• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. PENUTUP

B. Saran

Dalam novelnya yang berjudul“Antara kabut dan Tanah Basah”, Rm. B. B. Triatmoko, SJ menuliskan bahwa kesempurnaan itu tidak berarti hidup putih bersih tanpa noda. Itu bukan manusia namanya. Tidak ada siang tanpa malam. Tidak ada putihnya awan kalau tidak ada langit biru yang menyatakannya. Kesempurnaan itu suatu keutuhan. Utuh berarti semua unsurnya ada, yakni kelebihan dan kekurangan. Tinggal bagaimana kita menjalaninya dalam kehidupan sehingga kelemahan menjadi kesempatan untuk menampilkan kekuatan, dan kekuatan menjadi kewaspadaan bahwa segala sesuatunya hanya bersifat sementara. Maka diakhir penulisan ini perkenankanlah penulis memberikan beberapa saran:

1. Gereja dalam konteks ini dirasa perlu memberikan ruang bagi kaum muda untuk dapat berekspresi dan menunjukkan kreatifitas yang dimiliki oleh

masing-masing pribadi kaum muda dalam menjalani kegiatan kehidupan menggereja.

2. Para pembina yang secara khusus tertarik pada pendampingan kaum muda pun diharapkan semakin terlatih dalam pengembangan iman sehingga apa yang diharapkan dan menjadi tujuan hidup oleh kaum muda.

3. Pihak keluarga, sekolah dan masyarakat pun kiranya memiliki peran yang penting dalam mendidik kaum muda sehingga kaum muda menjadi pribadi yang unggul dan tidak dapat dengan mudah begitu saja jatuh pada kegiatan-kegiatan yang bersifat negatif atau tidak membangun.

4. Mahasiswa dan mahasiswi IPPAK yang secara khusus menyiapkan diri sebagai calon katekis terlebih bagi mereka yang memiliki perhatian khusus bagi nasib kaum muda sendiri nantinya akan terjun dan terlibat dalam pendampingan kaum muda, serta perlu membekali diri dengan sungguh-sungguh mengingat begitu banyak hal-hal yang terjadi didalam kehidupan kaum muda.

Daftar Pustaka

Augusta. M. (1983).Pendampingan Muda-Mudi. Yogyakarta: Pusat Pastoral. Bertha. (1989).Trend Remaja dan Kaum Muda Masa Kini. ROHANI. h. 293 Buku Pedoman Siswa. (2010).SMA Pangudi Luhur “St. Louis” IX. Yogyakarta. Canfield, Jack. Victor Hansen, Mark. Kirberger, Kimberly, dan Clark. (2003).

Chicken Soup for the College Soul.Jakarta: Gramedia.

Didik Bagiyowinadi, F.X., Pr. (2003). Menghidupi Tradisi Katolik. Yogyakarta: Pustaka Nusantara.

Http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/jadi-pebisnis-vicky-shu-geluti-usaha-sepatu.html. accessed on August 5, 2011.

Hurlock, Elizabeth B., (1980).Psikologi Perkembangan.Jakarta: Erlangga.

Jou, Albert. SJ. (1991). Seri Ignasiana 3, Lahir Untuk Berjuang. Yogyakarta: Kanisius.

Kokoh, Jost. Pr. (2009).Tanda Kata, Angka, & Nada. Yogyakarta: Kanisius. Kila, Pius. SVD. (1996).Rekolesi& Retret Remaja. Yogyakarta: Kanisius. Magnis, Suseno-Franz. (1987).Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius. KWI. (2006).Kitab Hukum Kanonik. Yogyakarta: Kanisius

_____. (2009).Kompendium Katekismus Gereja Katolik. Yogyakarta: Kanisius. _____. (1986).Pedoman karya Pastoral Kaum Muda.

_____. Pedoman karya Pastoral Kaum Mda dalam Visi Masa Depan gereja dan Bangsa.

_____. (2008).Puji Syukur.Jakarta: Obor.

Mangunhardjana. (1986).Pendampingan Kaum Muda. Yogyakarta: Kanisius. Yohanes Paulus II. (1985). Surat Apostolik Yohanes Paulus II kepada Kaum

Muda se-Dunia dalam rangka Tahun Pemuda Internasional.

Ignasius Loyola. Seri Ignasiana 5, Latihan Rohani. (1993). (Terj. J. Darminta, SJ). Yogyakarta: Kanisius

Set, Sony. (2009).Teen Dating Violence.Yogyakarta: Kanisius.

Suparno, Paul. SJ. (1989). Retret untuk SLP dan SLA, Aku dikasihi Tuhan. Yogyakarta: Kanisius.

Tangdilintin, Philips. MM. (2008). Pembinaan Generasi Muda. Yogyakarta: Kanisius.

Teguh Budiarto, C. SJ., dkk (2009). Formasi Dasar orang Muda. Yogyakarta: Kanisius.

Triatmoko, B. B. SJ. (2005). Antara Kabut dan Tanah Basah. Yogyakarta: Kanisius.

Utami, Ayu. (2011).Bisma, Augustinus, Paus dan Mereka. ROHANI. h. 30 Yunita, Eva. (2006).Pemimpin Muda Peka Zaman.Yogyakarta: Andi Offset. Manuskrip:

Power Point,“Hal Ikhwal Retret Ignatian”.

(4)

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

PENDIDIKAN

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI IPPAK

Jl. Ahmad Jazuli 2, Tromol Pos 75, Yogyakarta Telp. (0274) 589035, 541642 Fax. (0274) 541641

Nama :

Kelas/Jurusan : XII /

Petunjuk pengisian :

Isilah setiap jawaban dengan memberi tanda lingkar( O )pada kolom yang tersedia sesuai dengan kecenderungan hati, perasaan atau pilihan anda. 1 Jenis Kelamin a. Wanita b. Pria 2 Usia a. ≤16 tahun b. 17 tahun c. ≥ 18 tahun

3 Jarak rumah dengan sekolah a. ≤ 2 kilometer

b. 3-5 kilometer c. 6-7 kilometer d. ≥ 8 kilometer

4 Transportasi yang digunakan untuk pergi ke sekolah a. Sepeda

b. Sepeda motor c. Angkutan umum d. Jalan kaki 5 Pekerjaan orang tua

a. Pegawai b. Wiraswasta c. Petani

6 Dewabrata melepaskan kedudukannya sebagai Putra Mahkota Raja a. Tindakan yang salah

b. Bersikap gegabah

c. Mengikuti suara hati nurani

d. Tidak ingin ikut campur urusan kerajaan

7 Dewabrata memilih untuk mendahulukan tugas daripada cinta a. Bersikap egois

b. Menyepelekan urusan cinta c. Acuh tak acuh terhadap pasangan

(5) a. Didasari oleh amarah

b. Didasari oleh pelampiasan kebencian c. Memang menjadi jalan hidup Dewabrata

d. Diambil untuk pergi dari permasalahan yang ada

9 Dewabrata tidak pernah melupakan Dewi Amba, sebaiknya cinta pertama disikapi dengan

a. Biarkan hilang dengan sendirinya b. Harus dipelihara sampai akhir hayat

c. Sebaiknya dibiarkan tumbuh dan hilang dengan sendirinya d. Merupakan suatu anugrah dari Tuhan

10 Hidup bagiku adalah a. Suatu anugrah b. Perjalanan panjang c. Misteri ilahi 11 Hidup itu hanya sekali

a. Untuk bersenang-senang b. Menjalani dengan apa adanya c. Mencoba untuk meraih mimpi

12 Tantangan / masalah yang hadir dalam perjalanan kehidupanku a. Sebagai batu loncatan

b. Kemenangan yang tertunda c. Cobaan dari Tuhan

13 Menentukan pilihan dalam kehidupan a. Biarkan berjalan dengan sendirinya b. Secara asal-asalan

c. Berusaha memilih dengan baik 14 Merefleksikan kejadian hidup sehari-hari

a. Sering

b. Kadang-kadang c. Tidak Pernah

15 Faktor yang paling mendukung pelaksanaan kegiatan rohani siswa a. Waktu dan tempat yang memadai

b. Metode yang sesuai c. Materi yang cocok

d. Sarana dan prasarana yang mendukung

16 Faktor yang paling mendukung proses kegiatan rohani siswa a. Cerita

b. Kerja kelompok c. Sharing

d. Ceramah

17 Bentuk pembinaan iman yang paling membantu adalah a. Ibadat Sabda di sekolah

b. Proses belajar mengajar PAK c. Perayaan Ekaristi di sekolah

18 Yang turut serta mendukung tercapainya pembinaan iman siswa di sekolah adalah a. Keteladanan hidup beriman guru PAK

b. Keteladanan hidup beriman guru Agama c. Keteladanan hidup beriman Bapak / Ibu Guru d. Kerja sama dengan semua warga di sekolah

(6) a. Kurang tersedianya tempat yang layak b. Pelaksanaan yang tidak terjadwal

c. Sarana dan prasarana yang tidak memenuhi standarisasi 20 Metode yang kurang mendukung

a. Kerja kelompok b. Cerita

c. Tugas d. Ceramah

21 Sikap-sikap yang kurang membantu selama pembinaan berlangsung adalah siswa yang

a. Kurang aktif b. Bersikap optimis c. Bersikap acuh tak acuh

22 Pembinaan iman yang dilaksanakan diluar jam proses belajar mengajar hendaknya a. Membantu siswa

b. Sangat membantu siswa c. Tidak membantu siswa d. Biasa saja bagi siswa

23 Sumber materi pembinaan iman yang digunakan adalah a. Pengalaman hidup sehari-hari

b. Ajaran Gereja c. Teks Kitab Suci

d. Pengalaman hidup sehari-hari, Ajaran Gereja dan teks Kitab Suci digabung menjadi satu

24 Bentuk pembinaan iman yang diharapkan a. Rekoleksi

b. Retret

c. Pembinaan iman yang bersifat rekreasi (menghibur) d. Pembinaan iman yang bersifat sakral (meditasi)

25 Yang diharapkan dalam kegiatan pembinaan iman selanjutnya a. Materi pembinaan iman yang menarik

b. Metode pembinaan iman yang aktratif c. Tempat pembinaan iman yang nyaman d. Pembinaan yang bervariasi namun berisi

(7)

Lampiran 5

Lampiran cerita:

Kisah Dewabrata

Cerita ini adalah kisah seorang anak raja. Ibundanya meninggal setelah melahirkannya, diiringi tangis diam ayahandanya, Prabu Sentanu. Dia diberi nama Dewabrata, yang artinya kesayangan para dewa. Kelak Dewabrata harus menggantikan Ayahanda Prabu, meski hatinya lebih suka berada di alam bebas, mengukir malam dengan semedi, menghias siang dengan ilmu dan kesaktian. Dewabrata semakin terbelenggu dengan keinginannya sendiri.

Di suatu malam Dewabrata bersemedi ditepi sungai suci, mengharapkan mendapat suatu jawaban dari beberapa pertanyaan yang lama ia pendam. Dia pun berharap bisa bertemu dengan ibundanya yang tidak pernah dikenalnya. Kemudian dengan rasa putusasa, dalam semedinya Ia berkata “Ibunda, beri aku petunjuk”. Tidak ada hati seorang ibu yang rela melihat putranya menggapai dari kegelapan. Alam sendiri tidak tega membiarkan permohonan yang tulus itu menggema tanpa jawaban. Perlahan-lahan aliran sungai berputar dihadapan Dewabrata, membentuk sebuah pusaran kecil yang makin membesar. Di tengah pusaran air itu dia melihat seorang wanita cantik yang duduk bersila. Di tangan kirinya ada sekuntum bunga utpala biru muda. Suaranya merdu ketika berkata, “Temukanlah tempat kediamanku. Aku Tara, Dewi Bumi, bersabda.” Ketika Dewabrata tersadar, di telapak tangannya

tergambar sekuntum bungan utpala berwarna biru muda. Ia bertekad untuk menemukan kediaman Dewi Bumi.

Dewabrata pun mengembara dengan membawa restu dari Ayahanda Prabunya, dan juga restu dari Dewi Durgandini yang saat itu sedang hamil tua. Tapi dalam hati kecil Dewi Durgandini, ia berharap bahwa Dewabrata tidak akan pernah kembali. Dewi Durgandini memang lebih senang kalau takhta kerajaan diwariskan kepada anak yang dikandungnya daripada kepada Dewabrata.

Dalam pengembaraannya, dulu Dewabrata pernah mendengar bahwa di timur hidup seorang brahmana sakti bernama Rama Bargawa. Dewabrata percaya bahwa hanya brahmana itulah yang bisa membantunya menemukan tempat tumbuhnya bunga utpala berwarna biru muda. Di tengah pengembaraannya, Dewabrata bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita yang bernama Dewi Amba. Dewi Amba adalah seorang putri dari kerajaan Giyantipura yang dipimpin oleh Ayahandanya yang bernama Prabu Darmamuka. Mereka pun saling menjalin kasih.

Mengingat kembali tujuan pengembaraannya, Dewabrata meminta ijin untuk melanjutkan perjalanannya kepada Dewi Amba. Dewabrata pun berkata, “Aku biasanya tidak mudah membuat janji, karena sekali berjanji aku akan membawanya sampai mati. Inilah janjiku padamu, bahwa tidak akan ada wanita lain yang bisa menggantikan dirimu dihatiku”. Mendengar janji Dewabrata yang tulus, akhirnya Dewi Amba pun melepas Dewabrata.

(8) Akhirnya Dewabrata dapat menemukan brahmana yang dicari-carinya, Rama Bargawa. Kemudian Dewabrata diangkat menjadi muridnya dengan satu syarat, Dewabrata harus menjadi brahmana dan meninggalkan derajat ksatriaannya. Dewabrata pun menyanggupinya. Rama Bargawa memintanya untuk menemuinya di pertapaan Giriseta.

Suatu ketika ia menolong seorang gadis yang bernama Wulandari. Gadis ini hendak dijadikan selir bupati, tetapi bupati tersebut adalah seorang yang sangat mata keranjang. Melihat kejadian itu maka tergeraklah hati Dewabrata untuk menolongnya. Kalau saja Dewabrata belum berjanji pada Dewi Amba untuk setia, tentu saja Wulandari juga menggetarkan hatinya. Setelah kejadian itu Wulandari selalu mengikuti kemana Dewabrata pergi, hingga suatu hari Dewabrata melihat kemampuan Wulandarai yang tidak biasa. Wulandari kemudian diutus oleh Dewabrata untuk pergi ke Kerajaan Astinapura, kerajaannya sendiri untuk menjadi seorang prajurit.

Berlanjutlah perjalanan Dewabrata, hingga sampailah ia di pertapaan Giriseta. Dengan penuh ketekunan, Dewabrata menjalankan latihan-latihan keras di bawah bimbingan Rama Bargawa.

Beberapa tahun berlalu tanpa terasa. Selama itu Dewabrata berlatih untuk mengenali siapa dirinya sesungguhnya. Dia berdamai dengan masa lalunya. Dia menerima kelamahan dan keterbatasan yang dimilikinya. Dia juga mulai melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada pada dirinya. Dirinya lebih luas dan dalam dari semula yang dipikirkannya. Semakin

dia menelusuri jejak-jejak jiwanya dalam hidupnya, semakin dia dibawa kepada rasa takjub yang tiada habisnya.

Rama Bargawa membawa Dewabrata menuju sebuah telaga. Kemudian Rama Bargawa mengucapkan beberapa mantra, perlahan-lahan air telaga bergerak berputar membentuk pusaran air yang semakin lama makin besar. Tiba-tiba dari tengah pusaran air itu keluar sebuah arca wanita yang menggenggam sekuntum bunga berwarna biru muda. Ya, bunga utpala. Hanya tersisa satu kelopak bunga saja, itu diberikan dewata kepada Dewabrata. Kemudian Dewabrata memakan bunga utpala itu. Setelah kejadian itu, maka Dewabrata meminta diri untuk kembali pulang bertemu dengan ayahandanya.

Di tengah perjalanan menuju kerajaan Astinapura, Dewabrata teringat akan kekasihnya Dewi Amba. Lalu ia menuju Giyantipura, tempat kediaman Dewi Amba. Yang tidak diketahui olehnya adalah bahwa semenjak ditinggalkan, Dewi Amba sudah tidak sama dengan yang dulu.

Di keputren Giyantipura, Dewi Amba termenung memikirkan hidupnya. Sekian tahun telah berlalu, dan dia belum pernah mendengar kabar sedikitpun dari Dewabrata. Sementara itu, banyak pangeran dan raja bergiliran mencoba merebut perhatiannya. Pada awalnya dia selalu tegas menolak mereka. Dia bahkan tidak bersedia menemui mereka yang datang membawa berbagai macam hadiah untuknya. Karena seringnya tamu berdatangan, lama kelamaan hatinya tergoda juga. Hati wanita mana yang tidak merasa tersanjung oleh sedemikian banyak perhatian yang dilimpahkan oleh para pemujanya?

(9) Singkat cerita, Dewi Amba telah tertipu oleh Bupati Danurejan. Hingga akhirnya Dewi Amba menerima pinangan salah satu pangeran. Dewabrata pun dengan sedih hati pulang kenegaranya Astinapura. Sesampainya di Astinapura ia pun langsung bertemu dengan ayahandanya dan juga Wulandari, beserta seluruh rakyat yang merindukan kedatangannya kembali. Tetapi ada satu orang yang tak menginginkan dia kembali. Ia adalah Dewi Durgandini, yang tak lain ibu tirinya. Tersengat rasa marah yang tak terelakkan, akhirnya Dewabrata mengucapkan sebuah janji, “ Demi langit kediaman jiwaku, demi bumi yang melahirkan ragaku, aku bersumpah untuk tidak akan menyentuh wanita seumur hidupku, sehingga tidak ada keturunanku yang bisa menuntut tahta Kerajaan Astinapura”.

Hingga muncullah sebuah perang yang mengharuskan Dewabrata turun tangan. Walaupun dengan kelihaian Wulandari yang pandai memanah, tetap saja Dewabrata diminta turun tangan. Di balik perang tersebut ternyata Patih Danureja sengaja menculik Dewi Amba sebagai tawanan. Dan Wulandaripun bertemu dengan Dewi Amba dan menceritakan hal yang sebenarnya. Terbukalah hati Dewi Amba kepada Dewabrata kembali. Tetapi semua itu terlambat karena Dewabrata telah mengucapkan sumpahnya. Melihat itu Patih Danureja mengambil kesempatan untuk membunuh Dewabrata, keris sakti Patih Danureja pun langsung melesat. Melihat hal itu Wulandari langsung mengahadang keris itu dengan tubuhnya.

Wulandari pun gugur dengan senyum kebahagiaan tersungging di bibirnya. Tiba-tiba halilintar menggelegar disertai suara gemuruh membahana. Tubuh Wulandari terangkat

dan kemudian lenyap, dan berganti dengan Dewi Bumi yang tersenyum kepada Dewabrata sambil memberikan serumpun Bunga Utpala. Barulah terbuka mata hati Dewabrata, kemudian ia menundukkan kepala penuh rasa hormat dan keharuan dalam.

(10)

Lmapiran 6

Secret Angel

Tujuan: melatih kesediaan menjadi sahabat bagi seseorang dengan memberi perhatian dan dorongan sahabat (hal-hal positif)

Waktu: Selama Retret berlangsung.

Sarana:

1. Kertas manila

2. Amplop (sejumlah banyaknya peserta) :

 Amplop di tempelkan ke kertas manila secara terbalik (bagian belakang di depan)

 Di penutup bagian amplop tertulis nama panggilan seorang peserta 3. Potongan Kertas

 Seukuran kartu nama, sekurang-kurangnya lima lembar  Dimasukkan ke dalam setiap amplop

 Dapat di sediakan pula persediaan kertas di meja pembimbing retret 4. Undian

 Nama panggilan semua peserta retret dituliskan pada selembar kertas yang digulung, untuk keperluan undian

5. Gelang Persahabatan (souvenir, sejumlah banyaknya peserta)

Aturan main:

1. Setiap masing-masing peserta, mengambil dan menerima undian nama dari pembimbing retret.

2. Nama yang tertera di kertas gulungan undian yang diterima, tidak boleh diberitahukan kepada teman yang lain. Gulungan undian boleh dikembalikan bila yang tertera adalah nama sendiri.

3. Selama retret berlangsung, tanpa mengganggu jadwal kegiatan retret yang ada, setiap peserta secara diam-diam memperhatikan seseorang yang namanya tertera pada gulungan kertas yang diterima tadi.

4. Setelah itu, setiap peserta boleh menuliskan sebuah motivasi, doa ataupun sebuah kalimat yang dapat menggambarkan seseorang yang

(11) mungkin di kertas yang sudah di sediakan.

5. Bila selembar kertas sudah terisi penuh, lalu peserta tersebut dapat menaruhnya di amplop yang bertuliskan nama seseorang yang sudah diperhatikan.

6. Usahakan jangan sampai ketahuan teman yang lain pada saat menaruh kertas ke amplop teman yang diperhatikan.

7. Hal ini berlangsung sampai kegiatan retret berakhir.

8. Pada saat retret berakhir, lalu masing-masing peserta membuka rahasianya dihadapan teman yang lain.

9. Setiap masing-masing peserta maju untuk memberitahukan sebuah nama yang selama retret berlangsung selalu diperhatikannya dengan membacakan tulisan yang ada di dalam amplop temannya tersebut.

10. Setelah itu, peserta memakaikan sebuah gelang persahabatan pada teman yang diperhatikannya.