• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU PERTUMBUHAN BIBIT PISANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SKRIPSI ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU PERTUMBUHAN BIBIT PISANG"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

SKRIPSI

ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU

PERTUMBUHAN BIBIT PISANG

Oleh

SEKAR UTAMI PUTRI H0708150

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU

PERTUMBUHAN BIBIT PISANG

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh

SEKAR UTAMI PUTRI H0708150

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

(3)

commit to user

iii

SURAKARTA 2013 SKRIPSI

ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU

PERTUMBUHAN BIBIT PISANG

SEKAR UTAMI PUTRI

H0708150

Pembimbing Utama:

Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi. NIP 196201161990021001

Pembimbing Pendamping

Salim Widono, SP., MP. NIP 196707181994121001

Surakarta, Januari 2013 Universitas Sebelas Maret Surakarta

Fakultas Pertanian Dekan,

(4)

commit to user

iv

SKRIPSI

ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU

PERTUMBUHAN BIBIT PISANG

Yang dipersiapkan dan disusun oleh SEKAR UTAMI PUTRI

H0708150

telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal:………. dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar (derajat) Sarjana Pertanian

Program Studi Agroteknologi

Susunan Tim Penguji:

Ketua

Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi. NIP 196201161990021001

Anggota I

Salim Widono, SP., MP. NIP 196707181994121001

Anggota II

(5)

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANTAGONISME

IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH

PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU PERTUMBUHAN BIBIT

PISANG”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Maret.

Penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan

dukungan berbagai pihak, sehingga penulis tak lupa mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pembimbing Utama serta

Pembimbing Akademik.

3. Salim Widono, SP.,MP selaku Dosen Pembimbing Pendamping

4. Ir. Retno Bandriyati AP, MS selaku Dosen Pembahas

5. Bapak Musawab selaku Laboran Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman

6. Kedua orang tua tercinta Siswanto dan Umi Saraswati AS dan adik Adji

Rachmanto dan Laka Kari Ima Aryanti yang selalu memberikan dukungan dan

doa

7. Fitha SH, Retno Wulandari, Bagus DI, Farensa Ikman DS, Agung N, Yuan

HP, Martha DJ, Mayang S, Maryati, Lintang CJ, Gunawan AW, Shalahudin

MP, Teman-teman Kos Pondok A5, Gocelu, Solmated dan Keluarga Besar

Agroteknologi yang memberikan dukungan dan doa

Walaupun disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Tetapi

(6)

commit to user

vi

Surakarta, Januari 2013

(7)

commit to user

C.Pengendalian Hayati dengan Bacillus sp. ... 10

D.Hipotesis... 13

III.METODE PENELITIAN... 14

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

B.Bahan dan Alat ... 14

C.Perancangan Penelitian dan Analisis Data ... 14

D.Pelaksanaan Penelitian ... 15

E.Pengamatan Peubah ... 17

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

A.Kondisi Umum Penelitian ... 19

B.Karakter Bacillus Endofit pada Pisang ... 20

C.Antagonisme antara Bacillus Endofit terhadap BDB secara in vitro ... 21

(8)

commit to user

viii

V.KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

A.Kesimpulan ... 32

DAFTAR ISI (Lanjutan)

Halaman

B.Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul dalam Teks Halaman

1.Karakter Bacillus endofit pisang ... 20

2.Hambatan BDB oleh Bacillue endofit dalam uji antagonisme in vitro 22 3.Pengaruh berbagai isolat Bacillus endofit terhadap berbagai parameter pertumbuhan bibit pisang kepok ... 24

Judul dalam Lampiran 4.Uji F 95% antagonisme Bacillus endofit terhadap BDB secara in vitro ... 38

5.Uji F 95% tinggi tanaman pada uji pertumbuhan ... 38

6.Uji F 95% jumlah daun pada uji pertumbuhan ... 38

7.Uji F 95% diameter batang pada uji pertumbuhan ... 38

(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul dalam Teks Halaman

1.a. Bacillus endofit (B5) pada media TSA ... 20

b. Pewarnaan gram terhadap isolat B10 ... 20

2.Diameter zona hambatan pada uji antagonis in vitro pada isolat B5 dan B0 (kontrol) ... 22

3.Grafik laju pertumbuhan tinggi tanaman bibit pisang kepok setelah inokulasi isolat Bacillus endofit dan tanpa perlakuan ... 25

4.Diagram balok tinggi bibit pisang kapok 8MSI (minggu setelah inokulasi) setelah diinokulasikan isolat bakteri Bacillus endofit ... 26

5.Diagram balok luas daun bibit pisang kepok dengan perlakuan beberapa isolat Bacillus endofit pada awal dan akhir pengamatan .... 27

6.Diagram balok jumlah daun bibit pisang kepok dengan perlakuan beberapa isolat Bacillus endofit ... 28

7.Pengaruh penyiraman berbagai isolat Bacillus endofit terhadap diameter batang bibit pisang kepok ... 29

8.Grafik laju pertumbuhan diameter batang bibit pisang kepok dengan inokulasi berbagai isolat Bacillus endofit ... 30

Judul dalam Lampiran 9.Buah pisang gejala BDB ... 40

10.Sampel akar sehat pisang kepok (Pucang Sawit) ... 40

11.Proses disentifikasi buah gejala BDB ... 40

12.Suspensi akar sehat ... 40

13.Suspensi batang sehat ... 40

14.Suspensi buah gejala BDB ... 40

15.Isolasi suspensi batang sehat (Petoran) ... 40

16.Isolasi suspensi batang sehat (Gulon) ... 40

17.Biakan murni Bacillus... 40

18.Isolat Bacillus endofit (B1) ... 40

(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

Nomor Judul dalam Teks Halaman

20.Isolat Bacillus endofit (B5) ... 40

21.Isolat Bacillus endofit (B7) ... 41

22.Isolat Bacillus endofit (B8) ... 41

23.Persiapan antagonis in vitro ... 41

24.Antagonis Bacillus (B4) dengan BDB ... 41

25.Suspensi Bacillus endofit ... 41

26.Bibit kultur jaringan pisang ... 41

27.Pelukaan pada pisang ... 41

28.Proses pengocoran suspensi Bacillus ... 41

(12)

commit to user

xii

RINGKASAN

ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP

BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU

PERTUMBUHAN BIBIT PISANG. Skripsi: Sekar Utami Putri (H0708150).

Pembimbing: Hadiwiyono, Salim Widono. Program Studi: Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Pisang (Musa sp.) merupakan salah satu tanaman tropika dan di Indonesia banyak ditanam dari perkebunan rakyat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011) pada tahun 2009-2010 produksi pisang mengalami penurunan sebesar 9,7%. Salah satu hal yang dapat menyebabkan penurunan produksi buah adalah hama dan penyakit tanaman. Penyakit layu bakteri mampu menyebabkan kerusakan tanaman dengan intensitas penyakit sebesar 27-36%. Blood Disease Bacterium (BDB) penularannya melalui bibit. Oleh karena itu bibit tanaman bebas patogen menjadi suatu pengendalian yang penting. Aplikasinya dengan penggunaan bibit kultur jaringan yang telah diinokulasikan agens hayati. Agens hayati yang dapat dimanfaatkan adalah Bacillus endofit. Penelitian ini bertujuan mempelajari antagonisme Bacillus endofit terhadap bakteri darah pisang dan mengevaluasi Bacillus endofit dalam kemampuannya memacu pertumbuhan bibit pisang.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman dan Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan untuk menguji 10 isolat Bacillus dalam menghambat BDB secara in vitro dan kemampuannya memacu pertumbuhan bibit kultur jaringan pisang. Uji antagonis Bacillus endofit dan BDB mengamati diameter hambatan dan karakterisasi Bacillus endofit. Uji pemacuan pertumbuhan mengamati tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun dan diameter batang.

(13)

commit to user

xiii

SUMMARY

IN VITRO ANTAGONISM OF ENDOPHYTIC BACILLUS ON BLOOD DISEASE BACTERIUM AND PROMOTING GROWTH OF SEEDLING BANANA Thesis-S1: Sekar Utami Putri (H0708150). Advisers: Hadiwiyono, Salim Widono. Study Program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Banana (Musa sp.) is one of the tropical plants growing and in Indonesia most of it comes from plantation. According to the Central Bureau of statistics (2011) in 2009-2010, banana production decreased by 9,7%. Some of the factors decreasing the production are plant pests and diseases. Bacterial wilt caused by Blood Disease Bacterium is one of the important banana disease being able to damage with disease intensity at 27-36%. The disease is able to transmited by the seedling. Therefore use of the healthy seedlings are important control. The application is the healty seedling can be developed through tissue culture inoculated by biological control agents such as endophytic Bacillus. This research aimed to study antagonism of endophytic Bacillus on blood disease bacterium (BDB) and to evaluate its ability to promote the growth of banana seedlings.

This research was carried out in Laboratory of Plant Pests and disease and Soil Biology to Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret Surakarta. This research was conducted in vitro to study the antagonism of endophytic Bacillus to BDB and the capability of promoting the growth of seedling. Research was using Completely Randomized Design, The test of 10 isolates Bacillus collection were inhibit in vitro BDB and the ability were induce promoting growth banana seedling. The in vitro test had observed diameter of obstacles and characterization of endophytic Bacillus. Promoting growth test had observed plant height, leaves area, number of leaves and stem diameter.

(14)

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pisang (Musa sp.) merupakan tanaman tropika dan di Indonesia banyak

berasal dari perkebunan rakyat. Buah pisang merupakan buah yang banyak

dikonsumsi oleh masyarakat berbagai kalangan dan memiliki potensi yang tinggi.

Buah pisang mengandung banyak vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh

tubuh manusia. Kandungan pada pisang antara lain vitamin A 250-335 IU,

vitamin C 10-11mg, vitamin B1 42-54µg, riboflavin 88µ g dan niacin 0,6mg.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011) pada tahun 2009-2010 produksi

pisang di Indonesia mengalami penurunan sebesar 9,7%. Salah satu hal yang

dapat menyebabkan penurunan produksi buah adalah hama dan penyakit tanaman.

Menurut Hasna (2011) hama tanaman pisang antara lain ulat penggulung daun

(Erionata thrax), uret kumbang/ penggerek bonggol (Cosmopolites sordidus),

penggerek batang (Odoiporus longicolis (Oliv).), thrips (Chaetanaphotrips

signipennis), nematode (Rotuchenchis similis) dan uret buah (Nacoleila octasena).

Penyakit penting pisang antara lain layu fusarium, layu bakteri, dan kerdil pisang.

Penyakit layu bakteri (darah pisang) mampu menyebabkan kerusakan tanaman

dengan intensitas penyakit sebesar 27-80% (Asrul 2008). Penyakit layu bakteri

pada pisang disebabkan oleh blood disease bacterium (BDB).

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen yang sangat merusak

(destructive) dengan sebaran penyakit yang luas di Indonesia. Penyakit darah

pisang di Indonesia, tahun 2004 mencapai 2.116.829 rumpun. Bakteri ini

penularannya melalui tanah dan penyebarannya semakin meluas karena adanya

vektor. Tanaman yang terinfeksi oleh BDB juga dapat menjadi sumber penularan

dalam rumpun maupun tanaman lainnya. Pengendalian yang dapat dilakukan

untuk masalah ini adalah penggunaan bibit yang sehat seperti bibit kultur jaringan

(Nasir et al. 2005). Pengendalian kimia yang masih sering diaplikasikan belum

mampu mengurangi persebaran penyakit darah pisang. Selain itu, pengendalian ini

merupakan pengendalian yang kurang ramah lingkungan karena dapat

(15)

commit to user

2

Pengendalian hayati menjadi alternatif lain untuk pengendalian yang ramah

lingkungan, misalnya menggunakan tanaman tahan penyakit. Penggunaan

tanaman tahan penyakit bisa secara konvensional, bioteknologi dan ketahanan

tanaman terimbas. Tanaman tahan penyakit secara konvensional dengan

penyeleksian pada bibit yang akan dijadikan bahan tanam. Pemanfaatan

bioteknologi dengan penyisipan gen pada tanaman pisang. Cara lain yang dapat

digunakan untuk mendapatkan tanaman tahan dengan cara mengimbas ketahanan

dengan aplikasi elisator baik biotik (memanfaatkan mikroorganisme yang bersifat

antagonis pada suatu patogen) maupun abiotik (perlakuan stress iklim pada

tanaman). Salah satu agens hayati yang biasa diaplikasikan adalah Bacillus sp.

Mikroorganisme ini mampu memproduksi indole acetic acid like substances

(IAAS), melarutkan fosfat, mensekresi siderofor, dan berperan sebagai agens

biokontrol dengan menginduksi sistem ketahanan tanaman serta menghasilkan

antibiotik (Hallmann et al. 1997).

Adanya sebagian spesies Bacillus endofit yang hidup berasosiasi dengan

berbagai tanaman. Bakteri pada tanaman ada yang berasal dari dalam (endofit)

maupun luar tanaman (eksofit). Bakteri endofit merupakan bakteri yang berada

pada tanaman, namun tidak menyebabkan penyakit (Hadiwiyono dan Widono

2012). Eksplorasi dan karakterisasi Bacillus endofit pisang sebagai agens pemacu

pertumbuhan dan agens pengimbasan ketahanan bibit kultur jaringan pisang

terhadap penyakit layu pada pisang belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu,

perlu dilakukan suatu penelitian untuk menguji efektivitas Bacillus endofit

sebagai agens hayati BDB sekaligus pemacu pertumbuhan tanaman, sehingga

pada akhirnya dapat dihasilkan bibit pisang yang tahan terhadap penyakit

khususnya penyakit darah pisang yang disebabkan oleh BDB.

B. Perumusan Masalah

Penyakit darah pisang merupakan penyakit penting pisang yang disebabkan

oleh Blood disease bacterium (BDB). BDB mampu menghambat proses produksi

buah pisang. Hal ini disebabkan gejala yang muncul pada bagian tanaman yaitu

(16)

commit to user

3

fotosintesis ini merupakan proses fisiologi tanaman yang berperan dalam

pembentukan cadangan makanan dalam tanaman. Selain itu persebaran gejala

hingga berkas pembuluh juga menghambat proses translokasi cadangan makanan

ke seluruh bagian tanaman. Peristiwa fisiologi ini merupakan peristiwa yang

penyebarannya sangat cepat, sehingga perlu pengendalian yang tepat dan ramah

lingkungan.

Pengendalian secara hayati, merupakan pengendalian yang tidak

meninggalkan residu pada tanah yang mampu mengurangi kesuburan tanah,

mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap suatu patogen dan mampu

menghasilkan zat pengatur tumbuh tanaman seperti pada beberapa bakteri endofit.

Pengendalian hayati dengan memanfaatkan Bacilus spp. sebagai agens hayati

yang bersifat bakteri endofitik dapat menjadi solusi pengendalian darah pisang

dan agens pemacu pertumbuhan tanaman. Hal ini bisa dijadikan sebagai langkah

mewujudkan bibit pisang sehat dengan aplikasi bakteri endofit, sehingga

diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk memecahkan permasalahan

sebagai berikut:

1. Apakah Bacillus endofit secara in vitro dapat menghambat BDB

2. Bagaimanakah pengaruh Bacillus endofit dalam mempengaruhi pertumbuhan

tanaman inangnya

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian bertujuan mengkaji daya hambat Bacillus endofit terhadap BDB

secara in vitro dan mengevaluasi kemampuannya memacu pertumbuhan bibit

pisang.

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi langkah pengendalian

hayati pada penyakit darah pisang dan pengaruh pemberian bakteri endofit pada

(17)

commit to user

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pisang (Musa sp.)

1. Arti Ekonomi

Buah pisang merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi

tinggi. Buah pisang termasuk buah yang dapat dipanen dalam rata-rata umur satu

tahun. Menurut Badan Pusat Statistik (2010) produksi pisang di Indonesia

mencapai 5.575.553 ton, karena buah pisang dapat diproduksi sepanjang tahun

(tidak bersifat musiman). Pisang termasuk tanaman yang cepat berkembang biak,

dapat bertahan terhadap angin keras dan musim kering, sehingga apabila

mengalami kerusakan akan mudah baik kembali (Rismunandar 1981).

Bagian tanaman pisang dari bonggol hingga daun dapat dimanfaatkan untuk

memenuhi kebutuhan manusia. Buah pisang merupakan salah satu sumber vitamin

dan mineral, namun bisa juga dimanfaatkan sebagai obat dahak, penyembuhan

penderita anemia, mengurangi tekanan stress, menurunkan tekanan darah,

menghindari penyumbatan pembuluh darah, mencegah stroke, memberikan tenaga

untuk berpikir dan dapat menyembuhkan penyakit hepatitis (Cahyono 1995,

Hariyant et al. 2004). Bunga pisang dimanfaatkan sebagai sayur yang

mengandung vitamin, mineral, protein maupun karbohidrat. Bagian daun oleh

masyarakat dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan dan daun yang sudah tua

dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bagian batang dapat dimanfaatkan sebagai

tempat bibit, tancapan wayang atau saluran air. Batang dari pisang abaca juga

dapat dimanfaatkan sebagai serat. Bonggol pisang dapat dimanfaatkan sebagai

keripik, obat disentri dan pendarahan usus besar (sari bonggol)

(Suyanti dan Ahmad 2008).

2. Biologidan Ekologi

Pisang ditempatkan dalam ordo Scitaminaceae, family Musaceae, genus

Musa. Pisang merupakan tanaman herba yang berasal dari asia tenggara. Tanaman

(18)

commit to user

5

seluruh dunia yakni wilayah tropika dan subtropika dimulai dari asia tenggara ke

timur melalui lautan teduh sampai ke Hawaii (Satuhu dan Supriyadi 2005).

Pisang tidak memiliki akar tunggang yang berpangkal pada umbi akar. Akar

yang keluar dari umbi bagian samping tumbuhnya mendatar dan yang tumbuh dari

bagian bawah arah tumbuhnya pun ke bawah. Panjang akar bagian atas mampu

mencapai 4-5m dan bawah mencapai 75-150cm. Sebenarnya yang berada di atas

tanah adalah umbi batang yang memiliki titik tumbuh sehingga muncul daun dan

jantung (bunga pisang). Oleh karena itu batang yang dianggap selama ini adalah

batang semu (peduncle), yang terdiri dari pelepah-pelepah yang tersusun secara

kompak dan kuat. Tinggi batang semu bisa mencapai 3,5-7,5m, tergantung

varietasnya. Helaian daun pisang berbentuk lanset panjang dan permukaan daun

bawah yang berlapiskan lilin. Daun ini diperkuat dengan tangkai daun sepanjang

30-40cm. Bunga pisang tergolong bunga berkelamin satu karena berumah satu

dalam satu tandan. Bunga betina pada pisang terdapat bakal buah dan bunga

jantan tidakada bakal buah. Buah pisang akan muncul pada bunga kemudian

membentuk sisir dan akan selalu memanjang (Rismunandar 1981).

Jenis-jenis umum pisang dibagi menjadi 3 bagian yaitu pisang serat, pisang

hias dan pisang buah. Pisang serat yaitu pisang yang bagian seratnya dapat

dimanfaatkan sebagai bahan tekstil seperti pisang manila (Musa textilis). Pisang

hias yaitu pisang yang ditanam dengan tujuan sebagai hiasan pada tanaman seperti

pisang kipas (Heliconia indica Lamk.) dan pisang kecil yang berwarna-warni.

Pisang buah (Musa paradisiaca L.) yaitu buah yang ditanam dengan tujuan buah

yang dihasilkan dapat dikonsumsi (Cahyono 1995). Pisang yang buahnya dapat

dimakan dimasukkan dalam seksi Eumusa. Kultivar pisang selain menunjukkan

tingkat ploidi yang bervariasi dari diploid (2n= 2x=22) sampai tetraploid

(2n=4x=44) juga bervariasi dalam komposisi genomnya (Jumari dan Pudjoarianto

2000). Variasi group genom yang terbentuk: AA/AAA, AB, AAB, ABB, ABBB,

BB/BBB tergantung pada apakah klon tersebut murni acuminata atau balbisiana,

derivat diploid atau triploid atau apakah group genom tersebut merupakan hibrid

(19)

commit to user

6

Syarat-syarat tumbuh pisang adalah berada pada iklim tropis, lembap dan

panas untuk mendukung, namun dapat hidup di daerah subtropik. Curah hujan

yang dibutuhkan supaya optimal adalah 1520-2800 mm/th dengan 2 bulan kering.

Media tanam yang digunakan adalah tanah yang berhumus dengan pupuk dan

ketersediaan air terjaga (tidak menggenang) serta tidak mengandung garam 0,07%

dan pH tanah 4,5-7,5 (B2P2TP 2012). Ketinggian tempat yang baik untuk

budidaya tanaman dari dataran rendah hingga pegunungan setinggi 2000m dpl.

Pisang ambon, nangka dan tanduk baik ditanam pada ketinggian 1000m dpl

(Nikmaropik 2010). Temperatur yang baik untuk pertumbuhan pisang rata-rata

30oC (Kasutjianingati 2011). Syarat tumbuh pisang ini bisa dijadikan sebagai

panduan dalam budidaya pisang, sehingga menghasilkan produksi yang optimal.

3. Teknologi Budidaya

Pisang merupakan tanaman yang dapat hidup secara liar maupun

dibudidayakan. Pisang mulai dibudidayakan oleh manusia sejak adanya

kebudayaan pertanian yang menetap. Begitu banyaknya manfaat dan jenis pisang

ini, menyebabkan banyak masyarakat yang memelihara dan membudidayakannya.

Hal ini terlihat dari data yang didapat bahwa tahun 2000 areal tanam mencapai

73339 ha dengan produksi buah sebesar 3,74 juta ton. Pada tahun 2006

mengalami pertambahan areal 101463 ha dan produksi mencapai 5,177 juta ton

(Suyanti dan Ahmad 2008). Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam

budidaya pisang agar menghasilkan buah secara optimal adalah dengan

memperhatikan syarat-syarat tumbuh tanaman pisang.

Budidaya pisang meliputi pembibitan, pengolahan tanah, penanaman,

pemberian pupuk, pengairan, penyiangan dan pendangiran, pengendalian hama

dan penyakit serta pemanenan. Suatu proses budidaya tanaman perlu

memperhatikan kualitas bibit yang digunakan. Bibit pada pisang berasal dari

bonggol dan anakan pisang (secara konvensional) dan hasil kultur jaringan. Bibit

hasil kultur jaringan lebih menguntungkan daripada secara konvensional. Hal ini

dikarenakan perlu ketersediaan bibit dalam jumlah banyak dengan waktu yang

(20)

commit to user

7

Kultur jaringan pada pisang terkadang berasal dari bonggol dan jantung

pisang. Bahan tanam yang lebih menguntungkan adalah eksplan dari jantung

pisang karena jumlah benang sari yang banyak diharapkan ketersediaan bahan

tanam yang dihasilkan juga banyak dan kemungkinan rendah untuk

terkontaminasi oleh bakteri tanah (Nisa dan Rodinah 2005). Teknik kultur

jaringan juga memberi keuntungan yaitu umur tanaman berbunga dan berbuah

lebih cepat yaitu 9 bulan, sehingga waktu panen dapat dipersingkat 3-4bulan

dibandingkan dengan cara lain (Cahyono 1995). Kultur jaringan juga dapat

menghasilkan tanaman tahan. Tanaman tahan ini dihasilkan dari klon tanaman

yang rentan (Abadi 2003b, Hariyant et al. 2004).

Penggunaan tanaman tahan bertujuan untuk mengurangi serangan organisme

pengganggu tanaman. Menurut Hasna (2011) organisme pengganggu tanaman

pada pisang untuk hama yaitu ulat penggulung daun (Erienota thrax), Uret

kumbang/ penggerek bonggol (Cosmopolites sordidus), penggerek batang

(Odoiporus longicolis (Oliv).), thrips (Chaetanaphotrips signipennis), uret,

nematode (Rotuchenchis similis), uret bunga dan buah (Nacoleila octasena).

Penyakit pisang antara lain layu fusarium, layu bakteri,dan kerdil pisang

(Satuhu 2005).

Media persemaian yang digunakan dalam pembibitan adalah campuran

kompos dan tanah pasir dengan perbandingan 2:1 yang sebelumnya telah

disterilkan (Cahyono 1995). Pengolahan lahan yang perlu dilakukan untuk

budidaya pisang ini dengan membersihkan lahan dari gulma, penggemburan tanah

yang masih padat, pembuatan sengkedan dan pembuatan saluran pengeluaran air.

Pemeliharaan tanaman pada pisang yang dibudidayakan secara keseluruhan sama

yaitu penjarangan, penyiangan, perempalan, pemupukan, pengairan dan

penyiraman, pemberian mulsa dan pemeliharaan buah (BAPPENAS 2012).

Proses pasca panen akan mempengaruhi kualitas pisang untuk perlu dilakukan

penanganan pasca panen. Pemanenan pisang biasanya dilakukan dengan cara

memotong batangnya pada ketinggian 1m dari permukaan tanah dan tandan buah

ditahan agar tidak jatuh ke tanah. Waktu panen pisang dilakukan dengan 2 cara

(21)

commit to user

8

dengan melihat bentuk buah. Buah yang siap dipanen memiliki sudut kulit buah

yang tumpul. Umur panen pisang berkisar 60-160hari (B2P2TP 2008).

B. Penyakit Darah Pisang

1. Arti Ekonomi dan Gejala Penyakit Darah Pisang

Penyakit darah menjadi kendala pada daerah sentra produksi pisang, karena

penyakit ini mampu menyebabkan kerusakan tanaman sekitar 27-80% dan

kerugian mencapai 10-42% (Asrul 2008). Tanaman sakit menunjukkan ada

perubahan warna daun yang semula seluruh warna daun berwarna hijau, kemudian

menguning dan akhirnya coklat . Waktu inkubasi penyakit sekitar 7hari. Gejala

yang tampak pada buah adalah berwarna kuning-kecoklatan, kelihatan seperti

dipanggang dan membusuk (Cahyono 1995). Gejala lain pada batang atau buah

apabila dipotong menghasilkan getah yang berwarna hampir sama dengan darah

dan layu dalam waktu yang relatif cepat. Gejala luar juga diperlihatkan dengan

terjadinya pengeringan dan pembusukan pada bunga jantan (Hermanto et al. 2010,

Molina 2005).

2. Penyebab Penyakit Darah Pisang

Penyakit darah pisang di Indonesia awalnya ditemukan di Pulau Sulawesi

tahun 1920 oleh Gaumman. Tahun 1990 penyakit ini sudah menyebar di seluruh

Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum

(Fredy 2010). Bakteri patogen ini dapat bertahan dalam tanah selama setahun dan

dapat menginfeksi tanaman sehat. Bakteri ini mampu menimbulkan gejala dengan

menginfeksi tanaman muda yang sehat dengan masa inkubasi waktu 7-10hari.

Bakteri ini juga termasuk dalam bakteri soilborne (bakteri yang penularanya

dalam tanah). Bakteri ini mengalami peningkatan koloni pada suhu 37oC (CABI

2012, Molina 2005). Walaupun bakteri ini termasuk soilborne, BDB juga mampu

penurunan populasi dalam tanah hingga tersisa 5% setelah terlepas dengan tanah

dalam waktu 6bulan (Subandiyah 2011).

Ralstonia solanecearum disebut juga P. solanacearum, merupakan jenis

kompleks yang terdiri Ralstonia solanacearum, Ralstonia syzgii dan blood disease

(22)

commit to user

9

menyebabkan penyakit layu bakteri, tetapi memiliki perbedaan nyata secara

biologi. R. syzgii dan BDB memiliki kekerabatan tinggi dibandingkan Ralstonia

solanacearum. Hal ini dikarenakan adanya kesamaan gen yang fungsinya belum

diketahui, sehingga ada kemungkinan patogen ini mengalami ketahanan gen yang

disebabkan oleh adaptasi ekologi dan konvergensi genom (Remenant et al. 2011).

Secara konvesional perbedaan terletak pada fenotip, namun hal ini tidak

menunjukkan hubungan yang berkorelasi apabila dilakukan secara

macromolecular (Seal et al. 1993).

Bakteri R. solanacearum mempunyai keragaman virulensi, ciri-ciri fenotipik

dan perbedaan genotipik yang cukup tinggi. Berdasarkan galur bakteri ini

dikelompokkan menjadi 2 kelompok fenotipik yaitu pengelompokkan menurut ras

dan biovar. Pengelompokan ras didasarkan pada inang. Pengelompokan biovar

didasarkan pada ciri morfologi dan reaksi pada berbagai substrat gula disakarida

dan heksosa alkohol (Suryadi 2003). Kemampuan dalam hal mengoksidasi atau

menggunakan sumber karbon, terutama glukosa, sukrosa, galaktosa, gliserol,

mannosa dan ribosa, menunjukkan perbedaan di antara isolat R. solanacearum

(Supriadi 1995).

BDB merupakan patogen dengan inang tunggal yaitu pisang kelompok

Musaceae dan ditularkan oleh serangga penyerbuk (sebagai vektor)

(Taghavi et al. 1996). Gejala yang disebabkan oleh BDB hampir sama dengan

R.solanecearum pada penyakit moko pisang yang berasal dari Amerika Tengah.

Hal yang membedakan adalah BDB tidak bersifat patogen pada tanaman

Solanaceae. Infeksi BDB pada pisang bisa dibantu oleh tanah atau air yang

terinvestasi tetapi biasanya disebabkan oleh mekanisasi pada lahan dan vektor

pada bunga (Remenant et al. 2001). BDB merupakan isolat yang sulit untuk

diisolasi pada beberapa jaringan tanaman yang terinfeksi kecuali bagian batang

dan buah. BDB dapat menginfeksi seluruh bagian tanaman dan gejalanya terjadi

secara sistematik serta seluruh bagian tanaman dapat berpotensi sebagai sumber

(23)

commit to user

10

3. Faktor-Faktor yang mendukung Perkembangan BDB

Beberapa faktor mampu mendukung perkembangan BDB dan persebaran

penyakit layu bakteri antara lain kultivar pisang, tinggi tempat, media tanah,

kerapatan isolat dan populasi vektor pada areal pertanaman. Infeksi BDB

dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan paling kondusif di dataran rendah

(Hadiwiyono et al. 2007). Suhu optimal untuk pertumbuhan BDB adalah pada

suhu 37oC. Insiden penyakit di lapangan tidak selalu linier dengan hasil inokulasi

buatan. Infeksi ditentukan oleh sifat-sifat kultivar pisang. Berdasarkan hasil

penelitian Hermawati dan Ikhsan (2006) tingkat kerentanan kultivar pisang

terhadap layu bakteri dapat dikategorikan yaitu 1) kategori rentan pada kultivar

pisang susu, awa, kepok dan raja, 2) kategori agak rentan pada kultivar muli, dan

3) kategori agak tahan pada kultivar kapas. Pisang kepok termasuk dalam genom

ABB, pisang yang masak dan salah satu varietas pisang masak yang memiliki

kualitas bagus. Tahun 1920-an di Sulawesi penyakit ini telah merusak tanaman

kepok disana (Molina 2005). Kerapatan populasi BDB pada suatu tanaman dapat

mempengaruhi insiden penyakit. Kerapatan populasi BDB 104-107 spk/ml mampu

menimbulkan gejala penyakit darah dengan insiden penyakit 20, 40, 60 dan 100%

(Rustam 2007).

Jenis tanah juga mempengaruhi perkembangan penyakit ini. Hal ini terlihat

bahwa pada tanah vertisol mampu menimbulkan insiden serangan BDB 66,46%

dan tanah andosol sebesar 1,36% (Hadiwiyono 2003). Populasi vektor juga

mempengaruhi persebaran penyakit ini. Infeksi bisa melalui lubang alami

tanaman, salah satunya melalui organ bunga. Erionata thrax merupakan serangga

yang berpotensi menyebarkan bakteri penyebab penyakit darah pisang

(Suharjo et al. 2006). Penyakit ini ditularkan dengan cara menular dari bibit yang

sakit, alat-alat pertanian dan bakteri yang terbawa oleh serangga penyerbuk

(Fredy 2010).

C. Pengendalian Hayati dengan Bacillus spp

Taktik pengendalian yang dilakukan untuk pengendalian penyakit darah

(24)

commit to user

11

alat yang steril (BAPPENAS 2012). Pengendalian penyakit darah pisang juga

dapat dilakukan dengan penggunaan tanaman induk yang sehat, pembuatan irigasi

dan drainase pada kebun, sehingga tanaman tidak tergenang serta memperketat

karantina antar wilayah (Fredy 2010). Pengendalian lain dengan pembungkusan

pada bunga pisang, sehingga dapat meminimalisir proses infeksi yang dilakukan

oleh vektor (Subandiyah 2011). Penggunaan bahan kimia yang mengandung

tembaga (cupravit) dan penggunaan antibiotik seperti agrymicin digunakan

sebagai salah satu cara untuk mengendalikan BDB. (Asrul 2008). Namun tidak

semua antibiotik efektif digunakan untuk mengendalikan bakteri patogen

tanaman. Pengendalian hayati menjadi inovasi pengendalian penyakit BDB saat

ini.

Pengendalian hayati akhir-akhir ini banyak mendapatkan perhatian dunia

untuk solusi dalam mengendalikan serangan organisme pengganggu tanaman. Hal

ini muncul karena adanya kekhawatiran bagi masyarakat maupun para peneliti

tentang akibat penggunaan pestisida atau agensia kimia sintesis. Penggunaan

pestisida secara intens dalam jangka waktu lama akan berdampak buruk untuk

kesehatan manusia dan lingkungan, sehingga penggunaannya perlu dikurangi atau

digunakan sebagai alternatif terakhir dalam pengendalian organisme pengganggu

tanaman. Sebaliknya pengendalian hayati perlu dikembangkan lagi karena agens

hayati tidak beracun, tidak sebagai kontaminan pada tanaman dan biaya rendah

untuk memperbanyak agens. Pengendalian hayati sendiri dapat didefinisikan

sebagai semua kondisi atau praktik yang berpengaruh terhadap penurunan daya

tahan atau kegiatan patogen tanaman melalui interaksi dengan agensia organisme

hidup lainnya (selain manusia), yang menghasilkan penurunan keberadaan

penyakit yang disebabkan oleh patogen (Soesanto 2008).

Agens hayati adalah mikroorganisme (bakteri, cendawan, virus, protozoa,

parasitoid, predator parasit) dan organisme yang kasap mata (seperti arthropoda)

yang dimanfaatkan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT)

yang dapat berkembangbiak sendiri (tanpa ada campur tangan manusia)

(Supriadi 2006). Pengaruh agens hayati terhadap tanaman adalah kemampuannya

(25)

commit to user

12

satu mekanismenya yaitu mendukung pertumbuhan tanaman (Soesanto 2008).

Diantara sekian banyak jenis agens hayati yang telah diuji keamanannya untuk

diaplikasikan dalam pengendalian hayati, tiga diantaranya yang aman yaitu

Trichoderma spp., Pseudomonas fluorscens dan Bacillus sp. (Supriadi 2006).

Bakteri yang dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati dibedakan menjadi dua

yaitu bakteri ektofit dan bakteri endofit. Bakteri ektofit atau epifit adalah bakteri

yang hidup dipermukaan tumbuhan. Bakteri endofit adalah bakteri yang ada di

dalam jaringan tanaman (Arifannisa 2010).

Bakteri endofit adalah bakteri yang berada di jaringan tanaman dan tidak

merugikan bagi tanaman. Akhir-akhir ini terdapat penemuan bahwa bakteri

endofit mampu memberi efek menguntungkan pada tanaman yaitu sebagai

penghasil ZPT (zat pengatur tumbuhan) dan antagonis untuk patogen (Hallmann

et al, 1997). Salah satu bakteri endofit adalah Bacillus spp.

Bacillus merupakan bakteri aerob obligat yang tinggal di dalam tanah,

berbentuk batang 0,3 – 2,2 µ x 127 – 7,0 µm. Sebagian besar motil dan flagellum

khasnya lateral (Noorlanyanti 1995). Taksonomi Bacillus yaitu Kingdom

Bacteria; Phylum Firmicutes; Class Bacilli; Order Bacillales; Family Bacillaceae

(Maughan dan Van der awera 2011). Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok

bakteri gram positif yang sering digunakan sebagai pengendali hayati penyakit

akar. Beberapa spesies Bacillus sp. yang menghasilkan antibiotik dapat digunakan

sebagai agens hayati. Jenis antibiotik yang dihasilkan tersebut antara lain berupa

iturin, surfactin, fengicin, polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacilin

(Kasutjianingati 2011). Biasanya bakteri menghasilkan antibiotik setelah fase

ekponensial (Li et al. 2012). Anggota genus ini memiliki kelebihan yaitu bakteri

membentuk spora yang mudah disimpan dan mempunyai daya tahan hidup lama

serta relatif mudah diinokulasi ke dalam tanah (Mehrotra 1981). Salah satu hal

yang menjadi kelebihan bakteri ini yaitu mampu membentuk spora yang dikenal

dengan endospora (Maughan dan Auwera 2011).

Bacillus merupakan bakteri yang dapat menghasilkan endospora. Endospora

adalah bentuk kehidupan alternatif yang dihasilkan oleh Bacillus, Clostridium,

(26)

commit to user

13

Sporolactobacillus, Oscillospira, dan Thermoactinomyces (Mehrota 1981).

Endospora merupakan alat untuk proteksi bakteri pada lingkungan yang tidak

mendukung (Waluyo 2005). Beberapa spesies Bacillus mampu mengendalikan

beberapa penyakit tanaman.

Bacillus juga mampu menekan patogen dalam menghasilkan antibiosis,

induksi ketahanan, kompetisi dan mengkolonisasi sistem perakaran dalam rentang

waktu yang lama dan faktor lingkungan serta penyebaran yang mendukung

(Janisiewicz et al. 2000). Pemberian Bacillus spp. dan P. fluoresen secara terpisah

memperlihatkan penekanan intensitas penyakit layu nilam lebih rendah yaitu

63,90% menjadi 28,57-60,47% dibandingkan dengan pengaplikasian yang

bersamaan. Bacillus spp. Bc 26 mampu menekan intensitas penyakit 63,90%

menjadi 30,33%. Penundaan masa inkubasi munculnya penyakit dan penekanan

intensitas penyakit jelas terlihat. Hal ini adanya kemampuan antagonistik yang

tinggi dalam menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri patogen

(Chrisnawati et al. 2009).

Bakteri ini selain sebagai agens hayati tanaman juga mampu memacu

pertumbuhan tanaman. Hal ini terlihat pada lahan terinvestasi patogen Fusarium

monilitforme, mampu melindungi benih dan tanaman dengan jalan mengoloni

perakaran tanaman dan meningkatkan pertumbuhan tanaman serta kepadatan

populasinya relatif seragam (Soesanto 2008). Selain itu perlakuan bakteri endofit

Archromobacter xylosoxidans dan Bacillus pumilis meningkatkan pertumbuhan

bibit bunga matahari pada kondisi stress air, memproduksi asam salisilat dan

menghambat pertumbuhan cendawan patogen (Forchetti et al. 2010).

D. Hipotesis

1. Bacillus endofit mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan BDB

secara in vitro

(27)

commit to user

14

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-November 2012 di Laboratorium

Hama dan Penyakit Tanaman dan Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta .

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah peduncle tanaman pisang

sehat dan buah pisang terinfeksi BDB, aquades steril, medium TSA (Tripsic Soy

Broth, agarose dan aquades) dan NA (Nutrient Agar), alkohol 95%, medium agar

CPG (Casaminoacid Peptone Glucose), bibit kultur jaringan pisang, media tanam.

Alat yang digunakan antara lalin cawan petri

(Laminar Air Flow), tabung reaksi, jarum ose, jarum L, injeksi, autoclave, lemari

pendingin, kertas saring, timbangan analitik, lampu Bunsen, pipet mikro ( 100µl

dan 1000µl), alat tulis dan polybag.

C. Perancangan Penelitian dan Analisis data

1. Uji Antagonisme Bacillus endofit terhadap BDB secara in vitro

Uji antagonisme Bacillus endofit. terhadap BDB secara in vitro bertujuan

untuk mengetahui efektivitas beberapa isolat Bacillus endofit dalam menghambat

BDB. Unit percobaan disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan isolat yang diuji adalah:

- Isolat Kabut terdiri dari B1, B2, B3, B8

- Isolat Mega terdiri dari B4, B5, B6, B10

- Isolat Tawangmangu B7

- Isolat Petoran B9

Sebagai pembanding digunakkan air steril (B0) dan masing-masing unit perlakuan

(28)

commit to user

15

2. Uji pemacuan pertumbuhan Bacillus endofit pada bibit pisang

Uji pemacuan pertumbuhan Bacillus endofit pada bibit pisang bertujuan untuk

mengetahui efektivitas beberapa isolat Bacillus endofit dalam memacu

pertumbuhan bibit kultur jaringan pisang kepok. Unit percobaan disusun

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan isolat yang diuji adalah:

- Isolat Kabut terdiri dari B1, B2, B3, B8

- Isolat Mega terdiri dari B4, B5, B6, B10

- Isolat Tawangmangu B7

- Isolat Petoran B9

Sebagai pembanding digunakkan air steril (B0) dan masing-masing unit perlakuan

terdiri 3 bibit pisang kapok sebagai unit pengamatan dan diulang 3 kali.

3. Analisis Data

Pengamatan dilakukan secara deskriptif. Data yang diperoleh dilakukan

analisis varian dengan menggunakan uji F taraf 5%. Selanjutnya bila dari uji F

tersebut terdapat pengaruh beda nyata dari perlakuan yang diberikan, maka

dilakukan uji beda rata-rata dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan

pada taraf 5%.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Isolasi dan karakterisasi Bacillus endofit

Isolasi dilakukan dengan cara mengambil batang semu (peduncle) tanaman

pisang kepok sehat. Batang kepok pisang diambil dari area wilayah kampus UNS

(Jalan Kabut, Mega dan Petoran) dan Tawangmangu. Jaringan batang pisang

dipotong dengan ukuran 2x20mm dan dimasukkan dalam 10ml aquades steril

kemudian divortex selama 10 menit. Kemudian suspensi tersebut dilakukan

pengenceran bertingkat dari 10-7-10-9. Setelah itu, suspensi sebanyak 100 µl

dikulturkan pada medium TSA dengan metode cawan sebar yang diinkubasi

selama 1-2 hari. Koloni yang tumbuh dimurnikan dengan subkultur medium yang

sama. Selanjutnya koloni tunggal diamati karakter morfologinya (bentuk, tepian,

(29)

commit to user

18

media TSA agar miring dalam tabung reaksi dan sebagian disimpan pada air steril

sebagai biakan stok.

2. Isolasi BDB

BDB berasal dari buah pisang daerah-daerah endemis penyakit darah pisang

(daerah Klaten). Buah pisang bergejala didesinfestasi dengan alkhohol 95% pada

bagian luarnya, kemudian dipotong dan diambil jaringan pembuluhnya antara

kulit dan daging buahnya dengan cara menyayat tipis berukuran 2x1cm dengan

tebal 0,3 cm. Sayatan tersebut kemudian dimasukkan pada tabung reaksi berisi air

steril 10ml. Tabung reaksi digoyang-goyang (vortex) perlahan-lahan untuk

membebaskan sel bakteri dan dibiarkan selama 2 menit untuk membebaskan

bakteri dari jaringan sakit yang ditandai dengan keluarnya ooze bakteri dari

jaringan tanaman, sehingga mengubah suspensi tampak lebih keruh.

Jarum ose digunakan untuk mengambil suspensi bakteri patogen untuk

digoreskan pada media agar CPG (Casaminoacid Peptone Glucose) dalam cawan

petri dan kemudian diinkubasi 48 jam pada suhu ruang. Pengamatan pada jenis

bakteri yang tumbuh dan dipilih koloni tunggal yang kecil kurang dari Æ 1.5 cm,

berwarna putih susu, cembung, permukaan mengkilat seperti cairan dan

lengket/terangkat saat dicampur dengan larutan KOH 3% (menunjukkan sebagai

gram negatif). Selanjutnya dilakukan pemurnian patogen dengan menggoreskan

kembali suspense patogen dari koloni tunggal sebanyak dua kali. Isolat murni

digoreskan pada media CPG agar miring dalam tabung reaksi dan diinkubasi 5-8

hari untuk keperluan pengujian-pengujian lebih lanjut. Sebagian koloni dari

biakan murni disimpan dalam air steril pada –4oC untuk stok patogen.

3. Uji antagonisme Bacillus endofit terhadap BDB secara in vitro

Antagonisme Bacillus Endofit terhadap BDB secara in vitro dilakukan dengan

metode dual culture. Suspensi patogen dengan kerapatan 108spk/ml dikulturkan

pada media NA dengan metode cawan sebar pada cawan petri Æ 9 cm.

Selanjutnya diberi 4 potongan kertas saring Æ 0,8 cm, yang telah dicelupkan pada

(30)

commit to user

18

silang dan sebagai pembanding digunakkan kertas saring yang hanya dicelupkan

air steril dengan posisi keempatnya silang untuk perlakuan kontrol. Setelah itu,

kultur bakteri diinkubasikan selama 48-72 jam untuk diamati zona hambatan

pertumbuhan patogen oleh antagonis. Dengan mengukur daerah lisis yang

terbentuk oleh Bacillus endofit.

4. Uji pemacuan pertumbuhan tanaman

Bibit pisang kepok hasil kultur jaringan berumur 8 minggu setelah

aklimatisasi diinokulasikan dengan metode pengocoran(penyiraman) suspensi

berbagai isolat Bacillus endofit 25 ml dengan kerapatan 10-8spk/ml dan sebagai

pembanding bibit pisang disiram aquades steril. Bibit pisang dilukai (dengan

menusukkan jarum di daerah perakaran) dipepada daerah perakaran untuk

memudahkan proses infeksi bakteri pada tanaman. Bibit ditempatkan pada paranet

dan selanjutnya dilakukan pengamatan setiap seminggu sekali sampai 8 minggu

setelah inokulasi. Perawatan tanaman yang dilakukan yaitu penyiraman.

Pengamatan bibit berupa tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun dan diameter

batang.

E. Pengamatan Peubah

1. Karakter bakteri Bacillus endofit

Karakter bakteri yang diamati adalah morfologi bakteri Bacillus (warna,

tepian, bentuk, elevasi) dan pewarnaan gram koloni bakteri.

2. Uji antagonis Bacillus endofit terhadap BDB secara in vitro

Untuk mengamati kemampuan antagonis Bacillus terhadap patogen BDB,

maka perlu dilakukan pengamatan pada beberapa isolat Bacillus endofit dengan

parameter pengamatannya sebagai berikut;

a. Diameter hambatan

Diameter hambatan diamati dengan mengukur daerah lisis pada daerah sekitar

kertas saring.

b. Persentase hambatan

(31)

commit to user

18

Persentase hambatan diukur dengan menghitung jumlah luasan daerah BDB

yang terlisis oleh kertas saring yang telah dicelup suspensi Bacillus endofit.

3. Uji pemacuan pertumbuhan Bacillus endofit pada planlet pisang

a. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman sebagai peubah yang menunjukkan pertumbuhan vegetatif

planlet diukur dari pangkal batang sampai ujung daun terpanjang. Pengamatan

dilakukan tiap minggu sekali, sejak 1-8 minggu setelah inokulasi Bacillus endofit.

b. Luas daun

Luas daun menunjukan kemampuan tanaman dalam proses fisiologinya seperti

tranpirasi dan fotosintesis yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Pengamatan luas daun ini dengan metode gravimetric, pada 1 minggu setelah

inokulasi dan 8 minggu setelah inokulasi Bacillus endofit.

daun

Jumlah daun digunakan sebagai indikator pertumbuhan bibit pisang dalam

memunculkan daun setiap minggunya. Pengamatan jumlah daun dilakukan

dengan menghitung jumlah daun yang sudah berkembang, mulai dari 1-8 minggu

setelah inokulasi.

d. Diameter batang

Diameter batang ini digunakan sebagai indikator pertumbuhan bibit pisang

terhadap pengaruh Bacillus endofit dalam memacu pertumbuhan planlet pisang.

Pengukuran diameter batang dilakukan mulai dari 1-8 minggu setelah inokulasi

pada bagian bawah batang semu di atas permukaan tanah.

(32)

commit to user

33

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1) Isolat Bacillus endofit mampu menghambat BDB secara in vitro dengan

persentase hambatannya mencapai 2,69-6,57%

2) Isolat Bacillus endofit (B1, B3, B5, B7 dan B8) memiliki potensi sebagai

agens pemacu pertumbuhan pada bibit pisang.

B. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu adanya perlakuan isolat BDB

dari beberapa tempat, sehingga dapat diketahui kemampuan Bacillus endofit

(33)

commit to user

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Penelitian

Pisang merupakan tanaman herba yang banyak berasal dari perkebunan

rakyat. Beberapa tahun terakhir produksi pisang mengalami penurunan karena

adanya hama dan penyakit pada budidaya pisang. Salah satu penyakit penting

pisang adalah layu bakteri (darah pisang). Patogen penyebab penyakit ini adalah

BDB (Blood Disease Bacterium).

Salah satu pengendalian yang dapat diaplikasikan adalah pengendalian hayati.

Agens hayati yang dikaji dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan

patogen adalah Bacillus endofit. Penelitian ini akan melakukan uji antagonisme in

vitro Bacillus endofit terhadap pertumbuhan BDB dan melakukan uji kemampuan

Bacillus dalam memacu pertumbuhan bibit pisang. Isolat Bacillus endofit

diperoleh dari jaringan batang pisang kepok yang sehat, yang disuspensikan pada

air steril 10 ml kemudian dikulturkan pada media TSA menggunakan metode

streak dengan waktu inkubasi 1-2 hari. Isolat BDB diperoleh dari jaringan

pembuluh kulit buah pisang yang disuspensikan pada air steril 10 ml kemudian

dikulturkan pada media CPG menggunakan metode streak dengan waktu inkubasi

2-4 hari.

Bacillus endofit diuji kemampuannya dalam menghambat BDB secara in

vitro. Isolat BDB dan Bacillus endofit selanjutnya dikulturkan pada media NA

menggunakan metode dual culture dan diamati zona hambatan (bening) yang

terbentuk dengan waktu inkubasi 1-2 hari. Selanjutnya Bacillus endofit diuji

kemampuannya dalam memacu pertumbuhan bibit pisang. Isolat Bacillus endofit

diinokulasikan pada bibit pisang kepok dengan melakukan pelukaan

(ditusuk-tusuk jarum) pada akar. Bibit yang digunakan merupakan bibit hasil kultur

jaringan, sehingga memiliki tingkat keseragaman tinggi tanaman yang tinggi.

Pengamatan pertumbuhan bibit pisang dilakukan selama 1-8 MSI di rumah kasa.

Selanjutnya setelah pengamatan pertumbuhan selesai, dilakukan reisolasi Bacillus

endofit pada jaringan bibit pisang. Hal ini untuk memastikan bahwa Bacillus

(34)

commit to user

20

B. Karakter Bacillus Endofit pada Pisang

Bakteri endofit telah diketahui bermanfaat bagi tumbuhan inangnya melalui

sebuah interaksi berupa hubungan saling ketergantungan yang bersifat mutualisme

(Hidayatun et al. 2011). Bacillus ini dilakukan karakterisasi koloni bakteri, dengan

cara melihat morfologi koloni bakteri antara lain bentuk, elevasi, warna dan

margin dan pewarnaan gram pada koloni Bacillus endofit. Hasil karakterisasi

Bacillus endofit ditunjukkan pada Tabel 1, sedangkan hasil pewarnaan gram

ditunjukkan pada Gambar 1.

Tabel 1. Karakter Bacillus endofit pisang

Isolat Bacillus

Koloni Pewarnaan Gram

Bentuk Elevasi Margin Warna Gram Warna

B1 Irregular Flat Lobate Putih Keruh Positif Ungu

B2 Irregular Raise Undulate Putih Keruh Positif Ungu

B3 Circulair Convex Entire Putih Keruh Positif Ungu

Menurut Sastrahidayat (1990) Bacillus endofit dikategorikan dalam gram

positif yang dinding selnya memiliki kandungan asam muramik 16-20% bahan

(35)

commit to user

21

kekakuan dinding sel sehingga kandungan yang tinggi dapat mempertahankan

bentuk bakteri dan mempengaruhi pertumbuhan bakteri patogen dalam antagonis

in vitro. Keuntungan penggunaan agens hayati dari bakteri gram positif adalah

membentuk spora yang tahan panas dan tahan kekeringan. Spora ini disebut

endospora berfungsi sebagai alat proteksi bakteri pada perubahan lingkungan

(Mehrota 1981, Maughan dan Auwera 2011).

Karakteristik morfologi isolat Bacillus endofit dalam penelitian ini (Tabel.1),

memiliki bentuk koloni irregular (tidak beraturan) dan circulair (lingkaran),

elevasi yang convex (menonjol ke atas), raise (agak menonjol) dan flat (rata) dan

margin koloni yang undulate (bergelombang), lobate (tidak rata bergelombang

secara beraturan) dan entire (rata). Hal ini terlihat adanya faktor yang

mempengaruhi perbedaan dan persamaan secara morfologi pada isolat koloni

Bacillus. Salah satu hal yang berperan dalam pembentukan koloni yaitu kerapatan

populasi bakteri. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan populasi bakteri

endofit yaitu jenis tanaman, umur tanaman, jenis jaringan (akar, batang dan daun),

habitat, kemampuan memindahkan diri ke jaringan lain dan ketahanan yang

terbentuk oleh tanaman serta faktor lingkungan (Marwan et al. 2011,

Melnick et al. 2008, Ngamau et al. 2012).

C. Antagonisme Bacillus Endofit terhadap BDB secara in vitro

Karakter Bacillus endofit yang bervariasi mempengaruhi kemampuannya

dalam menghambat patogen maupun membentuk koloni pada media biakan.

Berdasarkan uji F taraf 5% (Tabel 4, Lampiran 1), Bacillus Endofit mampu

menghambat BDB secara in vitro. Hambatan Bacillus ditunjukkan dengan adanya

zona bening pada media biakkan (Hadiwiyono dan Widono 2012) (Gambar 2).

Kemampuan Bacillus endofit dalam menghambat BDB secara in vitro

(36)

commit to user

22

Tabel 2. Hambatan BDB oleh Bacillus endofit dalam uji antagonisme in vitro

Isolat Bacillus Zona Hambatan (cm) Persentase Hambatan (%)

Tanpa perlakuan 0.00±0.00 a 0.00±0.00a

B1 0.76±0.01 b 2.91±0.11b

B2 0.79±0.12 b 3.18±0.95b

B3 0.73±0.11 b 2.69±0.80b

B4 0.89±0.13 bc 4.06±1.08b

B5 0.78±0.13 b 3.12±0.98b

B6 1.10±0.25 c 6.57±2.83c

B7 0.84±0.13 b 3.61±1.09b

B8 0.91±0.09 bc 4.21±0.85b

B9 0.77±0.07 b 2.98±0.41b

B10 0.92±0.05 bc 4.22±0.46b

Rata-rata ± standar deviasi dihitung dari 3 ulangan yang tiap ulangan terdiri 4 unit pengamatan, angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

Gambar 2. Diameter zona hambatan pada antagonis in vitro pada isolat B5 dan B0 (kontrol)

Mekanisme antagonisme dalam pengendalian hayati yaitu parasitisme

langsung atau lisis dan matinya patogen, kompetisi makanan dengan patogen,

antibiosis dan pengaruh tidak langsung dari substansi yang menguap

(Abadi 2003b) serta kompetisi tempat sebagai kolonisasi (Harni et al. 2012).

Isolat Bacillus mampu menghambat BDB, diduga Bacillus mampu menghasilkan

antibiotik (Sastrahidayat 1990, Meliawati et al. 2006).Zat tersebut menyebabkan

kematian sel pada bakteri yang peka (terbentuk daerah yang terlisis). Jenis

(37)

commit to user

23

(Malfanova et al. 2012), polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacilin

(Kasutjianingati 2011, Li et al. 2012). Selain itu, Bacillus endofit juga mampu

meningkatkan kandungan asam salisilat pada tanaman lada, yang memiliki

peranan mengaktifkan gen-gen ketahanan tanaman (Harni dan Ibrahim 2011).

Bacillus endofit mampu menghambat BDB secara in vitro (Tabel 2).

Isolat B6 memiliki kemampuan antagonis lebih tinggi dibandingkan dengan

isolat yang lain (B4, B8 dan B10) dengan persentase hambatan 6,57% (Tabel 2).

Hal ini disebabkan, adanya viabilitas bakteri yang berbeda-beda dalam medium

biakan. Viabilitas bakteri yang baik dan stabil ditentukan oleh komposisi zat yang

digunakan serta kemampuan isolat untuk memanfaatkan bahan-bahan yang

digunakan pada media formulasi sebagai sumber karbon dan sumber energi, serta

strategi bertahan isolat Bacillus endofit dengan menggunakan mekanisme efisiensi

yang dimiliki oleh bakteri tersebut (Nurbaya et al. 2010).

D. Pemacuan Pertumbuhan Bacillus Endofit pada Bibit Pisang

Pertumbuhan adalah proses kenaikan volume yang bersifat irreversible (tidak

dapat balik) karena adanya penambahan substansi termasuk di dalamnya ada

perubahan bentuk yang menyertai penambahan volume tersebut. Pertumbuhan

berfungsi sebagai proses yang mengolah masukan substrat tersebut menghasilkan

produk pertumbuhan (Sitompul dan Bambang 1995). Berdasarkan uji F taraf 5%,

pengaplikasian Bacillus endofit pada bibit pisang kepok tidak mempengaruhi

pertumbuhan bibit pisang. Namun demikian, beberapa isolat Bacillus endofit

memiliki kecenderungan memacu pertumbuhan bibit pisang. Hal ini ditunjukkan

(38)

commit to user

24

Tabel 3. . Pengaruh berbagai isolat Bacillus endofit terhadap berbagai parameter pertumbuhan bibit pisang kepok

Tanpa Perlakuan 73.94±8.7 6±0.33 2103.97±674.44 1.78±0.08

B1 78.60±4.8 7±0.96 1912.76±318.55 1.76±0.06

B10 77.29±7.0 6±0.58 1896.77±224.65 1.72±0.17

Rata-rata ± standar deviasi dihitung dari 3 ulangan yang masing-masing terdiri 3 bibit pisang kepok

1. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan parameter utama dalam uji pertumbuhan suatu

tanaman. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya sel dalam tubuh tanaman

maka terlihat adanya perbedaan. Salah satu faktor yang menentukan kualitas

bahan tanam adalah jumlah substrat seperti karbohidrat yang tersedia bagi

metabolisme yang mendukung pertumbuhan awal tanaman

(Sitompul dan Bambang 1995). Penelitian ini menggunakan bibit kultur jaringan

(39)

commit to user

25

(40)

commit to user

26

Gambar 4. Diagram balok tinggi bibit pisang kapok 8MSI (minggu setelah inokulasi) setelah diinokulasikan isolat bakteri Bacillus endofit

Menurut Ting et al. (2008) dan Kasutjianingati et al. (2011b), pemberian

aplikasi Bacillus endofit mampu meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang,

berat akar dan luas daun pisang. Walaupun inokulasi ini tidak berpengaruh pada

pertumbuhan bibit pisang, isolat B3 (Gambar 4) diduga memiliki pertumbuhan

tinggi tanaman lebih cepat dibandingkan isolat yang lain. Hal ini diduga bibit

pisang memiliki reaksi positif terhadap inokulasi Bacillus yang mampu

menghasilkan indole acetic acid like substances (IAAS) dan meningkatkan

produksi hormon tumbuhan lainnya. Menurut Harni et al. (2012) B. cereus

mampu menghasilkan IAA pada akar nilam hingga 189,35ppm. Hal ini

dikarenakan Bacillus termasuk bakteri gram positif yang mampu mensintesis IAA

dari berbagai cara dan tidak tergantung triptofan dari luar (Siregar 2010). Ini

menjadi keuntungan tersendiri pada bakteri gram positif. Auksin berfungsi untuk

merangsang pertumbuhan dan perkembangan tunas, perkembangan akar, dan

pembentukan buah (Dwidjoseputro 1980, Hadiwiyono dan Widono 2012,

Ting et al. 2008).

Keberadaan bakteri endofit ini dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara

untuk tanaman. B.subtilis mampu menghasilkan menghasilkan siderofor dan

(41)

commit to user

27

sinergis dengan ketersediaan N yang mampu mendukung pertumbuhan vegetatif

tanaman.

2. Luas Daun

Luas daun menunjukkan kemampuan tanaman dalam fotosintesis yang

mengacu pada luas permukaan daun tersebut. Luas daun ini mempengaruhi laju

fotosintesis per satuan tanaman. Luas daun tanaman yang diamati adalah daun

yang mengalami proses fotosintesis (bukan daun yang masih menggulung atau

belum berkembang sempurna) baik muda maupun tua. Luas daun merupakan

parameter pertumbuhan yang juga mewakili pertambahan massa dalam tubuh

tanaman dengan membandingkan keadaan awal dan akhir pengamatan.

Gambar 5. Diagram balok luas daun bibit pisang kepok dengan perlakuan beberapa isolat Bacillus endofit pada awal dan akhir pengamatan

Mekanisme pertumbuhan tanaman oleh rizobakteri dapat terjadi melalui

beberapa cara di antaranya dengan melarutkan fosfat, fiksasi nitrogen

(Hidayatun et al. 2012, Ngamau et al. 2012), menghasilkan hormon pertumbuhan

tanaman (IAA, sitokinin, giberellin) sehingga mampu mendukung pertumbuhan

akar lateral. Jika akar lateral makin banyak maka diharapkan penyerapan nutrisi

(42)

commit to user

28

yang sesuai dan nutrisi yang mendukung interaksi kehidupan mikroorganisme

yang menguntungkan (Kasutjianingati et al. 2011a, Ngamau et al. 2008).

Isolat B8 (Gambar 5) memiliki pengaruh pertumbuhan luas daun paling baik

dibandingkan isolat lain. Isolat ini diduga mampu mengkolonisasi dengan baik

pada jaringan tanaman. Hal ini diharapkan dengan tingginya nilai luas daun maka

tinggi pula substansi yang terbentuk pada tubuh tanaman karena proses

fotosintesis yang didukung dengan luas daun tersebut, sehingga tanaman mampu

berproduksi secara optimal.

3. Jumlah Daun

Jumlah daun merupakan cerminan potensi tanaman dalam menyediakan

tempat berlangsungnya fotosintesis. Hal ini menunjukkan bahwa daun merupakan

organ tanaman yang mengandung kloroplas yang berperan dalam menangkap

cahaya. Interaksi antara tanaman inang dan bakteri endofit dapat bersifat

netralisme, mutualisme dan komensalisme (Marwan et al. 2011).

Gambar 6. Diagram balok jumlah daun bibit pisang kepok dengan perlakuan beberapa isolat Bacillus endofit

Bakteri endofit mampu menstimulasi hingga 8 helai daun pada bibit kultur

jaringan pisang kepok (Hadiwiyono dan Widono 2012), 7 helai daun pada pisang

barangan(Sitohang 2006) dan 6 helai daun pada pisang rajabulu. Isolat B1, B5, B7

(43)

commit to user

29

lebih banyak yaitu 7 helai daun. Jumlah daun merupakan variabel pengamatan

pertumbuhan yang pertambahannya cepat. Menurut Kasutjianingati et al. (2011a)

aplikasi menginokulasi eksplan dengan rhizobakteri secara in vivo pada beberapa

tanaman selain pisang mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

planlet pisang. Menurut Harni et al. (2006) dan Ting et al. (2008) bakteri endofit

mampu meningkatkan hormon pertumbuhan yang diasumsikan dengan adanya

peningkatan hormon sitokinin yang mampu memunculkan tunas. Pertumbuhan

tunas yang tinggi diharapkan mampu menghasilkan daun baru yang nantinya

berfungsi untuk fotosintesis tanaman (Sitohang 2006, Harjadi 2002).

4. Diameter Batang

Batang merupakan bagian tanaman yang mampu menopang tanaman agar

tumbuh tegak, sehingga semakin panjang suatu diameter tanaman maka tanaman

tersebut mampu menopang tanaman yang subur. Pisang tergolong dalam tanaman

monokotil, golongan ini mempunyai batang dari pangkal sampai ujung hampir

tidak ada perbedaan dan beberapa golongan ini ada yang pangkalnya membesar

selanjutnya ke atas tetap sama (Tjitrosoepomo 2005).Pengukuran diameter batang

ini menggunakan jangka sorong.

(44)

commit to user

30

(45)

commit to user

31

Pembelahan sel memerlukan karbohidrat dan protein dalam jumlah yang

relatif sangat besar sebab dinding-dinding sel baru, terbentuk dari selulosa dan

protoplasmanya kebanyakan terbentuk dari protein dan gula

(Dwidjoseputro 1996). Laju pertumbuhan meningkat seiring dengan luasnya daun

karena pada awal pertumbuhan tanaman memiliki luas daun yang sempit,

sehingga proses penyerapan cahaya pada tanaman sedikit (Gardner et al. 1991).

Hal ini berhubungan dengan substansi yang terdapat pada tanaman tersebut yang

mendukung proses pertambahan diameter tersebut.

Penelitian sebelumnya menjelaskan, bahwa Bacillus endofit pada planlet

pisang mampu mensintesis diameter batang pisang berangan hingga 1,12cm

(Ting et al 2008) dan pisang rajabulu 0,99cm (Kasutjianingati et al. 2011b). Isolat

B7 (Gambar 7) diduga mampu mendukung perkembangan dan pertumbuhan

diameter batang. Beberapa bakteri endofit diketahui dapat melarutkan fosfat,

sehingga fosfat menjadi tersedia dan mudah diserap oleh tanaman. Fosfat

merupakan unsur mikro penting yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan

dan perkembangannya (Harni et al. 2006). Setiap jenis bakteri endofit mempunyai

mekanisme spesifikasi baik dalam menekan pertumbuhan patogen dan pemacu

Gambar

Tabel 1. Karakter Bacillus endofit pisang
Tabel 2. Hambatan BDB oleh Bacillus endofit dalam uji antagonisme in vitro
Tabel 3. . Pengaruh berbagai isolat Bacillus endofit terhadap berbagai parameter pertumbuhan  bibit pisang kepok
Gambar 3. Grafik laju pertumbuhan tinggi tanaman bibit pisang kepok setelah inokulasi isolat Bacillus endofit dan tanpa perlakuan commit to user
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sakit ini, melalui Divisi Humas wajib meningkatkan perannya dalam menjaga citra rumah sakit milik pemerintah di depan umum. Dalam rangka mengkomunikasikan hal-hal ini kepada

Hadirnya iklan televisi tentu saja menimbulkan gegar yang cukup signifikan terhadap lanskap media iklan Indonesia.Dampak efektif dari terpaan iklan yang berulang kali yaitu

Aplikasi yang dibuat mengakomodasi pengecekan apakah inventaris sebuah ruangan sama dengan data stok opname terakhir, jika ada yang yang kurang maka akan didata lokasi baru

karyawan lebih semangat dalam bekerja, sehingga menghasilkan kinerja yang optimal. 4) Komunikasi dan penyaluran informasi yang kurang efektif. Komunikasi sangat

Saran kami untuk kedepannya buat praktikan yang memilih Database Pesantren agar lebih baik lagi dalam menyusun laporan akhir, memperhatikan format penulisannya, dan lebih

1) Persaingan berkurang ketika suatu bisnis berhasil mendiferensiasikan dirinya. Seperti contohnya pendidikan yang ditawarkan oleh Harvard tidak bersaing dengan

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT LEMBAGA BAITUL MAAL HIDAYATULLAH MELALUI PROGRAM KULIAH DA’I MANDIRI A.. Strategi Baitul Maal Hidayatullah Jakarta Timur dalam