ii
Kepemimpinan Kharismatik Kiai dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiriual
Santri (Studi Kasus Ponpes Salafiyah Al-Barokah)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Agama Islam
OLEH
ILHAM SAIFUDIN NIM : 210313055
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
NOVEMBER 2018
iii
ABSTRAK
Saifudin, Ilham. 2018. Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiriual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing, Kharisul Wathoni, M.Pd.I
Kata Kunci : Kepemimpinan, Kharismatik Kiai, Kecerdasan Spiritual
Pondok pesantren merupakan tempat belajar agama Islam bagi siswa (santri) di bawah bimbingan gurunya (Kiai). Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pondok pesantren telah menunjukkan kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan telah berjasa turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberhasilan para santri lulusan pondok pesantren tentu sangat dipengaruhi oleh peran kiai yang menjadi pengasuh dan pemilik pesantren di pondok pesantren tersebut.
Untuk mengetahui bagaimana peran kiai dalam meningkatkan kecerdasan spiritual santri maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren salafiyah Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo? (2) Bagaimana peran kepemimpinan kharismatik kiai dalam meningkatkan kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren salafiyah Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo?
Sedangkan untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertnyaan diatas maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus. Dengan teknik pengumpulan data: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik reduksi data, data display dan pengambilan kesimpulan atau verivikasi.
iv
Skripsi atas nama saudara :
Nama : Ilham Saifudin
NIM : 210313055
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul : Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan Kecerdasan
Spiriual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah)
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dalam ujian munaqasah
Pembimbing
Kharisul Wathoni, M.Pd.I Tanggal,15 Novembar 2018 NIP. 19730625 200312 1 002
Mengetahui,
Ketua
Jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Ponorogo
v
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul : Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiriual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah)
telah dipertahankan pada sidang munaqasah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo pada :
Hari : Senin
Tanggal : 17 Desember 2018
dan telah diterima sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam, pada :
Hari :
Tanggal :
Ponorogo, 26 Desember 2018 Mengesahkan
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren merupakan tempat belajar agama Islam bagi siswa
(santri) di bawah bimbingan gurunya (Kiai). Sebagai lembaga pendidikan
Islam tertua di Indonesia, yakni ada sejak zaman Walisongo menyebarkan
agama Islam di pulau Jawa, pondok pesantren telah menunjukkan
kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan telah berjasa turut
mencerdaskan kehidupan bangsa.1 Keberhasilan para santri lulusan pondok
pesantren tentu sangat dipengaruhi oleh peran kiai yang menjadi pengasuh
dan pemilik pesantren di pondok pesantren tersebut.
Kiai adalah seorang pemimpin di pondok pesantren. Oleh karena itu,
kiai memiliki peran penting dalam menguasai dan mengendalikan seluruh
sektor kehidupan di pondok pesantren.2 A. A. Samson mengamati bahwa para
kiai memiliki kekeramatan yang tidak dimiliki para sarjana atau politisi,
berkat dua keunggulannya yaitu kedalaman ilmu pengetahuan agamanya
dan pengabdian agama selama bertahun-tahun.3 Kiai dianggap memiliki
sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain di sekitarnya. Atas dasar ini
hampir setiap kiai yang ternama beredar legenda tentang keampuhannya yang
1
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan
Perkembanganya (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), 3.
2
Mujamil Qamar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi.
(Jakarta: Erlangga, 2005), 31.
secara umum bersifat magis. Perkataannya tidak berani dibantah, dan
santripun menuruti dengan suka rela apa yang menjadi kehendaknya.
Sehingga tidak jarang Kiai yang berkharisma ini mempunyai masa atau
pengikut yang banyak.
Dipandang dari segi kehidupan santri, kharisma kiai adalah karunia
yang diperoleh dari kekuatan Tuhan.4 Ia dipercaya oleh santri sebagai seorang
yang telah mencapai makrifat atau dekat dengan Allah. Dari kedekatannya
itu tanda-tandanya bisa dilihat dengan karomah-karomah yang dimilikinya.
Karomah adalah kehormatan, kemulyaan, adakalanya digunakan untuk
sesuatu di luar adat kebiasaan dari orang saleh atau wali sebagai anugrah dari
Allah Swt, untuk menunjukkan ketinggian dan kedudukan orang tersebut di
sisi Allah adalah kehormatan atau kemulyaan dari Allah Swt.5
Menurut Anderson, kedudukan kiai tidak hanya bertugas memberi
bimbingan rohani (mursyid) saja, tetapi juga diharapkan mampu melakukan
pekerjaan-pekerjaan magis karena dianggap memiliki kesakten (karomah).6
Karomah Kiai itu mampu memancarkan aura kepada orang-orang yang
dekat dengan kiai (memberi karomah).7 Dari karomah-karomah yang
dimiliki kiai itulah biasanya santri tidak berani untuk menentang karena
4
Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), 13.
5
Mardiyah, Kepemimoinan Kyai dalam Memelihara Budaya Organisasi (Yogyakarta: Aditya
Media Publising, 2013), 3.
6
Chumaidi Syarief Romas, Kekerasan di Kerajaan Sorgawi, Gagasan Kekuasaan Kiai Dari
Mitos Wali Hingga Broker Budaya (Yogyakarta: Kreasi wawancara, 2003), 153.
7
takut kualat dan mereka berusaha untuk menjadi santri yang disayangi agar
mendapat berkah dari kiai.
Selain sebagai pemimpin pondok pesantren, kiai juga berperan
sebagai guru sekaligus “abah” bagi santri-santrinya. Sebagi guru, dengan
ilmu yang mumpuni, kewibawaan, dan kharismatiknya, maka tentunya santri
akan dapat memahami dan melaksanakan ajaran agama Islam yang telah
diajarkan dengan lebih baik. Sebagai “abah”, mengingat sebagian besar
santri yang mukim di pondok pesantren sebagian besar jauh dari orang
tuanya, maka kiai dianggap sebagai pengganti sosok “abah”. Sehingga, kiai
menjadi figur yang diharapkan mampu memberikan teladan bagi para
santrinya.
Dari berbagai penjelasan di atas, dari segi kharismatik maupun
keteladanannya dalam memimpin pondok pesantren tentu memiliki berbagai
problema tertentu yang timbul baik dari segi lingkungan, karakter maupun
dari segi motivasi santri-santri dalam menuntut ilmu. Problema itu tentunya
membutuhkan penyelesaian yang tepat sasaran agar dapat menjadi solusi
terbaik.
Dari problema yang ada misalnya, kurangnya kesadaran santri dalam
melaksanakan ibadah, seperti saat-saat tiba waktu shalat berjama’ah beberapa
santri masih ada yang tidak ikut, terkadang malah masih tidur, ada juga yang
ini ditimbulkan karena memang dari segi lingkungan dan rendahnya motivasi
santri akan ibadah santri sendiri.
Dari masalah di atas disini peran kiai sangat diharapkan dalam
membimbing santri-santrinya terlebih di Pondok Pesantren Salafiyah
Al-Barokah Siman Ponorogo. Kiai Imam Suyono tampil sebagai sosok penting
yang memberikan teladan dan pengayoman bagi santri-santrinya dalam
menimba ilmu, beliau juga sebagai murabbi yang memberikan kasih sayang santri-santrinya layaknya anaknya sendiri. Bahkan dengan rasa kasih
sayangnya tersebut beliau terjun langsung dalam setiap kegiatan yang ada di
Pondok Pesantren Al-Barokah seperti ro’an (kerja bakti), membangunkan
jamaah untuk sholat subuh dan berbagai kegiatan lain yang ada di Pondok.
Hal ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi calon santri mauupun
santri-santri yang mondok di Pondok Pesantren salafiyah Al-Barokah.
Maka dari itu, penulis tertarik membahasnya dalam karya ilmiah ini
guna mengetahui dan memperdalam kharisma apa yang dimiliki oleh sang
kiai dalam memimpin dan mengasuh Pondok Pesantren Al-Barokah. Untuk
itu dalam memperjelas pembahasan karya ilmiah ini penulis tertarik
membahasnya dengan judul “Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam
Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Santri (Studi Kasus Pon.Pes Salafiyah
Al-Barokah)”
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah Kepemimpinan kharismatik Kiai Dalam
Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Santri di Pondok Pesantren Salafiyah Al-
Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren salafiyah
Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo?
2. Bagaimana peran kepemimpinan kharismatik kiai dalam meningkatkan
kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren salafiyah Al-Barokah
Desa Mangunsuman Siman Ponorogo?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka,
tujuan penelitian yang dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui kepemimpinan kharismatik kiai di pondok pesantren
salafiyah Al-Barokah Desa Mangunsuman Siman Ponorogo.
2. Untuk mengetahui peran kepemimpinan kharismatik kiai dalam
meningkatkan kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren salafiyah
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam khazanah pendidikan,
sekaligus dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dalam
pengembangan teori kepemimpinan kharismatik yang telah ada,
khususnya tentang upaya kepemimpinan kiai dalam meningkatkan
kecerdasan spiritual santri.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan, sebagai bahan
pertimbangan dan wacana ke depan bagi kemajuan dan keeksisan
lembaga khususnya untuk menciptakan kampus yang islami secara
penuh.
b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan terutama di
bidang keilmuan kepemimpinan kharismatik, yang dapat digunakan
sebagai bahan dalam kajian-kajian serupa. Selain itu, hasil penelitian
ini untuk memenuhi sebagai persyaratan guna meraih gelar
kesarjanaan Strata 1 (S1) di Progam Studi Pendidikan Agama Islam
pada Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo.
c. Bagi masyarakat, hasil penelitian dapat sebagai bahan pertimbangan
F. Sistematika Pembahasan
Pada penyusunan penelitian kualitatif ini terdapat lima (6) bab
pembahasan yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya:
Pada bab I yaitu pendahuluan, pendahuluan ini berfungsi sebagai
pola dasar pemikiran penulis dalam menyusun skripsi. Dalam bab ini
akan membahas tentang; pertama, latar belakang mengapa peneliti mengambil judul skripsi tersebut, kedua, fokus penelitian yaitu membahas batasan atau fokus penelitian yang terdapat dalam situasi
sosial. Ketiga, rumusan masalah yaitu membahas rumusan-rumusan masalah yang diambil dari latar belakang dan fokus penelitian. Keempat,
tujuan penelitian yaitu membahas sasaran yang akan dicapai dalam
proposal penelitian, sesuai dengan fokus penelitian yang telah
dirumuskan dalam rumusan masalah. Kelima, manfaat penelitian yaitu membahas manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praktis.
Keenam, sisitematika pembahasan menjelaskan tentang alur bahasan sehingga dapat diketahui logika penyusunan skripsi dan koherensi antara
bab satu dengan bab yang lain.
Pada bab II Landasan Teori. Karena dalam penelitian kualitatif
bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas
dan berakhir dengan suatu teori, oleh karena itu ditulis berdasarkan data
Pada bab III Metode penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Dalam bab ini di paparkan pendekatan apa yang dilakukan, jenis
penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan dsta, teknik analisis data,
pengecekan keabsahan data, tahap-tahap peneltian dansistematika
pembahasan.
Pada bab IV Temuan penelitian, dalam bab ini berisi tentang
paparan data, yang berisi hasil penelitian di lapangan yang terdiri atas
deskripsi data umum lokasi penelitian dan deskripsi data khusus. Adapun
deskripsi data umum lokasi penelitian berbicara tentang pondok
pesantren salafiyah Al-Barokah yang meliputi : Sejarah berdiri, letak
geografis, visi dan misi pondok pesantren salafiyah Al-Barokah.
Deskripsi data meliputi kegiatan pondok pesantren, strategi yang
digunakan serta perubahan yang terjadi pada santri setelah mengikuti
kegiatan di pondok pesantren tersebut.
Pada bab V Pembahasan, pada bab ini akan membahas mengenai
analisis terhadap latar belakang berdirinya pondok pesantren salafiyah
Al-Barokah, pelaksanaan kegiatan dan kontribusi kyai terhadap
peningkatan kecerdasan spiritual santri di pondok tersebut.
Pada bab VI Penutup, pada bab ini akan membahas mengenai
kesimpulan sebagai jawaban dari pokok-pokok permasalahan dan
saran-saran yang berhubungan dengan penelitian sebagai masukan-masukan
9
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TELAAH PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
Di samping menggunakan buku-buku atau referensi yang
relevan, peneliti juga melihat hasil penelitian terdahulu agar nantinya
tidak terjadi kesamaan dan juga sebagai salah satu bahan acuan
mengingat pengalaman adalah guru terbaik, diantaranya karya tulis dari
saudara Suparlan, dengan judul “Meningkatkan Kecerdasan Spiritual
Melalui Kegiatan Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany” Dengan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa latar belakang berdirinya kegiatan manaqib Syaikh Abdul
Qadir Al-Jilany di Desa Mangunsuman?
2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan manaqib Syaikh Abdul Qadir
Al-Jilany di Desa Mangunsuman?
3. Apa kontribusi kegiatan kegiatan manaqib Syaikh Abdul Qadir
Al-Jilany di Desa Mangunsuman?
Ada lagi karya tulis dari saudari Nurul Khususiyah, 2012 dengan
judul “Upaya Meningkatkan Kecerdasan Spiritual (SQ) Melalui
Pengajian Kitab Kifayah Al-Atqiya.” Dengan rumusan masalah sebagai
1. Bagaimana pemahaman santri terhadap kitab Kifayah al Atqiya di kelas takhasus 1 Madrasah Miftahul Huda Mayak Ponorogo?
2. Bagaimana aplikasinya pengajian kitab Kifayah al Atqiya di kelas takhasus 1 Madrasah Miftahul Huda Mayak Ponorogo?
3. Bagaimana keberhasilan pemahaman SQ (Spiritual Quotient) melalui pengajian kitab Kifayah al Atqiya?
Selain itu, diperoleh juga hal-hal yang berkaitan dengan
kecerdasan spiritual di dalam karya saudara Moh. Wahiburridlo, 2011
dengan judul skripsi “Upaya Meningkatkan Kecerdasan Spiritual (SQ)
Melalui Kegiatan Dzikir (Studi Kasus Pada Siswa Kelas XII Putra MA Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo)” dengan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan amaliyah dzikir pada siswa kelas XII MA Darul Huda Mayak Ponorogo?
2. Sejauh mana manfaat pelaksanaan amaliyah dzikir terhadaptingkat kecerdasan spiritual (SQ) siswa kelas XII MA Darul Huda Mayak
B. Landasan Teori
1. Pemimpin dan Kepemimpinan
a. Pengertian pemimpin
Dilihat dari sisi bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut
penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus,
penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya.
Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil
penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya
memengaruhi orang lain dengan berbagai cara.8
Istilah pemimpin dan memimpin pada mulanya berasal dari kata
dasar yang sama "pimpin", dan berikut ini dikemukakan beberapa
pengertian pemimpin:
Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian
memimpin, kemampuan memengaruhi pendirian/pendapat orang atau
sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya.9
Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu;
karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki
keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin.Istilah
Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan,
8
Veithazal Rivai, PEMIMPIN dan KEPEMIMPINAN dalam ORGANISASI (Depok, Fajar
Interpratama, 2014), 1. 9
kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab
itu, kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan "pemimpin".
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan
kelebihan khususnya kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga dia
mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau
beberapa tujuan.
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan
kelebihan khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang, sehingga dia
mampu memengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu tujuan.
Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan
dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut, karena kelak Allah
akan meminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.10
b. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling
mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang
mengingikan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersama.
Esensi pengaruh ialah konsep kepemimpinan bukanlah semata-mata
berbentuk instruksi, melainkan lebih merupakan motivasi atau pemicu
yang dapat memberi inspirasi kepada bawahan, sehingga inisiatif dan
10Ibid
kreatifitas mereka berkembang secara optimal untuk meningkatkan
kinerjanya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka yang paling penting
dalam pengaplikasian konsep kepemimpinan adalah bagaimana
memanfaatkan faktor-faktor eksternal sehingga mendorong tumbuhnya
kinerja produktif. Kepemimpinan berarti menggunakan pengaruh untuk
memotivasi karyawan guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.
Kepemimpinan berarti menciptakan nilai-nilai dan budayabersama,
mengomunikasikan tujuan-tujuan kepada karyawan di seluruh
organisasi, dan menyuntikan semangat untuk memperlihatkan kinerja
tertinggi kepada karyawan. Kepemimpinan berarti menggunakan
pengaruh untuk memotivasi karyawan guna mencapai tujuan-tujuan
organisasional. Kepemimpinan berarti menciptakan nilai-nilai dan
budayabersama, mengomunikasikan tujuan-tujuan kepada karyawan di
seluruh organisasi, dan menyuntikan semangat untuk memperlihatkan
kinerja tertinggi kepada karyawan.11
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepemimpinan adalah suatu kegiatan yang dilakukan pemimpin dalam
mempengaruhi dan memberikan daya penggerak pada sumberdaya
yang ada di organisasi dalam bentuk motivasi dan intruksi dalamrangka
mewujudkan tujuan bersama.
11
c. Fungsi kepemimpinan
Kepemimpinan selalu berhubungan dengan sistem sosial
kelompok maupun individu. Dalam upaya mewujudkan kepemimpinan
yang efektif, maka kepemimpinan harus dijalankan sesuai dengan
fungsinya Wirawan dalam bukunya Kepemimpinan Teori, Psikologi,
Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian menyatakan beberapa
fungsi kepemimpinan sebagai berikut:12
1) Mengembangkan Budaya Organisasi
2) Menciptakan Sinergis
3) Menciptakan Perubahan
4) Memotivasi Para Pengikut
5) Memberdayakan Pengikut
6) Mewakili Sistem Sosial
7) Manajer Konflik
8) Memberlajarkan Organisasi
2. Pengertian Santri dan Pesantren
Santri menurut Masjikur Anhari, yakni para siswa yang mendalami
ilmu-ilmu agama di pesantren, baik dia tinggal dipondok maupun pulang
setelah selesai waktu belajar.13 Zamakhsyari Dhofir membagi menjadi dua
12
Wirawan, Kepemimpinan Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 64-92.
13
Zmaksyari Dhofir, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta:
kelompok sesuai tradisi pesantren yang diamatinya, yaitu; pertama, santri mukim, artinya para santri yang menetap dipondok. Biasanya diberikan
tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren. Bertambah lama tinggal
di pondok, statusnya akan bertambah, yang biasanya diberikan tugas oleh
kiai untuk mengajarkan kitab-kitab dasar kepada santri-santri yang lebih
yunior, dan yang kedua, santri kalong adalah santri yang selalu pulang setelah belajar.
Para santri yang belajar pada pesantren yang sama, biasanya
mempunyai kekeluargaan yang tinggi, baik antar sesama santri maupun
dengan kiai mereka. Kehidupan sosial yang berkembang diantara para santri
ini menumbuhkan system sosial tersendiri. Didalam pondok para santri
belajar hidup bermasyarakat, berorganisasi, memimpin dan dipimpin,
mereka taat patuh pada kiai dan menjalankan tugas apapun yang diberikan
padanya.
Menurut M. Arifin sebagaimana dikutif oleh Mujamil Qomar,
mendefinisikan pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan agama
Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem
asrama dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem
pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari
“Pondok pesantren adalah salah satu lembaga diantara lembaga
-lembaga iqomahtuddin lainnya yang memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi kegiatan, pengajaran, pemahaman, dan pendalaman ajaran agama
Islam serta fungsi kedua adalah menyampaikan dan mendakwahkan ajaran
Islam kepada masyarakat.14
Di tinjau dari segi bahasa Arab, kata pondok pesantren yaitu Funduq
yang berarti tempat menginap atau asrama Prof. Azumardi Azra, dalam
bukunya sejarah Perkembangan Madrasah mengatakan, bahwa pondok
pesantren adalah tempat belajar para pelajar.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, pondok pesantren merupakan
suatu lembaga pengajaran, pemahaman dan pendalaman ajaran agama Islam
kepada parapelajar (santri) agar menjadi orang yang baik dan trampil dalam
melaksanakan ibadah. Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang
bertujuan untuk menciptakan kader yang memiliki pengetahuan yang
mendalam mengenai ajaran agama.
Di lain sisi, sebagai lembaga dakwah pondok pesantren membimbing
para santri menjadi orang yang terampil dan professional dalam
menyampaikan ajaran Islam sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki.
14
Karena itulah, para santri disuruh mengikuti acara pelatihan dakwah serta
berpidato yang biasanya diadakan satu kali dalam seminggu.15
3. Pengertian Kharisma dan Kepemimpinan Kharismatik
Secara etimologi, kharisma berasal dari kata Yunani yang artinya
adalah karunia yang diinspirasi ilahi, seperti kemampuan untuk melakukan
mukjizat atau memprediksi peristiwa-peristiwa di masa mendatang.16
Pengertian kharisma dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa
dalam hal kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan
rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya atau atribut kepemimpinan
yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Dengan demikian,
kharisma merupakan atribut yang melekat pada diri seseorang. Kharisma
dapat bersumber dari keturunan atau dari ciri fisik, kepribadian mulia,
serta kelebihan khusus dalam pengetahuan keagamaan maupun
pengetahuan umum yang dimiliki seseorang. Kharisma merupakan sebuah
antribusi dari proses interaktif antara pemimpin dan pengikut.17
Menurut Baharudin, kata kharisma diartikan sebagai: wibawa,
kewibawaan, karunia kelebihan dari Tuhan kepada (yang dimiliki)
seseorang. Kharisma sebagai keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan
Jerri H. Makawimbang, Kepemimpinan Pendidikan yang Bermutu (Bandung:
kemampuan luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk
membangkitkan pemujaan yang luar biasa dan rasa kagum dari masyarakat
terhadap dirinya, atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas
kepribadian individu.18
Sedangkan menurut Max Weber kharisma adalah sebuah pandangan
yang “luar biasa”, yakni sesuatu yang sangat berbeda dari dunia sehari
-hari, ia akan bersifat spontan sangat berbeda dengan bentuk-bentuk sosial
yang stabil dan mapan, dan merupakan suatu sumber dari bentuk dan
gerakan baru, dan karena dalam arti sosiologis kharisma bersifat
kharismatik.19
Dalam perspektif Max Weber, kepemimpinan yang bersumber dari
kekuasaan luar biasa disebut kepemimpinan kharismatik atau
charismaticauthority. Kepemimpinan jenis ini didasarkan pada
identifikasi psikologis seseorang dengan orang lain. Kepemimpinan
kharismatik didasarkan pada kualitas luar biasa yang dimiliki oleh
seseorang sebagai pribadi. Pengertian ini bersifat teologis, karena untuk
mengidentifikasi daya tarik pribadi yang ada pada diri seseorang, harus
menggunakan asumsi bahwa kemantapan dan kualitas kepribadian yang
dimiliki adalah anugerah Tuhan. Max Weber mengidentifikasi sifat
18
Widdah, dkk. Kepemimpinan Berbasis Nilai dan Pengembangan Mutu Madrasah,
(Bandung: Alfabeta, 2012), 206.
19
kepemimpinan ini dimiliki oleh mereka yang menjadi pemimpin
keagamaan.20
Istilah kharismatik menunjuk kepada kualitas kepribadian,
sehingga ia dibedakan dengan orang kebanyakan. Ia dianggap, bahkan
diyakini, memiliki kekuatan supranatural, manusia serba istimewa.
Kehadiran seseorang yang mempunyai tipe seperti itu dipandang sebagai
seorang pemimpin, yang meskipun tanpa ada bantuan orang lain pun, ia
akan mampu mencari dan menciptakan citra yang mendeskripsikan
kekuatan dirinya. Sehubungan dengan ini Weber menyatakan: Seringkali
seseorang dianggap memiliki kharisma karena terdapat yang mempercayai
bahwa ia mempunyai kekuatan dan kemampuan luar biasa dan
mengesankan di hadapan masyarakat. Karenanya yang bersangkutan
sering berpikir tentang sesuatu yang gaib, melakukan meditasi untuk
mencari inspirasi sehingga membuatnya terpisah dari kebiasaan yang
dilakukan oleh orang lain. Meski demikian, seseorang yang mempunyai
kharisma tidaklah mengharuskan semua bentuk karakteristik melekat
utuh padanya. Baginya yang penting adalah sifat-sifat luar biasa yang
dianggap orang lain sebagai atribut dari orang itu. Para pengikut
pemimpin kharismatik sering bersikap labil dan mudah berubah. Hingga
batas tertentu mereka sangat loyal dan loyalitasnya nyaris mengabaikan
20Ibid
kewajiban kerjanya dan menjual sesuatu untuk mengikuti anjuran
pemimpinnya.21
Dengan demikian antara pemimpin dan pengikut terkonstruksi
hubungan erat, layaknya sebuah keluarga, dan hubungan demikian, juga
terjalin di antara sesama pengikut dalam komunitas tersebut.Pada
hakikatnya, pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan
untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan
menggunakan kekuasaan, dan kekuasaan adalah kemampuan untuk
mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan
tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.22 Berdasarkan pengertian kharisma
dan pemimpin yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka dapat
dijelaskan mengenai pengertian kepemimpinan kharismatik.
Kepemimpinan kharismatik dapat diartikan sebagai sebuah
kemampuan menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan
keistimewaan atau kelebihan yang dimiliki pemimpin, sehingga
menimbulkan rasa hormat, segan, dan kepatuhan orang-orang yang
dipimpinnya. Dengan kata lain, pemimpin kharismatik diterima sebagai
seorang yang istimewa oleh pengikutnya. Karena pengaruh kepribadian
21
Edi Susanto, Krisis Kepemimpinan Kiai: Studi atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat
(ISLAMICA, Vol 1 No. 2 Maret 2007), 116.
22 Jamal Ma’mur Asmani, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan
pemimpin dapat menimbulkan kepercayaan bagi para pengikutnya, maka
semua pendapat dan keputusan sang pemimpin dipatuhi oleh pengikut
dengan rela dan ikhlas.
House mengajukan sebuah teori untuk menjelaskan kepemimpinan
kharismatik dalam hubungannya dengan sejumlah teori yang dapat diuji
dan dapat diobservasi. Indikator kharisma menurut House, di antaranya
adalah:
a. Ditinjaudari segi pengikut (bawahan) dari pemimpin yang kharismatik,
maka pengikut akan memiliki sikap: sangat patuh kepada pemimpin,
merasakan bahwa keyakinan-keyakinan pemimpin benar, tunduk
kepada pemimpin dengan senang hati, merasa sayang kepada
pemimpin, terlibat secara emosional dalam organisasi, percaya bahwa
dapat memberi kontribusi terhadap keberhasilan organisasi, serta
memiliki kinerja tinggi.
b. Ditinjau dari segi pemimpin, maka pemimpin yang kharismatik
mempunyai sifat berikut: mempunyai pengaruh yang besar bagi para
pengikutnya; mempunyai kekuasaan dan percaya diri yang tinggi;
mempunyai pendirian dan keyakinan yang kuat; memiliki visi, misi,
semua pengikutnya; berperilaku baik, dapat memberikan teladan yang
baik dan juga memberikan motivasi bagi para pengikutnya.23
Dominasi kekuasaan kiai yang mutlak di pesantren atau lembaga
pendidikan ini dipandang sebagai penindasan bila ditinjau dari perspektif
baru pendidikan yakni sebagai upaya pembebasan. Seperti yang dikatakan
M.Rusli Karim bahwa pendidikan Islam mempunyai arti pembebasan
manusia. Dominasi kekuasaan Kiai secara sosiologis menciptakan
hubungan superordinasi dan subordinasi, hierarki atas bawah, penguasa
penguasa yang dikuasai dapat menimbulkan konflik dan paksaaan dan
kekerasan, namun hubungan-hubungan tersebut tidak menimbulkan apa
yang seharusnya terjadi karena kekuasaan ideologis itu berhasil ditarik ke
dalam kesadaran mistifikasi kekuasaan tersebut.
Johan Galtung menjelaskan bahwa kekuasaan akan menjadi suatu
kekerasan apabila kondisi relasi sosial tidak seimbang. Dalam konteks
pesantren, kecenderungan akan hal ini merupakan implikasi dari posisi
santri yang lemah dan posisi kiai yang kuat. kekuasaan yang memaksa
dan menekan dapat diartikan dengan kekerasan. kekerasan dapat dilihat
dengan bertitik tolak pada prinsip bahwa manusia harus berkembang
sesuai dengan potensi pribadinya. Oleh sebab itu setiap manusia atau
individu mempunyai hak untuk berkembang dan untuk merealisasikan
23
Chusmaidi Syarief Romas, Kekerasan Dikerajaan Surgawi, Gagasan Kekuasaan Kiai dari
dirinya. Keduanya merupakan hak yang tidak bisa dicabut dan merupakan
nilai-nilai yang dituju dari setiap gerak hidup manusia. Apapun yang
menghalangi pertumbuhan dan perkembangan pribadi atau individu dapat
dikatakan sebagai tindakan kekerasan atas manusia.24
Sisi negatif dari kepemimpinan kharismatik adalah pemimpin
menggunakan kekuatan mereka untuk menginspirasi dan membimbing
pengikutnya pada tindakkan destruktif, egois dan kejam. Contoh dari
pemimpin kharismatik yang membawa pada kerusakan adalah Adolf Hitler
dan Osama bin Laden. Akan tetapi baik buruknya kepemimpinannya tentu
bergantung bagaimana kepribadian dari seorang pemimpin sendiri.
Apabila kemampuannya itu diarahkan kepada tindakan yang positif,
tindakan yang membangun, seperti kepemimpinan kiai dalam pesantren
yang tentu dalam memimpin menganut pada Nabi Muhammad Saw, yaitu
melalui Al-Quran dan Hadits.
Lembaga pendidikan, termasuk juga pondok pesantren,
membutuhkan seorang pemimpin. Sebab, pemimpin itu sendirilah sosok
penggerak dan inspirator dalam merancang dan mengerjakan kegiatan.25
Sebagai pemimpin sebuah pondok pesantren, seorang Kiai dapat
memberikan pengaruh yang besar bagi para santri, pondok pesantren,
24
Ibid, 124.
25
Jamal Ma’mur Asmani, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan
maupun lingkungan masyarakat sekitar pondok pesantren, diantaranya
karena dua faktor, yakni kharisma dan kekuatan ekonomi yang dimiliki
oleh sang kiai. Tanpa kharisma, seorang kiai tentu akan kesulitan dalam
menciptakan pengaruh, dan kekuatan kharisma semata tidak akan cukup
untuk membangun otoritas pengaruh sosial seorang kiai di tengah
masyarakat.26 Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Stoner, bahwa
semakin banyak jumlah sumber kekuasaan (untuk memberikan pengaruh
pada lingkungan sekitarnya). yang dimiliki oleh seorang pemimpin, maka
akan semakin besar pula potensi kepemimpinan yang efektif.27 Jadi, sifat
kharismatik dan kekuatan ekonomi bersinergi membentuk kekuatan
pengaruh kiai di lingkungan pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.
Tradisi sufisme (tradisi yang menjauhkan diri dari segala sesuatu yang
berorientasi pada kehidupan dunia fana) di lingkungan para pemuka agama
Islam (termasuk kiai), karena pengaruh kemajuan zaman, tidak diartikan
secara kaku. Bahwa, seorang kiai tidak dilarang untuk mencari kekayaan
duniawi. Tidak sedikit dari kiai yang menganggap bahwa kekayaan
merupakan sesuatu yang penting maknanya dalam kehidupan, sekalipun
26
Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater Sebagai Rezim
Kembar di Madura (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004), 87-97. 27
Jamal Ma’mur Asmani,Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan
selalu disampaikan pula dengan selingan argumen bahwa kekayaan itu
untuk mendukung syiar agama Islam.28
Kebutuhan hidup kiai dan keluarganya dapat dipenuhi dari bisnis
yang dilakukan kiai. Kharisma berbeda dengan wibawa. Dalam KBBI,
didefinisikan bahwa kharisma adalah keadaan atau bakat yang
dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam hal
kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan rasa
kagum dari masyarakat terhadap dirinya, atribut kepemimpinan yang
didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Sedangkan dalam KBBI,
wibawa diartikan sebagai pembawaan untuk dapat menguasai dan
mempengaruhi dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang
mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik.29
Adapun karakteristik utama dari kepemimpinan kharismatik:
a) Percaya diri. Mereka benar-benar percaya akan penilaian dan kemampuan mereka.
b) Suatu Visi. Ini merupakan tujuan ideal yang mengajukan suatu masa depan yang lebih baik. Makin besar tujuan maka makin besar
kemungkinan bahwa pengikut akan menghubungkan visi yang luar
biasa itu pada si pemimpin.
28
Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater Sebagai Rezim
Kembar di Madura, 97-102.
29Ibid
c) Kemampuan untuk mengungkapkan visi dengan gambling. Mereka mampu memperjelas dan menyatakan visi dalam kata-kata yang
dapat dipahami oleh orang lain. Artikulasi ini menunjukkan suatu
pemahaman akan kebutuhan akan pengikut dan karenanya,
bertindak sebagai suatu kekuatan motivasi.
d) Keyakinan kuat mengenai visi itu. Pemimpin kharismatik sebagai orang yang berkomitmen kuat, bersedia mengambil risiko pribadi
yang tinggi, mengeluarkan biaya tinggi, dan melibatkan diri dalam
pengorbanan untuk mencapai visi itu.
e) Perilaku yang diluar aturan. Mereka dengan karisma ikut serta dalam perilaku yang dipahami sebagai baru, tidak konvensional,
dan berlawanan dengan norma-norma. Bila berhasil, perilaku ini
menimbulkan kejutan dan kekaguman para pengikutnya.
f) Dipahami sebagai agen perubahan. Pemimpin kharismatik dipahami sebagai agen perubahan yang radikal.
g) Kepekaan lingkungan. Pemimpin ini mampu membuat penilaian yang realistis terhadap kendala lingkungan dan sumber daya yang
diperlukan untuk menghasilkan perubahan.30
4. Konsep Kepemimpinan Kiai
a. Pengertian Kiai
30
Veitsal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Leadership: Membangun SuperLeadership
Istilah kiai memiliki arti sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai
di agama Islam).31 Kiai merupakan gelar yang diberikan oleh
masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau
menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik
kepada para santrinya.32
Keberadaan kiai sebagai pemimpin pesantren, ditinjau daritugas
dan fungsinya dapat dipandang sebagai fenomena kepemimpinan yang
unik. Dikatakan unik, kiai sebagai pemimpin sebuah lembaga
pendidikan islam tidak sekedar bertugas menyusun kurikulum,
membuat peraturan tata tertib, merancang sistem evaluasi, sekaligus
melaksanakan proses belajar mengajar yang berkaitan dengan
ilmu-ilmu agama di lembaga yang diasuhnya, melainkan bertugas pula
sebagai pembina dan pendidik umat serta menjadi pemimpin
masyarakat.33
Tholhah hasan dan Sugeng Haryanto berpendapat bahwa
kepemimpinan kiai umum tampil dalam empat dimensi, yaitu: 1).
Sebagai Pemipin masyarakat (community leader), jika tampil sebagai organisasi masyarakat atau organisasi politik, 2). Pemimpin keilmuan
(intelectual leader), dalam kapasitasnya sebagai guru agama, pemberi
31
Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 565.
32
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Kiai (Jakarta : LP3E, 1982), 55.
33
Mardiyah,Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi (Yogyakarta: Aditya
fatwa, rujukan hukum, 3). Pemimpin kerohanian (Spiritual leader), apabila kiai memimpin kegiatan peribadatan atau menjadi mursyid
thariqat, 4). Pemimpin administrative (Administration leader), jika kiai berperan sebagai penanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan,
Pondok Pesantren badan-badan kemasyarakatan lainya.34
Keunikan lain kepemimpinan kiai adalah karisma yang dimiliki
oleh para kiai menyebabkan mereka menduduki posisi kepemimpinan
dalam lingkungannya. Kedudukan kiai seperti itu, sesungguhnya
merupakan patrol, tempat bergantung para santri. Karena kewibawaan kiai, seorang murid tidak pernah (enggan) membantah apa yang
dilakukan kiai. Kedudukan santri adalah client bagi dirinya. Hubungan pemimpin dan yang dipimpin dalam budaya seperti itu, setidaknya
melahirkan hubungan kepemimpinan model patrol-clien relation-shipyang telah di dikemukakan oleh James C. Scott.35
5. Kecerdasan Spiritual
a. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata cerdas dapat
diartikan sebagai kesempurnaan perkembangan akal budi (ketajaman
34
Sugeng Haryanto, Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai di Pondok
Pesantren (Studi Interaksionisme Simbolik di Pondok Pesantren Sidogiri-Pasuruan), (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012), 72.
35
Sukamto, Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka LP3ES
pikiran),36 yang memiliki pengertian sangat luas sehingga cerdas tidak
hanya diartikan secara sempit yakni IQ (Intelegensi Quotient) sebagai
satu-satunya rumusan taraf kecerdasan. Banyak orang tua beranggapan
apabila IQ rendah, maka anak tersebut bodoh, padahal jauh dari itu
taraf kecerdasan sebenarnya beraneka ragam bentuknya tergantung
pada wilayah kecerdasannya37
Kecerdasan spiritual baru dibicarakan pada tahun 2000,
dipelopori oleh Danah Zohar dan Ian Marsal, pasangan suami istri dari
Harvard dan Oxford University. Dalam bahasa yang mudah, kecerdasan
spiritual adalah kemampuan seseorang untuk mengenal Allah
(ma’rifatullah). Dengan mengenal Allah manusia akan sukses dalam
hidupnya, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Sebab akan
mengawali segala sesuatunya dengan nama Allah, dan mengembalikan
apapun hasilnya kepada Allah.38
Menurut Sineter, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang
mendapat inspirasi dorongan, dan efektifitas yang terinspirasi,
penghayatan ketuhanan yang didalamnya manusia menjadi bagian.
Sedangkan Muhammad Zuhri menyatakan bahwa SQ adalah
kecerdasan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan.
36
DEPDIKBUT, Kamus BesarBahasa Indonesia 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), 186.
37
Monty P. Satiadarma & Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan (Jakarta: Pustaka
Populer Obor, 2003), 2. 38
Menurutnya potensi SQ setiap orang sangat besar, dan tidak dibatasi
oleh faktor keturunan, lingkungan atau materi lainya.
Psikologi Islam sendiri mendefinisikan kecerdasan spirtual (SQ)
sebagai kecerdasan yang berhubungan dengan kualitas batin
seseorang.39 Oleh karena itu, kecerdasan dalam diri seseorang
mendorong teraktualisasinya nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, yang
semata-mata tidak mengutamakan kebutuhan material, melainkan
merupakan pengembangan kebutuhan spiritualitas.
Kecerdasan manusia dapat dipengaruhi oleh pengalaman
sehari-hari, kesehatan fisik dan mental, porsi latihan yang diterima, ragam
hubungan yang dijalin, dan berbagai faktor lain. Ditinjau dari segi ilmu
saraf, semua sifat kecerdasan itu bekerja melalui, atau dikendalikan
oleh otak beserta jaringan sarafnya yang tersebar diseluruh tubuhnya.40
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
berarti tidak hanya melingkupi satu aspek saja melainkan banyak aspek
sesuai dengan sifat bawaan atau pengaruh lingkungan. Secara devinitive
kecerdasan dapat dikatakan dengan daya reaksi atau penyesuaian yang
tepat, baik secara fisik maupun mental terhadap
pengalaman-pengalaman baru, membuat pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang telah
39
Abdul Murjib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 329.
40
Danah Zohar dan Lan Marshal, SQ Kecerdasan Spiritual (Bandung: PT. Mizan Pustaka,
dimiliki siap untuk dipakai apabila dihadapkan pada fakta-fakta atau
kondisi yang baru.
Sedangkan spiritual yaitu kecerdasan dalam diri seseorang yang
mampu membantu menemukan dan mengembangkan bakat bawaan,
otoritas batin, kemampuan membedakan antara yang benar dan salah
serta kebijaksanaan.41
Bila dua kata tadi (kecerdasan dan spiritual) digabungkan maka
akan membentuk suatu kajian ilmu yang mempunyai makna yang
sangat mendalam, karena dengan adanya kecerdasan spiritual seseorang
dapat mersakan hidupnya akan lebih bermakna.
Kecerdasan spiritual harus ditekankan dalam pendidikan Islam,
karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang bertumpu pada
bagian dalam diri dan yang berhubungan dengan kearifan di luar ego
dan jiwa sadar serta yang berkaitan dengan pencarian nilai.42 Dalam
konsep ajaran Islam, permasalahan-permasalahan yang senantiasa
dihadapi oleh setiap manusia tidak akan pernah terlepas dengan
persoalan-persoalan mental atau kejiwaan yang berhubungan dengan
lingkungan yang bersifat horizontal saja, akan tetapi juga mencakup
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan spiritual atau ruhaniah
dan keyakinan religiusitas. Sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam
41
Monty P. Satiadarma & Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, 42.
42Syamsul Ma’arif, Revitalisme Pendidikan Islam,
Al-quran dan As-sunnah, manusia mempunyai dua sisi kehidupan,
yakni kehidupan jasmaniah dan ruhaniah, lahir dan batin, atau dunia
dan akhirat. Maka konsekuensinya adalah pasti ia memiliki
permasalahan-permasalahan kehidupan yang berhubungan antara
dirinya dengan Tuhannya dan antara dirinya dengan lingkungannya di
dalam kehidupan dunia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (Q.S Ali Imran: 112)43
43
Dari ayat di atas tersirat makna dan spirit tentang kecerdasan
yang ada dalam diri manusia. Manusia akan meperoleh kehinaan,
kehancuran dan kehilangan makna hidup yang bermakna di mana saja,
kecuali ia memiliki kemampuan berinteraksi, beradaptasi dan
berintegrasi dengan Tuhannya dan manusia secara baik dan benar.44
Menurut Danah Zohar dan dan Marshall, kecerdasan spiritual
(SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memcahkan persoalan
makna atau nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan
untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dibandingkan dengan yang lain.45
Membangun spiritualisme adalah usaha melakukan penyegaran
mental atau ruhani berupa keyakinan, iman, ideologi, etika, dan
pedoman atau tuntunan. Membangun spiritualisme dapat dilakukan
dengan berbagai media, salah satunya adalah dengan membangun
spiritualisme yang bersumber dari agama yang dinamakan
“spiritualisme religius”.46
44
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Psikologi Kenabian; Prophetic Psychology (Yogyakarta:
Fajar Media Press, 2012), 578-579.
45
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Kecerdasan Spiritual (Bandung: PT.Mizan Pustaka,
2007), 4.
46
Abd. Wahab dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Dan Kecerdasan Spiritual
Perubahan SQ (kecerdasan spiritual) dari yang rendah ke yang
lebih tinggi dapat dilakukan dengan upaya kita dalam menyadari di
mana kita sekarang. Misalnya bagaimana situasi kita saat ini? Apakah
konsekuensi dan reaksi yang ditimbulkan? Apakah anda
membahayakan diri sendiri atau orang lain? Langkah ini menuntut
kita untuk menggali kesadaran diri, yang pada gilirannya menuntut
kita menggali kebiasaan merenungkan pengalaman. Banyak diantara
kita tidak pernah merenung. Kita hidup dari hari ke hari, dari aktivitas
ke aktivitas dan seterusnya. SQ yang lebih tinggi berarti sampai pada
kedalaman dari segala hal, memikirkan segala hal menilai diri sendiri
dan perilaku dari waktu ke waktu. Paling baik dilakukan setiap hari.
Ini dapat dilakukan dengan menyisihkan beberapa saat untuk berdiam
diri bermeditasi setiap hari, atau sekedar mengevaluasi setiap hari
sebelum anda jatuh tertidur di malam hari.47
47
Agus Nggermanto, Quantum Quoient (kecerdasan Quantum): Cara Cepat Melejitkan IQ,
35 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan
Berdasarkan fokus dan tujuan penelitian, maka penelitian ini merupakan
kajian yang mendalam guna memperoleh data yang lengkapdan terperinci.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mendalam mengenai
Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual
Santri di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah dengan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang ditunjukan untuk
mendiskripsikan dan menganalisis, fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,
sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun
kelompok.1
Peneliti menerapkan pendekatun kualitaif ini berdasarkan beberapa
pertimbangan: Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan. Kedua metode ini menyajikan secara langsung
hakikat hubungan antara peneliti dengan responden. Ketiga, metode ini lebih
peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh
1
Dedi Mulyana, Metode Penelitian Kuaitatif, Paradigma Baru ilmu Komunikasi dan
bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Dengan demikian,
peneliti dapat memilah-milah sesuai fokus penelitian yang telah disusun,
peneliti juga dapat mengenal lebih dekat dan menjalin hubungan baik dengan
subjek (responden) serta peneliti berusaha memahami keadan subjek dan
senantiasa berhati-hati dalam penggalian informasi sebjek sehingga subjek
tidak merasa terbebani.2
a. Jenis Penelitian
Jika dilihat dari lokasi penelitiannya, maka jenis penelitian ini
merupakan jenis penelitian lapangan field research). Menurut
Suryasubrata, penelitian lapangan bertujuan "mempelajari secara intensif
latar belakang, keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit
sosial; individu, kelompok, lembaga atau masyarakat" Penelitian yang
dilakukan ini adalah merupakan penelitian lapangan, karena objek yang
diteliti adalah Kepemimpinan Kharismatik Kiai Dalam Meningkatkan
Kecerdasan Spiritual Santri di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah. Jenis
penelitian ini termasuk penelitian studi kasus tentang upaya pembentukan
akhlak melalui keteladanan guru. Studi kasus adalah penelitian yang
menidentifikasi satu kasus yang spesifik Kasus ini dapat berupa identitas
2
yang kongkret, misalnya Individu, Kelompok kecil, Organisasi, atau
Kemitraan.3
B. Kehadiran Peneliti
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dípisahkan dari pengamatan berperan
serta, sebab peran penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya. Karena
itu dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrument kunci, partisipan
penuh sebagai penunjang sekaligus pengumpul data, sedangkan instrumen yang
lain sebagai penunjang.
Dalam penelitian ini, peneliti yang menentukan setiap tahap langkahnya,
apakah peneliti melanjutkan partisipannya dalam kegiatan atau tidak. Peneliti juga
menentukan data yang dibutuhkan selama berada di lapangan, berperan serta pada
dasarnya berarti mengadakan pengamatan dengan mendengarkan secara secermat
mungkin sampai sekecil-kecilnya pun. Pengamatan serta sebagai penelitian yang
bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara penelitian
dengan subjek dalam lingkungan subjek.4
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah. Penelitian ini
dilaksanakan di lokasi ini karena waktu penajakan awal di lokasi, penulis
3
Jhon W Creswell, Penelitian Kualitatitf & Desain Riset trj (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 137.
4
menemukan beberapa alasan logis diantaranya Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah
merupakan lembaga pendidikan yang berbasis Islam sudah tentu dalam
pembelajarannya banyak memuat nilai-nilai tentang kecerdasan spiritual tidak
hanya dalam bentuk pembelajarannya namun seorang guru atau kiai juga
memberikan keteladanan akhlak yang baik serta bagus dan tidak menyimpang dari
agama Islam.
D. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian kualitatif ada dua, yaitu sumber data
primer dan sumber data skunder.5 Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (peneliti), semisal kiai, guru
yang sekaligus sebagai teladan atau contoh. Sedangkan sumber data skunder
merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul
data (peneliti), misalnya lewat orang lain atau hasil observasi lapangan dan
dokumentasi berupa data profil Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data
5
lebih banyak pada observasi berperanserta (participant observation), wawancara mendalam (indepth interiview) dan dokumentasi.6
Teknik pengumpulan data pada penelitian kualitatif meliputi wawancara
mendalam, observasi, dan dokumentasi. Teknik ini penting digunakan, sebab bagi
peneliti kualitatif, fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik apabila
dilakukan interaksi dengan subjek melalui wawancara mendalam dan observasi
pada latar di mana fenomena tersebut berlangsung. Di samping itu untuk
melengkapi data, diperlukan dokumen (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau
tentang subjek).7
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan:
a. Observasi
Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data yang menggunakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang diteliti.
Observasi dapat dilakukan langsung maupun tidak langsung. Metode ini
digunakan untuk mencatat dan mengamati hal-hal yang diperlukan dalam
penelitian.8
6
Ibid, 309. 7
Tim Penyusun Pedoman Skripsi STAIN, Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Panorogo
(Ponorogo: STAIN Press 2017), 46.
8
Dalam penelitian kualitatif, observasi dapat dibedakan berdasarkan peran
peneliti menjadi observasi partisipan (participam observation) dan observasi non partisipan (non-participant observation).9 Dan dalam penelitian ini digunakan teknik observasi yang pertama, dimana pengamat bertindak sebagai partisipan.
Pada observasi partisipan ini, peneliti mengamati aktivitas-aktivitas sehari-hari
obyek penelitian. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dengan cara
observasi digunakan untuk menggali data terkait dengan Kepemimpinan
Kharismatik Kiai dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Santri di Pon.Pes
Salafiyah Al-Barokah.
b. Wawancara
Wawancara merupakan bentuk komunikasi antara dua orang atau lebih
yang melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.10
Teknik wawancara yang dilakukandalam penelitian ini adalah: (a) wawancara
terstruktur, artinya dalam penelitian ini peneliti telah menyiapkan instrument
penclitian berupapertanyaan-pertanyaan tertulis.11 (b) wawancara mendalam,
9
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisa Data (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 39.
10
Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru ilmu Komunikasi dan ilmu
Sosial Lainnya, 180. 11
artinya peneliti mengajukan pertanyaan secara mendalam yang berhubungan
dengan fokus permasalahan.
Dalam penelitian ini menggunakan wawancara terbuka karena cara
demikian sesuai dengan penelitian kualitatif yang biasanya berpandangan terbuka,
jadi para subjek atau pelaku kejadian mengetahui bahwa mereka sedang di
wawancara dan mengetahui pula apa maksud wawancara tersebut.12
Hasil wawancara dari masing-masing informan akan ditulis lengkap
dengan kode-kode dalam transkip wawancara, orang yang diwawancarai dalam
penelitian ini adalah kiai, guru, pengurus di Pon.Pes Salafiyah Al-Barokah.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dengan wawancara
digunakan untuk menggali data tentang kepemimpinan kharismatik kiai dalam
membimbing para santri serta untuk mengetahui keadaan kecerdasan spiritual
santri dan menggali data tentang hambatan terhadap mendidik santri di Pon.Pes
Salafiyah Al-Barokah.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, karya dan sebagainya. Dokumen yang berbentuk
tulisan misalnya: catatan harian, sejarah kehidupan, cerita geografi. Sedangkan
12
dokumentasi uang berbentuk gambar misalnya foto, sketsa dan lain-lain.13 Teknik
ini digunakan oleh peneliti untuk melengkapi dan mendukung hasil observasi dan
wawancara yang dilakukan.
Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber
non insane, sumber ini terdiri dari dokumentasi dan rekaman. Sebagai setiap
tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau individual atau organisasi
dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan "dokumentasi"
digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman.14
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data melalui dokumentasi untuk
melengkapi dan mendukung hasil observasi berupa profil Pon.Pes Salafiyah
Al-Barokah Mangunsuman, Siman.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses sitematis pencarian dan pengaturan
transkrip wawancara, catatan lapangan dan materi-materi lain yang telah
dikumpulkan oleh peneliti untuk meningkatkan pemahaman diri sendiri mengenai
materi-materi tersebut.
Menurut Miles dan Huberman ada tiga macam kegiatan dalam analisisdata
kualitatif, yaitu:
13
Ibid., 91.
14
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data "kasar" yang muncul
dari catatan-catatan terus-menerus selama kegiatan penelitian yang berorientasi
kualitatif berlangsung.15
Analisis data yang dikerjakan peneliti selama proses reduksi data adalah
misalnya melakukan pemilihan tentang bagian data mana yang dikode, mana yang
dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar dari
cerita-cerita apa yang sedang berkembang.
15
.M. Djunaidi Ghony &Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta:
Ar-ruzz Media, 2012), 307.
Pengumpulan data
Reduksi
data
Penyajian data
Dalam penelitian ini pada tahap reduksi data peneliti memilih data-data
yang ditemukan di lapangan dipilih yang dapat menjawab rumusan masalah yang
ada.
b. Penyajian Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Kalau dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam
bentuk table, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data
tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga
akan semakin mudah di fahami.16
Sedangkan dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering diigunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
difahami terscbut.17
16
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, 341.
17
c. Penarikan Kesimpulan/verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan
yang kredibel18.
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga
tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah
dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penelitian berada di lapangan.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada sebelumnya dapat berupa
deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya. masih remang-remang
18
atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal
atau interaktif, hipotesis atau teori.19
G. Pengecekan Keabsahan Temuarn
Keabsahan merupakan suatu kepastian bahwa yang berukur benar-benar
merupakan variable yang ingin diukur. Keabsahan dalam penelitian ini dapat
dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat, yaitu dengan triangulasi dan
ketekunan pengamatan. Adapun penjelasannya sehagai berikut:
a. Triangulasi yaitu tcknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfatkan
sesuatu yang lain diluar data ituuntuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding data itu. Dalam penelitian ini menggunakan sumber data, seperti
dokumen, hasil observasi, hasil wawancara dengan mewawancarai lebih dari satu
subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.20 Triangulasi yang
penulis gunakan ada dua jenis, yaitu triangulasi teknik dan triangulasi sumber.
Dimana penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama yang dinamakan tiangulasi teknik.
Sedangkan triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber
yangberbeda-beda dengan teknik yang sama. Tujuan dari triangulasi adalah untuk
19
Ibid., 345. 20
Afifidin dan Beni Ahmad Saebani, Merodologi Penelitian Kualtaitf (Bandung: CV Pustaka
mengecek data-data dari observasi, wawancara, dan dokumentasi agar data yang
diperoleh valid.
b. Ketekunan pengamatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menemukan
cirri-ciri dan unsure-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan
atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusakan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci. Dengan kata lain, ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman.21
H. Tahapan-tahapan Penelitian
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini ada tiga tahapan ditambah tahapan
terakhir dari penelitian, yaitu: tahap penulisan laporan hasil penelitian. (1)
tahap-tshap pra lapangan meliputi: menyusun rencana penelitian, memilih lapangan
penelitían, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaun lapangan, memilih
dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan
menyangkut etika penelitian, (2) tahap pekerjaan lapangan yang meliputi:
memahami latar penelitian dan persiapan diri memasuki lapangan dan berperan
serta sambil mengumpulkan data, (3) tahap analisis data, meliputit analisis selama
dan setelah pengumpulan data, (4) tahap penulisan hasil laporan penelitian.
21
48 BAB IV
DESKRIPSI DATA
A. Deskripsi Data Umum
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Barokah Mangunsuman
Siman Ponorogo
Pondok pesantren Al-Barokah merupakan suatu lembaga yang
didirikan oleh KH Imam Suyono. Lembaga ini berawal dari majelis ta’lim
Al-Barokah yang berdiri sejak tahun 1987. Pada saat itu ada 5 mahasiswa IAIN
Sunan Ampel (sekarang IAIN Ponorogo) yang berdomisili di rumah KH
Imam Suyono, diantaranya berasal dari Banyuwangi, Pacitan dan Sukorejo.
Pada saat itu KH Imam Suyono berdakwah dari majelis satu ke majelis
lainnya. Majelis tersebut antara lain:
a) Majelis malam rabu (bapak-bapak) yang dilaksanakan bergilir dari rumah
satu ke rumah yang lain.
b) Majelis malam sabtu (ibu-ibu) yang dilaksanakan di MI Ma’arif
Mangunsuman.
c) Majelis manakib sewelasan. Dari majelis ini lah majelis ta’lim Al-Barokah Manakib Syekh Qodir Al-Jailani malam sabtu legi berkembang hingga