BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Analisis Laporan Keuangan
Setiap perusahaan harus membuat dan melaporkan kondisi
keuangannya pada suatu periode tertentu dalam bentuk laporan keuangan.
Laporan keuangan menyajikan informsi penting yang dapat dipakai oleh
pembuat keputusan. Menurut Kasmir (2008:7) laporan keuangan adalah
laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan terkini atau dalam
suatu periode tertentu. Kondisi perusahaan terkini adalah keadaan
perusahaan pada saat tertentu (untuk neraca) dan periode tertentu (untuk
laporan laba rugi).
Tujuan laporan keuangan yang tertuang dalam PSAK No. 1 adalah
untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas
suatu entitas yang bermanfaat bagi beragam pengguna laporan dalam
membuat keputusan ekonomi.
Banyak pihak yang memerlukan laporan keuangan karena memiliki
informasi penting yang terkandung didalamnya. Informasi tersebut berupa
kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan. Masing-masing pihak dapat
memanfaatkan informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka. Ada pun
1. Pemilik atau pemegang saham
Para pemegang saham sangat berkepentingan untuk melihat kondisi
perusahaan saat ini. Mereka juga akan melihat dan menilai kinerja
manajemen pada tahun tersebut. Apakah perusahaan telah mencapai
target yang telah ditetapkan sebelumnya atau tidak. Jika hasil yang
dicapai manajemen tidak memuaskan maka pemegang saham dapat
mengambil tindakan seperti mengganti manajemennya atau menjual
saham-sahamnya.
2. Manajemen
Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan tersebut dapat
digunakan oleh manajemen sebagai alat untuk menilai kinerjanya
sendiri. Dengan kata lain jika mencapai atau memperoleh target yang
telah ditetapkan, berarti ada penghargaan dan jika sebaliknya ada
teguran bahkan pemutusan hubungan kerja.
3. Kreditor
Bagi kreditor informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan apakah perusahaan tersebut layak untuk diberikan kredit
dan apakah dana yang dipinjam perusahaan beserta bunganya dapat
dibayar perusahaan dikemudian hari.
4. Pemerintah
Bagi pemerintah hal ini berkaitan dengan kewajiban pajak yang
Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan dengan lebih
rinci maka perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan. Dengan
melakukan analisis yang mendalam terhadap laporan keuangan maka akan
terlihat apakah suatu perusahaan dapat mencapai target yang telah
direncanakan sebelumnya atau tidak, kemudian analisis tersebut juga dapat
digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dimasa depan. Jika
hasil yang diperoleh dari analisis tersebut menunjukkan bahwa perusahaan
mengalami penurunan kinerja, maka hal ini dapat dijadikan sebagai
peringatan bagi pihak manajemen perusahaan untuk mengambil tindakan
perbaikan terhadap kinerja perusahaan.
Menurut Bernstein (dalam Sjahrial, 2011:1) analisis laporan keuangan
mencakup penerapan metode dan teknik analisis untuk laporan keuangan dan
data lainnya untuk melihat dari laporan itu ukuran-ukuran dan hubungan
tertentu yang sangat berguna dalam pengambilan keputusan.
Ada beberapa tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak dengan adanya
analisis laporan keuangan. Secara umum dikatakan bahwa tujuan dan
manfaat analisis laporan keuangan adalah: (Kasmir, 2008:68)
1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode
tertentu, baik harta, kewajiban, modal maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode.
2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi
kelemahan perusahaan.
3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki.
4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu
dilakukan kedepan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini.
5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen kedepan apakah perlu
6. Dapat juga digunakan sebagai perbandingan dengan perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai.
Dalam menganalisis laporan keuangan, masing-masing pihak
memiliki cara yang berbeda-beda dalam menganalisis dan menafsirkan hasil
analisis laporan keuangan tersebut. Hal ini tergantung pada kedudukan dan
kepentingan masing-masing pihak terhadap perusahaan yang bersangkutan.
Analisis ini harus dilakukan dengan cermat agar hasil yang hendak dicapai
sesuai dengan yang diharapkan. Kesalahan dalam melakukan analisis akan
berakibat tidak akuratnya hasil yang hendak dicapai.
2.1.2 Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio merupakan salah satu analisis paling populer dan
banyak digunakan karena sangat sederhana namun interpretasinya cukup
kompleks. Menurut Jumingan (2006:118) rasio dalam analisis laporan
keuangan adalah angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur
dengan unsur lainnya dalam laporan keuangan. Hubungan antara unsur-unsur
laporan keuangan tersebut dinyatakan dalam bentuk matematis yang
sederhana. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan
dan kinerja perusahaan. Dari hasil rasio keuangan ini akan terlihat kondisi
kesehatan perusahaan yang bersangkutan.
Rasio keuangan memang memiliki fungsi yang cukup banyak bagi
penggunanya dalam mengambil keputusan, tetapi hasil pehitungan rasio
Karena terdapat banyak kelemahan dalam rasio-rasio keuangan yang
digunakan tersebut.
J. Fred Weston (dalam Kasmir, 2008:117) menyebutkan kelemahan
rasio keuangan adalah sebagai berikut:
1. Data keuangan disusun dari data akuntansi. kemudian data
tersebut ditafsirkan dengan berbagai macam cara, misalnya, masing-masing perusahaan menggunakan:
a. Metode penyusutan yang berbeda untuk menentukan nilai
penyusutan terhadap aktivanya sehingga menghasilkan nilai penyusutan setiap periode juga berbeda.
b. Penilaian persediaan yang berbeda.
2. Prosedur pelaporan yang berbeda mengakibatkan laba yang
dilaporkan juga berbeda (dapat naik atau turun) tergantung prosedur pelaporan keuangan tersebut.
3. Adanya manipulasi data, artinya dalam menyusun data, pihak
penyusun tidak jujur dalam memasukkan angka-angka kedalam laporan keuangan yang mereka buat. Akibatnya hasil perhitungan rasio keuangan tidak menunjukkan hasil yang sebenarnya.
4. Perlakuan pengeluaran untuk biaya-biaya antara satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya berbeda. Misalnya biaya riset dan pengembangan, biaya perencanaan pensiun, merger, jaminan kualitas pada barang jadi dan cadangan kredit macet.
5. Penggunaan tahun fiskal yang berbeda juga dapat menghasilkan
perbedaan.
6. Pengaruh musiman mengakibatkan rasio komparatif akan ikut
berpengaruh.
7. Kesamaan rasio keuangan yang telah dibuat dengan standar
industri belum menjamin perusahaan berjalan normal dan telah dikelola dengan baik.
Banyak rasio keuangan yang dapat digunakan untuk menganalisis dan
memahami sebuah perusahaan. Pengguna laporan keuangan dapat memilih
rasio keuangan yang menurut mereka cocok untuk digunakan dalam
melakukan analisis. Beberapa jenis rasio keuangan yang sering digunakan
modal dan solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas dan rasio ukuran
pasar.
Rasio Likuiditas(Liquidity Ratio)
Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
melunasi utang lancarnya pada saat jatuh tempo. Rasio ini diperoleh dengan
membandingkan aktiva lancar dengan utang lancar perusahaan. Semakin
tinggi rasio ini maka akan semakin baik, karena kemampuan perusahaan
dalam melunasi utang lancarnya dianggap sudah cukup baik atau memuaskan
bagi suatu perusahaan.
Berikut ini adalah beberapa contoh rasio likuiditas:
a. 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙 (𝐶𝐶𝐶𝐶𝑙𝑙𝑙𝑙𝐶𝐶𝑙𝑙𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑅𝑅) = 𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑅𝑅𝑎𝑎𝐶𝐶𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅 𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙
𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢 𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑥𝑥 100%
b. 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑙𝑙𝐶𝐶𝑐𝑐𝑅𝑅𝐶𝐶 (𝑄𝑄𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑎𝑎𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑅𝑅) =
𝑎𝑎𝑅𝑅𝑅𝑅+𝑅𝑅𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅 𝑎𝑎𝑅𝑅𝑅𝑅+𝑅𝑅𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶 𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙 ℎ𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑅𝑅+𝑐𝑐𝑅𝑅𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢
𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢 𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑥𝑥 100%
c. 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝑅𝑅 (𝐶𝐶𝑅𝑅𝑅𝑅ℎ𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑅𝑅) = 𝑎𝑎𝑅𝑅𝑅𝑅
𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢 𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑥𝑥 100%
Rasio Solvabilitas(Solvency Ratio)
Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam melunasi
utang jangka panjangnya apabila perusahaan dibubarkan atau dilikuidasi.
Semakin kecil rasio ini maka semakin baik karena semakin kecil juga aktiva
perusahaan yang dibiayai dengan utang.
Berikut ini adalah beberapa contoh rasio solvabilitas:
a. 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝐶𝐶𝐶𝐶𝑙𝑙ℎ𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝑐𝑐𝑚𝑚𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝑙𝑙= 𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢
b. 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑗𝑗𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑎𝑎𝑅𝑅𝑐𝑐𝑅𝑅𝑙𝑙𝑗𝑗𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝐶𝐶𝐶𝐶𝑙𝑙ℎ𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝑐𝑐𝑚𝑚𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝑙𝑙=
𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅 𝑙𝑙𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢 𝑗𝑗𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑎𝑎𝑅𝑅 𝑐𝑐𝑅𝑅𝑙𝑙𝑗𝑗𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢
𝐶𝐶𝑎𝑎𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥 100%
c. 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝐶𝐶𝐶𝐶𝑙𝑙ℎ𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝑐𝑐𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑎𝑎𝐶𝐶𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅=𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑎𝑎𝐶𝐶𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢 𝑥𝑥 100%
d. 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑎𝑎𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝑐𝑐𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝑢𝑢𝑅𝑅𝑦𝑦𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑎𝑎𝑅𝑅ℎ𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑙𝑙𝑎𝑎𝑅𝑅𝑙𝑙=
𝑙𝑙𝑅𝑅𝑏𝑏𝑅𝑅 𝑅𝑅𝐶𝐶𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝐶𝐶𝑚𝑚 𝑐𝑐𝑅𝑅𝑗𝑗𝑅𝑅𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑏𝑏𝐶𝐶𝑏𝑏𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝑢𝑢𝑅𝑅
𝑏𝑏𝐶𝐶𝑏𝑏𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝑢𝑢𝑅𝑅 𝑥𝑥 100%
Rasio Aktivitas(Activity Ratio)
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
aktivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Dapat
pula dikatakan bahwa rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi
pemanfaatan sumber daya perusahaan. Efisiensi yang dilakukan misalnya
dibidang penjualan, persediaan, penagihan piutang dan lainnya (Kasmir,
2008:172). Hasil perhitungan rasio aktivitas bukan dalam persentase,
melainkan berapa kali dan atau beberapa hari.
Berikut adalah beberapa contoh rasio aktivitas:
a. 𝑃𝑃𝐶𝐶𝑙𝑙𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝑐𝑐𝑅𝑅𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢= 𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑗𝑗𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑎𝑎𝑙𝑙𝐶𝐶𝑎𝑎𝑅𝑅𝐶𝐶
𝑐𝑐𝑅𝑅𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢 𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅 −𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅
b. 𝑃𝑃𝐶𝐶𝑙𝑙𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑎𝑎𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑙𝑙 = ℎ𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑅𝑅𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑎𝑎𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑙𝑙𝑐𝑐𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝑎𝑎𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅 −𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑗𝑗𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙
c. 𝑃𝑃𝐶𝐶𝑙𝑙𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝑚𝑚𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝑙𝑙𝑎𝑎𝐶𝐶𝑙𝑙𝑗𝑗𝑅𝑅= 𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑗𝑗𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝑅𝑅 ℎ
𝑚𝑚𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑎𝑎𝐶𝐶𝑙𝑙𝑗𝑗𝑅𝑅 𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅 −𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅
d. 𝑃𝑃𝐶𝐶𝑙𝑙𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑎𝑎𝐶𝐶𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅= 𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑗𝑗𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝑅𝑅 ℎ
Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio ini juga memberikan ukuran
tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh
laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi (Kasmir,
2008:196). Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik karena laba yang
dihasilkan semakin besar.
Berikut ini adalah beberapa contoh rasio profitabilitas:
a. 𝑀𝑀𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑅𝑅𝑙𝑙𝑙𝑙𝑅𝑅𝑏𝑏𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙= 𝑙𝑙𝑅𝑅𝑏𝑏𝑅𝑅 𝑎𝑎𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙
𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑗𝑗𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝑅𝑅 ℎ 𝑥𝑥 100%
b. 𝑀𝑀𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑅𝑅𝑙𝑙𝑙𝑙𝑅𝑅𝑏𝑏𝑅𝑅𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝑅𝑅ℎ =𝑙𝑙𝑅𝑅𝑏𝑏𝑅𝑅𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑗𝑗𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝑅𝑅 ℎ𝑅𝑅𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅 ℎ𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝑅𝑅 ℎ𝑐𝑐𝑅𝑅𝑗𝑗𝑅𝑅𝑎𝑎 𝑥𝑥 100%
c. 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑢𝑢𝐶𝐶𝑚𝑚𝑏𝑏𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑅𝑅𝑙𝑙𝑚𝑚𝑅𝑅𝑎𝑎𝑅𝑅𝑙𝑙 (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅) =
𝑙𝑙𝑅𝑅𝑏𝑏𝑅𝑅 𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝑅𝑅 ℎ𝑅𝑅𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅 ℎ𝑐𝑐𝑅𝑅𝑗𝑗𝑅𝑅𝑎𝑎
𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅 −𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅 𝐶𝐶𝑎𝑎𝐶𝐶𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑐𝑐𝐶𝐶𝑚𝑚𝐶𝐶𝑢𝑢𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢 𝑅𝑅𝑅𝑅ℎ𝑅𝑅𝑚𝑚 𝑥𝑥 100%
Rasio Ukuran Pasar (Market Measure Ratio)
Rasio ukuran pasar merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan bahkan meningkatkan harga pasar sahamnya di pasar modal
(Sjahrial, 2011:40)
Berikut adalah beberapa contoh rasio ukuran pasar:
a. 𝐿𝐿𝑅𝑅𝑏𝑏𝑅𝑅𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑙𝑙𝐶𝐶𝑚𝑚𝑏𝑏𝑅𝑅𝑙𝑙𝑅𝑅𝑅𝑅ℎ𝑅𝑅𝑚𝑚𝑏𝑏𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 (𝑅𝑅𝑃𝑃𝐸𝐸) =𝑙𝑙𝑅𝑅𝑏𝑏𝑅𝑅 𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝑅𝑅 ℎ𝑅𝑅𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅 ℎ𝑐𝑐𝑅𝑅𝑗𝑗𝑅𝑅𝑎𝑎
𝑗𝑗𝐶𝐶𝑚𝑚𝑙𝑙𝑅𝑅 ℎ𝑅𝑅𝑅𝑅ℎ𝑅𝑅𝑚𝑚𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙𝐶𝐶𝑎𝑎𝑅𝑅𝑙𝑙
b. 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅ℎ𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅ℎ𝑅𝑅𝑚𝑚 (𝑃𝑃𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝐶𝐶𝐶𝐶𝑅𝑅𝑙𝑙𝑙𝑙𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑙𝑙𝑅𝑅𝐶𝐶𝑅𝑅𝑅𝑅) =
ℎ𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑅𝑅 𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑙𝑙𝐶𝐶𝑚𝑚𝑏𝑏𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑅𝑅𝑅𝑅ℎ𝑅𝑅𝑚𝑚𝑏𝑏𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
c. 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑚𝑚𝑏𝑏𝑅𝑅𝑙𝑙ℎ𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑙𝑙𝑎𝑎𝐶𝐶𝑎𝑎𝑅𝑅𝑎𝑎𝐶𝐶𝑙𝑙=
𝑎𝑎𝐶𝐶𝑎𝑎𝑅𝑅𝑎𝑎𝐶𝐶𝑙𝑙 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑙𝑙𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑙𝑙𝐶𝐶𝑚𝑚𝑏𝑏𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑅𝑅𝑅𝑅ℎ𝑅𝑅𝑚𝑚𝑏𝑏𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
ℎ𝑅𝑅𝑙𝑙𝑢𝑢𝑅𝑅 𝑐𝑐𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑐𝑐𝐶𝐶𝑙𝑙𝑙𝑙𝐶𝐶𝑚𝑚𝑏𝑏𝑅𝑅𝑙𝑙 𝑅𝑅𝑅𝑅ℎ𝑅𝑅𝑚𝑚𝑏𝑏𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑥𝑥 100%
2.1.3 Kesulitan Keuangan Perusahaan
Setiap perusahaan mempunyai peluang untuk mengalami kesulitan
keuangan dan bahkan kebangkrutan jika tidak dapat megelola perusahaan
dengan baik. Menurut Bringham dan Daves (dalam Fachrudin, 2008:2)
kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal
pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa
perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Pengurangan yang bersifat berubah-ubah dalam arus kas dari operasi berjalan
adalah sinyal dari serangan kesulitan keuangan. Tingkatan kesulitan
berikutnya mungkin ditandai dengan pengurangan pembayaran deviden,
kegagalan pinjaman secara teknikal, kegagalan hutang dan restrukturisasi
hutang bermasalah.
Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan memiliki potensi
besar akan mengalami kegagalan bisnis. Menurut Dun dan Bradstreet (dalam
Fachrudin, 2008:9) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
penyebab utama kegagalan bisnis adalah faktor ekonomi (37,1%) dan
faktor keuangan (47,3%), selain itu disebabkan oleh kelalaian (neglect)
malapetaka (disaster) dan kecurangan (fraud) sebanyak 14%, serta faktor
faktor lain yang tidak dirinci yaitu sebayak 1,6%. Faktor ekonomi meliputi kelemahan industri dan lokasi yang buruk. Faktor keuangan meliputi hutang yang terlalu banyak dan modal yang tidak memadai.
Penyebab lain kegagalan perusahaan yang dikemukakan oleh Mackey
mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan
keperluan, akibatnya perusahaan kekurangan uang untuk membayar gaji,
membeli bahan baku dan membayar hutang.
Perusahaan yang tidak dapat keluar dari kesulitan keuangan akan
memberikan dampak negatif pada perusahaan itu sendiri. Akibat yang
ditimbulkan dari kesulitan keuangan ini akan sangat mempengaruhi operasi
perusahaan. Berikut adalah akibat dari kesulitan keuangan bagi perusahaan:
1. Perusahaan akan kekurangan dana untuk membayar utang perusahaan
pada saat jatuh tempo dan untuk membeli kebutuhan bahan baku
produksi.
2. Hubungan perusahaan dengan karyawan perusahaan akan rusak
karena untuk mengurangi pengeluaran perusahaan harus melakukan
pengurangan karyawan.
3. Bagi perusahaan yang go public, harga sahamnya akan terus menerus
mengalami penurunan harga.
4. Kesulitan dalam memperoleh pinjaman, karena kreditor khawatir
perusahaan tidak sanggup membayar cicilan utang beserta bunganya.
2.1.4 Analisis Metode Altman’s Z-Score
Metode Altman’sZ-Score merupakan salah satu metode yang paling
populer digunakan dalam memprediksi kesulitan keuangan (financial
distress) dan potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Metode ini pertama
kali dikembangkan oleh Edward Altman pada tahun 1968. Altman’s Z-Score
mengukur kesehatan keuangan suatu perusahaan dan untuk menganalisis
kemungkinan bahwa suatu perusahaan akan mengalami kebangkrutan dalam
periode waktu dua tahun berikutnya (Hayes et all, 2010:124).
Dalam metode ini Altman menggunakan lima rasio keuangan dalam
menentukan Z-Score dan kemudian memasukkan kelima rasio ini kedalam
rumus (formula) yang telah ditetapkannya. Pada awal penelitiannya Altman
menggunakan 66 perusahaan manufaktur sebagai sampel kemudian
membaginya menjadi 2 kelompok perusahaan, yaitu perusahaan yang
bangkrut dan yang tidak. Dalam tiap kelompok terdapat 33 perusahaan.
Hasilnya menunjukkan bahwa 95% metode ini akurat dalam memprediksi
kebangkrutan.
Rumus (formula) yang pertama kali dikembangkan oleh Altman
adalah sebagai berikut:
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Dimana
X1 = working capital / total assets
X2 = retained earnings / total assets
X3 = earnings before interest and taxes / total assets
X4 = market value of equity / book value of debt
X5 = sales / total assets
Altman menggunakan rasio X1 karena rasio ini bertujuan untuk
terhadap ukuran perusahaan. Rasio ini lebih efektif digunakan dalam
memprediksi kebangkrutan bila dibandingkan dengan rasio lancar (current
ratio) dan rasio cepat (acid test ratio).Rasio X2 bertujuan mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Tingkat kegagalan suatu
perusahaan sangat berhubungan dengan rasio ini. Rasio X3 berguna untuk
mengukur profitabilitas suatu bisnis. Rasio X4 menunjukkan seberapa besar
aktiva perusahaan mengalami penurunan nilai (diukur dengan harga pasar
ekuitas ditambah utang) sebelum utang perusahaan melebihi aktivanya dan
perusahaan tidak sanggup membayar utangnya. Rasio X5 biasanya digunakan
untuk mengukur tingkat efisiensi suatu bisnis dalam mamanfaatkan aset yang
dimiliki untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba.
Setelah melakukan perhitungan menggunakan model ini maka akan
diperolehlah hasilnya berupa Z-Score. Z-Score yang telah diperoleh ini
kemudian bandingkan dengan skor yang telah ditetapkan Altman
sebelumnya. Untuk perusahaan manufaktur skor tersebut dikelompokkan
kedalam 3 kategori, yaitu:
1. Untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,99 (Z-Score> 2,99), maka
perusahaan dapat dikatakan sehat dan bebas dari kesulitan keuangan
sehingga memiliki potensi yang kecil untuk mengalami kebangkrutan.
2. Untuk nilai Z-Score antara 1,8 sampai 2,99 (1,8 <Z-Score< 2,99),
maka perusahaan berada dalam area abu-abu (grey area). Pada area
kebangkrutan dikemudian harinya atau tidak. Hal ini sangat
bergantung pada perusahaan itu sendiri.
3. Untuk nilai Z-Score yang lebih kecil dari 1,8 (Z-Score< 1,8), maka
perusahaan dikategorikan mengalami kesulitan keuangan (financial
distress) dan memiliki potensi yang besar untuk mengalami
kebangkrutan.
Seiring berjalanya waktu Altman juga merevisi modelnya agar dapat
diterapkan pada semua jenis perusahaan, seperti perusahaan yang tidak go
public dan perusahaan non-manufaktur. Untuk perusahaan yang tidak go
public Altman melakukan modifikasi pada rumus Z-Score-nya. Modifikasi
tersebut berupa perubahan pada koefisien yang digunakan dalam rumus dan
juga klasifikasi kategori Z-Score-nya. Altman juga mengubah market value
of equity menjadi book value of equity pada rasio X4. Hasil dari modifikasi
tersebut terlihat seperti berikut ini:
Z’ = 0,717X1 + 0.847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0.998X5
Dengan kategori sebagai berikut:
1. Untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,90 (Z-Score> 2,90), maka
perusahaan dianggap sehat.
2. Untuk nilai Z-Score 1,23 sampai 2,90 (1,23 <Z-Score< 2,90), maka
3. untuk nilai Z-Score kurang dari 1,23 (Z-Score< 1,23), maka
perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan berpotensi mengalami
kebangkrutan.
Untuk perusahaan non-manufaktur Altman juga melakukan modifikasi
pada koefisien dalam rumus dan pengelompokan kategori Z-Score-nya.
Selain itu rasio X5 dalam rumus tersebut dihilangkan karena rasio ini lebih
tinggi pada perusahaan ritel dan jasa bila dibandingkan dengan perusahaan
manufaktur. Jika X5 ini tidak dihapus dalam rumus maka Z-Score yang akan
diperoleh nantinya akan salah dalam memberikan prediksi (underpredict)
(Hayes et all, 2010:125). Untuk perusahaan non-manufaktur ini Altman
menggunkan book value of equity dalam rasio X4.Berikut ini adalah rumus
yang digunakan untuk perushaan non-manufaktur:
Z”= 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4
Dengan kategori sebagai berikut:
1. untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,60 (Z-Score> 2,6), maka
perusahaan dianggap sehat.
2. Untuk nilai Z-Score 1,10 sampai 2,60 (1,10 <Z-Score< 2,60), maka
perusahaan berada dalam area abu-abu (grey area).
3. Untuk nilai Z-Score kurang dari 1,10 (Z-Score< 1,10), maka
perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan berpotensi besar akan
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sangat berguna bagi penulis sebagai bahan referensi
dan pertimbangan dalam melakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini dibuat
dengan mengacu pada penelitian-penelitian yang telah pernah dilakukan
sebelumya. Penelitian terdahulu mengenai financial distress dan potensi
kebangkrutan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul
Penelitian Variabel Penelitian Kesimpulan
Raden Roro Distress pada Perusahaan earnings to total assets (RE/TA), EBIT to total assets (EBIT/TA), market value of equity to total liabilities (MVE/TL), sales to total assets (S/TA)
Variabel dependen:
mengalami financial
distress dengan yang
berada pada grey
area dan yang tidak
mengalami financial
distress. Distress in the Case of Operational Program Environment
Variabel
independen: WC/TA,
Lanjutan tabel 2.1
Nama Peneliti Judul
Penelitian Variabel Penelitian Kesimpulan
Edward I.
independen: WC/TA,
RE/TA, EBIT/TA, MVE/TL, S/TA.
Variabel
Independen: ROA,
stability of earning, debt service, perusahaan kedalam kelompok bangkrut relatif sama pada satu tahun sebelum terjadinya
kebangkrutan. (96,2% untuk ZETA
dan 93,9% untuk
Z-Score). Tetapi model ZETA secara konsisten lebih akurat dalam mengklasifikasikan pada periode 2-5 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan dibandingkan
dengan model
Z-Score. Analysis and the Prediction of Corporate Bankruptcy
Variabel
independen: WC/TA,
RE/TA, EBIT/TA, MVE/TL, S/TA
Variabel dependen:
bankcruptcy
ModelZ-Score yag
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual atau kerangka teoritis merupakan sebuah landasan
dan gambaran suatu penelitian yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi
peneliti dalam melakukan proses penelitian. Menurut kuncoro (2003:44)
kerangka teoritis adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian itu
ditujukan. Hal ini merupakan jaringan hubungan antar variabel yang secara logis
diterangkan, dikembangkan dan dielaborasi dari perumusan masalah yang telah
diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi dan survei literatur.
Kerangka konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
H3
h
h
H1& H2
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Financial Distress (Y)
Working capital to total assets (X1)
Retained earnings to total assets (X2)
EBIT to total assets (X3)
Market value of equity to total liabilities (X4)
Working capital to total assets bertujuan untuk mengukur aktiva likuid
bersih (net liquid assets) perusahaan bila dibandingkan dengan keseluruhan aktiva
yang dimiliki perusahaan. Semakin besar rasio ini maka akan semakin baik,
karena perusahaan yang memiliki modal kerja positif memiliki potensi kecil akan
mengalami kesulitan keuangan.
Retained earning to total assets berguna untuk mengukur apakah laba
perusahaan secara kumulatif mampu untuk mengimbangi jumlah keseluruhan
harta (aktiva) perusahaan. Jika perusahaan merugi maka laba ditahan perusahaan
akan menurun. Laba ditahan yang negatif akan menyebabkan perusahaan
berpotensi akan mengalami kesulitan keuangan.
Earning before interest and taxes to tatal assets bertujuan untuk mengukur
produktivitas aktiva perusahaan diluar pajak dan beban bunga. Kebangkrutan
terjadi jika total kewajiban perusahaan melebihi nilai wajar aktiva perusahaan
yang diukur melalui kemampuan atau efektivitas aktiva dalam menghasilkan
pendapatan (earning power).
Market value of equity to total liabilities. Ukuran ini bertujuan untuk
melihat seberapa besar aktiva perusahaan mengalami penurunan nilai (bila dilihat
dari nilai pasar ekuitas perusahaan ditambah utang) sebelum utang perusahaan
melebihi aktivanya dan mengalami kepailitan (bangkrut).
Sales to total assets disebut juga perputaran aset (assets turnover) dan
biasanya digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi suatu bisnis. Semakin besar
rasio ini maka akan semakin baik karena kemungkinan perusahaan akan
2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena,
atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Fungsi dari hipotesis
adalah sebagai pedoman untuk dapat mengarahkan penelitian agar sesuai dengan
yang kita harapkan (Kuncoro, 2003:48)
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Model Altman Z-Scoremempunyai keakuratan yang tinggi dalam
memprediksifinancial distress.
H2 : Model AltmanZ-Scoremempunyai keakuratan yang tinggi dalam
mengklasifikasikan perusahaankedalam grup sehat dan tidak sehat.
H3 : Ada perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan antara perusahaan yang
berada pada kategori distressdengan perusahaan yang berada pada kategori