i
PADA BUKU “ANTARA KABUT DAN TANAH BASAH” BAGI PENDAMPINGAN SISWA KELAS XII SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU YOGYAKARTA DALAM MENENTUKAN PILIHAN JALAN HIDUP
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh :
Maria Magdalena Dyah Lilis Yuniarwati NIM: 061124035
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Kupersembahkan Skripsi ini teristimewa… Bagi mereka yang memandang kehidupan ini
v
“Di samping setiap orang beriman, berdiri seorang malaikat sebagai pelindung dan gembala
yang akan menuntunnya kepada kehidupan”
viii
Skripsi ini berjudul PERANAN KISAH HIDUP DEWABRATA PADA BUKU “ANTARA KABUT DAN TANAH BASAH” BAGI PENDAMPINGAN SISWA KELAS XII SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU YOGYAKARTA DALAM MENENTUKAN PILIHAN JALAN HIDUP. Skripsi ini berawal dari ketertarikan penulis yang pertama terhadap kehidupan kaum muda khususnya mereka yang duduk di kelas XII SMA, dengan melihat situasi yang ada bahwa dalam menjalani kehidupan ini mereka kurang memaknai akan arti dari menjalani kehidupan sehingga menjadikan pribadi mereka kurang utuh. Ketertarikan penulis yang kedua yakni pada sebuah buku yang berjudul “Antara Kabut dan Tanah Basah”. Di mana buku ini menceritakan perjalanan kisah hidup Dewabrata dalam
menjalani kehidupannya pada saat muda dan bagi penulis kisah ini sungguh merupakan sebuah refleksi kehidupan. Penulis adalah calon katekis muda yang bergelut dalam kehidupan iman, maka penulis terdorong untuk memanfaatkan kisah hidup Dewabrata bagi perjalanan kehidupan kaum muda dalam menentukan pilihan jalan hidup.
Melalui penulisan skripsi ini, penulis berusaha untuk menanggapi permasalahan kaum muda yang ada khususnya kelas XII SMA dalam menjalani kehidupan ini dengan menentukan pilihan jalan hidup yang akan diambil. Oleh karena itu untuk mengkaji dan menanggapi hal ini penulis mulai mengumpulkan beberapa sumber-sumber yang ada seperti mengenai kehidupan kaum muda dan buku pokok tentang Dewabrata yang berjudul “Antara Kabut dan Tanah Basah”.
Dari sumber yang didapat, penulis mendapatkan data bahwa lebih dari 50% responden kaum muda mengaku tidak tahu dan tidak memiliki tujuan dalam hidup mereka. Selain itu penulis juga mengumpulkan data melalui penjajagan yang dilakukan kepada siswa siswi SMA kelasXII berupa beberapa pertanyaan hingga pada akhirnya penulis mendapatkan beberapa informasi yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi.
ix ABSTRACT
This thesis is entitledTHE ROLE OF DEWABRATA LIFE STORY in the book "ANTARA KABUT DAN TANAH BASAH" for MENTORING HIGH SCHOOL STUDENTS OF CLASS XII SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU YOGYAKARTA IN DETERMINING THE PREFERRED WAY OF LIFE. This thesis originates firstly from the author's interest against the lives of young clan especially those who sit in 12th grade high school, by looking at the real situation that they are less able to define the value of life so that makes less intact personality. Secondly, the author interested in a book “ Antara Kabut dan tanah Basah”. This book tells the life story of DEWABRATA when was still
young and the writer thinks that this story can become a reflection of life. The author is a young Catechist candidate struggles in the life of faith encouraged to utilize the life story of DEWABRATA to ride the youth in determining the preferred way of life.
Through this thesis, the writer wants to answer the existing problems of the youth especially teenagers of class XII SMA experiencing their life and detremining the preferred way of life. Therefore the writer begins to try to get some sources and data about young clan life and a reference in the from of a book:
“Antara Kabut dan Tanah Basah”, the content in which is about Dewabrata life
story to study and to answer these cases. In these sources, the writer gets data that more than 50% young clan respondents confess that they don’t know and have any goal of their life. On the other hand, the writer also try to get the other data through the research upon the students of class XII SMA by giving some questioners so the writer can finally get some information that is needed to finish this thesis.
x
Sungguh agunglah nama Tuhan diseluruh jagat raya ini, karena telah menuntun seluruh perjalanan kehidupan manusia di bumi ini, sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERANAN KISAH HIDUP DEWABRATA PADA BUKU ‘ANTARA KABUT DAN TANAH
BASAH’ BAGI PENDAMPINGAN SISWA KELAS XII SMA PANGUDI LUHUR SEDAYU YOGYAKARTA DALAM MENENTUKAN PILIHAN
JALAN HIDUP”.
Skripsi ini lahir dari suatu keprihatinan tentang bagaimana kaum muda menjalani kehidupan di dunia yang semakin canggih dan maju ini. Kadang kala manusia kehilangan arah dalam mencapai tujuan yang ingin ditempuhnya, dengan banyaknya godaan-godaan yang ada berdampak pada kehidupan kaum muda dalam menjalani pilihan hidup saat ini.
Banyak orang telah memberikan dukungan dengan berbagai peran sehingga menjadi bagian dari skripsi ini. Oleh karena itu dengan penuh rasa terima kasih perkenankanlah penulis menghadirkan kembali nama-nama yang sangat berharga berikut ini:
1. Rm. Drs. H. J. Suhardiyanto, SJ. selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang senantiasa memberikan dukungan dalam seluruh proses menyelesaikan skripsi ini.
xi pikiran-pikiran.
3. Bapak Drs. Y.a.C.H. Mardiraharjo selaku dosen pembimbing kedua sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak perhatian dan mendukung seluruh perjalanan penulis di Prodi IPPAK.
4. Ibu Dra. Yulia Supriyati, M. Pd selaku dosen pembimbing ketiga yang telah berkenan mendampingi penulis dalam penelitian. Terima kasih atas segenap bimbingan, ilmu dan masukan-masukan yang membangun hingga skripsi ini selesai.
5. Br. Agustinus Mujiya, S.Pd.,FIC selaku Kepala Sekolah SMA Pangudi Luhur Sedayu. Terima kasih atas kesempatan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian berlangsung.
6. Sr. Cornel, HK selaku pengampu mata pelajaran Agama di SMA Pangudi Luhur Sedayu. Terima kasih atas bantuan yang tak terhingga selama proses penelitian berlangsung.
7. Segenap Bapak, Ibu, para Romo dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan membimbing penulis selama penulis melaksanakan studi di IPPAK-FKIP-USD Yogyakarta. 8. Keluargaku tercinta: Papa, Mama dan Dio adikku. Terima kasih atas cinta,
doa dan dukungan yang tiada hentinya bagi penulis.
xiii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPETINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penulisan ... 5
D. Manfaat Penulisan ... 6
E. Metode Penulisan... 7
F. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II. PENDAMPINGAN KAUM MUDA SECARA KHUSUS SISWA SISWI KELAS XII SMA DALAM MENENTUKAN PILIHAN JALAN HIDUP... 9
A. Kaum Muda dan Permasalahannya ... 9
1. Pengertian Kaum Muda ... 11
xiv
3. Situasi Kaum Muda saat ini ... 15
a. Kaum muda mampu mendengarkan suara Tuhan dengan baik 16 b. Kaum muda yang memiliki prinsip yang kuat ... 17
c. Kaum muda yang selalu haus belajar ... 17
4. Permasalahan yang dihadapi Kaum Muda ... 18
a. Keretakan Bangsa dan Formalisme Agama ... 20
b. Korupsi ... 20
c. Kemiskinan... 21
d. Pengangguran ... 21
e. Premanisme ... 22
f. Ketidaksetaraan Gender dan KDRT ... 22
g. Narkoba ... 23
5. Rintangan yang Menghambat Peguasaan Tugas Kaum Muda ... 23
a. Dasar yang Kurang Memadai ... 24
b. Hambatan Fisk... 24
c. Latihan yang Tidak Runtut ... 24
d. Perlindungan yang Tidak Berlebihan ... 25
e. Pengaruh Kelompok Teman Sebaya yang Berkepanjangan... 25
f. Aspirasi yang Tidak Realistik ... 25
B. Situasi Siswa SMA Kelas XII SMA Pangudi Luhur Sedayu Yogyakarta ... 27
1. Situasi Umum SMA Pangudi Luhur Sedayu ... 27
2. Pertanyaan Penjajagan ... 29
3. Hasil Penjajagan... 30
4. Rangkuman Hasil Penjajagan ... 36
C. Refleksi Pastoral Katekese... 37
1. Minat Kaum Muda mengikuti Katekese ... 37
xv
... 44
A. Perjalanan Kehidupan Dewabrata... 45
B. Tingkat Kesadaran Jiwa Dewabrata... 50
1. Tingkat pertama: Pemurnian Budi - Kerinduan Terdalam... 51
2. Tingkat kedua: Pemurnian Rasa ... 52
3. Tingkat ketiga : Pemurnian Hati ... 52
4. Tingkat keempat: Keheningan Jiwa ... 54
5. Tingkat kelima: Kebebasan Batin ... 55
6. Tingkat keenam: Pengorbanan Diri – Kedamaian Sejati ... 56
7. Tingkat ketujuh: Pencerahan... 56
C. Pilihan Jalan Hidup Dewabrata... 57
1. Pilihan yang paling mendasar ... 57
2. Pilihan yang bersifat mendukung... 58
BAB IV. USULAN PROGRAM RETRET PENDAMPINGAN PEMILIHAN JALAN HIDUP KAUM MUDA DENGAN MEMANFAATKAN KISAH HIDUP DEWABRATA ... 64
A. Latar Belakang Program Retret... 64
1. Batasan Pengertian Kaum Muda... 64
2. Batasan Pengertian “Pemilihan Jalan Hidup” ... 65
3. Konteks Hidup Kaum Muda ... 66
4. Hasil Penjajagan... 67
5. Retret... 67
6. Kisah hidup Dewabrata ... 70
B. Garis Besar program ... 71
1. Dinamika Program Retret ... 71
a. Kebaikan Tuhan ... 71
b. Godaan dan Dosa ... 72
c. Pertobatan ... 72
d. Siap diutus... 73
xvi
2. Bagan Program Retret ... 75
C. Persiapan Tertulis Untuk Masing-Masing Mata Acara... 84
BAB V. PENUTUP... 120
A. Kesimpulan ... 123
B. Saran ... 126
DAFTAR PUSTAKA ... 128
LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Ijin Untuk Penelitian ... (1)
Lampiran 2: Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari SMA Pangudi Luhur sedayu ... (2)
Lampiran 3: Gambar Dewabrata ... (3)
Lampiran 4: Soal Quesioner ... (4)
Lampiran 5: Sinopsis Cerita Dewabrata ... (7)
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
KS : Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan yang terdapat dalam daftar singkatan Alkitab Deuterokanonika (2007) terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.
B. Singkatan dalam Dunia Pendidikan
PT : Perguruan Tinggi
SMA : Sekolah Menengah Atas
SPG : Sekolah Pendidikan Guru
YPL : Yayasan Pangudi Luhur
YSP : Yayasan Santo Paulus
UAS : Ujian Akhir Sekolah
C. Singkatan Lain
Bdk. : Bandingkan
KAJ : Keuskupan Agung Jakarta
KDRT : Kekerasan dalam Rumah Tangga
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
xviii OMK : Orang Muda Katolik
PE : Perayaan Ekaristi
SAGKI : Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia
St : Santa
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini, penulis akan menyampaikan beberapa pokok gagasan yang
menjadi dasar dalam penulisan skripsi ini, di antaranya: Latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak hal yang kemudian dapat mempengaruhi cara pikir
kaum muda. Seperti yang dapat dilihat, budaya barat lebih mendominasi
kehidupan kaum muda dari pada kebudayaan kita sendiri budaya timur. Dunia
malam, alkohol, narkoba, free sex merupakan teman sehari-hari. Globalisasi pun secara tidak langsung menjadikan kaum muda mengalami adanya suatu
kedangkalan hidup. Kaum muda saat ini pun seringkali disebut sebagai “Generasi
Net”, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya penggunaan media-media digital
dalam kehidupan kaum muda. Dengan banyaknya tawaran duniawi ini, maka
kaum muda pun dapat lebih mudah mengekspresikan diri mereka dengan lebih
bebas. Tetapi hal ini kiranya dapat menjadi suatu hal yang dipergunakan serta
dipilih dengan sebaik-baiknya karena menyangkut dengan hari esok dan bukan
hari ini saja. Menjadi seorang muda yang berani mempertanggungjawabkan apa
yang telah dipilih dalam kehidupannya.
Pada umumnya kaum muda sudah berada di ambang kedewasaan, dengan
yang dikatakan jati diri. Dengan mencari sesuatu yang menjadi identitas bagi diri
mereka, mereka ingin menunjukkan diri secara khusus pada masyarakat luas dan
mereka pun (kaum muda) juga ingin diakui keberadaannya. Banyak hal
sebenarnya yang dapat dilakukan oleh kaum muda untuk mencari jati diri mereka
masing-masing, tapi kenyataannya kebanyakan kaum muda lebih memilih pilihan
yang salah seperti contohnya membentuk sebuah “geng” yang berdampak tidak
baik bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi masyarakat luas. Tentu saja hal ini
merupakan pengamatan yang dilakukan penulis secara sekilas dan sepintas.
Dengan melihat berbagai gejala yang nampak, maka penulis merasa tertarik untuk
semakin mengenal kaum muda saat ini. Secara psikologis dalam tahap proses
pertumbuhan manusia, kaum muda sedang dalam tahap masa transisi. Yang
maksudnya sebagai suatu peralihan pertumbuhan dari masa remaja menuju masa
dewasa. Dalam masa peralihan inilah kaum muda mulai mencari jati diri mereka
masing-masing. Lingkungan keluarga merupakan salah satu medan pengolahan
diri dalam pembentukan jati diri mereka, meskipun lingkungan masyarakat luas
dapat membantu sebagai suatu hal yang penting dalam bersosialisasi untuk dapat
lebih menemukan yang mereka cari.
Kaum muda merupakan bagian dari struktur masyarakat di sekitar kita.
Sedang dalam struktur Gereja, kaum muda dapat dikatakan sebagai tonggak
ataupun penerus Gereja. Kenyataannya kaum muda dewasa ini, sudah sangat jauh
untuk mengikuti berbagai kegiatan hidup menggereja yang telah diselenggarakan.
Tawaran duniawi seperti gemerlapnya dunia malam, kenikmatan semata hingga
setiap diri kaum muda, yang mengakibatkan tidak sedikit kaum muda yang
memilih untuk tidak mengikuti berbagai kegiatan hidup menggereja. “Roh
memang penurut, tetapi daging lemah” (Mat 26:41). Melihat realita yang terjadi,
ada baiknya dilakukan sebuah pendampingan secara khusus dan bertahap terhadap
kebutuhan kaum muda. Dengan mendampingi kaum muda, diharapkan ada sebuah
pemantauan secara khusus untuk dapat membantu kaum muda menemukan apa
yang dicarinya serta akan tujuan dan arah akan kehidupan yang dijalaninya saat
ini. Pembinaan yang dilakukan bagi kaum muda memang sudah banyak, walau
masih mencakup diantaranya lembaga-lembaga pendidikan di masing-masing
sekolah saja (Bertha, 1989 : 292). Hal tersebut kemudian diperkuat dengan Kan.
796 § 1. Di antara sarana-sarana penyelenggaraan pendidikan, hendaknya umat
beriman kristiani menjunjung tinggi sekolah-sekolah yang sangat membantu para
orang tua dalam memenuhi tugas mendidik. Pendampingan yang diselenggarakan
untuk dapat menentukan pilihan jalan hidup hendaknya dapat melihat hal-hal apa
saja yang dibutuhkan pada saat pendampingan berlangsung, yang diantaranya
mengolah bentuk kegiatan, isi dan bahan serta dinamika proses yang akan
berlangsung.
Melalui salah satu tokoh pewayangan yang ada yaitu Dewabrata, penulis
ingin memberikan suatu pilihan tersendiri melalui pilihan jalan hidup yang
dijalani oleh Dewabrata. Hal ini karena pada dasarnya penulis merasa tertarik
ketika membaca kisah dari Dewabrata sendiri, yang kemudian penulis ingin pula
menyuguhkan kisah ini kepada kaum muda dengan harapan kaum muda pun
banyaknya narasi yang disuguhkan kepada pengarang tentang riwayat hidup sang
resi, maka perlu diketahui bahwa penulis mengambil inspirasi dari buku yang
berjudul“Antara Kabut dan Tanah Basah”karangan B. B. Triatmoko, SJ. Hal ini digunakan agar kesimpangsiuran cerita tentang sang tokoh dapat dihindari.
Dalam kisah Dewabrata yang disampaikan, Dewabrata pun dalam
kehidupannya menyuguhkan suatu gambaran yang nyata dalam menentukan
pemilihan jalan hidup. Sehingga Dewabrata dapat menjadi inspirasi bagi kaum
muda dalam menentukan pemilihan jalan hidup. Selain itu, kisah Dewabrata pun
di rasa cocok bagi kaum muda sendiri karena lingkungan yang asli orang Jawa
dapat membantu penerimaan kisah Dewabrata sendiri. Meskipun cerita Dewabrata
kali ini telah mengalami suatu proses modernisasi dalam penyajiannya, tetapi unsur-unsur pewayangan tetap melekat dalam kisah ini.
Dalam penulisan skripsi kali ini, kaum muda yang dimaksud yakni
berfokus bagi mereka yang tengah duduk di kelas XII SMA. Dengan berjalannya
waktu kemudian penulis memilih siswa siswi kelas XII SMA Pangudi Luhur
Sedayu. Hal ini dikarenakan beberapa alasan yang diantaranya, SMA Pangudi
Luhur ini secara keseluruhan memiliki siswa laki-laki dan perempuan yang
akhirnya tidak berimbas pada ‘gender’, kemudian wilayah tempat tinggal para
murid (asrama) berada pada posisi yang jauh dari keramaian sehingga terciptalah
susana yang tenang dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat pilihan hidup yang semakin berat, pilihan duniawi yang
Melihat situasi seperti itu, timbullah niat penulis untuk memberikan suatu
pendampingan bagi kaum muda dalam menentukan pilihan jalan hidup yang ada.
Atas dasar semua itu, penulis merasa tertantang untuk dapat sedikit
menyumbangkan pemikiran dan gagasan dalam bentuk sebuah skripsi yang
berjudul “Peranan kisah hidup Dewabrata pada buku “Antara Kabut dan Tanah Basah” bagi pendampingan dalam menentukan pilihan jalan hidup siswa kelas XII SMA Pangudi Luhur Sedayu Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis
merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Siapa kaum muda itu khususnya siswa siswi kelas XII SMA Pangudi Luhur
Sedayu Yogyakarta? Dan permasalahan apa sajakah yang mereka hadapi?
2. Bagaimanakah dinamika menentukan pilihan jalan hidup yang dilakukan oleh
Dewabrata menurut buku“Antara Kabut dan Tanah Basah”?
3. Bagaimanakah mempergunakan kisah hidup Dewabrata menurut buku
“Antara Kabut dan Tanah Basah” dalam pendampingan pemilihan jalan hidup bagi siswa SMA kelas XII SMA Pangudi Luhur Sedayu Yogyakarta?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan identifikasi dan rumusan permasalahan, penulisan skripsi ini
1. Untuk mengetahui siapa itu kaum muda secara khusus siswa sisiwi kelas XII
SMA Pangudi Luhur Sedayu Yogyakarta dan permasalahan yang sedang
mereka hadapi
2. Mengetahui tentang dinamika dalam menentukan pilihan jalan hidup yang
dilakukan oleh Dewabrata menurut buku“Antara Kabut dan Tanah Basah” 3. Untuk mengetahui pola pendampingan pemilihan jalan hidup bagi siswa SMA
kelas XII SMA Pangudi Luhur Sedayu Yogyakarta dengan menggunakan
kisah hidup Dewabrata menurut buku“Antara Kabut dan Tanah Basah”
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini antara lain:
Dengan adanya penulisan skripsi tentang peranan kisah hidup Dewabrata
pada buku “Antara Kabut dan Tanah Basah” bagi pendampingan dalam menentukan pilihan jalan hidup siswa kelas XII SMA Pangudi Luhur Sedayu
Yogyakarta, diharapkan:
1. Pendamping kaum muda serta guru-guru di sekolah dapat membawa kaum
muda menuju pada pribadi yang lebih baik dalam menjalani kehidupan yang ada,
serta mengarahkan mereka terhadap realitas kehidupan saat ini dengan membantu
mereka dalam memilih pilihan yang ada,
2. Siswa dapat lebih memaknai kehidupan yang diberikan oleh Yesus dengan
beberapa pilihan yang telah diambil dengan mengolah serta memetik makna dan
juga hikmah yang tersembunyi dari setiap pilihan yang diambil dalam perjalanan
diambil dengan mendengarkan suara hati, yang tentunya pilihan tersebut bukan
hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi masyarakat luas, dan
3. Penulis semakin menyadari dan menghargai akan pentingnya mencapai tujuan
dalam hidup, dan untuk mencapai tujuan hidup tersebut dibutuhkan adanya
keberanian untuk memilih pilihan jalan hidup yang ada serta membuka pola pikir
yang baik dalam menjalani kehidupan ini.
E. Metode Penulisan
Penulisan menggunakan metode deskriptif analitis. Melalui metode ini
penulis akan menggambarkan permasalahan yang ada dan data diperoleh dari
pengamatan, penjajagan dan studi pustaka. Data – data yang dihasilkan akan
dianalisis guna mengetahui peranan kisah hidup Dewabrata pada buku “Antara Kabut dan Tanah Basah” bagi pendampingan dalam menentukan pilihan jalan hidup siswa kelas XII SMA Pangudi Luhur Sedayu Yogyakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang skripsi ini, penulis
memberikan informasi teknis tentang sistematika penulisan. Adapun sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab ini berisikan tentang : latar belakang penulisan skripsi, rumusan
permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
Bab II. Kaum Muda
Berisikan mengenai beberapa pokok: kaum muda dan permasalahannya,
pendampingan dalam menentukan pilihan Jalan Hidup bagi siswa SMA kelas XII
dan refleksi pastoral katekese.
Bab III. Dewabrata dan pilihan-pilihannya
Berisikan mengenai : perjalanan kehidupan Dewabrata, tingkat kesadaran
jiwa Dewabrata dan pilihan jalan hidup Dewabrata.
Bab IV . Usulan Program
Pada bab ini berisikan tentang usulan program yang dapat digunakan demi
membantu kaum muda untuk memilih jalan hidup.
Bab V. Penutup
Dalam bab terakhir ini penulis menyampaikan kesimpulan dari
BAB II
PENDAMPINGAN KAUM MUDA
SECARA KHUSUS SISWA SISWI KELAS XII SMA
DALAM MENENTUKAN PILIHAN JALAN HIDUP
Pada bab II ini, penulis menyajikan tentang kehidupan kaum muda pada umumnya serta secara khusus kaum muda yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini dan penjajakan yang dilakukan guna mengetahui beberapa informasi yang dibutuhkan dari kehidupan kaum muda kemudian dilanjutkan dengan adanya refleksi pastoral katekese.
A. Kaum Muda dan Permasalahannya
Di lain sisi kita pun dapat melihat kesatuan dan persaudaraan yang lebih pada kaum muda, hal ini sangat tampak pada saat negeri kita Indonesia tertimpa bencana alam yang sangat hebat. Bencana banjir di Wasior, gempa dan tsunami di Mentawai, dan juga meletusnya gunung Merapi di Yogyakarta. Secara nyata kaum muda tak sungkan dan malu untuk turun ke jalan dengan membawa kardus yang bertuliskan bantuan bencana alam untuk Wasior, Mentawai dan Merapi. Kepekaan serta kepedulian kaum muda bagi sesama sangatlah tinggi, sehingga tentu saja patut mendapatkan apresiasi yang tinggi dari masyarakat. Sebagian kaum muda pun tak lepas pula dari cengkraman dunia maya, sebagai tindakan nyata mereka selalu siap sedia di depan layar mati untuk dapat selalu mengakses segala macam kebutuhan para korban untuk dapat segera mengirimkan bantuan yang sedang dibutuhkan.
Kaum muda yang seperti inilah, yang mampu untuk memilah akan kegunaan yang memang kiranya sangat baik bukan hanya bagi diri sendiri tetapi terlebih untuk sesama yang membutuhkan. Melihat gambaran nyata yang telah dipaparkan maka dapat dikatakan bahwa kaum muda merupakan aset bangsa, agen perubahan sosial (agent social of change), dan pemegang kebijakan masa depan. Dalam hal ini kaum muda sungguh diharapkan untuk dapat menjadi penerus yang mampu untuk merubah kehidupan jaman menuju pada yang lebih baik, bukan hanya sebagai penerus tetapi lebih-lebih kaum muda diharapkan mampu untuk dapat menjadi seorang pemimpin.
Dengan kata lain, kaum muda harus berani untuk ambil bagian dalam perannya masing-masing untuk meningkatkan kualitas hidup serta kualitas iman yang ada di setiap pribadi kaum muda dalam bentuk tugas pelayanan Gereja. Kenyataan yang ada saat ini malah sebaliknya, kaum muda datang ke Gereja dalam Perayaan Ekaristi hanya untuk sekedar “nongkrong”, atau hanya seperti sebuah rutinitas saja. Walaupun tidak semua kaum muda seperti gambaran tersebut. Tentu ada saja kaum muda yang memang benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik dalam kegiatan hidup menggereja. Sehingga dapat dikatakan sebenarnya kaum muda atau orang muda katolik kurang memiliki kesadaran secara utuh dalam menjalani kehidupan beriman mereka, yang akhirnya membuat diri mereka menjadi pribadi yang bersifat hedonisme. Gaya hidup yang senang keluar dari aturan tidak boleh ini-itu dan akhirnya membuat gaya hidup baru.
Melihat situasi yang ada dan dengan menyadari akan pentingnya kaum muda bagi kehidupan Gereja, maka ada baiknya kita perlu membina serta mengarahkan kaum muda dalam menjalani dan menentukan pilihan-pilihan kehidupan sehari-hari. Untuk itu perlulah kiranya diadakan pendampingan dengan tujuan untuk menolong dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap kristiani serta cinta akan tanah air bagi kaum muda kita.
1. Pengertian Kaum Muda
Mangunhardjana berpendapat bahwa kaum muda dapat digolongkan sebagai kelompok diantara masa kanak-kanak dan dewasa.
atas, serta dalam umur studi di perguruan tinggi semester I-IV”. (Mangunhardjana, 1986:12).
Dalam buku Pedoman Pastoral Kaum Muda, dituliskan bahwa yang disebut kaum muda yakni mereka yang berusia 13-30 tahun dan belum menikah. Sebagai pribadi dalam usia muda, mereka mempunyai potensi untuk berkembang dan berperan serta dalam kehidupan Gereja dan masyarakat. Dengan kata lain kaum muda merupakan tonggak harapan masa depan bagi Gereja dan juga masyarakat, sehingga kaum muda mempunyai peran yang sangat besar.
Tak jauh beda, Ketua Komisi Kepemudaan KWI, Mgr. M. D. Situmorang, OFMCap, (pada saat itu,1986) pun juga berpendapat sama dalam hal ini, beliau mengatakan bahwa kaum muda adalah orang-orang yang sedang tumbuh dan berkembang. Kaum muda adalah generasi penerus dan sekaligus pembaharu.
Penginjil Lukas pun menulis “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (Luk 2:52). Adapun maksud dari ayat ini yakni ingin mengatakan bahwa masa muda berarti “pertumbuhan”. Pertumbuhan secara fisik (bentuk badan) itu terjadi antara hubungan alamiah seseorang dengan waktu, tetapi proses ini harus disertai dengan adanya “pertumbuhan” kebijaksanaan dan rahmat. (Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada Kaum Muda se-Dunia dalam rangka Tahun Pemuda Internasional, 1985:63).
inilah yang kadang membuat anak atau kaum muda merasa tidak ada kecocokan dengan para orang tua. Kaum muda tidak menginginkan orangtua mereka bersikap terlalu otoriter, tetapi mereka pun tidak suka kalau orangtuanya bersikap gampang-gampangan. Dialog adalah kunci segalanya. Suatu dialog diperlukan untuk menyiapkan jalan bagi kelangsungan bersama. Dengan timbulnya perbedaan pendapat yang terjadi, maka dialog diharapkan dapat menjembatani jurang yang ada bagi kedua belah pihak.
Pada tahap masa muda inilah, kaum muda dapat membentuk jati diri mereka masing-masing. Melalui “pertumbuhan” yang terjadi maka akan banyak kali pengalaman yang juga menghampiri kita, dan melalui pengalaman itulah kita kaum muda dapat memperoleh pengetahuan yang memperkaya diri kita secara langsung.
2. Ciri-ciri Kaum Muda
Menurut Bertha, ciri-ciri kaum muda berbeda dengan ciri-ciri remaja.
masuk kedalam suatu gang. Kalau lebih dicermati sebenarnya gang merupakan suatu wadah yang mempunyai beberapa anggota, yang mungkin mempunyai misi dan visi tertentu. Tetapi kenyataan yang hadir bahwa gang ini malah sering kali membawa dampak yang negatif, entah itu tawuran atau pun sekedar hanya bergaya. Mereka yang memilih untuk bergabung dalam gang kebanyakan ingin menunjukan bahwa diri mereka itu ada, serta juga ingin menunjukkan bahwa mereka ingin tampil beda. Arus konsumerisme pun kerap menghampiri kaum muda, kaum muda merupakan sasaran yang tepat untuk iklan. Iklan sebenarnya mempunyai cara dan bahasa sendiri untuk dapat memikat para konsumennya, dan dampak yang ditimbulkan yakni besarnya keinginan khususnya bagi kaum muda untuk dapat juga membeli dan menjadi bagian dari arus konsumerisme. Sehingga pada tahap ini kaum muda sering dicap oleh masyarakat umum dengan masa mencari identitas diri, semua hal baru pasti “dicoba” oleh kaum muda agar mereka tak dibilang kampungan ataupun ketinggalan jaman. Jika ditelaah lebih lanjut sebenarnya menjadi berbeda saja tidak cukup, dan itu tidak mempunyai arti yang besar. Tetapi hal yang ingin ditekankan yakni cara kita untuk dapat menjadi beda yang tidak asal, yang tentunya dapat membawa pengaruh serta dampak yang luar biasa bagi banyak orang.
emosi yang naik turun (tidak stabil) membuat kaum muda menyukai hal-hal yang baru, namun tidak senang menekuni sampai dalam (Yunita, 2006:33).
3. Situasi Kaum Muda saat ini
Setiap orang ingin membentuk dan membina pribadinya. Ingin dirinya berharga dan menyenangkan bagi banyak orang. Tetapi kebanyakan kaum muda tidak tahu bagaimana caranya. (Agusta, 1983:20).
Dewasa ini kebanyakan kaum muda memilih hidup hanya untuk sekedar kesenangan belaka, tidak ada kesadaran untuk memilih hidup yang penuh dengan kualitas yang bermutu. Meskipun ada, tetapi tidak banyak. Dalam kehidupan rohani pun, kaum muda lebih senang bila mengikuti kegiatan yang hanya sekedar kumpul-kumpul, bercanda ria, “rujakan” dan masih banyak lagi ketimbang harus duduk diam selama satu jam untuk mengikuti pendalaman iman yang ada di lingkungan.
Lebih parah lagi, apabila kaum muda yang dalam kalangan Gereja disebut dengan OMK atau Mudika, tidak menyentuh sedikit pun kegiatan menggereja yang dilaksanakan. Alkohol, narkoba dan dunia malam mungkin merupakan salah satu teman akrab sehari-hari kaum muda tersebut. Kalau kita mengandaikan bahwa kaum muda akan memilih jalan yang seperti itu, siapa yang akan menjadi generasi penerus Gereja?
dikembangkan. Dengan tidak menyingkirkannya dari lingkungan masyarakat, kaum muda akan dapat bangkit bersama. Pembinaan yang mampu menciptakan banyak pemimpin, akan sangat membantu diri mereka sendiri, terlebih dalam hal proses pencarian jati diri dan akan tujuan hidup yang sedang mereka cari. Kepemimpinan identik dengan perubahan, tentu saja perubahan yang digerakkan oleh kesadaran (Yunita, 2006:63). Kesadaran akan banyak hal, terlebih akan kesadaran bagaimana untuk dapat menjalani hidup dengan pilihan-pilihan duniawi yang ada di depan mata kita.
Dengan melihat situasi kaum muda yang kurang terkendali, diharapkan adanya suatu pembinaan bagi kaum muda yang dapat mencetak pribadi yang berkualitas. Dalam buku yang berjudul Pemimpin Muda Peka Zaman, (Yunita, Eva., 2006:65-68) menuliskan bahwa kaum muda harus memiliki beberapa point untuk dapat menjadi pribadi yang tangguh. Adapun penjabaran point yang dimaksud sebagai berikut :
a. Kaum muda mampu mendengarkan suara Tuhan dengan baik
mendengarkan suara yang ada dalam diri kita serta dapat memilah mana suara yang baik dan mana pula suara yang jahat.
b. Kaum muda yang memiliki prinsip yang kuat
Pribadi yang memiliki prinsip yang kuat berarti, pribadi yang memiliki tujuan hidup yang jelas (Yunita, 2006:66). Pribadi ini memegang teguh akan apa yang telah ia jalani, bukan lagi sebagai pribadi yang hanya mengikuti mode yang sedang berkembang tetapi lebih-lebih pada menjadi diri sendiri. Yang tentunya menjadi pribadi yang tangguh dan mampu menghadapi derasnya arus modernisasi untuk dapat menuju pada tujuan hidup yang berkualitas.
c. Kaum muda yang selalu haus belajar
Dia (kaum muda) selalu merindukan dan mencari serta terbuka akan hal-hal baru yang ia temui. Dia tidak ketinggalan informasi tentang gaya hidup generasinya, dan juga tidak seperti katak dalam tempurung, yang pikirannya hanya terkotak pada tempurung yang membungkusnya. Namun, pikirannya selalu haus akan pengetahuan dan mencari cara yang inovatif (Yunita, 2006: 68). Seperti itulah gambaran kaum muda yang mampu memimpin ditengah banyaknya pilihan-pilihan yang ada.
terus-menerus bergerak, maka merekapun menerima dengan kewajaran yang ekstrim dalam hal kemajuan yang pesat ilmu pengetahuan dan tehnik.
4. Situasi Permasalahan yang dihadapi Kaum Muda
Dewasa ini kaum muda dihadapkan pada situasi nyata baik di lingkungan sosial, keluarga maupun di sekolah. Dengan posisi emosi yang belum terkendali dan stabil, orang muda sering kali dihadapkan pada banyak permasalahan yang ada sehingga akan memungkinkan timbulnya banyak permasalahan pada diri orang muda. Permasalahan yang muncul pun terkadang mempunyai dampak tersendiri bagi orang muda, yakni tekanan (stress). Yang akhirnya dapat memicu kebingungan pada diri sendiri, karena pada saat seperti itu orang muda pun sedang melakukan pencarian jati diri.
Tangdilintin, dalam bukunya yang berjudul Pembinaan Generasi Muda, mengemukakan tentang tanggapan kaum muda tentang diri mereka dimata banyak orang sebagai berikut.
“Tentu saja kami ingin bebas, lepas, dan tidak ingin dijadikan produk orang tua untuk terus-menerus mengikuti apa yang mereka kehendaki dari kami…” (tanggapan seorang remaja dalam diskusi panel di Gelanggang Remaja, Bulungan).
untuk dapat menunjukkan dirinya sendiri. Problematik dalam diri kaum muda sendiri pada umumnya berpangkal pada penampilan psikis dan fisik mereka yang masih serba labil dan terbuka pada pengaruh luar yang diserap lewat media komunikasi pergaulan. Tingkah laku meniru tokoh idolanya pada remaja pun merupakan suatu hal yang wajar. Mengikuti trend mode yang sedang in pun dilakoni kaum muda untuk dapat berharap bisa menemukan identitas dirinya. Pada tahap perkembangan ini kaum muda memang masih terjadi proses pencarian identitas (Tangdilintin, 2008:31).
Kaum muda melakukan hal-hal seperti itu hanya karena takut dianggap tidak conformdengan kelompok atau geng. Sehingga muncul suatu kekhawatiran pada dirinya sendiri kalau tidak mendapat penerimaan dari kelompok (Bertha, 1989:294).
nilai-nilai, tetapi orang muda akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda.
Dalam buku yang berjdulPembinaan Generasi Muda, (Tangdilintin, 2008: 43-51) mengemukakan beberapa situasi permasalahan yang kiranya berkaitan dengan kehidupan kaum muda, diantaranya:
a. Keretakan Hidup Berbangsa dan Formalisme Agama
Agama yang seharusnya menjadi perekat antar sesama manusia justru berubah menjadi sumber keretakan, karena: (a) relasi yang buruk akibat dari perlakuan diskriminatif serta kecurigaan karena berbagai praduga primordial, dst; (b) penyalahgunaan agama untuk kepentingan politik dan bisnis, yang melahirkan politik identitas; (c) formalisme agama: penghayatan agama yang dangkal dan bersifat formalistik-ritualistik-legalistik, tidak dihayati sebagai nilai dan sikap-hidup pribadi maupun kelompok. Orang bangga menyebut diri “orang beragama” bahkan “bangsa religius” tetapi sebenarnya tidak (cukup) beriman (Tangdilintin, 2008: 43).
b. Korupsi
Orientasi hidup yang semakin materialistik, pola hidup konsumtif, hedonistik, disuburkan oleh budaya instan dan mentalitas short cut. Segelintir wakil rakyat, pejabat, dan pengusaha yang masih setia pada hati nurani sering dibuat tak berdaya karena berada dalam sistem yang telah rusak (Tangdilintin, 2008: 43).
c. Kemiskinan
Kemiskinan di Indonesia masih melilit 108,78 juta penduduk yang hidup dengan biaya kurang dari US$2 per hari/per orang. Penyebab kemiskinan itu terutama karena paradigma pembangunan tidak menempatkan rakyat miskin sebagai sasaran utama kebijakan pembangunan. Strategi pembangunan yang menomorsatukan pertumbuhan, bukan pemerataan, jelas akan lebih memihak pada para pemodal termasuk investor asing dari pada memberdayakan ekonomi kerakyatan (Tangdilintin, 2008: 45).
Ada beberapa hal yang perlu untuk dirombak dalam mengatasi permasalahan kemiskinan ini diantaranya rendahnya tingkat dan mutu pendidikan, rendahnya etos kerja, kualitas dan daya saing SDM rendah. Tentunya perombakan ini akan langsung berdampak pada generasi selanjutnya yakni para kaum muda (Tangdilintin, 2008: 45).
d. Pengangguran
seimbang dengan pertambahan lapangan kerja. Mentalitas ‘priyayi’ dan orientasi untuk menjadi baik tidak merangsang tumbuhnya budaya wirausaha. Kualitas tenaga kerja yang rendah, baik sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan maupun rendahnya kualitas pendidikan, ditambah lagi rendahnya etos kerja, menyebabkan tenaga kerja tersebut semakin tidak kompetitif dalam pasar tenaga kerja modern (Tangdilintin, 2008: 46).
e. Premanisme
Analisis yang disajikan SAGKI 2005 tentang preman menghentak kesadaran kita bagaimana nasib orang-orang muda yang dijadikan toys dan diperalat penguasa serta kepentingan pengusaha. Lihat saja bagaimana pengusaha yang mengelola perjudian, prostitusi, dan obat terlarang masih berkeliaran bebas dengan penjagaan para preman dan backing para perwira. Jasa para preman digunakan juga untuk terror di kalangan buruh pabrik yang ingin memperjuangkan perbaikan nasib. Budaya kekerasan disuburkan, yang merasuk ke dalam lembaga-lembaga dan masyarakat sipil. Seperti halnya kasus kekerasan STPDN, sekolah yang harusnya mendidik calon pamong justru menjadi sarang preman paling brutal (Tangdilintin, 2008: 46-48).
f. Ketidaksetaraan Gender dan KDRT
ada, yang kemudian menghambat perempuan untuk ‘naik ke jenjang lebih tinggi’ di dalam banyak bidang. Dalam keluarga pun, banyak perempuan (OMK) yang diperlakukan semena-mena bahkan menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Tangdilintin, 2008: 48-49).
g. Narkoba
Narkotika dan obat terlarang adalah salah satu godaan bahkan ancaman terbesar bagi generasi muda kita. Kini pun narkoba berkedok sebagai salah satu gaya hidup yang kian menjadi trend. Mereka diiming-imingi ‘kebahagian’ bila menggunakannya dan masuk dalam jaringan. Dan ketika sudah masuk dan kecanduan, hampir mustahil untuk keluar (Tangdilintin, 2008: 49-50).
Krisis identitas, tidak punya tujuan hidup, budaya latah, pemujaan kebebasan, mental lembek, kurangnya harga diri dan rasa percaya diri yang kemudian dapat menyebabkan orang muda kita begitu mudah terpengaruh, atau melarikan diri dari kesulitan dan tantangan hidup (Tangdilintin, 2008: 40).
5. Rintangan yang Menghambat Penguasaan Tugas Kaum Muda
menghambat penguasaan tugas perkembangan masa dewasa dini (masa muda), diantaranya:
a. Dasar yang Kurang Memadai
Makin banyak masalah yang belum terselesaikan berupa tugas perkembangan sebelumnya yang belum dikuasai yang dibawa seseorang saat memasuki masa dewasa, maka makin terasa lama dan sulit proses penyesuaian dari pada masa dewasa tersebut (Hurlock, 1980: 269).
b. Hambatan Fisik
Kesehatan yang buruk atau hambatan fisik yang dapat menghalangi seseorang, untuk mengerjakan apa yang dilakukan oleh orang lain pada usia yang sama dapat menggagalkan penguasaan tugas-tugas perkembangan untuk sebagia atau secara total (Hurlock, 1980: 269).
c. Latihan yang Tidak Runtut
d. Perlindungan yang Berlebihan
Seseorang dewasa yang memperoleh perlindungan yang berlebihan pada masa kanak-kanaknya dan masa remajanya, biasanya mengalami banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri pada kehidupan orang dewasa. Banyak orangtua yang tetap melindungi anaknya yang telah dewasa secara berlebihan sehingga dengan demikian proses penyesuaian akan semakin sulit (Hurlock, 1980: 269).
e. Pengaruh Kelompok Teman Sebaya yang Berkepanjangan
Makin lama orang dewasa muda melanjutkan studi di perguruan tinggi, atau akademi, maka makin panjang periode pengaruh teman sebaya dan makin lama mereka berperilaku sesuai dengan standar teman kelompok teman sebaya itu. Oleh sebab mereka menjadi terbiasa bersikap sebagai remaja, belajar berperilaku sebagai orang dewasa adalah lebih sulit dari pada biasanya (Hurlock, 1980: 269).
f. Aspirasi yang Tidak Realistik
Dengan melihat situasi nyata yang sedang dihadapi oleh sebagian besar orang muda, dapat dilihat dengan jelas bahwa sebenarnya kaum muda memerlukan adanya pendampingan atau pun bimbingan baik secara personal dan juga berkelompok. Hal itu dikarenakan pada masa atau saat itu, orang muda membutuhkan sekali pendampingan untuk dapat melangkahkan kaki mereka pada tujuan yang tepat. Tepat pada tujuan hidup yang dipilih serta tidak menyimpang pada nilai-nilai yang tertanam pada lingkungan sekitar.
Banyaknya tawaran pilihan-pilihan yang sedang dihadapi oleh kaum muda, membuat mereka menjadi bingung untuk dapat menetapkan langkah pada satu tujuan hidup. Setiap orang pastinya mempunyai pilihan masing-masing dalam menjalani kehidupan ini, dan yang pasti setiap pilihan orang berbeda-beda. Dibalik setiap pilihan yang ada, kita dituntut untuk dapat melihat dan memetik makna dari setiap kejadian yang berlangsung. Karena suatu pilihan pasti ada makna yang tersembunyi.
Pada masa muda, tibalah di suatu posisi dimana kaum muda mengambil keputusan-keputusan penting yang pertama. Walaupun kaum muda mendapat dukungan dari anggota keluarga dan juga dari teman-teman mereka, tetapi secara nyata mereka pun juga harus mengandalkan diri sendiri serta suara hati mereka, dengan begitu kaum muda dapat belajar memikul tanggung jawab atas masa depan mereka.
baik. Untuk dapat menggapai kehidupan yang baik, maka kaum muda sudah sewajarnya untuk dapat memilih pilihan dalam kehidupan mereka masing-masing. Yang tentunya pilihan itulah yang akan menuntun diri setiap pribadi menuju kehidupan pribadi yang matang.
B. Situasi Siswa SMA Kelas XII SMA Pangudi Luhur Sedayu Yogyakarta
Untuk dapat melakukan pendampingan yang sesuai dengan kebutuhan kaum muda, maka diperlukan adanya suatu penjajagan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi tentang konteks kehidupan kaum muda mengenai pengalaman dalam pengolahan hidup dan kegiatan rohani yang dilakukan serta bentuk pendampingan yang menjadi pilihan. Penjajagan yang dilakukan kali ini bertempat di sekolah SMA Pangudi Luhur Sedayu Yogyakarta. Berikut merupakan beberapa hal yang berkaitan dengan penjajagan yang dilakukan.
1. Situasi Umum SMA Pangudi Luhur Sedayu Yogyakarta
Keberadaan sekolah tidak dapat dilepaskan dari jasa para pendahulu yang telah lama merintis, mempertahankan dan mengembangkan sekolah sejak berdirinya. Beberapa tonggak bersejarah berdirinya sekolah dari sekolah sederhana sampai menjadi sekolah yang cukup diakui keberadaannya oleh masyarakat adapun sebagai berikut:
tahun 1967 beberapa tokoh Pemuda Katolik bekerjasama dengan Dewan Paroki Santa Theresia Sedayu Bantul merencanakan pendirian sekolah lanjutan bagi para lulusan SMP Santo Paulus yang telah terlebih dahulu berdiri. Keputusan para tokoh pada saat itu sepakat untuk mendirikan Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Pada bulan Januari 1968, dimulailah proses pembelajaran rintisan yang menggunakan beberapa rumah di dusun Gubug, Argosari, Sedayu, Bantul untuk dijadikan kelas dan ruang kantor. Pada tahun-tahun berikutnya SPG tersebut diberi nama SPG Santo Paulus(Buku Pedoman Siswa, 2010:1).
Sambutan masyarakat ternyata begitu besar terhadap sekolah yang baru dirintis tersebut, sehingga rumah penduduk tidak dapat digunakan lagi untuk menampung para siswa. Sekolah akhirnya meminjam gedung SMP yang saat itu telah dikelola oleh Yayasan Pangudi Luhur (YPL) dan menggunakannya pada sore hari(Buku Pedoman Siswa, 2010:1).
Karena sambutan masyarakat yang demikian baik, maka sekolah selanjutnya meminta kepada YPL untuk meneruskan karya yang telah dimulai dan mengambil alih manajemen selanjutnya(Buku Pedoman Siswa, 2010:1).
Akreditasi Nasional no.12.01/BAP/TU/X/2009 diputuskan pada tanggal 12 Oktober 2009 bahwa SMA Pangudi Luhur St. Lois terakreditasi A. SMA Pangudi Luhur St. Louis tentu saja masih akan berproses untuk tetap menjadi yang terbaik bagi pengembangan diri para siswa-siswinya(Buku Pedoman Siswa, 2010:1-2).
Selain itu ada pula kegiatan pembinaan rohani yang diarahkan agar para siswa semakin dapat memahami dan mengahayati semangat Kristiani dalam hidupnya ditengah masyarakat (Buku Pedoman Siswa, 2010:28). Adapun bentuk-bentuk pembinaan rohani yang dilakukan yakni:
a. Doa harian; doa pagi sebelum pelajaran, doa malaikat Tuhan, doa setelah pelajaran.
b. Ekaristi bersama
Perayaan Ekaristi (PE) bersama dimaksudkan agar seluruh anggota komunitas semakin memahami dan menghayati nilai-nilai keagamaan dan memupuk hubungan yang semakin dekat dengan Tuhan.
c. Renungan pra Paskah dan Adven d. Retret dan Rekoleksi
2. Pertanyaan Penjajagan
dapat mewakili dari keseluruhan siswa kelas XII. Jumlah tersebut dapat diperinci sebagai berikut:
Tabel 1. Data siswa kelas XII SMA Pangudi Luhur No Kelas Jumlah Siswa
1 XII IPS I 36 siswa 2 XII IPS II 36 siswa
3 XII IPA 32 siswa
Adapun beberapa pertanyaan penjajagan yang dilakukan, yakni meliputi: makna kehidupan bagi kaum muda, faktor yang mendukung kegiatan rohani siswa, faktor yang menghambat kegiatan rohani siswa dan bentuk pendampingan pembinaan yang diharapkan.
Tabel: 2. Pertanyaan Penjajagan
3. Hasil Penjajagan
Dari hasil penjajagan yang telah dilakukan, adapun hasilnya yakni: a. Makna kehidupan bagi kaum muda
Pertanyaan penjajagan ini mencakup beberapa pertanyaan, diantaranya: hidup bagiku adalah, hidup itu hanya sekali, tantangan / masalah yang hadir dalam
No Pertanyaan Penjajagan Jumlah
(1) (2) (3)
1 Makna kehidupan bagi kaum muda 5
2 Faktor yang mendukung kegiatan rohani siswa 4 3 Faktor yang menghambat kegiatan rohani siswa 3 4 Bentuk pendampingan pembinaan yang
perjalanan kehidupanku, menentukan pilihan dalam kehidupan dan pada akhirnya berpuncak pada merefleksikan kejadian hidup sehari-hari.
Tabel: 3. Makna kehidupan bagi kaum muda ( N = 30 )
2 2 Hidup itu hanya sekali, sehingga aku
bila dalam kehidupan mereka harus berusaha memilih pilihan hidup dengan baik, dan hanya 33% responen saja yang sering merefleksikan kejadian hidup sehari-hari.
b. Faktor yang mendukung kegiatan rohani siswa
Variabel ini akan mengungkapkan tentang faktor yang mendukung kegiatan rohani siswa, diantaranya: faktor yang paling mendukung pelaksanaan kegiatan rohani siswa, faktor yang paling mendukung proses kegiatan rohani siswa, bentuk pembinaan iman yang paing membantu siswa dan juga yang turut serta mendukung tercapainya pembinaan iman siswa disekolah.
Tabel: 4. Faktor yang mendukung kegiatan rohani siswa ( N = 30 )
(1) (2) (3) (4) (5)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa 37% responden memilih sarana dan prasarana yang mendukung dalam pelaksanaan kegiatan rohani siswa, sedangkan sharing dipilih 63% responden dalam proses kegiatan rohani siswa. 50% responden memilih proses belajar mengajar PAK sebagai bentuk pembinaan iman yang membantu siswa dalam meningkatkan rohani siswa, dan 93% responden berpendapat yang turut serta mendukung tercapainya pembinaan iman siswa disekolah yakni kerjasama dengan semua warga di sekolah.
c. Faktor yang menghambat kegiatan rohani siswa
Tabel: 5. Faktor yang menghambat kegiatan rohani siswa ( N = 30 )
No No. Item Pernyataan Alternatif Jawaban Persentase %
Berdasarkan dari tabel diatas nampak bahwa faktor yang paling menghambat kegiatan rohani siswa yakni pelaksanaan yang tidak terjadwal (60%), 50% responden memilih ceramah untuk metode yang kurang mendukung, serta sikap yang kurang membantu selama pembinaan berlangsung yakni siswa yang acuh tak acuh (73%).
d. Bentuk pendampingan pembinaan yang diharapkan
Tabel: 6. Bentuk pendampingan pembinaan yang diharapkan ( N = 30 )
No No. Item Pernyataan Alternatif Jawaban Persentase %
siswa dan sumber materi pembinaan iman yang digunakan sebaiknya pengalaman hidup sehari-hari, Ajaran Gereja dan teks Kitab Suci digabung menjadi satu (80%). Sedangkan 57% responden setuju bila bentuk pembinaan iman berupa retret, dan 57% responden mengharapkan kegiatan pembinaan iman selanjutnya berisikan tentang pembinaan yang bervariasi namun berisi.
4. Rangkuman Hasil Penjajakan
Berdasarkan dari hasil penjajakan yang telah dilaksanakan, maka penulis mencoba untuk merangkum dari hasil penjajakan yang ada. Kaum muda saat ini sudah barang tentu memerlukan suatu pendampingan pada hidupnya, terlebih dalam menentukan pilihan jalan hidup. Responden merupakan siswa siswi SMA kelas XII yang pada akhirnya akan memasuki atau melanjutkan ke perguruan tinggi atau ke dunia pekerjaan. Untuk itulah mereka perlu untuk diarahkan, di bimbing serta di tuntun untuk dapat menempuh pilihan yang sesuai dengan minat mereka.
kehilangan yang bersifat sekunder dalam hidup dan berani untuk dapat mengambil salah satu bentuk hidup yang dihayati secara tuntas untuk mendukung tercapainya tujuan hidup.
Sedangkan dalam hal pembinaan iman, seperti pada umumnya kaum muda, mereka pun menginginkan sesuatu yang santai tetapi juga dapat mengena pada diri mereka. Tentu saja pengemasan pelaksanaan serta proses dilaksanakan dengan mengingat sasaran yang akan dikenai. Pengemasan yang menarik, cara pembawaan yang santai dan tidak monoton serta pemberian materi yang berbobot, akan sangat mudah diserap oleh mereka. Hal ini akan mempermudah mereka pula untuk dapat semakin menghayati iman yang ada. Dan dengan metode sharing mereka akan saling meneguhkan melalui pengalaman yang mereka alami di kehidupan sehari-hari, yang perlu dingat yakni mereka tidak menginginkan metode ceramah. Hal ini dikarenakan sangat membosankan dan monoton. Penekanan yang pasti yakni mereka yang berproses sedangkan pendamping hanya sebagai fasilitator. Selain itu tentu saja sumber materi yang digunakan berupa pengalaman hidup sehari-hari, ajaran gereja dan teks kitab suci yang dikemas menjadi satu. Berdasarkan hasil pula mereka menginginkan bentuk pembinaan berupa retret, yang juga bersifat rekreasi serta menggunakan materi yang menarik.
C. Refleksi Pastoral Katekese
1. Minat Kaum Muda mengikuti Katekese
tetapi banyak pihak yang menaruh banyak harapan kepada mereka. Begitu pula dalam Gereja, kaum muda adalah penerus atau pewaris masa depan Gereja. Yang artinya masa depan Gereja ada di pundak dan di genggaman tangan kaum muda saat ini. Dengan melihat gambaran yang ada dalam hal ini gereja harus membuat mereka (kaum muda) merasa betah, nyaman dan juga merasa sebagai warga Gereja.
Katekese atau yang sering disebut pembinaan iman umat sangat penting untuk menumbuh-kembangkan iman umat. Begitu pula dengan kaum muda. Merekapun perlu diberi pendalaman iman agar mereka bukan hanya sekedar suka dan tidak suka atau senang dan tidak senang dalam kehidupan menggereja, tetapi berdasarkan iman yang bersumber dari dalam diri yang dirahmati oleh Allah. Yang menjadi catatan pokok dalam ketekese kaum muda yakni bagaimana agar mereka dapat dengan santai mengikuti kegiatan katekese tetapi juga mereka dapat mematangkan sikap iman, pengharapan dan cinta kasih. Terlebih bila pengemasan kegiatan katekese dapat dibentuk semenarik mungkin, dan juga cara pembawaan yang santai dan tidak kaku, dapat menarik banyak minat kaum muda untuk mengikuti kegiatan katekese. Melalui cara ini kaum muda merasa disapa serta mendapat tempat sehingga kaum muda merasa kerasan dan menaruh minat yang penuh terhadap kegiatan menggereja. Lebih daripada itu iman kaum mudapun semakin bertumbuh menuju kedewasaan.
diri sendiri). Kesadaran merupakan suatu kunci dalam mengikuti katekese bagi setiap pribadi, tak terkecuali bagi kaum muda. Sayangnya kaum muda saat ini kurang memiliki suatu kesadaran serta kepekaan untuk rindu dan hadir mendengarkan suara Allah. Keseimbangan dalam hidup pun dapat mempengaruhi terjadinya kekosongan batin dalam setiap pribadi khususnya kaum muda, hal ini dapat terjadi apabila tidak ada pendampingan dalam kehidupan rohani.
2. Peran Pendampingan Pastoral Katekese bagi Kaum Muda untuk
Menentukan Pilihan Jalan Hidup yang baik
Pelayanan pastoral kaum muda pada dasarnya berlandaskan pada iman Katolik, yang berarti hubungan yang akrab dengan Allah yang menyatakan diriNya dalam Yesus Kristus, diteruskan oleh karya Roh Kudus, yang secara konkret dihayati dalam Gerejani melalui kesaksian hidup sehari-hari.
Tentu saja untuk dapat menentukan pilihan yang akan diambil akan ada banyak sekali faktor yang mempengaruhi, sebut saja faktor ekonomi keluarga, keadaan sosial sekitar dan lain sebagianya. Tentu saja mereka memiliki kebebasan untuk dapat memilih serta menentukan kehidupan mereka kedepannya, dengan catatan bagaimana mereka akan dapat memilih pilihan yang ada dengan baik dan benar. Di sinilah peran pendamping dibutuhkan, dengan mendengarkan dan memberikan beberapa pemikiran sudut pandang pada mereka yang akan memilih serta menjatuhkan pilihan jalan hidup yang akan diambil. Dengan melihat bakat serta kemampuan yang dimiliki dari setiap pribadi maka keputusan pun dapat disesuaikan dengan keadaan serta kondisi yang ada.
Peranan kisah Dewabrata pun dapat membantu mereka untuk dapat memilih jalan hidup yang sedang dihadapi. Dengan melihat bagaimana perjuangan Dewabrata dalam memilih serta menjalani kehidupan yang ada, hal ini dapat menginspirasikan banyak hal kepada mereka. Baik itu dalam menjalankan tugas (belajar dan bekerja) serta cinta (keluarga, sahabat, teman ataupun pacar). Sehingga dalam usulan program yang akan dibuat nantinya hanya akan berfokus pada dua hal yang bersumber dari cerita Dewabrata sendiri yakni tentang pelaksanaan tugas dan cinta yang sedang mereka rasakan.
sendiri. Namun, dia bisa memilih bagaimana dia akan hidup dan bagaimana dia akan mati. Kemampuan untuk memilih tersebutlah yang akan menghantar setiap pribadi pada kisah yang memang harus dijalani.
Dalam menentukan langkah untuk pemilihan jalan hidup, kita dapat diibaratkan sebagai suatu aliran air sungai. Tentunya semua air mengharapkan dapat bermuara pada samudra yang luas, namun dibalik semua itu apakah air tersebut akan kehilangan kekuatan ataukah menemukan kekuatan yang tak terbatas. Jiwa kita pun merindukan suatu perasaan kebebasan hati untuk dapat memilih sendiri akan pilihan hidup kita masing-masing. Dan hendaknya kita pun menyakini, bahwa jika jiwa kita tengah merindukan suatu hal maka seluruh alam semesta akan turut serta membantu.
BAB III
DEWABRATA DAN PILIHAN-PILIHANNYA
Pada bab III ini, penulis menyajikan kajian pustaka sebagai landasan teori
formal dari para ahli. Adapun kedudukan kajian pustaka dalam keseluruhan
skripsi ini adalah untuk mendukung berbagai gagasan penulis, baik gagasan yang
telah dituangkan dalam bab sebelumnya maupun pada bab-bab berikutnya.
Dewabrata adalah seorang tokoh pewayangan dalam mitologi Hindu
(dalam Kitab Mahabharata) yang berasal dari Negeri India, yang kemudian
melalui proses Jawanisasi (membuat kisah wiracerita dari India bagaikan terjadi
di pulau Jawa) mengalami beberapa perbedaan. Perbedaan ini bukan menjadi
suatu permasalahan yang besar karena inti pokok dari kisah Dewabrata ini adalah
sama. Dalam dunia pewayangan, ada dua nama yang dipakai untuk menyebut
sang anak dewata ini. Yang pertama yakni Dewabrata, dan yang kedua dikenal
dengan Resi Bisma. Dewabrata sendiri merupakan panggilannya semasa
mudanya, namun berganti menjadi Bisma semenjak ia bersumpah bahwa tidak
akan menikah seumur hidup. Arti dari nama Dewabrata berarti keturunan Bharata
yang luhur. Sedang arti dari nama Bisma dalam bahasa Sanskerta sendiri yakni
"Dia yang sumpahnya dahsyat (hebat)".
Banyak versi kisah Dewabrata atau yang sering di sebut Resi Bisma.
berjudul Antara Kabut dan Tanah Basah karangan B. B. Triatmoko, SJ. Hal ini
digunakan agar kesimpangsiuran cerita tentang sang tokoh dapat dihindari.
A. Perjalanan kehidupan Dewabrata
Cerita ini adalah kisah seorang anak raja. Ibundanya meninggal setelah
melahirkannya, diiringi tangis diam ayahandanya, Prabu Sentanu. Dia diberi nama
Dewabrata, yang artinya kesayangan para dewa. Kelak Dewabrata harus
menggantikan Ayahandanya Prabu Sentanu, meski hatinya lebih suka berada di
alam bebas, mengukir malam dengan semedi, menghias siang dengan ilmu dan
kesaktian. Dewabrata semakin terbelenggu dengan keinginannya sendiri. Seiring
berjalannya waktu, kemudian Prabu Sentanu menikah kembali dengan seorang
wanita yang bernama Dewi Durgandini.
Di suatu malam Dewabrata bersemedi di tepi sungai suci, mengharapkan
mendapat suatu jawaban dari beberapa pertanyaan yang lama ia pendam. Dia pun
berharap bisa bertemu dengan ibundanya yang tidak pernah dikenalnya.
Kemudian dengan rasa putusasa, dalam semedinya Ia berkata “Ibunda, beri aku
petunjuk”. Tidak ada hati seorang ibu yang rela melihat putranya menggapai dari
kegelapan. Alam sendiri tidak tega membiarkan permohonan yang tulus itu
menggema tanpa jawaban. Perlahan-lahan aliran sungai berputar dihadapan
Dewabrata, membentuk sebuah pusaran kecil yang makin membesar. Di tengah
pusaran air itu dia melihat seorang wanita cantik yang duduk bersila. Di tangan
kirinya ada sekuntum bunga utpala biru muda. Suaranya merdu ketika berkata,
Dewabrata tersadar, di telapak tangannya tergambar sekuntum bunga utpala
berwarna biru muda. Ia bertekad untuk menemukan kediaman Dewi Bumi.
Dewabrata pun mengembara dengan membawa restu dari Ayahanda
Prabunya, dan juga restu dari Dewi Durgandini yang saat itu sedang hamil tua.
Tapi dalam hati kecil Dewi Durgandini, ia berharap bahwa Dewabrata tidak akan
pernah kembali. Dewi Durgandini memang lebih senang kalau takhta kerajaan
diwariskan kepada anak yang dikandungnya daripada kepada Dewabrata.
Dewabrata pernah mendengar bahwa di timur hidup seorang brahmana
sakti bernama Rama Bargawa. Dewabrata percaya bahwa hanya brahmana itulah
yang bisa membantunya menemukan tempat tumbuhnya bunga utpala berwarna
biru muda. Di tengah pengembaraannya, Dewabrata bertemu dengan seorang
gadis yang cantik jelita yang bernama Dewi Amba. Dewi Amba adalah seorang
putri dari kerajaan Giyantipura yang dipimpin oleh Ayahandanya yang bernama
Prabu Darmamuka. Mereka pun saling menjalin kasih.
Mengingat kembali tujuan pengembaraannya, Dewabrata meminta ijin
untuk melanjutkan perjalanannya kepada Dewi Amba. Dewabrata pun berkata,
“Aku biasanya tidak mudah membuat janji, karena sekali berjanji aku akan
membawanya sampai mati. Inilah janjiku padamu, bahwa tidak akan ada wanita
lain yang bisa menggantikan dirimu di hatiku”. Mendengar janji Dewabrata yang
tulus, akhirnya Dewi Amba pun melepas Dewabrata.
Akhirnya Dewabrata dapat menemukan brahmana yang dicari-carinya,
Rama Bargawa. Kemudian Dewabrata diangkat menjadi muridnya dengan satu
ksatriaannya. Dewabrata pun menyanggupinya. Rama Bargawa memintanya
untuk menemuinya di pertapaan Giriseta.
Suatu ketika ia menolong seorang gadis yang bernama Wulandari. Gadis
ini hendak dijadikan selir bupati, yang bernama Bupati Danurejan, tetapi bupati
tersebut adalah seorang yang sangat mata keranjang. Melihat kejadian itu maka
tergeraklah hati Dewabrata untuk menolongnya. Kalau saja Dewabrata belum
berjanji pada Dewi Amba untuk setia, tentu saja Wulandari juga menggetarkan
hatinya. Setelah kejadian itu Wulandari selalu mengikuti ke mana Dewabrata
pergi, hingga suatu hari Dewabrata melihat kemampuan Wulandari yang tidak
biasa. Wulandari kemudian diutus oleh Dewabrata untuk pergi ke Kerajaan
Astinapura, kerajaannya sendiri untuk menjadi seorang prajurit.
Berlanjutlah perjalanan Dewabrata, hingga sampailah ia di pertapaan
Giriseta. Dengan penuh ketekunan, Dewabrata menjalankan latihan-latihan keras
di bawah bimbingan Rama Bargawa.
Beberapa tahun berlalu tanpa terasa. Selama itu Dewabrata berlatih untuk
mengenali siapa dirinya sesungguhnya. Dia berdamai dengan masa lalunya. Dia
menerima kelemahan dan keterbatasan yang dimilikinya. Dia juga mulai melihat
kemungkinan-kemungkinan yang ada pada dirinya. Dirinya lebih luas dan dalam
dari semula yang dipikirkannya. Semakin dia menelusuri jejak-jejak jiwanya
dalam hidupnya, semakin dia dibawa kepada rasa takjub yang tiada habisnya.
Rama Bargawa membawa Dewabrata menuju sebuah telaga. Kemudian
Rama Bargawa mengucapkan beberapa mantra, perlahan-lahan air telaga bergerak
tengah pusaran air itu keluar sebuah arca wanita yang menggenggam sekuntum
bunga berwarna biru muda. Ya, bunga utpala. Hanya tersisa satu kelopak bunga
saja, itu diberikan dewata kepada Dewabrata. Kemudian Dewabrata memakan
bunga utpala itu. Setelah kejadian itu, maka Dewabrata meminta diri untuk
kembali pulang bertemu dengan ayahandanya.
Di tengah perjalanan menuju kerajaan Astinapura, Dewabrata teringat
akan kekasihnya Dewi Amba. Lalu ia menuju Giyantipura, tempat kediaman
Dewi Amba. Yang tidak diketahui olehnya adalah bahwa semenjak ditinggalkan,
Dewi Amba sudah tidak sama dengan yang dulu.
Di keputren Giyantipura, Dewi Amba termenung memikirkan hidupnya.
Sekian tahun telah berlalu, dan dia belum pernah mendengar kabar sedikitpun dari
Dewabrata. Sementara itu, banyak pangeran dan raja bergiliran mencoba merebut
perhatiannya. Pada awalnya dia selalu tegas menolak mereka. Dia bahkan tidak
bersedia menemui mereka yang datang membawa berbagai macam hadiah
untuknya. Karena seringnya tamu berdatangan, lama kelamaan hatinya tergoda
juga. Hati wanita mana yang tidak merasa tersanjung oleh sedemikian banyak
perhatian yang dilimpahkan oleh para pemujanya?
Singkat cerita, Dewi Amba telah tertipu oleh Bupati Danurejan. Hingga
akhirnya Dewi Amba menerima pinangan salah satu pangeran. Dewabrata pun
dengan sedih hati pulang kenegaranya Astinapura. Sesampainya di Astinapura ia
pun langsung bertemu dengan ayahandanya dan juga Wulandari, beserta seluruh
rakyat yang merindukan kedatangannya kembali. Tetapi ada satu orang yang tak
Tersengat rasa marah yang tak terelakkan, akhirnya Dewabrata mengucapkan
sebuah janji, “ Demi langit kediaman jiwaku, demi bumi yang melahirkan ragaku,
aku bersumpah untuk tidak akan menyentuh wanita seumur hidupku, sehingga
tidak ada keturunanku yang bisa menuntut tahta Kerajaan Astinapura”.
Hingga muncullah sebuah perang yang mengharuskan Dewabrata turun
tangan. Walaupun dengan kelihaian Wulandari yang pandai memanah, tetap saja
Dewabrata diminta turun tangan. Di balik perang tersebut ternyata Patih Danureja
sengaja menculik Dewi Amba sebagai tawanan. Dan Wulandaripun bertemu
dengan Dewi Amba dan menceritakan hal yang sebenarnya. Terbukalah hati Dewi
Amba kepada Dewabrata kembali. Tetapi semua itu terlambat karena Dewabrata
telah mengucapkan sumpahnya. Melihat itu Patih Danureja mengambil
kesempatan untuk membunuh Dewabrata, keris sakti Patih Danureja pun langsung
melesat. Melihat hal itu Wulandari langsung menghadang keris itu dengan
tubuhnya.
Wulandari pun gugur dengan senyum kebahagiaan tersungging di
bibirnya. Tiba-tiba halilintar menggelegar disertai suara gemuruh membahana.
Tubuh Wulandari terangkat dan kemudian lenyap, dan berganti dengan Dewi
Bumi yang tersenyum kepada Dewabrata sambil memberikan serumpun Bunga
Utpala. Barulah terbuka mata hati Dewabrata, kemudian ia menundukkan kepala
penuh rasa hormat dan keharuan yang amat dalam.
Setelah kejadian yang tak terduga itu, Dewi Amba kemudian melanjutkan
perjalanannya ke Sobalapura untuk menemui Prabu Citramuka. Hancur hatinya,
Sobalapura, Prabu Citramuka pun menolak cinta Dewi Amba karna hati Dewi
Amba bukan lagi untuknya. Dengan kesendirian dan penyesalannya yang dalam,
akhirnya Dewi Amba mengakhiri hidupnya sendiri.
Dewabrata pun kembali menjalani perjalanan kehidupannya sebagai
Ksatria-Brahmana. Dewabrata pun kemudian menyerahkan sepenuhnya takhta
kerajaan kepada adik-adik tirinya yang telah dewasa dan pantas untuk menjadi
pemegang takhta kerajaan Astinapura. Pada akhir hidup Dewabrata dalam perang
agung Bharata Yudha, dia kembali bertemu dengan roh Dewi Amba dalam diri
seorang pendekar wanita bernama Dewi Srikandi yang pandai memanah seperti
Wulandari. Kepada Srikandi lah ia menyerahkan dirinya dan gugur di ujung anak
panahnya. Sebelum Dewabrata menutup mata, dia menyaksikan sendiri bahwa
kebenaran menang atas keserakahan, kedamaian menyelimuti muka bumi.
Dewabrata pun mati bahagia.
B. Tingkat Kesadaran Jiwa Dewabrata
Buku Antara Kabut dan Tanah Basah ini sebenarnya mengajak kembali
manusia untuk pulang kepada jiwanya dan melihat realitas dirinya apa adanya,
melihat kebenaran dari dalam dirinya sendiri, dan dengan itu menemukan kembali
kedamaian. Dalam novel Antara Kabut dan Tanah Basah pun, B. B. Triatmoko,
SJ memberikan beberapa penggalan atau tingkatan yang harus dilalui dalam
perjalanan hidup Dewabrata. Seperti Dewabrata, setiap orang yang mencari
kebenaran dan kedamaian akan menyusuri tujuh tingkat pemurnian. Ada pun