commit to user
i
SKRIPSI
ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU
PERTUMBUHAN BIBIT PISANG
Oleh
SEKAR UTAMI PUTRI H0708150
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
ii
ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU
PERTUMBUHAN BIBIT PISANG
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Oleh
SEKAR UTAMI PUTRI H0708150
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
commit to user
iii
SURAKARTA 2013 SKRIPSI
ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU
PERTUMBUHAN BIBIT PISANG
SEKAR UTAMI PUTRI
H0708150
Pembimbing Utama:
Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi. NIP 196201161990021001
Pembimbing Pendamping
Salim Widono, SP., MP. NIP 196707181994121001
Surakarta, Januari 2013 Universitas Sebelas Maret Surakarta
Fakultas Pertanian Dekan,
commit to user
iv
SKRIPSI
ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU
PERTUMBUHAN BIBIT PISANG
Yang dipersiapkan dan disusun oleh SEKAR UTAMI PUTRI
H0708150
telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal:………. dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar (derajat) Sarjana Pertanian
Program Studi Agroteknologi
Susunan Tim Penguji:
Ketua
Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi. NIP 196201161990021001
Anggota I
Salim Widono, SP., MP. NIP 196707181994121001
Anggota II
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANTAGONISME
IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP BAKTERI DARAH
PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU PERTUMBUHAN BIBIT
PISANG”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret.
Penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan
dukungan berbagai pihak, sehingga penulis tak lupa mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pembimbing Utama serta
Pembimbing Akademik.
3. Salim Widono, SP.,MP selaku Dosen Pembimbing Pendamping
4. Ir. Retno Bandriyati AP, MS selaku Dosen Pembahas
5. Bapak Musawab selaku Laboran Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman
6. Kedua orang tua tercinta Siswanto dan Umi Saraswati AS dan adik Adji
Rachmanto dan Laka Kari Ima Aryanti yang selalu memberikan dukungan dan
doa
7. Fitha SH, Retno Wulandari, Bagus DI, Farensa Ikman DS, Agung N, Yuan
HP, Martha DJ, Mayang S, Maryati, Lintang CJ, Gunawan AW, Shalahudin
MP, Teman-teman Kos Pondok A5, Gocelu, Solmated dan Keluarga Besar
Agroteknologi yang memberikan dukungan dan doa
Walaupun disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Tetapi
commit to user
vi
Surakarta, Januari 2013
commit to user
C.Pengendalian Hayati dengan Bacillus sp. ... 10
D.Hipotesis... 13
III.METODE PENELITIAN... 14
A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
B.Bahan dan Alat ... 14
C.Perancangan Penelitian dan Analisis Data ... 14
D.Pelaksanaan Penelitian ... 15
E.Pengamatan Peubah ... 17
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
A.Kondisi Umum Penelitian ... 19
B.Karakter Bacillus Endofit pada Pisang ... 20
C.Antagonisme antara Bacillus Endofit terhadap BDB secara in vitro ... 21
commit to user
viii
V.KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
A.Kesimpulan ... 32
DAFTAR ISI (Lanjutan)
Halaman
B.Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Judul dalam Teks Halaman
1.Karakter Bacillus endofit pisang ... 20
2.Hambatan BDB oleh Bacillue endofit dalam uji antagonisme in vitro 22 3.Pengaruh berbagai isolat Bacillus endofit terhadap berbagai parameter pertumbuhan bibit pisang kepok ... 24
Judul dalam Lampiran 4.Uji F 95% antagonisme Bacillus endofit terhadap BDB secara in vitro ... 38
5.Uji F 95% tinggi tanaman pada uji pertumbuhan ... 38
6.Uji F 95% jumlah daun pada uji pertumbuhan ... 38
7.Uji F 95% diameter batang pada uji pertumbuhan ... 38
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul dalam Teks Halaman
1.a. Bacillus endofit (B5) pada media TSA ... 20
b. Pewarnaan gram terhadap isolat B10 ... 20
2.Diameter zona hambatan pada uji antagonis in vitro pada isolat B5 dan B0 (kontrol) ... 22
3.Grafik laju pertumbuhan tinggi tanaman bibit pisang kepok setelah inokulasi isolat Bacillus endofit dan tanpa perlakuan ... 25
4.Diagram balok tinggi bibit pisang kapok 8MSI (minggu setelah inokulasi) setelah diinokulasikan isolat bakteri Bacillus endofit ... 26
5.Diagram balok luas daun bibit pisang kepok dengan perlakuan beberapa isolat Bacillus endofit pada awal dan akhir pengamatan .... 27
6.Diagram balok jumlah daun bibit pisang kepok dengan perlakuan beberapa isolat Bacillus endofit ... 28
7.Pengaruh penyiraman berbagai isolat Bacillus endofit terhadap diameter batang bibit pisang kepok ... 29
8.Grafik laju pertumbuhan diameter batang bibit pisang kepok dengan inokulasi berbagai isolat Bacillus endofit ... 30
Judul dalam Lampiran 9.Buah pisang gejala BDB ... 40
10.Sampel akar sehat pisang kepok (Pucang Sawit) ... 40
11.Proses disentifikasi buah gejala BDB ... 40
12.Suspensi akar sehat ... 40
13.Suspensi batang sehat ... 40
14.Suspensi buah gejala BDB ... 40
15.Isolasi suspensi batang sehat (Petoran) ... 40
16.Isolasi suspensi batang sehat (Gulon) ... 40
17.Biakan murni Bacillus... 40
18.Isolat Bacillus endofit (B1) ... 40
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)
Nomor Judul dalam Teks Halaman
20.Isolat Bacillus endofit (B5) ... 40
21.Isolat Bacillus endofit (B7) ... 41
22.Isolat Bacillus endofit (B8) ... 41
23.Persiapan antagonis in vitro ... 41
24.Antagonis Bacillus (B4) dengan BDB ... 41
25.Suspensi Bacillus endofit ... 41
26.Bibit kultur jaringan pisang ... 41
27.Pelukaan pada pisang ... 41
28.Proses pengocoran suspensi Bacillus ... 41
commit to user
xii
RINGKASAN
ANTAGONISME IN VITRO BACILLUS ENDOFIT TERHADAP
BAKTERI DARAH PISANG DAN KEMAMPUAN MEMACU
PERTUMBUHAN BIBIT PISANG. Skripsi: Sekar Utami Putri (H0708150).
Pembimbing: Hadiwiyono, Salim Widono. Program Studi: Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Pisang (Musa sp.) merupakan salah satu tanaman tropika dan di Indonesia banyak ditanam dari perkebunan rakyat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011) pada tahun 2009-2010 produksi pisang mengalami penurunan sebesar 9,7%. Salah satu hal yang dapat menyebabkan penurunan produksi buah adalah hama dan penyakit tanaman. Penyakit layu bakteri mampu menyebabkan kerusakan tanaman dengan intensitas penyakit sebesar 27-36%. Blood Disease Bacterium (BDB) penularannya melalui bibit. Oleh karena itu bibit tanaman bebas patogen menjadi suatu pengendalian yang penting. Aplikasinya dengan penggunaan bibit kultur jaringan yang telah diinokulasikan agens hayati. Agens hayati yang dapat dimanfaatkan adalah Bacillus endofit. Penelitian ini bertujuan mempelajari antagonisme Bacillus endofit terhadap bakteri darah pisang dan mengevaluasi Bacillus endofit dalam kemampuannya memacu pertumbuhan bibit pisang.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman dan Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan untuk menguji 10 isolat Bacillus dalam menghambat BDB secara in vitro dan kemampuannya memacu pertumbuhan bibit kultur jaringan pisang. Uji antagonis Bacillus endofit dan BDB mengamati diameter hambatan dan karakterisasi Bacillus endofit. Uji pemacuan pertumbuhan mengamati tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun dan diameter batang.
commit to user
xiii
SUMMARY
IN VITRO ANTAGONISM OF ENDOPHYTIC BACILLUS ON BLOOD DISEASE BACTERIUM AND PROMOTING GROWTH OF SEEDLING BANANA Thesis-S1: Sekar Utami Putri (H0708150). Advisers: Hadiwiyono, Salim Widono. Study Program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Banana (Musa sp.) is one of the tropical plants growing and in Indonesia most of it comes from plantation. According to the Central Bureau of statistics (2011) in 2009-2010, banana production decreased by 9,7%. Some of the factors decreasing the production are plant pests and diseases. Bacterial wilt caused by Blood Disease Bacterium is one of the important banana disease being able to damage with disease intensity at 27-36%. The disease is able to transmited by the seedling. Therefore use of the healthy seedlings are important control. The application is the healty seedling can be developed through tissue culture inoculated by biological control agents such as endophytic Bacillus. This research aimed to study antagonism of endophytic Bacillus on blood disease bacterium (BDB) and to evaluate its ability to promote the growth of banana seedlings.
This research was carried out in Laboratory of Plant Pests and disease and Soil Biology to Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret Surakarta. This research was conducted in vitro to study the antagonism of endophytic Bacillus to BDB and the capability of promoting the growth of seedling. Research was using Completely Randomized Design, The test of 10 isolates Bacillus collection were inhibit in vitro BDB and the ability were induce promoting growth banana seedling. The in vitro test had observed diameter of obstacles and characterization of endophytic Bacillus. Promoting growth test had observed plant height, leaves area, number of leaves and stem diameter.
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pisang (Musa sp.) merupakan tanaman tropika dan di Indonesia banyak
berasal dari perkebunan rakyat. Buah pisang merupakan buah yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat berbagai kalangan dan memiliki potensi yang tinggi.
Buah pisang mengandung banyak vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh
tubuh manusia. Kandungan pada pisang antara lain vitamin A 250-335 IU,
vitamin C 10-11mg, vitamin B1 42-54µg, riboflavin 88µ g dan niacin 0,6mg.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011) pada tahun 2009-2010 produksi
pisang di Indonesia mengalami penurunan sebesar 9,7%. Salah satu hal yang
dapat menyebabkan penurunan produksi buah adalah hama dan penyakit tanaman.
Menurut Hasna (2011) hama tanaman pisang antara lain ulat penggulung daun
(Erionata thrax), uret kumbang/ penggerek bonggol (Cosmopolites sordidus),
penggerek batang (Odoiporus longicolis (Oliv).), thrips (Chaetanaphotrips
signipennis), nematode (Rotuchenchis similis) dan uret buah (Nacoleila octasena).
Penyakit penting pisang antara lain layu fusarium, layu bakteri, dan kerdil pisang.
Penyakit layu bakteri (darah pisang) mampu menyebabkan kerusakan tanaman
dengan intensitas penyakit sebesar 27-80% (Asrul 2008). Penyakit layu bakteri
pada pisang disebabkan oleh blood disease bacterium (BDB).
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen yang sangat merusak
(destructive) dengan sebaran penyakit yang luas di Indonesia. Penyakit darah
pisang di Indonesia, tahun 2004 mencapai 2.116.829 rumpun. Bakteri ini
penularannya melalui tanah dan penyebarannya semakin meluas karena adanya
vektor. Tanaman yang terinfeksi oleh BDB juga dapat menjadi sumber penularan
dalam rumpun maupun tanaman lainnya. Pengendalian yang dapat dilakukan
untuk masalah ini adalah penggunaan bibit yang sehat seperti bibit kultur jaringan
(Nasir et al. 2005). Pengendalian kimia yang masih sering diaplikasikan belum
mampu mengurangi persebaran penyakit darah pisang. Selain itu, pengendalian ini
merupakan pengendalian yang kurang ramah lingkungan karena dapat
commit to user
2
Pengendalian hayati menjadi alternatif lain untuk pengendalian yang ramah
lingkungan, misalnya menggunakan tanaman tahan penyakit. Penggunaan
tanaman tahan penyakit bisa secara konvensional, bioteknologi dan ketahanan
tanaman terimbas. Tanaman tahan penyakit secara konvensional dengan
penyeleksian pada bibit yang akan dijadikan bahan tanam. Pemanfaatan
bioteknologi dengan penyisipan gen pada tanaman pisang. Cara lain yang dapat
digunakan untuk mendapatkan tanaman tahan dengan cara mengimbas ketahanan
dengan aplikasi elisator baik biotik (memanfaatkan mikroorganisme yang bersifat
antagonis pada suatu patogen) maupun abiotik (perlakuan stress iklim pada
tanaman). Salah satu agens hayati yang biasa diaplikasikan adalah Bacillus sp.
Mikroorganisme ini mampu memproduksi indole acetic acid like substances
(IAAS), melarutkan fosfat, mensekresi siderofor, dan berperan sebagai agens
biokontrol dengan menginduksi sistem ketahanan tanaman serta menghasilkan
antibiotik (Hallmann et al. 1997).
Adanya sebagian spesies Bacillus endofit yang hidup berasosiasi dengan
berbagai tanaman. Bakteri pada tanaman ada yang berasal dari dalam (endofit)
maupun luar tanaman (eksofit). Bakteri endofit merupakan bakteri yang berada
pada tanaman, namun tidak menyebabkan penyakit (Hadiwiyono dan Widono
2012). Eksplorasi dan karakterisasi Bacillus endofit pisang sebagai agens pemacu
pertumbuhan dan agens pengimbasan ketahanan bibit kultur jaringan pisang
terhadap penyakit layu pada pisang belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan suatu penelitian untuk menguji efektivitas Bacillus endofit
sebagai agens hayati BDB sekaligus pemacu pertumbuhan tanaman, sehingga
pada akhirnya dapat dihasilkan bibit pisang yang tahan terhadap penyakit
khususnya penyakit darah pisang yang disebabkan oleh BDB.
B. Perumusan Masalah
Penyakit darah pisang merupakan penyakit penting pisang yang disebabkan
oleh Blood disease bacterium (BDB). BDB mampu menghambat proses produksi
buah pisang. Hal ini disebabkan gejala yang muncul pada bagian tanaman yaitu
commit to user
3
fotosintesis ini merupakan proses fisiologi tanaman yang berperan dalam
pembentukan cadangan makanan dalam tanaman. Selain itu persebaran gejala
hingga berkas pembuluh juga menghambat proses translokasi cadangan makanan
ke seluruh bagian tanaman. Peristiwa fisiologi ini merupakan peristiwa yang
penyebarannya sangat cepat, sehingga perlu pengendalian yang tepat dan ramah
lingkungan.
Pengendalian secara hayati, merupakan pengendalian yang tidak
meninggalkan residu pada tanah yang mampu mengurangi kesuburan tanah,
mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap suatu patogen dan mampu
menghasilkan zat pengatur tumbuh tanaman seperti pada beberapa bakteri endofit.
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan Bacilus spp. sebagai agens hayati
yang bersifat bakteri endofitik dapat menjadi solusi pengendalian darah pisang
dan agens pemacu pertumbuhan tanaman. Hal ini bisa dijadikan sebagai langkah
mewujudkan bibit pisang sehat dengan aplikasi bakteri endofit, sehingga
diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk memecahkan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah Bacillus endofit secara in vitro dapat menghambat BDB
2. Bagaimanakah pengaruh Bacillus endofit dalam mempengaruhi pertumbuhan
tanaman inangnya
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian bertujuan mengkaji daya hambat Bacillus endofit terhadap BDB
secara in vitro dan mengevaluasi kemampuannya memacu pertumbuhan bibit
pisang.
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi langkah pengendalian
hayati pada penyakit darah pisang dan pengaruh pemberian bakteri endofit pada
commit to user
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pisang (Musa sp.)
1. Arti Ekonomi
Buah pisang merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi
tinggi. Buah pisang termasuk buah yang dapat dipanen dalam rata-rata umur satu
tahun. Menurut Badan Pusat Statistik (2010) produksi pisang di Indonesia
mencapai 5.575.553 ton, karena buah pisang dapat diproduksi sepanjang tahun
(tidak bersifat musiman). Pisang termasuk tanaman yang cepat berkembang biak,
dapat bertahan terhadap angin keras dan musim kering, sehingga apabila
mengalami kerusakan akan mudah baik kembali (Rismunandar 1981).
Bagian tanaman pisang dari bonggol hingga daun dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Buah pisang merupakan salah satu sumber vitamin
dan mineral, namun bisa juga dimanfaatkan sebagai obat dahak, penyembuhan
penderita anemia, mengurangi tekanan stress, menurunkan tekanan darah,
menghindari penyumbatan pembuluh darah, mencegah stroke, memberikan tenaga
untuk berpikir dan dapat menyembuhkan penyakit hepatitis (Cahyono 1995,
Hariyant et al. 2004). Bunga pisang dimanfaatkan sebagai sayur yang
mengandung vitamin, mineral, protein maupun karbohidrat. Bagian daun oleh
masyarakat dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan dan daun yang sudah tua
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bagian batang dapat dimanfaatkan sebagai
tempat bibit, tancapan wayang atau saluran air. Batang dari pisang abaca juga
dapat dimanfaatkan sebagai serat. Bonggol pisang dapat dimanfaatkan sebagai
keripik, obat disentri dan pendarahan usus besar (sari bonggol)
(Suyanti dan Ahmad 2008).
2. Biologidan Ekologi
Pisang ditempatkan dalam ordo Scitaminaceae, family Musaceae, genus
Musa. Pisang merupakan tanaman herba yang berasal dari asia tenggara. Tanaman
commit to user
5
seluruh dunia yakni wilayah tropika dan subtropika dimulai dari asia tenggara ke
timur melalui lautan teduh sampai ke Hawaii (Satuhu dan Supriyadi 2005).
Pisang tidak memiliki akar tunggang yang berpangkal pada umbi akar. Akar
yang keluar dari umbi bagian samping tumbuhnya mendatar dan yang tumbuh dari
bagian bawah arah tumbuhnya pun ke bawah. Panjang akar bagian atas mampu
mencapai 4-5m dan bawah mencapai 75-150cm. Sebenarnya yang berada di atas
tanah adalah umbi batang yang memiliki titik tumbuh sehingga muncul daun dan
jantung (bunga pisang). Oleh karena itu batang yang dianggap selama ini adalah
batang semu (peduncle), yang terdiri dari pelepah-pelepah yang tersusun secara
kompak dan kuat. Tinggi batang semu bisa mencapai 3,5-7,5m, tergantung
varietasnya. Helaian daun pisang berbentuk lanset panjang dan permukaan daun
bawah yang berlapiskan lilin. Daun ini diperkuat dengan tangkai daun sepanjang
30-40cm. Bunga pisang tergolong bunga berkelamin satu karena berumah satu
dalam satu tandan. Bunga betina pada pisang terdapat bakal buah dan bunga
jantan tidakada bakal buah. Buah pisang akan muncul pada bunga kemudian
membentuk sisir dan akan selalu memanjang (Rismunandar 1981).
Jenis-jenis umum pisang dibagi menjadi 3 bagian yaitu pisang serat, pisang
hias dan pisang buah. Pisang serat yaitu pisang yang bagian seratnya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan tekstil seperti pisang manila (Musa textilis). Pisang
hias yaitu pisang yang ditanam dengan tujuan sebagai hiasan pada tanaman seperti
pisang kipas (Heliconia indica Lamk.) dan pisang kecil yang berwarna-warni.
Pisang buah (Musa paradisiaca L.) yaitu buah yang ditanam dengan tujuan buah
yang dihasilkan dapat dikonsumsi (Cahyono 1995). Pisang yang buahnya dapat
dimakan dimasukkan dalam seksi Eumusa. Kultivar pisang selain menunjukkan
tingkat ploidi yang bervariasi dari diploid (2n= 2x=22) sampai tetraploid
(2n=4x=44) juga bervariasi dalam komposisi genomnya (Jumari dan Pudjoarianto
2000). Variasi group genom yang terbentuk: AA/AAA, AB, AAB, ABB, ABBB,
BB/BBB tergantung pada apakah klon tersebut murni acuminata atau balbisiana,
derivat diploid atau triploid atau apakah group genom tersebut merupakan hibrid
commit to user
6
Syarat-syarat tumbuh pisang adalah berada pada iklim tropis, lembap dan
panas untuk mendukung, namun dapat hidup di daerah subtropik. Curah hujan
yang dibutuhkan supaya optimal adalah 1520-2800 mm/th dengan 2 bulan kering.
Media tanam yang digunakan adalah tanah yang berhumus dengan pupuk dan
ketersediaan air terjaga (tidak menggenang) serta tidak mengandung garam 0,07%
dan pH tanah 4,5-7,5 (B2P2TP 2012). Ketinggian tempat yang baik untuk
budidaya tanaman dari dataran rendah hingga pegunungan setinggi 2000m dpl.
Pisang ambon, nangka dan tanduk baik ditanam pada ketinggian 1000m dpl
(Nikmaropik 2010). Temperatur yang baik untuk pertumbuhan pisang rata-rata
30oC (Kasutjianingati 2011). Syarat tumbuh pisang ini bisa dijadikan sebagai
panduan dalam budidaya pisang, sehingga menghasilkan produksi yang optimal.
3. Teknologi Budidaya
Pisang merupakan tanaman yang dapat hidup secara liar maupun
dibudidayakan. Pisang mulai dibudidayakan oleh manusia sejak adanya
kebudayaan pertanian yang menetap. Begitu banyaknya manfaat dan jenis pisang
ini, menyebabkan banyak masyarakat yang memelihara dan membudidayakannya.
Hal ini terlihat dari data yang didapat bahwa tahun 2000 areal tanam mencapai
73339 ha dengan produksi buah sebesar 3,74 juta ton. Pada tahun 2006
mengalami pertambahan areal 101463 ha dan produksi mencapai 5,177 juta ton
(Suyanti dan Ahmad 2008). Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam
budidaya pisang agar menghasilkan buah secara optimal adalah dengan
memperhatikan syarat-syarat tumbuh tanaman pisang.
Budidaya pisang meliputi pembibitan, pengolahan tanah, penanaman,
pemberian pupuk, pengairan, penyiangan dan pendangiran, pengendalian hama
dan penyakit serta pemanenan. Suatu proses budidaya tanaman perlu
memperhatikan kualitas bibit yang digunakan. Bibit pada pisang berasal dari
bonggol dan anakan pisang (secara konvensional) dan hasil kultur jaringan. Bibit
hasil kultur jaringan lebih menguntungkan daripada secara konvensional. Hal ini
dikarenakan perlu ketersediaan bibit dalam jumlah banyak dengan waktu yang
commit to user
7
Kultur jaringan pada pisang terkadang berasal dari bonggol dan jantung
pisang. Bahan tanam yang lebih menguntungkan adalah eksplan dari jantung
pisang karena jumlah benang sari yang banyak diharapkan ketersediaan bahan
tanam yang dihasilkan juga banyak dan kemungkinan rendah untuk
terkontaminasi oleh bakteri tanah (Nisa dan Rodinah 2005). Teknik kultur
jaringan juga memberi keuntungan yaitu umur tanaman berbunga dan berbuah
lebih cepat yaitu 9 bulan, sehingga waktu panen dapat dipersingkat 3-4bulan
dibandingkan dengan cara lain (Cahyono 1995). Kultur jaringan juga dapat
menghasilkan tanaman tahan. Tanaman tahan ini dihasilkan dari klon tanaman
yang rentan (Abadi 2003b, Hariyant et al. 2004).
Penggunaan tanaman tahan bertujuan untuk mengurangi serangan organisme
pengganggu tanaman. Menurut Hasna (2011) organisme pengganggu tanaman
pada pisang untuk hama yaitu ulat penggulung daun (Erienota thrax), Uret
kumbang/ penggerek bonggol (Cosmopolites sordidus), penggerek batang
(Odoiporus longicolis (Oliv).), thrips (Chaetanaphotrips signipennis), uret,
nematode (Rotuchenchis similis), uret bunga dan buah (Nacoleila octasena).
Penyakit pisang antara lain layu fusarium, layu bakteri,dan kerdil pisang
(Satuhu 2005).
Media persemaian yang digunakan dalam pembibitan adalah campuran
kompos dan tanah pasir dengan perbandingan 2:1 yang sebelumnya telah
disterilkan (Cahyono 1995). Pengolahan lahan yang perlu dilakukan untuk
budidaya pisang ini dengan membersihkan lahan dari gulma, penggemburan tanah
yang masih padat, pembuatan sengkedan dan pembuatan saluran pengeluaran air.
Pemeliharaan tanaman pada pisang yang dibudidayakan secara keseluruhan sama
yaitu penjarangan, penyiangan, perempalan, pemupukan, pengairan dan
penyiraman, pemberian mulsa dan pemeliharaan buah (BAPPENAS 2012).
Proses pasca panen akan mempengaruhi kualitas pisang untuk perlu dilakukan
penanganan pasca panen. Pemanenan pisang biasanya dilakukan dengan cara
memotong batangnya pada ketinggian 1m dari permukaan tanah dan tandan buah
ditahan agar tidak jatuh ke tanah. Waktu panen pisang dilakukan dengan 2 cara
commit to user
8
dengan melihat bentuk buah. Buah yang siap dipanen memiliki sudut kulit buah
yang tumpul. Umur panen pisang berkisar 60-160hari (B2P2TP 2008).
B. Penyakit Darah Pisang
1. Arti Ekonomi dan Gejala Penyakit Darah Pisang
Penyakit darah menjadi kendala pada daerah sentra produksi pisang, karena
penyakit ini mampu menyebabkan kerusakan tanaman sekitar 27-80% dan
kerugian mencapai 10-42% (Asrul 2008). Tanaman sakit menunjukkan ada
perubahan warna daun yang semula seluruh warna daun berwarna hijau, kemudian
menguning dan akhirnya coklat . Waktu inkubasi penyakit sekitar 7hari. Gejala
yang tampak pada buah adalah berwarna kuning-kecoklatan, kelihatan seperti
dipanggang dan membusuk (Cahyono 1995). Gejala lain pada batang atau buah
apabila dipotong menghasilkan getah yang berwarna hampir sama dengan darah
dan layu dalam waktu yang relatif cepat. Gejala luar juga diperlihatkan dengan
terjadinya pengeringan dan pembusukan pada bunga jantan (Hermanto et al. 2010,
Molina 2005).
2. Penyebab Penyakit Darah Pisang
Penyakit darah pisang di Indonesia awalnya ditemukan di Pulau Sulawesi
tahun 1920 oleh Gaumman. Tahun 1990 penyakit ini sudah menyebar di seluruh
Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum
(Fredy 2010). Bakteri patogen ini dapat bertahan dalam tanah selama setahun dan
dapat menginfeksi tanaman sehat. Bakteri ini mampu menimbulkan gejala dengan
menginfeksi tanaman muda yang sehat dengan masa inkubasi waktu 7-10hari.
Bakteri ini juga termasuk dalam bakteri soilborne (bakteri yang penularanya
dalam tanah). Bakteri ini mengalami peningkatan koloni pada suhu 37oC (CABI
2012, Molina 2005). Walaupun bakteri ini termasuk soilborne, BDB juga mampu
penurunan populasi dalam tanah hingga tersisa 5% setelah terlepas dengan tanah
dalam waktu 6bulan (Subandiyah 2011).
Ralstonia solanecearum disebut juga P. solanacearum, merupakan jenis
kompleks yang terdiri Ralstonia solanacearum, Ralstonia syzgii dan blood disease
commit to user
9
menyebabkan penyakit layu bakteri, tetapi memiliki perbedaan nyata secara
biologi. R. syzgii dan BDB memiliki kekerabatan tinggi dibandingkan Ralstonia
solanacearum. Hal ini dikarenakan adanya kesamaan gen yang fungsinya belum
diketahui, sehingga ada kemungkinan patogen ini mengalami ketahanan gen yang
disebabkan oleh adaptasi ekologi dan konvergensi genom (Remenant et al. 2011).
Secara konvesional perbedaan terletak pada fenotip, namun hal ini tidak
menunjukkan hubungan yang berkorelasi apabila dilakukan secara
macromolecular (Seal et al. 1993).
Bakteri R. solanacearum mempunyai keragaman virulensi, ciri-ciri fenotipik
dan perbedaan genotipik yang cukup tinggi. Berdasarkan galur bakteri ini
dikelompokkan menjadi 2 kelompok fenotipik yaitu pengelompokkan menurut ras
dan biovar. Pengelompokan ras didasarkan pada inang. Pengelompokan biovar
didasarkan pada ciri morfologi dan reaksi pada berbagai substrat gula disakarida
dan heksosa alkohol (Suryadi 2003). Kemampuan dalam hal mengoksidasi atau
menggunakan sumber karbon, terutama glukosa, sukrosa, galaktosa, gliserol,
mannosa dan ribosa, menunjukkan perbedaan di antara isolat R. solanacearum
(Supriadi 1995).
BDB merupakan patogen dengan inang tunggal yaitu pisang kelompok
Musaceae dan ditularkan oleh serangga penyerbuk (sebagai vektor)
(Taghavi et al. 1996). Gejala yang disebabkan oleh BDB hampir sama dengan
R.solanecearum pada penyakit moko pisang yang berasal dari Amerika Tengah.
Hal yang membedakan adalah BDB tidak bersifat patogen pada tanaman
Solanaceae. Infeksi BDB pada pisang bisa dibantu oleh tanah atau air yang
terinvestasi tetapi biasanya disebabkan oleh mekanisasi pada lahan dan vektor
pada bunga (Remenant et al. 2001). BDB merupakan isolat yang sulit untuk
diisolasi pada beberapa jaringan tanaman yang terinfeksi kecuali bagian batang
dan buah. BDB dapat menginfeksi seluruh bagian tanaman dan gejalanya terjadi
secara sistematik serta seluruh bagian tanaman dapat berpotensi sebagai sumber
commit to user
10
3. Faktor-Faktor yang mendukung Perkembangan BDB
Beberapa faktor mampu mendukung perkembangan BDB dan persebaran
penyakit layu bakteri antara lain kultivar pisang, tinggi tempat, media tanah,
kerapatan isolat dan populasi vektor pada areal pertanaman. Infeksi BDB
dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan paling kondusif di dataran rendah
(Hadiwiyono et al. 2007). Suhu optimal untuk pertumbuhan BDB adalah pada
suhu 37oC. Insiden penyakit di lapangan tidak selalu linier dengan hasil inokulasi
buatan. Infeksi ditentukan oleh sifat-sifat kultivar pisang. Berdasarkan hasil
penelitian Hermawati dan Ikhsan (2006) tingkat kerentanan kultivar pisang
terhadap layu bakteri dapat dikategorikan yaitu 1) kategori rentan pada kultivar
pisang susu, awa, kepok dan raja, 2) kategori agak rentan pada kultivar muli, dan
3) kategori agak tahan pada kultivar kapas. Pisang kepok termasuk dalam genom
ABB, pisang yang masak dan salah satu varietas pisang masak yang memiliki
kualitas bagus. Tahun 1920-an di Sulawesi penyakit ini telah merusak tanaman
kepok disana (Molina 2005). Kerapatan populasi BDB pada suatu tanaman dapat
mempengaruhi insiden penyakit. Kerapatan populasi BDB 104-107 spk/ml mampu
menimbulkan gejala penyakit darah dengan insiden penyakit 20, 40, 60 dan 100%
(Rustam 2007).
Jenis tanah juga mempengaruhi perkembangan penyakit ini. Hal ini terlihat
bahwa pada tanah vertisol mampu menimbulkan insiden serangan BDB 66,46%
dan tanah andosol sebesar 1,36% (Hadiwiyono 2003). Populasi vektor juga
mempengaruhi persebaran penyakit ini. Infeksi bisa melalui lubang alami
tanaman, salah satunya melalui organ bunga. Erionata thrax merupakan serangga
yang berpotensi menyebarkan bakteri penyebab penyakit darah pisang
(Suharjo et al. 2006). Penyakit ini ditularkan dengan cara menular dari bibit yang
sakit, alat-alat pertanian dan bakteri yang terbawa oleh serangga penyerbuk
(Fredy 2010).
C. Pengendalian Hayati dengan Bacillus spp
Taktik pengendalian yang dilakukan untuk pengendalian penyakit darah
commit to user
11
alat yang steril (BAPPENAS 2012). Pengendalian penyakit darah pisang juga
dapat dilakukan dengan penggunaan tanaman induk yang sehat, pembuatan irigasi
dan drainase pada kebun, sehingga tanaman tidak tergenang serta memperketat
karantina antar wilayah (Fredy 2010). Pengendalian lain dengan pembungkusan
pada bunga pisang, sehingga dapat meminimalisir proses infeksi yang dilakukan
oleh vektor (Subandiyah 2011). Penggunaan bahan kimia yang mengandung
tembaga (cupravit) dan penggunaan antibiotik seperti agrymicin digunakan
sebagai salah satu cara untuk mengendalikan BDB. (Asrul 2008). Namun tidak
semua antibiotik efektif digunakan untuk mengendalikan bakteri patogen
tanaman. Pengendalian hayati menjadi inovasi pengendalian penyakit BDB saat
ini.
Pengendalian hayati akhir-akhir ini banyak mendapatkan perhatian dunia
untuk solusi dalam mengendalikan serangan organisme pengganggu tanaman. Hal
ini muncul karena adanya kekhawatiran bagi masyarakat maupun para peneliti
tentang akibat penggunaan pestisida atau agensia kimia sintesis. Penggunaan
pestisida secara intens dalam jangka waktu lama akan berdampak buruk untuk
kesehatan manusia dan lingkungan, sehingga penggunaannya perlu dikurangi atau
digunakan sebagai alternatif terakhir dalam pengendalian organisme pengganggu
tanaman. Sebaliknya pengendalian hayati perlu dikembangkan lagi karena agens
hayati tidak beracun, tidak sebagai kontaminan pada tanaman dan biaya rendah
untuk memperbanyak agens. Pengendalian hayati sendiri dapat didefinisikan
sebagai semua kondisi atau praktik yang berpengaruh terhadap penurunan daya
tahan atau kegiatan patogen tanaman melalui interaksi dengan agensia organisme
hidup lainnya (selain manusia), yang menghasilkan penurunan keberadaan
penyakit yang disebabkan oleh patogen (Soesanto 2008).
Agens hayati adalah mikroorganisme (bakteri, cendawan, virus, protozoa,
parasitoid, predator parasit) dan organisme yang kasap mata (seperti arthropoda)
yang dimanfaatkan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT)
yang dapat berkembangbiak sendiri (tanpa ada campur tangan manusia)
(Supriadi 2006). Pengaruh agens hayati terhadap tanaman adalah kemampuannya
commit to user
12
satu mekanismenya yaitu mendukung pertumbuhan tanaman (Soesanto 2008).
Diantara sekian banyak jenis agens hayati yang telah diuji keamanannya untuk
diaplikasikan dalam pengendalian hayati, tiga diantaranya yang aman yaitu
Trichoderma spp., Pseudomonas fluorscens dan Bacillus sp. (Supriadi 2006).
Bakteri yang dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati dibedakan menjadi dua
yaitu bakteri ektofit dan bakteri endofit. Bakteri ektofit atau epifit adalah bakteri
yang hidup dipermukaan tumbuhan. Bakteri endofit adalah bakteri yang ada di
dalam jaringan tanaman (Arifannisa 2010).
Bakteri endofit adalah bakteri yang berada di jaringan tanaman dan tidak
merugikan bagi tanaman. Akhir-akhir ini terdapat penemuan bahwa bakteri
endofit mampu memberi efek menguntungkan pada tanaman yaitu sebagai
penghasil ZPT (zat pengatur tumbuhan) dan antagonis untuk patogen (Hallmann
et al, 1997). Salah satu bakteri endofit adalah Bacillus spp.
Bacillus merupakan bakteri aerob obligat yang tinggal di dalam tanah,
berbentuk batang 0,3 – 2,2 µ x 127 – 7,0 µm. Sebagian besar motil dan flagellum
khasnya lateral (Noorlanyanti 1995). Taksonomi Bacillus yaitu Kingdom
Bacteria; Phylum Firmicutes; Class Bacilli; Order Bacillales; Family Bacillaceae
(Maughan dan Van der awera 2011). Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok
bakteri gram positif yang sering digunakan sebagai pengendali hayati penyakit
akar. Beberapa spesies Bacillus sp. yang menghasilkan antibiotik dapat digunakan
sebagai agens hayati. Jenis antibiotik yang dihasilkan tersebut antara lain berupa
iturin, surfactin, fengicin, polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacilin
(Kasutjianingati 2011). Biasanya bakteri menghasilkan antibiotik setelah fase
ekponensial (Li et al. 2012). Anggota genus ini memiliki kelebihan yaitu bakteri
membentuk spora yang mudah disimpan dan mempunyai daya tahan hidup lama
serta relatif mudah diinokulasi ke dalam tanah (Mehrotra 1981). Salah satu hal
yang menjadi kelebihan bakteri ini yaitu mampu membentuk spora yang dikenal
dengan endospora (Maughan dan Auwera 2011).
Bacillus merupakan bakteri yang dapat menghasilkan endospora. Endospora
adalah bentuk kehidupan alternatif yang dihasilkan oleh Bacillus, Clostridium,
commit to user
13
Sporolactobacillus, Oscillospira, dan Thermoactinomyces (Mehrota 1981).
Endospora merupakan alat untuk proteksi bakteri pada lingkungan yang tidak
mendukung (Waluyo 2005). Beberapa spesies Bacillus mampu mengendalikan
beberapa penyakit tanaman.
Bacillus juga mampu menekan patogen dalam menghasilkan antibiosis,
induksi ketahanan, kompetisi dan mengkolonisasi sistem perakaran dalam rentang
waktu yang lama dan faktor lingkungan serta penyebaran yang mendukung
(Janisiewicz et al. 2000). Pemberian Bacillus spp. dan P. fluoresen secara terpisah
memperlihatkan penekanan intensitas penyakit layu nilam lebih rendah yaitu
63,90% menjadi 28,57-60,47% dibandingkan dengan pengaplikasian yang
bersamaan. Bacillus spp. Bc 26 mampu menekan intensitas penyakit 63,90%
menjadi 30,33%. Penundaan masa inkubasi munculnya penyakit dan penekanan
intensitas penyakit jelas terlihat. Hal ini adanya kemampuan antagonistik yang
tinggi dalam menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri patogen
(Chrisnawati et al. 2009).
Bakteri ini selain sebagai agens hayati tanaman juga mampu memacu
pertumbuhan tanaman. Hal ini terlihat pada lahan terinvestasi patogen Fusarium
monilitforme, mampu melindungi benih dan tanaman dengan jalan mengoloni
perakaran tanaman dan meningkatkan pertumbuhan tanaman serta kepadatan
populasinya relatif seragam (Soesanto 2008). Selain itu perlakuan bakteri endofit
Archromobacter xylosoxidans dan Bacillus pumilis meningkatkan pertumbuhan
bibit bunga matahari pada kondisi stress air, memproduksi asam salisilat dan
menghambat pertumbuhan cendawan patogen (Forchetti et al. 2010).
D. Hipotesis
1. Bacillus endofit mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan BDB
secara in vitro
commit to user
14III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-November 2012 di Laboratorium
Hama dan Penyakit Tanaman dan Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta .
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah peduncle tanaman pisang
sehat dan buah pisang terinfeksi BDB, aquades steril, medium TSA (Tripsic Soy
Broth, agarose dan aquades) dan NA (Nutrient Agar), alkohol 95%, medium agar
CPG (Casaminoacid Peptone Glucose), bibit kultur jaringan pisang, media tanam.
Alat yang digunakan antara lalin cawan petri
(Laminar Air Flow), tabung reaksi, jarum ose, jarum L, injeksi, autoclave, lemari
pendingin, kertas saring, timbangan analitik, lampu Bunsen, pipet mikro ( 100µl
dan 1000µl), alat tulis dan polybag.
C. Perancangan Penelitian dan Analisis data
1. Uji Antagonisme Bacillus endofit terhadap BDB secara in vitro
Uji antagonisme Bacillus endofit. terhadap BDB secara in vitro bertujuan
untuk mengetahui efektivitas beberapa isolat Bacillus endofit dalam menghambat
BDB. Unit percobaan disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan isolat yang diuji adalah:
- Isolat Kabut terdiri dari B1, B2, B3, B8
- Isolat Mega terdiri dari B4, B5, B6, B10
- Isolat Tawangmangu B7
- Isolat Petoran B9
Sebagai pembanding digunakkan air steril (B0) dan masing-masing unit perlakuan
commit to user
15
2. Uji pemacuan pertumbuhan Bacillus endofit pada bibit pisang
Uji pemacuan pertumbuhan Bacillus endofit pada bibit pisang bertujuan untuk
mengetahui efektivitas beberapa isolat Bacillus endofit dalam memacu
pertumbuhan bibit kultur jaringan pisang kepok. Unit percobaan disusun
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan isolat yang diuji adalah:
- Isolat Kabut terdiri dari B1, B2, B3, B8
- Isolat Mega terdiri dari B4, B5, B6, B10
- Isolat Tawangmangu B7
- Isolat Petoran B9
Sebagai pembanding digunakkan air steril (B0) dan masing-masing unit perlakuan
terdiri 3 bibit pisang kapok sebagai unit pengamatan dan diulang 3 kali.
3. Analisis Data
Pengamatan dilakukan secara deskriptif. Data yang diperoleh dilakukan
analisis varian dengan menggunakan uji F taraf 5%. Selanjutnya bila dari uji F
tersebut terdapat pengaruh beda nyata dari perlakuan yang diberikan, maka
dilakukan uji beda rata-rata dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan
pada taraf 5%.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Isolasi dan karakterisasi Bacillus endofit
Isolasi dilakukan dengan cara mengambil batang semu (peduncle) tanaman
pisang kepok sehat. Batang kepok pisang diambil dari area wilayah kampus UNS
(Jalan Kabut, Mega dan Petoran) dan Tawangmangu. Jaringan batang pisang
dipotong dengan ukuran 2x20mm dan dimasukkan dalam 10ml aquades steril
kemudian divortex selama 10 menit. Kemudian suspensi tersebut dilakukan
pengenceran bertingkat dari 10-7-10-9. Setelah itu, suspensi sebanyak 100 µl
dikulturkan pada medium TSA dengan metode cawan sebar yang diinkubasi
selama 1-2 hari. Koloni yang tumbuh dimurnikan dengan subkultur medium yang
sama. Selanjutnya koloni tunggal diamati karakter morfologinya (bentuk, tepian,
commit to user
18
media TSA agar miring dalam tabung reaksi dan sebagian disimpan pada air steril
sebagai biakan stok.
2. Isolasi BDB
BDB berasal dari buah pisang daerah-daerah endemis penyakit darah pisang
(daerah Klaten). Buah pisang bergejala didesinfestasi dengan alkhohol 95% pada
bagian luarnya, kemudian dipotong dan diambil jaringan pembuluhnya antara
kulit dan daging buahnya dengan cara menyayat tipis berukuran 2x1cm dengan
tebal 0,3 cm. Sayatan tersebut kemudian dimasukkan pada tabung reaksi berisi air
steril 10ml. Tabung reaksi digoyang-goyang (vortex) perlahan-lahan untuk
membebaskan sel bakteri dan dibiarkan selama 2 menit untuk membebaskan
bakteri dari jaringan sakit yang ditandai dengan keluarnya ooze bakteri dari
jaringan tanaman, sehingga mengubah suspensi tampak lebih keruh.
Jarum ose digunakan untuk mengambil suspensi bakteri patogen untuk
digoreskan pada media agar CPG (Casaminoacid Peptone Glucose) dalam cawan
petri dan kemudian diinkubasi 48 jam pada suhu ruang. Pengamatan pada jenis
bakteri yang tumbuh dan dipilih koloni tunggal yang kecil kurang dari Æ 1.5 cm,
berwarna putih susu, cembung, permukaan mengkilat seperti cairan dan
lengket/terangkat saat dicampur dengan larutan KOH 3% (menunjukkan sebagai
gram negatif). Selanjutnya dilakukan pemurnian patogen dengan menggoreskan
kembali suspense patogen dari koloni tunggal sebanyak dua kali. Isolat murni
digoreskan pada media CPG agar miring dalam tabung reaksi dan diinkubasi 5-8
hari untuk keperluan pengujian-pengujian lebih lanjut. Sebagian koloni dari
biakan murni disimpan dalam air steril pada –4oC untuk stok patogen.
3. Uji antagonisme Bacillus endofit terhadap BDB secara in vitro
Antagonisme Bacillus Endofit terhadap BDB secara in vitro dilakukan dengan
metode dual culture. Suspensi patogen dengan kerapatan 108spk/ml dikulturkan
pada media NA dengan metode cawan sebar pada cawan petri Æ 9 cm.
Selanjutnya diberi 4 potongan kertas saring Æ 0,8 cm, yang telah dicelupkan pada
commit to user
18
silang dan sebagai pembanding digunakkan kertas saring yang hanya dicelupkan
air steril dengan posisi keempatnya silang untuk perlakuan kontrol. Setelah itu,
kultur bakteri diinkubasikan selama 48-72 jam untuk diamati zona hambatan
pertumbuhan patogen oleh antagonis. Dengan mengukur daerah lisis yang
terbentuk oleh Bacillus endofit.
4. Uji pemacuan pertumbuhan tanaman
Bibit pisang kepok hasil kultur jaringan berumur 8 minggu setelah
aklimatisasi diinokulasikan dengan metode pengocoran(penyiraman) suspensi
berbagai isolat Bacillus endofit 25 ml dengan kerapatan 10-8spk/ml dan sebagai
pembanding bibit pisang disiram aquades steril. Bibit pisang dilukai (dengan
menusukkan jarum di daerah perakaran) dipepada daerah perakaran untuk
memudahkan proses infeksi bakteri pada tanaman. Bibit ditempatkan pada paranet
dan selanjutnya dilakukan pengamatan setiap seminggu sekali sampai 8 minggu
setelah inokulasi. Perawatan tanaman yang dilakukan yaitu penyiraman.
Pengamatan bibit berupa tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun dan diameter
batang.
E. Pengamatan Peubah
1. Karakter bakteri Bacillus endofit
Karakter bakteri yang diamati adalah morfologi bakteri Bacillus (warna,
tepian, bentuk, elevasi) dan pewarnaan gram koloni bakteri.
2. Uji antagonis Bacillus endofit terhadap BDB secara in vitro
Untuk mengamati kemampuan antagonis Bacillus terhadap patogen BDB,
maka perlu dilakukan pengamatan pada beberapa isolat Bacillus endofit dengan
parameter pengamatannya sebagai berikut;
a. Diameter hambatan
Diameter hambatan diamati dengan mengukur daerah lisis pada daerah sekitar
kertas saring.
b. Persentase hambatan
commit to user
18
Persentase hambatan diukur dengan menghitung jumlah luasan daerah BDB
yang terlisis oleh kertas saring yang telah dicelup suspensi Bacillus endofit.
3. Uji pemacuan pertumbuhan Bacillus endofit pada planlet pisang
a. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman sebagai peubah yang menunjukkan pertumbuhan vegetatif
planlet diukur dari pangkal batang sampai ujung daun terpanjang. Pengamatan
dilakukan tiap minggu sekali, sejak 1-8 minggu setelah inokulasi Bacillus endofit.
b. Luas daun
Luas daun menunjukan kemampuan tanaman dalam proses fisiologinya seperti
tranpirasi dan fotosintesis yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pengamatan luas daun ini dengan metode gravimetric, pada 1 minggu setelah
inokulasi dan 8 minggu setelah inokulasi Bacillus endofit.
daun
Jumlah daun digunakan sebagai indikator pertumbuhan bibit pisang dalam
memunculkan daun setiap minggunya. Pengamatan jumlah daun dilakukan
dengan menghitung jumlah daun yang sudah berkembang, mulai dari 1-8 minggu
setelah inokulasi.
d. Diameter batang
Diameter batang ini digunakan sebagai indikator pertumbuhan bibit pisang
terhadap pengaruh Bacillus endofit dalam memacu pertumbuhan planlet pisang.
Pengukuran diameter batang dilakukan mulai dari 1-8 minggu setelah inokulasi
pada bagian bawah batang semu di atas permukaan tanah.
commit to user
33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Isolat Bacillus endofit mampu menghambat BDB secara in vitro dengan
persentase hambatannya mencapai 2,69-6,57%
2) Isolat Bacillus endofit (B1, B3, B5, B7 dan B8) memiliki potensi sebagai
agens pemacu pertumbuhan pada bibit pisang.
B. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu adanya perlakuan isolat BDB
dari beberapa tempat, sehingga dapat diketahui kemampuan Bacillus endofit
commit to user
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Penelitian
Pisang merupakan tanaman herba yang banyak berasal dari perkebunan
rakyat. Beberapa tahun terakhir produksi pisang mengalami penurunan karena
adanya hama dan penyakit pada budidaya pisang. Salah satu penyakit penting
pisang adalah layu bakteri (darah pisang). Patogen penyebab penyakit ini adalah
BDB (Blood Disease Bacterium).
Salah satu pengendalian yang dapat diaplikasikan adalah pengendalian hayati.
Agens hayati yang dikaji dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
patogen adalah Bacillus endofit. Penelitian ini akan melakukan uji antagonisme in
vitro Bacillus endofit terhadap pertumbuhan BDB dan melakukan uji kemampuan
Bacillus dalam memacu pertumbuhan bibit pisang. Isolat Bacillus endofit
diperoleh dari jaringan batang pisang kepok yang sehat, yang disuspensikan pada
air steril 10 ml kemudian dikulturkan pada media TSA menggunakan metode
streak dengan waktu inkubasi 1-2 hari. Isolat BDB diperoleh dari jaringan
pembuluh kulit buah pisang yang disuspensikan pada air steril 10 ml kemudian
dikulturkan pada media CPG menggunakan metode streak dengan waktu inkubasi
2-4 hari.
Bacillus endofit diuji kemampuannya dalam menghambat BDB secara in
vitro. Isolat BDB dan Bacillus endofit selanjutnya dikulturkan pada media NA
menggunakan metode dual culture dan diamati zona hambatan (bening) yang
terbentuk dengan waktu inkubasi 1-2 hari. Selanjutnya Bacillus endofit diuji
kemampuannya dalam memacu pertumbuhan bibit pisang. Isolat Bacillus endofit
diinokulasikan pada bibit pisang kepok dengan melakukan pelukaan
(ditusuk-tusuk jarum) pada akar. Bibit yang digunakan merupakan bibit hasil kultur
jaringan, sehingga memiliki tingkat keseragaman tinggi tanaman yang tinggi.
Pengamatan pertumbuhan bibit pisang dilakukan selama 1-8 MSI di rumah kasa.
Selanjutnya setelah pengamatan pertumbuhan selesai, dilakukan reisolasi Bacillus
endofit pada jaringan bibit pisang. Hal ini untuk memastikan bahwa Bacillus
commit to user
20
B. Karakter Bacillus Endofit pada Pisang
Bakteri endofit telah diketahui bermanfaat bagi tumbuhan inangnya melalui
sebuah interaksi berupa hubungan saling ketergantungan yang bersifat mutualisme
(Hidayatun et al. 2011). Bacillus ini dilakukan karakterisasi koloni bakteri, dengan
cara melihat morfologi koloni bakteri antara lain bentuk, elevasi, warna dan
margin dan pewarnaan gram pada koloni Bacillus endofit. Hasil karakterisasi
Bacillus endofit ditunjukkan pada Tabel 1, sedangkan hasil pewarnaan gram
ditunjukkan pada Gambar 1.
Tabel 1. Karakter Bacillus endofit pisang
Isolat Bacillus
Koloni Pewarnaan Gram
Bentuk Elevasi Margin Warna Gram Warna
B1 Irregular Flat Lobate Putih Keruh Positif Ungu
B2 Irregular Raise Undulate Putih Keruh Positif Ungu
B3 Circulair Convex Entire Putih Keruh Positif Ungu
Menurut Sastrahidayat (1990) Bacillus endofit dikategorikan dalam gram
positif yang dinding selnya memiliki kandungan asam muramik 16-20% bahan
commit to user
21
kekakuan dinding sel sehingga kandungan yang tinggi dapat mempertahankan
bentuk bakteri dan mempengaruhi pertumbuhan bakteri patogen dalam antagonis
in vitro. Keuntungan penggunaan agens hayati dari bakteri gram positif adalah
membentuk spora yang tahan panas dan tahan kekeringan. Spora ini disebut
endospora berfungsi sebagai alat proteksi bakteri pada perubahan lingkungan
(Mehrota 1981, Maughan dan Auwera 2011).
Karakteristik morfologi isolat Bacillus endofit dalam penelitian ini (Tabel.1),
memiliki bentuk koloni irregular (tidak beraturan) dan circulair (lingkaran),
elevasi yang convex (menonjol ke atas), raise (agak menonjol) dan flat (rata) dan
margin koloni yang undulate (bergelombang), lobate (tidak rata bergelombang
secara beraturan) dan entire (rata). Hal ini terlihat adanya faktor yang
mempengaruhi perbedaan dan persamaan secara morfologi pada isolat koloni
Bacillus. Salah satu hal yang berperan dalam pembentukan koloni yaitu kerapatan
populasi bakteri. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan populasi bakteri
endofit yaitu jenis tanaman, umur tanaman, jenis jaringan (akar, batang dan daun),
habitat, kemampuan memindahkan diri ke jaringan lain dan ketahanan yang
terbentuk oleh tanaman serta faktor lingkungan (Marwan et al. 2011,
Melnick et al. 2008, Ngamau et al. 2012).
C. Antagonisme Bacillus Endofit terhadap BDB secara in vitro
Karakter Bacillus endofit yang bervariasi mempengaruhi kemampuannya
dalam menghambat patogen maupun membentuk koloni pada media biakan.
Berdasarkan uji F taraf 5% (Tabel 4, Lampiran 1), Bacillus Endofit mampu
menghambat BDB secara in vitro. Hambatan Bacillus ditunjukkan dengan adanya
zona bening pada media biakkan (Hadiwiyono dan Widono 2012) (Gambar 2).
Kemampuan Bacillus endofit dalam menghambat BDB secara in vitro
commit to user
22
Tabel 2. Hambatan BDB oleh Bacillus endofit dalam uji antagonisme in vitro
Isolat Bacillus Zona Hambatan (cm) Persentase Hambatan (%)
Tanpa perlakuan 0.00±0.00 a 0.00±0.00a
B1 0.76±0.01 b 2.91±0.11b
B2 0.79±0.12 b 3.18±0.95b
B3 0.73±0.11 b 2.69±0.80b
B4 0.89±0.13 bc 4.06±1.08b
B5 0.78±0.13 b 3.12±0.98b
B6 1.10±0.25 c 6.57±2.83c
B7 0.84±0.13 b 3.61±1.09b
B8 0.91±0.09 bc 4.21±0.85b
B9 0.77±0.07 b 2.98±0.41b
B10 0.92±0.05 bc 4.22±0.46b
Rata-rata ± standar deviasi dihitung dari 3 ulangan yang tiap ulangan terdiri 4 unit pengamatan, angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
Gambar 2. Diameter zona hambatan pada antagonis in vitro pada isolat B5 dan B0 (kontrol)
Mekanisme antagonisme dalam pengendalian hayati yaitu parasitisme
langsung atau lisis dan matinya patogen, kompetisi makanan dengan patogen,
antibiosis dan pengaruh tidak langsung dari substansi yang menguap
(Abadi 2003b) serta kompetisi tempat sebagai kolonisasi (Harni et al. 2012).
Isolat Bacillus mampu menghambat BDB, diduga Bacillus mampu menghasilkan
antibiotik (Sastrahidayat 1990, Meliawati et al. 2006).Zat tersebut menyebabkan
kematian sel pada bakteri yang peka (terbentuk daerah yang terlisis). Jenis
commit to user
23
(Malfanova et al. 2012), polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacilin
(Kasutjianingati 2011, Li et al. 2012). Selain itu, Bacillus endofit juga mampu
meningkatkan kandungan asam salisilat pada tanaman lada, yang memiliki
peranan mengaktifkan gen-gen ketahanan tanaman (Harni dan Ibrahim 2011).
Bacillus endofit mampu menghambat BDB secara in vitro (Tabel 2).
Isolat B6 memiliki kemampuan antagonis lebih tinggi dibandingkan dengan
isolat yang lain (B4, B8 dan B10) dengan persentase hambatan 6,57% (Tabel 2).
Hal ini disebabkan, adanya viabilitas bakteri yang berbeda-beda dalam medium
biakan. Viabilitas bakteri yang baik dan stabil ditentukan oleh komposisi zat yang
digunakan serta kemampuan isolat untuk memanfaatkan bahan-bahan yang
digunakan pada media formulasi sebagai sumber karbon dan sumber energi, serta
strategi bertahan isolat Bacillus endofit dengan menggunakan mekanisme efisiensi
yang dimiliki oleh bakteri tersebut (Nurbaya et al. 2010).
D. Pemacuan Pertumbuhan Bacillus Endofit pada Bibit Pisang
Pertumbuhan adalah proses kenaikan volume yang bersifat irreversible (tidak
dapat balik) karena adanya penambahan substansi termasuk di dalamnya ada
perubahan bentuk yang menyertai penambahan volume tersebut. Pertumbuhan
berfungsi sebagai proses yang mengolah masukan substrat tersebut menghasilkan
produk pertumbuhan (Sitompul dan Bambang 1995). Berdasarkan uji F taraf 5%,
pengaplikasian Bacillus endofit pada bibit pisang kepok tidak mempengaruhi
pertumbuhan bibit pisang. Namun demikian, beberapa isolat Bacillus endofit
memiliki kecenderungan memacu pertumbuhan bibit pisang. Hal ini ditunjukkan
commit to user
24
Tabel 3. . Pengaruh berbagai isolat Bacillus endofit terhadap berbagai parameter pertumbuhan bibit pisang kepok
Tanpa Perlakuan 73.94±8.7 6±0.33 2103.97±674.44 1.78±0.08
B1 78.60±4.8 7±0.96 1912.76±318.55 1.76±0.06
B10 77.29±7.0 6±0.58 1896.77±224.65 1.72±0.17
Rata-rata ± standar deviasi dihitung dari 3 ulangan yang masing-masing terdiri 3 bibit pisang kepok
1. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan parameter utama dalam uji pertumbuhan suatu
tanaman. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya sel dalam tubuh tanaman
maka terlihat adanya perbedaan. Salah satu faktor yang menentukan kualitas
bahan tanam adalah jumlah substrat seperti karbohidrat yang tersedia bagi
metabolisme yang mendukung pertumbuhan awal tanaman
(Sitompul dan Bambang 1995). Penelitian ini menggunakan bibit kultur jaringan
commit to user
25
commit to user
26
Gambar 4. Diagram balok tinggi bibit pisang kapok 8MSI (minggu setelah inokulasi) setelah diinokulasikan isolat bakteri Bacillus endofit
Menurut Ting et al. (2008) dan Kasutjianingati et al. (2011b), pemberian
aplikasi Bacillus endofit mampu meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang,
berat akar dan luas daun pisang. Walaupun inokulasi ini tidak berpengaruh pada
pertumbuhan bibit pisang, isolat B3 (Gambar 4) diduga memiliki pertumbuhan
tinggi tanaman lebih cepat dibandingkan isolat yang lain. Hal ini diduga bibit
pisang memiliki reaksi positif terhadap inokulasi Bacillus yang mampu
menghasilkan indole acetic acid like substances (IAAS) dan meningkatkan
produksi hormon tumbuhan lainnya. Menurut Harni et al. (2012) B. cereus
mampu menghasilkan IAA pada akar nilam hingga 189,35ppm. Hal ini
dikarenakan Bacillus termasuk bakteri gram positif yang mampu mensintesis IAA
dari berbagai cara dan tidak tergantung triptofan dari luar (Siregar 2010). Ini
menjadi keuntungan tersendiri pada bakteri gram positif. Auksin berfungsi untuk
merangsang pertumbuhan dan perkembangan tunas, perkembangan akar, dan
pembentukan buah (Dwidjoseputro 1980, Hadiwiyono dan Widono 2012,
Ting et al. 2008).
Keberadaan bakteri endofit ini dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara
untuk tanaman. B.subtilis mampu menghasilkan menghasilkan siderofor dan
commit to user
27
sinergis dengan ketersediaan N yang mampu mendukung pertumbuhan vegetatif
tanaman.
2. Luas Daun
Luas daun menunjukkan kemampuan tanaman dalam fotosintesis yang
mengacu pada luas permukaan daun tersebut. Luas daun ini mempengaruhi laju
fotosintesis per satuan tanaman. Luas daun tanaman yang diamati adalah daun
yang mengalami proses fotosintesis (bukan daun yang masih menggulung atau
belum berkembang sempurna) baik muda maupun tua. Luas daun merupakan
parameter pertumbuhan yang juga mewakili pertambahan massa dalam tubuh
tanaman dengan membandingkan keadaan awal dan akhir pengamatan.
Gambar 5. Diagram balok luas daun bibit pisang kepok dengan perlakuan beberapa isolat Bacillus endofit pada awal dan akhir pengamatan
Mekanisme pertumbuhan tanaman oleh rizobakteri dapat terjadi melalui
beberapa cara di antaranya dengan melarutkan fosfat, fiksasi nitrogen
(Hidayatun et al. 2012, Ngamau et al. 2012), menghasilkan hormon pertumbuhan
tanaman (IAA, sitokinin, giberellin) sehingga mampu mendukung pertumbuhan
akar lateral. Jika akar lateral makin banyak maka diharapkan penyerapan nutrisi
commit to user
28
yang sesuai dan nutrisi yang mendukung interaksi kehidupan mikroorganisme
yang menguntungkan (Kasutjianingati et al. 2011a, Ngamau et al. 2008).
Isolat B8 (Gambar 5) memiliki pengaruh pertumbuhan luas daun paling baik
dibandingkan isolat lain. Isolat ini diduga mampu mengkolonisasi dengan baik
pada jaringan tanaman. Hal ini diharapkan dengan tingginya nilai luas daun maka
tinggi pula substansi yang terbentuk pada tubuh tanaman karena proses
fotosintesis yang didukung dengan luas daun tersebut, sehingga tanaman mampu
berproduksi secara optimal.
3. Jumlah Daun
Jumlah daun merupakan cerminan potensi tanaman dalam menyediakan
tempat berlangsungnya fotosintesis. Hal ini menunjukkan bahwa daun merupakan
organ tanaman yang mengandung kloroplas yang berperan dalam menangkap
cahaya. Interaksi antara tanaman inang dan bakteri endofit dapat bersifat
netralisme, mutualisme dan komensalisme (Marwan et al. 2011).
Gambar 6. Diagram balok jumlah daun bibit pisang kepok dengan perlakuan beberapa isolat Bacillus endofit
Bakteri endofit mampu menstimulasi hingga 8 helai daun pada bibit kultur
jaringan pisang kepok (Hadiwiyono dan Widono 2012), 7 helai daun pada pisang
barangan(Sitohang 2006) dan 6 helai daun pada pisang rajabulu. Isolat B1, B5, B7
commit to user
29
lebih banyak yaitu 7 helai daun. Jumlah daun merupakan variabel pengamatan
pertumbuhan yang pertambahannya cepat. Menurut Kasutjianingati et al. (2011a)
aplikasi menginokulasi eksplan dengan rhizobakteri secara in vivo pada beberapa
tanaman selain pisang mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
planlet pisang. Menurut Harni et al. (2006) dan Ting et al. (2008) bakteri endofit
mampu meningkatkan hormon pertumbuhan yang diasumsikan dengan adanya
peningkatan hormon sitokinin yang mampu memunculkan tunas. Pertumbuhan
tunas yang tinggi diharapkan mampu menghasilkan daun baru yang nantinya
berfungsi untuk fotosintesis tanaman (Sitohang 2006, Harjadi 2002).
4. Diameter Batang
Batang merupakan bagian tanaman yang mampu menopang tanaman agar
tumbuh tegak, sehingga semakin panjang suatu diameter tanaman maka tanaman
tersebut mampu menopang tanaman yang subur. Pisang tergolong dalam tanaman
monokotil, golongan ini mempunyai batang dari pangkal sampai ujung hampir
tidak ada perbedaan dan beberapa golongan ini ada yang pangkalnya membesar
selanjutnya ke atas tetap sama (Tjitrosoepomo 2005).Pengukuran diameter batang
ini menggunakan jangka sorong.
commit to user
30
commit to user
31
Pembelahan sel memerlukan karbohidrat dan protein dalam jumlah yang
relatif sangat besar sebab dinding-dinding sel baru, terbentuk dari selulosa dan
protoplasmanya kebanyakan terbentuk dari protein dan gula
(Dwidjoseputro 1996). Laju pertumbuhan meningkat seiring dengan luasnya daun
karena pada awal pertumbuhan tanaman memiliki luas daun yang sempit,
sehingga proses penyerapan cahaya pada tanaman sedikit (Gardner et al. 1991).
Hal ini berhubungan dengan substansi yang terdapat pada tanaman tersebut yang
mendukung proses pertambahan diameter tersebut.
Penelitian sebelumnya menjelaskan, bahwa Bacillus endofit pada planlet
pisang mampu mensintesis diameter batang pisang berangan hingga 1,12cm
(Ting et al 2008) dan pisang rajabulu 0,99cm (Kasutjianingati et al. 2011b). Isolat
B7 (Gambar 7) diduga mampu mendukung perkembangan dan pertumbuhan
diameter batang. Beberapa bakteri endofit diketahui dapat melarutkan fosfat,
sehingga fosfat menjadi tersedia dan mudah diserap oleh tanaman. Fosfat
merupakan unsur mikro penting yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan
dan perkembangannya (Harni et al. 2006). Setiap jenis bakteri endofit mempunyai
mekanisme spesifikasi baik dalam menekan pertumbuhan patogen dan pemacu