• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Struktur Perkerasan Jalan .docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perancangan Struktur Perkerasan Jalan .docx"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Perancangan Struktur Perkerasan Jalan Sejarah Perkembangan Jalan di Indonesia

Abstrak

Perkembangan jalan di dunia sudah dimulai saat manusia sudah tinggal menetap, secara besar perkembangan jalan raya dibagi menjadi enam periode yaitu zaman manusia belum mengenal hewan sebagai alat transportasi, zaman sudah mengenal hewan sebagai alat bantu transportasi, zaman alat angkut transportasi beroda, pada abad ke-18 dimana sudah mulai mengenal metode perkerasan jalan, abad 19, dan abad ke-20. Perkembangan jalan di Indonesia sudah dimulai pada zaman kerajaan-kerajaan yang kemudian dilanjutkan oleh VOC saat Indonesia mulai dijajah oleh Belanda. Perkembangan jalan sudah semakin maju sehingga kini jalan dibendakan berdasarkan fungsi, pengelola, tekanan gandar, dan volume jalan dan sifat-sifat lalu lintasnya.

1. Pendahuluan

Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan sesame. Dengan demikian perkembangan jalan saling berkaitan dengan teknik jalan, seiring dengan perkembangan teknologi yang ditemukan manusia.

Pada awalnya jalan hanya berupa jejak manusi yang mencari kebutuhan hidup. Setelah manusia mulai hidup berkelompok jejak-jejak berubah menjadi jalan setapak yang masih bekum berbentuk jalan yang rata. Dengan dipergunakan alat transportasi seperti hewan, kereta, atau transportasi yang lainnya, mulai dibuat kontruksi jalan yang rata.

Sejarah perkembangan jalan di Indonesia yang tercatat dalam sejajrah bangsa Indonesia adalah pembangunan jalan Daendles pada zaman penjajahan Belanda, yang dibangun dari Anyer di Banten sampai Panarukan di Banyuwangi Jawa Timur. Diperkirakan jalan tersebut memiliki panjang 1000 km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa pada akhir abad ke-18. Tujuan pembangunan pada saat itu terutama untuk kepentingan strategi dan dimasa tanam paksa untuk memudahkan pengangkutan hasil bumi.

(2)

a. Sebelum Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut.

Perkembangan jalan raya bermulai saat manusia sudah mulai menetap atau setelah masa nomaden, manusia kemudian tinggal secara berkelompok disetiap daerah. Pada jaman ini manusia mulai mengenal jarak, mereka mulai mencari jarak yang paling dekat untuk mencari kelompok-kelompok manusia yang tinggal dekat dengan mereka. Untuk menghubungkan kelompok manusia yang satu dengan yang lainnya mereka akan menghadapi rintangan-rintangan sepanjang perjalanan, misalnya bila melewati tempat-tempat berlumpur mereka menaruh batu disana - sini agar dapat melompat-lompat diatasnya dan pada saat inilah perkembangan zaman dimulai.

Gambar 1. Sejarah Jalan Sebelum Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat

b. Setelah Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut

Zaman ini manusia sudah mengenal hewan sebagai alat bantu angkut untuk transportasi sehingga pada konstruksi jalan sudah mengalami kemajuan seperti pada konstruksi jalan yang tidak teratur sudah dibuat mendatar agar dapat dilalui alat transportasi hewan.

c. Setelah Manusia Mengenal Kendaraan Beroda Sebagai Alat Angkut Bangsa Romawi mulai abad ke 4 SM - abad ke 4 , telah membuat jalan dengan perkerasan ukuran tebal 3 feet - 5 feet (1,0 m - 1,7 m) dan lebarnya 35 (± 12 m). Perkerasan tersebut dibuat berlapis-lapis seperti gambar dibawah ini.

Gambar 2. Konstruksi Perkesarasan Romawi

d. Perkembangan Konstruksi Perkerasan Jalan Pada Akhir Abad Ke-18.

1) Seorang bangsa Inggris Thomas Telford ahli jembatan Iengkung dari batu, menciptakan konstruksi perkerasan jalan

yang prinsipnya sama seperti jembatan Iengkung seperti berikut ini ;

(3)

Gambar 3. Konstruksi Perkerasan Telford 2) Pada waktu itu pula John Mc Adam (1756 — 1836), memperkenalkan kontruksi perkerasan dengan prinsip "tumpang-tindih" dengan menggunakan batu-batu pecah dengan ukuran terbesar (± 3"). Perkerasan sistem ini sangat berhasil pula dan merupakan prinsip pembuatan jalan secara masinal (dengan mesin). Selanjutnya sistem ini disebut "Sistem Mc. Adam".

Gambar 4. Konstruksi Perkerasan Mc Adam

e. Perkembangan Konstruksi Perkerasan Jalan Pada Abad Ke-19.

Pada abad 19 Kereta Api ditemukan mulai pada Tahun 1930, jaringÂjaring rel kereta api dibuat dimana-mana, maka angkuran lewat jalan raya mulai terdesak, dengan sendirinya teknik pembuatan jalan tidak berkembang. Tetapi pada akhir abad ke - 19 kendaraan bermotor mulai banyak, sehingga menuntut jalan darat yang balk dan lancar, teknik pembuatan jalan yang baik timbul lagi.

f. Perkembangan Konstruksi Perkerasan Jalan Pada Abad Ke - 20.

Sesudah perang dunia ke I kira-kira tahun 1920 banyak negara  - negara mulai memperhatikan pembangunan jalan raya, karena makin banyaknya angkutan kendaraan bermotor. Persaingan antara Kereta Api dan kendaraan bermotor mulai ramai, karena masing-masing memiliki keunggulan sendiri. Untuk angkutan secara massal jarak jauh Kereta Api unggul, tetapi sebaliknya untuk angkutan jarak pendek/ dekat kendaraan bermotor lebih unggul dikarenakan kendaraan bermotor dapat melayani dari pintu ke pintu (door to door), dan bahan bakar yang dibutuhkan lebih rendah.

Disamping itu pula orang mulai membuat jalan, sehingga perkembangan pembuatan jalan menjadi menjadi lebih cepat dengan kemudahan pembuatan dan kualitas yang lebih balk. Selama perang dunia ke II untuk keperluan militer yang mendesak telah dibuat beribui-ribu kilometer jalan secara masinal sistem modern dibanyak negara. Hal ini mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan mengenai jalan raya.

Sampai sekarang ini kedua sistem perkerasan tersebut masih sering dipergunakan di daerah - daerah di Indonesia dengan menggabungkannya menjadi sistem Telford - Mc Adam ialah utk bagian bawah sistem Telford dan bagian atasnya sistem Mc Adam.

(4)

Permbangunan jalan raya di Indonesia terjadi pada saat dimulainya kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara, antara lain pada zaman kerajaan Tarumanegara, kerajaan Melayu, kerajaan Kutai, kerajaan Sriwijaya, dan kerajaan lainnya mulai dari tahun 400 – 1519 Masehi. Pada zaman kerajaan tersebut Indonesia merupakan pusat perdagangan mancanegara khususnya Cina, India, Portugis, Saudi Arabia, dan Beland. Dalam melakukan perdagangan mereka membuat jalan untuk mengangkut barang-barang dagangan dan mengangkut batu-batu besar untuk membuat candi. Sampai sekarang belum diketahui jelas bagaimana susunan konstruksinya.

Pada tahun 1605, VOC turut memperbanyak jalur jalan, yaitu dari pusat-pusat pertanian dan perkebunan rakyat menuju ke dermaga pelabuhan eksport. Selain itu pada tahun 1808 dibawah pemerintahan India Belanda yaitu Gubernur Jendral Herman Willem Daendels, dibangun jalan pos di pulau Jawa dan selesai pada tahun 1811. Pembangunan jalan pos ini membentang dari Anyer sampai Panarukan, yaitu melaului Jakarta, Bandung, Cirebon, Purwokerto, Yogyakarta, Surabaya, dan Banyuwangi sepanjang kurag lebih 1500 km. Tujuan pembangunan jalan ini lebih ditekankan pada fungsi strategi militer pemerintah Hindia-Belanda yaitu mempertahankan

pulau Jawa dari serangan Inggris Raya. Dengan adanya jalur transportasi ini, pemerintah Hindia-Belanda berharap:

1) Mobilisasi bantuan militer saat musuh menyerang menjadi lebih cepat; 2) Dapat mengontrol pergerakan

orang-orang pribumi dengan adanya patroli-patroli militer;

3) Mempersingkat waktu tempuh komoditas perkebunan hasil sistem tanam paksa(cuult ur -stelsel) dari tempat produksi hingga pelabuhan ekspor, sehingga barang ekspor tidak rusak dan tidak jatuh harganya di pasaran; dan

4) Perkembangan informasi yang terjadi begitu cepat dapat diketahui dengan segera melalui jasa pengiriman kabar/surat.

Gambar 5. Peta rute jalan Pos atau De Grote Posteg

(5)

hasil-hasil bumi dari daerah pedalaman ke dermaga serta untuk mempermudah penguasaan atas rakyat. Selain itu, pada tahun tersebut dibangun juga jalur kereta api dan infrastruktur lainnya.

Tidak banyak literatur yang menulis secara rinci sejarah pembuatan berikut spesifikasi teknis Jalan Raya Pos. Akan tetapi bila menilik dari fungsi dan waktu pembuatan, dapat diperkirakan jalan tersebut

menggunakan metode Telford-Macadam

atau paling tidak mendekati teknik tersebut.

Metode tersebut ditemukan pada akhir abad ke-18 di Eropa. Beberapa literatur

menyatakan, jalan ini dibangun tanpa perencanaan yang terlalu teknis, baik secara geometris maupun metode perkerasan yang akan digunakan. Thomas Telford (1757-1834) yang berkebangsaan Inggris menciptakan konstruksi perkerasan jalan dengan menggunakan prinsip berdesak-desakannya batu seperti pada jembatan lengkung karena ia memang ahli jembatan lengkung dari batu. Kemiripan jalan yang ia rancang dengan jembatan lengkung adalah penampang jalan bila dilihat secara melintang. Saat jalan (lengkungan)

menerima beban, maka konstruksi lengkung (seolah) melendut searah gaya/beban. Saat itu terjadi, batu-batu menjadi terdesak dan saling merapat sehingga konstruksi menjadi lebih kokoh. Namun, perkerasan ini dirasakan kurang

praktis dan memakan waktu yang cukup banyak karena batu-batu yang digunakan harus disusun dengan tangan satu per-satu.

Gambar-6. Bentuk penampang melintang perkerasan metode Telford.

Pada saat yang bersamaan, tepatnya pada tahun 1815, pria Skotlandia, John London

McAdam (1756-1836) memperkenalkan

konstruksi perkerasan jalan dengan prinsip

tumpang tindih menggunakan batu-batu pecah. Konstruksi ini terdiri dari gradasi ukuran tumpukan batuan, yang berada di dasar perkerasan adalah batu dengan ukuran yang terbesar— Sejarah

(6)

tersebut di atas. Kata Macadam berasal dari nama McAdam.

Gambar-7. Bentuk penampang melintang perkerasan metode Macadam.

Dengan sistem perkerasan jalan seperti ini, pengguna jalan seperti para penunggang kuda, kereta kuda, kendaraan militer, maupun gerobak pengangkut barang dapat bergerak dengan lebih leluasa. Setelah terbangunnya Jalan Raya Pos yang juga terkadang dikenal dengan Jalan Daendels ini, perjalanan darat Surabaya-Batavia yang sebelumnya harus ditempuh dalam waktu 40 (empat puluh) hari bisa dicapai dalam waktu 7 (tujuh) hari saja.

Gambar 8. Jalur kereta api (warna merah) Hindia-Belanda di Pulau Jawa

Pada tahun 1973 pemerintah Indonesia membangun jalan tol untuk pertama kalinya, yaitu jalan tol Jagorawi. Jalan tol ini menghubungkan Jakarta Bogor -Ciawi. Jalan ini dibangun dengan biaya 350 juta perkilometer pada kurs waktu itu. Jalan tol sepanjang lebih kurang 60 km ini diresmikan Presiden Soeharto pada tanggal

9 Maret 1978. Saat diresmikan jalan tol tersebut baru ruas Jakarta - Citeureup dengan karyawan 200 orang. Jalan tol Jagorawi merupakan jalan tol pertama yang didanai APBN dari pinjaman luar negeri, kemudian pengelolaannya diberikan kepada PT. Jasa Marga sebagai modal awal perusahaan tersebut dan merupakan penyertaan pemerintah. Jalan tol Jagorawi dikelola oleh PT. Jasa Marga Indonesia. Jagorawi sendiri merupakan singkatan kata dari (Ja)karta - Bo(gor) - Ci(awi).

Pada tahun 1980-an diperkenalkan perkerasan jalan dengan aspal emulsi dan butas, tetapi dalam pelaksanaan atau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam hal variasi kadar aspalnya yang kemudian disempurnakan pada tahun 1990 dengan teknologi beton mastik. Perkembangan konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot mix) mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul dengan jenis yang lain seperti aspal beton (asphalt concrete/AC) dan lain-lain. Teknik-teknik

tersebut kebanyakan hanya

(7)

Pada tahun 1990, jalan layang atau flyover pertama juga telah berhasil dibangun oleh pemerintah Indonesia. Jalan layang ini dibangun antara Cawang – Tanjung Periok Jakarta dengan menggunakan sistem Sostrobahu hasil temuan Ir. Tjokorda Raka Sukawati.

Pada awal abad ke-20 saat kendaraan bermotor mulai banyak dimiliki masyarakat, timbul pemikiran untuk membangun jalan raya yang lebih menyamankan dan aman. Kendaraan dengan mesin yang dapat melaju lebih kencang memberikan guncangan yang lebih keras dan ini sangat tidak nyaman bagi para pengendara saat berjalan pada jalan raya yang ada, hal ini yang kemudian melahirkan metode perkerasan baru. Di Barat, konstruksi jalan raya telah dikaji secara mendalam dimana mereka mulai memperhatikan seperti:

1) perhitungan tebal perkerasan;

2) konstruksi perkerasan dan lapisan penutup;

3) perencanaan geometris.

Teknologi ini segera menyebar ke seluruh dunia bersamaan dengan penjajahan maupun kolonialisme yang terjadi di sebagian besar wilayah dunia, termasuk Indonesia di bawah penjajahan Belanda. Bentuk konstruksi perkerasan jalan raya

yang lazim bahkan hingga saat ini adalah seperti gambar di bawah ini.

A1

A2

B1

B2

C

Keterangan:

A : Lapisan Penutup/Aspalan

A1 : Lapisan Penutup (Surface )

A2 : Lapisan Pengikat (Binder )

B : Perkerasan

B1 : Perkerasan Atas (Base )

B2 : Perkerasan Bawah (SubBase)

C : Tanah Dasar (Sub -Grade )

(8)

kondisi tersebut dengan konstruksi statis tertentu misalnya pada jembatan gelagar adalah:

a) Pada konstruksi statis tertentu pembagian kekuatan-kekuatan (momen-momen dan gaya- gaya) dari muatan pada bagian-bagian konstruksi dan pandemen tidak bergantung pada kekuatan dan ukuran (E dan I) bagian/batang konstruksi tersebut, sehingga perhitungan menjadi lebih sederhana; sementara

b) Pada konstruksi statis tidak tertentu pembagian kekuatan dari muatan pada bagian konstruksi dan pandemen tergantung pada kekuatan dan ukuran (E dan I) dari bagian konstruksi tersebut, sehingga perhitungan menjadi rumit.

Perkembangan Metode Perkerasan Jalan Raya di Indonesia

Selanjutnya, perkembangan cara perhitungan tebal konstruksi perkerasan di Indonesia dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu:

 Tahap ke-1 menitik beratkan kepada pengalaman-pengalaman di lapangan, sehinggarumus/perhitungan yang diperoleh adalah rumus-rumus empiris;

 Tahap ke-2 menitik beratkan kepada teori dan analisis meski hanya merupakan teori pendekatan yang dilengkapi dengan pengalaman; rumus yang diperoleh adalah rumus-rumus teoretis yang dilengkapi dengan koefisien-koefisien hasil pengalaman untuk keperluan praktik disertai pula dengan grafik atau nomogram;

 Tahap ke-3 : mengembangkan rumus-rumus teoretis tersebut di atas dengan percobaan yang intensif di laboratorium sehingga menghasilkan rumus/persamaan analitis yang dilengkapi dengan rumus empiris laboratorium.

Demikianlah perkembangan pembangunan jalan di Indonesia khususnya di pulau Jawa.

Pemerintah Indonesia dewasa ini terus

berupaya membangun dan

mengembangkan jaringan jalan raya baru yang bertujuan untuk membuka isolasi daerah terpencil. Beberapa jalur jalan raya modern yang berhasil dibangun oleh pemerintah Republik Indonesia :

 Jalan raya Trans-Sumatera sepanjang 200 km di Sumatera- Jambi

 Jalan raya Amura-Duluduo sepanjang 200 km di Sulawesi Utara

 Jalan tol Cikampek di Jawa Barat sepanjang 60 km

(9)

 Jalan tol Jakarta – Merak

 Jalan tol Padalarang – Cileunyi di Bandung

 Jalan tol Krapyak – Spondol di Semarang

 Jalan tol Cipularang di Bandung – Jakarta

Secara umum jalan dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu:

a. Jalan Umum adalah yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum b. Jalan Khusus adalah jalan selain dari

pada yang termasuk diatas.

c. Jalan Tol adalah jalan umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban membayar Tol.

3. Klasifikasi dan Fungsi Jalan

Perkembangan jalan di Indoensia mengalami banyak perkembangan mulai dari segi teknologi jalan, teknologi moda transportasi, serta para pengguna di dalam baik dari segi bentuk, ukuran, maupun jumlah. Perubahan dari jenis, bentuk, ukuran, dan jumlah mengakibatkan masalah kelancaran arus lalu lintas, keamanan, kenyamanan, dan daya dukung dari perkerasan jalan harus menjadi perhatian, oleh karena itu perlu pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.

Menurut PP No. 26 jalan-jalan dilingkungan perkotaan terbagi dalam jaringan jalan primer dan jaringan jalan

sekunder. Jalan-jalan primer adalah jalan yang menghubungkan Jalan-jalan sekunder dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada lalu lintas dalam kota, sehingga dalam perencanaan pembangunan jalan-jalan sekunder harus memperhatikan dengan perencanaan tata ruang kota yang bersangkutan.

Pada peraturan Dirjen. BIMA No. 13/1970 klasifikasi jalan dibagi menjadi empat, yaitu fungsi, pengelola, tekanan gandar, dan besar volume dan sifat-sifat lalu lintas.

a. Kelas jalan menurut fungsi

- Jalan Utama

Yaitu jalan-jalan yang melayani lintas yang tinggi antara kota-kota penting. Jalan-jalan dalam golongan ini harus direncakan untuk dapat melayani lalu lintas yang cepat dan berat.

- Jalan Sekunder

Yaitu jalan-jalan yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi antara kota-kota penting dan kota-kota yang lebih kecil, serta melayani daerah-daerah disekitarnya.

- Jalan Penghubung

(10)

b. Kelas Jalan Menurut Pengelola

- Jalan Arteri

Yaitu jalan-jalan ayng terletak di luar pusat perdagangan (out lying business district).

- Jalan Kolektor

Yaitu jalan-jalan yang terletak di pusat perdagangan (central business district)

- Jalan Lokal

Yaitu jalan-jalan yang terletak di daerah perumahan.

- Jalan Negara

Yaitu jalan-jalan yang menghubungkan antara ibukota propinsi. Biaya pembangunan dan perawatannya di tanggung oleh pemerintah pusat.

- Jalan Kabupaten

Yaitu jalan-jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten atau jalan-jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, juga jalan-jalan yang menghubungkan antar desa dalam satu kabupaten.

c. Kelas Jalan Menurut Tekanan Gandar

Menurut tekanan gandar atau beban yang diberikan kepada jalan yang dilaluinya kelas jalan dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu:

Kelas Jalan Tekanan Gandar

I 7 ton

II 5 ton

III A 3.50 ton

III B 2.75 ton

IV 1.50

d. Kelas Jalan Menurut Besarnya Volume dan Sifat-Sifat Lalu Lintas

- Jalan Kelas I

Jalan ini mencakup semua jalan utama, yang melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tidak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan yang tidak bermuatan. Jalan-jalan kelas ini mempunyai jalur yang banyak.

- Jalan Kelas II

Jalan ini mencakup semua jalan sekunder, walau komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Jalan kelas II ini berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintas

- Jalan Kelas III

Jalan ini mencakup jalan-jalan penghubung dan merupakan konstruksi jalan berjalu tunggal atau dua. Konstruksi permukaan jalan yang paling tinggi adalah penebaran dengan aspal.

4. Kesimpulan

(11)

untuk di Indonesia perkembangan zaman sudah mulai pada saat zaman-zaman kerajaan. Secara garis besar perkembangan jalan di Indonesia dibagi menjadi empat, yaitu:

- Zaman kerajaan pada tahun 400 – 1519 Masehi. Pada zaman kerajaan tersebut Indonesia merupakan pusat perdagangan mancanegara sehingga mereka membuat jalan untuk mengangkut barang-barang dagangan dan mengangkut batu-batu besar untuk membuat candi.

- Zaman Penjajahan Belanda dimulai pada tahun 1605 dimana VOC turut memperbanyak jalur jalan untuk menghubungkan pusat-pusat pertanian dan perkebunan rakyat menuju ke dermaga pelabuhan eksport. Pada tahun 1808 dibawah pemerintahan India Belanda yaitu Gubernur Jendral Herman Willem Daendels, dibangun jalan pos di pulau Jawa dan selesai pada tahun 1811

- Zaman Pemerintahan Indonesia pada tahun 1973 memebangun jalan tol Jagorawi. Jalan tol ini menghubungkan Jakarta - Bogor - Ciawi. Jalan tol ini memiliki panjang lebih kurang 60 km ini diresmikan Presiden Soeharto pada tanggal 9 Maret 1978.

- Pada awal abad ke-20 konstruksi jalan sudah mengalami kemjuan yang cukup pesat sehingga pada konstruksinya jalan

Gambar

Gambar 8. Jalur kereta api (warna merah)

Referensi

Dokumen terkait

Pengambilan data untuk fenomena flashback ini digunakan dengan cara eksperimental Parameter yang dicari atau variabel bebas dalan kajian eksperimen ini adalah rasio

Budu ć i da je ve ć ina ispitanika odgovorila kako ne koristi rudarenje podatka u tvrtki za koju trenutno radi, prvo ć e se analizirati ona grupu pitanja koja se odnosi na

Ajaran al-qur’an, hadis dan praktek kehidupan Nabi dan sahabat utama yang kemudian diformulasikan dalam keilmuan tasawuf adalah nilai mulia yang tentu akan efektif bila digali

Pseudomonas cocovenenans merupakan bakteri penyebab keracunan makanan bila bakteri tersebut tumbuh sebagai kontaminan dalam pembuatan tempe bongkrek. Cara Pemeriksaan

Telah dilakukan penangkapan tikus dengan perangkap di 22 daerah fokus keong yang tersebar di 6 desa di Dataran Tinggi Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah

Berdasarkan pengamatan kondisi suhu Samudera Pasific dan osilasi tekanan udara Tahiti - Darwin, ENSO cenderung pada kondisi normal, sehingga diprakirakan awal

• Reaksi alahan kepada sebarang kandungan vaksin mRNA COVID-19 walaupun tidak teruk (reaksi alahan yang berlaku dalam tempoh 4 jam selepas menerima suntikan vaksin