• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Pekerjaan dengan Prevalensi Dugaan Mati Mendadak Di Rsud Dr. Moewardi Pada Januari 2006—Desember 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Antara Pekerjaan dengan Prevalensi Dugaan Mati Mendadak Di Rsud Dr. Moewardi Pada Januari 2006—Desember 2011"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA PEKERJAAN DENGAN PREVALENSI DUGAAN MATI MENDADAK DI RSUD DR. MOEWARDI PADA

JANUARI 2006—DESEMBER 2011

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Aldila Desy Kusumawaty G0009010

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta,………2012

(4)

commit to user

vi PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Hubungan antara Pekerjaan dengan Prevalensi Dugaan Mati Mendadak di RSUD Dr. Moewardi pada Januari 2006—Desember 2011” sebagai tugas untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tinggi kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Budiyanto, dr., Sp.F, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi.

3. Adji Suwandono, dr., SH, selaku Pembimbing Pendamping dalam penelitian ini yang telah banyak menyediakan waktu untuk memberikan petunjuk, arahan, dorongan, dan semangat kepada penulis selama perjalanan penulis menyusun skripsi ini.

4. Dr. Hari Wujoso, dr., Sp.F, MM, selaku Penguji Utama atas segala masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.

5. Ipop Syarifah, Dra., M. Si, selaku Penguji pendamping atas segala masukan dan koreksi untuk berbagai kekurangan dalam skripsi ini.

6. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH., MSc., PhD, yang turut memberi bimbingan dalam konsultasi pakar.

7. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi dan Nur Hafidha H, dr., M. Clin Epid beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Seluruh Staf dan Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Moewardi.

9. Kedua orang tua tercinta, Yusuf Rochanto O.S. dan Unaisih, serta adik tersayang, Faisal Akbar, terimakasih atas kasih sayang, doa, dukungan dan segala yang telah kalian berikan pada penulis.

10. Teman-teman Kost Pondok Bulan, teman-teman kelompok tutorial B6, sahabat-sahabatku dan keluarga besar Pendidikan Dokter 2009 FK UNS atas dukungan, motivasi dan segala inspirasi yang telah diberikan.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik yang membangun.

Surakarta, Juli 2012

(5)

commit to user

iv ABSTRAK

Aldila Desy Kusumawaty, G0009010, 2012, Hubungan antara Pekerjaan dengan Prevalensi Dugaan Mati Mendadak di RSUD Dr. Moewardi pada Januari 2006— Desember 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Lingkungan pekerjaan memberi dampak terhadap tingkah laku kesehatan seseorang. Adanya beban kerja yang berlebih mempunyai pengaruh yang tidak baik pada kesehatan pekerja. Stres dapat menimbulkan aritmia jantung dan kematian mendadak pada orang yang rentan, mungkin melalui pusat yang didorong oleh respon sistem saraf otonom. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kejadian mati mendadak yang dihubungkan dengan beban pekerjaan.

Metode Penelitian: Jenis penelitian ini case control. Sampel penelitian ini adalah korban mati mendadak dan orang hidup yang bertempat tinggal dekat rumah korban mati mendadak dengan total sampel 88 orang. Kemudian dilakukan analisis data dengan Chi Square dan analisis regresi logistik ganda.

Hasil: Ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara pekerjaan dengan kejadian mati mendadak. Orang dengan pekerjaan berat akan berisiko mengalami mati mendadak 3,46 kali dibandingkan orang dengan pekerjaan ringan (p= 0,046, OR= 3,46).

Simpulan: Berdasarkan penelitian, orang dengan pekerjaan berat akan memiliki risiko mengalami mati mendadak 3,46 kali lebih besar dibandingkan orang dengan pekerjaan ringan.

(6)

commit to user

v ABSTRACT

Aldila Desy Kusumawaty, G0009010, 2012, The Relation of Work with Prevalence of Suspected Sudden Death in Hospital Dr. Moewardi in January 2006—December 2011. Mini Thesis. Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.

Background: The work environment impact on person’s health behavior. The existence of an excessive work load has a negative effect on worker health. Stress can cause cardiac arrhythmias and sudden death in susceptible people, perhaps through the center that is driven by the autonomic nervous system response. The purpose of this study was to determine the incidence of sudden death associated with the work load.

Methods: This is a type of case-control study. Sample of this study was the victim of sudden death and people who live near or around the house of that sudden death’s victims with total sample 88 people. The data was analyzed with Chi Square Test and multiple logistic regression analysis.

Result: Found a statistically significant association between the incidence of sudden death with the work. People with heavy work will have sudden death risk about 3,46 times compared to those with light work (p= 0,046; OR= 3,46).

Conclusion: Based on this study, people with heavy work will have a risk for sudden death 3,46 times greater than people with light work.

(7)

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

d. Kepentingan Autopsi pada Kasus Mati Mendadak .... 45

B. Kerangka Pemikiran ... 47

C. Hipotesis ... 47

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 48

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

C. Subjek Penelitian ... 48

D. Teknik Sampling ... 49

E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 50

F. Definisi Operasional Variabel ... 50

G. Rancangan Penelitian ... 52

H. Protokol Penelitian ... 52

I. Teknik Analisis Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian ... 54

B. Hasil Uji Statistik ... 56

BAB V PEMBAHASAN ... 59

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 61

B. Saran ... 61

(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nilai Metabolic Energy Turnover (MET)dari Sejumlah

Aktivitas Fisik yang Sering Dilakukan ... 6 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasar Jenis

Kelamin ... 54 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasar Kelompok

Umur ... 55 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasar Beban

Pekerjaan ... 55 Tabel 4.4 Hasil Uji Chi Square Analisis Hubungan antara Beban

Pekerjaan dengan Status Kehidupan ... 56 Tabel 4.5 Hasil Uji Chi Square Analisis Hubungan antara Umur dengan

(9)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar Korban Mati Mendadak Januari 2006

Desember 2011 ... 66 Lampiran 2. Daftar Responden ... 68 Lampiran 3. Perhitungan Data SPSS ... 70 Lampiran 4. Perhitungan Analisis Regresi Logistik Ganda dengan Stata

(11)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan perekonomian sebagai dampak dari pembangunan di

negara-negara sedang berkembang sebagaimana di Indonesia menyebabkan

perbaikan tingkat hidup yang menjadikan kesehatan masyarakat meningkat.

Namun di samping itu terjadi pula perubahan pola hidup yang menyebabkan

pola penyakit berubah, dari penyakit infeksi dan rawan gizi ke penyakit

degeneratif, di antaranya adalah penyakit jantung dan pembuluh darah

(kardiovaskuler) dan akibat kematian yang ditimbulkannya. Hasil survei

kesehatan nasional pada tahun 2001 menunjukkan bahwa : 26,3% penyebab

kematian adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, kemudian diikuti oleh

penyakit infeksi, pernafasan, pencernaan, neoplasma dan kecelakaan lalu

lintas (Susiana C et al.,2006).

Lingkungan pekerjaan juga memberi dampak terhadap tingkah laku

kesehatan seseorang. Seorang yang bekerja bukan berarti tidak berisiko

memiliki pola hidup yang tidak sehat seperti banyak anggapan orang bahwa

kesibukan rutinitas akan membuat orang lalai dalam memikirkan

kesehatannya misalnya konsumsi makanan berpengawet dan cepat saji, serta

konsumsi alkohol dan kafein (Notoatmojo, 2003).

Adanya beban kerja yang berlebih mempunyai pengaruh yang tidak

(12)

commit to user

(1974) bahwa desakan waktu tampaknya memberikan pengaruh tidak baik

pada sistem kardiovaskuler terutama serangan jantung prematur dan tekanan

darah tinggi (Munandar, 2008).

Prevalensi tinggi dan konsekuensi berat dari gangguan depresi

menjadi tantangan utama di bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat.

Dibutuhkan pemahaman tinggi tentang faktor risiko yang dapat dimodifikasi

untuk meningkatkan upaya pencegahan. Stres psikososial kronis di tempat

kerja merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Schmidt

dan Klaus, 2007).

Stres dapat menimbulkan aritmia jantung dan kematian mendadak

pada orang yang rentan, mungkin melalui pusat yang didorong oleh respon

sistem saraf otonom (Critchley et al.,2005).

Kekhawatiran meningkat mengenai dampak buruk yang ditimbulkan

oleh stres kerja terhadap kesehatan, terutama risiko penyakit kardiovaskuler.

Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian di peradaban modern

(Kivimaki et al.,2002).

Kasus mati mendadak semakin sering terjadi. Banyak faktor yang

berkembang dewasa ini diduga ikut berpengaruh dalam meningkatnya kasus

mati mendadak. Salah satunya adalah perkembangan ekonomi yang semakin

baik membuat konsumsi makan berubah. Kebiasaan makan makanan berserat

menjadi berkurang dan diganti dengan makan makanan berprotein tinggi dan

(13)

commit to user

penyakit pada pembuluh darah yaitu atherosklerosis atau penyempitan

pembuluh darah (Wujoso, 2009).

Kematian yang terjadi secara mendadak dapat ditemukan dalam segala

macam kondisi. Kematian dapat terjadi pada saat orang sedang olah raga atau

sedang beristirahat sehabis olah raga, dapat terjadi saat sedang berpidato,

rapat, diskusi, saat menonton televisi, dapat pula saat sedang santai dan

bergembira bersama keluarga (Wujoso, 2009).

Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Maulida Laila Anggraini

Rahmawati dalam skripsinya yang berjudul “Hubungan antara Usia dengan

Prevalensi Dugaan Mati Mendadak” pada tahun 2010, yang menunjukkan

bahwa ada hubungan antara usia dengan prevalensi dugaan mati mendadak.

Di mana semakin tua usia, maka semakin banyak prevalensi korban dugaan

mati mendadak (Rahmawati, 2010).

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara pekerjaan dengan prevalensi dugaan mati

mendadak.

C. Tujuan Penelitian 1. Umum

Mengetahui bagaimana hubungan antara pekerjaan dengan prevalensi

(14)

commit to user

2. Khusus

Mengetahui prevalensi kasus dugaan mati mendadak berdasar pekerjaan

dari data yang didapat di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal

RSUD Dr. Moewardi.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik

Penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti-bukti empirik tentang

hubungan antara pekerjaan dengan prevalensi dugaan mati mendadak.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberi informasi dan membantu dalam proses

identifikasi korban mati mendadak berdasar pada jenis pekerjaan korban di

(15)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Pekerjaan

a. Definisi Pekerjaan

Pekerjaan adalah tugas atau rutinitas yang dilakukan setiap hari,

di mana tugas yang dilakukan juga dijadikan sebagai penghidupan dan

dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Jenis lapangan pekerjaan

mempunyai hubungan erat dengan status ekonomi individu, keluarga

dan masyarakat (Notoatmojo, 2003).

Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud

memperoleh penghasilan paling sedikit selama satu jam dalam

seminggu (Notoatmojo, 2003).

b. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot

tubuh dan sistem penunjangnya (Almatsier, 2009). Definisi aktivitas

fisik secara luas adalah mencakup semua kegiatan yang disuka seperti

berjalan, bersepeda, menari, bermain permainan tradisional, bertanam,

mengerjakan pekerjaan rumah, olah raga dan latihan yang disengaja,

sementara hidup aktif adalah suatu jalan hidup yang mengintegrasikan

sedikitnya setengah jam sehari menjalankan aktivitas fisik secara rutin

(16)

commit to user

World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa

aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan

pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan

fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat

dan bugar sepanjang hari (Cavill et al.,2006).

WHO mengembangkan Global Physical Activity Questionnaire

(GPAQ) untuk pengawasan aktivitas fisik sebagai instrumen yang

mutakhir dan terbaik yang dirancang untuk menyediakan data valid

tentang pola aktivitas yang dapat digunakan untuk pengumpulan data

nasional. GPAQ telah mengalami sebuah program penelitian yang

menunjukkan bahwa GPAQ adalah valid dan reliabel, tetapi juga

mudah beradaptasi dengan perbedaan budaya yang ada di negara-negara

berkembang (WHO, 2010).

Tabel 2.1 Nilai Metabolic Energy Turnover (MET) dari Sejumlah Aktivitas Fisik yang Sering Dilakukan

Aktivitas Nilai MET

Konstruksi umum di luar gedung

Tukang kayu, umum

Membawa barang berat

Kehutanan, umum

Duduk, pekerjaan kantor yang ringan,

pertemuan, perakitan/perbaikan yang ringan

Berdiri, ringan (penjaga toko, penata rambut)

(17)

commit to user

Berdiri, sedang (pedagang, mengangkat

barang yang ringan

Lebih dari satu pekerjaan rumah tangga

Bermain musik, umum

Mereparasi rumah, mencuci dan memoles

mobil

Memotong rumput dengan mesin

Memotong rumput dengan alat potong

(18)

commit to user

Mengendarai bus, kereta api

Mengemudikan sepeda motor

Menarik becak

Bersepeda umum, pergi-pulang tempat kerja

(19)

commit to user

Berlari (8-10 km/jam)

Berlari (11-13 km/jam)

Berlari (14-16 km/jam)

Bermain ski, umum

Bermain ski, cross-country, mendaki bukit

Bermain ski, menuruni bukit, umum

Berenang, umum

Untuk menilai intensitas aktivitas fisik yang dilakukan, GPAQ

mengelompokkan intensitas menjadi 3 tingkatan menurut nilai MET,

yaitu:

1) Intensitas ringan : <3 MET

2) Intensitas sedang: 3-6 MET

3) Intensitas berat : >6 MET (WHO, 2010)

c. Gangguan pada Kesehatan dan Daya Kerja

1) Beban Kerja

Beban kerja merupakan beban aktivitas fisik, mental, sosial

yang diterima oleh seseorang yang harus diselesaikan dalam waktu

tertentu, sesuai dengan kemampuan fisik, maupun keterbatasan

pekerja yang menerima beban tersebut. Herrianto (2010)

menyatakan bahwa beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang harus

diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang, selama

(20)

commit to user

(2003) beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang

harus diselesaikan oleh tenaga kerja dalam jangka waktu tertentu.

Semua pekerjaan harus selalu diusahakan dengan sikap kerja yang

ergonomis (Munandar, 2008).

Secara umum beban kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor

yang sangat kompleks, baik faktor external maupun internal.

Pengaruh faktor external adalah faktor yang mempengaruhi beban

kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja, antara lain tugas-tugas

(kompleksitas pekerjaan, tanggung jawab, emosi pekerja dan

sebagainya), organisasi kerja (lamanya waktu kerja, shift kerja,

sistem kerja dan sarana kerja) dan kondisi lingkungan kerja

(lingkungan kerja fisik, kimia, biologis dan psikologis). Sedangkan

faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat

adanya reaksi dari beban kerja eksternal yang berpotensi sebagai

stressor, meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh,

kondisi kesehatan dan status gizi) dan faktor psikis (motivasi,

persepsi, kepercayaan, kepuasan) (Tarwaka et al., 2004).

Beban kerja berlebih, timbul sebagai akibat dari kegiatan yang

terlalu banyak diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan

dalam waktu tertentu. Munandar (2008) menyatakan bahwa beban

kerja berlebih secara fisik dan mental adalah melakukan terlalu

banyak kegiatan baik fisik maupun mental, dan ini dapat merupakan

(21)

commit to user

Beban kerja berlebih, akan membutuhkan waktu untuk

bekerja dengan jumlah jam yang sangat banyak untuk menyelesaikan

semua tugas yang telah ditetapkan, dan ini yang merupakan sumber

tambahan beban kerja. Setiap pekerjaan diharapkan dapat

diselesaikan secara cepat, dalam waktu sesingkat mungkin. Waktu

merupakan salah satu ukuran, namun bila desakan waktu dapat

menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan

kondisi kesehatan pekerja menurun, maka itulah yang merupakan

cerminan adanya beban kerja berlebih (Munandar, 2008).

Beban kerja yang terlalu berat tanpa kecukupan gizi sering

disertai dengan penurunan drastis berat badan yang bersangkutan.

Ukuran berat badan seseorang umumnya tergantung dari

keseimbangan antara asupan zat gizi dengan penggunaan zat gizi

atau aktivitasnya. Beban kerja berlebih mempunyai pengaruh yang

tidak baik terhadap pekerja, karena itu kebutuhan akan zat gizi

seorang tenaga kerja, harus sesuai dengan berat ringannya beban

kerja yang diterimanya. Seperti beban kerja berlebih, akan

membutuhkan sumber energi yang lebih banyak. Semakin berat

beban kerja atau semakin lama waktu kerja seseorang maka akan

timbul kelelahan kerja (Munandar, 2008).

Adanya beban berlebih mempunyai pengaruh yang tidak baik

pada kesehatan pekerja. Pendapat Friedmen dan Rosenman (1974)

(22)

commit to user

pengaruh tidak baik pada sistem cardiovasculair, terutama serangan

jantung premature dan tekanan darah tinggi (Munandar, 2008).

Berdasarkan jenis pekerjaan, beban kerja dapat dibedakan

atas beban kerja ringan, sedang dan berat. Menurut WHO,

penggolongan pekerjaan/beban kerja meliputi kerja ringan yaitu jenis

pekerjaan di kantor, dokter, perawat, guru, pengemudi dan pekerjaan

rumah tangga (dengan menggunakan mesin). Kerja sedang adalah

jenis pekerjaan pada industri ringan, mahasiswa, tukang bangunan,

petani, kerja di toko dan pekerjaan rumah tangga (tanpa

menggunakan mesin). Kerja berat adalah jenis pekerjaan kuli angkat

dan angkut, buruh kasar, pekerja tambang, tukang kayu tanpa mesin,

tukang besi, penari dan atlit (Santoso, 2004).

2) Beban Tambahan Akibat Lingkungan Kerja

Sebagai tambahan kepada beban kerja yang langsung akibat

pekerjaan sebenarnya, suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam

suatu lingkungan atau situasi, yang berakibat beban tambahan pada

jasmani dan rohani tenaga kerja. Terdapat 5 faktor penyebab beban

tambahan yang dimaksud:

a) Faktor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban,

cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi dan tekanan

udara.

b) Faktor-faktor kimia, yaitu gas, uap, debu, kabut, asap, awan,

(23)

commit to user

c) Faktor biologi, dari golongan bakteri, virus, jamur, tumbuhan

dan hewan.

d) Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.

e) Faktor mental-psikologis, yaitu suasana kerja, hubungan

diantara pekerja atau dengan pengusaha, pemilihan kerja dan

lain-lain (Suma’mur, 2009).

3) Kapasitas Kerja

Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu

kepada yang lainnya tergantung kepada ketrampilan, keserasian,

keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran-ukuran tubuh. Semakin

tinggi ketrampilan kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan

jiwa bekerja, sehingga beban kerja ,menjadi relatif lebih sedikit.

(Suma’mur, 2009).

Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting

produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran jasmani dan

rohani tidak saja pencerminan kesehatan fisik dan mental, tetapi juga

gambaran keserasian penyesuaian seseorang dengan pekerjaannya,

yang banyak dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan

dan pengetahuan yang dimilikinya (Suma’mur, 2009).

Kesegaran jasmani sangat diperlukan oleh semua orang baik

dari anak-anak sampai usia lanjut dan semua profesi tanpa terkecuali

dengan kesegaram jasmani yang baik tubuh akan terhindar dari

(24)

commit to user

Gambar 2.1 Roda Keseimbangan Dinamis (Suma’mur, 2009) Proses menjadi tua disertai kurangnya kemampuan kerja oleh

karena perubahan-perubahan pada alat tubuh, sistem kardiovaskuler,

hormonal. Ukuran-ukuran tubuh, statis atau dinamis, harus

digunakan sebagai pedoman pembuatan ukuran-ukuran mesin dan

alat-alat kerja sehingga dicapai efisiensi dan produktivitas kerja

semaksimal mungkin (Suma’mur, 2009).

Manusia dan beban kerja serta faktor-faktor dalam

lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Kesatuan demikian yang digambarkan sebagai roda keseimbangan

dinamis digambarkan dalam Gambar 2.1. Jika roda ini

menguntungkan kesehatan tenaga kerja, maka roda tersebut akan

merupakan roda pembangunan yang sangat penting (Suma’mur,

2009).

Sebaliknya, apabila keseimbangan tidak menguntungkan,

terdapat keadaan labil bagi tenaga kerja dan akan berakibat MANUSIA

MEKANIS FISIS

KIMIAWI

BIOLOGIS

FISIOLOGIS SOSIAL

(25)

commit to user

gangguan daya ingat, kelelahan, gangguan kesehatan, bahkan

penyakit, cacat dan kematian. Penyakit akibat demikian mungkin

berupa pemburukan penyakit-penyakit umum dengan frekwensi dan

beratnya meningkat, tetapi mungkin pula menjadi penyakit akibat

kerja (Suma’mur, 2009).

4) Penyakit Akibat Kerja

Jenis penyakit akibat kerja yang dimaksud adalah jenis

penyakit akibat kerja yang ditetapkan oleh ketentuan

perundang-undangan yaitu:

a) Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk

jaringan parut (sili-kosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan

silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama

penyebab cacat dan kematian;

b) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang

disebabkan oleh debu logam keras;

c) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang

disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis);

d) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi

dan zat perang-sang yang dikenal yang berada dalam proses

pekerjaan;

e) Alveolitis alergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai

(26)

commit to user

f) Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya

yang beracun;

g) Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya

yang beracun;

h) Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya

yang beracun;

i) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya

yang beracun;

j) Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya

yang beracun;

k) Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya

yang beracun;

l) Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya

yang beracun.

m) Penyakit yang disebabkan oleh timbal (Pb,timah hitam) atau

persenyawaannya yang beracun;

n) Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya

yang beracun;

o) Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida;

p) Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari

persenyawaan hidrokarbon alifatis atau aromatis yang beracun;

q) Penyakit yang disebabkan oleh benzen atau homolognya yang

(27)

commit to user

r) Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari

benzen dan homo-lognya yang beracun;

s) Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam

nitrat lainnya;

t) Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton;

u) Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia

atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogen sianida,

hidrogen sulfida, atau derivatnya yang beracun, amoniak seng,

braso dan nikel;

v) Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan;

w) Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanis

(kelainan-kelainan otot, urat, tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau

saraf tepi);

x) Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang

bertekanan lebih;

y) Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetis dan

radiasi yang mengion;

z) Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab

fisis, kimiawi atau biologis;

aa) Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic,

bitumen, minyak mineral, antrasen atau persenyawaan, produk

atau residu dari zat tsb.;

(28)

commit to user

cc) Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit

yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko

kontaminasi khusus;

dd) Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau

panas radiasi atau kelembaban udara tinggi;

ee) Penyakit yang disebabkan oleh kimia lainnya termasuk bahan

obat (Suma’mur, 2009).

Selain jenis penyakit akibat kerja tersebut, jenis penyakit

akibat kerja lainnya dapat memenuhi ketentuan penyakit akibat kerja

asalkan ditempuh mekanisme yang berlaku yaitu penetapan oleh

Menteri Tenaga Kerja RI melalui pertimbangan dari Dokter

Penasihat. Jenis penyakit akibat kerja lainnya adalah:

a) Penyakit muskuloskeletal akibat kerja

Tiga-puluh-satu jenis penyakit akibat kerja, sebagaimana

telah diatur oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku

telah demikian banyak meliputi jenis penyakit akibat kerja yang

faktor penyebabnya yaitu faktor fisis, kimia atau biologis,

namun masih belum cukup mencakup penyakit yang

dikarenakan oleh faktor fisiologis/ergonomis. Jenis penyakit

akibat kerja yang mengenai sistem muskuloskeletal hanyalah

penyakit muskuloskeletal yang penyebabnya adalah getaran

mekanis. Adapun lainnya seperti penyakit akibat kerja

(29)

commit to user

Sindrom Penggunaan Berlebihan Akibat Kerja (Overuse

Syndrome) dan juga Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain)

atau disingkat NPB dapat menjadi 2 (dua) jenis penyakit akibat

kerja, jika penyakit tersebut dengan jelas disebabkan oleh cara

bekerja yang tidak fisiologis/ergonomis. Kecacatan sangat

mungkin pula terjadi pada kedua jenis penyakit tersebut

(Suma’mur, 2009).

b) Tabakosis akibat kerja

Tabakosis adalah penyakit bronkhopulmoner yang

penyebabnya debu tembakau. Debu dari daun tembakau dapat

bebas ke udara pada waktu pengeringan daun tembakau,

pengolahan daun tembakau kering dengan pemotongan,

pencampuran tembakau yang telah dirajang dan juga pada

pekerjaan pelintingan apabila kondisi lingkungan kerja demikian

berdebu. Debu tembakau mengandung zat kimia iritan kepada

saluran bronkhopulmoner antara lain nikotin; faktor biologis

antara lain jamur serta komponen lainnya. Mekanisme

terjadinya penyakit adalah iritasi kimiawi antara lain oleh

nikotin, infeksi oleh jamur dan bakteri, dan alergi terhadap zat

kimia dari debu tembakau dan mikroorganisme. Gejala

tabakosis akut adalah demam, batuk, sesak, dan kelainan

asmatis. Lebih lanjut penyakit berkembang sehingga pekerja

(30)

commit to user

akut kemudian kronis serta pnemonia atau menjadi aktifnya

proses spesifik Tuberkulosis paru. Foto rontgen paru pada

stadium dini penyakit tidak memperlihatkan kelainan. Uji fungsi

paru khususnya kapasitas vital paksa (FEV) dan lebih

karakteristik lagi volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1)

menunjukkan penurunan nilainya sesuai dengan semakin

memburuknya keadaan sakit penderita (Suma’mur, 2009).

Hampir seluruh jenis penyakit akibat kerja terdiri atas

lebih dari satu macam penyakit akibat kerja. Para Dokter

Penasehat dituntut menguasai macam-macam penyakit akibat

kerja pada setiap jenis penyakit akibat kerja dan mengetahui

betul karakteristik setiap macam penyakit. Sehubungan dengan

macam penyakit akibat kerja tersebut, pertama-tama belum tentu

rincian macam penyakit pada suatu jenis penyakit akibat kerja

telah benar -benar lengkap/komprehensif. Para Dokter Penasihat

dituntut untuk menguasai informasi tentang macam-macam

penyakit akibat kerja dimaksud (Suma’mur, 2009).

Dalam ruang atau di tempat kerja biasanya terdapat

faktor-faktor yang menjadi sebab penyakit akibat kerja sebagai berikut:

a) Golongan fisik, seperti:

(31)

commit to user

(2) Radiasi sinar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif, yang

menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dan

kelainan-kelainan kulit.

Radiasi sinar inframerah bisa mengakibatkan katarak

kepada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi

sebab conjunctivitis photoelectrica.

(3) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan “heat stroke”,

“heat cramps” atau “hyperpyrexia”, sedangkan

suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan “frostbite”.

(4) Tekanan yang tinggi menyebabkan “caisson disease”.

(5) Penerangan lampu yang kurang baik misalnya

menyebabkan kelainan kepada indera penglihatan atau

kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

b) Golongan chemis, yaitu:

(1) Debu yang menyebabkan pneumoconioses, di antaranya:

silicosis, asbestosis dan lain-lain.

(2) Uap yang di antaranya menyebabkan “metal fume

fever”, dermatitis, atau atau keracunan.

(3) Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lain-lain.

(4) Larutan, yang misalnya menyebabkan dermatitis.

(5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides),

(32)

commit to user

c) Golongan infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau

brucella pada pekerja-pekerja penyamak kulit.

d) Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh

kesalahan-kesalahan penggunaan mesin, sikap badan kurang baik, salah

cara melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuanya

menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun

menyebabkan perubahan fisik tubuh pekerja.

e) Golongan mental-psikologis, hal ini terlihat misalnya pada

hubungan pekerja yang tidak baik, atau misalnya keadaan

membosankan monotoni (Suma’mur, 2009).

2. Mati Mendadak

a. Definisi Mati Mendadak

Mati yaitu berhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang

meliputi sistem syaraf pusat, jantung dan paru secara permanent

(permanent cessation of life) ini yang disebut sebagai mati klinis atau

mati (Wujoso, 2009).

Mendadak sendiri diartikan sebagai tanpa diduga (diketahui,

diperkirakan) sebelumnya; sekonyong-konyong; tiba-tiba (Depdiknas,

2008).

Diagnosis dan definisi kematian mendadak adalah variabel,

tetapi definisi yang diakui secara umum didasarkan pada lamanya

(33)

commit to user

Berdasarkan World Health Organization (WHO), definisi

kematian mendadak menurut International Classificaton of Diseases

(ICD-10) adalah suatu kematian tanpa kekerasan dan bukan sebaliknya,

yang terjadi kurang dari 24 jam dari timbulnya gejala (WHO, 2005).

Kematian mendadak didefinisikan sebagai kematian yang terjadi

dengan tiba-tiba dan tidak terduga pada pasien (korban) yang ada dalam

kondisi stabil sebelum terjadinya kematian. Kematian dengan adanya

saksi diklasifikasikan sebagai kematian mendadak hanya jika kematian

terjadi dalam 1 jam setelah timbulnya gejala baru. Sedangkan kematian

tanpa adanya saksi dianggap sebagai kematian mendadak jika pasien

(korban) terlihat hidup dan berada dalam kondisi yang stabil selama 24

jam sebelumnya (Groh et al., 2008).

Sudden unexpected natural death adalah awal mula dari

pengertian mati mendadak di mana terdapat kriteria penyebab yaitu

natural (alami, wajar). Sedangkan mendadak pada frase “mati

mendadak” menunjukan bahwa kematian datang tidak terduga dan tidak

diharapkan dengan batasan waktu yang nisbi (Budiyanto, 1997).

Terdapat dua alternatif definisi mati mendadak menurut Arjono

(1989), yaitu:

1) Sudden death adalah kematian yang tidak terduga, non traumatis,

non self inflicted fatality, yang terjadi dalam 24 jam sejak onset

(34)

commit to user

2) Sudden death adalah kematian yang terjadi dalam 1 jam setelah

timbul gejala (Wujoso, 2009).

Definisi Cobb tentang mati mendadak menjelaskan bahwa

kematian pada kasus mati mendadak terjadi tanpa diperkirakan

sebelumnya, tanpa gejala yang nyata sebelumnya, atau jika ada gejala

hanya dalam waktu yang singkat (menit atau jam), non traumatis dan

tidak ada unsur kesengajaan. Suatu kematian yang diperkirakan

sebelumnya, tentu tidak akan menjadi masalah dan tidak menimbulkan

kecurigaan, karena sudah diketahui akan menyebabkan kematian yang

cepat. Cobb juga menyebutkan adanya syarat bahwa gejala yang ada

sebelumnya tidak nyata atau gejala yang ada hanya dalam waktu

pendek (Moerdowo, 1984).

Abkar Raden dalam bukunya menulis bahwa tidak boleh ada

faktor trauma dan keracunan pada kasus mati mendadak. Moerdowo

mengatakan bahwa mati mendadak adalah kematian yang tidak

disangka dalam waktu kurang dari satu jam (very sudden death) atau

dalam waktu dua puluh empat jam (sudden death) setelah onset muncul

(Wujoso, 2009).

Sering mati mendadak terjadi dalam beberapa menit, sehingga

tidak ada yang menyaksikan atau tidak sempat mendapat pertolongan

sama sekali. Kejadian ini dapat terjadi di lapangan olah raga, kantor,

(35)

commit to user

b. Epidemiologi Mati Mendadak

Menurut Farmingham, laki-laki empat kali lebih berisiko

mengalami kematian mendadak dibandingkan perempuan. Penyakit

pada jantung dan pembuluh darah menduduki urutan pertama dalam

penyebab kematian mendadak, dan sesuai dengan kecenderungan

kematian kematian mendadak pada laki-laki yang lebih besar, penyakit

jantung dan pembuluh darah juga memiliki kecenderungan serupa.

Penyakit jantung dan pembuluh darah secara umum menyerang

laki-laki lebih sering dibanding perempuan dengan perbandingan 7:1

sebelum menopause, dan menjadi 1:1 setelah perempuan menopause.

Di Indonesia, seperti yang dilaporkan Badan Litbang Departemen

Kesehatan RI, persentase kematian akibat penyakit ini meningkat dari

5,9% (1975) menjadi 9,1% (1981), 16,0% (1986) dan 19,0% (1995)

(Kristanto, 2006).

Kematian mendadak bisa terjadi karena hal-hal yang tidak

alamiah, seperti keracunan, kekerasan, atau merupakan hasil akhir dari

keadaan alamiah. Angka kejadian kematian mendadak sekitar 10% dari

seluruh kematian (Chadha, 1995).

c. Penyebab Mati Mendadak

Mati mendadak dapat disebabkan oleh penyakit- penyakit utama

seperti sistem kardiovaskuler (45-50%), penyakit pada sistem

pernafasan (15-23%), penyakit pada sistem saraf pusat (10-18%)

(36)

commit to user

1) Sistem kardiovaskuler

Pada saat ini penyakit jantung merupakan penyebab

kematian nomor satu di dunia. Menurut Badan Kesehatan Dunia

(WHO), 60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung

adalah penyakit jantung koroner (PJK) (WHO, 2001).

Kematian mendadak dan tidak terduga yang disebabkan

oleh penyakit jantung merupakan beban kesehatan yang sangat

penting di dunia Barat. Efeknya dititikberatkan dengan adanya

fakta bahwa kematian mendadak adalah manifestasi utama dari

penyakit kardiovaskular (Jouven et al., 2005).

a) Penyakit jantung koroner

Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa

kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit

jantung koroner adalah sebesar 26,4 % (Depkes, 2003) dan

sampai dengan saat ini PJK juga merupakan penyebab utama

kematian dini pada sekitar 40 % dari sebab kematian laki-laki

usia menengah (Anies, 2006).

Penyakit arteri koronaria merupakan penyebab paling

banyak menyebabkan kematian mendadak. Penyempitan dan

oklusi koroner oleh atheroma adalah yang paling sering

ditemukan. Terjadinya sklerosis koroner dipengaruhi oleh

(37)

commit to user

usia, jenis kelamin, ras diabetes melitus, hipertensi, stres

psikis, dan lain-lain (Rilantono et al., 2003).

Sklerosis ini sering terjadi pada ramus descendens

arteri koronaria sisnistra, pada lengkung arteri koronaria

dekstra, dan pada ramus sirkumfleksa arteri koronaria sinistra.

Lesi tampak sebagai bercak kuning putih (lipidosis) yang

mula-mula terdapat di intima, kemudian menyebar keluar ke

lapisan yang lebih dalam. Kadang-kadang dijumpai perdarahan

subintima atau ke dalam lumen. Adanya sklerosis dengan

lumen menyempit hingga pin point sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis iskemik, karena pada kenyataannya

tidak semua kematian koroner disertai kelainan otot jantung.

Pemeriksaan histopatologik dilakukan dengan mengendapkan

jantung pada larutan formalin 10% selama 24 jam. Ketika

arteri mengeras, arteri diiris dengan jarak (ketebalan) sekitar 3

mm lalu dimasukan ke dalam larutan formalin dan dikirim ke

laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan.

Normalnya, tunika adventitia lebih tebal dibandingkan tunika

intima. Namun pada kasus sklerosis ini, tunika intima bisa

menjadi lebih tebal dibandingkan tunika adventitia dan

dindingnya tidak rata (Budiyanto, 1997).

Stres di tempat kerja telah dikaitkan dengan terjadinya

(38)

commit to user

prospektif. Mekanisme biologis belum diketahui dengan jelas,

sedangkan mekanisme patofisiologi yang masuk akal

melibatkan efek neuroendokrin langsung dan efek tidak

langsung yang dimediasi oleh gangguan kesehatan perilaku

(Chandola, 2005).

b) Infark miokard

Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung

akibat insufisiensi aliran darah yang biasanya disebabkan oleh

spasme dan atau sumbatan akibat sklerosis atau trombosis

(Budiyanto, 1997).

Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptur plak yang

diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan

luasnya infark miokard tergantung pada arteri yang dioklusi

dan aliran darah kolateral (Rilantono et al., 2003).

Pada pemeriksaan luar akan ditemukan perdarahan

pada otot jantung. Pemeriksaan mikroskopik pada 6-8 jam

ditemukan sel eosinofil, granulasi sitoplasma dan sebukan

polymorphonuclear (PMN). Sedangkan pada infark miokard

yang cukup lama (8-12 jam) ditemukan nekrosis, sebukan

PMN, dan basofil pada ruang interstitial. Pemeriksaan

makroskopis menunjukkan infark dini tampak sebagai daerah

(39)

commit to user

Sedangkan infark lama (24-48 jam) akan tampak kuning padat

dengan tepi hiperemi (Budiyanto, 1997).

Kematian mendadak adalah komplikasi terparah dari

infark miokard akut (Solomon et al., 2005). Kematian

mendadak setelah infark miokard belum dinilai baru-baru ini di

masyarakat. Stratifikasi faktor risiko untuk kematian

mendadak setelah infark miokard tergantung pada karakteristik

dan sedikit yang diketahui tentang hubungan antara iskemia

berulang atau gagal jantung dengan kematian mendadak

(Adabag et al., 2008).

c) Penyakit Katup Jantung

Penyakit katup jantung biasanya mempunyai riwayat

yang panjang. Kematian mendadak dapat terjadi akibat ruptur

valvula. Kematian mendadak dapat juga terjadi pada stenosis

aorta kalsifikasi (calcific aortal stenosis), kasus ini disebabkan

oleh penyakit degenerasi dan bukan karditis reumatik. Penyakit

ini lebih banyak pada pria dibanding wanita dan timbul pada

usia sekitar 60 tahun atau lebih (Rilantono et al., 2003).

d) Miokarditis

Miokarditis adalah radang pada miokardium yang

ditandai dengan adanya proses eksudasi dan sebukan sel

(40)

commit to user

purulenta yang merupakan komplikasi dari septikemia atau

abses miokard (Budiyanto, 1997).

Miokarditis biasanya tidak menunjukkan gejala dan

sering terjadi pada dewasa muda. Diagnosis miokarditis pada

kematian mendadak hanya dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan histopatologik. Otot jantung harus diambil

sebanyak dua puluh potongan dari dua puluh lokasi yang

berbeda untuk pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan

histopatologik tampak peradangan interstisial dan atau

parenkim, edema, perlemakan, nekrosis, degenerasi otot

hingga miolisis. Infiltrasi leukosit berinti jamak dan tunggal,

plasmosit dan histiosit tampak jelas (Budiyanto, 1997).

e) Hipertoni

Hipertoni ditegakkan dengan adanya hipertrofi otot

jantung disertai dengan tanda-tanda lain seperti pembendungan

atau tanda-tanda dekompensasi, sklerosis pembuluh perifer

serebral status lakunaris pada ganglia basalis, sklerosis arteria

folikularis limpa dan arteriosklerosis ginjal. Hipertrofi

miokardium dapat terjadi pada hipertensi, penyakit katup

jantung, penyakit paru-paru yang kronik atau oleh karena

keadaan yang disebut kardiomiopati atau idiopati

(41)

commit to user

f) Kardiomiopati

Setelah 50 tahun pengakuan dan penelitian, terbukti

bahwa hipertrofi kardiomiopati adalah penyakit yang sangat

heterogen dan tidak terduga sehubungan dengan ekspresi klinis

dan riwayat alamiah. Kematian mendadak menjadi komplikasi

yang paling parah dari hipertrofi kardiomiopati (Maron, 2010).

2) Sistem pernafasan

Kematian biasanya paling sering terjadi melalui mekanisme

perdarahan, asfiksia dan atau pneumothoraks. Perdarahan dapat

terjadi pada tuberkulosis paru, kanker paru, bronkiektasis, abses

dan sebagainya. Sedangkan asfiksia terjadi pada pneumonia,

spasme saluran nafas, asma dan penyakit paru obstruktif

menahun, aspirasi darah atau pada tersedak. Sedangkan

pneumothoraks terjadi bila bulla subpleural memecah ke dalam

rongga pleura (Budiyanto, 1997).

a) Tuberkulosis paru (TB Paru)

Penyakit yang disebabkan oleh Mycrobacterium

tuberculosis ini mempunyai angka kematian mencapai tiga

juta pertahun yang disebabkan karena pecahnya pembuluh

darah kaverna sehingga menyebabkan perdarahan hebat.

Berdasarkan data WHO sekitar 10-12 juta penderita mampu

menularkan penyakit ini. Secara umum penyakit ini

(42)

commit to user

Gambaran klinis dari penyakit ini adalah batuk, dahak

mula-mula sedikit dan mukoid (Harrison, 2008).

b) Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah pelebaran dari lumen bronkus.

Biasanya lokal dan permanen. Ektasis terjadi akibat adanya

kerusakan dinding bronkus. Kerusakan dinding tersebut dapat

disebabkan oleh penyakit paru-paru. Jadi, bronkiektasis

bukan merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri,

melainkan merupakan suatu akibat dari penyakit paru-paru

(Harrison, 2008).

Pelebaran dinding bronkus diikuti dengan peningkatan

pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah. Ulserasi dari

dinding ektasis akan menimbulkan perdarahan ke dalam

lumen bronkus yang dapat berakibat kematian. Gambaran

fisik muncul akibat adanya hipoksia dan perdarahan yang

tampak pada hemoptisis. Penting untuk dilakukan

pemeriksaan patologi anatomi jaringan paru-paru untuk

memastikan diagnosis adanya bronkiektasis pada kasus mati

mendadak yang dicurigai karena perdarahan paru-paru

(Harrison, 2008).

c) Abses paru

Abses paru adalah infeksi destruktif yang berupa lesi

(43)

commit to user

membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim

paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru bisa terjadi

melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen (Sudoyo et al.,

2006).

Abses paru akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing,

tumor dan striktur bronkial menyebabkan abses paru

bronkogenik. Hal ini disebabkan karena terjadinya obstruksi

bronkus dan terbawanya organisme virulen yang akan

menyebabkan terjadinya infeksi pada daerah distal infeksi

tersebut. Abses jenis ini banyak terjadi pada penderita

bronkitis kronik karena banyaknya mukus pada saluran nafas

bawahnya yang merupakan kultur media yang sangat baik

bagi organisme yang teraspirasi (Sudoyoet al., 2006).

Sedangkan secara hematogen, yang paling sering

terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai fenomena septik

emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian tubuh lainnya

seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen

ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya

disebabkan oleh stafilokokus (Sudoyoet al., 2006).

Contoh mikroorganisme yang bisa menyebabkan abses

paru:

(1) Kelompok bakteri anaerob, biasanya disebabkan oleh

(44)

commit to user

oleh bakteri anaerob dan 85-100% bakteri anaerob

diambil dari spesimen yang didapat melalui aspirasi

transtrakeal. Misalnya, Bacteriodes melaninogenus,

Becteriodes fragilis, Peptostreptococcus species,

Bacillus intermedius, Fusobacterium nucleatum dan

Microaerophilic streptococcus.

(2) Kelompok bakteri aerob

(a) Gram positif, yang penyebabnya selain aspirasi.

Misalnya Staphylococcus aureus, Streptococcus

microaerophilic, Streptococcus pyogenes dan

Streptococcus pneumonia

(b) Gram negatif, biasanya merupakan sebab

nosoklomial. Misalnya: Klebsiella pneumonia,

Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,

Haemophilus influenza, Actinomyces sp., Nocardia

sp. dan gram negatif bacilli

(3) Kelompok lain

Bisa disebabkan karena jamur, seperti Mucoraceae,

Aspergillus sp. serta golongan parasit dan amuba

(Sudoyo et al., 2006).

Abses paru biasanya singel, namun bisa multipel yang

biasanya unilateral pada salah satu paru, yang terjadi pada

(45)

commit to user

mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis hati,

serta gangguan imunologis yang menyebabkan daya tahan

tubuh menurun (Sudoyoet al., 2006).

Drainase yang kurang baik pada abses paru dapat

menyebabkan ruptur ke segmen lain dengan kecenderungan

penyebaran infeksi staphylococcus, sedangkan ruptur ke

rongga pleura dapat menyababkan piotoraks (empiema).

Komplikasi lainnya dapat berupa abses otak, hemoptisis

masif, ruptur pleura viseralis sehingga sering terjadi

piopneumotoraks dan fistula bronkopleura. Abses paru kronis

dapat menyebabkan anemia, malnutrisi, gangguan cairan dan

elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula (Sudoyo

et al., 2006).

d) Pneumonia

Infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA)

menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta

kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam

berbagai bentuk, yang tersering adalah dalam bentuk

pneumonia baik secara primer maupun merupakan tahap

lanjutan manifestasi ISNBA lainnya misalnya sebagai

perluasan bronkiektasis yang terinfeksi (Sudoyoet al., 2006).

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai

(46)

commit to user

mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan

pertukaran zat setempat yang biasanya berasal dari suatu

infeksi (Sudoyoet al., 2006).

Agen-agen mikroba penyebab pneumonia memiliki tiga

bentuk transmisi primer. Yaitu aspirasi sekret yang berisi

mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada

oropharynx, inhalasi aerosol yang infeksius serta penyebaran

hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi

agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang

menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara

hematogen jarang terjadi (Price dan Wilson, 2006).

Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis

kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan

Streptococcus pneumoniae, melalui selang infus oleh

Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian

ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter (Sudoyo et

al., 2006).

Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner,

misalnya pada Pneumonia pneumococcus dengan bakteriemi

dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis, arthritis,

endokarditis, perikarditis, peritonitis dan empiema.

(47)

commit to user

infeksius, antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru

atau infark paru dan infark miokard akut. Dapat terjadi

komplikasi lain berupa acute respiratory distress syndrome

(ARDS), gagal organ jamak, dan komplikasi lanjut berupa

pneumonia nosoklomial (Sudoyoet al., 2006).

e) Asma bronkial

Mati mendadak dapat juga terjadi pada saat serangan

asma bronkial. Patogenesis dari asma bronkial yang khas

adalah adanya penyempitan sampai obstruksi dari bronkus

kecil pada tahap inspirasi dan ekspirasi. Penyempitan itu

dapat disebabkan oleh spasme otot polos bronkus, edema

mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus yang

meningkat. Akibat lanjut dari sumbatan saluran napas pada

asma bronkial adalah menurunnya tekanan parsial oksigen di

alveoli, sehingga oksigen dalam peredaran darah juga

menurun (hipoksemia). Sebaliknya terjadi resistensi

karbondioksida, sehingga kadar karbondioksida dalam

peredaran darah meningkat. Hal ini menyebabkan rangsangan

pada pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi. Dari

patogenesis terjadinya serangan asma tersebut maka

kepastian mati mendadak akibat serangan asma memerlukan

pemeriksaan histologi dan biokimia (toksikologi) dengan

(48)

commit to user

f) Obstruksi saluran nafas akut

Saluran nafas dapat mengalami obstruksi akut. Pada

saluran nafas bagian atas (supraglotik/di atas pita suara) yang

sering memberikan gejala obstruksi akut adalah infeksi,

edema larynx dan aspirasi benda asing. Pada obstruksi di

saluran nafas tengah (intraglotik), yang bisa menyebabkan

obstruksi akut antara lain benda asing yang menyumbat

saluran nafas tengah. Sedangkan obstruksi pada saluran nafas

bawah (infraglotik/di bawah pita suara) bisa terjadi karena

penyakit asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

(Sudoyoet al., 2006).

Tanda obstruksi komplit saluran nafas yang mendadak

sangat jelas. Pasien tidak dapat bernafas, berbicara, atau

batuk dan pasien memegang kerongkongannya seperti

mencekik (chocking), agitasi, panik dan nafas

tersengal-sengal dan diikuti sianosis, gagal nafas, hilangnya kesadaran

dan apabila sumbatan tidak segara ditangani akan

menyebabkan kematian dalam waktu 2-5 hari (Sudoyo et al.,

2006).

g) Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau

(49)

commit to user

tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang

terhadap rongga dada (Sudoyoet al., 2006).

Pneumothoraks dapat diklasifikasi sesuai dengan

penyebabnya, yaitu pneumothoraks traumatik, yang secara

umum disebabkan oleh luka tembus dada dan pneumothoraks

spontan, yaitu pneumothoraks yang terjadi secara tiba-tiba

dan tak terduga dengan atau tanpa penyakit paru yang

mendasarinya (Price dan Wilson, 2006).

Pneumothoraks tension (terjadi pada 3-5% pasien

pneumothoraks), dapat mengakibatkan kegagalan respirasi

akut, pio-pneumothoraks,

hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks, henti jantung paru dan kematian (Sudoyo et

al., 2006).

Sudden death terjadi karena kompresi paru-paru dan

pergeseran mediastinum. Pada autopsi temuan awal yang

paling jelas mungkin ptosis organ perut dan penonjolan

diafragma ke kavum peritoneal dengan paru yang kolap

(Byard, 2004).

3) Penyakit pada Sistem Saraf Pusat

Contoh penyakit pada sistem saraf pusat yang dapat

(50)

commit to user

a) Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral ke dalam jaringan otak

(parenkim) paling sering terjadi karena cedera vaskular yang

dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri

kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Pada

individu tanpa hipertensi penyebab bisa berasal dari

gangguan perdarahan, malformasi arteriovena dan tumor

yang menyebabkan erosi (Price dan Wilson, 2006).

Smith (2001) menyatakan bahwa angka kematian untuk

perdarahan intraserebral hipertensif sangat tinggi, mendekati

50%. Perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium (di

atas tentorium serebeli) memiliki prognosis baik apabila

volume darah sedikit. Namun, perdarahan ke dalam ruang

infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki

prognosis yang jauh lebih buruk karena cepat timbulnya

tekanan pada struktur-struktur vital di batang otak (Price dan

Wilson, 2006).

Perdarahan yang terjadi langsung ke dalam ventrikel

otak jarang dijumpai. Yang lebih sering terjadi adalah

perdarahan di dalam parenkim otak yang menembus ke

dalam sistem ventrikel, sehingga bukti asal perdarahan

(51)

commit to user

b) Perdarahan subarahnoid

Ada dua kausa utama pada perdarahan subarahnoid,

yaitu ruptur suatu aneurisma vaskular dan trauma kepala.

Perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke dalam

ruang subarahnoid lapisan meningen dapat berlangsung

cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50%) pada

bulan pertama setelah perdarahan. Penyebab tingginya angka

kematian ini adalah bahwa ada empat penyulit utama yang

dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan

mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi lama setelah

perdarahan terkendali, yaitu (1) vasospasme reaktif disertai

infark, (2) ruptur tulang, (3) hiponatremia, dan (4)

hidrosefalus (Price dan Wilson, 2006).

c) Meningitis

Definisi dari meningitis adalah infeksi dari cairan yang

mengelilingi otak dan spinal cord. Meningitis dapat

disebabkan oleh bakteri atau virus, pengetahuan mengenai

penyebab meningitis dapat membantu dalam menentukan

keparahan penyakit dan pengobatannya. Viral meningitis

biasanya kurang parah dan dapat sembuh tanpa pengobatan

spesifik, sementara bacterial meningitis biasanya cukup

parah dan dapat menimbulkan kerusakan fungsi otak

(52)

commit to user

Terdapat pula definisi lain yang menyebutkan bahwa

meningitis adalah reaksi inflamasi dari membran yang

membungkus otak dan spinal cord. Inflamasi ini

menimbulkan perubahan di cairan serebrospinal (CSS) yang

mengelilingi otak dan spinal cord (Dugdale dan Vyas, 2010).

d) Abses otak

Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan

parenkim otak, terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi

dari fokus yang berdekatan atau melalui sistem vaskular.

Riwayat sebelumnya menderita penyakit otitis media,

mastoiditis, sinusitis supuratif, atau infeksi pada wajah, kulit

kepala atau tengkorak. Bronkiektasis, abses paru, empiema

dan endokarditis bakterial juga diketahui menyebabkan abses

otak (Price dan Wilson, 2006).

Secara umum abses terletak berdekatan dengan tempat

asal infeksi. Abses metastatik biasanya terletak di sepanjang

arteria serebri media. Pada awal perjalanan penyakit, jaringan

yang terinfeksi menjadi edema dan terinfiltrasi leukosit.

Secara perlahan-lahan, bagian terluar mengalami penebalan

karena adanya kolagen dalam dinding abses. Pada pusat abses

akan terjadi nekrosis pengenceran. Rongga abses dapat

(53)

commit to user

ventrikel atau masuk ke dalam meningeal (Price dan Wilson,

2006).

e) Tumor otak

Tumor otak berasal dari jaringan neuronal, jaringan

otak penyokong, sistem retikuloendotelial, lapisan otak dan

jaringan perkembangan residual atau dapat bermetastasis dari

karsinoma sistemik. Metastasis otak disebabkan karena

keganasan sistemik dari kanker paru, payudara, melanoma,

limfoma, dan kolon. Tumor otak paling sering terjadi pada

dewasa usia dekade kelima dan keenam (Price dan Wilson,

2006).

f) Stroke

Stroke adalah suatu sindroma akibat lesi vaskuler

regional yang terjadi di daerah batang otak, daerah

subkortikal maupun kortikal. Lesi vaskuler tersebut dapat

berupa tersumbatnya pembuluh darah (stroke iskemik)

maupun dapat karena karena pecahnya pembuluh darah

(stroke hemoragik). Beberapa kondisi yang perlu juga

diperhatikan pada korban yang mati mendadak dengan

dugaan stroke, adalah :

(1) Umur

Orang yang lebih tua lebih memungkinkan mengidap

(54)

commit to user

(2) Hipertensi

Merupakan faktor risiko yang dapat terjadi pada orang

tua maupun muda. Korban dengan riwayat tekanan

diastolik > 90 mmHg perlu diwaspadai.

(3) Diabetes melitus

Orang yang diobati dengan insulin lebih mempunyai

risiko untuk mengidap stroke daripada yang tidak

menggunakan insulin.

(4) Aterogenik

Orang yang mempunyai faktor keturunan untuk

mengembangkan ateroma (aterogemik). Misalnya orang

dengan hiperlipidemia atau orang dengan

hiperurikasidemia.

(5) Penyakit jantung

Stenosis/insufisiensi mitral, penyakit jantung koroner,

congestive heart failure, penyakit jantung rematik, faktor

risiko ini pada umumnya akan menimbulkan sumbatan

aliran darah ke otak karena jantung melepaskan

gumpalan darah atau sel-sel atau jaringan yang telah mati

ke dalam aliran darah.

(6) Perokok

Efek merokok terhadap stroke tidak begitu nyata

(55)

commit to user

(7) Obat antihamil

Merupakan faktor risiko bagi wanita (Sidharta dan

Mardjono, 2008).

d. Kepentingan Autopsi pada Kasus Mati Mendadak

Kasus mati mendadak yang tidak terduga sering menimbulkan

pertanyaan. Kecurigaan adanya ketidakwajaran sering muncul dalam

pikiran orang. Berbagai pertanyaan muncul dalam benak

masing-masing orang tentang korban yang mati mendadak tersebut. Pada kasus

kematian mendadak, sangat perlu mendapat perhatian keadaan korban

sebelum kematian. Apakah korban baru menjalankan aktivitas, atau

sewaktu istirahat sehabis melakukan aktivitas. Keadaan lingkungan

tempat kejadian perkara juga harus diperhatikan. Hal-hal yang perlu

diperhatikan :

1) Kematian terjadi pada saat seseorang melakukan aktivitas fisik

maupun emosional dan disaksikan oleh orang lain, misalnya sedang

berolahraga, melakukan ujian, dan lain sebagainya.

2) Jenazah dalam keadaaan mencurigakan, misalnya korban tanpa

kelainan apa-apa dengan dengan pakaian rapi ditemukan

meninggal, atau meninggal di tempat tidur sendirian (FK UI, 2000)

Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang

meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan

tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan

(56)

commit to user

kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan

yang ditemukan dengan penyebab kematian. Autopsi forensik/

medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga

meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus

kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri (FK UI, 2000).

Diperlukan suatu Surat Permintaan Pemeriksaan/Pembuatan

Visum et Repertum dari pihak berwenang untuk melakukan autopsi

forensik. Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang

yang menghalang-halangi, yang bersangkutan dapat dituntut

berdasarkan undang-undang yang berlaku. Adapun tujuan dilakukannya

autopsi forensik antara lain:

1) Membantu dalam hal penentuan identitas mayat.

2) Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian

serta memperkirakan saat kematian.

3) Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk

penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku

kejahatan.

4) Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta

dalam bentuk visum et repertum.

5) Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam

penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah

(57)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran C. Hipotesis

Ada hubungan antara pekerjaan dengan prevalensi dugaan mati mendadak. Pekerjaan Tenaga Kerja

Beban Kerja pada Tenaga Kerja

Beban Kerja Ringan

Beban Kerja Sedang

Beban Kerja Berat

(58)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan

case control. Yang dimaksud dengan penelitian analitik yaitu penelitian yang

hasilnya tidak hanya berhenti pada taraf pendeskripsian, akan tetapi

dilanjutkan sampai taraf pengambilan simpulan yang dilakukan dengan

menggunakan uji statistik untuk menganalisis data yang diperoleh. Yang

dimaksud dengan pendekatan case control yaitu penelitian observasional

analitik untuk mempelajari seberapa jauh faktor risiko mempengaruhi

terjadinya efek; variabel bebas dan variabel terikat diobservasi hanya sekali

pada saat yang sama (Arief, 2008).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Instalasi Kedokteran Forensik dan

Medikolegal RSUD Dr. Moewardi.

C. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rekam medik

orang yang meninggal mendadak dan diautopsi di Instalasi Kedokteran

Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Moewardi sepanjang Januari 2006-

(59)

commit to user

D. Teknik Sampling

Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode fixed-disease

sampling. Murti (2006) menyebutkan bahwa fixed-disease sampling

merupakan prosedur pencuplikan berdasarkan status pengambilan subjek,

sedangkan status paparan subjek bervariasi mengikuti status pengambilan

subjek yang sudah fixed, yaitu mati mendadak. Pada pengambilan sampel ini,

kelompok kasus dan kelompok kontrol berasal dari satu populasi sumber,

sehingga peneliti dapat melakukan perbandingan yang valid antara kedua

kelompok studi.

Kriteria sampel antara lain:

1. Kriteria inklusi :

a. Korban yang mati akibat dugaan mati mendadak.

b. Orang hidup yang tinggal di sekitar rumah korban mati mendadak dan

berdomisili di Surakarta.

c. Pekerjaan diketahui.

2. Kriteria eksklusi:

a. Korban mati akibat trauma, tindakan bunuh diri, keracunan, maupun

pembunuhan.

b. Pekerjaan korban tidak diketahui.

c. Korban tidak memiliki pekerjaan/penghasilan. Misalnya: ibu rumah

Gambar

Tabel 2.1 Nilai Metabolic Energy Turnover (MET) dari Sejumlah
Gambar 2.1 Roda Keseimbangan Dinamis ...................................................
Tabel 2.1 Nilai Metabolic Energy Turnover (MET) dari Sejumlah
Gambar 2.1 Roda Keseimbangan Dinamis (Suma’mur, 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

MacGREGOR PLIMSOLL Indonesia belum mempunyai Prosedur Emergency Respon Plan sehingga perlu dilakukan pembuatan Prosedur. Emergency

Suatu Persekutuan Firma dianggap bubar menurut hukum yang berlaku, apabila; waktu yang ditentukan untuk bekerja dalam akta notaris telah lampau, barang yang menjadi objek usaha

Padahal, Indonesia masih memiliki daftar permasalahan panjang menyoal sistem peradilan yang adil (fair trial) dan berbagai problematika lain yang dialami oleh terpidana mati,

Salah satu kontribusi yang sangat penting adalah keselamatan pengemudi dan penumpang mobil pada kondisi darurat saat melalui jalan menanjak karena suatu sebab

(1) Pengurus atau Anggota Koperasi dapat mengajukan pernyataan keberatan terhadap rencana pembubaran yang didasarkan pada alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Huruf

Apa yang akan adik lakukan setelah tahu flu burung itu penyakit berbahaya.. Jika ada unggas yang mati mendadak maka saya

Salah satu kontribusi yang sangat penting adalah keselamatan pengemudi dan penumpang mobil pada kondisi darurat saat melalui jalan menanjak karena suatu sebab

Panitia Sekolah melakukan verifikasi data pendaftaran secara online melalui laman https://ppdbsd.slemankab.go.id pada tanggal 15 Juni 2021 pukul 08.00 WIB sampai dengan 17 Juni