TEKNIK & PROSES KESELAMATAN
KERJA
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering
disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan
sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia,
merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden
(incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau
“near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan
dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya
terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya)
bermacam macam : ada yang
menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada
yang hanya disingkat
K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
A. Tujuan K3
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif.
Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam
keadaan sehat dan selamat.
2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan.
B. Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat
kerja dan usaha yang dikerjakan.
• Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2. Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4. Proses produksi
5. Karakteristik dan sifat pekerjaan
6. Teknologi dan metodologi kerja
• Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan
hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
• Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut
bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.
Kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global
1. Dalam bidang pengorganisasian
Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen : departemen Kesehatan dan
departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
1. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan
2. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
3. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit
;Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.Kasubdit konstruksi
bangunan,instalasi listrik dan penangkal petir,Kasubdit Bina kelembagaan
dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan
4. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit
;Kasubdit Kesehatan tenaga kerja,Kasubdit Pengendalian Lingkungan
Kerja,Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.
Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja
Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja
(UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan,
Pengrajin, dll)
2. Dalam bidang regulasi
Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak,
diantaranya :
1. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
4. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor
Penyakit Akibat Kerja.
5. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan
Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
6. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan
Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
7. Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis
dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
3. Dalam bidang pendidikan
Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk
menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :
1. Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret
2. Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3
di Unair, Undip,dll dan jurusan K3 FKM UI.
3. Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya
di UGM, UNDIP, UI, Unair.
Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah
mata kuliah yang khusus mempelajari K3.
Undang – undang keselamatan kerja teknik bangunan
Pasal 10
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian
dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban
bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
E. Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan, yang bersifat multidisiplin didalam era global dewasa hadir dan berkembang dalam aspek
keilmuannya (di bidang pendidikan maupun riset) maupun dalam bentuk program-program yang dilaksanakan di berbagai sektor yang tentunya
penerapannya didasari oleh berbagai macam alasan .
Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 45% penduduk dunia dan 58% penduduk yang berusia diatas sepuluh tahun tergolong tenaga kerja. Diperkirakan dari jumlah tenaga kerja diatas, sebesar 35% sampai 50% pekerja di dunia terpajan bahaya fisik, kimia, biologi dan juga bekerja dalam beban kerja fisik dan ergonomi yang melebihi kapasitasnya, termasuk
pula beban psikologis serta stress. Dikatakan juga bahwa hampir sebagain besar pekerja didunia, sepertiga masa hidupnya terpajan oleh bahaya yang
layanan kesehatan kerja di Negara yang sedang berkembang. Sedangkan di negara industri tenaga kerja yang memperoleh layanan kesehatan kerja diperkirakan baru mencapai 50%. Kenyataan diatas jelas menggambarkan bahwa sebenarnya hak azasi pekerja untuk hidup sehat dan selamat dewasa
ini belum dapat terpenuhi dengan baik. Masih banyak manusia demi untuk dapat bertahan hidup justru mengorbankan kesehatan dan keselamatannya dengan bekerja ditempat yang penuh dengan berbagai macam bahaya yang mempunyai risiko langsung maupun yang baru diketahui risikonya setelah
waktu yang cukup lama. Dari uraian diatas akan dapat dipahami bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu maupun sebagai program
memang sangat diperlukan untuk menegakkan hak azasi manusia (khususnya pekerja) untuk hidup sehat dan selamat.
Di sisi lain, kajian mengenai aspek biaya atau aspek ekonomi yang harus ditanggung oleh negara-negara didunia sehubungan dengan penyakit-penyakit akibat kerja maupun yang berhubungan dengan pekerjaan,
biaya-biaya kompensasi yang harus ditanggung akibat cidera, kecacatan akibat terjadinya kecelakaan merupakan beban yang harus dipikul. Belum lagi kerugian kerugian lain karena hilangnya hari kerja, kerusakan properti, tertundanya produksi akibat terjadinya kecelakaan. Tentunya kerugian (loss) yang diakibatkan masalah kesehatan maupun masalah keselamatan
bila tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi beban saat ini maupun dikemudian hari. Karena itulah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai
ilmu terapan maupun dalam berbagai bentuk programnya sangat diperlukan agar kerugian yang kelak dapat terjadi bisa diperkecil atau
ditiadakan kalau memang memungkinkan.
Tentunya dalam rangka menegakkan hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, serta tidak terjadinya berbagai kerugian dan beban ekonomi
seperti yang diuraikan, dikembangkan perangkat hukum (legal) pada tingkat internasional, regional naupun nasional. Kita ketahui ada berbagai
konvensi yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan pada tingkat internasional maupun regional yang perlu dipatuhi. Adapula
dalam berbagai bentuk regulasi atau standar-standar tertentu yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan keselamatan. Dalam hubungan inilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai keilmuan maupun sebagai
program berfungsi membantu pelaksanaan penerapan aspek legal. Bahkan dengan pendekatan ilmiahnya melalui penelitian atau riset yang dilakukan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja ikut membantu pula memberi masukan pada penyusunan kebijakan dalam menentukan standar-standar tertentu
suatu pendekatan ilmiah maupun dalam berbagai bentuk programnya di berbagai sektor bukan tanpa alasan. Alasan yang pertama adalah karena hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, dan alasan yang kedua
adalah alasan ekonomi agar tidak terjadi kerugian dan beban ekonomi akibat masalah keselamatan dan kesehatan, serta alasan yang ketiga adalah
alasan hukum.
F. Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi sebagai ilmu terapan yang bersifat multidisiplin maupun sebagai suatu program yang didasarkan oleh suatu
dan alasan tetentu perlu dipahami dan dipelajari secara umum maupun secara khusus. Secara umum adalah memahami prinsip dasarnya sedangkan secara khusus adalah memahami pendekatan masing keilmuan
yang terlibat didalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Sebagai ilmu yang bersifat multidisiplin, pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan
potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistimatis (systematic),
dan dalam kerangka pikir kesistiman (system oriented).
Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identify) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control, manage)
untuk mengendalikan atau mengatasinya.
Langkah langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola pikir dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya
adalah bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya mengendalikan risiko tersebut masing-masing bidang keilmuan akan mempunyai pendekatan-pendekatan tersendiri yang sifatnya sangat khusus.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang bersifat sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak secara sembarangan penerapan praktisnya di berbagai sektor didalam kehidupan atau di suatu organisasi. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan
Safety Management System) yang perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat berproduksi dengan
cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak
diinginkan.
Perlunya organisasi memiliki sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja yang terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah menjadi peraturan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia
panduan yang serupa dikenal dengan istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta di Australia disebut
AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor industri di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya khusus dibidang transportasi udara, industri minyak dan gas, serta instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak hanya dituntut
untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki budaya sehat dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya menampilkan
perilaku aman dan sehat.