commit to user
HUBUNGAN ANTARA PEKERJAAN DENGAN PREVALENSI DUGAAN MATI MENDADAK DI RSUD DR. MOEWARDI PADA
JANUARI 2006—DESEMBER 2011
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Aldila Desy Kusumawaty G0009010
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta,………2012
commit to user
vi PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Hubungan antara Pekerjaan dengan Prevalensi Dugaan Mati Mendadak di RSUD Dr. Moewardi pada Januari 2006—Desember 2011” sebagai tugas untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tinggi kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Budiyanto, dr., Sp.F, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi.
3. Adji Suwandono, dr., SH, selaku Pembimbing Pendamping dalam penelitian ini yang telah banyak menyediakan waktu untuk memberikan petunjuk, arahan, dorongan, dan semangat kepada penulis selama perjalanan penulis menyusun skripsi ini.
4. Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F, MM, selaku Penguji Utama atas segala masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.
5. Ipop Syarifah, Dra., M. Si, selaku Penguji pendamping atas segala masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.
6. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH., MSc., PhD, yang turut memberi bimbingan dalam konsultasi pakar.
7. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi dan Nur Hafidha H, dr., M. Clin Epid beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Seluruh Staf dan Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Moewardi.
9. Kedua orang tua tercinta, Yusuf Rochanto O.S. dan Unaisih, serta adik tersayang, Faisal Akbar, terimakasih atas kasih sayang, doa, dukungan dan segala yang telah kalian berikan pada penulis.
10. Teman-teman Kost Pondok Bulan, teman-teman kelompok tutorial B6, sahabat-sahabatku dan keluarga besar Pendidikan Dokter 2009 FK UNS atas dukungan, motivasi dan segala inspirasi yang telah diberikan.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik yang membangun.
Surakarta, Juli 2012
commit to user
iv ABSTRAK
Aldila Desy Kusumawaty, G0009010, 2012, Hubungan antara Pekerjaan dengan Prevalensi Dugaan Mati Mendadak di RSUD Dr. Moewardi pada Januari 2006— Desember 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang: Lingkungan pekerjaan memberi dampak terhadap tingkah laku kesehatan seseorang. Adanya beban kerja yang berlebih mempunyai pengaruh yang tidak baik pada kesehatan pekerja. Stres dapat menimbulkan aritmia jantung dan kematian mendadak pada orang yang rentan, mungkin melalui pusat yang didorong oleh respon sistem saraf otonom. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kejadian mati mendadak yang dihubungkan dengan beban pekerjaan.
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini case control. Sampel penelitian ini adalah korban mati mendadak dan orang hidup yang bertempat tinggal dekat rumah korban mati mendadak dengan total sampel 88 orang. Kemudian dilakukan analisis data dengan Chi Square dan analisis regresi logistik ganda.
Hasil: Ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara pekerjaan dengan kejadian mati mendadak. Orang dengan pekerjaan berat akan berisiko mengalami mati mendadak 3,46 kali dibandingkan orang dengan pekerjaan ringan (p= 0,046, OR= 3,46).
Simpulan: Berdasarkan penelitian, orang dengan pekerjaan berat akan memiliki risiko mengalami mati mendadak 3,46 kali lebih besar dibandingkan orang dengan pekerjaan ringan.
commit to user
v ABSTRACT
Aldila Desy Kusumawaty, G0009010, 2012, The Relation of Work with Prevalence of Suspected Sudden Death in Hospital Dr. Moewardi in January 2006—December 2011. Mini Thesis. Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.
Background: The work environment impact on person’s health behavior. The existence of an excessive work load has a negative effect on worker health. Stress can cause cardiac arrhythmias and sudden death in susceptible people, perhaps through the center that is driven by the autonomic nervous system response. The purpose of this study was to determine the incidence of sudden death associated with the work load.
Methods: This is a type of case-control study. Sample of this study was the victim of sudden death and people who live near or around the house of that sudden death’s victims with total sample 88 people. The data was analyzed with Chi Square Test and multiple logistic regression analysis.
Result: Found a statistically significant association between the incidence of sudden death with the work. People with heavy work will have sudden death risk about 3,46 times compared to those with light work (p= 0,046; OR= 3,46).
Conclusion: Based on this study, people with heavy work will have a risk for sudden death 3,46 times greater than people with light work.
commit to user
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
d. Kepentingan Autopsi pada Kasus Mati Mendadak .... 45
B. Kerangka Pemikiran ... 47
C. Hipotesis ... 47
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 48
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48
C. Subjek Penelitian ... 48
D. Teknik Sampling ... 49
E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 50
F. Definisi Operasional Variabel ... 50
G. Rancangan Penelitian ... 52
H. Protokol Penelitian ... 52
I. Teknik Analisis Data ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian ... 54
B. Hasil Uji Statistik ... 56
BAB V PEMBAHASAN ... 59
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 61
B. Saran ... 61
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Nilai Metabolic Energy Turnover (MET)dari Sejumlah
Aktivitas Fisik yang Sering Dilakukan ... 6 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasar Jenis
Kelamin ... 54 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasar Kelompok
Umur ... 55 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasar Beban
Pekerjaan ... 55 Tabel 4.4 Hasil Uji Chi Square Analisis Hubungan antara Beban
Pekerjaan dengan Status Kehidupan ... 56 Tabel 4.5 Hasil Uji Chi Square Analisis Hubungan antara Umur dengan
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Daftar Korban Mati Mendadak Januari 2006—
Desember 2011 ... 66 Lampiran 2. Daftar Responden ... 68 Lampiran 3. Perhitungan Data SPSS ... 70 Lampiran 4. Perhitungan Analisis Regresi Logistik Ganda dengan Stata
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan perekonomian sebagai dampak dari pembangunan di
negara-negara sedang berkembang sebagaimana di Indonesia menyebabkan
perbaikan tingkat hidup yang menjadikan kesehatan masyarakat meningkat.
Namun di samping itu terjadi pula perubahan pola hidup yang menyebabkan
pola penyakit berubah, dari penyakit infeksi dan rawan gizi ke penyakit
degeneratif, di antaranya adalah penyakit jantung dan pembuluh darah
(kardiovaskuler) dan akibat kematian yang ditimbulkannya. Hasil survei
kesehatan nasional pada tahun 2001 menunjukkan bahwa : 26,3% penyebab
kematian adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, kemudian diikuti oleh
penyakit infeksi, pernafasan, pencernaan, neoplasma dan kecelakaan lalu
lintas (Susiana C et al.,2006).
Lingkungan pekerjaan juga memberi dampak terhadap tingkah laku
kesehatan seseorang. Seorang yang bekerja bukan berarti tidak berisiko
memiliki pola hidup yang tidak sehat seperti banyak anggapan orang bahwa
kesibukan rutinitas akan membuat orang lalai dalam memikirkan
kesehatannya misalnya konsumsi makanan berpengawet dan cepat saji, serta
konsumsi alkohol dan kafein (Notoatmojo, 2003).
Adanya beban kerja yang berlebih mempunyai pengaruh yang tidak
commit to user
(1974) bahwa desakan waktu tampaknya memberikan pengaruh tidak baik
pada sistem kardiovaskuler terutama serangan jantung prematur dan tekanan
darah tinggi (Munandar, 2008).
Prevalensi tinggi dan konsekuensi berat dari gangguan depresi
menjadi tantangan utama di bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat.
Dibutuhkan pemahaman tinggi tentang faktor risiko yang dapat dimodifikasi
untuk meningkatkan upaya pencegahan. Stres psikososial kronis di tempat
kerja merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Schmidt
dan Klaus, 2007).
Stres dapat menimbulkan aritmia jantung dan kematian mendadak
pada orang yang rentan, mungkin melalui pusat yang didorong oleh respon
sistem saraf otonom (Critchley et al.,2005).
Kekhawatiran meningkat mengenai dampak buruk yang ditimbulkan
oleh stres kerja terhadap kesehatan, terutama risiko penyakit kardiovaskuler.
Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian di peradaban modern
(Kivimaki et al.,2002).
Kasus mati mendadak semakin sering terjadi. Banyak faktor yang
berkembang dewasa ini diduga ikut berpengaruh dalam meningkatnya kasus
mati mendadak. Salah satunya adalah perkembangan ekonomi yang semakin
baik membuat konsumsi makan berubah. Kebiasaan makan makanan berserat
menjadi berkurang dan diganti dengan makan makanan berprotein tinggi dan
commit to user
penyakit pada pembuluh darah yaitu atherosklerosis atau penyempitan
pembuluh darah (Wujoso, 2009).
Kematian yang terjadi secara mendadak dapat ditemukan dalam segala
macam kondisi. Kematian dapat terjadi pada saat orang sedang olah raga atau
sedang beristirahat sehabis olah raga, dapat terjadi saat sedang berpidato,
rapat, diskusi, saat menonton televisi, dapat pula saat sedang santai dan
bergembira bersama keluarga (Wujoso, 2009).
Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Maulida Laila Anggraini
Rahmawati dalam skripsinya yang berjudul “Hubungan antara Usia dengan
Prevalensi Dugaan Mati Mendadak” pada tahun 2010, yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara usia dengan prevalensi dugaan mati mendadak.
Di mana semakin tua usia, maka semakin banyak prevalensi korban dugaan
mati mendadak (Rahmawati, 2010).
B. Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara pekerjaan dengan prevalensi dugaan mati
mendadak.
C. Tujuan Penelitian 1. Umum
Mengetahui bagaimana hubungan antara pekerjaan dengan prevalensi
commit to user
2. Khusus
Mengetahui prevalensi kasus dugaan mati mendadak berdasar pekerjaan
dari data yang didapat di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal
RSUD Dr. Moewardi.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti-bukti empirik tentang
hubungan antara pekerjaan dengan prevalensi dugaan mati mendadak.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberi informasi dan membantu dalam proses
identifikasi korban mati mendadak berdasar pada jenis pekerjaan korban di
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pekerjaan
a. Definisi Pekerjaan
Pekerjaan adalah tugas atau rutinitas yang dilakukan setiap hari,
di mana tugas yang dilakukan juga dijadikan sebagai penghidupan dan
dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Jenis lapangan pekerjaan
mempunyai hubungan erat dengan status ekonomi individu, keluarga
dan masyarakat (Notoatmojo, 2003).
Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud
memperoleh penghasilan paling sedikit selama satu jam dalam
seminggu (Notoatmojo, 2003).
b. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot
tubuh dan sistem penunjangnya (Almatsier, 2009). Definisi aktivitas
fisik secara luas adalah mencakup semua kegiatan yang disuka seperti
berjalan, bersepeda, menari, bermain permainan tradisional, bertanam,
mengerjakan pekerjaan rumah, olah raga dan latihan yang disengaja,
sementara hidup aktif adalah suatu jalan hidup yang mengintegrasikan
sedikitnya setengah jam sehari menjalankan aktivitas fisik secara rutin
commit to user
World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa
aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan
fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat
dan bugar sepanjang hari (Cavill et al.,2006).
WHO mengembangkan Global Physical Activity Questionnaire
(GPAQ) untuk pengawasan aktivitas fisik sebagai instrumen yang
mutakhir dan terbaik yang dirancang untuk menyediakan data valid
tentang pola aktivitas yang dapat digunakan untuk pengumpulan data
nasional. GPAQ telah mengalami sebuah program penelitian yang
menunjukkan bahwa GPAQ adalah valid dan reliabel, tetapi juga
mudah beradaptasi dengan perbedaan budaya yang ada di negara-negara
berkembang (WHO, 2010).
Tabel 2.1 Nilai Metabolic Energy Turnover (MET) dari Sejumlah Aktivitas Fisik yang Sering Dilakukan
Aktivitas Nilai MET
Konstruksi umum di luar gedung
Tukang kayu, umum
Membawa barang berat
Kehutanan, umum
Duduk, pekerjaan kantor yang ringan,
pertemuan, perakitan/perbaikan yang ringan
Berdiri, ringan (penjaga toko, penata rambut)
commit to user
Berdiri, sedang (pedagang, mengangkat
barang yang ringan
Lebih dari satu pekerjaan rumah tangga
Bermain musik, umum
Mereparasi rumah, mencuci dan memoles
mobil
Memotong rumput dengan mesin
Memotong rumput dengan alat potong
commit to user
Mengendarai bus, kereta api
Mengemudikan sepeda motor
Menarik becak
Bersepeda umum, pergi-pulang tempat kerja
commit to user
Berlari (8-10 km/jam)
Berlari (11-13 km/jam)
Berlari (14-16 km/jam)
Bermain ski, umum
Bermain ski, cross-country, mendaki bukit
Bermain ski, menuruni bukit, umum
Berenang, umum
Untuk menilai intensitas aktivitas fisik yang dilakukan, GPAQ
mengelompokkan intensitas menjadi 3 tingkatan menurut nilai MET,
yaitu:
1) Intensitas ringan : <3 MET
2) Intensitas sedang: 3-6 MET
3) Intensitas berat : >6 MET (WHO, 2010)
c. Gangguan pada Kesehatan dan Daya Kerja
1) Beban Kerja
Beban kerja merupakan beban aktivitas fisik, mental, sosial
yang diterima oleh seseorang yang harus diselesaikan dalam waktu
tertentu, sesuai dengan kemampuan fisik, maupun keterbatasan
pekerja yang menerima beban tersebut. Herrianto (2010)
menyatakan bahwa beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang harus
diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang, selama
commit to user
(2003) beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang
harus diselesaikan oleh tenaga kerja dalam jangka waktu tertentu.
Semua pekerjaan harus selalu diusahakan dengan sikap kerja yang
ergonomis (Munandar, 2008).
Secara umum beban kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang sangat kompleks, baik faktor external maupun internal.
Pengaruh faktor external adalah faktor yang mempengaruhi beban
kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja, antara lain tugas-tugas
(kompleksitas pekerjaan, tanggung jawab, emosi pekerja dan
sebagainya), organisasi kerja (lamanya waktu kerja, shift kerja,
sistem kerja dan sarana kerja) dan kondisi lingkungan kerja
(lingkungan kerja fisik, kimia, biologis dan psikologis). Sedangkan
faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat
adanya reaksi dari beban kerja eksternal yang berpotensi sebagai
stressor, meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh,
kondisi kesehatan dan status gizi) dan faktor psikis (motivasi,
persepsi, kepercayaan, kepuasan) (Tarwaka et al., 2004).
Beban kerja berlebih, timbul sebagai akibat dari kegiatan yang
terlalu banyak diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan
dalam waktu tertentu. Munandar (2008) menyatakan bahwa beban
kerja berlebih secara fisik dan mental adalah melakukan terlalu
banyak kegiatan baik fisik maupun mental, dan ini dapat merupakan
commit to user
Beban kerja berlebih, akan membutuhkan waktu untuk
bekerja dengan jumlah jam yang sangat banyak untuk menyelesaikan
semua tugas yang telah ditetapkan, dan ini yang merupakan sumber
tambahan beban kerja. Setiap pekerjaan diharapkan dapat
diselesaikan secara cepat, dalam waktu sesingkat mungkin. Waktu
merupakan salah satu ukuran, namun bila desakan waktu dapat
menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan
kondisi kesehatan pekerja menurun, maka itulah yang merupakan
cerminan adanya beban kerja berlebih (Munandar, 2008).
Beban kerja yang terlalu berat tanpa kecukupan gizi sering
disertai dengan penurunan drastis berat badan yang bersangkutan.
Ukuran berat badan seseorang umumnya tergantung dari
keseimbangan antara asupan zat gizi dengan penggunaan zat gizi
atau aktivitasnya. Beban kerja berlebih mempunyai pengaruh yang
tidak baik terhadap pekerja, karena itu kebutuhan akan zat gizi
seorang tenaga kerja, harus sesuai dengan berat ringannya beban
kerja yang diterimanya. Seperti beban kerja berlebih, akan
membutuhkan sumber energi yang lebih banyak. Semakin berat
beban kerja atau semakin lama waktu kerja seseorang maka akan
timbul kelelahan kerja (Munandar, 2008).
Adanya beban berlebih mempunyai pengaruh yang tidak baik
pada kesehatan pekerja. Pendapat Friedmen dan Rosenman (1974)
commit to user
pengaruh tidak baik pada sistem cardiovasculair, terutama serangan
jantung premature dan tekanan darah tinggi (Munandar, 2008).
Berdasarkan jenis pekerjaan, beban kerja dapat dibedakan
atas beban kerja ringan, sedang dan berat. Menurut WHO,
penggolongan pekerjaan/beban kerja meliputi kerja ringan yaitu jenis
pekerjaan di kantor, dokter, perawat, guru, pengemudi dan pekerjaan
rumah tangga (dengan menggunakan mesin). Kerja sedang adalah
jenis pekerjaan pada industri ringan, mahasiswa, tukang bangunan,
petani, kerja di toko dan pekerjaan rumah tangga (tanpa
menggunakan mesin). Kerja berat adalah jenis pekerjaan kuli angkat
dan angkut, buruh kasar, pekerja tambang, tukang kayu tanpa mesin,
tukang besi, penari dan atlit (Santoso, 2004).
2) Beban Tambahan Akibat Lingkungan Kerja
Sebagai tambahan kepada beban kerja yang langsung akibat
pekerjaan sebenarnya, suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam
suatu lingkungan atau situasi, yang berakibat beban tambahan pada
jasmani dan rohani tenaga kerja. Terdapat 5 faktor penyebab beban
tambahan yang dimaksud:
a) Faktor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban,
cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi dan tekanan
udara.
b) Faktor-faktor kimia, yaitu gas, uap, debu, kabut, asap, awan,
commit to user
c) Faktor biologi, dari golongan bakteri, virus, jamur, tumbuhan
dan hewan.
d) Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.
e) Faktor mental-psikologis, yaitu suasana kerja, hubungan
diantara pekerja atau dengan pengusaha, pemilihan kerja dan
lain-lain (Suma’mur, 2009).
3) Kapasitas Kerja
Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu
kepada yang lainnya tergantung kepada ketrampilan, keserasian,
keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran-ukuran tubuh. Semakin
tinggi ketrampilan kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan
jiwa bekerja, sehingga beban kerja ,menjadi relatif lebih sedikit.
(Suma’mur, 2009).
Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting
produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran jasmani dan
rohani tidak saja pencerminan kesehatan fisik dan mental, tetapi juga
gambaran keserasian penyesuaian seseorang dengan pekerjaannya,
yang banyak dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan
dan pengetahuan yang dimilikinya (Suma’mur, 2009).
Kesegaran jasmani sangat diperlukan oleh semua orang baik
dari anak-anak sampai usia lanjut dan semua profesi tanpa terkecuali
dengan kesegaram jasmani yang baik tubuh akan terhindar dari
commit to user
Gambar 2.1 Roda Keseimbangan Dinamis (Suma’mur, 2009) Proses menjadi tua disertai kurangnya kemampuan kerja oleh
karena perubahan-perubahan pada alat tubuh, sistem kardiovaskuler,
hormonal. Ukuran-ukuran tubuh, statis atau dinamis, harus
digunakan sebagai pedoman pembuatan ukuran-ukuran mesin dan
alat-alat kerja sehingga dicapai efisiensi dan produktivitas kerja
semaksimal mungkin (Suma’mur, 2009).
Manusia dan beban kerja serta faktor-faktor dalam
lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Kesatuan demikian yang digambarkan sebagai roda keseimbangan
dinamis digambarkan dalam Gambar 2.1. Jika roda ini
menguntungkan kesehatan tenaga kerja, maka roda tersebut akan
merupakan roda pembangunan yang sangat penting (Suma’mur,
2009).
Sebaliknya, apabila keseimbangan tidak menguntungkan,
terdapat keadaan labil bagi tenaga kerja dan akan berakibat MANUSIA
MEKANIS FISIS
KIMIAWI
BIOLOGIS
FISIOLOGIS SOSIAL
commit to user
gangguan daya ingat, kelelahan, gangguan kesehatan, bahkan
penyakit, cacat dan kematian. Penyakit akibat demikian mungkin
berupa pemburukan penyakit-penyakit umum dengan frekwensi dan
beratnya meningkat, tetapi mungkin pula menjadi penyakit akibat
kerja (Suma’mur, 2009).
4) Penyakit Akibat Kerja
Jenis penyakit akibat kerja yang dimaksud adalah jenis
penyakit akibat kerja yang ditetapkan oleh ketentuan
perundang-undangan yaitu:
a) Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk
jaringan parut (sili-kosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan
silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama
penyebab cacat dan kematian;
b) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang
disebabkan oleh debu logam keras;
c) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang
disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis);
d) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi
dan zat perang-sang yang dikenal yang berada dalam proses
pekerjaan;
e) Alveolitis alergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai
commit to user
f) Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya
yang beracun;
g) Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya
yang beracun;
h) Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya
yang beracun;
i) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya
yang beracun;
j) Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya
yang beracun;
k) Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya
yang beracun;
l) Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya
yang beracun.
m) Penyakit yang disebabkan oleh timbal (Pb,timah hitam) atau
persenyawaannya yang beracun;
n) Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya
yang beracun;
o) Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida;
p) Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari
persenyawaan hidrokarbon alifatis atau aromatis yang beracun;
q) Penyakit yang disebabkan oleh benzen atau homolognya yang
commit to user
r) Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari
benzen dan homo-lognya yang beracun;
s) Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam
nitrat lainnya;
t) Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton;
u) Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia
atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogen sianida,
hidrogen sulfida, atau derivatnya yang beracun, amoniak seng,
braso dan nikel;
v) Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan;
w) Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanis
(kelainan-kelainan otot, urat, tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau
saraf tepi);
x) Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang
bertekanan lebih;
y) Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetis dan
radiasi yang mengion;
z) Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab
fisis, kimiawi atau biologis;
aa) Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic,
bitumen, minyak mineral, antrasen atau persenyawaan, produk
atau residu dari zat tsb.;
commit to user
cc) Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit
yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko
kontaminasi khusus;
dd) Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau
panas radiasi atau kelembaban udara tinggi;
ee) Penyakit yang disebabkan oleh kimia lainnya termasuk bahan
obat (Suma’mur, 2009).
Selain jenis penyakit akibat kerja tersebut, jenis penyakit
akibat kerja lainnya dapat memenuhi ketentuan penyakit akibat kerja
asalkan ditempuh mekanisme yang berlaku yaitu penetapan oleh
Menteri Tenaga Kerja RI melalui pertimbangan dari Dokter
Penasihat. Jenis penyakit akibat kerja lainnya adalah:
a) Penyakit muskuloskeletal akibat kerja
Tiga-puluh-satu jenis penyakit akibat kerja, sebagaimana
telah diatur oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku
telah demikian banyak meliputi jenis penyakit akibat kerja yang
faktor penyebabnya yaitu faktor fisis, kimia atau biologis,
namun masih belum cukup mencakup penyakit yang
dikarenakan oleh faktor fisiologis/ergonomis. Jenis penyakit
akibat kerja yang mengenai sistem muskuloskeletal hanyalah
penyakit muskuloskeletal yang penyebabnya adalah getaran
mekanis. Adapun lainnya seperti penyakit akibat kerja
commit to user
Sindrom Penggunaan Berlebihan Akibat Kerja (Overuse
Syndrome) dan juga Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain)
atau disingkat NPB dapat menjadi 2 (dua) jenis penyakit akibat
kerja, jika penyakit tersebut dengan jelas disebabkan oleh cara
bekerja yang tidak fisiologis/ergonomis. Kecacatan sangat
mungkin pula terjadi pada kedua jenis penyakit tersebut
(Suma’mur, 2009).
b) Tabakosis akibat kerja
Tabakosis adalah penyakit bronkhopulmoner yang
penyebabnya debu tembakau. Debu dari daun tembakau dapat
bebas ke udara pada waktu pengeringan daun tembakau,
pengolahan daun tembakau kering dengan pemotongan,
pencampuran tembakau yang telah dirajang dan juga pada
pekerjaan pelintingan apabila kondisi lingkungan kerja demikian
berdebu. Debu tembakau mengandung zat kimia iritan kepada
saluran bronkhopulmoner antara lain nikotin; faktor biologis
antara lain jamur serta komponen lainnya. Mekanisme
terjadinya penyakit adalah iritasi kimiawi antara lain oleh
nikotin, infeksi oleh jamur dan bakteri, dan alergi terhadap zat
kimia dari debu tembakau dan mikroorganisme. Gejala
tabakosis akut adalah demam, batuk, sesak, dan kelainan
asmatis. Lebih lanjut penyakit berkembang sehingga pekerja
commit to user
akut kemudian kronis serta pnemonia atau menjadi aktifnya
proses spesifik Tuberkulosis paru. Foto rontgen paru pada
stadium dini penyakit tidak memperlihatkan kelainan. Uji fungsi
paru khususnya kapasitas vital paksa (FEV) dan lebih
karakteristik lagi volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1)
menunjukkan penurunan nilainya sesuai dengan semakin
memburuknya keadaan sakit penderita (Suma’mur, 2009).
Hampir seluruh jenis penyakit akibat kerja terdiri atas
lebih dari satu macam penyakit akibat kerja. Para Dokter
Penasehat dituntut menguasai macam-macam penyakit akibat
kerja pada setiap jenis penyakit akibat kerja dan mengetahui
betul karakteristik setiap macam penyakit. Sehubungan dengan
macam penyakit akibat kerja tersebut, pertama-tama belum tentu
rincian macam penyakit pada suatu jenis penyakit akibat kerja
telah benar -benar lengkap/komprehensif. Para Dokter Penasihat
dituntut untuk menguasai informasi tentang macam-macam
penyakit akibat kerja dimaksud (Suma’mur, 2009).
Dalam ruang atau di tempat kerja biasanya terdapat
faktor-faktor yang menjadi sebab penyakit akibat kerja sebagai berikut:
a) Golongan fisik, seperti:
commit to user
(2) Radiasi sinar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif, yang
menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dan
kelainan-kelainan kulit.
Radiasi sinar inframerah bisa mengakibatkan katarak
kepada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi
sebab conjunctivitis photoelectrica.
(3) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan “heat stroke”,
“heat cramps” atau “hyperpyrexia”, sedangkan
suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan “frostbite”.
(4) Tekanan yang tinggi menyebabkan “caisson disease”.
(5) Penerangan lampu yang kurang baik misalnya
menyebabkan kelainan kepada indera penglihatan atau
kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
b) Golongan chemis, yaitu:
(1) Debu yang menyebabkan pneumoconioses, di antaranya:
silicosis, asbestosis dan lain-lain.
(2) Uap yang di antaranya menyebabkan “metal fume
fever”, dermatitis, atau atau keracunan.
(3) Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lain-lain.
(4) Larutan, yang misalnya menyebabkan dermatitis.
(5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides),
commit to user
c) Golongan infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau
brucella pada pekerja-pekerja penyamak kulit.
d) Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh
kesalahan-kesalahan penggunaan mesin, sikap badan kurang baik, salah
cara melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuanya
menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun
menyebabkan perubahan fisik tubuh pekerja.
e) Golongan mental-psikologis, hal ini terlihat misalnya pada
hubungan pekerja yang tidak baik, atau misalnya keadaan
membosankan monotoni (Suma’mur, 2009).
2. Mati Mendadak
a. Definisi Mati Mendadak
Mati yaitu berhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang
meliputi sistem syaraf pusat, jantung dan paru secara permanent
(permanent cessation of life) ini yang disebut sebagai mati klinis atau
mati (Wujoso, 2009).
Mendadak sendiri diartikan sebagai tanpa diduga (diketahui,
diperkirakan) sebelumnya; sekonyong-konyong; tiba-tiba (Depdiknas,
2008).
Diagnosis dan definisi kematian mendadak adalah variabel,
tetapi definisi yang diakui secara umum didasarkan pada lamanya
commit to user
Berdasarkan World Health Organization (WHO), definisi
kematian mendadak menurut International Classificaton of Diseases
(ICD-10) adalah suatu kematian tanpa kekerasan dan bukan sebaliknya,
yang terjadi kurang dari 24 jam dari timbulnya gejala (WHO, 2005).
Kematian mendadak didefinisikan sebagai kematian yang terjadi
dengan tiba-tiba dan tidak terduga pada pasien (korban) yang ada dalam
kondisi stabil sebelum terjadinya kematian. Kematian dengan adanya
saksi diklasifikasikan sebagai kematian mendadak hanya jika kematian
terjadi dalam 1 jam setelah timbulnya gejala baru. Sedangkan kematian
tanpa adanya saksi dianggap sebagai kematian mendadak jika pasien
(korban) terlihat hidup dan berada dalam kondisi yang stabil selama 24
jam sebelumnya (Groh et al., 2008).
Sudden unexpected natural death adalah awal mula dari
pengertian mati mendadak di mana terdapat kriteria penyebab yaitu
natural (alami, wajar). Sedangkan mendadak pada frase “mati
mendadak” menunjukan bahwa kematian datang tidak terduga dan tidak
diharapkan dengan batasan waktu yang nisbi (Budiyanto, 1997).
Terdapat dua alternatif definisi mati mendadak menurut Arjono
(1989), yaitu:
1) Sudden death adalah kematian yang tidak terduga, non traumatis,
non self inflicted fatality, yang terjadi dalam 24 jam sejak onset
commit to user
2) Sudden death adalah kematian yang terjadi dalam 1 jam setelah
timbul gejala (Wujoso, 2009).
Definisi Cobb tentang mati mendadak menjelaskan bahwa
kematian pada kasus mati mendadak terjadi tanpa diperkirakan
sebelumnya, tanpa gejala yang nyata sebelumnya, atau jika ada gejala
hanya dalam waktu yang singkat (menit atau jam), non traumatis dan
tidak ada unsur kesengajaan. Suatu kematian yang diperkirakan
sebelumnya, tentu tidak akan menjadi masalah dan tidak menimbulkan
kecurigaan, karena sudah diketahui akan menyebabkan kematian yang
cepat. Cobb juga menyebutkan adanya syarat bahwa gejala yang ada
sebelumnya tidak nyata atau gejala yang ada hanya dalam waktu
pendek (Moerdowo, 1984).
Abkar Raden dalam bukunya menulis bahwa tidak boleh ada
faktor trauma dan keracunan pada kasus mati mendadak. Moerdowo
mengatakan bahwa mati mendadak adalah kematian yang tidak
disangka dalam waktu kurang dari satu jam (very sudden death) atau
dalam waktu dua puluh empat jam (sudden death) setelah onset muncul
(Wujoso, 2009).
Sering mati mendadak terjadi dalam beberapa menit, sehingga
tidak ada yang menyaksikan atau tidak sempat mendapat pertolongan
sama sekali. Kejadian ini dapat terjadi di lapangan olah raga, kantor,
commit to user
b. Epidemiologi Mati Mendadak
Menurut Farmingham, laki-laki empat kali lebih berisiko
mengalami kematian mendadak dibandingkan perempuan. Penyakit
pada jantung dan pembuluh darah menduduki urutan pertama dalam
penyebab kematian mendadak, dan sesuai dengan kecenderungan
kematian kematian mendadak pada laki-laki yang lebih besar, penyakit
jantung dan pembuluh darah juga memiliki kecenderungan serupa.
Penyakit jantung dan pembuluh darah secara umum menyerang
laki-laki lebih sering dibanding perempuan dengan perbandingan 7:1
sebelum menopause, dan menjadi 1:1 setelah perempuan menopause.
Di Indonesia, seperti yang dilaporkan Badan Litbang Departemen
Kesehatan RI, persentase kematian akibat penyakit ini meningkat dari
5,9% (1975) menjadi 9,1% (1981), 16,0% (1986) dan 19,0% (1995)
(Kristanto, 2006).
Kematian mendadak bisa terjadi karena hal-hal yang tidak
alamiah, seperti keracunan, kekerasan, atau merupakan hasil akhir dari
keadaan alamiah. Angka kejadian kematian mendadak sekitar 10% dari
seluruh kematian (Chadha, 1995).
c. Penyebab Mati Mendadak
Mati mendadak dapat disebabkan oleh penyakit- penyakit utama
seperti sistem kardiovaskuler (45-50%), penyakit pada sistem
pernafasan (15-23%), penyakit pada sistem saraf pusat (10-18%)
commit to user
1) Sistem kardiovaskuler
Pada saat ini penyakit jantung merupakan penyebab
kematian nomor satu di dunia. Menurut Badan Kesehatan Dunia
(WHO), 60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung
adalah penyakit jantung koroner (PJK) (WHO, 2001).
Kematian mendadak dan tidak terduga yang disebabkan
oleh penyakit jantung merupakan beban kesehatan yang sangat
penting di dunia Barat. Efeknya dititikberatkan dengan adanya
fakta bahwa kematian mendadak adalah manifestasi utama dari
penyakit kardiovaskular (Jouven et al., 2005).
a) Penyakit jantung koroner
Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa
kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit
jantung koroner adalah sebesar 26,4 % (Depkes, 2003) dan
sampai dengan saat ini PJK juga merupakan penyebab utama
kematian dini pada sekitar 40 % dari sebab kematian laki-laki
usia menengah (Anies, 2006).
Penyakit arteri koronaria merupakan penyebab paling
banyak menyebabkan kematian mendadak. Penyempitan dan
oklusi koroner oleh atheroma adalah yang paling sering
ditemukan. Terjadinya sklerosis koroner dipengaruhi oleh
commit to user
usia, jenis kelamin, ras diabetes melitus, hipertensi, stres
psikis, dan lain-lain (Rilantono et al., 2003).
Sklerosis ini sering terjadi pada ramus descendens
arteri koronaria sisnistra, pada lengkung arteri koronaria
dekstra, dan pada ramus sirkumfleksa arteri koronaria sinistra.
Lesi tampak sebagai bercak kuning putih (lipidosis) yang
mula-mula terdapat di intima, kemudian menyebar keluar ke
lapisan yang lebih dalam. Kadang-kadang dijumpai perdarahan
subintima atau ke dalam lumen. Adanya sklerosis dengan
lumen menyempit hingga pin point sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis iskemik, karena pada kenyataannya
tidak semua kematian koroner disertai kelainan otot jantung.
Pemeriksaan histopatologik dilakukan dengan mengendapkan
jantung pada larutan formalin 10% selama 24 jam. Ketika
arteri mengeras, arteri diiris dengan jarak (ketebalan) sekitar 3
mm lalu dimasukan ke dalam larutan formalin dan dikirim ke
laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan.
Normalnya, tunika adventitia lebih tebal dibandingkan tunika
intima. Namun pada kasus sklerosis ini, tunika intima bisa
menjadi lebih tebal dibandingkan tunika adventitia dan
dindingnya tidak rata (Budiyanto, 1997).
Stres di tempat kerja telah dikaitkan dengan terjadinya
commit to user
prospektif. Mekanisme biologis belum diketahui dengan jelas,
sedangkan mekanisme patofisiologi yang masuk akal
melibatkan efek neuroendokrin langsung dan efek tidak
langsung yang dimediasi oleh gangguan kesehatan perilaku
(Chandola, 2005).
b) Infark miokard
Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung
akibat insufisiensi aliran darah yang biasanya disebabkan oleh
spasme dan atau sumbatan akibat sklerosis atau trombosis
(Budiyanto, 1997).
Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptur plak yang
diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan
luasnya infark miokard tergantung pada arteri yang dioklusi
dan aliran darah kolateral (Rilantono et al., 2003).
Pada pemeriksaan luar akan ditemukan perdarahan
pada otot jantung. Pemeriksaan mikroskopik pada 6-8 jam
ditemukan sel eosinofil, granulasi sitoplasma dan sebukan
polymorphonuclear (PMN). Sedangkan pada infark miokard
yang cukup lama (8-12 jam) ditemukan nekrosis, sebukan
PMN, dan basofil pada ruang interstitial. Pemeriksaan
makroskopis menunjukkan infark dini tampak sebagai daerah
commit to user
Sedangkan infark lama (24-48 jam) akan tampak kuning padat
dengan tepi hiperemi (Budiyanto, 1997).
Kematian mendadak adalah komplikasi terparah dari
infark miokard akut (Solomon et al., 2005). Kematian
mendadak setelah infark miokard belum dinilai baru-baru ini di
masyarakat. Stratifikasi faktor risiko untuk kematian
mendadak setelah infark miokard tergantung pada karakteristik
dan sedikit yang diketahui tentang hubungan antara iskemia
berulang atau gagal jantung dengan kematian mendadak
(Adabag et al., 2008).
c) Penyakit Katup Jantung
Penyakit katup jantung biasanya mempunyai riwayat
yang panjang. Kematian mendadak dapat terjadi akibat ruptur
valvula. Kematian mendadak dapat juga terjadi pada stenosis
aorta kalsifikasi (calcific aortal stenosis), kasus ini disebabkan
oleh penyakit degenerasi dan bukan karditis reumatik. Penyakit
ini lebih banyak pada pria dibanding wanita dan timbul pada
usia sekitar 60 tahun atau lebih (Rilantono et al., 2003).
d) Miokarditis
Miokarditis adalah radang pada miokardium yang
ditandai dengan adanya proses eksudasi dan sebukan sel
commit to user
purulenta yang merupakan komplikasi dari septikemia atau
abses miokard (Budiyanto, 1997).
Miokarditis biasanya tidak menunjukkan gejala dan
sering terjadi pada dewasa muda. Diagnosis miokarditis pada
kematian mendadak hanya dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan histopatologik. Otot jantung harus diambil
sebanyak dua puluh potongan dari dua puluh lokasi yang
berbeda untuk pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan
histopatologik tampak peradangan interstisial dan atau
parenkim, edema, perlemakan, nekrosis, degenerasi otot
hingga miolisis. Infiltrasi leukosit berinti jamak dan tunggal,
plasmosit dan histiosit tampak jelas (Budiyanto, 1997).
e) Hipertoni
Hipertoni ditegakkan dengan adanya hipertrofi otot
jantung disertai dengan tanda-tanda lain seperti pembendungan
atau tanda-tanda dekompensasi, sklerosis pembuluh perifer
serebral status lakunaris pada ganglia basalis, sklerosis arteria
folikularis limpa dan arteriosklerosis ginjal. Hipertrofi
miokardium dapat terjadi pada hipertensi, penyakit katup
jantung, penyakit paru-paru yang kronik atau oleh karena
keadaan yang disebut kardiomiopati atau idiopati
commit to user
f) Kardiomiopati
Setelah 50 tahun pengakuan dan penelitian, terbukti
bahwa hipertrofi kardiomiopati adalah penyakit yang sangat
heterogen dan tidak terduga sehubungan dengan ekspresi klinis
dan riwayat alamiah. Kematian mendadak menjadi komplikasi
yang paling parah dari hipertrofi kardiomiopati (Maron, 2010).
2) Sistem pernafasan
Kematian biasanya paling sering terjadi melalui mekanisme
perdarahan, asfiksia dan atau pneumothoraks. Perdarahan dapat
terjadi pada tuberkulosis paru, kanker paru, bronkiektasis, abses
dan sebagainya. Sedangkan asfiksia terjadi pada pneumonia,
spasme saluran nafas, asma dan penyakit paru obstruktif
menahun, aspirasi darah atau pada tersedak. Sedangkan
pneumothoraks terjadi bila bulla subpleural memecah ke dalam
rongga pleura (Budiyanto, 1997).
a) Tuberkulosis paru (TB Paru)
Penyakit yang disebabkan oleh Mycrobacterium
tuberculosis ini mempunyai angka kematian mencapai tiga
juta pertahun yang disebabkan karena pecahnya pembuluh
darah kaverna sehingga menyebabkan perdarahan hebat.
Berdasarkan data WHO sekitar 10-12 juta penderita mampu
menularkan penyakit ini. Secara umum penyakit ini
commit to user
Gambaran klinis dari penyakit ini adalah batuk, dahak
mula-mula sedikit dan mukoid (Harrison, 2008).
b) Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah pelebaran dari lumen bronkus.
Biasanya lokal dan permanen. Ektasis terjadi akibat adanya
kerusakan dinding bronkus. Kerusakan dinding tersebut dapat
disebabkan oleh penyakit paru-paru. Jadi, bronkiektasis
bukan merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan suatu akibat dari penyakit paru-paru
(Harrison, 2008).
Pelebaran dinding bronkus diikuti dengan peningkatan
pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah. Ulserasi dari
dinding ektasis akan menimbulkan perdarahan ke dalam
lumen bronkus yang dapat berakibat kematian. Gambaran
fisik muncul akibat adanya hipoksia dan perdarahan yang
tampak pada hemoptisis. Penting untuk dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi jaringan paru-paru untuk
memastikan diagnosis adanya bronkiektasis pada kasus mati
mendadak yang dicurigai karena perdarahan paru-paru
(Harrison, 2008).
c) Abses paru
Abses paru adalah infeksi destruktif yang berupa lesi
commit to user
membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim
paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru bisa terjadi
melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen (Sudoyo et al.,
2006).
Abses paru akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing,
tumor dan striktur bronkial menyebabkan abses paru
bronkogenik. Hal ini disebabkan karena terjadinya obstruksi
bronkus dan terbawanya organisme virulen yang akan
menyebabkan terjadinya infeksi pada daerah distal infeksi
tersebut. Abses jenis ini banyak terjadi pada penderita
bronkitis kronik karena banyaknya mukus pada saluran nafas
bawahnya yang merupakan kultur media yang sangat baik
bagi organisme yang teraspirasi (Sudoyoet al., 2006).
Sedangkan secara hematogen, yang paling sering
terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai fenomena septik
emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian tubuh lainnya
seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen
ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya
disebabkan oleh stafilokokus (Sudoyoet al., 2006).
Contoh mikroorganisme yang bisa menyebabkan abses
paru:
(1) Kelompok bakteri anaerob, biasanya disebabkan oleh
commit to user
oleh bakteri anaerob dan 85-100% bakteri anaerob
diambil dari spesimen yang didapat melalui aspirasi
transtrakeal. Misalnya, Bacteriodes melaninogenus,
Becteriodes fragilis, Peptostreptococcus species,
Bacillus intermedius, Fusobacterium nucleatum dan
Microaerophilic streptococcus.
(2) Kelompok bakteri aerob
(a) Gram positif, yang penyebabnya selain aspirasi.
Misalnya Staphylococcus aureus, Streptococcus
microaerophilic, Streptococcus pyogenes dan
Streptococcus pneumonia
(b) Gram negatif, biasanya merupakan sebab
nosoklomial. Misalnya: Klebsiella pneumonia,
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,
Haemophilus influenza, Actinomyces sp., Nocardia
sp. dan gram negatif bacilli
(3) Kelompok lain
Bisa disebabkan karena jamur, seperti Mucoraceae,
Aspergillus sp. serta golongan parasit dan amuba
(Sudoyo et al., 2006).
Abses paru biasanya singel, namun bisa multipel yang
biasanya unilateral pada salah satu paru, yang terjadi pada
commit to user
mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis hati,
serta gangguan imunologis yang menyebabkan daya tahan
tubuh menurun (Sudoyoet al., 2006).
Drainase yang kurang baik pada abses paru dapat
menyebabkan ruptur ke segmen lain dengan kecenderungan
penyebaran infeksi staphylococcus, sedangkan ruptur ke
rongga pleura dapat menyababkan piotoraks (empiema).
Komplikasi lainnya dapat berupa abses otak, hemoptisis
masif, ruptur pleura viseralis sehingga sering terjadi
piopneumotoraks dan fistula bronkopleura. Abses paru kronis
dapat menyebabkan anemia, malnutrisi, gangguan cairan dan
elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula (Sudoyo
et al., 2006).
d) Pneumonia
Infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA)
menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta
kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam
berbagai bentuk, yang tersering adalah dalam bentuk
pneumonia baik secara primer maupun merupakan tahap
lanjutan manifestasi ISNBA lainnya misalnya sebagai
perluasan bronkiektasis yang terinfeksi (Sudoyoet al., 2006).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai
commit to user
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran zat setempat yang biasanya berasal dari suatu
infeksi (Sudoyoet al., 2006).
Agen-agen mikroba penyebab pneumonia memiliki tiga
bentuk transmisi primer. Yaitu aspirasi sekret yang berisi
mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada
oropharynx, inhalasi aerosol yang infeksius serta penyebaran
hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi
agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara
hematogen jarang terjadi (Price dan Wilson, 2006).
Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis
kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan
Streptococcus pneumoniae, melalui selang infus oleh
Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian
ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter (Sudoyo et
al., 2006).
Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner,
misalnya pada Pneumonia pneumococcus dengan bakteriemi
dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis, arthritis,
endokarditis, perikarditis, peritonitis dan empiema.
commit to user
infeksius, antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru
atau infark paru dan infark miokard akut. Dapat terjadi
komplikasi lain berupa acute respiratory distress syndrome
(ARDS), gagal organ jamak, dan komplikasi lanjut berupa
pneumonia nosoklomial (Sudoyoet al., 2006).
e) Asma bronkial
Mati mendadak dapat juga terjadi pada saat serangan
asma bronkial. Patogenesis dari asma bronkial yang khas
adalah adanya penyempitan sampai obstruksi dari bronkus
kecil pada tahap inspirasi dan ekspirasi. Penyempitan itu
dapat disebabkan oleh spasme otot polos bronkus, edema
mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus yang
meningkat. Akibat lanjut dari sumbatan saluran napas pada
asma bronkial adalah menurunnya tekanan parsial oksigen di
alveoli, sehingga oksigen dalam peredaran darah juga
menurun (hipoksemia). Sebaliknya terjadi resistensi
karbondioksida, sehingga kadar karbondioksida dalam
peredaran darah meningkat. Hal ini menyebabkan rangsangan
pada pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi. Dari
patogenesis terjadinya serangan asma tersebut maka
kepastian mati mendadak akibat serangan asma memerlukan
pemeriksaan histologi dan biokimia (toksikologi) dengan
commit to user
f) Obstruksi saluran nafas akut
Saluran nafas dapat mengalami obstruksi akut. Pada
saluran nafas bagian atas (supraglotik/di atas pita suara) yang
sering memberikan gejala obstruksi akut adalah infeksi,
edema larynx dan aspirasi benda asing. Pada obstruksi di
saluran nafas tengah (intraglotik), yang bisa menyebabkan
obstruksi akut antara lain benda asing yang menyumbat
saluran nafas tengah. Sedangkan obstruksi pada saluran nafas
bawah (infraglotik/di bawah pita suara) bisa terjadi karena
penyakit asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
(Sudoyoet al., 2006).
Tanda obstruksi komplit saluran nafas yang mendadak
sangat jelas. Pasien tidak dapat bernafas, berbicara, atau
batuk dan pasien memegang kerongkongannya seperti
mencekik (chocking), agitasi, panik dan nafas
tersengal-sengal dan diikuti sianosis, gagal nafas, hilangnya kesadaran
dan apabila sumbatan tidak segara ditangani akan
menyebabkan kematian dalam waktu 2-5 hari (Sudoyo et al.,
2006).
g) Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau
commit to user
tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang
terhadap rongga dada (Sudoyoet al., 2006).
Pneumothoraks dapat diklasifikasi sesuai dengan
penyebabnya, yaitu pneumothoraks traumatik, yang secara
umum disebabkan oleh luka tembus dada dan pneumothoraks
spontan, yaitu pneumothoraks yang terjadi secara tiba-tiba
dan tak terduga dengan atau tanpa penyakit paru yang
mendasarinya (Price dan Wilson, 2006).
Pneumothoraks tension (terjadi pada 3-5% pasien
pneumothoraks), dapat mengakibatkan kegagalan respirasi
akut, pio-pneumothoraks,
hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks, henti jantung paru dan kematian (Sudoyo et
al., 2006).
Sudden death terjadi karena kompresi paru-paru dan
pergeseran mediastinum. Pada autopsi temuan awal yang
paling jelas mungkin ptosis organ perut dan penonjolan
diafragma ke kavum peritoneal dengan paru yang kolap
(Byard, 2004).
3) Penyakit pada Sistem Saraf Pusat
Contoh penyakit pada sistem saraf pusat yang dapat
commit to user
a) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ke dalam jaringan otak
(parenkim) paling sering terjadi karena cedera vaskular yang
dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri
kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Pada
individu tanpa hipertensi penyebab bisa berasal dari
gangguan perdarahan, malformasi arteriovena dan tumor
yang menyebabkan erosi (Price dan Wilson, 2006).
Smith (2001) menyatakan bahwa angka kematian untuk
perdarahan intraserebral hipertensif sangat tinggi, mendekati
50%. Perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium (di
atas tentorium serebeli) memiliki prognosis baik apabila
volume darah sedikit. Namun, perdarahan ke dalam ruang
infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk karena cepat timbulnya
tekanan pada struktur-struktur vital di batang otak (Price dan
Wilson, 2006).
Perdarahan yang terjadi langsung ke dalam ventrikel
otak jarang dijumpai. Yang lebih sering terjadi adalah
perdarahan di dalam parenkim otak yang menembus ke
dalam sistem ventrikel, sehingga bukti asal perdarahan
commit to user
b) Perdarahan subarahnoid
Ada dua kausa utama pada perdarahan subarahnoid,
yaitu ruptur suatu aneurisma vaskular dan trauma kepala.
Perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke dalam
ruang subarahnoid lapisan meningen dapat berlangsung
cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50%) pada
bulan pertama setelah perdarahan. Penyebab tingginya angka
kematian ini adalah bahwa ada empat penyulit utama yang
dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan
mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi lama setelah
perdarahan terkendali, yaitu (1) vasospasme reaktif disertai
infark, (2) ruptur tulang, (3) hiponatremia, dan (4)
hidrosefalus (Price dan Wilson, 2006).
c) Meningitis
Definisi dari meningitis adalah infeksi dari cairan yang
mengelilingi otak dan spinal cord. Meningitis dapat
disebabkan oleh bakteri atau virus, pengetahuan mengenai
penyebab meningitis dapat membantu dalam menentukan
keparahan penyakit dan pengobatannya. Viral meningitis
biasanya kurang parah dan dapat sembuh tanpa pengobatan
spesifik, sementara bacterial meningitis biasanya cukup
parah dan dapat menimbulkan kerusakan fungsi otak
commit to user
Terdapat pula definisi lain yang menyebutkan bahwa
meningitis adalah reaksi inflamasi dari membran yang
membungkus otak dan spinal cord. Inflamasi ini
menimbulkan perubahan di cairan serebrospinal (CSS) yang
mengelilingi otak dan spinal cord (Dugdale dan Vyas, 2010).
d) Abses otak
Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan
parenkim otak, terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi
dari fokus yang berdekatan atau melalui sistem vaskular.
Riwayat sebelumnya menderita penyakit otitis media,
mastoiditis, sinusitis supuratif, atau infeksi pada wajah, kulit
kepala atau tengkorak. Bronkiektasis, abses paru, empiema
dan endokarditis bakterial juga diketahui menyebabkan abses
otak (Price dan Wilson, 2006).
Secara umum abses terletak berdekatan dengan tempat
asal infeksi. Abses metastatik biasanya terletak di sepanjang
arteria serebri media. Pada awal perjalanan penyakit, jaringan
yang terinfeksi menjadi edema dan terinfiltrasi leukosit.
Secara perlahan-lahan, bagian terluar mengalami penebalan
karena adanya kolagen dalam dinding abses. Pada pusat abses
akan terjadi nekrosis pengenceran. Rongga abses dapat
commit to user
ventrikel atau masuk ke dalam meningeal (Price dan Wilson,
2006).
e) Tumor otak
Tumor otak berasal dari jaringan neuronal, jaringan
otak penyokong, sistem retikuloendotelial, lapisan otak dan
jaringan perkembangan residual atau dapat bermetastasis dari
karsinoma sistemik. Metastasis otak disebabkan karena
keganasan sistemik dari kanker paru, payudara, melanoma,
limfoma, dan kolon. Tumor otak paling sering terjadi pada
dewasa usia dekade kelima dan keenam (Price dan Wilson,
2006).
f) Stroke
Stroke adalah suatu sindroma akibat lesi vaskuler
regional yang terjadi di daerah batang otak, daerah
subkortikal maupun kortikal. Lesi vaskuler tersebut dapat
berupa tersumbatnya pembuluh darah (stroke iskemik)
maupun dapat karena karena pecahnya pembuluh darah
(stroke hemoragik). Beberapa kondisi yang perlu juga
diperhatikan pada korban yang mati mendadak dengan
dugaan stroke, adalah :
(1) Umur
Orang yang lebih tua lebih memungkinkan mengidap
commit to user
(2) Hipertensi
Merupakan faktor risiko yang dapat terjadi pada orang
tua maupun muda. Korban dengan riwayat tekanan
diastolik > 90 mmHg perlu diwaspadai.
(3) Diabetes melitus
Orang yang diobati dengan insulin lebih mempunyai
risiko untuk mengidap stroke daripada yang tidak
menggunakan insulin.
(4) Aterogenik
Orang yang mempunyai faktor keturunan untuk
mengembangkan ateroma (aterogemik). Misalnya orang
dengan hiperlipidemia atau orang dengan
hiperurikasidemia.
(5) Penyakit jantung
Stenosis/insufisiensi mitral, penyakit jantung koroner,
congestive heart failure, penyakit jantung rematik, faktor
risiko ini pada umumnya akan menimbulkan sumbatan
aliran darah ke otak karena jantung melepaskan
gumpalan darah atau sel-sel atau jaringan yang telah mati
ke dalam aliran darah.
(6) Perokok
Efek merokok terhadap stroke tidak begitu nyata
commit to user
(7) Obat antihamil
Merupakan faktor risiko bagi wanita (Sidharta dan
Mardjono, 2008).
d. Kepentingan Autopsi pada Kasus Mati Mendadak
Kasus mati mendadak yang tidak terduga sering menimbulkan
pertanyaan. Kecurigaan adanya ketidakwajaran sering muncul dalam
pikiran orang. Berbagai pertanyaan muncul dalam benak
masing-masing orang tentang korban yang mati mendadak tersebut. Pada kasus
kematian mendadak, sangat perlu mendapat perhatian keadaan korban
sebelum kematian. Apakah korban baru menjalankan aktivitas, atau
sewaktu istirahat sehabis melakukan aktivitas. Keadaan lingkungan
tempat kejadian perkara juga harus diperhatikan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan :
1) Kematian terjadi pada saat seseorang melakukan aktivitas fisik
maupun emosional dan disaksikan oleh orang lain, misalnya sedang
berolahraga, melakukan ujian, dan lain sebagainya.
2) Jenazah dalam keadaaan mencurigakan, misalnya korban tanpa
kelainan apa-apa dengan dengan pakaian rapi ditemukan
meninggal, atau meninggal di tempat tidur sendirian (FK UI, 2000)
Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang
meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan
tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan
commit to user
kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan
yang ditemukan dengan penyebab kematian. Autopsi forensik/
medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga
meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus
kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri (FK UI, 2000).
Diperlukan suatu Surat Permintaan Pemeriksaan/Pembuatan
Visum et Repertum dari pihak berwenang untuk melakukan autopsi
forensik. Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang
yang menghalang-halangi, yang bersangkutan dapat dituntut
berdasarkan undang-undang yang berlaku. Adapun tujuan dilakukannya
autopsi forensik antara lain:
1) Membantu dalam hal penentuan identitas mayat.
2) Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian
serta memperkirakan saat kematian.
3) Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk
penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku
kejahatan.
4) Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta
dalam bentuk visum et repertum.
5) Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam
penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran C. Hipotesis
Ada hubungan antara pekerjaan dengan prevalensi dugaan mati mendadak. Pekerjaan Tenaga Kerja
Beban Kerja pada Tenaga Kerja
Beban Kerja Ringan
Beban Kerja Sedang
Beban Kerja Berat
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan
case control. Yang dimaksud dengan penelitian analitik yaitu penelitian yang
hasilnya tidak hanya berhenti pada taraf pendeskripsian, akan tetapi
dilanjutkan sampai taraf pengambilan simpulan yang dilakukan dengan
menggunakan uji statistik untuk menganalisis data yang diperoleh. Yang
dimaksud dengan pendekatan case control yaitu penelitian observasional
analitik untuk mempelajari seberapa jauh faktor risiko mempengaruhi
terjadinya efek; variabel bebas dan variabel terikat diobservasi hanya sekali
pada saat yang sama (Arief, 2008).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Instalasi Kedokteran Forensik dan
Medikolegal RSUD Dr. Moewardi.
C. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rekam medik
orang yang meninggal mendadak dan diautopsi di Instalasi Kedokteran
Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Moewardi sepanjang Januari 2006-
commit to user
D. Teknik Sampling
Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode fixed-disease
sampling. Murti (2006) menyebutkan bahwa fixed-disease sampling
merupakan prosedur pencuplikan berdasarkan status pengambilan subjek,
sedangkan status paparan subjek bervariasi mengikuti status pengambilan
subjek yang sudah fixed, yaitu mati mendadak. Pada pengambilan sampel ini,
kelompok kasus dan kelompok kontrol berasal dari satu populasi sumber,
sehingga peneliti dapat melakukan perbandingan yang valid antara kedua
kelompok studi.
Kriteria sampel antara lain:
1. Kriteria inklusi :
a. Korban yang mati akibat dugaan mati mendadak.
b. Orang hidup yang tinggal di sekitar rumah korban mati mendadak dan
berdomisili di Surakarta.
c. Pekerjaan diketahui.
2. Kriteria eksklusi:
a. Korban mati akibat trauma, tindakan bunuh diri, keracunan, maupun
pembunuhan.
b. Pekerjaan korban tidak diketahui.
c. Korban tidak memiliki pekerjaan/penghasilan. Misalnya: ibu rumah