok permasalahan dan

saran-saran yang berhubungan dengan penelitian sebagai masukan-masukan

(13)

9

BAB II

LANDASAN TEORI DAN TELAAH PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

Di samping menggunakan buku-buku atau referensi yang

relevan, peneliti juga melihat hasil penelitian terdahulu agar nantinya

tidak terjadi kesamaan dan juga sebagai salah satu bahan acuan

mengingat pengalaman adalah guru terbaik, diantaranya karya tulis dari

saudara Suparlan, dengan judul “Meningkatkan Kecerdasan Spiritual

Melalui Kegiatan Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany” Dengan

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa latar belakang berdirinya kegiatan manaqib Syaikh Abdul

Qadir Al-Jilany di Desa Mangunsuman?

2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan manaqib Syaikh Abdul Qadir

Al-Jilany di Desa Mangunsuman?

3. Apa kontribusi kegiatan kegiatan manaqib Syaikh Abdul Qadir

Al-Jilany di Desa Mangunsuman?

Ada lagi karya tulis dari saudari Nurul Khususiyah, 2012 dengan

judul “Upaya Meningkatkan Kecerdasan Spiritual (SQ) Melalui

Pengajian Kitab Kifayah Al-Atqiya.” Dengan rumusan masalah sebagai

(14)

1. Bagaimana pemahaman santri terhadap kitab Kifayah al Atqiya di kelas takhasus 1 Madrasah Miftahul Huda Mayak Ponorogo?

2. Bagaimana aplikasinya pengajian kitab Kifayah al Atqiya di kelas takhasus 1 Madrasah Miftahul Huda Mayak Ponorogo?

3. Bagaimana keberhasilan pemahaman SQ (Spiritual Quotient) melalui pengajian kitab Kifayah al Atqiya?

Selain itu, diperoleh juga hal-hal yang berkaitan dengan

kecerdasan spiritual di dalam karya saudara Moh. Wahiburridlo, 2011

dengan judul skripsi “Upaya Meningkatkan Kecerdasan Spiritual (SQ)

Melalui Kegiatan Dzikir (Studi Kasus Pada Siswa Kelas XII Putra MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo)” dengan rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan amaliyah dzikir pada siswa kelas XII MA Darul Huda Mayak Ponorogo?

2. Sejauh mana manfaat pelaksanaan amaliyah dzikir terhadaptingkat kecerdasan spiritual (SQ) siswa kelas XII MA Darul Huda Mayak

(15)

B. Landasan Teori

1. Pemimpin dan Kepemimpinan

a. Pengertian pemimpin

Dilihat dari sisi bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut

penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus,

penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya.

Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil

penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya

memengaruhi orang lain dengan berbagai cara.8

Istilah pemimpin dan memimpin pada mulanya berasal dari kata

dasar yang sama "pimpin", dan berikut ini dikemukakan beberapa

pengertian pemimpin:

Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian

memimpin, kemampuan memengaruhi pendirian/pendapat orang atau

sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya.9

Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu;

karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki

keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin.Istilah

Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan,

8

Veithazal Rivai, PEMIMPIN dan KEPEMIMPINAN dalam ORGANISASI (Depok, Fajar

Interpratama, 2014), 1. 9

(16)

kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab

itu, kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan "pemimpin".

Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan

kelebihan khususnya kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga dia

mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama

melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau

beberapa tujuan.

Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan

kelebihan khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang, sehingga dia

mampu memengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan

aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu tujuan.

Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan

dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut, karena kelak Allah

akan meminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.10

b. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling

mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang

mengingikan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersama.

Esensi pengaruh ialah konsep kepemimpinan bukanlah semata-mata

berbentuk instruksi, melainkan lebih merupakan motivasi atau pemicu

yang dapat memberi inspirasi kepada bawahan, sehingga inisiatif dan

10Ibid

(17)

kreatifitas mereka berkembang secara optimal untuk meningkatkan

kinerjanya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka yang paling penting

dalam pengaplikasian konsep kepemimpinan adalah bagaimana

memanfaatkan faktor-faktor eksternal sehingga mendorong tumbuhnya

kinerja produktif. Kepemimpinan berarti menggunakan pengaruh untuk

memotivasi karyawan guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.

Kepemimpinan berarti menciptakan nilai-nilai dan budayabersama,

mengomunikasikan tujuan-tujuan kepada karyawan di seluruh

organisasi, dan menyuntikan semangat untuk memperlihatkan kinerja

tertinggi kepada karyawan. Kepemimpinan berarti menggunakan

pengaruh untuk memotivasi karyawan guna mencapai tujuan-tujuan

organisasional. Kepemimpinan berarti menciptakan nilai-nilai dan

budayabersama, mengomunikasikan tujuan-tujuan kepada karyawan di

seluruh organisasi, dan menyuntikan semangat untuk memperlihatkan

kinerja tertinggi kepada karyawan.11

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kepemimpinan adalah suatu kegiatan yang dilakukan pemimpin dalam

mempengaruhi dan memberikan daya penggerak pada sumberdaya

yang ada di organisasi dalam bentuk motivasi dan intruksi dalamrangka

mewujudkan tujuan bersama.

11

(18)

c. Fungsi kepemimpinan

Kepemimpinan selalu berhubungan dengan sistem sosial

kelompok maupun individu. Dalam upaya mewujudkan kepemimpinan

yang efektif, maka kepemimpinan harus dijalankan sesuai dengan

fungsinya Wirawan dalam bukunya Kepemimpinan Teori, Psikologi,

Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian menyatakan beberapa

fungsi kepemimpinan sebagai berikut:12

1) Mengembangkan Budaya Organisasi

2) Menciptakan Sinergis

3) Menciptakan Perubahan

4) Memotivasi Para Pengikut

5) Memberdayakan Pengikut

6) Mewakili Sistem Sosial

7) Manajer Konflik

8) Memberlajarkan Organisasi

2. Pengertian Santri dan Pesantren

Santri menurut Masjikur Anhari, yakni para siswa yang mendalami

ilmu-ilmu agama di pesantren, baik dia tinggal dipondok maupun pulang

setelah selesai waktu belajar.13 Zamakhsyari Dhofir membagi menjadi dua

12

Wirawan, Kepemimpinan Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 64-92.

13

Zmaksyari Dhofir, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:

(19)

kelompok sesuai tradisi pesantren yang diamatinya, yaitu; pertama, santri mukim, artinya para santri yang menetap dipondok. Biasanya diberikan

tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren. Bertambah lama tinggal

di pondok, statusnya akan bertambah, yang biasanya diberikan tugas oleh

kiai untuk mengajarkan kitab-kitab dasar kepada santri-santri yang lebih

yunior, dan yang kedua, santri kalong adalah santri yang selalu pulang setelah belajar.

Para santri yang belajar pada pesantren yang sama, biasanya

mempunyai kekeluargaan yang tinggi, baik antar sesama santri maupun

dengan kiai mereka. Kehidupan sosial yang berkembang diantara para santri

ini menumbuhkan system sosial tersendiri. Didalam pondok para santri

belajar hidup bermasyarakat, berorganisasi, memimpin dan dipimpin,

mereka taat patuh pada kiai dan menjalankan tugas apapun yang diberikan

padanya.

Menurut M. Arifin sebagaimana dikutif oleh Mujamil Qomar,

mendefinisikan pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan agama

Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem

asrama dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem

pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari

(20)

“Pondok pesantren adalah salah satu lembaga diantara lembaga

-lembaga iqomahtuddin lainnya yang memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi kegiatan, pengajaran, pemahaman, dan pendalaman ajaran agama

Islam serta fungsi kedua adalah menyampaikan dan mendakwahkan ajaran

Islam kepada masyarakat.14

Di tinjau dari segi bahasa Arab, kata pondok pesantren yaitu Funduq

yang berarti tempat menginap atau asrama Prof. Azumardi Azra, dalam

bukunya sejarah Perkembangan Madrasah mengatakan, bahwa pondok

pesantren adalah tempat belajar para pelajar.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, pondok pesantren merupakan

suatu lembaga pengajaran, pemahaman dan pendalaman ajaran agama Islam

kepada parapelajar (santri) agar menjadi orang yang baik dan trampil dalam

melaksanakan ibadah. Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang

bertujuan untuk menciptakan kader yang memiliki pengetahuan yang

mendalam mengenai ajaran agama.

Di lain sisi, sebagai lembaga dakwah pondok pesantren membimbing

para santri menjadi orang yang terampil dan professional dalam

menyampaikan ajaran Islam sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki.

14

(21)

Karena itulah, para santri disuruh mengikuti acara pelatihan dakwah serta

berpidato yang biasanya diadakan satu kali dalam seminggu.15

3. Pengertian Kharisma dan Kepemimpinan Kharismatik

Secara etimologi, kharisma berasal dari kata Yunani yang artinya

adalah karunia yang diinspirasi ilahi, seperti kemampuan untuk melakukan

mukjizat atau memprediksi peristiwa-peristiwa di masa mendatang.16

Pengertian kharisma dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa

dalam hal kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan

rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya atau atribut kepemimpinan

yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Dengan demikian,

kharisma merupakan atribut yang melekat pada diri seseorang. Kharisma

dapat bersumber dari keturunan atau dari ciri fisik, kepribadian mulia,

serta kelebihan khusus dalam pengetahuan keagamaan maupun

pengetahuan umum yang dimiliki seseorang. Kharisma merupakan sebuah

antribusi dari proses interaktif antara pemimpin dan pengikut.17

Menurut Baharudin, kata kharisma diartikan sebagai: wibawa,

kewibawaan, karunia kelebihan dari Tuhan kepada (yang dimiliki)

seseorang. Kharisma sebagai keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan

Jerri H. Makawimbang, Kepemimpinan Pendidikan yang Bermutu (Bandung:

(22)

kemampuan luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk

membangkitkan pemujaan yang luar biasa dan rasa kagum dari masyarakat

terhadap dirinya, atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas

kepribadian individu.18

Sedangkan menurut Max Weber kharisma adalah sebuah pandangan

yang “luar biasa”, yakni sesuatu yang sangat berbeda dari dunia sehari

-hari, ia akan bersifat spontan sangat berbeda dengan bentuk-bentuk sosial

yang stabil dan mapan, dan merupakan suatu sumber dari bentuk dan

gerakan baru, dan karena dalam arti sosiologis kharisma bersifat

kharismatik.19

Dalam perspektif Max Weber, kepemimpinan yang bersumber dari

kekuasaan luar biasa disebut kepemimpinan kharismatik atau

charismaticauthority. Kepemimpinan jenis ini didasarkan pada

identifikasi psikologis seseorang dengan orang lain. Kepemimpinan

kharismatik didasarkan pada kualitas luar biasa yang dimiliki oleh

seseorang sebagai pribadi. Pengertian ini bersifat teologis, karena untuk

mengidentifikasi daya tarik pribadi yang ada pada diri seseorang, harus

menggunakan asumsi bahwa kemantapan dan kualitas kepribadian yang

dimiliki adalah anugerah Tuhan. Max Weber mengidentifikasi sifat

18

Widdah, dkk. Kepemimpinan Berbasis Nilai dan Pengembangan Mutu Madrasah,

(Bandung: Alfabeta, 2012), 206.

19

(23)

kepemimpinan ini dimiliki oleh mereka yang menjadi pemimpin

keagamaan.20

Istilah kharismatik menunjuk kepada kualitas kepribadian,

sehingga ia dibedakan dengan orang kebanyakan. Ia dianggap, bahkan

diyakini, memiliki kekuatan supranatural, manusia serba istimewa.

Kehadiran seseorang yang mempunyai tipe seperti itu dipandang sebagai

seorang pemimpin, yang meskipun tanpa ada bantuan orang lain pun, ia

akan mampu mencari dan menciptakan citra yang mendeskripsikan

kekuatan dirinya. Sehubungan dengan ini Weber menyatakan: Seringkali

seseorang dianggap memiliki kharisma karena terdapat yang mempercayai

bahwa ia mempunyai kekuatan dan kemampuan luar biasa dan

mengesankan di hadapan masyarakat. Karenanya yang bersangkutan

sering berpikir tentang sesuatu yang gaib, melakukan meditasi untuk

mencari inspirasi sehingga membuatnya terpisah dari kebiasaan yang

dilakukan oleh orang lain. Meski demikian, seseorang yang mempunyai

kharisma tidaklah mengharuskan semua bentuk karakteristik melekat

utuh padanya. Baginya yang penting adalah sifat-sifat luar biasa yang

dianggap orang lain sebagai atribut dari orang itu. Para pengikut

pemimpin kharismatik sering bersikap labil dan mudah berubah. Hingga

batas tertentu mereka sangat loyal dan loyalitasnya nyaris mengabaikan

20Ibid

(24)

kewajiban kerjanya dan menjual sesuatu untuk mengikuti anjuran

pemimpinnya.21

Dengan demikian antara pemimpin dan pengikut terkonstruksi

hubungan erat, layaknya sebuah keluarga, dan hubungan demikian, juga

terjalin di antara sesama pengikut dalam komunitas tersebut.Pada

hakikatnya, pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan

untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan

menggunakan kekuasaan, dan kekuasaan adalah kemampuan untuk

mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan

tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.22 Berdasarkan pengertian kharisma

dan pemimpin yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka dapat

dijelaskan mengenai pengertian kepemimpinan kharismatik.

Kepemimpinan kharismatik dapat diartikan sebagai sebuah

kemampuan menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan

keistimewaan atau kelebihan yang dimiliki pemimpin, sehingga

menimbulkan rasa hormat, segan, dan kepatuhan orang-orang yang

dipimpinnya. Dengan kata lain, pemimpin kharismatik diterima sebagai

seorang yang istimewa oleh pengikutnya. Karena pengaruh kepribadian

21

Edi Susanto, Krisis Kepemimpinan Kiai: Studi atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat

(ISLAMICA, Vol 1 No. 2 Maret 2007), 116.

22 Jamal Ma’mur Asmani, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan

(25)

pemimpin dapat menimbulkan kepercayaan bagi para pengikutnya, maka

semua pendapat dan keputusan sang pemimpin dipatuhi oleh pengikut

dengan rela dan ikhlas.

House mengajukan sebuah teori untuk menjelaskan kepemimpinan

kharismatik dalam hubungannya dengan sejumlah teori yang dapat diuji

dan dapat diobservasi. Indikator kharisma menurut House, di antaranya

adalah:

a. Ditinjaudari segi pengikut (bawahan) dari pemimpin yang kharismatik,

maka pengikut akan memiliki sikap: sangat patuh kepada pemimpin,

merasakan bahwa keyakinan-keyakinan pemimpin benar, tunduk

kepada pemimpin dengan senang hati, merasa sayang kepada

pemimpin, terlibat secara emosional dalam organisasi, percaya bahwa

dapat memberi kontribusi terhadap keberhasilan organisasi, serta

memiliki kinerja tinggi.

b. Ditinjau dari segi pemimpin, maka pemimpin yang kharismatik

mempunyai sifat berikut: mempunyai pengaruh yang besar bagi para

pengikutnya; mempunyai kekuasaan dan percaya diri yang tinggi;

mempunyai pendirian dan keyakinan yang kuat; memiliki visi, misi,

(26)

semua pengikutnya; berperilaku baik, dapat memberikan teladan yang

baik dan juga memberikan motivasi bagi para pengikutnya.23

Dominasi kekuasaan kiai yang mutlak di pesantren atau lembaga

pendidikan ini dipandang sebagai penindasan bila ditinjau dari perspektif

baru pendidikan yakni sebagai upaya pembebasan. Seperti yang dikatakan

M.Rusli Karim bahwa pendidikan Islam mempunyai arti pembebasan

manusia. Dominasi kekuasaan Kiai secara sosiologis menciptakan

hubungan superordinasi dan subordinasi, hierarki atas bawah, penguasa

penguasa yang dikuasai dapat menimbulkan konflik dan paksaaan dan

kekerasan, namun hubungan-hubungan tersebut tidak menimbulkan apa

yang seharusnya terjadi karena kekuasaan ideologis itu berhasil ditarik ke

dalam kesadaran mistifikasi kekuasaan tersebut.

Johan Galtung menjelaskan bahwa kekuasaan akan menjadi suatu

kekerasan apabila kondisi relasi sosial tidak seimbang. Dalam konteks

pesantren, kecenderungan akan hal ini merupakan implikasi dari posisi

santri yang lemah dan posisi kiai yang kuat. kekuasaan yang memaksa

dan menekan dapat diartikan dengan kekerasan. kekerasan dapat dilihat

dengan bertitik tolak pada prinsip bahwa manusia harus berkembang

sesuai dengan potensi pribadinya. Oleh sebab itu setiap manusia atau

individu mempunyai hak untuk berkembang dan untuk merealisasikan

23

Chusmaidi Syarief Romas, Kekerasan Dikerajaan Surgawi, Gagasan Kekuasaan Kiai dari

(27)

dirinya. Keduanya merupakan hak yang tidak bisa dicabut dan merupakan

nilai-nilai yang dituju dari setiap gerak hidup manusia. Apapun yang

menghalangi pertumbuhan dan perkembangan pribadi atau individu dapat

dikatakan sebagai tindakan kekerasan atas manusia.24

Sisi negatif dari kepemimpinan kharismatik adalah pemimpin

menggunakan kekuatan mereka untuk menginspirasi dan membimbing

pengikutnya pada tindakkan destruktif, egois dan kejam. Contoh dari

pemimpin kharismatik yang membawa pada kerusakan adalah Adolf Hitler

dan Osama bin Laden. Akan tetapi baik buruknya kepemimpinannya tentu

bergantung bagaimana kepribadian dari seorang pemimpin sendiri.

Apabila kemampuannya itu diarahkan kepada tindakan yang positif,

tindakan yang membangun, seperti kepemimpinan kiai dalam pesantren

yang tentu dalam memimpin menganut pada Nabi Muhammad Saw, yaitu

melalui Al-Quran dan Hadits.

Lembaga pendidikan, termasuk juga pondok pesantren,

membutuhkan seorang pemimpin. Sebab, pemimpin itu sendirilah sosok

penggerak dan inspirator dalam merancang dan mengerjakan kegiatan.25

Sebagai pemimpin sebuah pondok pesantren, seorang Kiai dapat

memberikan pengaruh yang besar bagi para santri, pondok pesantren,

24

Ibid, 124.

25

Jamal Ma’mur Asmani, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan

(28)

maupun lingkungan masyarakat sekitar pondok pesantren, diantaranya

karena dua faktor, yakni kharisma dan kekuatan ekonomi yang dimiliki

oleh sang kiai. Tanpa kharisma, seorang kiai tentu akan kesulitan dalam

menciptakan pengaruh, dan kekuatan kharisma semata tidak akan cukup

untuk membangun otoritas pengaruh sosial seorang kiai di tengah

masyarakat.26 Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Stoner, bahwa

semakin banyak jumlah sumber kekuasaan (untuk memberikan pengaruh

pada lingkungan sekitarnya). yang dimiliki oleh seorang pemimpin, maka

akan semakin besar pula potensi kepemimpinan yang efektif.27 Jadi, sifat

kharismatik dan kekuatan ekonomi bersinergi membentuk kekuatan

pengaruh kiai di lingkungan pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

Tradisi sufisme (tradisi yang menjauhkan diri dari segala sesuatu yang

berorientasi pada kehidupan dunia fana) di lingkungan para pemuka agama

Islam (termasuk kiai), karena pengaruh kemajuan zaman, tidak diartikan

secara kaku. Bahwa, seorang kiai tidak dilarang untuk mencari kekayaan

duniawi. Tidak sedikit dari kiai yang menganggap bahwa kekayaan

merupakan sesuatu yang penting maknanya dalam kehidupan, sekalipun

26

Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater Sebagai Rezim

Kembar di Madura (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004), 87-97. 27

Jamal Ma’mur Asmani,Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan

(29)

selalu disampaikan pula dengan selingan argumen bahwa kekayaan itu

untuk mendukung syiar agama Islam.28

Kebutuhan hidup kiai dan keluarganya dapat dipenuhi dari bisnis

yang dilakukan kiai. Kharisma berbeda dengan wibawa. Dalam KBBI,

didefinisikan bahwa kharisma adalah keadaan atau bakat yang

dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam hal

kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan rasa

kagum dari masyarakat terhadap dirinya, atribut kepemimpinan yang

didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Sedangkan dalam KBBI,

wibawa diartikan sebagai pembawaan untuk dapat menguasai dan

mempengaruhi dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang

mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik.29

Adapun karakteristik utama dari kepemimpinan kharismatik:

a) Percaya diri. Mereka benar-benar percaya akan penilaian dan kemampuan mereka.

b) Suatu Visi. Ini merupakan tujuan ideal yang mengajukan suatu masa depan yang lebih baik. Makin besar tujuan maka makin besar

kemungkinan bahwa pengikut akan menghubungkan visi yang luar

biasa itu pada si pemimpin.

28

Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater Sebagai Rezim

Kembar di Madura, 97-102.

29Ibid

(30)

c) Kemampuan untuk mengungkapkan visi dengan gambling. Mereka mampu memperjelas dan menyatakan visi dalam kata-kata yang

dapat dipahami oleh orang lain. Artikulasi ini menunjukkan suatu

pemahaman akan kebutuhan akan pengikut dan karenanya,

bertindak sebagai suatu kekuatan motivasi.

d) Keyakinan kuat mengenai visi itu. Pemimpin kharismatik sebagai orang yang berkomitmen kuat, bersedia mengambil risiko pribadi

yang tinggi, mengeluarkan biaya tinggi, dan melibatkan diri dalam

pengorbanan untuk mencapai visi itu.

e) Perilaku yang diluar aturan. Mereka dengan karisma ikut serta dalam perilaku yang dipahami sebagai baru, tidak konvensional,

dan berlawanan dengan norma-norma. Bila berhasil, perilaku ini

menimbulkan kejutan dan kekaguman para pengikutnya.

f) Dipahami sebagai agen perubahan. Pemimpin kharismatik dipahami sebagai agen perubahan yang radikal.

g) Kepekaan lingkungan. Pemimpin ini mampu membuat penilaian yang realistis terhadap kendala lingkungan dan sumber daya yang

diperlukan untuk menghasilkan perubahan.30

4. Konsep Kepemimpinan Kiai

a. Pengertian Kiai

30

Veitsal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Leadership: Membangun SuperLeadership

(31)

Istilah kiai memiliki arti sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai

di agama Islam).31 Kiai merupakan gelar yang diberikan oleh

masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau

menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik

kepada para santrinya.32

Keberadaan kiai sebagai pemimpin pesantren, ditinjau daritugas

dan fungsinya dapat dipandang sebagai fenomena kepemimpinan yang

unik. Dikatakan unik, kiai sebagai pemimpin sebuah lembaga

pendidikan islam tidak sekedar bertugas menyusun kurikulum,

membuat peraturan tata tertib, merancang sistem evaluasi, sekaligus

melaksanakan proses belajar mengajar yang berkaitan dengan

ilmu-ilmu agama di lembaga yang diasuhnya, melainkan bertugas pula

sebagai pembina dan pendidik umat serta menjadi pemimpin

masyarakat.33

Tholhah hasan dan Sugeng Haryanto berpendapat bahwa

kepemimpinan kiai umum tampil dalam empat dimensi, yaitu: 1).

Sebagai Pemipin masyarakat (community leader), jika tampil sebagai organisasi masyarakat atau organisasi politik, 2). Pemimpin keilmuan

(intelectual leader), dalam kapasitasnya sebagai guru agama, pemberi

31

Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 565.

32

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Kiai (Jakarta : LP3E, 1982), 55.

33

Mardiyah,Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi (Yogyakarta: Aditya

(32)

fatwa, rujukan hukum, 3). Pemimpin kerohanian (Spiritual leader), apabila kiai memimpin kegiatan peribadatan atau menjadi mursyid

thariqat, 4). Pemimpin administrative (Administration leader), jika kiai berperan sebagai penanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan,

Pondok Pesantren badan-badan kemasyarakatan lainya.34

Keunikan lain kepemimpinan kiai adalah karisma yang dimiliki

oleh para kiai menyebabkan mereka menduduki posisi kepemimpinan

dalam lingkungannya. Kedudukan kiai seperti itu, sesungguhnya

merupakan patrol, tempat bergantung para santri. Karena kewibawaan kiai, seorang murid tidak pernah (enggan) membantah apa yang

dilakukan kiai. Kedudukan santri adalah client bagi dirinya. Hubungan pemimpin dan yang dipimpin dalam budaya seperti itu, setidaknya

melahirkan hubungan kepemimpinan model patrol-clien relation-shipyang telah di dikemukakan oleh James C. Scott.35

5. Kecerdasan Spiritual

a. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata cerdas dapat

diartikan sebagai kesempurnaan perkembangan akal budi (ketajaman

34

Sugeng Haryanto, Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai di Pondok

Pesantren (Studi Interaksionisme Simbolik di Pondok Pesantren Sidogiri-Pasuruan), (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012), 72.

35

Sukamto, Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka LP3ES

(33)

pikiran),36 yang memiliki pengertian sangat luas sehingga cerdas tidak

hanya diartikan secara sempit yakni IQ (Intelegensi Quotient) sebagai

satu-satunya rumusan taraf kecerdasan. Banyak orang tua beranggapan

apabila IQ rendah, maka anak tersebut bodoh, padahal jauh dari itu

taraf kecerdasan sebenarnya beraneka ragam bentuknya tergantung

pada wilayah kecerdasannya37

Kecerdasan spiritual baru dibicarakan pada tahun 2000,

dipelopori oleh Danah Zohar dan Ian Marsal, pasangan suami istri dari

Harvard dan Oxford University. Dalam bahasa yang mudah, kecerdasan

spiritual adalah kemampuan seseorang untuk mengenal Allah

(ma’rifatullah). Dengan mengenal Allah manusia akan sukses dalam

hidupnya, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Sebab akan

mengawali segala sesuatunya dengan nama Allah, dan mengembalikan

apapun hasilnya kepada Allah.38

Menurut Sineter, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang

mendapat inspirasi dorongan, dan efektifitas yang terinspirasi,

penghayatan ketuhanan yang didalamnya manusia menjadi bagian.

Sedangkan Muhammad Zuhri menyatakan bahwa SQ adalah

kecerdasan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan.

36

DEPDIKBUT, Kamus BesarBahasa Indonesia 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), 186.

37

Monty P. Satiadarma & Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan (Jakarta: Pustaka

Populer Obor, 2003), 2. 38

(34)

Menurutnya potensi SQ setiap orang sangat besar, dan tidak dibatasi

oleh faktor keturunan, lingkungan atau materi lainya.

Psikologi Islam sendiri mendefinisikan kecerdasan spirtual (SQ)

sebagai kecerdasan yang berhubungan dengan kualitas batin

seseorang.39 Oleh karena itu, kecerdasan dalam diri seseorang

mendorong teraktualisasinya nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, yang

semata-mata tidak mengutamakan kebutuhan material, melainkan

merupakan pengembangan kebutuhan spiritualitas.

Kecerdasan manusia dapat dipengaruhi oleh pengalaman

sehari-hari, kesehatan fisik dan mental, porsi latihan yang diterima, ragam

hubungan yang dijalin, dan berbagai faktor lain. Ditinjau dari segi ilmu

saraf, semua sifat kecerdasan itu bekerja melalui, atau dikendalikan

oleh otak beserta jaringan sarafnya yang tersebar diseluruh tubuhnya.40

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

berarti tidak hanya melingkupi satu aspek saja melainkan banyak aspek

sesuai dengan sifat bawaan atau pengaruh lingkungan. Secara devinitive

kecerdasan dapat dikatakan dengan daya reaksi atau penyesuaian yang

tepat, baik secara fisik maupun mental terhadap

pengalaman-pengalaman baru, membuat pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang telah

39

Abdul Murjib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 329.

40

Danah Zohar dan Lan Marshal, SQ Kecerdasan Spiritual (Bandung: PT. Mizan Pustaka,

(35)

dimiliki siap untuk dipakai apabila dihadapkan pada fakta-fakta atau

kondisi yang baru.

Sedangkan spiritual yaitu kecerdasan dalam diri seseorang yang

mampu membantu menemukan dan mengembangkan bakat bawaan,

otoritas batin, kemampuan membedakan antara yang benar dan salah

serta kebijaksanaan.41

Bila dua kata tadi (kecerdasan dan spiritual) digabungkan maka

akan membentuk suatu kajian ilmu yang mempunyai makna yang

sangat mendalam, karena dengan adanya kecerdasan spiritual seseorang

dapat mersakan hidupnya akan lebih bermakna.

Kecerdasan spiritual harus ditekankan dalam pendidikan Islam,

karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang bertumpu pada

bagian dalam diri dan yang berhubungan dengan kearifan di luar ego

dan jiwa sadar serta yang berkaitan dengan pencarian nilai.42 Dalam

konsep ajaran Islam, permasalahan-permasalahan yang senantiasa

dihadapi oleh setiap manusia tidak akan pernah terlepas dengan

persoalan-persoalan mental atau kejiwaan yang berhubungan dengan

lingkungan yang bersifat horizontal saja, akan tetapi juga mencakup

persoalan-persoalan yang berhubungan dengan spiritual atau ruhaniah

dan keyakinan religiusitas. Sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam

41

Monty P. Satiadarma & Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, 42.

42Syamsul Ma’arif, Revitalisme Pendidikan Islam,

(36)

Al-quran dan As-sunnah, manusia mempunyai dua sisi kehidupan,

yakni kehidupan jasmaniah dan ruhaniah, lahir dan batin, atau dunia

dan akhirat. Maka konsekuensinya adalah pasti ia memiliki

permasalahan-permasalahan kehidupan yang berhubungan antara

dirinya dengan Tuhannya dan antara dirinya dengan lingkungannya di

dalam kehidupan dunia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (Q.S Ali Imran: 112)43

43

(37)

Dari ayat di atas tersirat makna dan spirit tentang kecerdasan

yang ada dalam diri manusia. Manusia akan meperoleh kehinaan,

kehancuran dan kehilangan makna hidup yang bermakna di mana saja,

kecuali ia memiliki kemampuan berinteraksi, beradaptasi dan

berintegrasi dengan Tuhannya dan manusia secara baik dan benar.44

Menurut Danah Zohar dan dan Marshall, kecerdasan spiritual

(SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memcahkan persoalan

makna atau nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan

hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan

untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih

bermakna dibandingkan dengan yang lain.45

Membangun spiritualisme adalah usaha melakukan penyegaran

mental atau ruhani berupa keyakinan, iman, ideologi, etika, dan

pedoman atau tuntunan. Membangun spiritualisme dapat dilakukan

dengan berbagai media, salah satunya adalah dengan membangun

spiritualisme yang bersumber dari agama yang dinamakan

“spiritualisme religius”.46

44

Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Psikologi Kenabian; Prophetic Psychology (Yogyakarta:

Fajar Media Press, 2012), 578-579.

45

Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Kecerdasan Spiritual (Bandung: PT.Mizan Pustaka,

2007), 4.

46

Abd. Wahab dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Dan Kecerdasan Spiritual

(38)

Perubahan SQ (kecerdasan spiritual) dari yang rendah ke yang

lebih tinggi dapat dilakukan dengan upaya kita dalam menyadari di

mana kita sekarang. Misalnya bagaimana situasi kita saat ini? Apakah

konsekuensi dan reaksi yang ditimbulkan? Apakah anda

membahayakan diri sendiri atau orang lain? Langkah ini menuntut

kita untuk menggali kesadaran diri, yang pada gilirannya menuntut

kita menggali kebiasaan merenungkan pengalaman. Banyak diantara

kita tidak pernah merenung. Kita hidup dari hari ke hari, dari aktivitas

ke aktivitas dan seterusnya. SQ yang lebih tinggi berarti sampai pada

kedalaman dari segala hal, memikirkan segala hal menilai diri sendiri

dan perilaku dari waktu ke waktu. Paling baik dilakukan setiap hari.

Ini dapat dilakukan dengan menyisihkan beberapa saat untuk berdiam

diri bermeditasi setiap hari, atau sekedar mengevaluasi setiap hari

sebelum anda jatuh tertidur di malam hari.47

47

Agus Nggermanto, Quantum Quoient (kecerdasan Quantum): Cara Cepat Melejitkan IQ,

(39)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan

Berdasarkan fokus dan tujuan penelitian, maka penelitian ini merupakan

kajian yang mendalam guna memperoleh data yang lengkapdan terperinci.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mendalam mengenai

Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual

Santri di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah dengan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang ditunjukan untuk

mendiskripsikan dan menganalisis, fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,

sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun

kelompok.1

Peneliti menerapkan pendekatun kualitaif ini berdasarkan beberapa

pertimbangan: Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila

berhadapan dengan kenyataan. Kedua metode ini menyajikan secara langsung

hakikat hubungan antara peneliti dengan responden. Ketiga, metode ini lebih

peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh

1

Dedi Mulyana, Metode Penelitian Kuaitatif, Paradigma Baru ilmu Komunikasi dan

(40)

bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Dengan demikian,

peneliti dapat memilah-milah sesuai fokus penelitian yang telah disusun,

peneliti juga dapat mengenal lebih dekat dan menjalin hubungan baik dengan

subjek (responden) serta peneliti berusaha memahami keadan subjek dan

senantiasa berhati-hati dalam penggalian informasi sebjek sehingga subjek

tidak merasa terbebani.2

a. Jenis Penelitian

Jika dilihat dari lokasi penelitiannya, maka jenis penelitian ini

merupakan jenis penelitian lapangan field research). Menurut

Suryasubrata, penelitian lapangan bertujuan "mempelajari secara intensif

latar belakang, keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit

sosial; individu, kelompok, lembaga atau masyarakat" Penelitian yang

dilakukan ini adalah merupakan penelitian lapangan, karena objek yang

diteliti adalah Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan

Kecerdasan Spiritual Santri di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah. Jenis

penelitian ini termasuk penelitian studi kasus tentang upaya pembentukan

akhlak melalui keteladanan guru. Studi kasus adalah penelitian yang

menidentifikasi satu kasus yang spesifik Kasus ini dapat berupa identitas

2

(41)

yang kongkret, misalnya Individu, Kelompok kecil, Organisasi, atau

Kemitraan.3

B. Kehadiran Peneliti

Ciri khas penelitian kualitatif tidak dípisahkan dari pengamatan berperan

serta, sebab peran penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya. Karena

itu dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrument kunci, partisipan

penuh sebagai penunjang sekaligus pengumpul data, sedangkan instrumen yang

lain sebagai penunjang.

Dalam penelitian ini, peneliti yang menentukan setiap tahap langkahnya,

apakah peneliti melanjutkan partisipannya dalam kegiatan atau tidak. Peneliti juga

menentukan data yang dibutuhkan selama berada di lapangan, berperan serta pada

dasarnya berarti mengadakan pengamatan dengan mendengarkan secara secermat

mungkin sampai sekecil-kecilnya pun. Pengamatan serta sebagai penelitian yang

bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara penelitian

dengan subjek dalam lingkungan subjek.4

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah. Penelitian ini

dilaksanakan di lokasi ini karena waktu penajakan awal di lokasi, penulis

3

Jhon W Creswell, Penelitian Kualitatitf & Desain Riset trj (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 137.

4

(42)

menemukan beberapa alasan logis diantaranya Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah

merupakan lembaga pendidikan yang berbasis Islam sudah tentu dalam

pembelajarannya banyak memuat nilai-nilai tentang kecerdasan spiritual tidak

hanya dalam bentuk pembelajarannya namun seorang guru atau kiai juga

memberikan keteladanan akhlak yang baik serta bagus dan tidak menyimpang dari

agama Islam.

D. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian kualitatif ada dua, yaitu sumber data

primer dan sumber data skunder.5 Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (peneliti), semisal kiai, guru

yang sekaligus sebagai teladan atau contoh. Sedangkan sumber data skunder

merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul

data (peneliti), misalnya lewat orang lain atau hasil observasi lapangan dan

dokumentasi berupa data profil Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data

5

(43)

lebih banyak pada observasi berperanserta (participant observation), wawancara mendalam (indepth interiview) dan dokumentasi.6

Teknik pengumpulan data pada penelitian kualitatif meliputi wawancara

mendalam, observasi, dan dokumentasi. Teknik ini penting digunakan, sebab bagi

peneliti kualitatif, fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik apabila

dilakukan interaksi dengan subjek melalui wawancara mendalam dan observasi

pada latar di mana fenomena tersebut berlangsung. Di samping itu untuk

melengkapi data, diperlukan dokumen (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau

tentang subjek).7

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan:

a. Observasi

Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data yang menggunakan

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang diteliti.

Observasi dapat dilakukan langsung maupun tidak langsung. Metode ini

digunakan untuk mencatat dan mengamati hal-hal yang diperlukan dalam

penelitian.8

6

Ibid, 309. 7

Tim Penyusun Pedoman Skripsi STAIN, Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Panorogo

(Ponorogo: STAIN Press 2017), 46.

8

(44)

Dalam penelitian kualitatif, observasi dapat dibedakan berdasarkan peran

peneliti menjadi observasi partisipan (participam observation) dan observasi non partisipan (non-participant observation).9 Dan dalam penelitian ini digunakan teknik observasi yang pertama, dimana pengamat bertindak sebagai partisipan.

Pada observasi partisipan ini, peneliti mengamati aktivitas-aktivitas sehari-hari

obyek penelitian. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dengan cara

observasi digunakan untuk menggali data terkait dengan Kepemimpinan

Kharismatik Kiai dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Santri di Pon.Pes

Salafiyah Al-Barokah.

b. Wawancara

Wawancara merupakan bentuk komunikasi antara dua orang atau lebih

yang melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang

lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.10

Teknik wawancara yang dilakukandalam penelitian ini adalah: (a) wawancara

terstruktur, artinya dalam penelitian ini peneliti telah menyiapkan instrument

penclitian berupapertanyaan-pertanyaan tertulis.11 (b) wawancara mendalam,

9

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisa Data (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 39.

10

Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru ilmu Komunikasi dan ilmu

Sosial Lainnya, 180. 11

(45)

artinya peneliti mengajukan pertanyaan secara mendalam yang berhubungan

dengan fokus permasalahan.

Dalam penelitian ini menggunakan wawancara terbuka karena cara

demikian sesuai dengan penelitian kualitatif yang biasanya berpandangan terbuka,

jadi para subjek atau pelaku kejadian mengetahui bahwa mereka sedang di

wawancara dan mengetahui pula apa maksud wawancara tersebut.12

Hasil wawancara dari masing-masing informan akan ditulis lengkap

dengan kode-kode dalam transkip wawancara, orang yang diwawancarai dalam

penelitian ini adalah kiai, guru, pengurus di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah.

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dengan wawancara

digunakan untuk menggali data tentang kepemimpinan kharismatik kiai dalam

membimbing para santri serta untuk mengetahui keadaan kecerdasan spiritual

santri dan menggali data tentang hambatan terhadap mendidik santri di Pon.Pes

Salafiyah Al-Barokah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, karya dan sebagainya. Dokumen yang berbentuk

tulisan misalnya: catatan harian, sejarah kehidupan, cerita geografi. Sedangkan

12

(46)

dokumentasi uang berbentuk gambar misalnya foto, sketsa dan lain-lain.13 Teknik

ini digunakan oleh peneliti untuk melengkapi dan mendukung hasil observasi dan

wawancara yang dilakukan.

Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber

non insane, sumber ini terdiri dari dokumentasi dan rekaman. Sebagai setiap

tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau individual atau organisasi

dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan "dokumentasi"

digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman.14

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data melalui dokumentasi untuk

melengkapi dan mendukung hasil observasi berupa profil Pon.Pes Salafiyah

Al-Barokah Mangunsuman, Siman.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses sitematis pencarian dan pengaturan

transkrip wawancara, catatan lapangan dan materi-materi lain yang telah

dikumpulkan oleh peneliti untuk meningkatkan pemahaman diri sendiri mengenai

materi-materi tersebut.

Menurut Miles dan Huberman ada tiga macam kegiatan dalam analisisdata

kualitatif, yaitu:

13

Ibid., 91.

14

(47)

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data "kasar" yang muncul

dari catatan-catatan terus-menerus selama kegiatan penelitian yang berorientasi

kualitatif berlangsung.15

Analisis data yang dikerjakan peneliti selama proses reduksi data adalah

misalnya melakukan pemilihan tentang bagian data mana yang dikode, mana yang

dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar dari

cerita-cerita apa yang sedang berkembang.

15

.M. Djunaidi Ghony &Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta:

Ar-ruzz Media, 2012), 307.

Pengumpulan data

Reduksi

data

Penyajian data

(48)

Dalam penelitian ini pada tahap reduksi data peneliti memilih data-data

yang ditemukan di lapangan dipilih yang dapat menjawab rumusan masalah yang

ada.

b. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data. Kalau dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam

bentuk table, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data

tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga

akan semakin mudah di fahami.16

Sedangkan dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering diigunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami

apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah

difahami terscbut.17

16

Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, 341.

17

(49)

c. Penarikan Kesimpulan/verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and

Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang

dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan

bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh

bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

yang kredibel18.

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat

menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga

tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah

dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah

penelitian berada di lapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada sebelumnya dapat berupa

deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya. masih remang-remang

18

(50)

atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal

atau interaktif, hipotesis atau teori.19

G. Pengecekan Keabsahan Temuarn

Keabsahan merupakan suatu kepastian bahwa yang berukur benar-benar

merupakan variable yang ingin diukur. Keabsahan dalam penelitian ini dapat

dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat, yaitu dengan triangulasi dan

ketekunan pengamatan. Adapun penjelasannya sehagai berikut:

a. Triangulasi yaitu tcknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfatkan

sesuatu yang lain diluar data ituuntuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding data itu. Dalam penelitian ini menggunakan sumber data, seperti

dokumen, hasil observasi, hasil wawancara dengan mewawancarai lebih dari satu

subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.20 Triangulasi yang

penulis gunakan ada dua jenis, yaitu triangulasi teknik dan triangulasi sumber.

Dimana penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk

mendapatkan data dari sumber yang sama yang dinamakan tiangulasi teknik.

Sedangkan triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber

yangberbeda-beda dengan teknik yang sama. Tujuan dari triangulasi adalah untuk

19

Ibid., 345. 20

Afifidin dan Beni Ahmad Saebani, Merodologi Penelitian Kualtaitf (Bandung: CV Pustaka

(51)

mengecek data-data dari observasi, wawancara, dan dokumentasi agar data yang

diperoleh valid.

b. Ketekunan pengamatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menemukan

cirri-ciri dan unsure-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan

atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusakan diri pada hal-hal tersebut

secara rinci. Dengan kata lain, ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman.21

H. Tahapan-tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini ada tiga tahapan ditambah tahapan

terakhir dari penelitian, yaitu: tahap penulisan laporan hasil penelitian. (1)

tahap-tshap pra lapangan meliputi: menyusun rencana penelitian, memilih lapangan

penelitían, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaun lapangan, memilih

dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan

menyangkut etika penelitian, (2) tahap pekerjaan lapangan yang meliputi:

memahami latar penelitian dan persiapan diri memasuki lapangan dan berperan

serta sambil mengumpulkan data, (3) tahap analisis data, meliputit analisis selama

dan setelah pengumpulan data, (4) tahap penulisan hasil laporan penelitian.

21

(52)

48 BAB IV

DESKRIPSI DATA

A. Deskripsi Data Umum

1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Barokah Mangunsuman

Siman Ponorogo

Pondok pesantren Al-Barokah merupakan suatu lembaga yang

didirikan oleh KH Imam Suyono. Lembaga ini berawal dari majelis ta’lim

Al-Barokah yang berdiri sejak tahun 1987. Pada saat itu ada 5 mahasiswa IAIN

Sunan Ampel (sekarang IAIN Ponorogo) yang berdomisili di rumah KH

Imam Suyono, diantaranya berasal dari Banyuwangi, Pacitan dan Sukorejo.

Pada saat itu KH Imam Suyono berdakwah dari majelis satu ke majelis

lainnya. Majelis tersebut antara lain:

a) Majelis malam rabu (bapak-bapak) yang dilaksanakan bergilir dari rumah

satu ke rumah yang lain.

b) Majelis malam sabtu (ibu-ibu) yang dilaksanakan di MI Ma’arif

Mangunsuman.

c) Majelis manakib sewelasan. Dari majelis ini lah majelis ta’lim Al-Barokah Manakib Syekh Qodir Al-Jailani malam sabtu legi berkembang hingga

Referensi

Dokumen terkait

Tetapi kalau konsepsi siswa bertentangan dengan konsepsi para fisikawan, maka kita menggunakan istilah miskonsepsi ( misconception ). Banyak konsepsi dan miskonsepsi

Melihat situasi yang telah disebutkan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan tema: “Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika dalam Menyelesaikan Soal

Karakterisasi difraksi Sinar-X (XRD). Prinsip kerja pada pengujian XRD adalah ketika suatu material dikenai sinar X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih

Dalam buku yang berjudul Pemimpin Muda Peka Zaman , (Yunita, Eva., 2006:65-68) menuliskan bahwa kaum muda harus memiliki beberapa point untuk dapat menjadi pribadi yang

Tujuan penelitian ini adalah membuat model pendingin absorbsi amonia- air dengan amonia sebagai refrijeran, mengetahui unjuk kerja dan temperatur pendinginan yang

Metode Teams Games Tournaments (TGT) adalah salah satu metode dari model pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil (teams) untuk mengerjakan

Decreasing the money supply will result in higher short-term interest rates and appreciation of the currency, but will likely cause GDP growth to decrease further in the short

Masalah permodalan adalah aspek yang sangat penting dalam dunia usaha dan dunia industri (DuDi). Meskipun siswa masih berada dalam belajar di sekolah, persoalan2