• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Dibandingkan dengan komoditi lainnya pada sub sektor perkebunan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling pesat pada dua dekade terakhir [14]. Dari 240 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini, lebih dari 46% bekerja di sektor pertanian. Kelapa sawit pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1911, dibawa oleh Adrien Hallet yang berkebangsaan Belgia. Empat pohon sawit pertama dibawa dari Kongo, untuk kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor untuk melihat kecocokannya dengan iklim dan tanah di Indonesia. Hasil perkembangbiakan dari tanaman induk inilah yang kemudian menjadi cikal bakal perkebunan sawit pertama di Sumatera [1].

Kelapa sawit merupakan tanaman pohon tropis yang terutama ditanam untuk menghasilkan minyak. Ditanam dan dipanen di daerah yang luas (3.000 sampai 5.000 ha) disekitar pabrik minyak sentral untuk memungkinkan penanganan industri yang pesat [15]. Seiring dengan berkembangnya industri sawit di Indonesia, luas areal perkebunan sawit juga semakin bertambah yang dirangkum dalam Tabel 2.1 berikut, mulai dari tahun 2009 sampai 2013.

Tabel 2.1 Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia [16]

Tahun Luas areal (ha) Total (ha)

Perkebunan Besar Perkebunan Rakyat

2009 4.888.000 3.061.400 7.949.400

2010 5.161.600 3.387.300 8.548.900

2011 5.349.800 3.752.500 9.102.300

2012 5.995.700 4.137.600 10.133.300

2013 6.170.700 4.415.800 10.586.500

(2)

Gambar 2.1 Luas Lahan Sawit (dalam 103 Ha) pada Tahun 2012 [16]

Industri kelapa sawit berpotensi menghasilkan perkembangan ekonomi dan sosial yang signifikan di Indonesia untuk mengurangi kemiskinan dan memajukan pembangunan ekonomi [2, 17]. Salah satu hasil olahan kelapa sawit adalah Minyak Sawit Mentah (MSM) seperti Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) [18]. Minyak sawit merupakan minyak yang berasal dari proses ekstraksi tandan buah segar kelapa sawit. Dapat digunakan untuk konsumsi makanan maupun non konsumsi. Peningkatan permintaan untuk minyak sawit didorong oleh meningkatnya konsumsi minyak nabati karena perkembangan populasi manusia [19]. Tabel 2.2 berikut merupakan produksi minyak kelapa sawit dunia.

Tabel 2.2 Produksi Minyak Kelapa Sawit Dunia, dalam Jutaan Ton [20] 2010/11 2011/12 2012/13 2014/15 Nov

Perkembangan pesat pada industri kelapa sawit setiap tahunnya telah memberikan kontribusi terhadap pencemaran lingkungan dengan dihasilkan

(3)

sejumlah besar residu dar ekstraksi minyak sawit produksi pada industri sa terdiri dari tandan kosong digunakan sebagai bahan 5].

Limbah cair dihas dekanter. Limbah cair ini sterilizer yang disebut diagram alir proses ekstra dengan limbah yang dihas

Gambar 2.2 Diagram A

dari proses di pabrik kelapa sawit yang berasal da dari tandan buah segar di pabrik kelapa sawi stri sawit menghasilkan limbah padat dan cair. Limb osong buah, serat mesocarp buah dan cangkang kela bahan bakar untuk menghasilkan uap dan listrik di p

dihasilkan dari ekstraksi minyak sawit dari proses ini dikombinasikan dengan limbah dari air pendi ebut sebagai LCPKS [3]. Gambar 2.1 berikut m ekstraksi minyak sawit pada industri kelapa sawit, d

dihasilkan beserta sumbernya.

(4)

Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa terdapat tiga sumber utama limbah cair yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit konvensional yaitu sterilizer kondensat, pemisah lumpur dan limbah hidrosiklon dengan perbandingan sekitar 0,9 : 1,5 : 0,1 m3 [22, 23]. Produksi 1 juta ton minyak sawit mentah membutuhkan 5 juta ton tandan buah segar (TBS). Rata rata pengolahan 1 juta ton TBS di Pabrik Kelapa Sawit menghasilkan 230.000 ton tandan kosong buah (TKS) dan 650.000 ton LCPKS sebagai residu [20].

! !#' (' # !" ! ! # $!%! !& '

LCPKS adalah suspensi koloid berwarna kecoklatan yang mengandung 95 96% air, 0,6% minyak dan 0,7% lemak, dan 4 5% dari total padatan, memiliki konsentrasi COD yang tinggi karena memiliki jumlah karbon rendah (8 20) dari asam amino dan asam lemak yang terlarut, mengandung padatan dan minyak, bersifat asam, mengandung bahan organik tinggi yang tidak beracun karena tidak ada bahan kimia yang ditambahkan selama proses ekstraksi minyak dan mengandung zat hara yang cukup untuk tanaman [4, 24, 25]. Adanya kandungan COD yang tinggi, menyebabkan LCPKS berpotensi menjadi polutan, namun karena kandungan organiknya juga tinggi, maka LCPKS dapat diuraikan secara biologis.

Gambar 2.3 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) [26]

(5)

Tabel 2.3 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) [23, 27]

Parameter Satuan Nilai

pH – 4 – 6

Suhu °C 60 – 80

Biochemical Oxygen Demand (BOD) mg/l 20.000 – 60.000

Chemical Oxygen Demand (COD) mg/l 40.000 120.000

Total Solids (TS) mg/l 30.000 – 70.000

Total Suspended Solids (TSS) mg/l 15.000 – 40.000

Volatile Solids (VS) mg/l 9.000 – 72.000

Minyak dan Lemak mg/l 6.500 15.000

Total nitrogen mg/l 500 – 900

Ammoniacal nitrogen(NH3–N) mg/l 4 – 80

Total P mg/l 90 – 140

Total K mg/l 260 – 400

Total Ca mg/l 1.000 – 2.000

Total Mg mg/l 250 – 350

Sistem pengolahan LCPKS pada dasarnya terdiri dari proses anaerobik dan proses aerobik. Tiga sistem pengolahan yang paling umum digunakan adalah kolam stabilisasi, digester tangki terbuka dengan aerasi diperpanjang, dan digester tangki tertutup yang menghasilkan biogas dan sistem aplikasi tanah [28]. Sistem kolam stabilisasi adalah metode anaerob konvensional yang paling sering digunakan untuk pengolahan LCPKS [4].

LCPKS merupakan limbah yang sangat polutan. Limbah cair yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan polusi berupa ancaman besar bagi daerah sekitar aliran sungai dan badan air serta menimbulkan bau busuk pada daerah sekitar pabrik, ditambah dengan nilai BOD yang tinggi dan pH yang rendah, menyebabkan LCPKS sangat sulit untuk diolah dengan metode konvensional [28]. Oleh karena itu, dibutuhkan pengolahan sebelum LCPKS dibuang ke lingkungan. Tabel 2.4 berikut merupakan baku mutu limbah cair industri minyak sawit yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan.

Tabel 2.4 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit [29]

(6)

) *

Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi diolah di instalasi pengolahan air limbah. Untuk penanganannya perlu dibangun kolam limbah dengan kapasitas yang dapat menampung limbah cair dengan kapasitas olah pabrik brondolan sawit/jam. Tahapan proses pengolahan air limbah terdiri atas: (1) eoling Pond, (2) Kolam Pendingin, (3) Primary Anoerbic Pond, (4)

Secondary Anaerobic Pond dan (5) Aeration Pond. Waktu tinggal limbah pada kolam keseluruhan adalah 109 hari, maka perluasan kolam limbah harus dilakukan sejalan dengan pengembangan kapasitas produksi [30].

Pengolahan secara konvensional ini membutuhkan waktu yang lama dan lahan yang luas, sedangkan LCPKS merupakan sumber pencemar potensial yang dapat memberikan dampak serius bagi lingkungan, sehingga pabrik kelapa sawit dituntut untuk menangani limbah ini melalui peningkatan teknologi pengolahan (end of pipe) [31]. Peningkatan permintaan konsumen minyak sawit berbanding lurus dengan produksi pabrik kelapa sawit sehingga berakibat pada peningkatan LCPKS yang mengandung konstituen biodegradable atau dapat diuraikan secara biologis dengan rasio BOD/COD sebesar 0,5 [32].

Biogas atau biometana adalah pilihan yang efisien untuk mencegah dan mengurangi polusi serta memberikan energi yang berkualitas tinggi untuk bahan bakar kendaraan, pembangkit listrik, dan pemanas [33]. Komposisi biogas bervariasi sangat tergantung pada bahan organik dan proses biologis yang digunakan [34]. Tabel 2.5 berikut merupakan karakteristik biogas secara umum.

Tabel 2.5 Karakteristik Biogas [6, 35, 36]

Parameter Komposisi

Kandungan Energi 6,0 – 6,5 kWh/m3

Kesetaraan Bahan Bakar 0,60 – 0,65 liter minyak/m3 udara

Batas Ledakan 6 – 12% biogas di udara

Temperatur Nyala 650 – 750 °C

(7)

Parameter Komposisi

Temperatur Kritis –82,5 °C

Densitas Normal 1,2 kg/m3

Massa Molar 16,043 kg/kmol1

Salah satu keuntungan utama dari produksi biogas adalah kemampuan untuk mengubah limbah menjadi sumber daya yang berharga, dengan menggunakannya sebagai substrat untuk proses digestasi anaerobik [9]. Secara umum, bahan baku substrat untuk pembuatan biogas harus mengandung tiga jenis makromolekul yaitu karbohidrat, protein dan lipid [37]. Kandungan karbohidrat, protein, senyawa nitrogen, lipid dan mineral yang tinggi dalam LCPKS menjadikan LCPKS sebagai substrat yang baik untuk biokonversi melalui berbagai proses bioteknologi [38]. Jika substrat untuk proses digestasi anaerobik terdiri atas campuran homogen dari dua atau lebih jenis bahan baku (misalnya lumpur kotoran hewan dan limbah organik dari industri makanan), proses ini disebut o digestion dan umum digunakan dalam pembuatan biogas [9]. Tabel 2.6 berikut merupakan potensi biogas yang dihasilkan oleh beberapa substrat.

Tabel 2.6 Potensi Biogas yang Dihasilkan oleh Beberapa Substrat [42] Komponen Biogas

(8)

primer dan sekunder dari pengolahan air limbah konvensional [41]. Gambar 2.4 berikut merupakan skema digester anaerobik dengan sistem atch dan kontinu.

Gambar 2.4 Skema Digester Anaerobik (A) Batch dan (B) Kontinu [42] Terdapat beberapa keuntungan dari proses digestasi yaitu mampu mengolah limbah dengan kandungan senyawa organik yang tinggi, tidak membutuhkan peralatan aerasi, investasi energi rendah dan jumlah lumpur yang dihasilkan jauh lebih rendah dari proses aerobik [43]. Gambar 2.5 berikut merupakan tahapan proses digestasi anaerobik.

(9)

+ , -$ ( (

Hidrolisis adalah tahapan ekstraseluler enzim dimediasi yang melarutkan partikulat dan substrat yang tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh organisme anaerobik [40]. Pada hidrolisis terjadi degradasi bahan organik dan senyawa dengan berat molekul tinggi seperti lipid, polisakarida, dan protein menjadi molekul kecil dan substrat organik terlarut (misalnya, glukosa asam lemak pasir, asam amino), yang cocok untuk digunakan sebagai sumber energi dan sel karbon [45]. Senyawa yang terbentuk selama hidrolisis digunakan selama tahapan asidogenesis.

!"#"$"$%idrolisis Polisakarida

Reaksi yang terjadi adalah [9]:

Polisakarida enzimselulosa,selobiase,xilanase,amilase→ monosakarida Polisakarida adalah senyawa yang mengandung rantai gula terkait. Polisakarida yang umum adalah selulosa, hemiselulosa, pati, pektin, dan glikogen. Hidrolisis selulosa hasil dalam pembentukan selobiosa (dua molekul glukosa yang saling berhubungan) dan glukosa. Pati dan glikogen dipecah menjadi unit glukosa, dan beberapa gula yang berbeda terbentuk dari hemiselulosa dan pektin. Organisme yang aktif dalam proses biogas selama hidrolisis polisakarida termasuk berbagai kelompok bakteri dalam, misalnya, Bacteriodes genera, Clostridium, dan Acetivibrio [42].

2.4.1.2 Hidrolisis Protein

Reaksi yang terjadi adalah [9]:

Protein enzimprotease→ asam amino

(10)

!"#"$") Hidrolisis Lemak

Reaksi yang terjadi adalah [9]:

Lemak enzimlipase→ asam lemak, gliserol

Umumnya lemak terdiri dari gliserol (alkohol) dan asam lemak yang berbeda, yang semuanya dirilis oleh biodegradasi. Enzim yang memecah lemak disebut lipase. Sebagian besar lipase diketahui diproduksi oleh mikroorganisme aerobik aerobik atau fakultatif. Mikroorganisme anaerobik yang banyak mengeluarkan lipase antara lain, genus Clostridium [42].

+ ( ,-. / ( (

Selama asidogenesis, produk hidrolisis diubah oleh bakteri asidogenik menjadi substrat untuk metanogen [9]. Bahan molekul kecil dan substrat organik terlarut didegradasi menjadi VFA (misalnya asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam suksinat, asam laktat dan lain lain), alkohol, ammonia, CO2 dan H2 [42]. Gula sederhana, asam amino dan asam lemak terdegradasi menjadi asetat, karbon dioksida dan hidrogen (70%) serta menjadi VFA dan alkohol (30%) [9]. Pada tahapan ini, mikroorganisme asidogenesis menyediakan substrat yang penting bagi mikroorganisme asetogenesis dan mikroorganisme metanogenesis. Banyak mikroorganisme yang berbeda, aktif selama tahap ini lebih dari pada tahap lain. Mikoorganisme pada tahap ini sama dengan tahap hidrolisis, namun organisme lain juga aktif, misalnya Enterobacterium, Bacteriodes, Acetobacterium, Eubacterium, Clostridium, Ruminococcus, Butyribacterium, Propionibacterium, Lactobacillus, Streptococcus, Pseudomonas, Desulfobacter,

Micrococcus, Bacillus dan Escherichia. Para anggota fakultatif kelompok ini juga membantu melindungi metanogen yang sensitive terhadap oksigen dengan mengkonsumsi jejak oksigen yang dapat masuk dalam umpan [42, 46].

+ ) ( '-. / ( (

(11)

oleh asetogen untuk menghasilkan asam asetat, CO2 dan hidrogen yang dapat digunakan oleh metanogen untuk produksi metana [46].

VFA dengan rantai karbon lebih panjang dari dua unit, dan alkohol dengan rantai karbon lebih panjang dari satu unit, dioksidasi menjadi asetat dan hidrogen [9]. Konversi substrat menjadi asetat mengikuti reaksi berikut [47]:

Reaksi sintrofik asetogenik:

Propionat + 3H2O → asetat + HCO3 + H+ + 3H2 Butirat + 2H2O → 2 asetat + H+ + 2H2

• Propionat + 2HCO3 → asetat + 3 format + H+ • Butirat + 2HCO3 → 2 asetat + 2 format + H+ Reaksi homoasetogenik:

• Laktat → 1 ½ asetat + ½ H+

Etanol + HCO3 → 1 ½ asetat + H2O + ½ H+ • Metanol + ½ HCO3 → ¾ asetat + H2O 4H2 + 2HCO3 + H+ → asetat + 4H2O

yntrophomonas, Syntrophus, Clostridium, dan Syntrobacter adalah contoh genus dari mikroorganisme yang dapat melakukan oksidasi anaerobik yang bersintrofik dengan mikroorganisme untuk menguraikan gas hidrogen. Banyak organisme ini dikenal sebagai asetogens, yaitu selain gas hidrogen dan karbon dioksida mereka juga membentuk asetat sebagai produk utama [42].

+ + '!/-. / ( (

Metanogenesis adalah tahapan mengubah senyawa antara menjadi produk akhir yang lebih sederhana, terutama CH4 dan CO2 oleh dua kelompok mikroorganisme metanogen: kelompok pertama mengkonversi asetat menjadi metana dan karbon dioksida (methanogen aceticlastic) dan kelompok kedua menggunakan hidrogen sebagai donor elektron dan CO2 sebagai akseptor untuk menghasilkan metana (methanogen hydrogenotrophic). Sekitar 72% dari metana yang dihasilkan dalam pencernaan anaerobik adalah dari asetat; dan 28% dari metana berasal dari hidrogen [6, 45]. Reaksi yang terjadi yaitu [47]:

(12)

Metanol : 4 CH3OH → 3 CH4 + CO2 + 2 H2O

Metanogenesis merupakan tahapan kritis dalam seluruh proses pencernaan anaerobik, karena merupakan reaksi biokimia yang paling lambat [9]. Saat ini hanya ada dua kelompok yang diketahui dari metanogen yang memecah asetat yaitu -ethanosaeta dan Methanosarcina, sementara yang memecah gas hidrogen yaitu Methanobacterium, Methanococcus, Methanogenium dan

Methanobrevibacter [42].

0

Tiga kelompok bakteri yang berbeda (fermentasi, asetogenik dan metanogen) terlibat dalam proses digestasi anaerobik dan bakteri ini secara luas berbeda satu sama lain dalam fisiologi dan kebutuhan gizi. Ketika substrat mudah terhidrolisis seperti pati terlarut diperlakukan anaerob, proses ini memiliki masalah pada tingkat pembebanan yang tinggi karena ketidakseimbangan antara asam dan pembentukan metana [48]. Untuk mengatasi masalah ini, banyak upaya telah dilakukan untuk memisahkan proses menjadi dua tahap yang berbeda yang pertama untuk tahap hidrolisis dan asidogenesis sedangkan tahap kedua untuk metanogenesis. Proses digestasi anaerobik dua tahap dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.6 Digestasi Anaerobik Dua Tahap [46]

(13)

digestasi dua tahap, substrat dimasukkan ke dalam reaktor tahap pertama, cairan yang mengandung senyawa antara, terutama VFA secara terus menerus dikeluarkan dan dimasukkan ke reaktor tahap kedua yaitu tahap metanogen. Dengan cara ini, kondisi masing masing tahap dapat dioptimalkan, kemudian senyawa antara seperti VFA yang dapat menghambat kelompok mikroorganisme dalam konsentrasi tinggi, terus menerus dapat dicuci dari reaktor tahap pertama [49]. Mikroorganisme yang terkait dengan hasil tahap pertama memiliki tingkat pertumbuhan dan aktivitas tertinggi, maka reaktor asidogenik akan selalu lebih kecil dari reaktor metanogen [46]. Tujuan dari proses digestasi anaerobik dua tahap tidak hanya untuk lebih mendegradasi limbah, tetapi juga untuk mengekstrak energi lebih bersih dari sistem [50].

Penelitian JE Hernandez dan RGJ Edyvean, 2011 [51] menggunakan .o

stage (asidogenesis dan metanogenesis) anaerobic digestion (TSAD) yang dibandingkan dengan single stage anaerobic digestion (SSD) untuk mengolah air limbah sintetis yang terkontaminasi fenol. Kedua sistem dioperasikan dalam

batch dilution dan semi kontinu pada 35°C. TSAD memiliki produksi biogas lebih besar, pada reaktor asidogenesis lebih mudah terjadi penguraian tanpa hambatan oleh akumulasi fenol (sampai 1.450 mg/l). Reaktor asidogenesis juga mencegah penghambatan pembentukan biogas di tahap kedua (metanogen), dengan menghambat fenol dan dihasilkan asam organik dengan cepat. Sistem ini meningkatkan produksi biogas dan memungkinkan kontrol yang lebih baik dari tahap asidogenesis dan metanogen.

Penelitian Noha et al, 2012 [50] mengevaluasi proses digestasi anaerobik satu tahap dan dua tahap untuk produksi biometana dan biohidrogen menggunakan thin stillage, hal ini dilakukan untuk menilai dampak dari memisahkan tahap asidogenesis dan metanogenenesis pada digestasi anaerobik.

(14)

karbohidrat menjadi hidrogen dan VFAs. Perbandingan dari dua proses berdasarkan hasil akhir energi menunjukkan bahwa peningkatan terbesar 18,5% pada keseluruhan untuk menghasilkan energi dicapai dengan menggunakan digestasi anaerobik dua tahap.

Penelitian Prawit et al, 2014 [52] menggunakan reaktor UASB yang dioperasikan pada kondisi termofilik dan digunakan untuk menyelidiki proses anaerobik dua tahap untuk memproduksi hidrogen dan metana secara kontinu dari skim lateks serum (SLS). Reaktor tahap pertama untuk memproduksi hidrogen dioperasikan dengan umpan 38 g VS/L SLS dengan variasi HRT dari 60, 48, 36, dan 24 jam. Produksi yield hidrogen optimum adalah 2,25±0,09 L H2/L SLS dicapai pada HRT 36 jam. Effluent yang mengandung asetat diumpankan ke reaktor UASB kedua untuk produksi metana pada HRT 9 hari dan dihasilkan konversi metana 6.41±0.52 L CH4/L SLS. Efisiensi removal bahan organik yang diperoleh dari proses dua tahap ini adalah 62%. Penelitian ini menunjukkan bahan bakar gas bernilai tinggi dalam bentuk hidrogen dan metana dapat berpotensi dihasilkan dengan menggunakan proses anaerobik dua tahap terus menerus, di mana bahan organik yang tersedia secara bersamaan terdegradasi.

1 2

Proses digestasi anaerobik harus dipantau untuk memastikan keberhasilan dari proses ini. Beberapa parameter yang penting dalam proses digestasi anaerobik yaitu:

1 ! ! ' . ('!( /! - #

2.6.1.1 pH

(15)

VFA terdisosiasi yang dianggap bebas menembus membran sel mikroorganisme. Setelah menyerap membran, asam lemak internal terpisah sehingga menurunkan pH sitoplasma dan mempengaruhi metabolisme bakteri [6]. Nilai pH pada proses anaerobik akan mengalami penurunan dengan diproduksinya asam volatil dan akan meningkat dengan dikonsumsinya asam volatil oleh bakteri pembentuk metana [54]. Mikroorganisme asidogenik dapat tumbuh dan terus menghasilkan asam pada pH rendah (5 6) [53]. Tingkat pH optimal untuk kelompok fungsional biokimia pada proses anaerob yaitu [40]:

1) Hidrolisis, biasanya optimal di atas pH 6 tetapi memungkinkan hingga pH 5. 2) Asidogenesis, optimal antara pH 5,5 dan 8, tetapi memungkinkan hingga pH 4. 3) Asetogenesis/hidrogen memanfaatkan metanogen, optimal antara pH 6,5 dan 8

tetapi memungkinkan hingga pH 5.

4) Metanogenenesis, optimal antara pH 7 dan 8, tetapi memungkinkan hingga pH 6.

!"/"$"! &alinitas

Alkalinitas adalah ukuran dari jumlah alkali (dasar) zat dalam proses biogas. Semakin tinggi alkalinitas, semakin besar kapasitas buffer dalam proses, yang akan menstabilkan nilai pH. Alkalinitas terutama terdiri dari ion bikarbonat yang berada dalam keseimbangan dengan karbon dioksida. Karbon dioksida dan ion karbonat juga berkontribusi terhadap alkalinitas. Dekomposisi substrat kaya nitrogen dengan proporsi yang tinggi protein dan asam amino dapat meningkatkan alkalinitas, karena amonia dirilis dapat bereaksi dengan karbon dioksida terlarut membentuk amonium bikarbonat. Berikut merupakan reaksi dari karbon dioksida dalam kesetimbangan dengan asam karbonat dan karbonat [42]:

CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ HCO3 + H+ ↔ CO32 + 2H+

(16)

dan mengubahnya menjadi bikarbonat, atau bikarbonat dapat ditambahkan secara langsung [6]. Nilai alkalinitas tinggi (2000 4000 mg/l menggunakan CaCO3) sering diperlukan untuk memastikan pH mendekati netral selama kandungan CO2 tinggi (30 50%). Tingkat alkalinitas yang dibutuhkan jarang tersedia pada air limbah influen, tetapi dapat dihasilkan oleh degradasi protein dan asam amino [45] juga bisa ditingkatkan menggunakan penambahan senyawa kimia. Tabel 2.7 berikut merupakan bahan kimia yang biasa digunakan sebagai penyangga.

Tabel 2.7 Bahan Kimia yang Biasa Digunakan sebagai Penyangga [36]

Bahan Kimia Formula Kation Penyangga

Sodium bikarbonat NaHCO3 Na+

Potassium bikarbonat KHCO3 K+

Sodium karbonat Na2CO3 Na+

Potassium karbonat K2CO3 K+

Kalsium karbonat CaCO3 Ca2+

Kalsium hidroksida Ca(OH)2 Ca2+

Anhydrous ammonia (gas) NH3 NH4+

Sodium nitrat NaNO3 Na+

Parameter yang lebih sensitif untuk memantau digester dan mengukur stabilitas proses adalah VFA/rasio alkalinitas, ketika rasio ini kurang dari 0,35 0,40 (setara asam asetat/setara CaCO3) proses ini dianggap beroperasi menguntungkan tanpa resiko pengasaman [6].

!"/"$") emperatur

(17)

(ambient) [46]. Gambar 2.7 berikut merupakan tingkat pertumbuhan relatif mikroorganisme anaerobik.

Gambar 2.7 Tingkat Pertumbuhan Relatif Mikroorganisme Metanogen [9] Kondisi psikropilik sebagian besar terdapat di lingkungan, sementara kondisi mesofilik dan termofilik sebagian besar dalam sistem rekayasa [40]. Dalam prakteknya, temperatur operasi dipilih dengan mempertimbangkan bahan baku yang digunakan dan temperatur proses yang diperlukan dapat disediakan oleh ruangan atau menggunakan sistem pemanas pada digester [9]. Enzim berkembang dalam mikroorganisme setelah penyesuaian yang dapat mentolerir perubahan suhu. Akibatnya ada mikroorganisme yang dapat tumbuh di lebih dari satu rentang suhu. Digestasi anaerobik mesofilik dan termofilik lebih banyak digunakan daripada psikropilik karena laju reaksi tinggi pada rentang suhu tersebut. Namun, suhu psikropilik sering terjadi berdasarkan kondisi iklim setempat dan penting untuk meningkatkan proses dalam kondisi ini [53].

2.6.1.4 Pengadukan

(18)

hidrolitik untuk membuat kontak yang baik dengan berbagai molekul bahwa mereka harus mencerna dan enzim mereka dapat didistribusikan di seluruh area permukaan besar dalam substrat. Pengadukan juga mencegah bahan dari terakumulasi di bagian bawah tangki digestasi dan mengurangi risiko berbusa [42].

!"/"$"0Kebutuhan Nutrisi

Nutrisi sangat dibutuhkan dalam proses anaerobik. Nutrisi yang paling penting bagi bakteri adalah karbon dan nitrogen, tapi dua elemen ini harus disediakan dalam rasio yang tepat. Jika tidak, amonia dapat terbentuk ke tingkat yang dapat menghambat mikroorganisme. Rasio karbon/nitrogen (C/N) tergantung pada daya cerna dari sumber karbon dan nitrogen [44]. Nutrisi yang memadai tersedia apabila menggunakan limbah yang kompleks untuk diolah. Penambahan nutrisi diperlukan ketika mengolah limbah industri yang kekurangan unsur hara makro seperti nitrogen dan fosfor. Umumnya kebutuhan nutrisi untuk nitrogen, fosfor, dan sulfur masing masing berada di kisaran 10 13; 2 2,6; dan 1 2 mg per 100 mg biomassa. Untuk mempertahankan aktivitas maksimum metanogen, sangat diinginkan nilai konsentrasi fasa cair nitrogen, fosfor, dan belerang masing masing 50, 10 dan 5 mg/l [45].

(19)

!"/"$"/ olatile Fatty Acid (VFA4

VFA merupakan senyawa intermediet yang dihasilkan selama tahapan asidogenesis dengan rantai karbon hingga enam atom [9]. VFA dapat digunakan sebagai indikator stabilitas proses fermentasi metana [55]. Ketidakstabilan proses digestasi anaerobik akan menyebabkan akumulasi VFA di dalam digester yang menyebabkan penurunan nilai pH. Namun, akumulasi VFA akan tidak selalu dinyatakan dengan penurunan nilai pH, karena terdapat kapasitas buffer pada digester yang berasal dari biomassa yang terkandung di dalamnya [9]. Jika pH tinggi, digester dapat bekerja dengan konsentrasi VFA yang tinggi hingga beberapa g/l. Tetapi efisiensi pengolahan akan rendah [56]. Akumulasi VFA mencerminkan pemisahan kinetik antara pembentuk asam dan konsumen serta ciri khas yang disebabkan oleh hidrolik atau organik overloading, variasi suhu tiba tiba, adanya senyawa toksik atau penghambat dan beberapa faktor lainnya. Asam asetat biasanya terdapat dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari yang lainnya dalam VFA selama proses digestasi anaerobik, sedangkan asam propionat dan butirat menjadi penghambat aktivitas metanogen [6]. VFA dengan konsentrasi tinggi sering dikaitkan dengan efek toksisitas dan inhibisi [46]. Tabel 2.8 berikut merupakan kandungan dari VFA pada proses digestasi anaerobik.

Tabel 2.8 Kandungan VFA yang Umum Terdapat pada Proses Digestasi Anaerobik [46]

2.6.2.1 Beban Organik (Organic Loading Rate4

Beban organik merupakan parameter operasional yang penting, yang menunjukkan berapa banyak bahan kering organik dapat dimasukkan ke dalam digester, per volume dan satuan waktu, sesuai dengan persamaan [9]:

(20)

Keterangan: BR = Beban organik (kg/hariRm3)

m = Massa substrat umpan per satuan waktu (kg/hari) c = Konsentrasi bahan organik (%)

VR = Volume digester (m3)

Produksi gas akan meningkat dengan beban organik sampai tahap ketika metanogen tidak bisa bekerja cukup cepat untuk mengkonversi asam asetat menjadi metana. Beban oeganik berhubungan dengan konsentrasi substrat dan HRT, sehingga keseimbangan yang baik antara kedua parameter harus diperoleh untuk operasi digester yang baik. HRT pendek akan mengurangi waktu kontak antara substrat dan biomassa [25].

!"/"!"! %ydraulic Retention Time (HRT4

HRT adalah rata rata interval waktu ketika substrat disimpan di dalam tangki digester. HRT berkorelasi dengan volume digester dan volume substrat umpan per satuan waktu, sesuai dengan persamaan:

HRT = VR / V (2.2)

Keterangan: HRT = Hydraulic Retention Time (hari) VR = Volume digester (m3)

V = Volume substrat umpan per satuan waktu (m3/hari) Menurut persamaan di atas, peningkatan beban organik akan mengurangi HRT. Waktu retensi harus cukup panjang untuk memastikan bahwa jumlah mikroorganisme yang mati pada proses pengolahan limbah cair tidak lebih tinggi dari jumlah mikroorganisme direproduksi. Tingkat duplikasi bakteri anaerob biasanya 10 hari atau lebih. Sebuah HRT singkat memberikan laju aliran substrat yang baik, tapi hasil gas yang lebih rendah. Hal ini sangat penting untuk menyesuaikan HRT dengan tingkat degradasi spesifik dari substrat yang digunakan [9].

3

(21)

biogas. Maka pada penelitian ini yang dikaji adalah jumlah VFA yang akan dikonversi menjadi biogas pada proses digestasi anaerobik dua tahap. Beberapa penelitian yang berhasil menghitung volume biogas dari VFA ditunjukkan pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Volume Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk

Pada penelitian ini, total pembentukan VFA tertinggi diperoleh pada variasi pH 5,5 dengan jumlah 8.287 mg/L. Melalui Tabel 2.9 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut.

Gambar 2.8 Konversi Total VFA menjadi Biogas [57, 58, 59]

Gambar 2.8 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,0009 x + 0,1043 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini adalah:

Peneliti Total VFA (mg/L) Volume Biogas (L/L·hari) A.K Kivaisi dan M. Mtila [57] 2.058,85 1,70

Rongpin Li et al [58] 4.020,00 3,97

(22)

Ekivalensi 1 m3 biogas terhadap *iquefied Petroleum Gas (LPG) adalah sebesar 0,465 kg. Sehingga

= ,

×

,

= 3,52 kg LPG/m3 LCPKS

Harga LPG industri adalah Rp 11.767/kg [60] sehingga: Harga biogas yang dihasilkan = ,

×

. .

Gambar

Tabel 2.1 Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia [16]
Gambar 2.1 Luas Lahan Sawit (dalam 103 Ha) pada Tahun 2012 [16]
Gambar 2.2 Diagram Agram Alir Proses Ekstraksi Minyak Sawit dan LimbahDihasilkan [21] imbah yang
Tabel 2.3 berikut merupakan karakteristik LCPKS secara umum.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian seperti yang terlihat pada table 4 diatas didapatkan data bahwa berdasarkan cross table antara komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat dan

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang melakukan asuhan keperawatan di ruang rawat inap dan pasien ruang rawat inap di Rumah Sakit Panti Waluya

Evaluasi program sekolah berupa parenting school, home visit, mengadakan dewan kelas secara rutin, komunikasi wali kelas kepada orang tua secara intensif,

Spiritus adalah alkohol yang mempunyai konsentrasi 94-95% yang digunakan sebagai pelarut dan bahan bakar (fuel oil) pengganti bahan bakar minyak yang tidak menimbulkan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh kualitas tidur yang kurang terhadap kadar glukosa darah puasa pada

1(satu) berkas.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat

[r]