• Tidak ada hasil yang ditemukan

tabu dalam masyarakat Gorontalo dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "tabu dalam masyarakat Gorontalo dalam "

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

2013

TABU DALAM MASYARAKAT GORONTALO (Taboo among Gorontalonese in Gorontalo Province)

M. Lukman Hakim Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo

Jalan Beringin Nomor 664, Tomulabutao, Gorontalo Pos-el: mlukman_gtlo@yahoo.com

Abstract

This paper tend to describe and analyze aspects of taboo among Gorontalonese either in the form of speech/word and act. This study is expected to provide valuable contribution to society, especially to the immigrant communities in Gorontalo province. The method used in this paper is a qualitative descriptive analysis, while the sampling technique is specifically suited to the purpose of the study (purposive sampling). Based on psychological motivation, taboo appears on three conditions, namely taboo of fear, taboo of delicacy, and the taboo of Propriety.

Key words: taboo, Gorontalonese

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tabu dalam masyarakat Gorontalo baik dalam bentuk ucapan/perkataan dan perbuatan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang berharga bagi masyarakat khususnya masyarakat pendatang di daerah Provinsi Gorontalo. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah kualitatif deskriptif analisis dengan teknik pengambilan sampel secara khusus sesuai dengan tujuan penelitian (purposive sampling). Berdasarkan motivasi psikologis, tabu muncul minimal karena tiga hal, yakni taboo of fear, taboo of delicacy, dan taboo of propriety.

(2)

1. PENDAHULUAN

Gorontalo adalah salah satu suku etnis di Sulawesi Utara yang mempunyai corak budaya sendiri. Menurut Buruadi (2012) Masyarakat suku Gorontalo mayoritas adalah pemeluk agama Islam. Agama Islam sangat kuat diyakini oleh masyarakat suku Gorontalo. Beberapa tradisi adat suku Gorontalo tampaknya banyak mengandung unsur Islam. Dari seluruh penduduk Gorontalo hanya sebagian kecil saja yang memeluk agama lain di luar Islam. Kendati telah lama memeluk Islam, sisa-sisa corak keyakinan lokal masih sangat terasa dari kepercayaan sebagaian kalangan terhadap mahluk-mahluk halus dan ritus-ritus upacara yang berbau adat.

Dalam konsep Masyarakat suku Gorontalo, adat dipandang sebagai suatu kehormatan (adab), norma, bahkan pedoman dalam pelaksanaan pemerintahan. Hal ini dinisbatkan dalam suatu ungkapan "Adat Bersendi Sara" dan "Sara Bersendi Kitabullah". Arti dari ungkapan ini adalah bahwa adat dilaksanakan berdasarkan sara (aturan), sedangkan aturan ini harus berdasarkan Al-Quran. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sendi-sendi kehidupan masyarakat Gorontalo adalah sangat religius dan penuh tatanan nilai-nilai yang luhur. (Humas Pemda Gorontalo, 1999).

Dalam tataran masyarakat Gorontalo, aturan hukum maupun nasehat-nasehat yang terkandung dalam adat dan budaya Gorontalo merupakan pakaian (bo’o) yang harus dikenakan dan dimanifestasikan dalam kehidupan. Dengan demikian, warga Gorontalo adalah warga yang taat hukum, aturan, adat dan budaya. Jadi, jika melanggar norma-norma yang berlaku, itu artinya orang tersebut sama dengan orang yang tidak berpakaian dalam hidup ini (Mobiliu, 2013).

Pada era yang serba modern ini terjadi pergeseran yang cukup signifikan dalam masyarakat Gorontalo secara umum. Pemahaman tentang adat istiadat secara tidak langsung sangat terasa dalam kehidupan masyarakat Gorontalo. Disamping itu, juga ditambah semakin mudahnya mengakses informasi. Yang terjadi kemudian adalah nilai-nilai budaya yang sebelumnya sangat mewarnai kehidupan dan tingkah laku masyarakat menjadi menipis dan cenderung ditinggalkan oleh masyarakat Gorontalo.

(3)

Mengacu pada pendapat di atas, Fadel Muhammad dalam Mobiliu (2013) mengatakan saat ini saja kita bisa menyaksikan, seseorang hanya duduk di suatu kursi sudah bisa melihat dan berkomunikasi dengan orang di tempat yang paling jauh di luar dunia sana, teknologi seakan telah mendekatkan jarak dan waktu. Kondisi tersebut secara tidak langsung telah melahirkan budaya baru dan memengaruhi tatanan budaya masyarakat.

Tabu atau larangan banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat Gorontalo. Tabu itu terdapat pada anak-anak, wanita hamil, tumbuh-tumbuhan, binatang, mahluk halus, dan hunian. Hal tersebut masih sangat terasa dalam masyarakat khususnya pada kalangan tua-tua. Sebaliknya, kawula muda menganggap tabu bukan lagi sebagai sesuatu yang harus dihindari.

Penelitian tentang tabu khususnya dalam masyarakat Gorontalo masih sangat kurang padahal, pada masyarakat Gorontalo hampir dalam setiap sendi kehidupannya terdapat hal-hal yang ditabukan baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.

Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, masalah pokok yang menjadi sasaran penelitian adalah (1) bagaimana bentuk tabu dalam masyarakat Gorontalo baik dalam bentuk perbuatan maupun dalam bentuk ucapan/ujaran (2) sanksi apa yang di berikan kepada si pelanggar tabu (3) penjelasan logis (interpretasi) di balik tabu dalam masyarakat Gorontalo.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk tabu dalam masyarakat Gorontalo baik dalam bentuk perbuatan maupun dalam bentuk ucapan/ujaran; (2) mendeskripsikan sangsi yang di berikan kepada si pelanggar tabu; (3) mendeskripsikan penjelasan logis di balik tabu dalam masyarakat Gorontalo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan secercah gambaran tentang hal-hal yang ditabukan dalam masyarakat Gorontalo—sekaligus pemicu munculnya penelitian-penelitian serupa pada masa yang akan datang. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rambu-rambu dalam bergaul dan berinteraksi sehari-hari khususnya bagi pendatang di Gorontalo.

2. Kerangka Teori

(4)

dilarang untuk berbicara mengenai apapun yang berhubungan dengan hal tersebut.

Tabu sebenarnya sama maknanya dengan larangan atau pantangan. Larangan tersebut tidak memperbolehkan penutur mengucapkan atau melakukan hal yang dilarang tersebut karena akan menimbulkan akibat tertentu sesuai dengan tabu yang dilanggar. Tabu atau larangan ditemukan dalam setiap masyarakat, bahasa, tradisi, kebiasaan, tradisi lisan, sastra, ritual, adat istiadat. Mattews (1997) menyatakan bahwa kata tabu adalah kata yang dihindari penggunaannya dalam beberapa bentuk konteks ujaran karena alasan agama, adat yang pantas dalam pergaulan, kesantunan, dan lain sebagainya. Kata itu biasanya digantikan oleh ungkapan metafora, eufemisme, atau ungkapan figuratif lain di dalam bentuk ujaran. Ada beberapa alasan hadirnya tabu dalam konteks sosial budaya, di antaranya kata yang digunakan dan perbuatan yang dilakukan dinilai tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1582) disebutkan bahwa tabu adalah hal yg tidak boleh disentuh, diucapkan, dsb karena berkaitan dengan kekuatan supernatural yg berbahaya (ada risiko kutukan); pantangan; larangan. Tabu atau pantangan adalah suatu pelarangan sosial yang kuat terhadap kata, benda, tindakan, atau orang yang dianggap tidak diinginkan oleh suatu kelompok, budaya, atau masyarakat. Pelanggaran tabu biasanya tidak dapat diterima dan dapat dianggap menyerang. Beberapa tindakan atau kebiasaan yang bersifat tabu bahkan dapat dilarang secara hukum dan pelanggarannya dapat menyebabkan pemberian sanksi keras. Tabu dapat juga membuat malu, aib, dan perlakuan kasar dari masyarakat sekitar.

Tabu dan makian berkaitan erat. Oleh karena itu, Ullman (dalam Wijana dan Rohmadi, 2006:110—111) mengatakan bahwa dalam ilmu makna, makian berkaitan erat dengan tabu (taboo) yang memiliki makna yang sangat luas, tetapi umumnya berarti ‘sesuatu yang dilarang’ lebih lanjut dikatakan bahwa berdasarkan motivasi psikologis yang melatar belakanginya, kata-kata tabu muncul sekurang-kurangnya karena tiga hal, yakni: adanya sesuatu yang menakutkan (taboo of fear), sesuatu yang tidak mengenakkan perasaan (taboo of delicacy), dan sesuatu yang tidak santun dan tidak pantas (taboo of propriety).

(5)

3. Metode Penelitian

(6)

4. PEMBAHASAN

4.1 Sekilas tentang Masyarakat Gorontalo

Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, dan Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara. Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi bagian utara. (Situs Resmi Kota Gorontalo, 2012)

Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan (linula) yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a".

Asal usul suku Gorontalo, tidak diketahui secara pasti. Dilihat dari struktur fisiknya, orang Gorontalo memiliki ras mongoloid. Hanya saja mungkin sejak beberapa abad yang lalu telah terjadi percampuran ras dengan bangsa-bangsa lain, sehingga suku Gorontalo saat ini memiliki postur fisik yang beragam. Warna kulit mulai dari kuning hingga ke coklat gelap. Rambut juga bervariasi, dari rambut lurus, ikal dan keriting. Menurut perkiraan suku Gorontalo dahulunya berasal dari daratan Indochina, kemungkinan dari daerah Burma atau Filipina. Dilihat dari bahasa, bahasa Gorontalo memiliki keterkaitan dengan bahasa-bahasa lain di pulau Sulawesi, seperti bahasa Minahasa, Bugis, Makasar, Toraja, dan juga dengan bahasa-bahasa di Filipina.

(7)

bersemayam di Gunung Tilongkabila-Toguwata, Malenggabila, dan Longgibila. 4.2 Tabu Dalam Masyarakat Gorontalo

4.2.1 Tabu dalam Bentuk Ucapan

Tabu dalam bentuk ucapan berkaitan dengan (1) kesopanan (propriety) seks, bagian-bagian tubuh tertentu dan fungsinya, serta beberapa kata makian yang semuanya tidak pantas atau tidak santun untuk diungkapkan; (2) kehalusan (delicacy). Terdapat beberapa kata tabu dalam bahasa Gorontalo yang perlu kita renungkan dan kaji sebelum terlanjur digunakan.

Masyarakat Gorontalo, kaya dengan adat dan budaya Timur yang menjadi pegangan sejak dahulu. Adat, adab, dan budaya telah menjadi pedoman hidup. Kebersamaan dalam masyarakat inilah yang menyebabkan hadirnya peraturan-peraturan tertentu yang berunsur tabu yang menjadi suatu pegangan oleh seluruh anggota masyarakat agar adat, adab, dan budaya yang dijunjung itu terjaga. Tabu merupakan suatu strategi kesantunan yang melibatkan aspek kebahasaan supaya kesopanan, adat, dan adab yang dijunjung dalam masyarakat Gorontalo itu dapat dipatuhi bersama oleh setiap anggota masyarakat. Aspek kesantunan yang berunsur tabu ini merangkumi perkataan-perkataan dan perbuatan tertentu dalam bahasa Gorontalo yang tidak boleh sewenang-wenang diucapkan atau dilakukan dalam situasi tertentu.

Menurut Ajib Rosidi, Pikiran Rakyat, Sabtu 15 Oktober 2011, hal. 30) dalam setiap bahasa terdapat kata-kata makian, yaitu kata-kata yang digunakan orang ketika marah atau ketika mau menghina orang lain. Kata-kata makian jarang atau tidak pernah ditemui dalam buku-buku pelajaran bahasa. Tetapi, mudah ditemukan dalam kehidupan masyarakat. kata-kata yang biasa digunakan untuk memaki dalam berbagai bahasa diambil dari kata-kata-kata-kata yang terdapat dalam enam golongan yaitu: yang bertalian dengan agama atau kepercayaan, yang bertalian dengan kelamin, yang berkaitan dengan nama bagian tubuh, yang berkaitan dengan fungsi bagian tubuh, kata-kata yang merupakan sinonim kata “bodoh”, dan nama-nama binatang.

4.2.2 Hutu, Tele’, Pundingo dan Kodo’

(8)

menggambarkan seorang wanita yang memakai pakaian yang sangat ketat sehingga kemaluannya terbayang jelas dibalik pakaiannya.

Semua kata di atas tidak mengandung unsur kesopanan sama sekali ketika diucapkan kepada lawan bicara. Orang yang menggunakan makian tersebut dianggap sebagai orang yang kurang ajar dan tidak tahu tatakrama. Oleh karena itu, hutu, tele dan pundingo sebaiknya jangan digunakan dan diganti dengan kata haku yang dianggap lebih halus dan lebih sopan. Haku dalam bahasa Gorontalo bermakna milikku.

4.2.3 Mohule dan Hulelilolo

Kedekatan geografis dan kedekatan emosional antara Kota Manado dan Provinsi Gorontalo tidak dapat dipungkiri turut memengaruhi bahasa yang digunakan oleh masyarakat Gorontalo. Di samping itu, Provinsi Gorontalo dulunya merupakan kabupaten yang diatasi oleh Provinsi Sulawesi Utara, sehingga tidak jarang dijumpai kata-kata atau makian yang berasal dari Sulewesi Utara (Manado) juga digunakan oleh masyarakat Gorontalo. Hulelilo, memiliki arti yang mirip dengan makian yang sering kita dengar di Sulawesi Utara yaitu cuki mai. Ujaran itu merupakan makian yang berasal daerah kawasan timur daerah ini tepatnya dari Manado yang berarti “gauli ibumu”. Kata ini sangat kasar dan berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat. Sementara itu, kata Hulelilo dalam bahasa Gorontalo berarti bersetubuh. Bersetubuh di sini bukan hanya ditujukan kepada orang yang dimaki. Akan tetapi, kata tersebut juga bisa dimaknai sebagai menyetubuhi orang tua. Oleh karena itu, Untuk memperhalus biasanya diganti dengan kata “berhubungan”. Kedua kata tersebut sebaiknya dihindari penggunaannya dalam masyarakat kecuali si pengguna siap dengan akibat dari kata-kata tersebut.

4.2.4 Tahede dan Polombuo’o

Saat ini di Gorontalo, orang dewasa, remaja, dan anak-anak sekalipun sudah akrab dengan istilah tahede. Saat emosi, jengkel, dan marah kepada seseorang, kata-kata ini sering terlontar begitu saja tanpa merasa bersalah dan takut. Selanjutnya, di kalangan anak-anak remaja, tahede dijadikan sebagai bahan gurauan dan candaan. Anehnya, hal itu dianggap biasa-biasa saja.

(9)

Tahede dalam kepercayaan masyarakat Gorontalo adalah nama setan atau mahluk halus, atau makhluk siluman yang bertubuh tinggi dan besar yang sangat ditakuti karena manusia saja sebatas lututnya saja jika berdiri. Makian atau sumpahan tahede ini muncul dan sering dilontarkan saat seseorang marah besar kepada seseorang yang lain agar setan tahede itu datang mencengkeram leher orang yang dimarahinya atau orang yang dianggapnya musuh hingga mati. Polombuo’o dalam bahasa Gorontalo berarti makian yang maknanya memanggil setan sekaligus bermakna sebagai nama setan. Makian ini sangat ditabukan dalam masyarakat Gorontalo karena dianggap memanggil setan sehingga dapat mendatangkan hal-hal yang tidak diinginkan. Orang Gorontalo yang mendengar makian ini akan serta-merta melarang si pengguna untuk tidak menggunakan makian di atas.

4.2.5 Apula

Apula berarti anjing dalam bahasa Gorontalo. Makian ini juga digunakan oleh masyarakat di luar Gorontalo. Jenis makian ini tidak berterima karena sebagaian besar masyarakat Gorontalo memeluk agama Islam yang mengharamkan jenis binatang ini bahkan menganggapnya sebagai najis. Makian ini digunakan kepada seseorang yang dianggap memiliki sifat seperti anjing yang diharamkan dalam agama. Dalam Masyarakat Gorontalo, selain anjing masih terdapat makian-makian yang acuannya berupa binatang yaitu: olobu (kerbau), kadal (tendelenga), dan batade (kambing). Ketiga contoh terakhir tidak terlalu ditabukan dalam masyarakat Gorontalo. Biasanya makian itu digunakan oleh anak yang seumuran ketika mereka bermain atau bercanda.

4.2.6 Huangango

Huangango dalam bahasa Gorontalo berarti lobang mulut. Makian ini biasanya digunakan kepada orang yang banyak bicara, mau menang sendiri, dan ucapannya tidak dapat dipercaya. Makian ini tidak terlalu ditabukan namun tetap saja dianggap kasar dan dapat menyinggung perasaan orang yang diajak bicara (jika tidak dilandasi unsur keakraban).

4.2.7 Telelilamu dan Punthingilamu

(10)

kasar. Kata ini menjadi tabu karana konotasinya yang tidak sopan dan sangat berbahaya diucapkan. Makian ini sangat merendahkan derajat seseorang serta berpotensi mengubah emosi seseorang ketika mendengar makian ini. Orang yang dimaki dengan makian ini rela menghunus pedang dan mempertaruhkan nyawanya. Masyarakat Gorontalo mungkin masih dapat memaklumi jika yang dimaki adalah diri pribadi. Akan tetapi, menjadi lain apabila orang tua yang dijadikan sasaran makian. Oleh karena itu, sebaiknya jangan menggunakan makian ini jika tidak mau menanggung resikonya. Punthingilamu yang berarti biji kemaluan ibumu. Makian ini juga sangat kasar seperti telelilamu yang telah dijelaskan sebelumnya. Kedua jenis makian ini sangat berpotensi menimbulkan konflik tanpa adanya unsur keakraban. Jadi, orang yang menjadi sasaran perkataan punthingilamu akan menjadi begitu berang sehingga mungkin segera menghunus parang/pedang dan terjadilah perkelahian yang dapat berakhir dengan kematian.

4.2.8 Hulodu, Bata’o, Talodu, Biyongo, Polodu, Huange’e dan Huakede

Dalam bahasa Gorontalo, huladu, bata’o dan talodu masing-masing bermakna bodoh, tolol dan bodoh sekali. Makian ini biasanya digunakan kepada seseorang yang dianggap kurang memahami sesuatu walaupun telah dijelaskan berkali-kali. Kata-kata ini juga dianggap kasar dan tidak memiliki kesopanan ketika digunakan kepada lawan bicara. Biyongo dan polodu dalam bahasa Gorontalo berarti gila dan sinting-sinting. Kata-kata ini biasanya digunakan dalam suasana yang santai untuk menggambarkan keterkejutan, ketidaksukaan atau untuk menimpali seseorang yang berbicara yang tidak jelas dan cenderung tidak searah dengan pembicaraan yang sedang dibicarakan. Huange’e dalam bahasa Gorontalo berarti bau ketiak. Kata ini juga termasuk makian yang sering digunakan oleh kawula muda di Gorontalo. Kata huange’e lebih berterima dibanding kata kalumba, polombuo’o, telelilamu, tahede karena nilai negatifnya yang relatif rendah.

4.2.9 Polosupo, HuangoTutubu, Tinggolopu, Pondulomu, Molotabe, dan Huango Wulingo Selain makian-makian yang dianggap sangat kasar di atas, ada beberapa makian lain yang dianggap tidak terlalu kasar, seperti: huango wulingo (lubang hidung), huango tutubu (lubang pantat), tinggolopu (kurus kerempeng, jorok), polode’o (tukang kentut), pondulomu (mata pete, picin), molotabe atau polosupo (ingkar janji).

4.2.10 Penyebutan Tempat Keramat

(11)

secara tidak langsung turut memengaruhi cara berpikir dan sudut pandang mereka terhadap makhluk halus atau tempat tempat yang berhubungan dengan makhluk halus. Masyarakat Gorontalo, sangat berhati-hati ketika melakukan atau mengucapkan sesuatu yang berhubungan dengan makhluk halus.

Perkataan dan perbuatan tertentu sangat mereka tabukan. Penyebutan langsung nama tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat Gorontalo merupakan salah satu kata yang sangat ditabukan. Oleh karena itu, untuk menyampaikan makna yang terkandung dalam kata atau ungkapan yang dilarang itu, maka perkataan atau tutur kata yang lain perlu dicari padanannya agar dapat menggantikan perkataan yang ditabukan tersebut.

Tujuan pergantian perkataan tersebut agar perkataan yang diganti itu lebih halus atau lebih berterima apabila dipertuturkan. Pohulata adalah kata yang digunakan untuk menggantikan nama tempat yang ditabukan atau dianggap keramat serta dapat mendatangkan sesuatu yang tidak diinginkan. Dalam bahasa Gorontalo, Pohulata berarti makhluk halus, dan penunggu tempat yang dikeramatkan. Ujaran ini lebih lazim digunakan ketika ada orang yang bertanya tentang nama tempat yang dikeramatkan.

4.2.11 Nama Orang Yang Dituakan

Masyarakat Gorontalo seperti halnya sebagian besar masyarakat yang berada di luar Gorontalo meyakini bahwa penyebutan nama orang-orang yang dituakan, atau yang dihormati dalam masyarakat sangat ditabukan. Dalam keseharian masyarakat Gorontalo khususnya pendatang sangat sulit mengetahui nama asli seseorang.

Seorang kepala desa misalnya lazim dipanggil “ayahanda” istrinya disebut “ibunda” yang biasanya diikuti oleh nama tempat atau tempat ia bertugas. Nama anak pertama dan anak kedua sangat berperan dalam penyebutan nama seseorang dalam masyarakat Gorontalo. Orang yang bernama Ismail Rahim dan berpropesi sebagai kepala desa tidak lazim dipanggil dengan nama aslinya. Biasanya dalam penyebutannya disematkan nama anak misalnya papa Mega atau papa Iki.

4.2.12 Kalumbaa

(12)

yang berniat jahat. Kalumba juga berfungsi sebagai sarana untuk menyakiti orang-orang yang tidak disenangi oleh si pemilik kalumba.

Wujud Kalumba, diyakini berbentuk kambing dengan kaki menghadap ke atas dengan kepala dan lidah menjulur ke bawah. Kalumba dapat mengakibatkan kematian seseorang jika disentuh dan dilihat secara langsung. Masyarakat Gorontalo sangat menabukan kata itu dan mereka lebih nyaman menggunakan kata ‘bibiahu’ yang berarti peliharaan. Oleh karena itu, masyarakat sedapat mungkin menghindari penyebutannya karena dapat mendatangkan petaka (kematian).

4.3 Tabu dalam Bentuk Perbuatan

Dalam masyarakat Gorontalo, tabu selain dalam bentuk ucapan, tabu juga dapat kita temukan dalam bentuk perbuatan. Dalam bentuk perbuatan, tabu biasanya berhubungan dengan warna-warna tertentu, tumbuh-tumbuhan, wanita hamil, makanan, aktivitas pada malam hari, dan anak-anak.

4.3.1 Memakai Pakaian Yang Berwarna Cerah

Masyarakat Gorontalo, walaupun mayoritas beragama Islam namun dalam kehidupan sehari-hari masih memercayai hal-hal yang berbau mistis. Hal itu wajar mengingat sebelum masuknya Islam di Gorontalo pada tahun 1520 atau awal abad 16 melalui Ternate, masyarakat pada saat itu menganut kepercayaan animisme. Masyarakat Gorontalo, yakin bahwa ada warna-warna (pakaian) tertentu yang mengandung kekuatan magis yang harus diperhatikan ketika hendak digunakan. Mereka menabukan/melarang menggunakan pakaian berwarna merah setelah turun hujan. Orang yang melanggar tabu ini akan kerasukan setan. Warna merah menurut masyarakat Gorontalo adalah warna kesukaan makhluk halus (setan).

4.3.2 Biru Muda

(13)

berwarna lain selain warna merah terang.

Sementara itu, hari ke-40 kematian—hadirin atau undangan harus memakai pakaian warna biru langit. Dalam bahasa Gorontalo warna (pakaian) biru langit disebut “wobulo”. Makna obulo adalah pertanda bahwa rasa duka keluarga sudah mulai menghilang. Seseorang yang datang dengan pakaian yang menyolok dianggap menghina keluarga yang berduka.

4.3.3 Bongo mopa, Pepaya, dan Bu’alo

Kelapa hibrida atau dalam bahasa Gorontalo disebut ‘bongo mopa’ merupakan salah satu tanaman yang ditabukan ditanam di depan rumah. Kepercayaan ini mengacu pada bentuk fisik pohon kelapa hibrida tersebut yang mungil, pendek dan buah yang kecil. Masyarakat Gorontalo meyakini jika menanam jenis pohon ini dapat mendatangkan hal-hal yang tidak diinginkan misalnya: umur, rejeki dan sebagainya juga pendek. Seperti hanya kelapa hibrida di atas, pepaya juga sangat ditabukan ditanam di depan rumah.

Penabuan jenis tanaman ini merujuk pada penamaan pepaya itu sendiri yang berarti payah. Dalam KBBI payah berarti lelah, penat, sukar, susah, dan sangat atau berat (tentang sakit) kemudian ditambah partikel (pe) yang diadopsi dari bahasa melayu Manado yang berarti “milik atau sangat” sehingga masyarakat Gorontalo meyakini orang yang menanam pohon papaya dengan sengaja di depan rumahnya maka segala sesuatunya akan payah, sukar, susah, dan sangat atau berat dalam segala hal.

Pohon bu’alo adalah sejenis tumbuhan perdu yang biasanya tumbuh subur di pinggir sungai, daunnya lebar, buahnya kecil-keci dan akan terbelah jika sudah matang. Orang Gorontalo melarang menanam pohon ini. Pohon bu’alo yang tumbuh dengan sendirinya di sekitar rumah sebaiknya dipangkas atau ditebang. Jika hal tersebut dilanggar, mereka meyakini hubungan dalam keluarga tidak berlangsung lama atau akan tercerai-berai seperti bentuk buah tersebut ketika matang. Selain itu, menurut kepercayaan masyarakat Gorontalo, tumbuhan ini identik dengan mistis dan guna-guna (bilao). Mereka juga meyakini jika ingin memetik bunga atau daun dari tumbuhan ini sebaiknya dilakukan pada senja hari dan jangan melakukan pada saat yang lain. Tumbuhan ini sangat ampuh digunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif atau ilmu hitam.

4.3.4 Nenas dan Mangga Kuini

(14)

melanggar tabu atau pantangan ini dapat berakibat langsung pada janin yang dikandungnya. Anak yang akan dilahirkan nanti akan bersisik seperti buah nenas. Sedangkan, Mangga kuini (manga macan) mengakibatkan anak yang dilahirkan mengeluarkan liur (terus menerus) dari mulutnya.

4.3.5 Keluar pada Malam Hari

Menurut kepercayaan masyarakat Gorontalo, wanita hamil sangat ditabukan keluar rumah khususnya pada malam hari. Mereka meyakini bahwa wanita yang hamil—itu beraroma harum dalam penciuman setan. Oleh karena itu, wanita hamil yang keluar malam karena alasan yang sangat penting diharuskan membawa paku atau peniti yang diselipkan disela-sela rambutnya. Kedua benda tersebut diyakini bisa menangkal hal-hal yang tidak diinginkan khususnya yang berhubungan dengan makhluk halus.

Larangan ini jika dilanggar diyakini bisa berakibat fatal kepada si jabang bayi. Mereka meyakini, hilang dan meninggalnya bayi dalam kandungan karena melanggar larangan ini. Di samping itu, masyarakat Gorontalo juga menabukan orang hamil membunuh binatang. Mereka meyakini anak yang dikandung bisa mati dalam kandungan atau meninggal pada saat dilahirkan. Larangan ini sangat kuat dalam masyarakat Gorontalo karena keyakinan tentang akibat yang dapat ditimbulkan jika melanggar tabu ini.

4.3.6 Nasi Kuning dan Telur

Di Gorontalo, nasi kuning termasuk beberapa jenis makanan yang ditabukan dalam situasi tertentu. Nasi kuning dan telur (yang masih utuh) dalam budaya masyarakat Gorontalo merupakan makanan wajib pada ritual keagamaan dan kematian. Menurut keyakinan mereka, nasi kuning dan telur adalah makanan kesukaan setan. Oleh karena itu, makanan ini selalu hadir dalam ritual kematian.

Menurut kepercayaan mereka, makanan ini sangat ditabukan jika dikonsumsi di dalam kamar. Mereka yakin memakan makanan tersebut di dalam kamar sama halnya dengan mengundang setan masuk dan bersemayam di dalam kamar. Selain itu, di tempat-tempat yang dikeramatkan, makanan ini sangat ditabukan dibawa apalagi dimakan di tempat tersebut. mereka yakin, jika hal itu dilakukan, si pelanggar bisa terkena penyakit yang diakibatkan oleh makhluk halus (setan).

4.3.7 Ampas Kelapa (popato lo bongo)

(15)

popato lo bongo merupakan barang sisa yang harus diperlakukan dengan hati-hati. Seperti yang telah dijelaskan sebelumya, kalumba merupakan perwujudan makhluk halus yang paling ditakuti dan masyarakat Gorontalo. Mereka meyakini ampas kelapa merupakan makanan kesukaan kalumba. Oleh karena itu, popato lo bongo atau ampas kelapa sangat dilarang atau ditabukan dibuang pada sore hari karena itu sama saja mengundang kalumba yang sangat ditakuti datang ke rumah kita.

4.3.8 Panci (ulongo)

Panci atau ulongo dalam bahasa Gorontalo juga tak lepas dari unsur tabu. Panci atau ulongo yang digunakan untuk memasak makanan bayi sangat tabu digunakan memasak terutama untuk memasak telur. Jika melanggar, mereka menganggap sang bayi akan sakit-sakitan, rewel bahkan bisa sampai meninggal dunia. Secara rasional, panci untuk memasak makanan bayi seharusnya hanya untuk memasak makanan bayi bukan untuk yang lain apalagi digunakan untuk memasak telur yang memiliki bakteri.

4.3.9 Membeli Silet, Jarum, Minyak Tanah, dan Garam

Aktivitas jual beli ternyata juga memiliki tabu atau larangan jika dilakukan pada malam hari. Masyarakat Gorontalo menabukan membeli silet, jarum, garam, dan minyak tanah pada malam hari. Mereka meyakini silet yang dibeli pada malam hari sama halnya membiarkan diri kita diikuti oleh setan. Selain itu, membeli jarum pada malam hari diyakini dapat memancing setan untuk mencari darah. Minyak tanah diyakini bisa mendatangkan sial (pada penjual) jika dibeli pada malam hari. Seiring dengan perkembangan jaman hal yang ditabukan sudah mulai ditinggalkan. Tabu atau larangan membeli minyak tanah pada malam hari saat ini tidak terlalu dipersoalkan lagi dalam masyarakat. Akan tetapi, seseorang yang mau membeli minyak tanah pada malam hari tidak boleh menyebut “minyak tanah” sebaiknya menggunakan “mau membeli air atau langsung menunjuk benda yang akan dibeli.

4.3.10 Menjahit, Menggunting Kuku dan Menggunting Rambut

(16)

Masyarakat Gorontalo meyakini menggunting rambut dan menggunting kuku pada malam hari berakibat si pelanggar pendek umur. Tabu ini masih diyakini hingga sekarang walaupun sudah mulai ditinggalkan khususnya oleh generasi sekarang.

4.3.11 Duduk Diatas Buah Kelapa

Kelapa atau dalam bahasa Gorontalo disebut bongo, merupakan salah satu komoditi yang sangat melimpah di Gorontalo selain jagung (binde). Umumnya, masyarakat Gorontalo setelah panen buah kelapa, buah kelapa hanya dibiarkan tersebar atau ditumpuk di belakang rumah sekaligus menunggu buah kelapa kering. Kondisi inilah yang memberikan peluang khususnya anak-anak untuk bermain di atas buah kelapa tersebut.

(17)

5. Simpulan

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Basri. 2012. Memori Gorontalo, Teritori, Transisi, dan Tradisi. Yogyakarta: Ombak Apriyanto, Joni. 2012. Sejarah Gorontalo Modern. Yogyakarta: Ombak.

Buruadi, Karmin. 2012. Me’raji. Gorontalo: Ideas Publishing.

Daulima, Farha. 2008. Tata Cara Adat Pemakaman di Daerah Gorontalo. Gorontalo: Galeri Budaya Daerah Mbu’I Bungale.

Endaswara, Suwardi. 2013. Folklor Nusantara, Hakikat, Bentuk, dan fungsi. Yogyakarta: Ombak.

Hasanuddin, Basri Amin. 2012. Gorontalo dalam Dinamika Masa Kolonial. Yogyakarta: Ombak

Humas Pemda Gorontalo. 1999. Sejarah Gorontalo dan Adat Istiadatnya. Jenks, Chris. 2013. Culture Studi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mobiliu, Ali. 2013. Motoyunuto. Gorontalo: Ideas Publishing.

Ohoiwutun, Paul. 2007. Sosiolinguistik. Bekasi: Kesaint Blanc.

Situs Resmi Kota Gorontalo. 2012. Sejarah Gorontalo. Online, (http://www.gorontalokota.go.id/index.php/kilas-kota-gorontalo/sejarah

gorontalo.html) diunduh tanggal 26 Agustus 2013

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu penelitian yang akan dilakukan adalah membuat sistem monitoring dan otomatisasi penyiraman pada pertanian jenis sayuran dengan fitur pengaturan kontrol

Selain itu, terdapat perbedaan variabel independen untuk menilai penyebab stres kerja, penelitian terdahulu menilai penyebab stres kerja berdasarkan kebisingan,

Kajian ini tertumpu kepada permasalahan-permasalahan berkaitan penguatkuasaan dan pelaksanaan undang-undang jenayah Islam (syariah) yang diberi kuasa kepada agensi

Maka dari itu dalam hal ini responden dapat menjaga pola hidup sehat yang baik. Jika dilihat melalui diagram, maka hasil distribusi jawaban

7 Antarmuka Hasil Perhitungan Delay , Total Fuel Burn dan Total Delay Cost menggunakan Greedy dengan FPI ... 8 Tampilan Hasil Penjadwalan Menggunakan Greedy dengan

Peningkatan nilai pertumbuhan panjang mutlak dan laju pertumbuhan spesifik (SGR) menunjukkan bahwa kepadatan yang rendah memiliki kemampuan memanfaatkan ruang

Pada interaksi dengan mekanisme farmakodinamik yang paling banyak mengalami interaksi adalah INH dengan rifampisin dan INH dengan etambutol yang memiliki jumlah kejadian interaksi

Pada penelitian ini dilakukan analisa terhadap perubahan garis pantai dan laju erosi pantai dengan dengan menggunakan 2 (dua) buah citra satelit yaitu data citra satelit SPOT 5