• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN THE LIVING QURAN D (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "METODOLOGI PENELITIAN THE LIVING QURAN D (2)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

METODOLOGI PENELITIAN THE LIVING QUR’AN DAN HADIS

Mirna Fidiana

Institut Agama Islam Negeri Metro Lampung

Email : Mirna.fidiana11@gmail.com

Abstrack

(2)

2

taught how to worship corresponding HOW the Qur'an and Hadith. Hence comes the method of living this Hadith.

Kata Kunci : Al Qur‟an dan Hadis

A. Pendahuluan

Metode adalah suatu cara atau langkah yang digunakan oleh seseorang atau sekumpulan orang untuk menyelesaikan sesuatu hal atau digunakan sebagai suatu rencana guna mencapai tujuan yang dinginkan. Penelitian adalah suatu cara yang dipakai untuk mendapakan data yang akurat yang akan digunakan untuk hal-hal tertentu. Metode penelitian adalah upaya atau cara yang diciptakan atau digunakan untuk melakukan suatu penelitian tentang sesuatu yang akan di teliti. Living Al Qur‟an yaitu pembahasan atau penelitian ilmiah tentang suatu peristiwa yang terkait dengan keberadaan Al Qur‟an. Living Hadis ialah hadis yang bisa digunakan yang bermula dari ijtihad yang disepakati dalam suatu kelompok muslim yang didalamnya terdapat ijma‟ dan kesepakatan para ulama‟ dan tokoh-tokoh agama didalam kegiatannya1. Al Qur‟an berfungsi sebagai terapi jiwa dari persoalan hidup, selain itu Al Qur‟an juga berfungsi sebagai obat, untuk mengobati penyakit fisik. Al Qur‟an diyakini sebagai kitab suci bagi umat islam yang didalamnya berisi banyak hal yang memuat semua jenis ilmu dan pengetahuan. Al-qur‟an mampu memenuhi berbagai fungsi didalam kehidupan umat islam, antara lain sebagai pembela kaum yang tertindas, penyemangat perubahan,penentram hati dan penyelamat dari mala petaka. Oleh karena itu, selain dibaca Al Qur‟an juga dikaji, dipelajari, bahkan dikembangkan kajiannya hingga saat ini, bahkan oleh golongan non-muslim sekalipun. Mengingat hubungan antara manusia dengan Al Qur‟an sangat beragam, tidak hanya menafsirkan teks Al Qur‟an tetapi memperlakukan Al Qur‟an sebagai sesuatu yang bernilai tinggi atau disebut dengan istilah living Qur‟an ( Al Qur‟an yang hidup dalam kehidupan sehari-hari). Living Qur‟an yang dilakukan oleh umat islam tidak melalui pendekatan teks atau bahasa Al Qur‟an tetapi secara langsung berinteraksi memperlakukan dan menerapkan Al Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari. Interaksi semacam ini sudah menjadi budaya yang mendarah daging dikalangan masyarakat yang pada akhirnya dapat membentuk pola prilaku tertentu. Pola prilaku ini didasarkan pada anggapan masyarakat terhadap Al-Qur‟an yang pada akhirnya dapat merubah pola pikir mereka. Living Qur‟an dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah dan pemberdayaan masyarakat. Metode living Qur‟an tidak ditujukan untk mencari kebenaran yang slalu melihat konteks, tetapi semata-mata melakukan pembelajaran terhadap fenomena keagamaan yang terkait dengan Al Qur‟an.

Hadis memiliki kedudukan kedua setelah Al Qur‟an sebagai sumber hukum Islam. Dalam perjalanannya, kedudukan Sunnah sangat penting, bahkan menurut penelitian Schacht, Crone dan Wansbrough menyatakan bahwa mayoritas hukum Islam direfleksikan dan mendapatkan kepastiannya dari sumber kedua yaitu Sunnah, walaupun terdapat sejumlah pendapat yang didasarkan pada Al Qur‟an dan lainnya didasarkan pada analogi (qiyas) dan pertimbangan yang baik (istihsan) dan perangkat metodologi. tetapi Hadis menempati posisi pokok dalam hukum Islam. Tetapi pada masa modern, sejumlah tokoh seperti, Rasyid Ridha, Mahmud Syaltut, Muhammad Mustafa Syalabi, telah mengadakan penelitian mengenai peran Nabi sebagai seorang rasul, negarawan, hakim dan sebagai masyarakat biasa. Dan secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu syar‟iyyah dan gairusyar‟iyyah.

Alasan dari penelitian itu didukung adanya hadis yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabda yang artinya : “sesungguhnya aku adalah manusia biasa, apabila aku

1

(3)

3

memerintahkan kalian suatu hal yang berasal dari agamamu maka ambillah ia, dan apabila aku memerintahkan suatu hal atas dasar pendapatku, maka sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa” (H.R. Muslim) sejarah mengisahkan kebijakan Nabi tersebut berdasarkan pada kemaslahatan umat Islam secara keseluruhan.

Pembahasan mengenai living hadis banyak sekali bicarakan pada saat ini, karena living hadis merupakan sebuah studi hadis yang berada pada dua sisi pertama sejarah dan yang kedua ialah mengenai fenomena sosial yang terdapat dalam masyarakat, yang berdasarkan dari hadis Nabi maupun kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad saw.

B. LIVING QUR’AN

Penjelasan Istilah

Al Qur‟an merupakan kitab suci umat Islam yang tidak akan pernah habis untuk terus dikaji dari berbagai segi dan metodologi. Banyak sekali pendekatan dan metodologi telah dilakukan dan digunakan untuk mengungkap isi dan makna yang terkandung didalam Al Qur‟an2

. Membahas mengenai Islam tentu tidak akan terlepas dari sumber utama ajarannya, yakni Al Qur‟an. Bagaimana tidak, Al Qur‟an dipahami dan diamalkan oleh umat islam dalam rangka menjawab permasalah yang terjadi saat ini. Ada banyak pendekatan dan metodologi telah diciptakan untuk mengkaji makna yang terkandung dalam Al Qur‟an. Sampai kajian terhadap Al Qur‟an mengundang banyak perhatian studi tentang Al Qur‟an, baik dari umat Islam sendiri, ataupun dari non islam itu sendiri. Banyak para pemerhati Al Qur‟an berusaha dengan keras untuk merumuskan dan menawarkan berbagai bentuk metodologi untuk mengungkap makna Al Qur‟an. Dan dari sinilah muncul berbagai teori, metode, gagasan, konsep dan disiplin ilmu yang digunakan untuk mengunkap makna Al Qur‟an.

Living Qur‟an berawal dari Qur‟an in Everyday Life yaitu makna dan fungsi Al Quran yang

nyata, dipahami dan dialami langsung oleh masyarakat muslim, belum menjadi objek kajian atau studi bagi ilmu-ilmu Al Qur‟an klasik karena Ulumul Qur‟an lebih tertarik pada bagian tekstual Al Qur‟an3

.

Makna Al Qur‟an dan fungsinya belum sepenuhnya menjadi bahan atau studi yang akan dikaji sepenuhnya oleh masyarakat. Karena pada ulumul Qur‟an lebih menekankan pembahasan atau pengkajiannya pada tekstual semata.

Model studi yang menjadi fenomena yang berada ditengah kehidupan masyarakat Muslim yang terkait dengan Al Qur‟an sebagai objeknya, pada mulanya tidak lebih dari studi sosial dengan perbedaan dan keragaman yang ada didalamnya. fenomena sosial ini muncul karena kehadiran Al Qur‟an, maka kemudian diresmikan ke dalam studi Al-Qur‟an. Pada perkembangannya selanjutnya kajian ini muncul dan dikenal dengan istilah studi livingQur‟an4.

Ditinjau dari segi bahasa, Living Qur‟an adalah gabungan dari dua kata yang berbeda, yaitu living,yang berarti „hidup‟ dan Qur‟an,yaitu kitab suci umat Islam. Secara sederhana, istilah Living Qur‟an bisa diartikan dengan “(Teks) AlQur‟an yang hidup dimasyarakat.

living Al Qu‟an dapat dipahami sebagai suatu bidang ilmu yang mengkaji tentang makna dan fungsi Al Qur‟an yang sedang dihadapi atau dialami oleh masyarakat dalam penggunaan Al Qur‟an yang muncul karena adanya fenomena social yang berkembangl ditengah masyarakat dan Al Qur‟an dijadikan sebagai objeknya. Sehingga pada perkembangan selanjutnya lahirlah istilah

2

M. Nurdin Zuhdi, “KRITIK TERHADAP PENAFSIRAN AL-QUR‟AN HIZBUT TAHRIR INDONESIA,”

Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 18, no. 2 (2013): 2,

http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/akademika/article/view/34.

3“Metodologi Penelitian Living Qur‟an,”

PODOLUHUR, diakses 9 Maret 2017, http://podoluhur.blogspot.com/2013/02/metodologi-penelitian-living-quran.html.

4Diposkan oleh Ihsan Dragneel, “LIVING QUR‟AN DAN LATAR BELAKANGNYA,” diakses 9 Maret 2017,

(4)

4

the living Qur‟an yang pada dasarnya adalah model dari studi sosial yang banyak keragaman di dalamnya.

Living Qur’an: Penelitian ilmiah Kehadirian Al Qur’an dalam kehidupan Masyarakat

Al Qur‟an adalah bacaan yang sempurna, agung dan mulia . tidak ada bacaan seperti bacaan Al Qur‟an yang dibaca oleh ratusan juta orang diseluruh dunia . Tidak ada bacaan seperti Al Qur‟an yang dipelajari dan dipahami bukan hanya susunan kata, tetapi juga kandungan yang terdapat dalam Al Qur‟an itu sendiri, baik yang tersurat maupun yang tersirat bahkan sampai pada kesan yang ditimbulkannya. Bukan hanya itu saja, semua kata didalam Al Quran mengandung kesucian. Kesucian yang dimaksud adalah Al Quran meliputi lafadznya, maknanya, bentuk, suara, dan kehadiran fisiknya, termasuk juga pesan yang terkandung didalam Al Qur‟an 5. Al Qur‟an merupakan sebuah kitab pokok yang berisi tentang tuntunan moral. Al Quran mempunyai kekuatan yang saling berkaitan dengan semua bidang. Bahkan ada menyangkut semua yang berhubungan kehidupan manusia. Adanya ayat Al Qur‟an yang membicarakan mengenai masalah tersebut merupakan suatu prinsip yang mendasar dan kekuatan atau semangat yang sesungguhnya. Sebagai pesan yang mendasar Al Qur‟an meliputi semua kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan pesan moral agama islam yang terdapat dalam ayat tersebut.

Adanya suatu ayat mengenai hukum, dicantumkan sebagai petunjuk untuk ditegakannya hukum yang keberadaanya adalah sebagai pengawal dari nilai-nilai moral yang tertera didalam Al Qur‟an. Dengan adanya hukum tersebut, maka umat manusia, islam khususnya diharapkan mampu menegakkan keadilan yang merupakan ajaran paling penting didalam Al Quran. Karenanya hukum tidak dapat dipisahkan dari moral itu sendiri. Al Qur‟an mencakup beberapa bidang dan dalam kehidupan manusia, antara lain bidang spiritual, moral, pendidikan, ekonomi, politik, seni, kebudayaan dan sebagainya. Al Qur‟an akan selalu hidup dan berkembang dimana saja dan kapan saja tanpa adanya pembatas antar ruang dan waktu.

Dilihat Secara garis besar, pembelajaran tentang studi Al Qur‟an sedikitnya ada tiga kelompok penelitian. Yang Pertama yaitu penelitian yang menempatkan Al Qur‟an sebagai objeknya penelitiannya . Kedua yaitu penelitian yang membahas hasil pembacaan teks Al Qur‟an. Ketiga adalah penelitian yang mengkaji tanggapan atau sikap sosial terhadap Al Qur‟an atau hasil dari pembacaan Al Qur‟an6.

Penelitian tentang kehadiran Al Qur‟an didalam kehidupan sehari-hari setidaknya memiliki tiga penelitian yaitu Al Qur‟an yang dijadikan objek. Hal ini disampaikan oleh Amin al-Khuli (yang selanjutnya juga diikuti oleh Bint al-Syathi‟) menggunakan istilah dirasat al-nash yang mencakup dua pembahasan yaitu yang pertama ialah fahm al-nash/ the understanding of text ( Pemahan teks)

dan yang kedua adalah dirasat ma hawl al-nash/ study of surroundings of text hal ini didasarkan pada keberadaan Al Qur‟an didalam setiap kehidupan masyarakat , yang menyangkut kejadian yang ada dalam masyarakat. Penelitian kedua membahas tentang hasil pembacaan ayat yang terdapat dalam Al Qur‟an, baik yang berwujud tentang teori penafsiran maupun berbentuk pemikiran

eksegetik. Ketiga adalah penelitian yang membahas tentang “tanggapan atau sikap sosial terhadap Al Qur‟an atau hasil pembacaan Al Qur‟an. , penelitian yang memberikan perhatian atas tanggapan masyarakat kepada teks Al Qur‟an dan hasil penafsiran seseorang masuk kedalam arti „tanggapan masyarakat ialah pandangan masyarakat terhadap teks tertentu atau ayat tertentu dan hasil penafsiran tertentu di dalam Al Qur‟an. pandangan sosial Al Qur‟an inilah yang dapat kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, seperti tradisi membaca surat atau ayat tertentu pada acara

5Mokhtaridi Sudin, “SPIRIT PENDIDIKAN DALAM AL

-QURAN (Upaya Transformasinya dalam Kehidupan Umat

di Era Global),” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 16, no. 1 (2011): 3, http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/akademika/article/view/29.

6Ahmad Atabik, “THE LIVING QUR‟AN: POTRET BUDAYA TAHFIZ AL

-QUR‟AN DI NUSANTARA,” JURNAL

(5)

5

keagamaaan. metode penelitian yang ketiga inilah yang selanjutnya diera modern ini lebih dikenal dengan dengan istilah studi living Qur‟an.

Al Qur‟an adalah kitab suci yang dijadikan pedoman bagi umat muslim diseluruh penjuru dunia, Al Qur‟an menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari,kehidupan pribadi, kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa bahkan bernegara. Sebab didalam Al Qur‟an terdapat banyak sekali petunjuk dan tuntunan serta arahan mengenai cara bergaul dengan sesama manusia, alam semesta bahkan dengan Allah , dan seluruh makhluk yang hidup yang ada bumi . Al Qur‟an Sebagai petunjuk dan peringatan bagi manusia, dalam Al Qur‟an terdapat banyak sekali perintah, peringatan dan teguran bagi manusia. Supaya manusia tidak melakukan perbuatan maksiat dan melakukan kerusakan dibumi Allah. karena semua perbuatan itu menimbulkan banyak sekali kerugian bagi manusia baik didunia maupun diakhirat. Al Qur‟an Sebagai penyejuk hati bagi manusia yang hidup didunia. Dalam menjalani kehidupan didunia Jalan yang ditempuh tidak mulus begitu saja, ada banyak sekali rintangan yang menghadang. Semua itu membuat hati menjadi resah dan gelisah. Dalam kondisi yang seperti inilah, manusia harus kembali kepada jalan Allah, dan didalam Al Qur‟an banyak sekali penyejuk hati yang resah tersebut. Sebagai sumber hukum, Al Qur‟an menjadi salah satu petunjuk dan peringatan serta banyak sekali perintah yang terdapat dalam Al Qur‟an untuk tetap menjaga alam semesta. Oleh karena itu, banyak fungsi dan hikmah diturunkannya Al Qur‟an bagi kehidupan manusia. Al Qur‟an Sebagai petunjuk dan arah tentang tata cara beribadah kepada Allah SWT, dan didalam Al Qur‟an juga terdapat tata cara bergaul dengan sesama makhluk Allah.

Al Qur‟an adalah sumber pokok atau dasar hukum yang sangat utama bagi ajaran Islam. Sebagai sumber pokok dari ajaran Islam, didalam Al Qur‟an banyak berisi ajaran yang lengkap dan sempurna, meliputi seluruh aspek kehidupan dibumi yang dibutuhkan dalam kehidupan umat manusia, terutama umat Islam. Sebagai sumber hukum, Al Qur‟an memberikan aturan yang sangat lengkap, ada yang bersifat global maupun yang bersifat detail. Al Qur‟an mengatur keseluruhan yang disertai tanggung jawab demi terciptanya tatanan kehidupan manusia yang teratur.

Jadi, sebenarnya istilah living Qur‟an itu lahir karena ingin menerangkan kejadian-kejadian yang berhubungan langsung dengan kejadian yang berhubungan dengan Al Qur‟an yang hidup didalam masyarakat. Kejadian yang berkaitan tentang fenomena dan tradisi yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari. Living Qur‟an adalah sebuah metode baru yang dikembangkan agar dapat mnerangkan atau menjelaskan kehadiran Al Qur‟an dalam keseharian yang berkaitan dengan hal yang terjadi di tengah-tengan masyarakat.

The Living Al Qur’an: Fenomena Sosial-Budaya

Banyak yang mengartikan Al Qur‟an dan wujudannya didalam kehidupan masyarakat adalah peristiwa sosial-budaya yang biasanya mendapatkan perhatian dari para ahli. Di Indonesia hal semacam ini belum banyak memperoleh tanggapan dari para pakar di perguruan tinggi Islam baik yang swasta maupun yang negeri, karena dalam pembahasan-pembahsan Islam di perguruan tinggi yang dijadikan pusat pembahsan adalah kitab Al Qur‟an itu sendiri, bukan Al Qur‟an sebagaimana yang maknai, ditafsir dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh suatu masyarakat.

(6)

6

rentan waktu kehidupan masyarakatehari-hari7. Fenomena living Al Qur‟an juga dapat diartikan sebagai “Qur‟anisasi” kehidupan, yang artinya memasukkan Al Qur‟an sebagaimana Al Qur‟an itu dipahami ke dalam segala aspek kehidupan, atau menjadikan kehidupan manusia dibumi sebagai suatu tempat untuk mewujudkan Al Qur‟ani bumi. Qur‟anisasi tersebut juga dapat berbentuk praktek pengobatan dengan digunakannya ayat tertentu dalam Al Qur‟an sebagaimana yang pernah contohkan oleh sebagian sahabat Nabi dimasa lalu.

Bagi sebagian masyarakat praktek semacam ini dianggap sah saja, karena memang ada contoh dizaman Rasulullah SAW masih hidup, bahkan tidak ada pernyataan Rasulullah yang secara jelas melarang praktek semacam ini. Sementara bagi masyarakat yang lain praktek semacam ini dianggap dengan „kemusyrikan‟ dan oleh sebab itulah kemudian dijauhi bahkan dilarang. Dalam konteks kajian Qur‟anisasi kehidupan manusia, memperlakukan dan mempelajari Al Qur‟an sebagai sebuah kitab yang berisi petunjuk. Pemaknaan dan perlakuan seperti itu hanya dipandang sebagai salah satu bentuk perlakuan yang dapat diberikan kepada Al Qur‟an, dan pemaknaan serta perlakuan inilah yang kemudian menjadi objek kajian itu sendiri.

kajian tentang kejadian sosial dan budaya yang berhubungan langsung dengan Al Qur‟an bisa dibilang masih sangat jarang atau bahkan tidak ada sama sekali. Mungkin karena adanya anggapan bahwa fenomena tersebut tidak termasuk kedalam ruang lingkup kajian Al Qur‟an atau tafsir. Atau, mungkin saja dianggap bahwa kejadian tertentu, seperti menggunakan ayat Al Qur‟an yang dijadikan jimat atau dijadikan obat, dan membaca surat tertentu dalam keadaan tertentu pula dianggap bid‟ah.

Hal yang sama diungkapkan oleh Anna M. Gade bahwa fenomena Qur‟anic Healing, atau penyembuhan melalui praktik Qur‟ani tradisional selalu saja menjadi perdebatan hangat dalam wacana kontemporer8. Mungkin karena praktik seperti ini dianggap bid‟ah yang dianggap menyimpang atau musrik bagi umat Islam, meskipun praktik seperti ini sudah dikenalkan sejak dahulu. Tetapi praktik semacam ini tetap dianggap sebagai takhayul dimasa lampau, yang sudah tidak memiliki tempat lagi pada zaman sekarang karena sudah adanya dunia pengobatan modern. Sehingga masyarakat tidak lagi mempercayai hal semacam itu. Masyarakat lebih percaya pada bidang pengobatan modern, karena lebih mengedepankan rasionalitas dan dapat dideteksi tentang penyakit yang sedang dialami. Sehingga banyak masyarakat yang menganggap pengobatan dengan membaca ayat tertentu itu termasuk ajaran yang menyimpang dari ajaran islam.

Metode Penelitian Living Qur’an

Dalam studi Al Qur‟an, metode penelitian living Qur‟an biasa disebut dengan metode atau cara yang relatif baru. Sehingga, secara konsep cara ini masih mencari bentuk untuk dijadikan semacam acuan atau pijakan . Living Qur‟an adalah studi tentang Al Qur‟an, tetapi tidak bertumpu pada keberadaan tekstualnya saja , melainkan studi tentang fenomena sosial yang lahir dan berkembang serta terkait dengan kehadiran Al Qur‟an dalam wilayah geografi tertentu dan masa tertentu pula.9

7

Heddy Shri Ahimsa-Put a, The Li i g al-Qu ’a : Bebe apa Pe spektif A t opologi, Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 1 (2012): 251.

8

Diposka oleh Misbahul U a , AL-QUR’AN SEBAGAI FENOMENA YANG HIDUP (KAJIAN ATAS PEMIKIRAN PARA SARJANA AL-QUR’AN Ha a Faizi Alu i Ju usa Tafsi Hadis UIN “u a Kalijaga Yogyaka ta da IIQ Jaka ta. Ki i dose di UIN “ya if Hidayatullah Jaka ta, diakses 7 Ma et 7, http://al u a gaul .blogspot.com/2013/10/al-quran-sebagai-fenomena-yang-hidup_13.html.

9Living Qur‟an:Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al

-Qur‟an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon) “Microsoft Word - 00_coverboard_4_2--.doc - 2392-5265-1-SM.pdf,” diakses 9 Maret 2017.

(7)

7

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa metodologi penelitian the living Al Qur‟an adalah sebuah cara yang digunakan untuk mengkaji keberadaan Al Qur‟an dalam lingkungan masyarakat,yaitu untuk mengetahui seberapa jauh keterkaitan Al Qur‟an dengan keberadaan nya dalam lingkungan masyarakat muslim. Metode kualitatif lebih tepat digunakan untuk meneliti living Qur‟an. Dalam metode ini terdapat beberapa unsur diantaranya, lokasi, pendekatan dan perspektif ,teknik pengumpulan data, analisis data, strategi pengumpulan data dan penyajian data. Selain itu dapat digunakan juga beberapa metode lainnya seperti observasi ( pengamatan) langsung kelapangan, interview ( wawancara), dokumentasi dan analisis.

The living Qur‟an adalah sebuah metode baru yang di gunakan untuk menguak makna dan arti dari Al Qur‟an.karena masih termasuk metode yang baru metode ini belum banyak diketahui dan dipakai dalam bidang studi tentang Al Qur‟an. sehingga metode ini belum banyak dipergunakan sebagai acuan untuk mengkaji ayat Al Qur‟an.

The Living al-Qur’an dan Animal Symbolicum

Beberapa peneliti sebenarnya telah memberikan pengertian dari The Living Al Qur‟an Syamsudin misalnya, mengatakan “Teks Al Qur‟an yang berkembang dalam masyarakat itulah yang disebut dengan The Living Qur‟an10.

Ditengah komunitas masyarakat yang merupakan animal symbolicum,yang artinya sebuah benda seperti al-Qur‟an tidak lagi dapat hadir tanpa arti. Begitu halnya perlakuan manusia terhadap Al Qur‟an itu sendiri. Jika Al Qur‟an sebagai kitab yang merupakan kumpulan, dan susunan simbol-simbol yaitu huruf Arab ialah sebuah teks, demikian pula halnya dengan berbagai macam perlakuan manusia terhadap Al Qur‟an sebagai sebuah jaringan dan susunan simbol. Dari sudut pandang ini, The Living al-Qur‟an adalah sebuah jagad simbolis, sebuah symbolic universe, dan juga sebuah teks, yang dapat dimaknai atau dipahami.

Dalam hal ini masyarakat sangat berperan penting dalam penelitian the living Al Qur‟an karena masyarakat banyak mengaitkan atau adanya keterkaitan antara Al Qur‟an dengan kehidupan masyarakat yang sedang dialami saat ini. Sehingga masyarakat menjadikan Al Qur‟an bukan hanya saja sebagai bahan bacaaan bagi umat muslim, tetapi juga Al Qur‟an dijadikan sebagai obat dengan membacanya menjadi tenang atau adanya ketenangan dalam jiwa si pembaca. Bukan hanya itu membaca Al Qur‟an juga termasukdalam sebuah ibadah Al Qur‟an juga dijadikan sebagai objek kajian yang membahas masalah-masalah yang sedang terjadi di masyarakat dan didalam Al Qur‟an terdapat banyak sekali penyelesaian atau jalan keluar yang tngah dialami oleh masyarakat dan ada pada ayat tertentu yang dijadikan sebagi jalan kelaratau petunjuk yang berada didalam Al Qur‟an.

Al Quran juga bisa berfungsi sebagai pembela kaum yang lemah, pelebur tindakan yang zalim, penyemangat bagi perubahan, penenteram bagi hati dan jiwa bagi setiap pembacanya, bahkan Al Qur‟an mampu menjadi obat atau penyelamat dari marabahaya.Maka dari fungsi inilah, nyata bahwa Al Qur'an benar-benar memberikan arti yang nyata didalam kehidupan masyarakat muslim11. Oleh karena itu, sampai saat ini, Al Qur'an tetap dijadikan pegangan hidup yang tidak akan pernah musnah dan segala sesuatu didalam Al Qur‟an tidak ada yang perah berubah dari zaman dahul hingga saat ini bahkan walau hanya satu huruf sekalipiun.

Karena fungsi Al- Qur‟an yang sangat banyak bagi kehidupan masyaraka itulah , maka banyak pula orang muslim maupun non-muslim berbondong-bondong datang hanya ingin mengkaji dan melakukan penelitian dari teks Al Qur‟an tentang keberadaannya diantara atau ada disetiap deyut nadi kehidupan. Al Quran bukan hanya mejadi penyemangat dan obat hati saja tetapi Al Qur‟an juga mampu memberikan sebuah ketenagan yang amat sangat,sehingga membuat seseorang selalu penasaran dan selalu ingin mengkaji apa yang ada pada Al Qur‟an dengan metode-metode

10

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living al-Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi,” Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 1 (2012): 235–260.

11Hamam Faizin, “Mencium dan Nyunggi Al

-Qur‟an Upaya Pengembangan Kajian Al-Qur‟an Melalui Living Qur‟an,”

(8)

8

baru dan penelitian yang berulang-ulang. Selain itu Al-Qur‟an juga mapu mengobati psikis dan fisik.

C. MAKNA LIVING HADIS

Setelah Nabi wafat, sunnah Nabi merupakan hal yang sangat ideal yang harus diikuti oleh generasi muslim. Penafsiran mereka yang berkelanjutan dan terprogram inilah yang disebut dengan “sunnah yang hidup” atau living sunnah. Living sunnah yang mereka terapakan sebenarnya adalah mirip dengan ijma‟ dari para ulama waktu itu. Mereka berusaha menemukan apa yang terkandung dari hadits yang berkaitan dengan masalah yang ingin mereka cari penyelesaiannya. Pengamalan hadis membutuhkan penafsiran, sehingga bisa mengantarkan kita pada makna inti ata makna yang menjadi dasar tentang apa yang terkandung dalam suatu hadis. Pengamalan suatu hadis dalam rangka menghidupkan sunnah Nabi, tidak lepas dari kandungan petunjuk hadis tersebut, dan diantaranya ada yang bersifat umum. Metodologi yang digunakan guna memahami kandunga hadis terbagi menjadi tiga yakni, Interpretasi hadis secara tekstual, intertekstual dan, kontekstual.

Interpretasi Tekstual adalah pemahaman terhadap matan hadis atau isi hais yang berdasarkan pada teks hadis tersebut, baik yang diriwayatkan secara lafal ataupun yang diriwayatkan dengan memperhatikan bentuk dan cakupan makna. Sejak zaman Nabi metode ini telah banyak digunakan oleh para sahabat Nabi untuk memahami kandungan dari sebuah hadis itu sendiri . Interpretasi inilah yang pada tahap pertama digunakan untuk menggabungkan pengertian yang terkandung atau yang terdapat dalam sebuah kata pada tahap berikutnya, guna mendapatkan kesimpulan yang terkandung dalam sebuah kalimat yang membentuk matan hadis. selanjunya

Interpretasi Intertekstual, Julia Kristeva memperkenalkan istilah intertekstualitas sebagai kunci untuk menganalisis sebuah teks. Interpretasi Kontekstual Secara bahasa di pahami sebagai kata

kontekstual yang berasal dari bahasa inggris context yang mempunyai pengertian bagian dari teks ataupun pernyataan yang meliputi kata tertentu yang menentukan maknanya dan, bisa diartikan pula sebagai suatu peristiwa. Sementara secara istilah kontekstual memiliki arti sesuatu yang berkaitan dengan konteks. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata konteks memiliki dua arti, yakni sesuatu kalimat yang dapat mendukung kejelasan makna. Selanjutnya kata ini juga diartikan sebagai situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian.

Ada beberapa perbedaan pendapat diantara para ulama mengenai pengertian sunnah dan hadis, khususnya diantara kalangan ulama muta‟akhirin dan dikalangan ulama mutaqaddimin. ulama mutaqaddimin berpendapat bahwa hadis ialah semua perkataan, dan perbuatan atau ketetapan yang telah disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw setelah kenabian, sedangkan sunnah yaitu segala sesuatu yang dicontohkan oleh Nabi Saw tanpa dibatasi oleh waktu. Sementara ulama muta‟akhkhirin mengemukakan pendapatnya, bahwa hadis dan sunnah mempunyai makna yang sama, yaitu semua ucapan, dan perbuatan atau ketetapan Nabi Muhammad Saw12.

Hadis adalah segala sesuatu yang sudah ada atau segala sesuatu yang tlah disandarkan pada Nabi Muhammad Saw dari zaman dahulu hingga zaman sekarang. Dan hadis sudah menjadi salah satu dasar hukum atau penetapan hukum bagi umat islam sejak zaman Nabi Muhammad hingga sekarang. Hadis dijadikan sebagai rujukan hukum dalam islam setelah Al Qur‟an. Dengan hadis pula kita dapat mengetahui hukum-hukum yang berlaku dalam ajaran islam yang hukum tersebut tidak tercantum dalam Al Qur‟an.

Hadis menurut Goldziher merupakan penyampaian kata-kata (verbalspeaking) yang berasal dari Nabi Saw. Sedangkan menurut Rahman Hadis adalah suatu metodologi yang disumbangkan oleh generasi muslim masa klasik13. Hadis merupakan hasil karya dari generasi muslim masa lampau berdasarkan dari teladan. Sesungguhnya hadis ialah keseluruhan kalimat-kalimat yang pendek yang dirumuskan dan dikemukakan oleh Nabi. Secara lebih tepat, hadis adalah komentar yang baik mengenai Nabi oleh umat musilm di masa lalu. Hadis juga merupakan lambang dari

12M. Khoiril Anwar, “Living Hadis,”

(9)

9

kebijaksanaan orang muslim di masa klasik. Sunnah yaitu semua perbuatan yang telah Rasulullah contohkan kepada umatnya untuk diikuti dan diteladani. Beberapa ulama juga mengatakan bahwa hadis dan sunah adalah sama yaitu sama-sama berawal dari ketetapan atau ucapan serta perbuatan yang dilakukan Rasulullah. Para ulama berbeda dan dalam memberikan pendapat mengenai istilah ataupun definisi hadis .

Hadis shahih adalah hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang adil, bagus ingatannya, sanadnya bersambung, tidak cacat dan tidak pula meragukan. Hadis ini disebut shahih li zatihi,

apabila tingkat ke shahihan hadis tersebut tanpa adanya dukungan hadis lain yang menguatkan. Para ulama membagi hadis shahih menjadi dua macam, yakni shahih li zatihi dan shahih li ghairihi.

Hadis shahih li zatihi ialah hadis yang kualitasnya memenuhi syarat keshahihan sebuah hadis. Sedangkan hadis shahih li ghairihi ialah hadis yang mirip dengan hadis shahih tetapi berbeda tingkatannya di bawah hadis shahih li zatihi.

Hadis hasan adalah hadis yang disebutkan secara mutlak dan tidak ada dalam salah satu kitab shahih dan tidak ada di antara ulama yang menetapkan ke shahihannya (Abu Dawud). Hadis yang berkualitas hasan bisa dilihat dari kualitas periwayatnya. Para ulama menentukan terhadap kualitas periwayat tersebut, apakah ia dapat dipercaya atau tidak. Hadis hasan dapat menjadi hadis

shahih apabila diperkuat oleh hadis lain.

Hadis dhaif merupakan hadis yang dinilai dari segi sanad periwayatannya tidak tersambung dan tidak diriwayatkan oleh periwayati yang dianggap tidak adil oleh para muhaditsin. sedangkan bila dinilai dari segi matan, hadis dhaif dinilai tidak memiliki cacat, penambahan maupun pengurangan. Hadis-hadis yang dhaif bukan berarti tidak dapat diamalkan. Keberadaan hadis tersebut dapat disamakan dengan hadis yang shahih ketika hadis tersebut sesuai dengan ajaran yang ada dalam Al Qur‟an dan sunnah atau menurut pendapat ulama, sehingga hadis tersebut dapat diamalkan.

Living Qur’an dan Hadist sebagai Bagian Lived Texts, Lived Islam

Didalam pembahasan tentang agama, kajian Living Qur‟an dan Hadist adalah bagian dari pembahasan „lived Religion, „practical religio‟, popular religion,lived Islam, yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manusia dan masyarakat memahami, memaknai dan menjalankan ajaran agama mereka, untuk tidak lagi mengutamakan kaum-kaum elit saja dalam agama (pemikir, otoritas agama, pengkhotbah, dan sebagainya)14.

Dalam living Qur‟an dan hadist ini dilakukan untuk mengetahui sejauh manakah manusia atau masyarakat paham betul apa yang diperintahkan oleh agama dan apa saja yang dilarang oleh agama. Mereka juga diajarkan bagaimna cara beribadah yang sesuai denganketentua Al Qur‟an dan hadis. Maka dari itu munculah metode living Hadist ini. Agar mereka paham betul tentang hal ibadah dan tidak lagi mengutamakan orang yang kaya saja atau yang memiliki kedudukan saja, tetapi semua manusia pada dasarnya sama. Living Qur‟an dan Hadis menjadi salah satu bagian dari kajian yang belum begitu berkembang . Pada Kajian antropologis umumnya melakukan pendekatan pada aspek pemahaman dan pengamalan agama, seperti simbol, mitos, ritual, tetapi belum banyak yang membahas mengenai aspek pemahaman, penggunaan, dan pengamalan kitab suci dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan kitab suci dalam kehidupan sehari-hari juga bisa dikaji dari segi informatif dan performatif. Dari segi informatif, kitab suci biasa dijadikan sebagai sebuah sumber pengetahuan, sejarah atau masa lalu, dan sebagainya. Dan dari segi performatif, kitab suci atau Al Qur‟an dijadikan sebagai barang suci, contohnya dalam acaral kurban, kitab suci dijadikan sebagai sumber hukum bagi masyarakat, dijadikan sebagai alat untuk memberkahi, dilombakan, dan sebagainya. Secara umum,kitab suci memiliki kekuatan untuk merubah kehidupan pribadi maupun masyarakat yang mengimaninya.

14

(10)

10

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan tentang pembahasan yang memfokuskan kitab suci sebagai salah satu cara untuk memahami agama. Kitab suci ada di hampir semua agama. Kitab suci cenderung mudah diterima bagi keimanan seseorang. Kitab suci menjadi sumber utama dalam memahami agama. Kitab suci juga terbuka untuk dikaji dari berbagai pendekatan, termasuk pendekatan tekstual, literary, sastrawi. Dan disisi lain, kajian skriptural memiliki kekurangan. Kekurangan yang pertama ialah penerimaan dan penggunaan kitab suci tidak semuaya sama dalam agama. Kaum yang beriman menganggap bahwa kitab suci mereka secara berbeda, dan kitab suci yang berbeda itu memiliki fungsi yang berbeda pula. Kekurangan yang kedua, yakni penafsiran kitab suci tidak seluruhnya menangkap makna asli dari kitab itu sendiri. Kekurangan ketiga, pendekatan skriptural sering kali bersifat elit. Kekurangan yang keempat ialah kajian ini hanya fokus kepada teks kitab suci semata. Untuk kajian Al Qur‟an dan hadis, yang diyakini mempunyai kekuatan utama dan kedua, kelemahan kajian tekstual dapat ditutupi dengan kajian living texts.

Model-model Living Hadis

Living hadis memiliki tiga model yang pertama tradisi tulisan, tradisi lisan dan tradisi praktik15. Tradisi menulis sangatlah penting didalam perkembangan living hadis. menulis tidak hanya sebagai bentuk ungkapan yang sering terpajang di tempat-tempat yang strategis atau tempat yang ramai. Ada juga tradisi yang kuat didalam lingkungan Indonesia yang bersumber dari hadis Nabi Muhammad saw yang terpajang dalam berbagai tempat yang strategis dan juga terpajang dalam beberaa acara atau tempat-tempat umum. Tidak semua yang terpampang berasal dari hadis Nabi Muhammad saw. salah satu diantaranya adalah yang bukan hadis melainkan seuah slogan atau kata mutiara tetapi masyarakat menganggapnya sebagai hadis. Salah satu contohnya adalah tentang kebersihan itu sebagian dari iman slogan ini bertujuan untuk menghadirkan suasana nyamanan dan kebersihan lingkungan. Membahas dan menelaah hadis tidak dapat diartikan atau pahami secara tekstual saja. Maka harus membaca dan memahami yang melatar belakangi adanya hadis tersebut. Hadis tersebut tidak dapat atau tidak berlaku umum misalnya ada peristiwa khusus yaitu tanggapan Nabi Muhammad saw.

Model living hadis yang kedua ialah tradisi lisan. Tradisi lisan didalam living hadis sendiri sebenarnya muncul seiring dengan praktik yang dilakukan di kalangan pesantren yang kyainya hafiz Al Qur‟an,shalat subuh hari Jum‟at relatif panjang karena mereka membaca dua ayat yang panjang yaitu Ha mim al-Sajdah dan al-Insan. Demikian pula terhadap bentuk lisan yang dilakukan oleh komunitas masyarakat dalam melaksanakan dzikir dan do‟a setelah shalat . Ada yang menggunakan dengan nada panjang dan sedang. Dalam sehari-hari, umat muslim sering melaksanakan dzikir dan do‟a. Dzikir dan do‟a merupakan sebuah kegiatan yang sering dilakukan saat mengiringi sholat dan paling tidak dilaksanakan sedikitnya lima kali dalam sehari semalam. Dzikir dan do‟a tidak lain adalah sejumlah rangkaian yang dianjurkan oleh Allah dalam Al Qur‟an. Atau lebih dari itu, kebiasaan berdzikir dan berdo‟a juga dapat dilaksanakan setelah melaksanakan sholat sunnah dan dalam keadaan apapun. Dzikir dapat dilakukan sebagai penengang jiwa yang resah. Rasulullah saw. Pernah mencontohkan didalam kehidupan sehari-hari, beliau selalu melaksanakan dzikir dan do‟a dengan baik dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya.

Dzikir berarti menyebut dan mengucapkan nama Allah swt. Dzikir juga disebut dengan mengagungkan nama Allah Swt. Adapun menurut istilah dzikir disebut sebagai untaian atau angkaian kalimat yang diperuntukan atau digunakan untuk mengagungkan nama Allah dan mensucikan nama Allah yang dapat kita lakukan kapan saja dan dimana saja tidak harus setelah kita mengerjakan shalat. Sedangkan do‟a dapat diartikan dengan memanggil, mengundang, meminta, dan memohon. Do‟a dikhususkan untuk memohonan atau meminta pertolongan atau memohon sesuatu kepada Allah Swt. Do‟a juga bisa dilakukan kapan saja. Kita sebagai umat muslim harus meminta atau memohon sesuatu kepada Allah Swt. Karena jika kita memohon sesuatu kepada manusia itu tidak bisa disebut do‟a tetapi permintaan tolong semata.

(11)

11

Pemahaman masyarakat atas do‟a dan dzikir mulai sekarang sudah berkembang atau sudah luas terutama apabila yang berkaitan dengan dzikir yang bersifat entertaiment yang melibatkan banyak komunitas atau masyarakat baik politisi, pesantren, dan adapula artis. Dzikir tidak dilakukan hanya dimasjid saja, tetapi dapat dilakuan dibanyak tempat . Biasanya ada yang dilakukan dilapangan, dan juga ditempat-tempat yang strategis. Karena dzikir tidak hanya dilakukan selepas sholat saja tetapi dapat dilakukan kapan saja banyak pula masyarakat yang mengadakan dzikir akbar atau berdo‟a bersama yang biasanya dilakukan untuk memperingati hari besar islam misalnya maulid nabi atau hanya sekedar untuk berdo‟a bersama saja. Selain pembacaan dzikir setelah sholat banyak pula tradisi lain yang terjadi dimasyarakat. Salah satu contohnya dalah saat bulan ramadhan, biasanya di pesantren banyak dilakukan dzikir dan do‟a bersama dan masyarakat pun diperbolehkan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Biasnya para santri membaca kitab-kitab dan salah satunya adalah kitab bukhari. Tradisi seperti ini jelas sekali erat kaitannya dengan masalah ibadah, hal ini dilakukan tidak lain bertujuan untuk mendapatkan pahala dari Allah semata.

Contoh-Contoh Living Hadis Lisan

a. Bacaan Dalam Melaksanakan Shalat Subuh Di Hari Jum’at

Sholat subuh merupakan shalat yang dilakukan pada saat fajar sampai dengan menjelang terbitnya matahari, dan manjadi salah satu shalat wajib yang paling sulit untuk dikerjakan karena memang pelaksanaannya pada saat fajar sehingga memberatkan orang untuk bangun dari tidur untuk melaksanakannya, karena itu Allah SWT telah memberi tahu kepada umat muslim dengan adanya adzan subuh yang berarti shalat itu lebih baik daripada tidur. Shalat subuh memiliki ke istimewaan dibanding dengan sholat fardhu yang lain. karena tidak boleh dilakukan pada waktu lain, shalat subuh dengan berjamaah, sehingga diumpamakan bahwa sholat subuh itu lebih baik dari pada dunia dan isinya. shalat subuh diawali dengan munculnya cahaya putih di ufuk timur dan berakhir ketika matahari sudah terbit.

Tradisi lisan didalam living hadis sebenarnya telah ada seiring dengan praktek yang dilakukan oleh umat Islam. Seperti bacaan dalam pelaksanaan shalat subuh di hari Jum‟at. Bacaan yang di baca dalam kalangan pesantren ialah bacaan yang digunakan adalah Ha mim al-Sajadah

dan al-Insan. Hal tersebut merujuk pada hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra yang artinya Nabi saw pada shalat shubuh jum‟at membaca ”Alif lam mim Tanzil” (Surah As-Sajdah) dan ”Hal ataa” (Surah Al-Insan).” (HR. Muslim dan Ahmad).

Diantara bebrapa sunnah Nabi Muhammad Saw antara lain dalam shalat subuh ialah memanjangkan bacaan pada surah di dalamnya, ini dikarenkan bahwa shalat subuh adalah sholat yang disaksikan oleh para malaikat. Beliau juga terus menerus melakukan hal ini, hanya terkadang Nabi juga membaca surah yang pendek, contohnya adalah mengulangi surah Az-Zalzalah pada kedua rakaat shalat subuh. Demikian pula terhadap pola lisan yang digunakan masyarakat dalam kesehariannya, umat Islam sering melaksanakan zikir dan do‟a. Keduanya merupakan kebiasaan yang selalu dilaksanakan untuk mengiringi sholat fardhu lima kali sehari semalam disertai sholat sunnah yang lain, seperti sholat sunnah rawatib pendamping sholat fardhu, sholat dhuha, sholat tahajud dan solat sunnah yang lain. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa do‟a dan dzikir dilakukan diluar sholat seperti dzikir pagi dan petang. Ataupun membaca dzikir harian dengan bacaan istighfar, shalawat, tasbih, tahmid, tahlil dan sebagainya. Rangkaian zikir dan do‟a tersebut merupakan sejumlah amalan-amalan yang dianjurkan oleh Allah dalam Al Qur‟an dan Rasulullah saw dalam hadis.

(12)

12 b. Tahlil

Tahlil berasal dari bahasa Arab yang berarti membaca kalimat tauhid. Tahlil atau yang sering disebut dengan istilah tahlilan merupakan suatu amalan yang menjadi khas dengan kaum Nahdhiyin. Dikarenakan para golongan Nahdliyin sering mengamalkannya. Dalam tahlil terdapat beberapa rangkaian do‟a dan beberapa bacaan dzikir.

Tahlil merupakan salah satu tradisi keagamaan yang banyak ditemui didalam masyarakat . Tahlil biasanya diadakan saat ada seseorang yang meninggal dunia, maka tahlil akan dibacakan sampai hari ketiga atau hari ketujuh setelah meninggal dunia. Selanjutnya tahlil akan dibacakan kembali setelah hari keempat puluh, hari keseratus, dan hari keseribu setelah kematian. Selain itu tahlilan juga biasanya diadakan setiap setahun pada tanggal kematiannya yang sering dikenal dengan istilah haul. Didalam pembacaan tahlil terdapat ucapan Laa ilaah illallah, tasbih, shalawat, dan beberapa ayat Al Qur‟an, yang disusun sedemikian rupa sehingga menjadi satu paket dengan tujuan agar semua orang awam bisa mengikutinya.

Hingga saat ini tradisi ini masih menjadi identitas masyarakat Nahdhiyin, hal ini tidak ter lepas dari pro dan kontra. Ada yang setuju dan ada pula yang menolak dengan pendapat masing-masing. Perbedaan ini ditimbulkan karena adanya perbedaan pandangan dalam memahami hadis maupun ayat Al Qur‟an. tetapi perbedaan pendapat tentang suatu hal itu wajar adanya, apalagindalam menentukan hukum. Karena persepsi dan pemahaman manusia itu berbeda-beda, jadi wajar saja bila adanya perbedaan dalam menanggapi suatu hal. Yang paling penting ialah sikap kita dalam menanggapi perbedaan tersebut. Kita harus saling menghargai perbedaan pendapat karena mereka yang mempunyai pendapat yang berbeda pasti juga memiliki landasan yang kuat.

Pada dasarnya tahlilan hanyalah sebuah sebutan untuk sebuah acara berdzikir dan berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT. Yaitu kumpulan sejumlah orang dengan tujuan untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT yang dilakukan dengan cara membaca kalimat seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asma‟ul husna, shalawat dan lain sebagainya.

Bacaan tahlil lebih mendominasi dibandingkan dengan yang lainnya, maka dari itu kata tahlil dijadikan nama untuk rangkaian bacaan tersebut. maka dlahirlah istilah tahlilan yang dikenal dalam masyarakat yang berarti kegiatan berkumpul untuk membaca tahlil.

Ada beberapa bentuk tahlilan yang terkenal dalam masyarakat kita yaitu, tahlilan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, tahlilan pada hari ketiga, tujuh, empat puluh dan seribu hari setelah meninggal dunia, tahlil merupakan pengiriman amal atau do‟au ntuk orang yang sudah meninggal merupakan merupakan sebuah kesepakatan dari para Ulama di seluruh madzhab dan tak ada yg memungkirinya atau mengharamkannya tahlilan , perbedaan pendapat hanya terdapat pada mazhab Imam Syafi‟i saja , madzhab imam Syafi‟i berpendapat bila si pembaca tak menyebutkan kata : “Kuhadiahkan”, atau wahai Allah kuhadiahkan dzikir ini, maka sebagian Ulama Syafi‟iy mengatakan pahalanya tak sampai pada orang yang meninggal.

Bacaan tahlil sering kita jumpai saat yasinan tradisi keagamaan seperti tahlilan ini pada beberapa tahun yang lalu masih banyak menjadi tradisi keagamaan khas warga Nahdliyin dan ada pula tuduhan bahwa tradisi tersebut sebagai “sesuatu yang bid‟ah” yang harus dihilangkan, dan sekarang tahlilan ini sudah banyak diterima oleh masyarakat muslim diluar warga Nahdliyin.

(13)

13 c. Membaca Qunut Pada Shalat Subuh

Diantara kalangan umat Islam di Indonesia, terutama dilingkungan warga Nahdliyin, dikenal tiga macam qunut, yaitu : Pertama, qunut yang dibaca saat rakaat kedua setiap shalat subuh. Yang Kedua, qunut dibaca pada saat rakaat terakhir shalat. yang Ketiga, qunut nazilah, yang dibaca saat terjadi musibah atau bencana yang sedang menimpa. Pandangan ke empat mazhab (Hanafi, Syafi‟i, Maliki, dan Hanbali) terdapat beberapa perbedaan dalam menanggapi permasalahan tentang qunuti.

Menurut mazhab Syafi‟i, qunut itu harusnya dibaca pada saat rakaat kedua (terakhir) setiap shalat subuh, dan dikerjakan setelah ruku‟. Disamping hal itu qunut juga dibaca pada saat shalat Witir, Menurutnya doa qunut dalam salat Subuh adalah salah satu dari sunnat Ab‟adl salat. Dan qunut juga dianjurkan pada setiap terjadi musibah yang menimpa umat Islam dimana saja ataupun tidak terjadi musibah. Menurut mazhab Maliki, qunut itu seharusnya dibaca pada rakaat kedua shalat subuh, dan yang utama dilakukan sebelum ruku‟. Menurut pendapat dalam mazhab Maliki, membaca qunut selain pada saat shalat subuh hukumnya makruh.

Dalam pembacaan qunut dalam sholat subuh terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama. Para ulama mazhab Syafi‟i dan Maliki berpendapat disyariatkannya qunut dalam sholat subuh. Sedangkan dikalangan ulama dari mazhab yang lain berpendapat bahwa qunut tidak disyariatkan. Para ulama dari mazhab Syafi‟i dan Maliki berpendapat bahwa disyariatkannya qunut pada sholat subuh tersebut mengacu pada beberapa riwayat , yang paling inti adalah hadits berikut ini. “RasulullahShallallahu „alaihi wasallam tetap melakukan qunut pada shalat subuh sampa berpisah dengan dunia.”

Membaca doa qunut juga telah dipraktekkan oleh sebagian ulama salaf dan. Bahkan para sahabat Nabi Muhammad pun jugatelah mempraktekannya, diantaranya Abu Bakar As Shiddiq, Umar bin Khatthab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas dan Al Barra‟ bin Azib. tetapi harus diakui bahwa, terdapat hadis yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak membaca qunut dalam salat Subuh. Tetapi hadits tersebut tidak menghalangi kesunnatan membaca qunut, apalagi sampai mengharamkan bacaan qunut pada shalat subuh. Hal ini menurut para ahli fikih sejalan dengan kaidah Ushul Fiqh yaitu, “Dalil yang menetapkan lebih didahulukan daripada dalil yang menafikan. Qunut biasanya dilakukan saat sedang melaksanakan sholat subuh, qunut dilaksanakan atau dibaca pada rakaat kedua sholat shubuh setelah ruku‟. Sedangkan Hukum membaca Doa Qunut adalah Sunnah Muakkad (sunnah yang dianjurkan). Jadi meskipun doa qunut itu sunnah, tetapi sangat dianjurkan untk dibaca oleh umat islam, sebagai tanda keseriusan dan penguat iman. Kata qunut sendiri berasal dari kata qanata, artinya patuh dalam mengabdi.

Inilah bacaan do‟a qunut yang lazim dibaca oleh masyarakat (Allahummahdiniy fiiman hadait. Wa „aafiniy fiiman „aafait. Wa tawallaniy fiiman tawallait. Wa baarikliy fiima a‟thoita. Wa

qiniy syarro maa qodhoit. Fainnaka taqdhii walaa yuqdhoo „alaik. Wa innahuu laa yadzillu man

waalait. Wa laa ya „izzu man „aadait. Tabaarokta robbanaa wata‟aalait. Falakal hamdu „alaa maa qodhoit. Astaghfiruka wa atuubu ilaik. Wa shollallahu „alaa sayyidinaa muhammadininnabiyyil

ummiyyi wa „alaa aalihii washohbihii wa sallam.) dan inilah kurang lebih arti dari do‟a qunut

tersebut: “Ya Allah tunjukkan aku sebagaimana mereka yang telah Engkau tunjukkan. Berikan kesehatan kepadaku sebagaimana mereka yang telah Engkau berikan kesehatan. Dan peliharalah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau peliharakan. Berilah keberkatan bagiku pada apa-apa yang telah Engkau karuniakan. Dan selamatkan aku dari bahaya yang telah Engkau tentukan. Maka sesungguhnya, Engkaulah yang menghukum dan bukannya yang kena hukum. Dan sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau pimpin. Dan tidak mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi. Maka bagi Engkaulah segala pujian di atas apa yang Engkau hukumkan. Aku memohon ampun dari-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu. Dan semoga Allah mencurahkan rahmat dan sejahtera ke atas junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarganya.”

(14)

14

hadis yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad tidak membaca qunut saat beliau menjalankan sholat subuh tetapi hal ini tidak langsung menghalangi masyarakat untuk membaca qunut.

d. Shalawat

Shalawat berasal dari bahasa Arab yaitu “Shalat” jama‟nya“shalawat”, yang arti dasarnya ialah mendoakan atau berdo‟a. Membaca shalawat dalam arti keagamaan umat Islam adalah mendoakan Nabi Muhammad Saw. Untuk mendapatkan rahmat dari Allah Swt dan perintah bersholawat untuk Nabi Muhammad ini merupakan, perintah langsung dari Allah Swt kepada orang muslim. Dalam rangka mengamalkan perintah agama tersebut, ada banyak cara yang dilakukan dengan berbagai macam tujuan dan maksud, baik yang bersifat keagamaan atau kemasyarakatan.

Beberapa contoh sholawat dilakukan pada saat ada acara pengajian atau yasinan dikalangan masyarakat. Seperti menumbuhkan silaturahmi antar masyarakat dan tradisi ini sudah berangsur-angsur ada sejak lama atau sejak zaman dahulu.

Ada beberapa macam sholawat yang dikenal dalam masyarakat, seperti : sholawat nariyah, sholawat munziat, sholawat tibil qulub, sholawat shifa, badawiyah, qubro, kamaliyah, ibrohimiyah, basyairul khoirot, bariyyah, nurizati, asnawiyah, nurul anwar, dan masih banyak lainnya. Dari beberapa sholawat tersebut mempunyai arti dan kegunaan masing masing. Sholawat nariyah sholawat ini lebih dikenal dengan istilah sholawat kamilah atau biasa disebut sholawat tafrijiyah, sholawat ini memiliki beberapa keutamaan atau kegunaan diantaranya adalah menghilangkan kecemasan, menghilangkan kesulitan dan penyakit, membukakan kelapangan atau segala kebaikan, meninggikan kedudukan, meluaskan rizki dan masih banyak lainnya. Yang selanjutnya sholawat munziat, sholawat munziat biasa disebut dengan sholawat penyelamat. Sholawat ini biasanya dibaca setelah selesai sholat fardh, sholawat ini memiliki beberapa faedah diantaranya adalah melapangkan pintu rezeki, dapat menghilangkan kesusahan, mempermudah urusan kita, menerangkan hati, meninggikan derajat, dan membuka pintu kebaikan bagi kita, dan dapat menghindari bencana atau musibah dalam bentuk apa pun. Selain faedah tersebut masih banyak pula faedah dari sholawat munziat ini. Sholawat tibil qulub biasa dipahami oleh masyarakat sebagai sholawat agar terhindar dari penyakit, banyak masyarakat yang membaca sholawat ini sebelum sholat ataupun setelah sholat. Sholawat ini mempunyai keutamaan yaitu untuk menyembuhkan sakit perut, dan juga apabila hati merasa gundah maka perbanyaklah membaca sholwat tibil qulub insya Allah hati akan menjadi tenang. Yang selanjutnya ialah sholawat shifa, sholawat syifa di dalam masyarakat kita dikenal dengan istilah sholawat untuk obat, agar kita selalu terjaga kesehatan jasmani dan rohani maka perbanyaklah membaca sholawat syifa tersebut. Selanjutnya sholawat badawiyah Sholawat Badawiyah merupakan sholawat yang diriwayatkan oleh Sayid Ahmad Badawi . sholawat ini memiliki beberapa keutamaan yaitu dapat menenangkan batin dan dipermudah dalam segalaurusan.

(15)

15

Raden Asnawi. Beliau merupakan salah satu tokoh pendiri Nahdatul Ulama, namun peran beliau agak dilupakan, baliau berasal dari kudus jawa tengah. Sholawat nurul anwar Sholawat ini merupakan salah satu sholawat yang bersumber dari wali quthub Sayyid Ahmad al Badawi. Beliau mengatakan bahwa keutamaan dan kegunaannya sholawat ini ialah apabila sholawat ini dibaca selepas sholat fardhu dapat terhindar dari marabahaya dan menolak bencana.

Dari beberapa contoh sholawat diatas sebenarnya masih banyak lagi sholawat yang terkenal dimasyarakat dan banyak pula sholawat yang sering dibaca dalam keadaan tertentu pula. Tetapi sholawat untuk Nabi Muhammad Saw hanya satu yaitu sholawat yang sering kita baca untuk mengangungkan Nabi Muhammad Saw.

Model living hadis yang ketiga adalah tradisi praktik hal ini banyak digunakan oleh umat Islam. Salah satu contohnya adalah waktu shalat yang ada dimasyarakat Lombok NTB tentang wetu telu dan wetu limo. Padahal didalam hadis Nabi Muhammad saw yang dicontohkan adalah lima waktu. Hal itu merupakan praktik yang dilakukan oleh masyarakat hal tersebut masuk dalam model living hadis praktik. Para Penganut Wetu Telu memiliki persamaan dengan mereka yang dalam praktek sehari-hari sangatlah kuat berpatokan kepada adat dan istiadat setempat atu adat istiadat nenek moyang mereka16. Dalam ajaran yang di percayai masyarakat dalam wetu telu sendiri sebenarnya terdapat ajaran islam, tetapi ajaran islm dicampur baurkan dengan kepercayaan atau dengan adat setempat. Padahal ajaran adat istiadat tidak selalu sejalan dengan ajaran islam atau ajaran agama. Ada beberapa kalangan yang mengatakan bahwa wetu telu memiliki arti yang sama dengan islam jawa di jawa. Tetapi penyebutan islam wetu telu disangkal oleh seorang pemangku adat karangsalah, beliau menuturkan bahwa islam hanya satu, tidak ada waktu tiga atau waktu lima. Sesunggungnya wetu telu hanya adat bukan agama. Selanjutnya ia mengatakan bahwa penganut wetu telu mengakui dua kalimat syahadat. Wetu telu disinyalir lahir pada zaman Belanda saat menjalankan politik devide et etimpera, yaitu sebuah politik yang digunakan untuk memecah belahkan kesatuan umat islam. Bagi penganut

Wetu Telu di daerah Bayan , salah satu daerah yang menganut ajaran Wetu Telu, memiliki empat konsep mengenai Wetu Telu.

Yang pertama adalah pandangan yang mengatakan bahwa wetu telu berarti tiga sistem reproduksi. Yang kedua yaitu pandangan yang mengatakan bahwa wetu telu melambangkan adanya ketergantungan antara makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya. Yang ketiga adalah wetu telu sebagai sebuah agama yang terwujud karena adanya kepercayaan yang mengatakan bahwa makhluk hidup melewati tiga tahap, yaitu lahir, hidup, kemudian mati. Dan yang keempat

adalah konsep yang mengatakan bahwa kepercayaan wetu telu adalah beriman kepada Allah Swt, Adam dan Hawa. Sehubungan dengan kepercayaan yang dianut tersebut para penganut wetu telu mengadakan upacara yang terkait dengan hal tersebut yang berkaitan dengan kehidupan dinamakan dengan istilah gawe urip. Yang berisi seluruh tahapan yang berkaitan dengan kehidupan manusia dari ia dilahirkan sampai dia menikah. Ritual yang pertama adalah buang au atau biasa disebut dengan upacara kelahiran. Upacara ini biasanya dilakukan satu minggu setelah kelahiran. Ritual yang kedua adalah Ngurisang atau pemotongan rambut, biasanya dilakukan apabila seorang anak sudah berusia satu sampai tujuh tahun. Yang ketiga adalah ngitanang atau khitanan. Selanjutnya yang keempat merosok atau meratakan gigi, dan yang kelima adalah Merari atau Mulang dan

Metikah atau biasa disebut pernkahan.

Selanjutnya dalam uacara atau ritual tentang kematian disebut dengan gawe pati atau biasa diartikan dengan ritual kematian dan setelah kematian. Upacara ini diadakan sejak hari penguburan (nusur tanah), kemudian hari ketiga (nelung), hari ketujuh (mituk), hari kesembilan (nyiwak), hari keempat puluh (matang puluh), keseratus (nyatus) hingga hari keseribu (nyiu). Ritual ritual tersebut bertujuan agar dapat menggabungkan arwah yang sudah mati dengan dunia leluhur. Hal ini berkaitan dengan pandangan para penganut Wetu Telu bahwa, kematian ialah suatu tahapan untuk

16Muhammad Harfin Zuhdi, “ISLAM WETU

U DI BAYAN LOMBOK: DIALEKTIKA ISLAM DAN BUDAYA

(16)

16

menuju ke tahapan yang lebih tinggi,yaitu keluhuran , dan ritual untuk menjamin tercapainya tahapan ini. dengan do„a yang dibaca saat upacara tersebut diyakini bahwa arwah yang meninggal dapat dipertemukan dengan para leluhurnya. Dari kesemua konsep tersebut yang saling berkaitan merupakan salah satunya ajaran Islam memang ada dalam kepercayaan Wetu Telu. Warna Islam juga ditemukan dalam ritual yang berkaitan dengan hari besar umat islam.

Contoh lain yaitu tradisi mengkhitan anak perempuan. Lahirnya tradisi khitan bagi perempuan diindikasikan lahir karena adanya kebudayaan tetomisme. Di dalam tradisi khitan adanya perpaduan antara mitos dan keyakinan agama. Walaupun didalam ajaran agama Yahudi, khitan tidak termasuk ke dalam ajaran mereka, namun kebanyakan masyarakat yang mempraktekkan hal tersebut. Sama halnya dengan yang terjadi dipenganut agama Kristen. Padahal didalam ajaran mereka tidak ada ajaran mengkhitan bagi laki-laki maupun perempuan. Sebenarnya tradisi khitan sudah aja sejak zaman Nabi Ibrahim as. Ada Informasi yang mengatakan bahwa khitan merupakan salah satu dari fitrah manusia. Pendapat pertama Khitan Hukumnya sunnah bukan wajib. Pendapat ini dipegang oleh mazhab Hanafi mazhab Maliki dan Syafi`i . Menurut mereka khitan itu hukumnya sunnah bukan wajib, namun khitan merupakan fithrah yang dianjurkan dalam Islam. Khusus mengkhitan anak perempuan, mereka memandang bahwa hukumnya sunnah, yaitu menurut pendapat mazhab Maliki, mazhab Hanafi dan Hanbali. Dalil yang mereka pakai adalah hadits Ibnu Abbas Khitan itu sunnah untuk laki-laki dan memuliakan bagi wanita.(HR Ahmad dan Baihaqi). Selain itu mereka perpendapat bahwa khitan itu hukumnya sunnah bukan wajib. Karena telah disebutkan dalam sebuah hadits bahwa khitan itu bagian dari fithrah yang diumpamakan dengan mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak. Padahal semua itu hukumnya sunnah, karena itu khitan pun sunnah pula hukumnya. Pendapat kedua Khitan hukumnya wajib bukan sunnah, pendapat ini didukung oleh mazhab Syafi`idan hanbali. Mereka berpendapat bahwa hukum khitan wajib baik baik laki-laki maupun bagi wanita. Dalil yang mereka gunakan adalah ayat Al Quran dan sunnah: Kemudian kami wahyukan kepadamu untuk mengikuti millah Ibrahim yang lurus (QS. An-Nahl: 123). Dan hadits yang digunakan adalah hadist dari Abi Hurairah Radhiyallahu „Anh berkata bahwa Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wa Sallam bersabda, Nabi Ibrahim „Alaihis Salam berkhitan saat berusia 80 dengan kapak. (HR. Bukhari dan muslim).

Pendapat yang ketiga adalah Wajib bagi laki-laki dan mulia bagi seorang wanita. Pendapat ini dipengang Ibnu Qudamah, yakni khitan wajib bagi laki-laki dan mulia bagi wanita tetapi tidak wajib. Diantara beberapa dalil seputar khitan bagi wanita ialah sebuah hadits meskipun hadist tersebut tidak sampai derajat shahih Rasulullah pernah menyuruh satu orang perempuan yang berprofesi sebagai pengkhitan anak wanita. Rasulullah bersabda Sayatlah sedikit dan jangan berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami. Jadi bagi wanita dianjurkan memotong sedikit tidak sampai kepada pangkalnya. Tidak seperti laki-laki yang memiliki alasan jelas untuk berkhitan dari sisi kesucian dan kebersihannya, khitan bagi wanita lebih kepada sifat kemuliaan saja. Hadits yang kita miliki tidak secara tegas memberikan perintah untuk melakukannya, hanya mengakui adanya budaya semacam itu dan memberikan petunjuk bagaimana cara yang dianjurkan untuk mengkhitan wanita.

Para ulama berpendapat bahwa hal itu sebaiknya diserahkan kepada budaya tiap negeri, apakah memang perlu melakukan khitan pada wanita atau tidak. Apabila budaya dinegeri tersebut biasa melakukannya, maka baiknya untuk mengikutinya. Tetapi biasanya khitan bagi wanita itu dilakukan saat mereka masih kecil.

(17)

17

menghukuminya dengan makruh dengan alasan wanita itu kurang tabah dan emosionalnya tidak terjaga. Jika wanita itu kurang tabah dan emosionalnya tinggi jika ia pergi ziarah dikhawatirkan akan melalaikan kewajibannya terhadap rumah tangga, seperti tugas dan sebagainya, dan dikhawatirkan akan terus larut dalam kesedihan. Dalam permasalahan wanita pergi untuk berziarah ke kubur tidak ada dalil khusus atau hadis yang mengharamkannya wanita berziarah dengan pengharaman secara umum. Pada mulanya Rasulullah Saw pergi untuk ziarah kubur guna menghapuskan tradisi jahiliah yang dengan bangga pergi ziarah kubur dengan menyebut peninggalan nenek moyang. Selanjutnya diberlahi keringanan hukum dengan diperbolehkannya pergi berziarah untuk mengingat kematian dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat kelak, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad shahih : “Dulu aku melarang kamu ziarah kubur. Ziarahlah kamu kekubur, kerana sesungguhnya ziarah kubur itu membuat zuhud didunia dan mengingatkan kepada akhirat”.

Kaum muslimin telah sepakat dengan anjuran tentang pergi ziarah kubur. Ziarah kubur bagi laki-laki telah disepakati kesunnahannya. Dan adapun ziarah kubur bagi kaum wanita, maka para fuqaha berbeda pendapat mengenai ziarah qubur, karena keumuman perintah Nabi shallallahu „alaihi wa sallam (ini adalah pendapat mayoritas pengikut Mazhab Hanafiyyah dan lainnya). Beliau

shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka

sekarang lakukanlah ziarah kubur.” (HR. Muslim). Pendapat yang kedua mengatakan bahwa ziarah

kubur bagi kaum wanita adalah makruh, karena dalil yang ada tampaknya saling bertentangan satu sama lain. Sehingga untuk menggabungkannya maka dikatakan makruh. Pendapat ketiga mengatakan bahwa ziarah kubur haram bagi wanita ini menurut pendapat sebagaian pengikut Mazhab Malikiyyah. Pendapat ini dilandasi oleh laknat Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bagi wanita yang berziarah kubur. Dalam sebuah hadits disebutkan: “Rasulullah shallallahu „alaihi

wa sallam melaknat wanita yang berziarah kubur.” (HR. al-Hakim) dan Pendapat yang terkuat

adalah pendapat pertama, yaitu wanita disyariatkan berziarah kubur sebagaimana keumuman perintah Nabi shallallahu „alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Muslim diatas. Akan tetapi, wanita diperbolehkan pergi berziarah kubur dengan syarat tidak boleh terlalu sering, karena ada hadits shahih yang menunjukkan larangan wanita terlalu sering pergi berziarah kubur. Abu Hurairah berkata, “Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam melaknat wanita yang sering berziarah kubur.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah). Hukum bagi wanita pergi berziarah kubur diperselisihkan oleh para ulama,yang lebih kuat ialah yang menyatakan bahwa ziarah kubur bagi wanita dianjurkan, tetapi tidak boleh sering. Adapun bagi wanita yang sedang haid, maka tidak terhalangi untuk dapat pergi berziarah kubur, karena dalam ziarah kubur, seseorang tidak dianjurkan berada dalam keadaan suci dari hadats kecil maupun hadas besar. Demikian dapat difahami bahwa, jika tidak ada perkara yang diharamkan seperti membuka aurat, ratapan, duduk diatas kubur, tidur dikawasan kubur dan lain sebagainya maka hukumnya adalah haram. Namun lebih utama bagi perempuan tetap berada dirumah, tidak pergi meninggalkan rumah kecuali ada keperluan yang mendesak, untuk memelihara perempuan dari perkara yang tidak baik.

(18)

18

berhasil dengan baik. Keempat hendaknya ruqyah dilakukan dengan metode atau cara yang tidak menyimpang dari ajaran agama islam yang sesuai dengan Al Qur‟an dan hadis . Kelima ruqyah hendaknya tidak dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kepercayaan yang menyimpang dari ajaran agama islam, seperti dukun, paranormal, peramal maupun tukang sihir.

(19)

19 PENUTUP

Living Qur‟an berawal dari Qur‟an in Everyday Life yaitu makna dan fungsi Al Quran yang

nyata, dipahami dan dialami langsung oleh masyarakat muslim, belum menjadi objek kajian atau studi bagi ilmu-ilmu Al Qur‟an klasik karena Ulumul Qur‟an lebih tertarik pada bagian tekstual Al Qur‟an. Al Qur‟an merupakan kitab suci umat Islam yang tidak akan pernah habis untuk terus dikaji dari berbagai segi dan metodologi. Banyak sekali pendekatan dan metodologi telah dilakukan dan digunakan untuk mengungkap isi dan makna yang terkandung di dalam Al Qur‟an. Membahas mengenai Islam tentu tidak akan terlepas dari sumber utama ajarannya, yakni Al Qur‟an. Bagaimana tidak, Al Qur‟an dipahami dan diamalkan oleh umat islam dalam rangka menjawab permasalah yang terjadi saat ini. Ada banyak pendekatan dan metodologi telah diciptakan untuk mengkaji makna yang terkandung dalam Al Qur‟an. Sampai kajian terhadap Al Qur‟an mengundang banyak perhatian studi tentang Al Qur‟an, baik dari umat Islam sendiri, ataupun dari non islam itu sendiri. Model studi yang menjadi fenomena yang berada ditengah kehidupan masyarakat Muslim yang terkait dengan Al Qur‟an sebagai objeknya, pada mulanya tidak lebih dari studi sosial dengan perbedaan dan keragaman yang ada didalamnya. fenomena sosial ini muncul karena kehadiran Al Qur‟an, maka kemudian diresmikan ke dalam studi Al Qur‟an. Pada perkembangannya selanjutnya kajian ini muncul dan dikenal dengan istilah studi

(20)

20

(21)

21

DAFTAR PUSTAKA

Mustaqim Abdul dan Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living al-Qur‟an dan Hadis

(Yogyakarta: Teras, 2007).

M. Nurdin Zuhdi, “KRITIK TERHADAP PENAFSIRAN AL-QUR‟AN HIZBUT TAHRIR INDONESIA,” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 18, no. 2 (2013): 2, http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/akademika/article/view/34.

Metodologi Penelitian Living Qur‟an,” PODOLUHUR, diakses 9 Maret 2017, http://podoluhur.blogspot.com/2013/02/metodologi-penelitian-living-quran.html.

Diposkan oleh Ihsan Dragneel, “LIVING QUR‟AN DAN LATAR BELAKANGNYA,” diakses 9 Maret 2017, http://musisibaper.blogspot.com/2016/05/living-quran-dan-latar-belakangnya.html.

Ahmad Atabik, “THE LIVING QUR‟AN: POTRET BUDAYA TAHFIZ AL-QUR‟AN DI NUSANTARA,” JURNAL PENELITIAN 8, no. 1 (2 Februari 2014): 161–78, doi:10.21043/jupe.v8i1.1346.

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living al-Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi,” Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 1 (2012): 251.

Diposkan oleh Misbahul Umam, “AL-QUR‟AN SEBAGAI FENOMENA YANG HIDUP (KAJIAN ATAS PEMIKIRAN PARA SARJANA AL-QUR‟AN) Hamam Faizin (Alumni Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan IIQ Jakarta. Kini dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,” diakses 17 Maret 2017, http://al

qurangaul.blogspot.com/2013/10/al-quran-sebagai-fenomena-yang-hidup_13.html.

Living Qur‟an:Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur‟an (Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon) “Microsoft Word - 00_coverboard_4_2--.doc - 2392-5265-1-SM.pdf,” diakses 9 Maret 2017,

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living al-Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi,” Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 1 (2012): 235–260.

Hamam Faizin, “Mencium dan Nyunggi Al-Qur‟an Upaya Pengembangan Kajian Al-Qur‟an Melalui Living Qur‟an,” SUHUF Jurnal Pengkajian Al-Qur‟an dan Budaya 4, no. 1 (5 November 2015): 24, doi:10.22548/shf.v4i1.63.

“Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith | Ali | JOURNAL OF QUR‟AN AND

HADITH STUDIES,” 150, diakses 10 Maret 2017,

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/journal-of-quran-and-hadith/article/view/2391.

Muhammad Harfin Zuhdi, “ISLAM WETU ℡U DI BAYAN LOMBOK: DIALEKTIKA ISLAM DAN BUDAYA LOKAL,” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 17, no. 2 (2012): 4, http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/akademika/article/view/59.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi bungkil kedelai dengan Indigofera zollingeriana hasil fermentasi dalam ransum terhadap konsumsi ransum,

Data yang dikirimkan berupa kode 1 karakter yang berarti apabila data tersebut diterima oleh transceiver pada mobil pengirim atau keypad wireless pelanggan maka komunikasi

Menurut Suryana (2003), inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan dan peluang untuk memperkaya dan meningkatkan

Meskipun memiliki prospek pasar yang cukup menjanjikan, namun terdapat beberapa hal yang harus dibenahi ditinjau dari aspek manajemen Adapun beberapa hal yang

1) Aplikasi ini hanya dapat membantu pengguna dalam mengetahui jenis defisiensi mineral mikro yang dialami secara dini. Hal ini dikarenakan hasil deteksi dini yang diberikan

Cedera otak sekunder merupakan konsekuensi gangguan fisiologis, seperti iskemia, reperfusi, dan hipoksia pada area otak yang beresiko, beberapa saat setelah

Aktivitas CMC-ase pada kultur Candida sp yang ditumbuhkan pada media dengan glukosa, penambahan glukosa dan tanpa glukosa... Berita Biologi Volume 6, Nomor 5, Agustus 2003 Edisi

Setiap sensor node yang digunakan dirancang agar dapat membaca nilai dari pH, suhu dan warna air sungai, serta memiliki kemampuan untuk mengirimkan data hasil pembacaan