BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Bentonit
Bentonit merupakan istilah dalam dunia perdagangan untuk clay yang mengandung
monmorillonit. Kandungan utama bentonit adalah mineral monmorilonit (80%) dengan
rumus kimia [Al l.67Mg 0.33 (Na0.33 )]Si4O10 (OH)2. Warnanya bervariasi dari putih ke kuning, sampai hijau zaitun, coklat kebiruan. Bentonit berasal dari perubahan
hidrotermal dari abu vulkanik yang disimpan dalam berbagai air tawar (misalnya,
danau alkali) dan cekungan laut (fosil laut yang melimpah dan batu kapur), ditandai
dengan energi pengendapan yang rendah oleh lingkungan dan kondisi iklim sedang.
Hamparan bentonit berkisar pada ketebalan dari beberapa sentimeter hingga puluhan
meter (sebagian 0,3-1,5 m) dan dapat lebih dalam lagi sampai ratusan kilometer.
Bentonit banyak terdapat secara luas di semua benua. Kandungan lain dalam bentonit
merupakan pengotor dari beberapa jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit, mika dan
klorit (Utracki, et. al, 2004). Bentonit dikenal dan dipasarkan dengan berbagai sinonim seperti sabun tanah liat, sabun mineral, wilkinite, staylite, vol-clay, aquagel,
ardmorite, dan refinite (Johnston, 1961).
2.1.1 Jenis-jenis Bentonit
Klasifikasi bentonit dibuat dengan terlebih dahulu menyelidiki karakteristik struktural
seperti komposisi kimia dan mineralogi, kapasitas tukar kation dan luas permukaan
spesifik. Bentonit alam baik natrium atau kalsium bentonit memiliki sifat dan
kegunaan yang berbeda. Berdasarkan jenisnya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Na-bentonit –Swellingbentonite (Tipe Wyoming)
Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke
dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering
berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal
mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh
ion-ion sodium (Na+).
Kandungan Na2O dalam natrium bentonit umumnya lebih besar dari 2%. Karena sifat-sifat tersebut maka mineral ini sering dipergunakan untuk lumpur pemboran,
penyumbat kebocoran bendungan pada teknik sipil, bahan pencampur pembuatan cat,
bahan baku farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri pengecoran logam.
2. Ca-bentonit –non swelling bentonite.
Ca-bentonit ditandai dengan kemampuan penyerapan air dan kemampuan
mengembang yang rendah dan tidak mampu untuk tetap tersuspensi dalam air.
Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal memiliki pH 4-7. Posisi
pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam
keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Bentonit jenis ini sangat baik digunakan sebagai lempung pemucat warna pada
minyak kelapa (Porta, 2010 dan Supeno, 2009).
2.1. 2 Sifat Fisika dan Kimia Bentonit
Sifat–sifat fisika bentonit antara lain berkilap lilin, umumnya lunak dan plastis,
berwarna pucat dengan kenampakan putih, hijau muda, kelabu hingga merah muda
dalam keaadaan segar dan menjadi krem bila lapuk yang kemudian berubah menjadi
kuning, merah coklat hingga hitam. Bila diraba terasa licin seperti sabun. Bila
dimasukkan ke dalam air, akan menyerap air, sedikit atau banyak, bila kena air hujan
bentonit dapat berubah menjadi bubur dan bila kering akan menimbulkan rekahan
yang nyata. Sifat fisik lainnya berupa massa jenis 2,2-2,8 g/L; indeks bias 1,547-1,557;
dan titik lebur 1330-1430 oC (Johnstone, 1961).
Bentonit termasuk mineral yang memiliki gugus aluminosilikat. Unsur-unsur
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Bentonit
Senyawa Na-Bentonit (%) Ca-Bentonit (%)
SiO2 61,3-61,4 62,12 Al2O3 19,8 17,33 Fe2O3 3,9 5,30 CaO 0,6 3,68 MgO 1,3 3,30 Na2O 2,2 0,50 K2O 0,4 0,55 H2O 7,2 7,22
Sumber: Puslitbang Tekmira, 2005
Struktur bangun lembaran bentonit terdiri dari 2 lapisan tetrahedral yang
disusun unsur utama Silika (O, OH) yang mengapit satu lapisan oktahedral yang
disusun oleh unsur M (O,OH) (M = Al, Mg, Fe) yang ditunjukkan pada Gambar 2. 1
yang disebut juga mineral tipe 2:1. Ruang dalam lembaran ini dapat menyusun hampir
85 % dari bentonit (Ray, 2003, Utracki, 2004).
Struktur utama bentonit selalu bermuatan negatif walaupun pada lapisan
oktahedral ada kelebihan muatan positif yang akan dikompensasi oleh kekurangan
muatan positif pada lapisan oktahedral. Hal ini terjadi karena terjadinya substitusi
isomorfik ion-ion, yaitu pada lapisan tetrahedral terjadi substitusi ion Si 4+ oleh Al 3+, sedangkan lapisan oktahedral terjadi substitusi ion Al 3+ oleh Mg 2+ dan Fe 2+. Ruang dalam lapisan bentonit dapat mengembang dan diisi oleh molekul-molekul air dan
Gambar. 2.1. Struktur Kristal Montmorillonit, terdiri dari tiga unit lapisan, yaitu dua unit lapisan tetrahedral (mengandung ion silika) yang mengapit satu lapisan oktahedral ( mengandung ion besi dan magnesium)
Montmorilonit umumnya berukuran sangat halus, sedangkan
komponen-komponen dalam lapisan tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air,
maka ruang di antara lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume clay dapat
berlipat ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar (basal spacing) montmorilonit meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa peneliti mencatat
bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung perlahan-lahan, yaitu pertanda
pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di antara lapisan.
Tingginya daya mengembang atau mengerut dari montmorilonit menjadi alasan kuat
mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion logam dan persenyawaan
organik
Dari keanekaragaman jenis lempung, montmorilonit ditemukan dalam bentuk
tanah kebanyakan. Tingginya daya plastis, mengembang dan mengkerut, mineral ini
menyebabkan tanah menjadi plastis jika basah dan keras jika kering. Retakan-retakan
pada permukaan tanah akan terlihat jika permukaan tanah mengering.
2.1.3 Kegunaan Bentonit
Bentonit terutama digunakan dalam dalam pengecoran pasir, lumpur bor, pengecoran
logam, absorben, sebagai campuran berbagai komposit, bahan makanan untuk unggas
dan hewan peliharaan, penjernihan, pembuatan makanan, kosmetik dan obat-obatan.
Bentonit telah digunakan untuk penjernihan cairan (terutama anggur putih dan jus).
Bentonit juga merupakan adsorben yang paling banyak digunakan, juga berfungsi
sebagai zat pemutih (bleaching) dan katalis. Sekitar 6 juta ton bentonit diproduksi seperti minyak bumi dan gas alam. Disamping itu Aceh juga terkenal dengan sumber
hutan dan mineralnya. Jenis bahan galian yang termasuk kelompok mineral logam dan
non logam. Kandungan mineral daerah Aceh cukup potensial, hal ini disebabkan oleh
faktor geologi, terutama karena berada pada jalur patahan Sumatera dan adanya jalur
tunjaman (subduction zone) di sebelah barat Sumatra yang masih aktif sampai saat ini, akibat tujaman tersebut sebagian batuannya mengalami mineralisasi.
Bahan galian logam dan bukan logam di Aceh banyak yang belum di
kembangkan dan dioptimalkan. Beberapa bahan galian logam, seperti emas, tembaga,
mangan, besi, timbal, pasir besi, belerang, batu bara, timah dan nikel dan bahan galian
non logam yang banyak terdapat di Aceh diantaranya adalah pasir kuarsa, lempung,
sirtu, andesit, felspar, batu gamping, batu sabak, bentonit dan gabro, granit, basal,
kuarsit, diorin dan andesit. Daerah-daerah yang mempunyai bentonit di Aceh adalah
Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Sabang, Kabupaten
Aceh Tengah, dan Kabupaten Simeulue (http://bisnis investasi.
Acehprov.go.id/pertambangan.php).
Kabupaten Bener Meriah dengan Ibukotanya Simpang Tiga Redelong terletak
dengan tinggi rata-rata di atas permukaan laut 100 - 2.500 meter. Kabupaten yang
memiliki luas 1.919,69 km2 terdiri dari 10 kecamatan,dan 23 kampung
(http://www.benermeriahkab.go.id/index.php/tata-ruang/geografi-tofologi).
Gambar 2.2. Peta Kabupaten Bener Meriah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Secara adminitratif, batas-batas wilayah Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai
berikut : di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Aceh Tengah, di sebelah Timur
berbatasan dengan kabupaten Aceh Timur, di sebelah Utara dengan kabupaten Aceh
Utara dan Bireuen, dan di sebelah selatan dengan kabupaten Aceh Tengah. Secara
salah satu desa yang terletak di kecamatan Rime Gayo, kecamatan ini berbatasan
langsung dengan Kabupaten Bireuen.
Hasil inventarisasi dan evaluasi Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2010), baik dari pengamatan lapangan
serta analisa laboratorium, di Kabupaten Bener Meriah, geologi yang teramati
sebanyak 8 formasi dari 28 formasi dan terdapat 23 lokasi bahan galian bukan logam
berupa: andesit, bentonit, batu gamping, feldspar, granit, diorit, lempung, magnesit,
batu mulia nephrit, serpentinit, sirtu dan tras. Endapan bentonit untuk Desa Negeri
Antara sampai saat ini belum diteliti.
2. 1. 5 Modifikasi Bentonit
Clay biasanya mengandung muatan negatif yang memungkinkan terjadinya reaksi
pertukaran kation. Muatan ini berasal dari satu atau lebih dari beberapa reaksi yang
berbeda. Sumber utama dari muatan negatif tersebut, yaitu substitusi isomorfis dan
disosiasi dari gugus hidroksil yang terbuka. Ion-ion yang dapat dipertukarkan adalah
ion-ion yang berada di sekitar mineral lempung silika alumina. Reaksi pertukaran ion
bersifat stoikiometris dan berbeda dengan penyerapan atau sorpsi dan desorpsi.
Pertukaran ion adalah suatu proses dimana kation yang biasanya terdapat pada
antarlapis kristal digantikan oleh kation dari larutan. Dalam air, kation pada
permukaan lapisan menjadi lebih mudah digantikan oleh kation lain yang terdapat
dalam larutan, yang dikenal dengan‖exchangeable cation‖. Kemampuan tersebut
dinyatakan dalam mili equivalent per 100 gram clay kering yang disebut cation
exchange capacity (CEC) atau kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas tukar kation
(KTK) tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan
mempertukarkan kation. Harga KTK mineral clay bervariasi menurut tipe dan jumlah
koloid dalam clay tersebut. Tabel 2.2 menunjukkan harga rata-rata KTK berbagai
mineral clay.
Diantara mineral-mineral yang lain, montmorilonit mempunyai harga KTK
pemutusan ikatan dan substitusi dalam struktur kristal. Pemutusan ikatan di sekitar
sudut satuan silika-alumina dalam montmorilonit akan menimbulkan
ketidakseimbangan muatan permukaan. Substitusi Al3+ untuk Si4+ dalam lembar tetrahedral dan substitusi ion-ion valensi lebih rendah, terutama Mg2+ untuk Al3+ dalam lembar oktahedral menghasilkan muatan yang tidak seimbang pada satuan struktur
montmorilonit (Galimberti, 2011).
Salah satu kekurangan clay adalah sifatnya yang hidrofilik sehingga dapat
menyebabkan aglomerasi mineral clay dalam matriks polimer yang bersifat hidrofobik.
Kekurangan ini dapat diatasi dengan menginterkalasikan kation organik seperti asam
amino atau alkil amonium membentuk organoclay yang bersifat hidrofobik.
Peningkatkan basal spacing setelah proses interkalasi juga dapat meningkatkan kemampuan difusi polimer atau prekursor polimer ke dalam interlayer clay. Interkalasi
didasari atas pertukaran kation yang terdapat pada antar lapis lempung, seperti Na+, K+, dan Ca2+. Interkalasi ke dalam struktur lempung mengakibatkan peningkatan luas permukaan, basal spacing (jarak dasar antar lapis silikat montmorillonit), dan keasaman permukaan yang berpengaruh terhadap daya adsorpsinya. Proses interkalasi
lapisnyapun menjadi lebih stabil daripada sebelum diinterkalasi. Skema terjadinya
proses interkalasi ditunjukkan dalam Gambar 2.3 (Gatos, et.al, 2010). Tujuan dari interkalasi adalah untuk:
1. Memperluas jarak interlayer
2. Mengurangi interaksi solid-solid antara lempung
3. Meningkatkan interaksi antara lempung dan matriks (Utracki, 2004).
Gambar 2.3 Skema dari: a) clay dan b) organo modified clay, dimana R dapat digantikan dengan komponen kimia lain
Jenis nanokomposit yang terbentuk akibat interaksi polimer dengan lapisan
Gambar 2.4 Jenis-jenis komposit: a) mikrokomposit, fase terpisah; (b) nanokomposit eksfoilasi ; (c) nanokomposit interkalasi; (d) nanokomposit interkalasi dan flokulasi
Pada Gambar 2.4.a Clay termodifikasi tidak tersebar dalam matriks karet secara
efisien. Terjadi penggumpalan dimana terjadi tumpukan lapisan clay. Hal ini biasa
terjadi pada mikrokomposit. Nanokomposit (Gambar 2. 5.b-d) dengan adanya partikel
clay dalam ukuran nano, penyebaran lempung dalam matriks jauh lebih efisien,
dimana dapat terjadi lapisan tunggal ataupun berupa tumpukan dari beberapa lamella
(Galimberti et al, 2011)
Lapisan silikat dari montmorillonit yang dapat diinterkalasi dan dieksfoliasi
menjadikannya banyak digunakan sebagai pengisi nanokomposit diantaranya untuk
meningkatkan sifat termal (Leszczynska, 2007), penyerapan air, dan dapat mengurangi
sifat flammabilitas dari nanokomposit tersebut (Qin, et al, 2004), meningkatkan sifat mekanik (Ding, et al., 2005 ; Kim dan Hoang, 2006; Sharma, 2009), meningkatkan sifat fire retardancy (Wang, et al, 2011), dan meningkatkan derajat degradasi (Shi, et al, 2007).
2. 2 Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan
minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena
sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan
air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian
polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini
yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air
dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada
fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak
dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian nonpolar
(lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar
(hidrofilik) mengandung gugus hidroksil.
Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa
dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah
bersenyawa dengan minyak. Pada molekul surfaktan, salah satu gugus harus
lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka
molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air
dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi
lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian
pula sebaliknya, bila gugus nonpolarnya lebih dominan, maka
molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak
dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi
lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan
permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan
permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan.
Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan
yaitu:
1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat
2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.
Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan
garam alkil dimethil benzil ammonium.
3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam
lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina,
dialkanol amina dan alkil amina oksida.
4) Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif
dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain,
fosfobetain (Myer, 2006).
Mekanisme adsorpsi surfaktan ke dalam molekul bentonit untuk membentuk
organobentonit tergantung kepada struktur kimia, jenis dan jumlah gugus fungsi yang
ada. Adsorbsi berbagai jenis surfaktan ke permukaan partikel bentonit dapat terjadi
dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Bentonit yang bermuatan negatif akan berikatan kuat dengan molekul bermuatan
positif. Dengan demikian surfaktan kationik akan teradsorbsi dengan gaya
elektrostatis.
b. Surfaktan nonionik teradsorbsi ke partikel-partikel bentonit dengan adanya ikatan
hidrogen dan gaya van der Waals.
c. Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur
bentonit yang bermuatan positif. Tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil
jika dibandingkan dengan adsorpsi oleh surfaktan kationik (Hower, 1970).
Beberapa penelitian menyimpulkan surfaktan anionik tidak teradsopsi sama sekali
ke permukaan bentonit (Law and Kunze, 1968; Schott, 1968) ataupun teradsorpsi
dalam jumlah yang sangat kecil (Wayman, 1963; Hower, 1970). Meskipun gugus
sulfonat bermuatan negatif, namun perbandingan gugus sulfonat ini relatif sedikit
Mao, et al (2010) menyimpulkan bahwa interkalasi surfaktan ke dalam lapisan bentonit terjadi dengan dua gaya: a) gaya van der Waals diantara rantai hidrokarbon
dan b) gaya elektrostatis antara gugus hidrofilik surfaktan. Penambahan muatan yang
berlawanan meningkatkan gaya van der Waals antara rantai hidrokarbon dan
mengurangi gaya elektrostatis.
2.2.1 Cetiltrimetilamonium Bromida (CTAB)
CTAB merupakan surfaktan kationik dengan rumus molekul C19H42BrN, dengan berat molekul 364,45 g/mol. Berbentuk serbuk putih, titik lebur 237-243oC. Sebagai surfaktan, CTAB banyak digunakan sebagai buffer larutan untuk mengekstraksi DNA
dan sebagai pemodifikasi permukaan dalam pembuatan komposit clay.
Gambar. 2.5. Rumus Molekul CTAB
Permukaan clay yang bermuatan negatif dapat dimodifikasi dengan surfaktan melalui
reaksi pertukaran ion. Modifikasi ini menyebabkan clay yang semula hidrofilik
menjadi organofilik. Banyak penelitian memodifikasi bentonit dengan menggunakan
alkil amoniun kuarterner sebagai surfaktan kation salah satunya menggunakan CTAB.
Reaksi pertukaran ion memudahkan surfktan kationik terinterkalasi ke dalam lapisan
clay, sehingga menambah jarak basal spacing antarlapis clay (Boyd, 2001).
Polaritas mineral clay dapat diganti dengan kation organik, dimana ion logam
anorganik melepaskan muatan negatif pada lapisan silikat. Reaksi antara CTAB
dengan bentonit ditunjukkan sebagai berikut:
C19H42N+ Br+ + Na+ -bentonit C19H42N+ -bentonit + Na+ Br-………...(2.1) Secara umum, reaksi antara garam ammonium dengan Natrium bentonit diilustrasikan
Gambar 2.6. Reaksi antara Garam Ammonium dengan Na-bentonit
2. 2. 2 Polietilen Glikol (PEG)
PEG termasuk golongan polieter yang banyak digunakan dalam industri obat-obatan.
Selain itu PEG juga berfungsi sebagai surfaktan nonionik. Rumus molekulnya
H-(O-CH2-CH2)n-OH dengan berat molekul bervariasi.
Gambar. 2.7. Rumus Molekul PEG
Sebagai surfaktan nonionik. PEG akan teradsorbsi ke partikel-partikel bentonit dengan
adanya ikatan hidrogen. Dengan adanya ikatan hidrogen ini, gaya tarik elektrostatis
akan berkurang (Wayne, 2006). Shen (2001), dalam percobaannya menyimpulkan
bahwa penggunaan PEG sebagai surfaktan nonionik lebih stabil dan memiliki kapasitar
tukar ion yang lebih besar dibandingkan dengan surfaktan kationik.
Si Si Si Si
O O O O O O O O
H-(O-CH2-CH2-)n H-(O-CH2-CH2-)n H-(O-CH2-CH2-)n H-(O-CH2-CH2-)n
Si Si Si Si
Gambar 2.8. Modifikasi bentonit dengan adanya ikatan hidrogen PEG berikatan dengan SiO2 bentonit dan membentuk antar lapis bentonit yang lebih besar setelah dimodifikasi
Gambar 2.8 menjelaskan mekanisme modifikasi bentonit dengan adanya ikatan
hidrogen pada molekul PEG, menyebabkan PEG dapat terinterkalasi ke permukaan
bentonit.
2. 2. 3 Sodium Dodesil Sulfat (SDS)
SDS merupakan surfaktan anionik dengan rumus molekul CH3(CH2)11SO3Na dan berat molekul 288,372 g/mol. SDS banyak digunakan sebagai bahan pembuatan detergen.
SDS tidak bersifat karsinogenik walaupun mudah mengiritasi kulit.
Gambar. 2.9. Rumus Molekul Sodium Dodesil Sulfat
Surfaktan anionik bermuatan negatif sehingga sulit untuk bereaksi ke dalam lapisan
bentonit. Zhang, et al (2010) dan Chen, et al (2011) mengemukakan bahwa surfaktan anionik dapat masuk ke dalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton
(ion H3O+ ) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar.
Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur bentonit
yang bermuatan positif meskipun tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil
Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur bentonit
yang bermuatan positif meskipun tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil
jika dibandingkan dengan adsorpsi oleh surfaktan kationik (Hower, 1970).
Surfaktan anionik bermuatan negatif sehingga sulit untuk bereaksi ke dalam lapisan
bentonit. Zhang, et al (2010) dan Chen, et al (2011) mengemukakan bahwa surfaktan anionik dapat masuk ke dalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton
(ion H3O+ ) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Gambar 2.9 menunjukkan modifikasi bentonit oleh SDS.
(a) bentonit (b) penyisipan molekul SDS di antara permukaan partikel bentonit
(c) terjadi peningkatan jarak antar lapis bentonit dengan adanya interkalasi SDS
2.3 Karet Alam
Karet alam adalah material polimer yang didapat dari tanaman Havea braziliensis yang merupakan tanaman daerah tropis dan tumbuh optimal di dataran rendah dengan
ketinggian 0-200 m dpl. Makin tinggi tempat, pertumbuhan karet makin lambat dan
hasilnya lebih rendah (Ariyantoro, 2006).
Lateks adalah suatu koloid dari partikel karet dalam air. Lateks Hevea brasiliensis
merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang mengandung partikel karet
dan non karet yang tersuspensi dalam medium cair yang mengandung banyak
bahan-bahan terlarut yang disebut serum. Serum lateks mengandung bahan-bahan-bahan-bahan terlarut
ion-ion anorganik dan ion-ion logam yang masuk ke dalam lateks saat lateks disadap.
Lateks yang terkumpul digumpalkan dengan asam format (Hani, 2009). Koagulum
yang terkumpul kemudian digiling dengan roll mil, untuk membuang kelebihan air
dan dikeringkan. Sebagian besar kemudian diolah dalam bentuk bal dan lembaran
(Ciesielski, 1999). Ion kalium pada lateks terdapat dalam jumlah paling besar.
Kandungan ion magnesium yang terdapat dalam lateks amoniakal cukup rendah, hal
ini dikarenakan sebagian besar ion magnesium membentuk endapan magnesium
amonium posfat dengan amonium. Kandungan ion besi dalam lateks komersial sangat
bervariasi karena adanya kontaminasi dari kontainer yang dipakai. Karet alam
merupakan suatu senyawa polimer hidrokarbon yang panjang. Partikel karet
berbentuk bulat berukuran antara 5 nm – 3 mm. Unit dasar dari karet alam adalah
senyawa yang mengandung 5 atom karbon dan 8 atom hidrogen yang membentuk
suatu senyawa isoprena (C5H8). Karet alam terdiri dari 1000-5000 unit isoprena yang berikatan secara kepala ke ekor (head to tail) dengan susunan geometri 98% cis-1,4-poliisoprena dan 2% trans-1,4-cis-1,4-poliisoprena (Archer et.al., 1963). Karet alam tidak murni poliisoprena, tapi mengandung sekitar 95% poliisoprena dan 5% bagian non
karet seperti lemak, glikolipid, fosfolipid, protein, senyawa-senyawa anorganik, dan
biasanya digunakan dalam reaksi kimia (Simpson, 2002). Rumus molekul karet cis-1,4
poliisoprena dengan unit pembentuknya isoprena dapat dilihat pada Gambar. 2.11.
n
Gambar 2.11 Monomer cis-1,4 poliisoprena pembentuk molekul karet alam
Komposisi kimia karet alam dapat dilihat pada Tabel 2. 3.
Tabel 2.3. Komposisi kimia karet alam
Sumber: Tanaka, 1998
Bahan-bahan selain karet yang terdapat di dalam lateks, seperti lipid dapat
berperan sebagai antioksidan. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai
penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang
mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Protein
dan lipid yang ada di dalam lateks dapat membentuk senyawa
fosfolipoprotein, berupa membran bermuatan negatif yang melapisi partikel
karet. Membran sejenis ini menyebabkan partikel-partikel karet terdispersi
secara stabil di dalam serum lateks. Lapisan dalam adalah lapisan hidrofobik
dan lapisan luar adalah lapisan hidrofilik. Lapisan hidrofilik mengandung
No Bahan Kadar (%)
1 Hidrokarbon karet 93,7
2 Fosfolipid lemak 2,4
3 Glikolipid 1,0
4 Protein 2,2
5 Karbohidrat 0,4
6 Bahan-bahan organik 0,2
protein dan sabun (Tanaka, 1998). Bahan-bahan tersebut cenderung rusak dan
terbuang pada penggumpalan yang berlangsung secara alami.
Meskipun struktur kimia polimer karet alam selalu sama, poli
isoprene, karet alam digolongkan ke dalam kelas berdasarkan tingkat
kotorannya. Jenis yang paling populer adalah karet lembaran (Rubber Smoke
Sheet) dan Karet remah (Crumb Rubber) yang digolongkan dalam SIR (Standard Indonesian Rubber) 5, 10, dan 20. Semakin kecil angkanya maka
semakin sedikit kadar kotorannya sehingga harganyapun semakin mahal
(Ciesielski,1999).
2. 3. 1. Sifat Fisika dan Kimia Karet Alam
Karet alam dikenal sebagai elastomer yang memiliki sifat lunak tetapi cukup
kenyal sehingga akan kembali ke bentuknya semula setelah diubah-ubah
bentuk. Perlakuan secara kimia terhadap karet alam menggambarkan jenis
proses yang digunakan untuk memperbaiki sifat polimer.
Karet alam termasuk ke dalam kelompok elastomer yang berpotensi
besar dalam dunia perindustrian. Struktur molekulnya berupa jaringan
(network) dengan berat molekul tinggi dan dengan tingkat kristalisasi yang relatif tinggi, sehingga mampu menyalurkan gaya-gaya bahkan melawannya
jika dikenai beban statis maupun dinamis. Hal ini menyebabkan karet alam
memiliki kuat tarik (tensile strength), daya pantul tinggi (rebound resilience), kelenturan (flexing), daya cengkeram yang baik, kalor timbul yang rendah/tidak mudah panas (heat build up), elastisitas tinggi, daya aus yang tinggi, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking
resistance), plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, daya lekat,
daya redam, dan kestabilan suhu yang relatif baik. Sifat-sifat unggul ini
menyebabkan karet alam banyak digunakan untuk barang-barang industri
Akan tetapi, karet alam juga memiliki kelemahan. Karet alam
merupakan hidrokarbon tidak polar dengan kandungan ikatan tidak jenuh
yang tinggi di dalam molekulnya. Struktur karet alam tersebut menyebabkan
keelektronegatifannya rendah, sehingga polaritasnya juga rendah. Kondisi
demikian mengakibatkan karet mudah teroksidasi, tidak tahan panas, ozon,
degradasi pada suhu tinggi, dan pemuaian di dalam oli atau pelarut organik.
Berbagai kelemahan tersebut telah membatasi bidang penggunaan karet alam,
terutama untuk pembuatan barang jadi karet teknik yang harus tahan
lingkungan ekstrim. Hal ini menyebabkan penggunaan karet alam banyak
digantikan oleh karet sintetik (Hani, 2009).
Sejak satu dekade lalu seiring dengan berkembang pesatnya nanoteknologi di
seluruh dunia, penelitian tentang nanokomposit berbasis karet yang diperkuat dengan
partikel nanometer seperti montmorillonite, kaolin, nano-kalsium karbonat, nanosilica,
nano-magnesium hidroksida, attapulgite clay, and halloysite telah menjadi perhatian
para peneliti di pusat-pusat penelitian karet (Gonzales, dkk, 2008). Ciri umum dari
nanokomposit ini adalah tidak lagi bergantung pada bahan berbasis petrokimia dan
umumnya memanfaatkan bahan yang terbaharukan, ramah lingkungan serta harga
murah. Harga karet alam semakin menaik akibat tingginya permintaan pasar
sementara lahan untuk memperlebar kebun penanaman pohon karet semakin
berkurang. Bencana alam yang kerap mengganggu produksi karet juga ikut
meyebabkan harga karet semakin mahal. Demikian juga halnya arang hitam yang
diproduksi dari bahan petrokimia semakin mahal. Untuk itu, penelitian tentang
nanokomposit berbasis karet alam yang diperkuat dengan serat atau partikel alam
berukuran nano sangat penting dalam pembuatan dan penyediaan produk karet dengan
kualitas tinggi tetapi harga rendah dan ramah lingkungan.
2. 3. 2 Vulkanisasi Karet Alam
Masalah utama karet alam adalah taktisitas atau cara penyusunan polimer yang teratur
(1839) yang menemukan metode vulkanisasi karet alam dengan belerang sehingga
karet alam dapat diubah elastisitasnya. Vulkanisasi karet alam melibatkan
pembentukan ikatan silang –S–S– di antara rantai poliisoprena. Vulkanisasi karet
berguna untuk menghasilkan karet alam dengan derajat elastisitas sesuai harapan.
Pada vulkanisasi karet alam, penyisipan rantai-rantai pendek dari atom
belerang akan mengikat secara silang di antara dua rantai polimer karet alam. Jika
jumlah ikatan silang relatif besar, polimer dari karet alam menjadi lebih tegar (Gambar
2. 12).
Gambar. 2.12. Pada vulkanisasi karet alam, makin banyak ikatan silang, makin tegarkaret yang terbentuk.
Sejak Goodyear melakukan percobaan memanaskan karet dengan sejumlah kecil
sulfur, proses ini menjadi metode terbaik dan paling praktis untuk merubah sifat fisik
dari karet. Proses ini disebut vulkanisasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada karet
alam, namun juga pada karet sintetis. Telah diketahui pula bahwa baik panas maupun
sulfur tidak menjadi faktor utama dari proses vulkanisasi. Karet dapat divulkanisasi
atau mengalami proses curing tanpa adanya panas. Contohnya dengan bantuan sulfur
klorida. Banyak pula bahan yang tidak mengandung sulfur tapi dapat memvulkanisasi
karet. Bahan ini terbagi dua yaitu oxidizing agents seperti selenium, telurium dan
peroksida organik. Serta sumber radikal bebas seperti akselerator, senyawa azo dan
Banyak reaksi kimia yang berhubungan dengan vulkanisasi divariasikan, tetapi
hanya melibatkan sedikit atom dari setiap molekul polimer. Definisi dari vulkanisasi
dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju
alir elastomer, meningkatkan tensile strength dan modulus. Meskipun vulkanisasi
terjadi dengan adanya panas dan sulfur, proses itu tetap berlangsung secara lambat.
Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau
anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya, akselerator
membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator, yang dapat berfungsi
sebagai aktivator adalah oksida-oksida logam seperti ZnO.
Vulkanisasi dapat dibagi menjadi dua kategori, vulkanisasi nonsulfur dengan
peroksida, senyawa nitro, kuinon atau senyawa azo sebagai curing agents; dan
vulkanisasi dengan sulfur, selenium atau telurium.
2. 3. 3. Bahan Tambahan
Bahan pelunak adalah bahan-bahan yang ditambahkan untuk memudahkan
pencampuran karet dengan bahan-bahan kimia lainnya, terutama campuran bahan
pengisi memerlukan waktu yang lebih singkat. Bahan pelunak ini juga berfungsi
sebagai bahan pembantu pengolah yaitu mempermudah pemberian bentuk dan
membuat barang-barang jadi karet lebih empuk. Bahan ini bersifat licin dan
mengkilap. Contohnya : asam stearat, parafin, lilin, faktis, resin, damar dan lain-lain.
Bahan pemercepat berfungsi untuk membantu dalam mengontrol waktu dan
temperatur pada proses vulkanisasi dan dapat memperbaiki sifat vulkanisasi karet.
Beberapa jenis bahan pemercepat antara lain bahan pemercepat organik. Misalnya,
Mercapto Benzhoathizole Disulfida (MBTS), Marcapto Banzhoathizole (MBT), dan
Diphenil Guanidin (DPG), Tetra Metil Thiura Disulfarat (TMTD) dan bahan pemercepat
anorganik, misalnya karbonat, timah hitam, magnesium, dan lain-lan (Mark dan
Erman, 2005).
Bahan pengaktif adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan
pengaktif. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO
dan sebagainya pada umumnya sekitar 2 sampai 5 phr. Campuran bahan pengaktif,
bahan pemercepat dan belerang (S) disebut sistem vulkanisasi dari kompon
(vulcanising system of the coumpond).
Antioksidan berfungsi mencegah atau mengurangi kerusakan produk karena
pengaruh oksidasi yang dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer. Tanda-tanda
yang terlihat apabila produk rusak adalah polimer menjadi rapuh, kecepatan alir
polimer tidak stabil dan cenderung menjadi lebih tinggi, sifat kuat tariknya berkurang,
terjadi retak-retak pada permukaan produk, terjadi perubahan warna, jenis bahan
antioksidan diantaranya butilated hidroksi toluen (BHT) dan phenil-beta-naphthyl-amine (PBN).
Bahan Pengisi (filler): Vulkanisat dengan komposisi karet, sulfur, akselerator,
aktivator dan asam organik relatif bersifat lembut. Nilainya dalam industri modern pun
relatif rendah. Untuk memperbaiki nilai di industri perlu ditambahkan bahan pengisi.
Penambahan ini meningkatkan sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik, kekakuan,
ketahanan sobek, dan ketahanan abrasi. Bahan yang ditambahkan disebut reinforcing fillers dan perbaikan yang ditimbulkan disebut reinforcement. Kemampuan filler untuk memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh sifat alami filler, tipe elastomer dan
jumlah filler yang digunakan. Komposisi kimia dari filler menentukan kemampuan
kerja dari filler. Karbon hitam adalah filler yang paling efisien meskipun ukuran
partikel, kondisi permukaan dan sifat lain dapat dikombinasikan secara luas. Sifat
elastomer juga turut menentukan daya kerja dari filler. Bahan yang baik untuk
memperbaiki sifat karet tertentu, belum tentu bekerja sama baiknya untuk jenis karet
lain. Peningkatan jumlah filler menyebabkan perbaikan sifat vulkanisat. Karbon hitam
selama ini merupakan bahan murah yang dapat memperbaiki ketiga sifat penting
vulkanisat yaitu tensile strength, tear resistance dan abrasion resistance. Akan tetapi karbon hitam dapat menyebabkan polusi dan memberikan warna hitam. Dalam
beberapa dekade ini beberapa penelitian dipusatkan untuk mencari pengganti karbon
sifat penguatnya lebih rendah dari karbon hitam. Polimer berlapis silikat mulai diteliti
sejak dikenalkan nanokomposit polyamida-organoclay. Clay dan mineral clay
termasuk montmorilonit, saponit, hektorit, dan sebagainya mulai digunakan sebagai
pengisi pada karet dan plastik (Arroyo, 2002).
Penguatan elastomer oleh pengisi koloid, seperti karbon hitam, clay atau silika,
memainkan peranan penting dalam perbaikan sifat mekanik bahan karet. Potensi
penguatan ini terutama disebabkan dua efek: (i) pembentukan jaringan pengisi terikat
secara fleksibel dan (ii) kopling polimer-filler yang kuat. Kedua efek ini timbul akibat
tingginya aktivitas permukaan dan permukaan partikel filler yang spesifik (Vilgis, et
al, 2009)
2.4 Komposit
Komposit dapat didefinisikan sebagai yang terdiri dari dua atau lebih material dimana
sifat kimia dan fisika yang berbeda dipisahkan oleh sebuah gaya antarmuka yang
berbeda. Komposit, menjadi bahan penting hari ini, karena memiliki keuntungan
seperti berat molekul rendah, ketahanan terhadap korosi, daya tahan tinggi, dan lebih
cepat proses pembuatannya. Komposit banyak digunakan sebagai bahan dalam
membuat material pesawat, kemasan peralatan elektronik untuk medis, dan beberapa
bahan bangunan rumah. Perbedaan antara campuran dan komposit adalah bahwa
dalam komposit dua konstituen utama tetap dikenali sementara dalam
campuran mungkin tidak dikenali. Bahan utama yang biasa digunakan adalah kayu,
beton, keramik, dan sebagainya (Thomas, et.al., 2012)
Material komposit merupakan bahan yang terdiri dari dua atau lebih fase (fase
matriks dan fasa terdispersi) yang berbeda sifat antara keduanya. Fase matriks adalah
fase utama memiliki karakter kontinyu, biasanya lebih elastis dan kurang keras.
Matriks ini mengikat fasa terdispersi . Fase terdispersi menguatkan matriks dalam
bentuk diskontinyu. Fase sekunder disebut fase terdispersi. Fasa terdispersi biasanya
2. 4. 1 Polimer Nanokomposit
Nanokomposit adalah suatu komposit dimana setidaknya salah satu fase berukuran
nanometer. Polimer nanokomposit merupakan material yang terbentuk melalui
penggabungkan material polimer organik dengan material lain dalam skala nanometer.
Polimer nanokomposit sangat menarik perhatian karena seringkali mempunyai sifat
mekanik, termal, elektrik, dan optik yang lebih baik dibandingkan dengan makro
ataupun mikropartikelnya.
Secara umum polimer nanokomposit terbentuk dengan mendispersikan
nanopartikel organik atau anorganik pada matriks polimer. Nanopartikel dapat berupa
material tiga dimensi berbentuk sferis atau polihedral seperti silika, material dua
dimensi berupa padatan berlapis seperti clay, grafit, dan hidrotalsit ataupun nanofiber
satu dimensi seperti nanotube.
Nanokomposit polimer – lempung biasanya merupakan bahan penggabungan
antara polimer dan bahan komposit sebagai penguat (reinforcement), seperti silika, zeolit, dan lain-lain. Reinforcement yang digunakan biasanya juga sebagai pengisi (filler) pada matriks polimer.
Polimer berlapis silikat adalah salah satu nanokomposit hibrida yang terdiri
dari fase organik (yaitu polimer) dan fase anorganik (yaitu silikat). Alasan pemilihan
silikat adalah karena bahan ini dapat terdispersi dengan baik di seluruh bagian
nanokomposit. Modifikasi organofilik membuat silikat kompatibel dengan polimer
(Arroyo, 2002). Bahan silikat yang sering digunakan adalah turunan dari
phyllosilicate seperti mika, talc, montmorilonite, vermiculite, hectorite dan saponite. Seluruh bahan yang disebutkan di atas dikenal dengan sebutan bahan 2:1 berlapis
silikat (layered silicate) (Paul, 2008).
Ada 4 (empat) jenis dispersi polimer berlapis silikat dalam sebuah matrik
polimer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13:
a. Dispersi konvensional dari lempung yang tidak terinterkalasi
b. Bentuk interkalasi dimana d-spacing < 8.8nm
Gambar. 2.13. Distribusi Silikat Berlapis dalam matriks polimer
Sejak pertama kali dalam industri karet, untuk membuat kompon karet selalu
menggunakan pengisi. Pengisi yang dimasukkan ke dalam kompon terdiri dari dua
jenis yaitu pengisi inert (inert fillers) dan pengisi penguat (reinforcing fillers). Pengisi inert ditambahkan ke dalam karet untuk menambah volume dan mengurangi biaya.
Kontras dengan pengisi penguat seperti karbon hitam dan silika yang akan menambah
sifat mekanik, untuk mengubah konduktivitas listrik, meningkatkan ketahanan
terhadap panas dan pembakaran. Paling sedikit 20% pengisi harus ditambahkan ke
dalam kompon untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Nanokomposit berbasis
2. 4. 2 Aplikasi dan Penggunaan Nanokomposit
Beberapa aplikasi penting teknologi yang didasarkan material nano antara lain
produksi bubuk nano keramik dan material lain, nanokomposit, pengembangan sistem
nanoelektrokimia, aplikasi penggunaan tabung nano untuk menyimpan hidrogen, chip
DNA dan chip untuk menguji kadar logam dalam kimia ataupun biokimia. Teknologi
nano juga digunakan dalam mendeteksi gen maupun mendeteksi obat dalam bidang
kedokteran. Selain itu, juga dapat digunakan dalam alat-alat nanoelektronik.
Pengembangan teknologi nano lebih lanjut dapat diaplikasikan dalam pembuatan laser
jenis baru, nanosensor, nanokomputer (yang berbasis tabung nano dan material nano),
dan banyak lagi aplikasi lainnya (Rao, et al, 2004).
2. 5 Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer
2. 5. 1 Spektroskopi Infra merah Fourier-Transform (FTIR)
Serapan radiasi infra merah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan
kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang
elektromagnetik. Ada dua jenis vibrasi ikatan kimia yang dapat menyerap radiasi infra
merah, yakni vibrasi longitudinal dan vibrasi sudut.
Molekul polimer dikenal dengan karakteristik rantai yang terdiri dari sejumlah
satuan-ulangan (sampai 102 – 105 unit per rantai). Secara teori spektrum inframerah bahan polimer akan tergantung dari karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan
ulangannya. Akan tetapi, berbeda dengan senyawa bobot molekul rendah yang murni,
struktur satuan-ulangan dalam rantai polimer tidak selamanya identik. Ditambah lagi
perubahan susunan geometris, perubahan orientasi ikatan dan bentuk kristal akan
mempengaruhi serapan inframerah oleh kimia satuan-ulangan. Karena itu dapat diduga
bahwa polimer dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari 103 – 106 atom per molekul akan memberikan sejumlah besar pita serapan.
Pada dasarnya, teknik FTIR adalah sama dengan spektroskopi inframerah
2. 5. 2 Uji Tarik (Tensile Strength)
Sifat mekanik polimer termoplastik merupakan respon terhadap pembebanan yang
secara umum dapat dijelaskan dengan mempelajari hubungan antara struktur rantai
molekulnya dan fenomena yang teramati. Terjadinya deformasi pada polimer dapat
dilihat pada Gambar 2.14. Pola hasil pengujian tarik dari mesin uji antara gaya tarik
dan perpanjangan dapat dilihat dalam Gambar 2.15. Perilaku mekanik dari polimer
termoplastik secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu: (1) Perilaku
elastik, (2) Perilaku plastik, dan (3) Perilaku visko-elastik, hal ini diperlihatkan pada
Gambar 2.15
(http:/www.infometrik.com/2009/09/mengenal-uji-tarik-dan-sifat-sifat-mekanik-logam).
Perilaku termoplastik secara umum adalah elastik non-linear yang tergantung pada waktu (time-dependent) , ada dua mekanisme yang terjadi pada daerah elastis, yaitu:
(1) Distorsi keseluruhan bagian yang mengalami deformasi
(2) Regangan dan distorsi ikatan-ikatan kovalennya.
Perilaku elastik non-inear atau non-proporsional pada daerah elastis terutama berhubungan
dengan mekanisme distorsi dari keseluruhan rantai molekulnya yang linear atau linear
dengan cabang. Perilaku plastis pada polimer termoplastik pada umumnya dapat
dijelaskan dengan mekanisme gelinciran rantai (chain sliding). Ikatan sekunder sangat berperan dalam mekanisme ini akan berperan sebagai semacam ‗tahanan‘ dalam proses
gelincir atau deformasi geser (shear) antar rantai molekul yang sejajar searah dengan arah garis gaya. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa ikatan sekunder sangat
menentukan ketahanan polimer termoplastik terhadap deformasi plastik atau yang
Gambar 2.14 Spesimen Uji Tarik dan Perilaku Polimer Termoplastis Saat Mengalami Pembebanan pada Mesin Uji Tarik
Gambar.2.15.Kurva Hubungan Tegangan Terhadap Regangan
Gelinciran rantai molekul polimer termoplastik dapat pula dilihat sebagai aliran
viskos dari suatu fluida. Kemudahan molekul polimer untuk dideformasi secara
permanen dalam hal ini berbanding lurus dengan viskositas dari polimer. Perilaku
penciutan (necking) dari polimer termoplastik amorph agak sedikit berbeda dengan
penciutan akan terjadi kristalisasi yang menyebabkan penguatan lokal pada daerah
tersebut dan penurunan laju deformasi.
Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis dengan cara sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya di mana gaya tarik yang
diberikan sebesar P (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifat-sifat mekanik tarik
(kekuatan tarik) dari komposit yang diuji. Pertambahan panjangnya (Δl) yang terjadi
akibat gaya tarikan yang diberikan pada sampel uji disebut deformasi, dan regangan
merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula
yang dinyatakan dalam persamaan (2.1). Regangan merupakan ukuran untuk
kekenyalan suatu bahan yang harganya biasanya dinyatakan dalam persen .
……..………(2.1)
dengan:
ε = regangan (%)
Δl = pertambahan panjang (m)
lo = panjang mula-mula (m) l = panjang akhir (m)
Perbandingan gaya pada sampel terhadap luas penampang lintang pada saat
pemberian gaya disebut tegangan (stress). Tegangan tarik maksimum suatu kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya tarik maksimum dengan luas penampang mula-mula, dengan persamaan (2.2) sebagai berikut:
ζ
………(2.2)dengan:
ζm = Tegangan tarik maksimum (Nm-2) Pm = Gaya tarik maksimum (N)
Gaya maksimum adalah besarnya gaya yang masih dapat ditahan oleh sampel sebelum
putus.
Modulus Young adalah ukuran suatu bahan yang diartikan sebagai ketahanan
material tersebut terhadap deformasi elastik. Makin besar modulusnya maka semakin
kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan . Kurva hubungan
tegangan terhadap regangan dapat dilihat pada Gambar 2.16
(http:/www.infometrik.com/2009/09/mengenal-uji-tarik-dan-sifat-sifat-mekanik-logam).
Gambar. 2.16. Kurva Tegangan-Regangan Bahan Kenyal
Grafik 2.16 merupakan kurva tegangan regangan bahan kenyal yang
menunjukkan bahwa dari bagian awal kurva tegangan-regangan mulai dari titik 0
sampai a merupakan daerah elastis, daerah ini berlaku hukum Hooke. Titik a
merupakan batas plastis yang didefenisikan sebagai tegangan terbesar yang dapat
ditahan oleh suatu bahan tanpa mengalami regangan permanen apabila beban
ditiadakan. Dengan demikian, apabila beban ditiadakan di sebarang titik 0 dan a, kurva
akan menelusuri jejaknya kembali dan bahan yang bersangkutan akan kembali ke
bahan menjadi putus. Dari titik a sampai c dikatakan bahan mengalami deformasi plastis. Jika jarak titik 0 dan a besar, maka bahan itu dikatakan kenyal (ductile). Jika pemutusan terjadi segera setelah melewati batas elastis maka bahan itu dikatakan
rapuh. Pada daerah antara titik 0 dan a berlaku hukum Hooke dan besarnya modulus elastisitas pada daerah ini dapat ditulis dengan persamaan (2.3) berikut ini:
………(2.3)
Dengan :
E = modulus elastisitas atau Modulus Young (Nm-2) ζ = tegangan (Nm-2)
ε = regangan (%)
Penggunaan bahan polimer sebagai bahan teknik misalnya dalam industri suku cadang
mesin, konstruksi bangunan dan transportasi, tergantung sifat mekanisnya, yaitu
gabungan antara kekuatan yang tinggi dan elastisitas yang baik. Sifat mekanis yang
khas ini disebabkan oleh adanya dua macam ikatan dalam bahan polimer, yakni ikatan
kimia yang kuat antara atom dan interaksi antara rantai polimer yang lebih lemah
(Wirjosentono, 1995).
2.5. 3 Pengujian Kestabilan Termal (Thermal Gravimetry Analysis/TGA)
TGA merupakan suatu teknik mengukur perubahan jumlah dan laju berat dari material
sebagai fungsi dari temperatur atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol. Pengukuran
digunakan untuk menentukan komposisi material dan memprediksi stabilitas termalnya
pada temperatur mencapai 1000o C. Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi atau
dehidrasi.
Analisa termal dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik dan
kimia material sebagai fungsi dari suhu. Pada prakteknya, istilah analisa termal
seringkali digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu. Misalnya entalpi, kapasitas
panas, massa dan koefisien ekspansi termal. Karakteristik termal memegang peranan
penting terhadap sifat suatu bahan karena berkaitan erat dengan struktur dalam bahan
mengakibatkan adanya perubahan dalam kapasitas panas atau energi termal bahan
tersebut.
Teknik analisa termal digunakan untuk mendeteksi perubahan fisika
(penguapan) atau kimia (dekomposisi) suatu bahan yang ditunjukkan dengan
penyerapan panas (endotermik) dan pengeluaran panas (eksotermik). Proses termal
meliputi antara lain proses perubahan fase (transisi gelas), pelunakan, pelelehan,
oksidasi, dan dekomposisi. Kaitannya dengan industri, teknik analisa termal digunakan
untuk penentuan kontrol kualitas suatu produk atau bahan khususnya polimer. Tanpa
adanya pengetahuan data-data termal, pemrosesan suatu bahan akan sangat sulit
dilakukan. Sifat termal suatu bahan menggambarkan kelakuan dari bahan tersebut jika
dikenakan perlakuan termal (dipanaskan atau didinginkan). Dengan demikian
pengetahuan tentang sifat termal suatu bahan menjadi sangat penting dalam kaitannya
dengan pemrosesan bahan menjadi barang jadi maupun untuk kontrol kualitas. Ketika
zat organik dipanaskan sampai suhu tinggi maka memiliki kecendrungan untuk
membentuk senyawa-senyawa aromatik, hal ini mengikuti fakta bahwa
polimer-polimer aromatik mesti tahan terhadap suhu tinggi. Agar suatu polimer-polimer layak dianggap
stabil panas atau tahan panas, polimer tersebut harus tidak terurai di bawah suhu 400oC dan harus mempertahankan sifatnya yang bermanfaat pada suhu dekomposisi,
polimer-polimer demikian harus memiliki suhu transisi gelas atau peleburan kristal yang tinggi.
Stabilitas panas utamanya merupakan fungsi dari energi ikatan. Ketika suhu
naik ke titik di mana energi getaran menimbulkan putusnya ikatan, polimer yang
bersangkutan akan terurai. Dekomposisi dalam udara adalah suatu ukuran untuk
stabilitas termooksidatif bahan pada umumnya mengikuti mekanisme yang berbeda.
Akan tetapi adanya oksigen, memiliki efek kecil terhadap suhu dekomposisi awal, oleh
karena itu putusnya ikatan utamanya merupakan sebuah proses termal bukan oksidatif.
Thermogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu
senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu. Hasilnya biasanya berupa rekaman
diagram yang kontinyu; reaksi dekomposisi satu tahap yang skematik diperlihatkan
dipanaskan pada laju konstan, berkisar antara 1–20 oC /menit, mempertahan berat awalnya , Wi, sampai mulai terdekomposisi pada suhu Ti. Pada kondisi pemanasan dinamis, dekomposisi biasanya berlangsung pada range suhu tertentu, Ti – Tf, dan daerah konstan kedua teramati pada suhu diatas Tf, yang berhubungan harga berat
residu Wf. Berat Wi, Wf, dan ΔW adalah harga-harga yang sangat penting dan dapat digunakan pada perhitungan kuantitatif dari perubahan komposisinya, dll.
Gambar 2.17. Skema termogram bagi reaksi dekomposisi satu tahap
2. 5. 4 Mikroskop Pemindai Elektron (SEM)
SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi (TEM) dalam hal ini suatu berkas
insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang
terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam
tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang
besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi.
Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi
memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi
sekitar 100 . Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi
pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan
perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian-bagiannya (Stevens, 2001).
2. 5. 5 Difraksi Sinar – X
Difraksi sinar–X berdasarkan interferensi konstruktif dari sinar–X monokromatik dan
kristal sampel. Sinar–X dihasilkan oleh tabung sinar katoda, disaring untuk
menghasilkan radiasi monokrmatik, dan diarahkan terhadap sampel. Interaksi antara
sinar–X dengan sampel menghasilkan interferensi konstruktif (sinar difraksi) ketika
kondisinya memenuhi Hukum Bragg yang dapat dilihat pada persamaan (3) berikut:
...(2.5)
dengan :
n = Bilangan bulat yang menyatakan fasa pada fraksi yang menghasilkan terang
= Panjang gelombang sinar–X yang tergantung dari tabung anoda dari generator penghasil sinar–X yang digunakan
d = Lebar celah
= Sudut difraksi (sudut pengukuran dalam derajat)
Hukum ini menyatakan hubungan antara panjang gelombang radiasi
elektromagnetik terhadap sudut difraksi dan jarak kisi dalam kristal sampel.
Kemudian, difraksi sinar–X terdeteksi, diproses, dan dihitung. Dengan scanning sampel berjarak sudut 2 , semua arah difraksi yang mungkin dari kisi tercapai.
Perubahan puncak difraksi untuk jarak (d) memungkinkan untuk melakukan
identifikasi bahan karena masing – masing bahan mempunyai satu set jarak (d) yang
khas. Biasanya, kondisi tersebut dicapai ketika membandingkan jarak (d) dengan
rujukan standar bahan. Karakterisasi XRD bertujuan untuk menganalisis struktur
hubungan fasa tertentu antara dua gerak gelombang atau lebih sehingga paduan
gelombang tersebut saling menguatkan.
Sinar-X dihamburkan oleh atom – atom dalam zat padat material. Ketika
sinar-X jatuh pada kristal dari material maka akan terjadi hamburan ke segala arah yang
bersifat koheren. Sifat hamburan sinar-X yang koheren mengakibatkan sifat saling
menguatkan atau saling melemahkan pada paduan gelombang. Sedangkan ukuran
kristal dapat ditentukan dari persamaan Scherrer yang dapat dilihat dari persamaan
(2.6).
...(2.6)
dengan :
L = ukuran kristal
λ = panjang gelombang radiasi sinar-X yang digunakan
β = lebar dari setengah puncak gelombang tertinggi
θ = sudut puncak
Selain untuk mengetahui fasa kristalin dalam material, teknik XRD juga dapat
digunakan untuk mengamati morfologi nanokomposit.
2.5.6 Analisis distribusi ukuran partikel menggunakan Particle Size Analyzer
(PSA)
Particle Size Analyzer (PSA) dapat menganalisis partikel suatu sampel yang bertujuan menentukan ukuran partikel dan distribusinya dari sampel yang representatif.
Distribusi ukuran partikel dapat diketahui melalui gambar yang dihasilkan. Ukuran
tersebut dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan
ukuran dan distribusi partikel menggunakan PSA dapat dilakuan dengan (1) difraksi
sinar laser untuk partikel dari ukuran submikron sampai dengan milimeter, (2) counter principle untuk mengukur dan menghitung partikel yang berukuran mikron sampai dengan milimeter, dan (3) penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang