• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Program SBABS Terhadap Pencegahan Stunting Anak Baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Efek Program SBABS Terhadap Pencegahan Stunting Anak Baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

P-ISSN 2442-6636 E-ISSN 2355-3987 www.ijhn.ub.ac.id Artikel Hasil Penelitian

Efek Program SBABS Terhadap Pencegahan Stunting Anak Baduta di

Kabupaten Banggai dan Sigi

Fahmi Hafid1*, Udin Djabu2, Udin3, Nasrul4 1

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palu, 2,3

Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Palu 4

Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palu

*alamat korespondensi: hafid.fahmi79@gmail.com, Tlp : +6285255530999

Diterima: Mei 2017 Direview: Oktober 2017 Dimuat: Desember 2017

Abstrak

Program stop buang air besar sembarangan(SBABS) merupakan program sanitasi total berbasis masyarakat yang membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat merubah perilaku untuk tidak melakukan aktivitas buang air besar sembarangan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh program stop buang besar sembarangan terhadap pencegahan stunting anak baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi. Desain penelitian yang digunakan case control. Penelitian dilaksanakan pada wilayah pelaksanaan program stop buang air besar di Sulawesi Tengah dengan prevalensi stunting yang tinggi yaitu Kabupaten Banggai dan Sigi pada tanggal 8 September hingga 7 Oktober 2016. Sampel sebanyak 352 orang anak usia 1-2 Tahun. Pengambilan sampel dengan metode consecutive sampling. Uji perbedaan menggunakan uji Mann-Whitney U. Hasil analisis menunjukkan proporsi baduta stunting sebesar 15,6%. Jumlah sampel pada kelompok SBABS sebanyak 116 orang (33,0%) dengan rerata tinggi badan -0,36±1,6 sedangkan pada kelompok non SBABS sebanyak 236 orang (67,0%) dengan rerata tinggi badan -0,94±1,5. Terdapat perbedaan yang bermakna antara pertumbuhan baduta kelompok SBABS dengan non SBABS (p=0,002). Program stop buang air besar sembarangan mencegah stunting anak baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi.

Kata kunci: Program SBABS, Stunting, Baduta

Abstract

Open Defecation Free (ODF) program is a total sanitation community-based program that encourages clean and healthy living behavior, prevents the spread of environment-based diseases, and improves community ability to change their behavior not to carry out open defecation. The purpose of this research is to analyze the influence of open defecation free program on the prevention of stunting baby under two years in Banggai and Sigi. The research design used was case control. This research was conducted from 8 September to 7 October 2016 in the implementation areas of open defecation free program in Central Sulawesi that have high stunting prevalence, i.e Banggai and Sigi Regencies. The sample obtained was 352 babies aged 1-2 years by using consecutive sampling method. Mann-Whitney U test was used to test the differences. The analysis result shows that the proportion of stunting babies under 2 years was 15.6%. The number of samples in ODF group was 116 babies (33.0%) with mean height -0.36±1.6, whereas in

(2)

ODF group was 236 babies (67.0%) with mean height -0.94±1.5. There is a significant difference between the growth of baby under two years in ODF group and non ODF (p=0,002). Open defecation free program prevents stunting baby under two years in Banggai and Sigi Regencies.

Keywords: Open Defecation Free program, Stunting, Baby under two years

______________________________________________________________________________

PENDAHULUAN

Program sanitasi total berbasis ma-syarakat (STBM) merupakan kebijakan nasional berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 yang kemudian dilanjutkan dengan Per-menkes No 3 tahun 2014. Tujuan penye-lenggaraan program ini adalah untuk me-wujudkan perilaku masyarakat yang higie-nis dan saniter secara mandiri dalam rang-ka meningrang-katrang-kan derajat kesehatan ma-syarakat yang setinggi-tingginya. Penerap-an STBM dilakukPenerap-an dalam 5 pilar; Stop Buang Air Besar Sembarangan; Cuci Tangan Pakai Sabun; Pengelolaan Air Mi-num dan Makanan Rumah Tangga; Pe-ngamanan Sampah Rumah Tangga; dan Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga[1].

Penelitian di Libya, faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko stunting akibat lingkungan rumah adalah kondisi tempat tinggal, pasokan air bersih yang kurang dan kebersihan lingkungan yang tidak memadai [2]. Kejadian infeksi dapat menjadi penyebab kritis terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan [3]. Pe-nyediaan toilet, perbaikan dalam praktek cuci tangan dan perbaikan kualitas air ada-lah alat penting untuk mencegah tropical enteropathy dan dengan demikian dapat mengurangi risiko hambatan pertumbuhan tinggi badan anak [4]. Pada usia anak dibawah 2 tahun diperkirakan 25% dari kejadian stunting terkait dengan kejadian diare ≥5 kali yang dialami oleh anak stunting tersebut [5].

Pertumbuhan linier pada anak usia dini merupakan penanda pertumbuhan yang sehat [6]. Tahun 2013 diperkirakan 161 juta anak usia di bawah lima tahun menderita stunting. Setengah dari semua anak stunting tersebut berada di Asia dan

lebih dari sepertiganya berada di Afrika. Terdapat kecenderungan penurunan pre-valensi stunting dimana pada tahun 2000 hingga 2013 prevalensi stunting menurun dari 33% menjadi 25% atau dari 199 juta balita menjadi 161 juta balita [7]. Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat preva-lensi stunting nasional mencapai 37,2 persen, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, se-perti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%). Total stunting balita di Kabupaten Banggai dan Sigi tahun 2013 sebesar 41%, lebih tinggi dari rerata nasional [8]. Pemantauan status gizi di Kabupaten Banggai dan Sigi melaporkan stunting balita tahun 2015 sebesar 35,6%. Kabupaten dengan prevalensi tertinggi berturut turut di Kabupaten Sigi (45,2%) Kabupaten Touna (42,3%) dan Kabupaten Banggai kepulauan (40%). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh program stop buang besar sembarangan terhadap pencegahan stunting anak baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi.

METODE PENELITIAN

Rancangan/Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain Kohor Retrospektif. Ke-lompok SBABS sebagai penerima pro-gram dengan kelompok Non SBABS yang tidak menerima program.

(3)

Batu, Talima, Talima B, Tanotu, Tange-ban, Cemerlang, Taugi dan Minangdala sebanyak 236 orang.

Penelitian dilakukan pada tanggal 8 September-7 Oktober 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 352 orang berusia 6-23 bulan. Teknik pengambilan sampel secara purposive dengan kriteria inklusi, sampel berumur 6-23 Bulan, berdomisili minimal 6 bulan di wilayah penelitian dan bersedia menjadi sampel. Kriteria eksklusi sampel berumur <6 dan >23 bulan dan tidak bersedia menjadi sampel.

Pengumpulan data karakteristik ru-mah tangga meliputi status kepemilikan rumah, tipe lantai, konstruksi rumah, tipe toilet dan penggunaan listrik. Data karak-teristik orang tua seperti umur, pendi-dikan, pekerjaan, jumlah anak, jumlah anggota keluarga >4 orang dan penge-luaran rumah tangga. Data karakteristik anak meliputi jenis kelamin, berat dan panjang lahir serta umur.

Perilaku sanitasi meliputi perilaku buang air besar, praktik cuci tangan dan penggunaan air minum dalam keluarga. Pengumpulan data antropometri penguku-ran panjang badan menggunakan Length Board Measuring, umur anak dalam satu-an bulsatu-an, hasil pengukursatu-an tersebut kemu-dian dikonversikan dalam Z-Score PB/U menggunakan program WHO Antro 2005. Data pendukung lainnya diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang telah di-ujicoba.

Responden dalam penelitian ini ada-lah anak, ibu dan keluarga dari anak yang menjadi sampel.

Uji yang digunakan untuk menguji perbedaan Z-score panjang badan menurut umur antara kelompok SBABS dan Non SBABS adalah uji Mann Whitney U

sedangkan hubungan antara status gizi, morbiditas dengan status SBABS dengan menggunakan uji Chi Square. Uji Norma-litas data Z-Score PB/U dengan menggu-nakan Uji kolmogorov-Sminornov yang mana pada kedua kelompok menunjukkan data tidak berdistibusi normal (p=0,000).

Sumber Data

Data Primer dari hasil wawancara kusioner terstruktur dan pengukuran pan-jang badan anak baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi. Data sekunder diper-oleh dari Puskesmas Pandere dan Baluase kab. Sigi Puskesmas Balantak dan Puskes-mas Tangeban Kabupaten Banggai.

Pengembangan Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang di gunakan telah di-uji coba dan telah telah memperoleh surat persetujuan komisi etik penelitian kesehat-an dari Politeknik Kemenkes Yogyakarta No. LB.01.01/KE/XXXIX/ 370/2016.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan Badu-ta yang berada pada wilayah desa/kelurah-an SBABS sebdesa/kelurah-anyak 116 ordesa/kelurah-ang, 37,9% diantaranya berada di Kabupaten Banggai dan 62,1% berada di Kabupaten Sigi (Tabel 1).

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kelompok SBABS, Kepemilikan rumah pribadi 78,8%, masih ada yang beralaskan tanah 18,8%, namun hampir semua ke-luarga telah menggunakan WC tertutup yaitu sebanyak 97,4% sedangkan pada kelompok Non SBABS tidak jauh berbeda kepemilikan rumah pribadi 73,8%, ber-lantai tanah 16,8% dan penggunaan WC tertutup sedikit lebih rendah yaitu 89,8%.

(4)

Tabel 1. Wilayah Kabupaten Program Stop Buang Air Besar Sembarangan di Kabupaten Banggai dan Sigi

Kabupaten SBABS Non SBABS Total

(n=116) (n=236)

Kabupaten

Banggai 44 (37,9%) 214 (90,7%) 258 (73,3%) Sigi 72 (62,1%) 22 (9,3%) 94 (26,7%)

Tabel 2. Karakteristik Responden Program Stop Buang Air Besar Sembarangan di Kabupaten Banggai dan Sigi

Karakteristik SBABS Non SBABS Total

(n=116) (n=236)

Karakteristik RT

Status KepemilikanRumah (pribadi) 78,8 73,8 76,3 Tipe lantai rumah (tanah) 18,8 16,8 17,8 Konstruksi rumah (kayu) 39,7 36,9 38,3 Tipe toilet (WC Tertutup) 97,4 89,8 93,6 Listrik (menyala selama 24 jam) 75,8 78,8 77,3

Karakteristik Orang tua

Umur Ibu, thn 28,06±7,2 30,25±7,5 29,15±7,3 Umur Ayah,thn 32,23±9,1 32,94±7,6 32,58±8,3 Jumlah Anak 2,7±1,2 2,8±1,6 2,7±1,4 Pendidikan Ibu (≥ Tamat SMA) 46,5 42,5 44,5 Pendidikan Ayah (≥Tamat SMA) 52,8 49,8 51,3 Pekerjaan Ayah (Petani/Nelayan) 50,9 50,9 50,9 Jumlah anggota keluarga> 4 orang 46,3 46,3 46,3 Pengeluaran keluarga (<1,670,000) 65,8 62,8 64,3 Karakteristik Anak

Jenis Kelamin (Laki-laki) 56 (48,2) 113 (47,8) 48 Berat Lahir (gr) 3125,0±395 3172,4±509 3148,7±452 Panjang Badan Lahir (cm) 48,4±0,9 49,2±1,3 48,7±1,2 Z-Score BB/U -0,83±1,4 -0,59±1,6 -0,67±1,5 Z Score BB/TB -0,91±2,0 -0,09±2,0 -0,36±2,1 Z Score TB/U -0,32±1,6 -0,96±1,5 -0,75±1,6 Z-Score BMI/U -0,89±2,1 -0,03±2,1 -0,31±2,1 Kategori Umur

(5)

Tabel 3. Perilaku Sanitasi dan Hygene Responden Program Stop Buang Air Besar Sembarangan di Kabupaten Banggai dan Sigi

Perilaku Sanitasi dan Hygene SBABS Non SBABS p-value*

(n=116) (n=236)

Perilaku Buang Air Besar

Di Jamban 113 (97,4%) 212 (89,8%)

0,021 Sembarangan 3 (2,6%) 24 (10,2%)

Cuci Tangan

Air Bersih mengalir pakai Sabun 115 (99,1%) 207 (87,7%)

0,000 Air tidak Pakai Sabun 1 (0,9%) 29 (12,3%)

Air Minum Rumah tangga

Aman dan Sehat 116 (100,0%) 228 (96,6%) 0,104 Tidak Aman dan Tidak Sehat 0 (0%) 8 (3,4%)

*Uji Chi Square

Tabel 4. Nilai Z-Score Baduta di Wilayah SBABS dan Non SBABS di Kabupaten Banggai dan Sigi

Indikator Antropometri

Mean±SD Z-Score

p-value* SBABS Non SBABS

(n=116) (n=236)

Berat Badan Menurut Umur (BB/U) -0,80±1,5 -0,60±1,6 0,285 Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) -0,31±1,6 -0,96±1,5 0,000 Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) -0,87±2,0 -0,11±2,0 0,000 BMI menurut Umur (BMI/U) -0,86±2,1 -0,05±2,1 0,000

*Uji Mann-Whitney U

Tabel 5. Status Gizi dan Morbiditas Responden Program Stop Buang Air Besar Sembarangan di Kabupaten Banggai dan Sigi

Status Gizi SBABS Non SBABS p-value*

(n=116) (n=236)

Berat Badan Menurut Umur

Kurang 29 (25,0%) 41 (17,4%)

0,247 Baik 83 (71,6%) 185 (78,4%)

Lebih 4 (3,4%) 10 (4,2%)

Tinggi Badan Menurut Umur

Normal 106 (91,4%) 191 (80,9%)

0,017 Stunting 10 (8,6%) 45 (19,1%)

Berat Badan Menurut Tinggi Badan

Kurus 38 (32,8%) 40 (16,9%)

0,032 Normal 67 (57,8%) 161 (68,2%)

Gemuk 11 (9,5%) 35 (14,8%) Morbiditas

Demam 2 minggu lalu 6 (5,2%) 14 (5,9%) 0,964 Diare 1 bulan lalu 2 (1,7%) 26 (11,0%) 0,000 Batuk 2 minggu lalu 6 (5,2%) 28 (11,9%) 0,005 ISPA 1 bulan lalu 0 (0%) 22 (9,3%) 0,002

(6)

Pada kelompok SBABS rerata umur ibu 28 Tahun dan umur Ayah 32 tahun. Jumlah anak 2 orang, Tamat SMU seba-nyak 46,5% (Ibu) dan 52,8% (Ayah). Orangtua umumnya bekerja sebagai petani ataupun nelayan (50,9%). Pengeluaran keluarga yang kurang dari Rp. 1.670.000 sebanyak 65,8%.

Responden yang berjenis kelamin laki-laki 48,2%, rerata berat lahir 3.125,0 tinggi 97,4% dibandingkan dengan ke-lompok Non SBABS yaitu 89,8%. Ter-dapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yang ditunjukkan dengan nilai p=0,021 atau <0,05. Pada kelompok SBABS hampir semua responden mencuci tangan menggunakan air bersih yang mengalir dan memakai sabun (99,1%) sedangkan pada kelompok Non SBABS lebih rendah yaitu 87,7%. Terdapat per-bedaan yang signifikan antara kedua ke-lompok yang ditunjukkan dengan nilai p=0,000 atau <0,05 (tabel 3).

Terdapat perbedaan bermakna an-tara Z-Score panjang badan menurut umur di kelompok SBABS dibanding dengan kelompok Non SBABS (p=0,000). Z-Score Panjang badan menurut umur kelompok SBABS rata-rata -0,31±1,6 lebih tinggi dibanding pada kelompok Non SBABS yaitu -0,96±1,5. Prevalensi stunting pada kelompok SBABS juga lebih rendah 8,6% dibanding dengan kelompok Non SBABS yaitu 19,1% dengan perbedaan signifikan p=0,017.

Kejadian morbiditas pada kelom-pok Non SBABS lebih tinggi seperti Diare 11,0%, Batuk 11,9% dan ISPA 9,3%. Sedangkan pada kelompok SBABS ber-turut ber-turut diare 1,7%, batuk 5,2% dan ISPA 0%. Nampak keterkaitan antara perilaku buang air besar, perilaku mencuci

tangan menggunakan air mengalir/sabun, kejadian diare dengan kejadian stunting pada responden di Kabupaten Banggai dan Sigi.

PEMBAHASAN

Tujuan penelitian ini untuk meng-analisis pengaruh program stop buang besar sembarangan terhadap pencegahan stunting anak baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi. Hasil penelitian me-nunjukkan bahwa secara umum karak-teristik rumah tangga, karakteritik orang tua, riwayat berat dan panjang lahir tidak jauh berbeda antar kedua kelompok. Tingkat ekonomi dengan menilai penge-luaran keluarga <Rp 1.670.000 pun tidak jauh berbeda (65,8% vs 62,8%). Namun dalam hal perilaku buang air besar dan praktik cuci tangan berbeda antar kelom-pok SBABS dan Non SBABS.

Ada banyak faktor yang meme-ngaruhi tinggi badan salah satu dianta-ranya adalah faktor kesehatan lingkung-an. Hasil penelitian ini menunjukkan bah-wa rerata tinggi badan pada kelompok desa SBABS lebih tinggi dibanding dengan kelompok desa non SBABS. Mekanisme ini dapat merujuk melalui apa yang disebut sebagai pencegahan tropical enteropathy, pencegahan diare dan penya-kit infeksi lainnya yang menghambat penyerapan zat-zat gizi pada pencernaan anak baduta.

(7)

stunting pada umumnya telah mengalami diare ≥5 kali selama 2 tahun terakhir.

Studi ekonometrik terbaru mene-mukan bahwa program sanitasi peme-rintah India telah berpengaruh terhadap pengurangan kematian bayi. Program ter-sebut juga meningkatkan rerata tinggi badan anak-anak di pedesaan India. Selama 3 tahun mulai tahun 1999 hingga tahun 2012, pemerintah India telah melak-sanakan program sanitasi pedesaan yang dikenal dengan nama Total Sanitation Campaign [5].

Di Maharashtra India, anak-anak yang tinggal di desa menerima perlakuan motivasi sanitasi dan subsidi pembangun-an jambpembangun-an. Hasilnya ternyata pertum-buhan tinggi badan anak-anak penerima motivasi dan subsidi jamban lebih tinggi daripada anak-anak di desa kontrol. Pelajaran yang dipetik dari program terse-but adalah bahwa dalam rangka memper-siapkan tujuan pembangunan berkelan-jutan, disamping menyediakan akses ter-hadap air dan toilet, ada kebutuhan untuk meningkatkan kebersihan, terutama bagi perempuan dan anak perempuan. Sektor ini telah diamati selama bertahun-tahun bahwa air yang aman pada sumbernya sering tercemar oleh praktik penyimpanan air di tingkat rumah tangga, menyediakan toilet gratis tidak akan mengakibatkan penghentian buang air besar terbuka jika itu adalah pilihan sanitasi yang lebih disukai oleh anggota rumah tangga, dan mencuci tangan ternyata bukan perilaku yang sederhana untuk menjadi suatu kebiasaan [8].

Bayi dan baduta yang berada pada fase belajar untuk makan sendiri, meng-eksplorasi lingkungan dengan cara me-rangkak, memasukkan benda-benda di mulut merupakan aktifitas yang berisiko untuk mengalami kontaminasi makanan. Pembuangan tinja, pembuangan kotoran hewan dan kebersihan tangan menjadi hal penting selama periode usia sensitif ini. Akses yang cukup untuk air bersih dapat

berfungsi sebagai penghalang penting untuk praktik kebersihan yang tepat dan persiapan yang aman dari makanan pendamping anak baduta. Literatur medis dan epidemiologi telah mendokumen-tasikan mekanisme yang menghubungkan antara buang air besar sembarangan dengan hambatan pertumbuhan pada awal kehidupan manusia [9].

Menggunakan data Survei Demo-grafi dan Kesehatan dari 172 negara antara tahun 1986 dan 2007, Fink et al. melaporkan bahwa stunting dan sanitasi antar negara cukup bervariasi. Laporan ini menunjukkan kejadian stunting lebih ren-dah pada rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi [10]. Se-lain itu, berbagai penelitian dari masing-masing negara baik analisis survei cross-sectional, penelitian longitudinal dan pe-nelitian operasional menunjukkan bahwa peranan sanitasi sangat penting bagi pertumbuhan tinggi anak.

Sementara itu, Esrey yang meng-analisis data DHS dari 70 negara ber-penghasilan rendah dan menengah menun-jukkan bahwa sumber air yang baik dapat menurunkan prevalensi stunting. Secara khusus, Efek dari ketersedian air terhadap tinggi badan anak relatif kecil dan hanya berefek positif terhadap anak-anak pede-saan ketika pelayanan air yang tersedia ditingkatkan [11].

(8)

rendah dan perilaku buruk dapat berdam-pak pada status gizi anak dengan menye-babkan diare, infeksi cacing usus atau penyakit enteropati. Infeksi dan kondisi ini secara langsung mempengaruhi status gizi melalui jalur hilangnya nafsu makan, kehi-langan jaringan inang, pencernaan yang buruk atau malabsorpsi gizi, aktivasi kekebalan kronis dan tanggapan lain untuk infeksi yang mengalihkan penggu-naan zat gizi dan energi, seperti demam [12].

Penelitian Torlesse et al (2016) me-nunjukkan bahwa terdapat interaksi yang signifikan antara fasilitas sanitasi rumah tangga, pengolahan air rumah tangga dengan stunting. Prevalensi stunting se-cara signifikan lebih tinggi di antara anak-anak yang tinggal di rumah tangga tanpa memiliki jamban dibandingkan yang me-miliki jamban (35,3% vs 24,0%); rumah tangga yang tidak menggunakan sabun untuk mencuci tangan dibandingkan dengan mereka yang melakukannya (31,6% vs 25,8%); dan rumah tangga yang minum air yang tidak diolah dibandingkan dengan yang diolah (38,2% vs 27,3%) [13].

Claire menawarkan upaya pening-katan status gizi dengan cara mengurangi penyakit diare dan infeksi enteric oleh karena kontaminasi tinja manusia [14].

Penelitian ini membuktikan bahwa rerata Z-Score tinggi badan menurut umur pada kelompok SBABS lebih tinggi dibanding dengan kelompok Non SBABS. Demikian pula prevalensi stunting pada kelompok SBABS lebih rendah dibanding dengan kelompok Non SBABS. Hal ini berarti bahwa dengan program SBABS merupakan salah satu cara pencegahan stunting anak baduta di kabupaten Banggai dan Sigi.

SIMPULAN

Program SBABS merupakan salah satu cara pencegahan stunting anak baduta di kabupaten Banggai dan Sigi. Perlu

meningkatkan sanitasi terutama kepemi-likan jamban dan perilaku tidak buang air besar sembarangan, membiasakan praktik mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan menggunakan sabun. Kebi-jakan mengatasi stunting anak di Kabu-paten Banggai dan Sigi mempertimbang-kan air, sanitasi dan kebersihan diri pengasuh dan anak. Masih diperlukan penelitian operasional untuk menentukan cara terbaik yang mengintegrasikan air, sanitasi dan intervensi kesehatan menjadi pendekatan multisektoral yang lebih luas untuk mengurangi stunting di Kabupaten Banggai dan Sigi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Kepada Direktur Politeknik Kese-hatan Kemenkes Palu dan Kepala Badan PPSDMK atas dukungan dana penelitian melalui Riset Pembinaan Tenaga Kese-hatan Tahun 2016 dan subyek yang bersedia mengikuti penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN

1. Kementerian Kesehatan RI. Kurikulum dan Modul Pelatihan STBM bagi Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan di Indonesia [Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2013. Available from: http://stbm-indonesia.org/files/BUKU_KURMO D_PELATIHAN_DOSEN.pdf

2. El Taguri A, Betilmal I, Mahmud SM, Monem Ahmed A, Goulet O, Galan P, et al. Risk factors for stunting among under-fives in Libya. Public Health Nutr. 2009;12(8):1141– 9.

3. Prendergast AJ, Rukobo S, Chasekwa B, Mutasa K, Ntozini R, Mbuya MNN, et al. Stunting is characterized by chronic inflammation in zimbabwean infants. PLoS One. 2014;9(2).

(9)

handwashing. Lancet [Internet]. 2009;374(9694):1032–5. Available from: Caulfield LE, de Onis M, Ezzati M, et al. Maternal and child undernutrition: global and regional exposures and health consequences. Lancet. 2008;371(9608):243–60.

7. International Food Policy Research Institute. Global Nutrition Report 2014: Actions and Accountability to

Accelerate the World’s Progress on

Nutrition [Internet]. Washington, DC;

2014. Available from: et al. Formative Research on Hygiene Behaviors and Geophagy among Infants and Young Children and Implications of Exposure to Fecal Bacteria. 2013;89(4):709–16.

9. Hammer J. Village Sanitation and

Children ’ s Human Capital Evidence

from a Randomized Experiment by the Maharashtra Government [Internet]. Washington, DC; 2013.

Available from: demographic and health surveys 1986-2007. Int J Epidemiol. 2011;40(5):1196–204.

11. Esrey SA, Potash JB, Roberts L, Shiff C. Reviews / Analyses Effects of improved water supply and sanitation on. 1991;(Table 1).

12. Rah JH, Cronin AA, Badgaiyan B, Aguayo VM, Coates S, Ahmed S. Household sanitation and personal hygiene practices are associated with child stunting in rural India: a cross-sectional analysis of surveys. BMJ Open [Internet]. 2015;5(2):e005180.

Available from: stunting in Indonesian children: evidence from a cross-sectional survey indicate a prominent role for the water, sanitation and hygiene sector in stunting reduction. BMC Public Health [Internet]. 2016;16(1):669. Available from: http://bmcpublichealth.biomedcentral. com/articles/10.1186/s12889-016-3339-8

14. Chase C, Ngure F. Multisectoral Approaches to Improving Nutrition : Water , Sanitation , and Hygiene [Internet]. Washington DC; 2016.

Gambar

Tabel 1. Wilayah Kabupaten Program Stop Buang Air Besar Sembarangan di Kabupaten Banggai dan Sigi
Tabel 5. Status Gizi dan Morbiditas Responden Program Stop Buang Air Besar Sembarangan di Kabupaten Banggai dan Sigi

Referensi

Dokumen terkait

23 Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saputri 24 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang menunjukkan bahwa pada daerah- daerah stunting

Pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan stunting di laksanakan di Desa Kolai, Kecamatan Malua, Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan. Program ini

Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam implementasi Kebijakan Pendidikan Gratis Di Sekolah Menengah Atas Negeri se Kabupaten Sukoharjo Tahun

Tes pada akhir pembelajaran disebut post-test bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam keterampilan menulis kalimat sederhana setelah diberikan perlakuan

Diharapkan dengan memanfaatkan klon unggul penghasil lateks dan kayu, pengembangan karet pada program Hutan Tanaman Rakyat (HTR) memiliki prospek yang lebih baik

Pilih DUA aplikasi polimer yang disenaraikan dalam (i-iv), cadangkan polimer kejuruteraan yang sesuai bagi setiap aplikasi yang dipilih dengan mengambilkira perkaitan di

Myös Tuomi &amp; Sarajärvi (2018, 109) ovat pohtineet sitä, voiko tutkija kontrolloida ai- neistolähtöisessä analyysissa sitä, että analyysi tapahtuu aineiston ehdoilla eikä

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti berpendapat bahwa Penguatan Pendidikan Karakter adalah salah satu cara yang dilakukan sekolah untuk mengintegrasikan,