• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Danau Toba - Model Pengelolaan Keramba Jaring Apung (KJA) Masyarakat Berkelanjutan di Danau Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Danau Toba - Model Pengelolaan Keramba Jaring Apung (KJA) Masyarakat Berkelanjutan di Danau Toba"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Danau Toba

Kawasan Danau Toba adalah Kawasan Strategis Nasional (wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara) yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional.

Danau Toba terletak di pegunungan Bukit Barisan berlokasi di Provinsi

Sumatera Utara, secara administrasi pemerintahan merupakan bagian dari 7 wilayah kabupaten, yaitu : Kabupaten Karo; Simalungun; Dairi; Toba Samosir;

(2)

Danau Toba adalah perairan daratan yang memiliki peran multi sektor, baik bagi kepentingan masyarakat lokal maupun nasional bahkan internasional. Wilayah Danau Toba adalah pusat kepariwisataan di Sumatera Utara, dengan daya tarik utamanya panorama hamparan air Danau Toba dan kawasan sekitarnya merupakan objek pariwisata yang sudah dikenal ke mancanegara. Hal ini telah menjadi kebijakan nasional, bahwa kawasan Danau Toba menjadi salah satu andalan dan potensi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPNAS) (Ardika, 1999). Potensi yang sangat besar dari perairan Danau Toba adalah air yang mengalir melalui outletnya yang telah dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sigura-gura yang memiliki kapasitas yang cukup besar (286 Megawatt) dan telah beroperasi sejak tahuh 1982, bandingkan dengan PLTA Maninjau yang hanya 68 MW (Lukman, 2010).

Danau Toba merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta ekonomi. Hal ini berkaitan dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai organisme air, sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitar, sebagai tempat penangkapan dan budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA), kegiatan transportasi air, dan menunjang berbagai jenis industri.

(3)

Kondisi ekosistem kawasan ini berpengaruh langsung dan tidak langsung bagi daerah hilirnya. Ekosistem kawasan danau memiliki nilai ekologi, sosial budaya dan ekonomi bagi kehidupan manusia.

Kawasan Danau Toba, adalah salah satu kawasan andalan wisata yang merupakan aset nasional, dan memiliki nilai strategis bagi Propinsi Sumatera Utara, dengan fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai andalan daerah tujuan wisata, sumber air bersih bagi penduduk, kegiatan perikanan, baik secara tradisional maupun budidaya KJA, kegiatan pertanian, kegiatan transportasi air dan pembangkit tenaga listrik.

2.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup selalu diartikan sebagai gabungan dari semua faktor-faktor eksternal atau kondisi-kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan mahluk-mahluk yang yang ada di dalamnya. Karena lingkungan hidup mencakup semua mahluk hidup dan benda-benda mati (seperti udara, tanah, air) yang berpengaruh terhadap organisme.

(4)

Untuk meningkatkan kualitas hidup, manusia selalu memanfaatkan sumber daya alam bahkan secara berlebihan. Semakin terbatas sumber daya alam untuk mendukung manusia, semakin sulit manusia mempertahankan kualitas hidup yang layak. Hal ini berarti, bahwa banyak masalah lingkungan hidup terjadi karena proses peningkatan kualitas hidup (Soemarwoto, 2004).

Dengan bertambahnya jumlah penduduk, berarti penggunaan sumber daya alam semakin tinggi, akibatnya pelepasan sisi-sisa (limbah) ke lingkungan juga bertambah. Karena lingkungan mempunyai daya dukung terbatas, maka dalam jangka waktu tertentu lingkungan tidak dapat lagi mendukung semua kegiatan dan kebutuhan manusia. Hal ini sangat berbahaya bagi lingkungan, terutama bagi manusia itu sendiri.

Pengelolaan lingkungan dapatlah kita artikan sebagai usaha sadar untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Karena persepsi tentang kebutuhan dasar, terutama untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, tidak sama untuk semua golongan masyarakat dan berubah-ubah dari waktu ke waktu, pengelolaan lingkungan haruslah bersifat lentur. Dengan kelenturan itu kita berusaha untuk menutup pilihan golongan masyarakat tertentu untuk mendapatkan kebutuhan dasarnya atau menutup secara dini pilihan kita untuk kemudian hari (Soemarwoto, 2004).

(5)

kebiasaan menekan rasa jijiknya terhadap air yang kotor, air bersih tidak lagi dirasakan sebagai kebutuhan dasar kelompok manusia tersebut.

Pengelolaan lingkungan sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru, sejak manusia ada, ia telah melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan. Manusia pemburu harus mencari dan mengejar hewan buruannya. Hasilnya tidak dapat dipastikan. Kadang-kadang banyak dan kadang-kadang sedikit. Jenis hewan yang tertangkap pun tidak dapat dipastikan. Untuk dapat lebih memastikan atau memperbesar kepastian hasilnya, baik dalam jumlah maupun dalam jenis hewan yang dapat ditangkapnya, manusia menjinakkan dan memelihara hewan tertentu sebagai ternak. Ia membuat dan memelihara padang rerumuputan. Ia menjaga pula ternaknya terhadap serangan hewan buas. Dengan perkembangan peternakan itu manfaat lingkungan dapat diperbesar dan resiko lingkungan diperkecil, sehingga kemungkinan terpenuhinya kebutuhan dasarnya dapat lebih terjamin. Hal yang serupa kita dapatkan dalam perikanan, pertanian dan perhutanan. Domestikasi, yaitu penjinakan dan pemeliharaan, ikan, ternak dan tumbuhan merupakan usaha pengelolaan lingkungan yang dimulai sangat awal dalam kebudayaan manusia.

Pembangunan mempunyai tujuan jangka panjang dalam arti kita tidak hanya membangun untuk kita, melainkan juga untuk anak cucu kita, generasi yang akan datang. Dalam hubungan ini patutlah kiranya untuk kita renungkan konsep pembangunan di bumi pada umumnya dan tanah air Indonesia pada khususnya.

(6)

mempengaruhi. Faktor biofisik penting yang menentukan daya dukung berkelanjutan ialah proses ekologi yang merupakan sistim pendukung kehidupan dan keanekaan jenis yang merupakan sumberdaya gen. Misalnya, hutan adalah salah satu faktor ekologi dalam sistim pendukung kehidupan. Hutan melakukan proses fotosíntesis yang menghasilkan oksigen yang kita perlukan untuk pernafasan kita. Apabila proses fotosíntesis terhenti atau menurun drastis karena hutan atau tumbuhan pada umumnya habis atau sangat berkurang, kandungan oksigen dalam udara akan menurun dan kehidupan kita akan terganggu. Kerusakan hutan akan mengakibatkan rusaknya tata guna air dan terjadinya erosi tanah. Hutan bakau melindungi pantai dari hempasan ombak. Hutan bakau juga merupakan habitat berbagai macam udang, kepiting dan ikan, dan karena itu merupakan ekosistem yang amat penting dalam perikanan.

Pembangunan pada hakekatnya adalah pengubahan lingkungan, yaitu mengurangi resiko lingkungan atau dan memperbesar manfaat linkungan. Sejak berabad tahun yang lalu nenek moyang kita telah mengubah hutan menjadi daerah permukiman dan pertanian. Pengubahan hutan menjadi sawah merupakan usaha untuk memanfaatkan lahan untuk produksi bahan makanan dalam kondisi curah hujan yang tinggi dan juga untuk mengurangi resiko erosi di daerah yang banyak bergunung. Hingga sekarang pencetakan sawah baru masih terus berjalan. Dengan pengubahan hutan atau tataguna lahan menjadi sawah berubahlah pula keseimbangan lingkungan.

(7)

hidup yang lebih tinggi itu. Dengan demikian jelaslah bahwa yang kita lestarikan bukanlah keserasian dan keseimbangan lingkungan, melainkan kita ingin melestarikan daya dukung lingkungan yang dapat menopang secara berkelanjutan pertumbuhan dan perkembangan yang kita usahakan dalam pembangunan. Walaupun lingkungan berubah, kita usahakan agar tetap ada kondisi yang mampu untuk menopang secara terus-menerus pertumbuhan dan perkembangan, sehingga kelangsungan hidup kita dan anak cucu kita dapat terjamin pada tingkat mutu hidup yang makin baik.

Berkenaan dengan pengelolaan ekosistem kawasan Danau Toba, Panjaitan (2009) menyatakan bahwa para pemangku amanah ekosistem kawasan Danau Toba pada tahun 2004 telah menyepakati bahwa Pengelolaan Ekosistem Danau Toba saat ini adalah mengedepankan pendekatan ekosistem dimana pengelolan Ekosistem Kawasan Danau Toba dilakukan secara bersama-sama dan dengan mendefenisikan dan mengintegrasikan keberatan faktor-faktor ekologi, ekonomi dam sosial di wilayah para Pemangku Amanah secara ekologis, bukan berdasarkan batas-batas administratif, sektor, dan kewilayahan semata.

Mengingat fungsi ekosistem Danau Toba yang sangat beranekaragam, diperlukan suatu strategi pengelolaan yang efisien agar kelestarian ekosistem Danau Toba dapat tetap dipertahankan sejalan dengan pemanfaatan yang dilakukan untuk berbagai kepentingan.

2.3 Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Lingkungan

(8)

untuk menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat. Pengertian dari segi ekonomi ini juga dilatarbelakangi oleh ilmu biologi yang membahas keberlanjutan dari segi kemampuan dan kesesuaian (capability and surtability) suatu lokasi dengan potensi regenarasi/productivitas lingkungan hidupnya.

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997).

Konsep ‘berkelanjutan’ (sustainability) sebenarnya telah lama dikenal sebagai bagian dari biologi. Pada konferensi “Analisa dan Manajemen Penggunaan Berkelanjutan Tanah Hutan Tropis” (Forest Land Assessment and Management for Sustainable Uses) perkataan ‘sustainable use’ diartikan sebagai:

continuing national use of land without severe or permanent deterioration in the quality and quantity of one or more component of the

integrated ecosystem or landscape unit’.

(9)

Pengertian pembangunan berkelanjutan dapat ditemukan baik secara eksplisit maupun implisit dalam berbagai perjanjian internasional dan berbagai instrumen lainnya. Laporan Komisi Brundtland pada tahun 1987 merupakan pengertian hukum yang luas dan dianut secara luas yang memberikan pengertian ‘sustainable development’: ‘development that meet the needs of the present generation without compromising the ability of future generation to meet their

own needs’

Ada dua konsep tentang membangun konsep sustainable development,

yaitu konsep kebutuhan (needs) terutama kebutuhan dasar generasi saat ini, dan ide keterbatasan yang didasarkan pada pertimbangan kemajuan teknologi dan organisasi sosial untuk menetapkan daya dukung lingkungan yang mampu menopang kehidupan generasi sekarang dan generasi masa depan. Laporan Brundtland mengidentifikasi beberapa masalah kritis yang perlu dijadikan dasar kebijakan lingkungan bagi konsep pembangunan berkelanjutan:

a) Mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kualitas (reviving growth

and changing its quality);

b) Memenuhi kebutuhan pokok mengenai pekerjaan, makanan, energi, air dan sanitasi (meeting essestial needs for jobs, food, energy, water, and sanitation);

c) Menjamin tingkat pertumbuhan penduduk yang mendukung keberlanjutan (ensuring asustainable level of population);

(10)

and enhancing the resource base);

e) Orientasi teknologi dan mengelola resiko (reorienting technology

and managing risks) dan

f) Memadukan pertimbangan lingkungan ekonomi dalam proses pengambilan keputusan (merging environment and economics in decision-making).

Arah dan tujuan pembinaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah dijabarkan lebih lanjut sebagai:

1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup baik fisik, sosial dan ekonomi yang mendukung pembanguan daerah yang berkelanjutan.

2. Meningkatnya pengenalan jumlah dan mutu sumberdaya alam serta jasa lingkungan, pengenalan tingkat kerusakan, penggunaan dan kemungkinan pengembangannya.

3. Terpeliharanya kawasan konservasi, keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem khususnya Daerah Aliran Sungai (DAS).

4. Terbentuknya sistem kelembagaan lingkungan hidup yang lebih efisien dan efektif, mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota, baik dalam lingkungan pemerintahan, dunia usaha maupun kegiatan kemasyarakatan.

(11)

6. Pulihnya potensi/produktivitas lahan kritis untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan serta meningkatkan fungsi lingkungan hidup.

7. Meningkatnya ketersediaan data dan informasi lingkungan hidup yang dipadukan dalam suatu Jaringan Sistem Informasi Lingkungan Hidup Daerah.

Konsep berkelanjutan dalam budidaya ikan menurut Beveridge (1996), ditentukan dari langkah awal dan umumnya dimulai dari dari pemilihan lokasi, karena pemilihan lokasi yang salah akan menyebabkan kegiatan budidaya tidak berlangsung lama.

2.4 Pengelolaan Danau Secara Terpadu

(12)

suksesi suatu perairan danau. Hilangnya ekosistem danau mengakibatkan kekurangan cadangan air tanah pada suatu kawasan/wilayah yang bakal mengancam ketersediaan air bersih bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Akibatnya, keberlanjutan suatu lingkungan hidup yang didalamnya terdapat manusia dan alam terancam tak dapat berlanjut. Darmono (2001) menyatakan pengaruh negatif dari eutrofikasi di perairan danau adalah terjadinya perubahan keseimbangan kehidupan antara tanaman air dan hewan air, sehingga beberapa spesies ikan akan musnah dan tanaman air akan menghambat laju arus air.

Beberapa fungsi penting ekosistem ini sebagai berikut:

1. Sebagai sumber plasma nuftah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik.

2. Sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang penting.

3. Sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya (rumah tangga, industri dan pertanian).

4. Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah. 5. Memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat

mempengaruhi kelembaman dan tingkat curah hujan setempat.

6. Sebagai sarana transportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari tempat satu ke tempat lainnya.

(13)

Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah:

1. Sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri.

2. Sebagai pembuangan yang memadai dan paling murah (Connell dan Miller, 1995).

Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke danau, aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah yang secara alami mengisi cekungan dimuka bumi ini. Bentuk fisik danau pun memberikan daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis. Jika kita membiarkan semua demikian, maka akan mengakibatkan danau tak akan bertahan lama berada di muka bumi ini. Saat ini kita melihat ekosistem danau tidak dikelola sebagaimana mestinya, sebaliknya untuk memenuhi kepentingan manusia, lingkungan sekitar danau diubah untuk dicocokkan dengan cara hidup dan cara bermukim manusia.

(14)

apung dan pariwisata menambah limbah bahan organik yang masuk ke perairan danau.

Eutrofikasi dan pencemaran merupakan permasalahan lingkungan yang berpengaruh terhadap perairan danau secara umum dimana akibat yang ditimbulkannya akan mempengaruhi kelangsungan hidup. Suryono et al. ( 2010), Eutrofikasi atau sering disebut pengkayaan unsur hara dalam perairan akan mengakibatkan perairan menjadi subur. Proses eutrofikasi sendiri merupakan proses alami yang akan terjadi pada setiap perairan tergenang namun dalam waktu yang lama. Seiring dengan meningkatnya aktifitas masyarakat, maka akan memeberikan masukan berupa unsur hara ke badan air danau dan jika proses pulih diri (self purification) terlampaui maka akan mempercepat proses eutrofikasi.

(15)

Rekomendasi yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah yang berkaitan dengan:

a. kelebihan kapasitas penangkapan ikan;

b. ketidakseimbangan antara kepentingan berbagai pihak dalam memanfaatkan sumberdaya;

c. kerusakan habitat, kecenderungan kepunahan jenis ikan tertentu; d. degradasi sumberdaya perikanan;

e. peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan yang tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat.

2.5 Keramba Jaring Apung di Danau Toba

Kegiatan budidaya ikan di dalam keramba jaring apung (KJA) akan memberikan nilai tambah bagi sumberdaya perairan. Saat ini Danau Toba telah dimanfaatkan antara lain untuk sebagai lokasi penangkapan dan budidaya keramba jaring apung.

(16)

ditambah dengan cocoknya iklim di air danau dengan perkembangan ikan, membuat penggunaan KJA semakin banyak.

Namun dalam perkembangannya, pemakaian metode KJA di perairan danau, telah menimbulkan banyak problema. Mulai dari kematian ikan yang mendadak hingga ke persoalan terganggunya ekosistem di danau. Pengembangan KJA akan bernilai positif selama dalam batas kapasitas daya dukung (DD) perairan. Peningkatan KJA yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang buruk pada masa yang akan datang (Lukman et al. 2011).

2.6 Ekosistem Danau

Secara umum ekosistem perairan darat dapat dibagi menjadi dua yaitu perairan lentik dan perairan lotik. Perairan lentik disebut juga perairan tenang karena mempunyai kecepatan arus yang lambat sehingga terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang cukup lama. Yang termasuk perairan lentik adalah danau, kolam rawa, waduk, situ dan telaga. Sementara itu perairan lotik merupakan perairan berarus deras atau memiliki kecepatan arus tinggi yang disertai dengan perpindahan massa air dengan cepat. Yang termasuk kedalam perairan lotik misalnya sungai dan kanal.

(17)

dengan aliran tertentu dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Jorgensen dan Vollenweiden, 1989; Barus, 2004).

Menurut Ruttner (1977), danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain, serta mempunyai produktivitas biologi yang tinggi.

Sebagai ekosistem perairan lentik, perairan danau ditandai dengan keadaan arus air yang sangat lambat (0,001-0,01 m/detik) atau bahkan tidak ada arus sama sekali, sehingga waktu tinggal air (residence time) dapat berlangsung dalam waktu sangat lama. Karena kondisi arus air pada danau sangat lambat, maka pengaruhnya tidak begitu besar terhadap kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Menurut Wetzel (2001), perairan danau biasanya memiliki stratifikasi vertikal kualitas air yang bergantung pada kedalamaan dan musim. Adanya perbedaan sifat air antar lapisan terutama berkaitan dengan perbedaan intensitas cahaya matahari yang diserap, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan suhu air pada setiap kedalaman.

Berdasarkan adanya perbedaan suhu yang terdapat pada setiap kedalaman air, Effendi (2003) membedakan suatu perairan danau secara vertikal menjadi tiga stratifikasi, yaitu :

(18)

badan air lapisan ini dapat bercampur dengan baik akibat dari pengaruh angin dan gelombang.

2. Metalimnion atau yang sering disebut termoklin. Lapisan ini berada di sebelah bawah lapisan epilimnion. Pada lapisan ini perubahan suhu secara vertikal relatif besar, dimana setiap penambahan kedalaman 1 meter, terjadi penurunan suhu air sekitar 10 C.

3. Hipolimnion, adalah lapisan paling dalamdari perairan danau, yang terletak di sebelah bawah lapisan termoklin. Lapisan ini mempunyai suhu yang lebih dingin dan perbedaan suhu vertikal relatif kecil, massa airnya stagnan, tidak mengalami percampuran dan memiliki kekentalan air (densitas) lebih besar. Selain membedakan lapisan air berdasarkan suhu, suatu perairan danau dapat juga menjadi beberapa zona. Dalam hal ini, Odum (1996) membedakan suatu perairan danau menjadi tiga zona, yaitu :

1. Zona litoral, adalah daerah perairan dangkal pada danau, dimana penetrasi cahaya dapat mencapai hingga ke dasar perairan. Organisme utama yang hidup pada zona ini terdiri dari produser yang meliputi tanaman berakar (anggota spermatophyta) dan tanaman yang tidak berakar (fitoplankton, ganggang), sedangkan konsumernya meliputi beberapa larva serangga air, rotifera, moluska, ikan, penyu, zooplankton dan lain sebagainya.

(19)

sedangkan organisme konsumernya meliputi zooplankton dari copepoda, rotifera dan beberapa jenis ikan.

3. Zona profundal, adalah daerah dasar dari perairan danau yang dalam, dimana pada daerah ini tidak dapat lagi dicapai oleh penetrasi cahaya efektif. Sebagai organisme utama yang hidup pada zona ini adalah konsumer yang meliputi jenis cacing dan kerang-kerang kecil.

2.6.1 Faktor Fisika dan Kimia Air

Panjaitan (2009) menyatakan bahwa sekarang ini kualitas fisika dan kimia perairan Danau Toba telah mengalami penurunan oleh berbagai kegiatan manusia terutama kegiatan pemeliharaan ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) sehingga sasaran manfaat air Danau Toba layak dikonsumsi sebagai air minum tidak akan tercapai di Ekosistem Kawasan Danau Toba.

2.6.1.1 Suhu Air

(20)

mempunyai kisaran toleransi suhu yang sempit (stenotermal). Jadi suhu merupakan faktor pengendali (controlling factor) bagi proses respirasi dan metabolisme biota akuatik yang berlanjut terhadap pertumbuhan dan proses fisiologis serta siklus reproduksinya (Hutabarat dan Evans, 1984). Selain itu, menurut Stumn dan Morgan (1981), suhu air juga dapat mempengaruhi proses dan keseimbangan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam ekosistem perairan.

Parameter kualitas air yang berinteraksi dengan konsentrasi amonia adalah suhu, suhu yang lebih tinggi mengakibatkan peningkatan perpaduan amonia, oksigen terlarut dan kadar garam (Booth, 1999). Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, tutupan awan, dan aliran air serta kedalaman badan air. Pada danau-danau di daerah tropik, air danau mempunyai kisaran suhu yang cukup tinggi yaitu antara 20-300C, dan secara vertikal menunjukkan adanya penurunan suhu air seiiring dengan bertambahnya kedalaman, oleh karena itu dapat terbentuk stratifikasi air yang mantap sepanjang tahun. Sebagai akibatnya, pada danau yang amat dalam massa air cenderung hanya sebagian yang dapat bercampur (Effendi, 2003).

2.6.1.2 Derajat Keasaman (pH)

(21)

menaikkan kebasaan air, sementara keberadaan asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Selanjutnya, Pescod (1973) menjelaskan bahwa nilai pH air dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut.

Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitasdari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan yang tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah. Perairan dengan kondisi asam kuat akan menyebabkan unsur logam berat seperti aluminium memilki mobilitas yang meningkatdan karena logam ini bersifat toksik maka dapat mengancam kehidupan biota. Demikian juga bila pH air terlalu basa maka keseimbangan amoniumdan amoniak akan terganggu, dalam hal ini kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat toksik terhadap biota akuatik. Selain itu, pH air juga mempengaruhi parameter BOD5 dan kandungan nutrien dalam air seperti fosfat, nitrogen dan nutrien lainnya (Dojildo dan Best, 1992). Selain itu Mahida (1993) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan.

2.6.2 Faktor Kimia Perairan

2.6.2.1 Biochemical Oxygen Demand (BOD)

(22)

dilakukan mikroorganisme terjadi dengan memanfaatkan oksigen yang terlarut dalam air, maka oksidasi bahan organik berakibat terhadap penurunan konsentrasi oksigen terlarut (DO). Penurunan konsentrasi DO dapat terjadi sampai pada tingkat konsentrasi terendah, tergantung pada banyaknya senayawa organik yang didegradasikan. Berdasarkan hal tersebut, maka nilai BOD merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik pada suatu perairan (Lee et al., 1978).

Perairan dengan nilai BOD yang tinggi mengindikasikan bahwa kondisi perairan telah mengalami pencemaran oleh bahan-bahan organik, dan sebaliknya perairan dengan nilai BOD yang rendah mengindikasikan bahwa kondisi perairan miskin akan bahan organik sehingga diindikasikan tidak tercemar oleh limbah-limbah organik.

Menurut Barus (2004) bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai BOD, yaitu jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya organisme aerob yang mampu menguraikan senayawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut.

2.6.2.2 Chemical Oxygen Demand (COD)

(23)

mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik senyawa organik yang dapat di degradasi secara biologi maupun yang sukar atau tidak dapat didegradasi secara biologi (Effendi, 2003). Berdasarkan hal tersebut maka nilai COD dianggap paling baik digunakan untuk menggambarkan tingkat pencemaran keseluruhan bahan-bahan organik pada suatu perairan.

2.6.2.3 Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air yang berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air serta hasil difusi dari udara (APHA, 1989). Sebagian besar dari oksigen terlarut pada perairan danau dan waduk adalah merupakan hasil sampingan dari aktivitas fotosintesis. Proses difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, dimana proses ini hanya dapat terjadi secara langsung pada kondisi air yang diam (stagnant) atau terjadi karena pergolakan massa air (agitasi) yang diakibatkan adanya gelombang atau angin.

(24)

Keberadaan oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi kehidupan semua organisme aerob perairan termasuk mikroorganisme dekomposer. Oksigen terlarut diperlukan untuk proses respirasi, dalam ahl ini pembakaran terhadap bahan organik untuk menghasilkan energi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka oksigen terlarut mempunyai peranan yang sangat penting dalam penguraian bahan-bahan organik oleh berbagai jenis mikroorganisme aerobik (APHA, 1989), sehingga keberadaan oksigen terlarut sangat erat kaitannya dengan keberadaan senyawa organik dalam air dan dapat digunakan sebagai indikator adanya pencemaran limbah organik pada suatu perairan (Lee et al., 1978). Secara umum suatu badan air yang telah mengalami proses eutrofikasi dapat ditandai adanya

penurunan konsentrasi oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion (Suryono et al., 2010).

2.6.2.4.Kandungan Nutrien (N dan P)

2.6.2.4.1 Nitrogen (N)

Nitrogen merupakan salah satu unsur yang esensial dalam tubuh semua makhluk hidup, yang berperan sebagai komponen dasar penyusun molekul asam amino dan protein. Selanjutnya, protein mempunyai bermacam-macam fungsi, yang antara lain adalah sebagai penyusun enzym dan hormon. Dalam air, amonia terjadi dalam dua bentuk, yang secara bersama-sama disebut Nitrogen Amoniak total. Secara kimiawi kedua bentuk ini direpresentasikan sebagai NH4+ dan NH3. NH4+ disebut Amonia terionisasi karena memiliki muatan listrik positif, dan NH3 disebut Amonia yang tidak gtetionisasi (Mason,1988).

(25)

bakteri. Kandungan nitrogen yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh adanya masukan limbah seperti limbah domestik, perikanan, pertanian, peternakan dan limbah industri ke perairan tersebut. Pada perairan, senyawa nitrogen biasanya ditemukan dalam bentuk gas nitrogen (N2), nitri (NO2), nitrat (NO3) dan amonia (NH3), dan amonium (NH4)+ serta beberapa senyawa nitrogen organik kompleks (Haryadi, 2003). Biasanya pada perairan yang alami, senyawa nitrit ditemukan dalam konsentrasi yang sangat rendah, di mana kadarnya lebih rendah dari pada senyawa nitrat. Hal ini disebabkan karena nitrit bersifat tidak stabil, sehingga jika terdapat oksigen yang cukup akan teroksidasi menjadi senyawa nitrat. Senyawa nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat serta antara nitrat dan gas nitrogen (N2) yang biasa dikenal dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi (Effendi, 2003).

Proses nitrifikasi terjadi melalui dua tahap reaksi yaitu reaksi oksidasi amonia (NH3)menjadi nitrit dan selanjutnyareaksi oksidasinitrit menjadi nitrat. Reaksi tersebut melibatkan bakteri-bakteri aerobseperti Nitrosomonasdan Nitrobacter. Proses nitrifikasi dapat berlangsung optimal apabila berada pada lingkungan dengan pH = 8 dan akan berkurang secara nyata apabila pada pH < 7 dan juga terjadi pada suhu antara 250 – 250 C

(26)

2.6.2.4.2 Fosfor (P)

Unsur Pospor merupakan salah satu bahan kimia yang keberadaannya sangat penting bagi semua makhluk hidup, terutama dalam pembentukan protein dan transfer energi di dalam sel seperti ATP dan ADP. Pada ekosistem perairan, fosfor terdapat dalam bentuk senyawa fosfor, yaitu : a) fosfor anorganik; b) fosfor organik dalam protoplasma tumbuhan dan hewan dan c) fosfor oragnik terlarut dalam air, yang terbentuk dari proses penguraian sisa-sisa organisme (Barus, 2004).

Secara alami, senyawa fosfat yang terdapat pada perairan bersumber dari hasil pelapukan batuan mineral seperti Fluoropatite (Ca5(PO4)3F), Hydroxylapatite (Ca5(PO4)3 OH) dan Whytlockite (Ca3(PO4)2) dan dari hasil dekomposisi sisa-sisa organisme di dalam air. Selain sumber alami, senyawa fosfat juga dapat bersumber dari faktor antropogenik yang antara lain berasal dari limbah rumah tangga seperti deterjen, limbah pertanian (pupuk), limbah perikanan dan limbah industri. Sawyer dan Mc.Carty (1978) menyatakan bahwa senyawa fosfor anorganik yang terdapat pada perairan berada dalam dua bentuk, yakni : a) dalam bentuk ortofosfat, yang terdiri dari trinatrium fosfat (Na3PO4), dinatrium fosfat (Na2HPO4), mononatrium fosfat (NaH2HPO4) dan diamonium fosfat (NH3)2HPO4): b) dalam bentuk polyfosfat, yang terdiri dari natrium hexametafosfat (Na3(PO3)6) dan natrium tripolifosfat (Na5P3O10).

(27)

langsung, oleh sebab itu agar senyawa polyfosfat dapat dimanfaatkan tumbuhan akuatik sebagai sumber fosfat, maka senyawa polyfosfat harus terlebih dahulu mengalami hidrolisa menjadi senyawa ortofosfat.

Oleh karena senyawa orthofosfat merupakan senyawa yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman termasuk fitoplankton dan alga pada perairan, maka kesuburan suatu perairan dapat ditentukan berdasarkan kandungan orthofosfatnya. Vollenweider dalam Wetzel (1975) mengklasifikasikan tingkat kesuburan suatu perairan berdasarkan tinggi rendahnya kandungan orthofosfat pada perairan tersebut (Tabel 2.1)

Tabel 2.1 Klasifikasi Perairan Berdasarkan Konsentrasi PO4

No Klasifikasi Orthofosfat (PO4)

(mg/l)

1 Oligotrofik 0,003-0,01

2 Mesotrofik 0,011-0,03

3 Eutrofik 0,031-0,1

Sumber : Vollenweider dalam Wetzel (1975)

(28)

eutrofikasi dapat ditandai dengan adanya kenaikan konsentrasi nutrien N dan P (Suryono et al., 2010).

2.7 Budidaya Ikan Sistem Keramba Jaring Apung (KJA)

Budidaya ikan sistem KJA merupakan kegiatan budidaya ikan yang dapat dikembangkan secara intensif dengan kepadatan (densitas) ikan budidaya yang cukup tinggi, sehingga tidak dapat lagi hanya dengan mengandalkan sumber makanan dari yang tersedia secara alami di perairan, melainkan harus didatangkan dari luar sebagai pakan tambahan. Pada umumnya pakan tambahan yang diberikan adalah pakan buatan yang disebut pelet.

Secara ekonomi usaha budidaya ikan dengan sistem kerambah jaring apung mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: a) menambah efisiensi penggunaan sumberdaya, b) dapat meningkatkan produksi ikan, c) memberikan pendapatan yang lebih teratur dibandingkan dengan hanya bergantung pada usaha penangkapan. Namun demikian, bila pengelolaan budidaya ikan kerambang jaring apung (KJA) yang dilakukan dalam jumlah yang berlebihan dan teknologi yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan perairan akan dapat memberikan dampak yang serius terhadap lingkungan perairan tersebut, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotiknya.

(29)

kegiatan budidaya ikan KJA berpengaruh secara nyata terhadap lingkungan perairan, yaitu mulai dari adanya perubahan hara air, perubahan konsentrasi oksigen terlarut (DO), perubahan konsentrasi metabolik toksik serta berkembangnya organisme-organisme penyebab penyakit, sehingga perairan tersebut menjadi tidak layak lagi untuk dimanfaatkan sebagai sumber air minum, sarana rekreasi dan diperuntukan untuk perikanan itu sendiri.

2.8 Limbah Keramba Jaring Apung (KJA)

Secara umum limbah yang berasal dari kegiatan budidaya ikan KJA adalah limbah organik yang berasal dari sisa-sisa pakan yang tidak terkonsumsi oleh ikan budidaya dan buangan dari sisa metabolisme ikan berupa faeces dan urine. Banyaknya pakan yang tidak terkonsumsi dan faeces yang dihasilkan oleh ikan keramba jaring apung tergantung pada beberapa faktor, antara lain: a) jenis pakan, b) kepadatan ikan di setiap keramba, c) kesehatan ikan yang dipelihara, d) frekwensi pemberian pakan, dan e) metode pemberian pakan dan rasio konversi makanan. Mc Donald et al. (1996); Boyd (1999) menyatakan bahwa dari sejumlah pakan yang diberikan kepada ikan budidaya akan tertinggal sebagai sisa pakan yang tidak terkonsumsi lebih kurang 30%. Selanjutnya, dari sejumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan dieksresikan kembali ke badan air sebagai faeces sekitar 25-30%. Hal ini berarti bahwa limbah organik dari pakan ikan KJA yang terbuang ke badan air secara kontinu jumlahnya cukup besar.

(30)

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Perairan Berdasarkan Konsentrasi PO4

Referensi

Dokumen terkait

Perbuatan yang dikriminalisasi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan bentuk penanggulangan tindak pidana penipuan online yaitu untuk mengatur perbuatan yang

Penambahan gliserol akan mengurangi gaya antar molekul sepanjang rantai polisakarida sehingga struktur film yang dibentuk menjadi lebih halus dan fleksibel (Gontard

Alternatif yang diperlukan meliputi pemanfaatan tanaman air dalam kolam pemijahan untuk merangsang pematangan gonad induk, penggunaan pakan buatan kaya nutrisi berupa campuran pelet

informasi alat berat yang akan disewakan tersedia atau tidak tersedia harus di. informasikan terlebih dahulu ke

Hasil pengujian dengan teknik Wilcoxon Match Pairs menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada perilaku personal hygiene anak pra sekolah TK ABA

Aceh dapat dikatakan sebagai daerah yang memiliki pengalaman sejarah seperti yang telah disebutkan di atas dalam penyesuaiannya sudah relatif sangat lentur dengan budaya lokal dan

It is recommended that teachers of Sports, Physical Education and Health be always creative in implementing the curriculum, analyzing the materials and the values contained in any

Memberikan masukan yang bermanfaat bagi Dinas atau Instasi terkait khususnya Komisi Penanggulangan Aids Kota Semarang dalam penanggulangan tingginya kasus HIV/AIDS