• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA STROKE 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA STROKE 1"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan masyarakat. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Terdapat variasi angka insidensi dan outcome stroke diberbagai negara. Insidensi stroke di Asia umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat dan juga lebih banyak terjadi pada negara Eropa bagian timur dibandingkan bagian barat. Angka Insidensinya bervariasi dari 660/100.000 pria di Rusia sampai 303/100.000 pria di Swedia (Ali dkk,2009; Carandang dkk, 2006; Goldstein dkk, 2006).

Di Indonesia, penelitian berskala cukup besar pernah dilakukan oleh ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh Indonesia. Studi epidemiologi stroke ini bertujuan untuk melihat profile klinis stroke dimana dari 2065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8 tahun (range 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita. Rata-rata waktu masuk ke RS adalah lebih dari 48,5 jam (range 1-968 jam) dari onset. Rekuren stroke dijumpai hampir pada 20% pasien dan frekuensi stroke iskemik adalah yang paling sering terjadi (Misbach dkk, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan penyakit stroke ? 1.2.2 Bagaimana cara pencegahan penyakit stroke ?

1.2.3 Apa yang menyebabkan seseorang terkena penyakit stroke ?

1.3 Tujuan

(2)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Pengertian

Stroke adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteristik suatu serangan yang mendadak, nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan peredaran darah ke otak non tromatik

Stroke, atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibabatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.

Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovaskular disease.

2.1.2 Etiologi

2.1.2.1 Kurangnya suplai oksigen yang menuju otak

2.1.2.2 Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.

2.1.2.3 Adanya sumbatan bekuan darah di otak

2.1.3 Faktor Resiko

2.1.3.1 Hipertensi 2.1.3.2 Hipotensi 2.1.3.3 Obesitas

2.1.3.4 Kolesterol darah tinggi 2.1.3.5 Riwayat penyakit jantung

(3)

2.1.3.8 Stres

2.1.4 Patofisiologi

Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat urang dari 10 – 15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan nukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.

Setiap defisit vokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkenan. Daerah otak yang terkena akan mengambarkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh darah paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis internal. Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui juga klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi.

Jika aliran darah ketiap bagian otak terhambat karena trumbus atau emboli, maka terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam 1 menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron – neuron. Area yang mengalami nekrosis di sebut infark.

Gangguan pada aliran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel – sel neuron, di mana sel – sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme terganggu dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri – arteri yang menuju otak.

Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan di dalam ruang subarakhnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta ititasi pada pembuluh darah otak.

(4)

Ruptur ulang mengakibatkan berhentinya aliran darah ke bagian tertentu, menimbulkan iskemia fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak.

Perubahan siklus CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang dapat membahayakan jiwa denagn cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak di obati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Di samping itu, terjadi bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernapasan.

2.1.5 Manifestas klinis

Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke. 2.1.5.1 Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa :

 Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi.

 Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran  Terjadi terutama pada usia > 50 tahun.

 Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya.

2.1.5.2 Gejala klinis pada stroke akut berupa :

 Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.

 Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik).

 Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma).

 Afasia (tidak lancar dan tidak dapat bicara).  Disartria (bicara pelo atau cadel).

(5)

2.1.6 Komplikasi

2.1.6.1 Gangguan otak yang berat

2.1.6.2 Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskular.

2.1.7 Pencegahan

2.1.7.1 Hindari merokok, kopi dan alkohol

2.1.7.2 Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal 2.1.7.3 Batasi intake garam bagi penderita hipertensi

2.1.7.4 Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, dll) 2.1.7.5 Pertahahnkan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan

sayuran)

2.1.7.6 Olahraga yang teratur

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

2.1.8.1 Pemeriksaan penunjang

 Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.

 Skan tomografi komputer. Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intraknial (TIK). TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial.

 Magnetic Resonance Imaging (MRI). Menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).

 Ultrasonografi doppler (USG doppler). Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis {aliran darah atau timbulnya plak}) dan arteriosklerosis.

 Elektroensefalogram (EEG). Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.  Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng

(6)

kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.

2.1.8.2 Pemeriksaan laboratorium  Darah rutin  Gula darah  Urine rutin

 Cairan serebrospinal  Analisa gas darah (AGD)  Biokimia darah

 Elektrolit

2.1.9 Penatalaksanan Medis

2.1.9.1 Terapi stroke hemoragik pada serangan akut  Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan

 Masukkan klien ke unit perawatan saraf untuk dirawat di bagian bedah saraf.

 Penatalaksanaan umum dibagian saraf  Penatalaksanaan khusus pada kasus :

 Subarachnoid hemorrhage dan intraventricular hemorrhage

 Kombinasi antara parenchymatous dan subarachnoid hemorrhage

 Parenchymatous hemorrhage.  Neurologis

 Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya

Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak.

 Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah

Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil.

- Aminocaproic acid 100-150 ml0/0 dalam cairan isotonik 2 kali selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari.

(7)

-- Antagonis untuk pencegahan permanen: Gordox dosis pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 x per hari IV; Contrical dosis pertama 30.000 ATU, kemudian 10.000 ATU x 2 per hari selama 5-10 hari.  Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai

10 hari.

Kalsium mengandung obat; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum.

Profilaksis Vasospasme

- Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml {10mg per hari IV diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari})

- Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-10 mg, koreksi gangguan irama jantung, terapi penyakit jantung komorbid.

- Profilaksis hipostatis pneumonia, emboli arteri pulmonar, luka tekan, cairan purulen, pada luka kornea, kontraksi otot dini; lakukan perawatan respirasi, jantung, penatalaksanaan cairan dan elektrolit, kontrol terhadap tekanan edema jaringan otak dan peningkatan TIK, perawatan klien secara umum, dan penatalaksanaan pencegahan komplikasi. - Terapi infus, pemantauan (monitoring) AGD,

tromboembolisme arteri pulmonal, keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan urine, pemeriksaan biokimia darah.

- Berikan dexason 8+4+4+4 mg IV (pada kasus tanpa DM, perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotik diuretik (2 hari sekali Rheugloman [manitol] 15 0/0 200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari kemudian).

 Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak.

(8)

3.1 Manajemen Keperawatan 3.1.1 Pengkajian

3.1.1.1 Perubahan pada tingkat kesadaran atau responsivitas yang dibuktikan oleh gerakan, menolak terhadap perubahan posisi, dan respon terhadap stimulus; berorientasi terhadap tempat.waktu, dan orang.

3.1.1.2 Adanya atau tidak adanya gerakan volunter atau involunter ekstremitas; tonus otot; postur tubuh dan posisi kepala.

3.1.1.3 Kekakuan atau flaksiditas leher.

3.1.1.4 Pembukaan mata ukuran pupil komparatif dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi okular.

3.1.1.5 Warna wajah dan ekstremitas; suhu dan kelembaban kulit

3.1.1.6 Kualitas dan frekuensi nadi dan pernapasan; gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh, dan tekanan arteri.

3.1.1.7 Kemampuan untuk bicara 3.1.1.8 Tanda vital

3.1.1.9 Volume cairan yang diminum atau diberikan dan volume urine yang dikeluarkan setiap 24 jam.

3.1.2 Diagnosa Keperawatan

3.1.2.1 Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membran alveolar-kapiler.

3.1.2.2 Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

3.1.2.3 Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovaskular

3.1.2.4 Resiko aspirasi yang berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk menelan.

3.1.2.5 Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral

(9)

3.1.2.7 Kurang perawatan diri (mandi, gigi, berpakaian) yang berhubungan dengan paralisis.

3.1.2.8 Resiko cedera atau trauma yang berhubungan dengan paralisis

3.1.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 :

Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membran alveolar-kapiler.

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, gangguan pertukaran gas teratasi.

Kriteria hasil :

-Klien akan merasa nyaman

Intervensi Rasional

1. Istirahatkan klien dalam posisi semifowler

1. Posisi semifowler membantu dalam ekspansi otot-otot pernapasan dengan pengaruh gravitasi.

2. Pertahankan oksigenasi NRM

8-10 l/mnt 2. Oksigen sangat penting untukreaksi yang memelihara suplai ATP. Kekurangan oksigen

pada jaringan akan

menyebabkan lintasan metabolisme yang normal dengan akibat terbentuknya asam laktat (asidosis metabolik) ini akan bersama dengan asidosis respiratorik

akan menghentikan

metabolisme. Regenarasi ATP akan berhenti sehingga tidak ada lagi sumber energi yang terisi dan terjadi kematian. 3. Observasi tanda vital tiap jam atau

melindungi respon klien

(10)

Diagnosa 2 :

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien tidak menunjukkan peningkatan TIK.

Kriteria hasil :

-Klien tidak mengalami sakit kepala lagi dan merasa nyaman -Mencegah cedera

-Peningkatan pengetahuan pupil membaik

Intervensi Rasional

1. Ubah posisi klien secara bertahap 1. Klien dengan paraplegia berisiko mengalami luka tekan (dekubitus). Perubahan posisi setiap 2 jam dan melindungi respon klien dapat mencegah terjadinya luka tekan akibat tekanan yang lam karena jaringan tersebut akan kekurangan nutrisi dan oksigen yang dibawa oleh darah.

2. Atur posisi klien bedrest 2. Bedrest bertujuan mengurangi kerja fisik, beban kerja jantung.

3. Jaga suasana tenang 3. Suasanan tenang akan memberikan rasa nyaman pada klien dan mencegah ketegangan

4. Kurangi cahaya ruangan 4. Cahaya merupakan salah satu rangsangan yang berisiko terhadap peningkatan TIK. 5. Tinggikan kepala 5. Membantu drainase vena

(11)

6. Hindari rangsangan oral

7. Kaji respon pupil: pergerakan mata konjugasi diatur oleh saraf bagian korteks dan batang otak.

6. Rangsangan oral berisiko terjadi peningkatan TIK.

7. Perubahan pupil

menunjukkan tekanan pada saraf okulomotorius atau optikus

Klien akan memiliki mobilitas fisik maksimal Kriteria hasil :

-Tidak ada kontraktur otot -Tidak terjadi penyusutan otot -Efektif pemakaian alat

Intervensi Rasional

1. Kaji fungsi sensori dan motorik dengan mengobservasi setiap ekstremitas secara terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal, respon terhadap rangsang.

1. Lobus frontal dan parietal berisi saraf-saraf yang mengatur fungsi motorik dan

sensorik dan dapat

dipengaruhi oleh iskemia atau perubahan tekanan.

2. Lakukan latihan secara teratur dan letakkan telapak kaki klien dilantai saat duduk di kursi atau papan penyanggah saat tidur di tempat tidur. Topang kaki saat mengubah

(12)

posisi dengan meletakkan bantai di satu sisi saat membalikkan klien. 3. Letakkan tangan dalam posisi

berfungsi dengan jari-jari sedikit fleksi dan ibu jari dalam posisi berhubungan dengan abduksi.

3. Membantu klien latihan di tempat tidur berarti memberikan harapan dan mempersiapkan aktivitas di kemudian hari akan perasaan optimis sembuh.

-Tidak tersendak ketika makan, tidak batuk ketika makan, tidak demam. -Tidak ada perubahan warna kulit.

Intervensi Rasional

1. Kaji tanda aspirasi seperti demam, bunyi crackles, bunyi ronkhi, bingung, penurunan PaO2 pada AGD, memberikan makan dengan oral dan NGT dengan senter pada bagian pipi dengan spatel, lemaskan otot lidah, gunakan tisu lembut dibawah mandibula dan angkat ujung lidah dari belakang

1. Klien dengan himiplegia mengalami kelemahan menelan sehingga resiko aspirasi

2. Kaji perubahan warna kulit seperti sianosis, pucat

2. Jika terjadi aspirasi klien akan mengalami kesulitan bernapas sehingga terjadi gangguan pertukaran gas yang di tandai denga sesak napas, sianosis, dan pucat.

(13)

serebral.

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien akan dapat berkomunikasi secara efektif.

Kriteria hasil :

-Klien memahami dan membutuhkan komunikasi.

-Klien menunjukkan pemahaman komunikasi dengan orang lain.

Intervensi Rasional

1. Lakukan terapi bicara 1. Komunikasi membantu

meningkatkan proses

penyampaian dan penerimaan bahasa. Beberapa klien afasia perlu terapi bicara sehingga perlu dilakukan sedini mungkin komunikasi akan efektif. Klien yang memahami bahasa akan merespon bahasa atau pesan dari komunikasi. 2. Gunakan petunjuk terapi bicara

(jika klien tidak memahami bahasa lisan, ulangi petunjuk sederhana sampai mereka mengerti seperti “minum jus”) klien akan mendengar secara perlahan dan jelas. Gunakan komunikasi nonverbal.

Diagnosa 6 :

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan sekunder terhadap paralisis.

(14)

kebutuhan tubuh. Kriteria hasil :

-Klien mengatakan keinginan untuk makan

-Makanan yang disediakan sesuai kebutuhan nutrisi habis. -Berat badan dalam batas maksimal

Intervensi Rasional

1. Kaji kebiasaan makan klien 1. Kebiasaan makan klien akan mempengaruhi keaadan

dokter untuk penentuan kalori. Diet melindungi dengan ebab stroke seperti hipertensi, DM, dan penyakit lainnya.

3. Pemberian makanan pada klien

disesuaikan dengan dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya.

Diagnosa 7:

Resiko cedera atau trauma yang berhubungan dengan paralisis. Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 7 x 24 jam klien tidak akan mengalami trauma.

Kriteria hasil : -Tidak jatuh

-Tidak terdapat luka bakar atau luka lecet.

Intervensi Rasional

1. Pasang tempat tidur, gunakan cahaya yang cukup, anjurkan

(15)

klien berjalan perlahan, dan

meningkatkan resiko klien dengan hemiplegia mengalami trauma.

Diagnosa 8 :

Resiko cedera atau trauma yang berhubungan dengan paralisis. Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi selama 7 x 24 jam klien tidak akan mengalami trauma.

Kriteria hasil : -Tidak jatuh

-Tidak dapat terluka bakar atau lecet

Intervensi Rasional

1. Pasang pagar tempat tidur 1. Pagar tempat tidur melindungi klien dengan hemiplegia terjatuh dari tempat tidur.

2. Gunakan cahaya yang cukup, anjurkan klien berjalan perlahan, anjurkan periode istrahat saat berjalan, kaji adanya trauma pada kulit.

2. Gangguan visual meningkatkan resiko klien dengan hemiplegia mengalami trauma.

3.1.4 Implementasi

(16)

tindakan kolaborasi (Hidayat, 2004).

3.1.5 Evaluasi

Pada tahap ini yang perlu di evaluasi dari klien adalah mengacu pada tujuan yang hendak dicapai.

3.1.6 Perencanaan pasien pulang

3.1.6.1 Berobat secara teratur ke dokter

3.1.6.2 Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter

3.1.6.3 Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh

3.1.6.4 Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah

3.1.6.5 Bantu kebutuhan klien

3.1.6.6 Multipasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik 3.1.6.7 Periksa tekanan darah secara teratur

(17)

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Ny. X (53 tahun) ibu rumah tangga dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan utama ditemukan pingsan di kamar mandi pada pagi hari oleh anaknya. Klien mengatakan merasa pusing dan tiba-tiba pingsan. Klien langsung dibawa ke RS oleh anaknya. Di RS dilakukan pemeriksaan TD= 180/110mmHg, N=97x/m, R=18x/m, T= 36,8oC. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar kolesterol klien 572mg/dL, GDS 220mg/dL. Klien memiliki riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu, sekitar setahun yang lalu klien pernah melakukan mengalami serangan stroke pertama dan dilakukan pemeriksaan CT-scant dan klien dinyatakan mengalamai aterosklerosis. Ayah klien meninggal karena seranggan stroke, dan ibu klien menderita diabetes melitus. Klien memiliki berat badan 75kg dan tinggi badan 155cm.

(18)

yang timbul)

4.1.2 Riwayat penyakit dahulu Klien memiliki riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu, sekitar setahun yang lalu klien pernah melakukan mengalami serangan stroke pertama dan dilakukan pemeriksaan CT-scant dan klien dinyatakan mengalamai aterosklerosis.

4.1.3 Riwayat penyakit keluarga Ayah klien meninggal karena seranggan stroke, dan ibu klien menderita diabetes melitus.

4.1.4 Sirkulasi ( hipertensi, dan dibetes militus ) 4.1.5 Neurosensorik ( pusing dan tiba-tiba pingsan ) 4.1.6 Kenyamanan (pusing)

4.2 Pemeriksaan fisik

TD= 180/110mmHg, N=97x/m, R=18x/m, T= 36,8oC.

4.3 Analisa data

No Analisa data Etiologi Problem

1 DS : Klien mengatakan merasa pusing dan tiba-tiba pingsan. DO : TTV :

TD=180/110mmHg, N=97x/m,

R=18x/m, T= 36,8oC.

Kolestrol : 572mg/dL, GDS : 220mg/dL. Klie memiliki BB : 75 Kg, dan TB : 155 cm. Umur klien 53 tahun, Klien mengalami asterosklerosis

Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak

(19)

2 DS :

-otot Gangguan mobilitas fisik

3 DS : klien dan / atau keluarga akan menanyakan masalah kesehatan;

DO :

- sulit mengikuti petunjuk

- tidak melakukan pemeriksaan secara akurat

- kurang mengenal masalah

- tidak tertarik belajar

- tidak familiar terhadap

sumber- Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke otak.

 Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovaskular  Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke yang berhubungan dengan

kurangnya informasi mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan stroke di rumah.

4.5 Prioritas Masalah

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke otak.

(20)

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke otak.

Tujuan :

Gangguan pertukaran gas teratasi Kriteria hasil :

Klien merasa nyaman

Intevensi Rasional

1. Istirahatkan klien dalam posisi semifowler

1. Posisi semifowler membantu dalam ekspansi otot-otot pernapasan dengan gravitasi 2. Pertahankan oksigenasi NRM

8-10 I/mnt

2. Oksigen sangat penting untuk reaksi yang memelihara suplai ATP. Kekurangan oksigen

pada jaringan akan

menyebabkan lintasan metabolisme yang normal dengan akibat terbentuknya asam laktat (asidosis metabolik) ini akan bersama dengan asidosis respiratorik

akan menghentikan

metabolisme. Regenerasi ATP akan berhenti sehingga tidak ada lagi sumber energi yang terisi dan terjadi kematian. 3. Observasi tanda vital tiap jam atau

melindungi respons klien

3. Normalnya tekanan darah akan sama pada berbagai posisi. Nadi menandakan tekanan dinding arteri. Nadi > 97

X/menit menunjukan

peningkatan elastisitas arteri, yang akan menyebabkan tarkikardi.

4. Kaji perubahan tanda vital 4. Perubahan tanda vital menandakan peningkatan TIK (Hickey, 1992 cit Carpenito, 1995).

Perubahan nadi dapat menunjukan tekanan batang otak pada awalnya melambat

kemudian untuk

mengonpensasi hipoksia. Pola

pernapasan beragam

melindungi gangguan pada berbagai lokasi.

(21)

Diagnosa 2 :

Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovaskular. Tujuan :

Klien akan memiliki mobilitas fisik normal. Kriteria hasil :

-Tidak ada kontraktur otot - Tidak terjadi penyusutan otot -Tidak ada ankilosis pada sendi

Intervensi Rasional

1. Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap ekstremitas secara terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal, respons terhadap rangsang.

1. Lobus frontal dan parietal berisi saraf-saraf yang mengatur fungsi motorik dan sensorik dan dapat di

pengaruhi oleh iskemia atau perubahan tekanan.

2. Ubah posisi klien setiap 2 jam 2. Mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu lama pada satu sisi sehingga

jaringan yang tertekan akan kekurangan nutrisi yang dibawa darah melalui oksigen. Jangan gunakan bantal

dibawah lutut saat klien posisi telentang karena resiko

terjadinya hperekstensi pada lutut. Tetapi letakkan

gulungan handuk dalam jangka waktu singkat. 3. Topang kaki saat mengubah posisi

dengan meletakkan bantai di satu

(22)

sisi saat membalikkan klien. terkulai dan jatuh serta mencegah fleksi.

4. Bantu klien duduk atau turun dari tempat tidur

4. Klien hemiplegia mempunyai ketidakseimbangan sehingga perlu dibantu untuk keselamatan dan keamanan

Diagnosa 3:

Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke yang berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan stroke di rumah.

Tujuan :

Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan klien Kriteria hasil :

Keluarga mampu mendemostrasikan perawatan klien dirumah.

Intervensi Rasional

1. Tanyakan kesiapan klien dan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk

pengetahuan tentang penyakit dan perawatan klien

1. Kajikan kesiapan klien dan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan klien

2. Jelaskan tentang proses penyakit klien, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan aktivitas sehari-hari

2. Pemahaman tentang masalah ini penting untuk

meningkatkan partisipasi keluarga klien dalam proses perawatan klien

3. Jelaskan tentang pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara

pemberian serta efek samping yang mungkin timbul

3. Meningkatkan pemahaman dan partipasi keluarga klien dalam pengobatan

4. Jelaskan dan tunjukan cara perawatan klien di rumah

(23)

4.7 Implementasi

Implementasi merupakan langkah ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. Dalam pelaksaan tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tidakan jenis mandii dan tindakan kolaborasi (Hidayat, 2004).

4.8 Evaluasi

Pada tahap ini yang perlu di evaluasi dari klien adalah mengacu pada tujuan yang hendak dicapai.

Diagnosa 1 :

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke otak.

S : klien mengatakan tidak mengalami sakit kepala dan tidak berdebar-debar O : tanda-tanda vital dalam keadaan normal

(24)

Diagnosa 2 :

Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovaskular S : klien mengatakan sudah bisa melakukan aktivitas dengan baik

O : sudah tidak mengalami kelemahan dan kekuatan otot mulai membaik A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi.

Diagnosa 3 :

Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke yang berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan stroke di rumah.

S : klien mengatakan mengerti dan paham tentang penyakit dan pengobatan klien

O: setelah dilakukan penjelasan, keluarga mampu mendemostrasikan perawatan klien dirumah

A : keluarga mengerti dan masalah bisa teratasi P : pertahankan intervensi

4.9 Perencanaan Pasien Pulang

4.9.1 Berobat secara teratur ke dokter

4.9.2 Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter

4.9.3 Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah 4.9.4 Bantu kebutuhan klien

(25)

BAB 4 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan masyarakat. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Stroke ini juga dapat disebabkan karena kebiasaan gaya hidup seseorang sehingga memicu munculnya penyakit stroke.

(26)

neurovaskular. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke yang berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan stroke di rumah.

5.2 Saran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang dihimpun, ditabulasikan dan diinterpretasikan, maka dapat di simpulkan bahwa terdapat hubungan antara kedisiplinan guru Pendidikan Agama Islam dan

generalisasi yang merupakan kesimpulan informasi dalam bentuk abstrak dan umum, yang dapat digunakan untuk menerangkan atau memprediksi kenyataan tertentu yang tercakup dalam

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan pada studi awal peneliti yang menemukan permasalahan yang terkait dengan sistem e-learning di SMAN Kota Yogyakarta, yaitu belum

Dengan ini ditetapkan Perusahaan Jasa Konsultansi yang masuk / Lulus sebagai DAFTAR PENDEK (SHORT LIST) untuk Kegiatan yang Dikelola Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kab.

Hasil penelitian menemukan: (1) model pendidikan kewirausahaan meliputi sistem, struktur program diklat, komposisi antara teori dengan praktik, modul diklat,

PENILAIAN PADA PIGP Kompetensi guru Kompetensi guru profesional sosial kepribadian pedagogik Penilai Penilai pengawas sekolah/madrasah kepala sekolah/madrasah guru

,.ans :,::rentukan keberhasilan program pendidikan baik pendidikan formal maupun n.ri :::didikan non formal adalah kualitas warga belajarnya, karena warga belajar asan

Sehubungan dengan Pengumuman Pemenang Lelang Nomor : 12.7/POKJA.KONSUL- ULP/BPPD-2016 Tanggal : 18 Agustus 2016 untuk kegiatan : Pembuatan Peta Digital Kecamatan Raya , maka