NANO TECHNOLOGY FOR WASTE MINIMIZATION IN THE TANNING PROCESS: A RIVIEW
Prayitno
Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian RI
E-mail: prayitno_bbkkp@yahoo.com
ABSTRACT
Recently tanning process in Indonesia mainly used chrome tan agent because
of their superior in physical properties of the leather resulted, but in the other hand it
will exhaust chrome toxic waste. With the enhancement of environmental
consciousness, the demand of the leather product is change for the eco-friendly
leather product. To produce eco-friendly leather can be achieved by using non
chrome tan agent. Tanning by using silica tan agent will produce leather wet white,
in which no chrome in the finish leather and in their waste produced. Nano-SiO2 tan
agent has abundance of un-paired atoms, so that has ability to combine with leather
fiber (collagen) to produce protein and SiO2 chain. Beside nano-silikat, nanokomposit
Vinyl polimer/ ZnO and MPNS/SMA (methacryloxy propyl nano SiO2)/SMA
styrene-maleic anhydride) is able also to tan leather. Those tan agent is able to enhance
leather quality mainly for leather shrinkage. Beside nano- silika tan agent many
nano-particle substances can be used also for retanning and finishing to improve the
quality of the leather product.
KAJIAN TEKNOLOGI NANO DALAM MEMINISASI LIMBAH PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT
Prayitno
Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian RI
E-mail: prayitno_bbkkp@yahoo.com
ABSTRAK
Proses penyamakan di Indonesia biasa dilakukan dengan menggunakan
bahan penyamak khrom. Penyamakan dengan bahan khrom akan menghasilkan
kulit yang mempunyai keunggulan dalam kelemasan dan sifat fisis lainnya. Namun di
sisi lain, penyamakan dengan khrom ini akan mengeluarkan bahan pencemar yang
sangat toksik sehingga limbah yang dihasilkan dikategorikan sebagai limbah B3.
Dengan meningkatnya kesadaran akan lingkungan, permintaan produk-produk kulit
pun berubah. Masyarakat menghendaki produk-produk yang akrab lingkungan. Hal
tersebut dapat dicapai dengan menggunakan bahan pengganti samak khrom dengan
bahan yang akrab lingkungan. Penyamakan yang menggunakan bahan penyamak
silica akan menghasilkan kulit wet white yang akrab lingkungan. Bahan penyamak
nano–SiO2 merupakan partikel SiO2 yang mempunyai ukuran nano,, mempunyai
atom yang tidak berpasangan dalam jumlah besar, sehingga mempunyai
kemampuan untuk berikatan dengan serat kulit ( collagen ) yang akan membentuk ikatan protein dan SiO2. Selain nano silika dapat pula dilakukan penyamakan
dengan menggunakan nano komposit seperti vinyl polimer/Zn0 dan juga nanokomposit MPNS/SMA (methacryloxy propyl nano SiO2)/ styrene-maleic
anhydride) Bahan penyamak tersebut dapat meningkatkan kualitas kulit terutama
suhu kerut dari kulit. Selain untuk penyamakan, bahan bahan nano digunakan pula
pada proses penyamakan ulang dan finishing yang mampu menigkatkan kulit
jadinya.
PENDAHULIAN
Industri kulit merupakan industri yang sangat berpotensi mencemari
lingkungan dikarenakan limbah yang dikeluarkan. Dalam memproses kulit
diperlukan banyak tahapan-tahapan proses (Brown, 2012) dimana pada setiap
tahapan diperlukan air dan bahan kimia yang besar sehingga limbah yang dihasilkan akan besar pula. Kanagaraj et all (2006) menyatakan bahwa untuk memproses 1 ton
kulit mentah dihasilkan 45 – 50 m3 limbah cair. Limbah yang dikeluarkan
mengandung bahan-bahan pencemar sesuai dengan bahan yang digunakan pada
setiap tahapan proses. Ada 3 (tiga) tahapan utama dalam memproses kulit mentah
menjadi kulit tersamak, proses-proses tersebut adalah: proses pengolahan basah
(Beam house operation), proses penyamakan (Finishing) dan proses akhir (finishing)
(Prayitno,2009)
Proses pengolahan basah (Beam House Process) dimulai dari proses
penyimpanan bahan baku (ware house operation) sampai dengan proses
pengasaman (pickling) yang menghasilkan kulit pikle. Pada tahapan proses ini
menurut Prayitno (2010) jenis limbah yang dikeluarkan berupa limbah padat garam,
bulu, sisa buang daging. Limbah gas berupa gas ammonia dan hidrogen sulfida
sedang limbah cair mengandung Ca(OH)2, ammonia, sulfida, deterjen, antiseptik dan
larutan garam.
Proses penyamakan yaitu proses memasukan bahan penyamak kedalam kulit untuk membentuk ikatan silang (cross lingking ) dengan serat kulit
(Thorntensen,1985; Sharphouse,1989). Bahan penyamak krom sampai saat
merupakan bahan penyamak yang banyak digunakan oleh sebagian besar industri penyamakan. Christner et al (2012) menyatakan bahwa hampir 80% industri
penyamakan dunia menggunakan bahan penyamak krom. Bahan penyamak krom
mempunyai keunggulan-keunggulan dalam sifat-sfat fisis kulit yang dihasilkan seperti
kuat tarik, kelemasan dan berat kulit ( El-Sahat et al, 2010). Pada proses proses
penyamakan dengan krom diperlukan bahan penyamak krom sekitar 10% dari berat
kulit sesudah proses pengasaman (kulit pickle), khrom yang terikat dengan serat
kulit menurut Karthikeyan et al (2012), hanya sekitar 70% dari jumlah krom yang
dalam prosesnya menggunakan krom valensi VI yang direduksi, meskipun krom
valensi III namun apabila limbah tersebut tidak segera ditangani, oleh pengaruh
udara dan panas sinar matahari akan dapat teroksidasi menjadi krom valensi VI
yang bersifat toksik dan mudah larut.
Menurut Indonesia PPR (1999), industri kulit dikategorikan sebagai industri
penghasil limbah B3. dikarenakan dalam prosesnya akan dikeluarkan limbah logam
berat krom. Sehingga untuk pengumpulan, mengangkut, memanfaatkan, mengolah,
menimbun serta menyimpan limbahnya diperlukan ijin khusus sesuai peraturan
perundangan yang berlaku. Sampai saat ini tempat pembuangan akhir limbah B3
baru ada di Cilengsi, Jakarta. Hal mana akan sangat memberatkan industri, terutama
industri-industri menengah kebawah apabila harus membuang limbah padatnya di
Cilengsi.
Proses finishing dimaksudkan untuk membentuk kulit yang sudah disamak
menjadi kulit jadi yang memenuhi persyaratan, proses ini meliputi proses
penyamakan ulang (retanning), peminyakan (fatliquoring), pewarnaan (dyeing)
hingga pekerjaan mekanis seperti pementangan hingga penyeterikaan. Pada
umumnya pewarnaan kulit di proses dengan menggunakan zat warna anionik
(anionic dyestuff) seperti zat warna asam, zat warna komplek logam, jarang sekali
digunakan untuk pewarnaan kulit yang berupa pigmen. Pewarnaan kulit
merupakan proses yang banyak tantangannya karena produk kulit harus dapat memenuhi persyaratan pasar. Sehingga kulit dituntut untuk dapat memenuhi
kriteria-kriteria efektivitas biaya, kelemasan, standar kelunturan, batas kecacatan kulit dan
keseragaman produk. Usaha-usaha telah banyak dilakukan untuk mendapatkan
suatu proses pewarnaan dengan menggunakan drum dan pelarut air sering terjadi
kegagalan untuk mendapatkan keseragaman produk meskipun menggunakan cara
dan bahan kimia yang sama. Disamping persyaratan diatas pertumbuhan jamur pada
kulit jadi masih sering terjadi dikarenakan bahan anti jamur yang digunakan tidak
bekerja dengan baik.
Industri penyamakan pada umumnya telah ada upaya-upaya untuk
mengendalikan limbah yang dikeluarkan saat proses. Pengendalian cemaran dapat
melalui usaha pencegahan terbentuknya limbah yaitu dengan penerapan teknologi
lingkungan seperti penggunaan ensim pada proses hilang bulu (Zeng et al, 2013),
penggunaan bahan penyamak nabati untuk menggantikan bahan penyamak mineral
(Bacardit et al, 2013). ataupun dengan penerapan 3R ( Reuse, Recycle dan
Recovery) (Prayitno, 2010) seperti recovery untuk penggunaan limbah krom shaving
sebagai bahan adsorben untuk zat toksis pada limbah cair dan juga pengambilan kembali krom dan protein (Pati et al, 2013). Untuk penanganan limbah yang masih
terbentuk dilakukan dengan membuat unit pengolah limbah khususnya untuk limbah
cair. namun disisi lain bahan penyamak ini yang merupakan logam berat berpotensi
untuk menimbulkan pencemaran lingkungan. Usaha pencegahan cemaran limbah
krom yang merupakan limbah logam berat yang dikategorikan B3 dapat dilakukan
dengan mencari alternatif pengganti bahan penyamak krom, sedangkan untuk
memperbaiki kualitas dapat dilakukan dengan mencari bahan penyamakan ulang
dan dan bahan untuk finishing. Telah banyak digunakan bahan penyamak non krom
yang digunakan untuk pengganti bahan penyamak krom diantaranya samak nabati,
aldehyda dan bahan penyamak mineral lainnya, namun bahan-bahan penyamak
tersebut masih dijumpai adanya kelemahan-kelemahan terutama dalam sifat fisis
diantaranya kelemasan dan kekuatan tarik kulit. Upaya untuk mengganti bahan
penyamak krom dengan bahan penyamak non krom yang mempunyai ukuran nano
saat ini mulai banyak dilakukan penelitian-penelitian disamping untuk bahan
penyamak juga bahan untuk penyamakan ulang dan finishing.
TEKNOLOGI NANO
Teknologi nano adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena atau
sifat-sifat suatu obyek atau meterian dalam skala nano (1 hingga 100 nm dimana 1 nm = 1/1,000 μm = 1/1,000,000 mm = 1/1000,000,000 ) suatu ukuran yang sangat kecil ( pembuatan dan penggunaan bahan atau devais pada ukuran yang sangat
kecil (Nurul dan Jumarman, 2008). Bahan atau devais berada pada ukuran 1
hingga 100 nm disebut nanomaterial. Pada dimensi nano material akan menunjukan
sifat-sifat fisis yang berbeda, sehingga diharapkan akan memberikan teroboan baru
pada teknologi. Ukurannya yang sangat kecil akan banyak memberikan keuntungan
Minimisasi limbah dengan teknologi nano
Teknologi nano dapat diterapkan dalam berbagai bidang (Mario, 2006 )
- bidang energi dalam penghematan bahan bakar, solar cell berbahan nano akan memiliki efisiensi tinggi sehingga dapat mengurangi energi senyawa karbon,
batery yang tahan lama
- Bidang industri mengurangi emisi gas emisi karena sensifitas fabrikasi yang sangat tinngi, nanofilter dapat menyaring partikel-partikel yang sangat halus,
mengurangi penggunaan bahan karena memerlukan bahan sedikit akan tetapi
kualitas sama atau lebih dengan cara konventional.
- Teknologi nano pada industri penyamakan dapat diterapkan pada proses tanning dengan menggantikan bahan penyamak krom dengan bahan penyamak non krom
dengan ukuran nano seperti nano-SiO2, nano TiO2, nano-ZnO. Proses retanning ,
finishing sekaligus pengawetan kulit dengan co-polimer partikel nano-Styren dan
polimer acrylic (Yan and Jianzhong, 2011) atau dengan diallyl dimethyl
ammonium chlorida composite/nano SiO2 ( Gao et al . 2010 )
BAHAN-BAHAN PENYAMAK NANO
Kualitas kulit dengan penyamak krom disatu sisi akan memberikan hasil
paling unggul baik dalam sifat mekanis, phisis maupun kimianya dengan membentuk
ikatan seperti disajikan pada gambar 1. Namun disisi lain penyamakan dengan krom
akan menghasilkan limbah krom dalam jumlah besar yang merupakan limbah B3
Usaha-usaha untuk mengurangi limbah krom terbentuk telah dilakukan antara lain
dengan penerapan industri bersih 3 R (Re-Cycle, Re-Use dan Recovery) namun
diperlukan tambahan biaya dan limbah krom masih terbentuk.
Industri kulit melaksanakan konsep teknologi bersih a.l mengganti samak
krom dengan bahan penyamak non krom. Teknologi penyamakan wet-white
merupakan alternatif, yang dapat dilakukan dengan :
Penyamakan dengan Nano-Silika
Partiket nano-silika mempunyai ukuran yang sangat kecil, atom-atom yang
tidak berpasangan ada dalam jumlah besar dan mempunyai kemampuan berikatan
dengan substrat polimer . Hal tersebut memberikan kemungkinan untuk digunaka
pada proses penyamakan kulit. Jika prekursor yang mengandung nano-partikel (seperti nano-SiO2) dimasukkan ke dalam serat kulit, prekusor ini akan
menghasilkan nano-SiO2 dalam kondisi khusus seperti radiasi, panas, hidrolisis
atau reaksi gas. Interaksi yang kuat antara fase organik dan anorganik akan
menghasilkan aktivitas dan energi permukaan yang tinggi dari nano-partikel. Serat
kolagen bertindak sebagai fasa organik sedangkan nano-SiO2 didistribusikan
merata dalam serat kolagen bertindak sebagai fasa anorganik (Fan, et al. 2006).
Penggunaan nano-partikel tidak hanya efisien meningkatkan sifat mekanik,
stabilitas termal dan hidrotermal dari kulit, tetapi juga memberikan fitur fungsional
seperti ketahanan terhadap sinar UV, jamur dan sebagai anti-mikroba (Fan, et al,
2006). Dengan demikian sifat mekanik dan stabilitas hidrotermal kolagen yang diberi
perlakuan dengan nano-SiO2 akan meningkat dengan nyata karena ikatan yang kuat
antara fase organik dan anorganik. Mekanisme ini sangat bagus untuk penyamakan
dengan silika dan diharapkan akan menghasilkan proses baru untuk pengganti
penyamakan konvensional dengan krom dalam pembuatan kulit. Disisi lain,
oxazolidine, dengan fungsional ring oxazolidine bertindak sebagai agen cross-linking
akan meningkatkan suhu kerut dari kulit (Yan, et al. 2008). Oxazolidin adalah
turunan heterosiklik yang diperoleh dengan reaksi senyawa amino hidroksi dengan
aldehida. Penerapan oxazolidine sebagai agen pre-tanning sebelum penyamakan
dengan nano-SiO2 diharapkan untuk memberikan kontribusi stabilisasi lebih tinggi
dari serat kolagen, seperti suhu kerut dan ketahanan kimia dari kulit. Pada saat
yang sama, oxazolidine dengan muatan kationik dapat memberikan kondisi yang
diharapkan dapat digunakan untuk bahan nano-tanning (Li, et al. 2006). Reaksi
olzasolidin dengan kolagen disajikan dalam gambar 2.
Gambar 2: Ikatan antara okzasolidin dan kolagen (INESCOP)
Proses penyamakan dengan nanosilika – okzasolidin dapat dilakukan
sebagai berikut (Yan, et al. 2008)
Kulit domba diproses sampai bating dengan cara konventional, kulit bating
dibuat pH 4 dengan menggunakan larutan 2% Natirum bicarbonat kemudian
tambahkan okzasolidin 2% berdasar berat pelt, drum diputar selama 2 jam,
tambahkan 2% larutan asam formiat untuk membuat pH 3.5 dan drum diputar
selama 1 jam, tambahkan 5% bahan penyamak nano-silika dan drum diputar 3-4
jam, kemudian tambahkan larutan campuran dari 1% asam sulfat dan 1% asam
formiat yang telah diencerkan dengan 150% air untuk membuat pH 2.5 dengan
memutar drum 1,5 jam dan biarkan 1 malam. Dilakukan basifikasi dengan
menambah 2% Natrium formiat dan 2% Sodium bicarbonat (larutan 1:10)
ditambahkan dalam 4 kali dengan interval 15 menit, drum diputar selama 2 jam dan
chek pH antara 5 – 5.5 Proses dilanjutkan dengan retanning, fatliquoring dan dying
secara konventional. Kulit samak yang dihasilkan dengan dengan bahan
penyamakan nano silika memberikan sifat-sifat fisis yang menyamai dengan yang
disamak dengan bahan penyamak krom, seperti disajikan pada tabel 1. Kulit yang disamak menggunakan kombinasi Nano-okzasolidine menunjukan ketahanan
terhadap jamur lebih tinggi dibandingkan dengan kulit yang disamak dengan krom.
Dengan nano-silika dan okzasolidin juga akan memberikan keuntungan dalam hal limbah yang dkeluarkan. Hasil pengujian terhadap COD, BOD dan TSS limbah
okzasolidin dilakukan pada proses sesudah bating tanpa proses pickle sehingga
dapat menggurangi limbah garam NaCl.
Tabel 1: Hasil uji fisis kulit samak
Penyamakan Kuat tarik (Mpa) Kuat sobek (n/mm Kuat letup
Kombinasi
Nano-silika 14,7 49,6 12.2
Krom 15,9 52,5 13,4
Persyaratan >6,5 >18 -
Sumber Yan, et al. (2008)
Tabel 2: Hasil uji limbah cair penyamakan
Penyamakan COD (ppm) TS (ppm) BOD5/COD
Kombinasi
nano-silika 3580 31,38 0,73
Samak krom 3120 55,96 0,28
Sumber: Yan, et al, (2008)
Biodegradasi dari bahan organik biayanya didasarkan pada nilai
perbandingan antara BOD5/COD , nilai kemudahan terdegradasi : sangat mudah
bila >45; mudah 0,3 -0,45; sulit 0,2- 0,3 dan sangat sulit <0,2.
Penyamakan dengan Nano komposit
Li, et al. ( 2011 ) menggunakan sintesa vinyl polimer dengan Zn nano komposit untuk bahan penyamak. Vinyl polimer (dimethyl diallyl ammonium chlorida/
acrylic acid/ 2- hydroxyethyl acrylate/ acrylamide) disintesa melalui polimerisasi
radikal bebas kemudian vinyl polimer/Zn0 nanokomposit dengan sistem ultrasonik
dibuat sebagai bahan penyamak. Hasil penyamakan menunjukan adanya
peningkatan dalam kuat tarik sampai 11,90% dan kuat sobek 23,72% dan juga
ketahanan panas. Bentuk ikatan antara nano omposit dengan kolagen seperti
Gambar 3: Model ikatan Nanokomposit dengan kolagen (Sumber Gao, et al . 2013)
Pan, et al. (2005) menyamak kulit dengan menggunakan nanokomposit
MPNS (methacryloxy propyl nano SiO2)/SMA ( styrene-maleic anhydride) yang
merupakan hasil polimerisasi dari methacryloxy propyl nano SiO2 ( MPNS ) dengan
Styrene maleat anhidrid (SMA) dengan inisiator larutan benzoyl peroksida dalam
toluene. Hasilnya menunjukan suhu kerut dari dapat mencapai 950C, serta kulit
smaka mempunyai kualitas yang baik pada kepadatan, kelembutan dan
kelemasannya. Ikatan dari nanokomposit MPNS seperti disajikan pada gambar 4.
Gambar 4: Skema bentuk ikatan pada nanokomposit MPNS (Pan, et al.2005)
Retanning dengan bahan Nano
Tidak dapat dipungkiri bahwa sampai saat ini bahan penyamak krom masih
merupakan bahan penyamak yang banyak digunakan oleh hampir sebagian besar
industri penyamakan, selain untuk proses tanning maupun untuk retaning. Proses
mengatasi kekurangan bahan penyamak utama. Retaning digunakan baik untuk
bahan penyamak utama krom maupu non krom. Ada beberapa jenis bahan
penyamakan ulang dan dapat di kelompokan sebagai berikut:
- Bahan kationic seperti garam-garam anorganik seperti krom, aluminium, zirkonium, organik krom
- Anionik produk seperti vegetable ekstrak meliputi mimosa, quebracho, dan produk sintetik dan campuran
- Resin seperti bahan hasil prepolimerisasi, urea-based, melamine, dicyandiamide dan akrilik resin
- Bermacam-macam bahan retaning seperti silikat, aldehida, poliphosphat, bahan penyamak minyak.
El-Shahat et al. (2010) menggunakan nano-partikel dari copolimerisasi
styren/butyl acrylate hasil polimerisasi dari monomer styren dan butyl akrilate dengan
perbandingan berturut-turut 30:20 bagian untuk perlakuan A dan 23:27 bagian untuk
perlakuan B, reaksi kopolimerisasi disajikan pada gambar 5. untuk penyamakan
ulang menggunakan bahan penyamak utama krom.
Gambar 5: Persamaan reaksi kopolimerisasi dua monomer (El-Shahat et al. 2010)
Nano-partikel styrene/butyl akrilat sebanyak 8% digunakan untuk menyamak
ulang kulit sapi samak krom pada kondisi pH 5,5. Hasil penelitian El-Shahat et al
(2010) menunjukan adanya kenaikan fisis pada sifat kekuatan tarik dan kemulura dari kulit samak yang dihasilkan seperti disajikan pada gambar 6 dan 7.
Penyamakan ulang dapat dilakukan pula dengan menggunakan nano zinc oksida yang dibuat dari zinc nitrat dengan menggunakan precursors natrium
hidroksida dan sebagai bahan penstabil digunakan larutan amilun 0,5%. Dan dikalsinasi pada suhu 800C selama 24 jam dalam oven ( Nawaz et al, 2011). Untuk
untuk penyamakan ulang akan menaikan kuat tarik, kelembutan kulit samak namun
untuk kuat sobek dan kemuluran ada penurunan seperti disajikan pada tabel 1.
Gambar 6: Perbandingan kuat tarik kulit samak krom dan kulit samak krom yan disamak ulang dengan copolimer nano-partikel styren/butyl akrilat (El-Shahat et al.
2010)
Gambar 7: Perbandingan kemuluran kulit samak krom dan kulit samak krom yan disamak ulang dengan copolimer nano-partikel styren/butyl akrilat (El-Shahat et al.
Tabel 1. Pengaruh penggunaan zinc oksida untuk penyamakan ulang
Contoh Ketebalan (mm)
Kuat sobek (N/mm)
%Kemuluran ( mm )
Kuat tarik (N/ mm2)
Kelunakan
(mm) Kelembutan
Kulit disamak ulang dengan
ZnO
1,43 ± 0,1 31,72 ±
0,8 115,33 ± 0,6
15,64 ±
0,7 5,7 ± 1,0 8 ± 1,0
Control 1,45 ± 0,1 40 ±
0,15 124,22 ± 0,4
14,47 ±
0,9 5,8 ± 0,1 7 ± 1,0 Sumber: Nawas at al,( 2011)
Selain meningkatkan beberapa sifat-fisis nano zinc oksid juga dapat meningkatkan
ketahanan kulit terhadap serangan bakteri sehingga dapat menggantikan bahan
kimia toksik sebagai pengawet dari serangan mikroorganisme kulit.
Finishing kulit dengan bahan nano
Finishing merupakan salah satu tahapan penting pada proses pembuatan kulit
samak, proses finishing meliputi proses mekanis, temasuk disini proses
pementangan, pelemasan dan penyeterikaan dan proses kimiawi termasuk
pewarnaan dan koating. Proses pewarnaan kulit sampai saat ini kebanyakan
digunakan bahan warna anionik (anionic dyestuffs seperti zat warna dengan
kandungan logam komplek. Penggunaan pigment masih jarang digunakan. Penetrasi
zat warna kedalam lapisan dalam kulit merupakan proses yang sangat sulit karena
adanya struktur 3 dimensi dari kulit. Zat warna nano saat ini sudah diproduksi seperti nano-pigment red. Dengan mengunakan ultrasonic bath Katouzian and Kiumarsi
(2009) meproses pewarnaan kulit krust menggunakan nano-pigment C.I.Pigment red 8. Proses kimia akhir finishing adalah coating, yang dibedakan menjadi base
coat dan top coat. Sudhahar et al. (2012) menambahkan silikon oksida nanopartikel
untuk formulasi base coat yang digunakan pada proses pembuatan kulit atasan
sepatu, penggunaan nano partikel silika oksida meningkatkan dayatembus uap air,
daya tembus air, ketahanan terhadap noda oleh percikan air dan kekuatan rekat
lapiran film. Dengan cara yang sama pula Sudhahar et al . (2013) dicobakan pula
proses base coat dengan menggunakan nanopartikel Titanium oksida. Kulit atasan
pada sifat-sifat fisika , kimia dan estetika dari kulit. Penggunaan nano polisiloksan
emulsi untuk top coat pada pembuatan kulit garmen telah dilakukan oleh Kadioglu et
al ( 2012 ) dan kulit finish yang dihasilkan meningkat dalam kehalusan
pengangannya.
KESIMPULAN
Bahan penyamak Nano partel SiO2, nako-komposit Vinyl/ZnO dan MPNS
(methacryloxy propyl nano SiO2)/SMA ( styrene-maleic anhydride) dapat diterapkan
pada industri penyamakan kulit terutama digunakan sebagai pengganti bahan
penyamak krom yang toksik. Selain dapat mengubah jenis limbah yang semula
dikategorikan limbah B3 dapat pula memberikan sifat-sifat fisis dari kulit yang yang
menyerupai pada penggunaan krom pada umumnya. Keawetan kulit terutama
terhadap serangan jamur yang biasa ada pada kulit tersamak dapat di kurangi dengan penggunaan jenis nanokomposit tertentu dalam proses finishingnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami ucapkan terima kasih kepada Ka. BBKKP , Ka. Bidang SARS atas semua
fasilitas yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Bacardit, A., Casas, C., Diaz, J., Cuadros, R., & Ollé, L. (2013). Low carbon products for
the design of innovative leather processes.: Part I: Determination of the optimal chaemical modification of tara. Journal of the American Leather Chemists'
Association, 108(10), 386-391.
Brown, E., Latona, R., Taylor, M., & Garcia, R. (2012). Effects of pretanning processes
on bovine hide collagen structure. Journal of the American Leather Chemists
Association, 107(1), 1-7
Christner, R., Doepper, F., Fennen, J., & Pelckmans, K. (2012). Managing Chrome in
Leather Manufacture. Journal of the American Leather Chemists' Association,
EL-Shahat, H. A., Nashy, E. S. H. A., Hussein, A. I., and Essa, M. M. (2010). Retanning
Agents for Chrome Tanned Leather based on Emulsion Nano-Particles of
Styrene/Butyl Acrylate Copolymers. New York Science Journal, 3, 13-21.
Fan, H., Li, H. and Liu Y., 2006. Nano-SiO2 tannage for producing novel metal-free leather. Proceedings of the 7th Asian international conference of leather science
and Technology
Gao,D., Ma, J.Z., Bin, L. and Zhang,J., 2013. Collagen Modification using
Nanotechnologies: A Riview. JALCA 108(10): 365-403.
Indonesia, P. P. R. (1999). Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 18 tahun
1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan.
INESCOP . 2008. Manual for oxasolidine leather tanning. LIFE 08 ENV/E/000140
Kadioglu, E., Zengin, G., & Afsar, A. (2012). The Effect of Nano Polysiloxanes on the
Permanence of Feel Touch of Finished Leathers. Journal of the American
Leather Chemists' Association, 107(3), 92-101.
Katouzian, B., Kiumarsi, A., & Rashidi, A. (2009). Improvement of Dyeability of Leather
Using Nano Pigments. JOURNAL OF COLOR SCIENCE AND TECHNOLOGY.
Kanagaraj, J., Velappan, K. C., Chandra Babu, N. K., & Sadulla, S. (2006). Solid wastes
generation in the leather industry and its utilization for cleaner environment-A
review. Journal of scientific and industrial research, 65(7), 541-8.
Karthikeyan, R., Babu, N. C., Sehgal, P. K., & Mandal, A. B. (2012). Chromium-Keratin
Tanning Compound-Preparation, Characterization and Application in Tanning Process. Journal of the American Leather Chemists' Association, 107(5),
149-158.
Li,Y.,Gao,D.G.,Ma,Z.M. and Lu,B.,2011. Synthesis of vinyl polymer/ZnO composite and
its application in leather tanning ageent. Material Science Forum Vol. 694:
103-107
Mario,E.P. 2006. Teknologi masa depan ”Nanoteknologi”. Departemen Pendidikdn Nasional, Universitas Samratulangi, Manado.
Nawaz, H. R., Solangi, B. A., Zehra, B., & Nadeem, U. (2011). Preparation of nano zinc
Nurul,T.R. dan Jumarman, 2008. Peluang dan strategi pengembangan nanoteknologi di
Indonesia. Jurnal Riset Indonesia Vol.2(1): 53-56
Pan,H.,Zhang, Z.J. and Dang,H.X.,2005. Preparation and apllication a nanokomposit
(MPNS/SMA) in leather making. Chinese Chemical Letters Vol.16
(10):1409-1412
Pati,A., Chaudhary, R. And Subramani, S., 2013. Biochemical method for extraction and
reuse of protein and chromium from leather shavings: A Waste to wealth
approach. JALCA 108 (10): 365-403
Prayitno. 2009. Kajian penerapan recycle, reuse dan recovery untk proses produksi kulit
wet blue. Majalah Kulit, Karet dan Plastil Vol. 25(1): 45 - 52
Prayitno. 2010. Kajian penerapan recycle, reuse dan recovery untk proses produksi kulit
wet blue. Majalah Kulit, Karet dan Plastil Vol. 25(1): 45 - 52
Sharphouse, J.H., 1989. Leather Technician’s Hand Book. Leather Producer
Association, London.
Sudhahar, S., Sivaraj, C., & Gupta, S and (2012). Preparation, Characterization and
Application of Silica Metal Oxide Nanoparticles for Leather Coating. Journal of the
American Leather Chemists' Association, 107(7), 249-255.
Thorntensen, T.C., 1985. Practical Leather Technology. Robert.E.Kreiger Publising
Company, Florida
Yan, L., Zhaoyang, L., Haojun, F., Yuansen, L., Hui, L., Biyu, P., & Bi, S. (2008). NaNO-SiO2/oxazolidine combination tannage: Potential for chrome-free leather. Journal
of the Society of Leather Technologists and Chemists, 92(6), 252-257.
Zeng, Y., Kong,X., Wang, y., Liao, X., Zhang, W. And Shi,B., 2013. Effective component in α- amylase preparation for unhairing. The Journal of American Leather Chemists Association 108(3) : 79 - 119
GAO, D. G., MA, J. Z., GAO, D. D., & Lü, B. (2010). Study on Diallyldimethyl Ammonium
Chloride Copolymer/nano SiO_2 Composite Tannage. Leather Science and
Engineering, 3, 012.
Yan, B., & Jianzhong, M. (2011). Progress of Acrylic Polymer Tanning Agent. China