• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Upah Pendapatan Keseha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Pengaruh Upah Pendapatan Keseha"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

i

TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA

TENGAH TAHUN 2008-2012

(Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

ASRIANI KURNIA NINGRUM NIM. F1112006

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

ii ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM, PENGANGGURAN, KESEHATAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012

(Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah) Asriani Kurnia Ningrum

F1112006

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh upah minimum, pengangguran, kesehatan dan pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan alat analisis yang digunakan adalah panel data dengan bantuan eviews, yang terdiri dari data times series selama periode 2008-2012 dan data cross section 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa upah minimum, pengangguran, dan pendidikan berpengaruh negatif terhadap kemiskinan, sedangkan kesehatan berpengaruh positif. Secara bersama sama upah minimum, pengangguran, kesehatan dan pendidikan berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, adapun peranan pemerintah dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012 yaitu perlu adanya pertimbangan dalam menaikkan upah minimum yang dinilai, diukur, dan didasarkan dengan kebutuhan hidup minimum atau kebutuhan hidup layak. Dalam menurunkan tingkat pengangguran perlu adanya upaya yang berfokus pada perlindungan, pemberdayaan, dan pengembangan kelompok industri pertanian. Peningkatan mutu dan kualitas pada bidang kesehatan dan pendidikan diantaranya peningkatan dalam akses dan pelayanan kesehatan serta pemberian subsidi maupun pendidikan gratis.

(3)

iii

ANALYZING THE EFF F ECT OF MINIMUM WAGE, UNEMPLOYMENT,

HEALTH, AND EDUCATION TO POVERTY’S LEVEL IN CENTRAL JAVA

REGION IN 2008-2012

(A Case Study On 35 Regions in Central Java)

Asriani Kurnia Ningrum F1112006

The purpose of this research is to know the influence ofminimum wage, unemployment, health, and education for poverty rate in 35 regencies in Central Java. The research use secondary data analysis while panel data was used in analyzing, are supported by Eviews 6, which consists of times series data over 2008-2012 period and cross section data from 35 regencies in Central Java.

This research is showed that minimum wage, unemployment, and education has negative influence to poverty. Minimum salary, unemployment, health, and education together has influence to poverty rate in 35 regencies of Central Java within 2008-2012 period .

Depend on that analysis, there are government’s role in order to reduce poverty’s level in Central Java Province in 2008-2012, it’s some calculation to increase minimum wage that would be valued, calculated and depended by unemployment’s level needs to do an action which focused on protection, socialization and improvement of farm industrial group. Increasing quality on health and education, for example not only influence improvement in health’s access and service but also subsidiary gift and free education.

(4)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul:

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM, PENGANGGURAN, KESEHATAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012

(Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)

Diajukan Oleh:

Asriani Kurnia Ningrum

F1112006

Disetujui dan diterima oleh Pembimbing

PadaTanggal, 12 September 2014

Surakarta, 12 September 2014

Pembimbing

Dr. Akhmad Daerobi, MS

(5)

v Skripsi

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM, PENGANGGURAN, KESEHATAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN

DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012

(Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)

Diajukan Oleh:

ASRIANI KURNIA NINGRUM

NIM. F1112006

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada tanggal, 8 Oktober 2012

Susunan Tim Penguji Skripsi

1. Ketua IZZA MAFRUHAH S.E.,M.Si (………. ) NIP 197203232002122001

2. Sekretaris Drs. SUPRIYONO, M.Si (………. ) NIP 196002211986011001

(6)

vi MOTTO

Dia yang tahu, tidak bicara. Dia yang bicara, tidak tahu

( Loo Tse )

Pekerjaan besar tidak dihasilkan dari kekuatan, melainkan oleh ketekunan

(Samuel Johnson)

Untuk meraih sebuah kesuksesan, karakter seseorang adalah lebih penting daripada Intelegensi

(Gilgerte Beaux )

Ingatlah bahwa setiap hari dalam sejarah kehidupan kita ditulis dengan tinta yang tak dapat terhapus lagi

(Thomas Carlyle)

Visi tanpa tindakan hanyalah sebuah mimpi. Tindakan tanpa visi hanyalah membuang waktu. Visi dengan tindakan akan mengubah dunia

(7)

vii

Karya ini kupersembahkan untuk

Bapak dan Ibu Tercinta

Ku Tahu Engkau Selalu Berjuang dan Mengasihiku

One Day I will make you Proud, I Promise

Kedua Kakakku

Karena Kalianlah Mampu Mewujudkan Mimpiku

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan kemudahan dan bimbingan-Nya kepada penulis sehingga penulisan

Skripsi yang berjudul ”ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM,

PENGANGGURAN, KESEHATAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012

(Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)” dapat berjalan

dengan lancar.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari beberapa hambatan. Namun

penulis menyadari sepenuhnya, berkat bantuan berbagai pihak hal tersebut dapat

diatasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

non reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Bapak Dr. Akhmad Daerobi, MS selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktunya dalam membimbing dan memberikan masukan

kepada penulis. Terima kasih atas segala kritik dan saran yang membangun

selama penyusunan skripsi.

4. Ibu Nurul Istiqomah SE. MSi selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan pengarahan selama proses studi kepada penulis.

(9)

ix

7. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2012 yang selalu memberi

dukungan dan dorongan. Terimakasih atas kebersamaannya selama dua

tahun dibangku kuliah ini.

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak dapat penulis

cantumkan satu-persatu.

Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa laporan ini masih

terdapat kelemahan dan kekurangan, sehingga untuk kedepan, dapat menjadi

wacana berarti bagi para pembaca. Semoga hasil laporan ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Surakarta, September 2014

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

MOTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 15

BAB II TELAAH PUSTAKA A. Pengertian Kemiskinan ... 16

(11)

xi

1. Upah Minimum ... 28

2. Pengangguran ... 31

3. Kesehatan ... 35

4. Pendidikan ... 37

E. Penelitian Terdahulu ... 41

F. Kerangka Pemikiran ... 44

G. Hipotesis Penelitian ... 46

BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 47

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 47

1. Variabel Penelitian ... 47

2. Definisi Operasional Variabel ... 48

C. Jenis dan Sumber Data ... 49

D. Metode Pengumpulan Data ... 50

E. Metode Analisis Data ... 50

1. Estimasi Model Regresi Panel Data ... 54

2. Pemilihan Model ... 54

3. Pengujian Statistik ... 55

BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian ... 58

(12)

xii

2. Kondisi Kemiskinan Jawa Tengah ... 59

3. Upah Minimum Kabupaten/Kota ... 61

4. Pengangguran ... 63

5. Kesehatan ... 65

6. Pendidikan ... 67

B. Analisis Data ... 69

1. Hasil Estimasi Model Data Panel ... 69

2. Pengujian Pendekatan Model Data Panel ... 71

3. Hasil Regresi Fixed Effect Model (FEM) ... 73

C. Hasil Uji Statistik ... 75

1. Koefisien Determinasi R2 ... 75

2. Uji F ... 76

3. Pengujian Regresi Parsial (uji t) ... 76

D. Interpretasi Hasil dan Pembahasan ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(13)

xiii

Halaman

GRAFIK 1.1 : Tingkat Kemiskinan di Indonesia ... 4

GRAFIK 1.2 : Tingkat Kemiskinan di Pulau Jawa ... 6

GRAFIK 1.3 : Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah ... 7

GRAFIK 1.4 : Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah ... 9

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL 1.1 : Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah ... 8

TABEL 3.1 : Definisi Operasional Variabel ... 48

TABEL 4.1 : Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota ... 60

TABEL 4.2 : Upah Minimum Kabupaten/Kota ... 62

TABEL 4.3 : Tingkat Pengangguran Terbuka ... 64

TABEL 4.4 : Angka Kematian Bayi ... 66

TABEL 4.5 : Angka Melek Huruf ... 68

TABEL 4.6 : Regresi Data Panel PLS ... 69

TABEL 4.7 : Regresi Data Panel FEM ... 70

TABEL 4.8 : Regresi Data Panel REM ... 70

TABEL 4.9 : Hasil Uji Likehood Ratio Test ... 72

TABEL 4.10 : Hasil Hausman Test ... 73

TABEL 4.11 : Hasil Fixed Effect Model... 74

TABEL 4.12 : Hasil Koefisien Determinasi R2 ... 75

TABEL 4.13 : Hasil Uji F ... 76

(15)

xv

Halaman

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

LAMPIRAN1 : Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah

LAMPIRAN2 : Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Tengah

LAMPIRAN3 : Tingkat Pengangguran TerbukaKabupaten/Kota

LAMPIRAN4 : Angka Kematian BayiKabupaten/Kota

LAMPIRAN 5 : Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota

LAMPIRAN B

LAMPIRAN6 : Regresi Data Panel Pooled Least Squared LAMPIRAN7 : Regresi Data Panel Fixed Effect Model LAMPIRAN 8 : Regresi Data Panel Random Effect Model LAMPIRAN 9 : Hasil Uji Likehood Ratio Test

(17)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja

perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan

mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Salah satu sasaran

pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan

merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan

atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan

permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena

itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif,

mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara

terpadu (M. Nasir, dkk (2008) dalam Prastyo (2010: 18)).

Pada dekade terakhir ini, kemiskinan menjadi topik yang dibahas dan

diperdebatkan di berbagai forum nasional maupun internasional, walaupun

kemiskinan itu sendiri telah muncul ratusan tahun yang lalu. Fakta

menunjukkan pembangunan yang telah dilakukan belum mampu meredam

meningkatnya jumlah penduduk miskin di dunia, khususnya negara-negara

berkembang, seperti yang dikemukakan Suryawati (2006: 121).

Azis (2012) mengungkapkan bahwa kemiskinan merupakan tantangan

terbesar dalam proses pembangunan Indonesia. Meski tingkat kemiskinan

(18)

2

sangat besar. Ini berarti masih banyak “pekerjaan rumah” yang harus

diselesaikan.

Rahardjo (2006: 162) mengemukakan kemiskinan menjadi masalah

fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam negara

yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar selain persoalan

kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan,

kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke

pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial,

dan perlindungan terhadap keluarga, dan menguatnya arus urbanisasi ke

kota. Dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat

memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.

Suharto (2013: 14) menyatakan kemiskinan merupakan masalah sosial

yang bersifat global, artinya kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi

dan menjadi perhatian banyak orang di dunia. Meskipun dalam tingkatan

yang berbeda, tidak ada satupun negara di jagat raya ini yang kebal dari

kemiskinan.

Mudrajat Kuncoro (1997) dalam Widiastuti (2010: 33) mencoba

mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi.

Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan

pada kepemilikan sumberdaya yang menyebabkan distribusi pendapatan

yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah

(19)

perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya

manusia rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya

upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena

rendahnya pendidikan, nasib kurang beruntung, adanya diskriminasi atau

karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam

modal.

Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan

kemiskinan (Vicious circle of poverty). Teori ini ditemukan oleh Ragnar Nurkse (1953), yang mengatakan: “a country is poor because it is poor”

(Negara miskin itu miskin karena dia miskin). Lingkaran kemiskinan

merupakan suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama

lain, sehingga menimbulkan suatu kondisi di mana sebuah negara akan tetap

miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai tingkat

pembangunan yang lebih tinggi.

Keterbelakangan, ketidak sempurnaan pasar, dan kurangnya modal

menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas

mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya

pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi.

Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan. Oleh karena itu, setiap

usaha untuk mengurangi kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong

lingkaran dan perangkap kemiskinan ini (Arsyad (2010: 111)).

Azis mengungkapkan (2012), Indonesia termasuk salah satu negara

sedang berkembang yang paling berhasil dalam pengentasan kemiskinan.

(20)

4

dari 60 juta jiwa atau 50,6% pada tahun 1970 menjadi 42,3 juta jiwa 28,6%

pada tahun 1980; 27,2 juta jiwa atau 15,1% pada tahun 1990; 38,7 juta jiwa

atau 19,4% pada tahun 2000 dan 29,13 juta jiwa atau 11,66% pada tahun

2012.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008-2012

kemiskinan di Indonesia selalu mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan

bahwa upaya pemerintah dalam memerangi kemiskinan membuahkan hasil.

Meski diakui bahwa penurunan kemiskinan cenderung melambat. Berikut

Grafik 1.1 menunjukkan tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun

2008-2012.

Grafik 1.1

Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2008 - 2012

Kemiskinan Provinsi Kemiskinan Nasional

Sumber: BPS, Statistik Indonesia 2014

Tingkat kemiskinan di Indonesia cenderung mengalami penurunan

setiap tahunnya, Grafik 1.1 di atas menunjukkan pada tahun 2008 tingkat

(21)

kemiskinan di Indonesia sebesar 15,42 persen, kemudian menurun menjadi

14,15 persen pada tahun 2009. Sama halnya di tahun 2010 – 2012 tingkat

kemiskinan terus mengalami penurunan hingga mencapai 13,33 persen

;12,49 persen dan 11,66 persen.

Perlindungan sosial merupakan elemen penting dalam strategi

kebijakan sosial untuk menurunkan tingkat kemiskinan serta memperkecil

kesenjangan multidimensional. Dalam arti luas perlindungan sosial

mencakup seluruh tindakan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak

swasta, maupun masyarakat, guna melindungi dan memenuhi kebutuhan

dasar, terutama kelompok miskin dan rentan dalam menghadapi kehidupan

yang penuh dengan risiko, serta meningkatkan status sosial dan hak

kelompok marginal di setiap negara ( Suharto ( 2012: 3).

Menurut Suharto (2013: 3) perlindungan sosial merupakan saran

penting untuk meringankan dampak kemiskinan dan kemeralatan yang

dihadapi oleh kelompok miskin. Namun demikian, perlindungan sosial

bukan merupakan satu-satunya pendekatan dalam strategi penanggulangan

kemiskinan. Guna mencapai hasil yang efektif dan berkelanjutan, dalam

pelaksanaan strategi ini perlu dikombinasikan dengan pendekatan lain,

seperti penyediaan pelayanan sosial, pendidikan, dan kesehatan secara

terintegrasi dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Jika dilihat dari tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia, Provinsi

Jawa Tengah termasuk Provinsi yang memiliki persentase tingkat

(22)

6

Grafik l.2 Provinsi Jawa Tengah termasuk peringkat pertama jika

dibandingkan dengan Provinsi lain di Pulau Jawa.

Grafik 1.2

Tingkat Kemiskinan Di Pulau Jawa Tahun 2008-2012

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, Berbagai Tahun Terbitan.

Meskipun persentase tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Tengah dari

tahun 2008-2012 terus mengalami penurunan, angka tersebut cukup besar

bila disandingkan dengan Provinsi lain seperti DI Yogyakarta, Jawa Timur,

Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

Tingkat kemiskinan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu kategori hampir miskin, kategori

miskin, dan kategori sangat miskin. Kategori hampir miskin yaitu kategori

yang tingkat kemiskinan di bawah angka Nasional yaitu sebesar 13,33%.

Kategori miskin adalah kategori yang tingkat kemiskinannya di atas angka

Nasional dan di bawah angka Provinsi yaitu sebesar 16,11%. Sedangkan

(23)

Grafik 1.3

Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012

19.23

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, Berbagai Tahun Terbitan.

Grafik 1.3 di atas menunjukkan pada tahun 2008-2010 Provinsi Jawa

Tengah termasuk dalam kategori miskin. Namun pada tahun 2011 dan 2012

mengalami peningkatan dimana termasuk dalam kategori hampir miskin,

dengan tingkat kemiskinan 12,43% dan 11,66% yang berada di bawah angka

Nasional. Dengan demikian, penurunan angka kemiskinan masih tetap

menjadi agenda utama pembangunan Indonesia. (BPS: 2014).

Banyak data dan hasil penelitian yang membuktikan bahwa

kemiskinan sangat berhubungan dengan tingginya angka kesakitan dan

kematian, tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan dan rendahnya

kesempatan memperoleh berbagai fasilitas kesejahteraan sosial akan

mempersulit terpenuhinya berbagai keperluan pangan bergizi atau

kemampuan untuk menangkis penyakit seperti yang dijelaskan oleh

(24)

8

Pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk yang dialami

oleh golongan miskin, yang tercermin dari kesehatan, gizi, dan pendidikan

yang rendah dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan

akibatnya secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan

pertumbuhan ekonomi melambat. (Todaro dan Smith (2006: 264)).

Menurut Todaro dan Smith (2006: 299) peningkatan pendapatan

golongan miskin akan mendorong kenaikan permintaan produk kebutuhan

rumah tangga buatan lokal. Bukti teoritis menunjukkan bahwa distribusi

pendapatan yang lebih merata dapat menyebabkan terjadinya perbaikan gizi,

lapangan kerja yang lebih luas, dan pertumbuhan output yang lebih tinggi.

Tabel 1.1

Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012 (Rupiah)

Tahun UMP

2008 602.214

2009 679.939

2010 736.948

2011 784.352

2012 837.856

Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Berbagai Tahun Terbitan, Diolah

Tabel 1.1 menunjukkan sampai tahun 2012 tingkat upah minimum di

Provinsi Jawa Tengah terus mengalami peningkatan disetiap tahunnya.

Pada tahun 2008 tingkat upah minimum sebesar Rp. 602.214 kemudian

naik menjadi Rp. 679.939 pada tahun 2009 dan Rp. 736.948 di tahun 2010

sama halnya di tahun 2011 upah minimum naik sebesar Rp. 784.352.

(25)

Menurut Sukirno (2004) dalam Prastyo (2010: 64) pengangguran

merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan suatu daerah. efek

buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang

pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai

seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena

menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam

kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di

suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan

menimbulkan efek yang buruk bagi kesejahteraan masyarakat dan prospek

pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Berikut tingkat

pengangguran di Jawa Tengah dapat dilihat pada Grafik 1.4 di bawah ini.

Grafik 1.4

Tingkat Pengangguran Di Jawa Tengah Tahun 2008-2012

Sumber: TKPK Jawa Tengah 2008-2012.

Grafik 1.4 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka Provinsi Jawa

(26)

10

kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tetap lebih unggul dibandingkan

dengan provinsi lain yang berada di pulau Jawa.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan

menurut Suryawati (2005: 126) adalah kesehatan. Banyak data dan hasil

penelitian yang membuktikan bahwa kemiskinan sangat berhubungan

dengan tingginya angka kesakitan dan kematian. Tingkat pendapatan di

bawah garis kemiskinan dan rendahnya kesempatan memperoleh berbagai

fasilitas kesejahteraan sosial akan mempersulit terpenuhinya berbagai

keperluan pangan bergizi atau kemampuan untuk menangkis penyakit,

sehingga tidak mengherankan apabila di lingkungan mereka tingkat

kematian bayi tinggi. Berbagai macam penyakit mengancam mereka,

seperti: malaria, tuberkulosis, penyakit mata, kwasioskor, dan lainnya

sebagai akibat lemahnya daya resistensi. Hal ini menyebabkan usia harapan

hidup mereka pendek dan tingkat kematian mereka tinggi.

Grafik 1.5

Angka Kematian Bayi Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012

Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2012

Grafik 1.5 Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012

(27)

tahun 2011 sebesar 10,34/1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi di

Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sudah cukup baik karena telah melampaui

target.

Angka kematian dari waktu ke waktu menggambarkan status

kesehatan masyarakat secara kasar. Angka Kematian Bayi menggambarkan

tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor

penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil,

tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan

sosial ekonomi (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2012: 9).

Suryawati (2005: 127) mengungkapkan bahwa selain kesehatan faktor

lain yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah pendidikan.

Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan

memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan

keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya

martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti

menggapai masa depan. Hal tersebut harusnya menjadi semangat untuk terus

melakukan upaya mencerdaskan bangsa.

Ditinjau dari pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan,

Indonesia menghadapi masalah serius di sektor pendidikan, terutama di

tingkat pendidikan sekolah menengah pertama dan tingkat selanjutnya. Latar

belakang sosio-ekonomi adalah komponen utama untuk mengevaluasi

pendidikan di Indonesia.

Pendidikan adalah suatu sarana yang paling efektif untuk

(28)

12

tinggi anak-anak dari keluarga miskin dapat memperoleh pekerjaan yang

lebih baik, sehingga memungkinkan mereka mematahkan mata-rantai

kemiskinan. Fakta bahwa banyak anak-anak dari keluarga miskin tidak

mampu melanjutkan sekolah setelah menyelesaikan pendidikan sekolah

dasar menjadi tantangan serius dalam menghapus kemiskinan di masa yang

akan datang.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan

keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan

produktivitas kerjanya. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih

banyak dengan memperkerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang

tinggi, sehingga perusahaan juga akan bersedia memberikan gaji yang lebih

tinggi bagi yang bersangkutan.

Di sektor informal seperti pertanian, peningkatan ketrampilan dan

keahlian tenaga kerja akan mampu meningkatkan hasil pertanian, karena

tenaga kerja yang terampil mampu bekerja lebih efisien. Pada akhirnya

seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh

kesejahteraan yang lebih baik, yang diperlihatkan melalui peningkatan

pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya produktivitas kaum miskin

dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk memperoleh

pendidikan (Rasidin K. Sitepu dan Bonar M. Sinaga (2004) dalam Prastyo

(2010: 26)).

Bagi pemerintah keuntungan yang akan diperoleh dari investasi di

bidang pendidikan antara lain bahwa pendidikan merupakan salah satu cara

(29)

dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Sedangkan bagi masyarakat,

pendidikan yang semakin baik merupakan modal dalam memperebutkan

kesempatan kerja. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan.

Secara umum telah terjadi peningkatan di bidang pendidikan pada

Provinsi Jawa Tengah. Peningkatan terjadi pada tingkat pendidikan SMP

dan SMU. Hal ini terjadi karena digalaknnya program sekolah gratis bagi

jenjang SD dan SMP serta program-program pendidikan lainnya.

Peningkatan tersebut berimbas pada kemampuan baca tulis penduduk yang

tercermin dari angka melek huruf. Persentase penduduk yang dapat

membaca dan menulis huruf pada tahun 2011 sebesar 91,22%, sedangkan

yang buta huruf sebesar 8,78%. Bila dilihat dari jenis kelaminnya, maka

penduduk laki-laki lebih banyak yang melek huruf dibandingkan dengan

penduduk perempuan, angka melek huruf penduduk laki-laki sebesar

94,94% dan perempuan sebesar 87,61% (BPS, 2012).

Meskipun tingkat kemiskinan provinsi Jawa Tengah mengalami

penurunan apabila dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa,

rata-rata tingkat kemiskinan provinsi Jawa Tengah tetap paling unggul.

Kemiskinan memang masalah berat yang bisa membawa cost mahal bila tak segera ditangani. Berangkat dari permasalahan yang diuraikan di atas, untuk

itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai ANALISIS PENGARUH

UPAH MINIMUM, PENGANGGURAN, KESEHATAN, DAN

PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI

JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012 (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di

(30)

14

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, masalah

yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa besar pengaruh upah minimum terhadap tingkat kemiskinan

di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012?

2. Seberapa besar pengaruh tingkat pengangguran terhadap tingkat

kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012?

3. Seberapa besar pengaruh kesehatan terhadap tingkat kemiskinan di

Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012?

4. Seberapa besar pengaruh pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di

Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012?

5. Seberapa besar pengaruh upah minimum, pengangguran, kesehatan,

dan pendidikan secara bersama-sama terhadap tingkat kemiskinan di

Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka

penelitian ini bertujuan:

1. Menganalisis besarnya pengaruh upah minimum terhadap tingkat

kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012.

2. Menganalisis besarnya pengaruh tingkat pengangguran terhadap

tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012.

3. Menganalisis besarnya pengaruh kesehatan terhadap tingkat

(31)

4. Menganalisis besarnya pengaruh pendidikan terhadap tingkat

kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012.

5. Menganalisis besarnya pengaruh upah minimum, pengangguran,

kesehatan, dan pendidikan secara bersama-sama terhadap tingkat

kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012

D. Manfaat Penelitian

Tercapainya tujuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat dalam bidang akademis maupun dalam bidang pemerintahan.

1. Bagi Akademis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap

pengembangan teori khususnya mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dan

diharapkan dapat memberikan tambahan informasi serta referensi

bacaan bagi mahasiswa sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya.

2. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan berguna dalam memberikan informasi serta

menjadi bahan masukan untuk merumuskan berbagai kebijakan di

masa yang akan datang dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan

(32)

16 BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Pengertian Kemiskinan

Karakteristik kemiskinan Indonesia menurut Azis (2012), secara

umum dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Sebagian besar penduduknya rentan dengan kemiskinan. Kondisi ini

ditunjukkan dengan banyaknya penduduk yang berpenghasilan di

sekitar garis kemiskinan. Bila digunakan garis kemiskinan US$ 1 PPP,

hanya sekitar 6% penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Namun, bila digunakan garis kemiskinan US$ 2 PPP per kapita per

hari, hampir setengah penduduk Indonesia masuk kategori miskin.

2. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia merupakan permasalahan yang

multidimensi. Kemiskinan bukan hanya karena rendahnya pendapatan,

namun juga disebabkan oleh masih terbatasnya akses terhadap

pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, serta akses terhadap

infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi.

3. Adanya ketimpangan yang besar antar wilayah, baik antar provinsi

maupun antar perdesaan-perkotaan.

4. Pengeluaran terbesar masyarakat miskin adalah untuk belanja

makanan.

5. Mayoritas masyarakat miskin bekerja di sektor pertanian sebagai

(33)

Kemiskinan merupakan masalah pendapatan yang rendah, namun hal

ini bukanlah satu-satunya yang menjadi sumber kemiskinan yang

merupakan sebuah permasalahan yang kompleks. Dengan memasukkan

pertimbangan-pertimbangan yang lebih komprehensif seperti kesehatan dan

pendidikan, PBB mendefinisikan kemiskinan sebagai sebuah kondisi dimana

individu-individu tidak memiliki pilihan dan kesempatan di dalam

mengembangkan kapabilitas hidupnya, dengan kata lain kemiskinan

merupakan sebuah kondisi pronounced deprivation in well-being atau penurunan kualitas secara terus menerus.

Kemiskinan dalam dimensi ekonomi diartikan sebagai kekurangan

sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

sekelompok orang, baik secara finansial maupun semua jenis kekayaan yang

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dikategorikan miskin

bilamana seseorang atau keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok

minimnya, seperti: sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan

seperti yang diungkapkan oleh Suryawati (2005: 123).

Piven dan Cloward (1993) dan Swanson (2001) dalam Suharto (2013:

15) menyatakan bahwa kemiskinan berhubungan dengan kekurangan materi,

rendahnya penghasilan, dan adanya kebutuhan sosial.

1. Kekurangan materi

Kemiskinan menggambarkan adanya kelangkaan materi atau

barang-barang yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti

(34)

18

dipahami sebagai situasi kesulitan yang dihadapi orang dalam

memperoleh barang-barang yang bersifat kebutuhan dasar.

2. Kekurangan penghasilan dan kekayaan yang memadai

Makna “memadai” di sini sering dikaitkan dengan standar atau

garis kemiskinan (poverty line) yang berbeda-beda dari satu negara ke negara lainnya. Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia menetapkan

garis kemiskinan untuk wilayah pedesaan dan perkotaan setiap

Provinsi berbeda-beda.

3. Kesulitan memenuhi kebutuhan sosial

Dalam hal ini kaitannya dengan keterkucilan sosial (social exclusion), ketergantungan, ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi

kelangkaan pelayanan sosial dan rendahnya aksesibilitas

lembaga-lembaga pelayanan sosial, seperti lembaga-lembaga pendidikan, kesehatan, dan

informasi.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok

masyarakat baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak mampu memenuhi

hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan

yang bermartabat, hak-hak dasar masyarakat antara lain: kebutuhan pangan,

kesehatan, pendidikan, pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, perumahan,

air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan yang sehat, rasa aman

(35)

Nasikun dalam Suryawati (2005: 122) mengemukakan hidup dalam

kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat

pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan,

pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap

ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan

ketidak berdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Kemiskinan

dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

1. Kemiskinan absolut

Bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup

untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan

pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

2. Kemiskinan relatif

Kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang

belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan

ketimpangan pada pendapatan.

3. Kemiskinan kultural

Mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang

disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha

memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif

meskipun ada bantuan dari pihak luar.

4. Kemiskinan struktural

Situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap

(36)

20

politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi

seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

Berbagai pihak telah sepakat bahwa kemiskinan mempunyai banyak

dimensi. Agar dapat memahami watak kemiskinan secara utuh, tidak cukup

sekedar mendefinisikan kemiskinan sebagai miskin yang diukur dari tingkat

pendapatan atau konsumsi. Kemiskinan tidak semata-mata dibatasi pada

masalah pendapatan dan konsumsi, tetapi juga berkaitan dengan kesehatan,

pendidikan, kerentanan terhadap goncangan, partisipasi dalam kegiatan

sosial dan politik, dan banyak aspek kehidupan lainnya. Hal ini

diungkapakan oleh lembaga penelitian SMERU (2001).

Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan secara

umum menurut Rahardjo (2006: 12), bahwa kemiskinan adalah suatu

kondisi seseorang atau sekelompok masyarakat yang mengalami berbagai

kekurangan baik secara material maupun spiritual menuju kehidupan yang

layak bagi kemanusiaan. Ketidakberdayaan tersebut meliputi:

1. Kebutuhan dasar yang standar (sandang, pangan, dan papan)

2. Kesehatan

3. Pendidikan

4. Kesempatan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan

5. Akses informasi

6. Kesempatan dalam berusaha dan menjalankan kegiatan ekonomi

7. Penguasaan sumber daya ekonomi

8. Pelayanan pemerintahan

(37)

10. Rasa aman

11. Lingkungan hidup

12. Budaya masyarakat

B. Kriteria Kemiskinan

Sesuai konsep kemiskinan menurut Data dan Informasi Kemiskinan

Jawa Tengah (2007-2011: 14) penduduk miskin adalah penduduk yang

memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis

Kemiskinan. Penduduk dengan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di

bawah Garis Kemiskinan miskin terbagi atas dua kriteria yaitu penduduk

sangat miskin dan penduduk miskin. Penduduk sangat miskin adalah

penduduk yang berada di bawah 0,8 Garis Kemiskinan, sedangkan

penduduk miskin pada kriteria ini adalah penduduk miskin yang berada pada

0,8 Garis Kemiskinan ke atas tetapi masih di bawah Garis Kemiskinan.

Selain itu untuk penduduk yang berada pada Garis Kemiskinan sampai

dengan 1,2 Garis Kemiskinan masuk pada kriteria penduduk hampir miskin,

sedangkan penduduk yang berada di atas 1,2 Garis Kemiskinan merupakan

penduduk tidak miskin.

Berdasarkan studi SMERU dalam Suharto (2013: 15) menunjukkan

Sembilan kriteria yang menandai kemiskinan, diantaranya:

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan,

sandang, papan).

(38)

22

3. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar,

wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok

marjinal dan terpencil).

4. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia (buta huruf, rendahnya

pendidikan dan ketrampilan, sakit-sakitan) dan keterbatasan sumber

alam (tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan infrastruktur jalan,

listrik, air).

5. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual (rendahnya

pendapatan dan asset), maupun massal (rendahnya modal sosial,

ketiadaan fasilitas umum).

6. Ketiadaan akses terhadap lapangan-lapangan kerja dan mata

pencaharian yang memadai dan berkesinambungan.

7. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,

pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

8. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk

pendidikan dan keluarga atau tidak adanya perlindungan sosial dari

negara dan masyarakat).

9. Ketidak terlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

C. Ukuran Kemiskinan

Kemiskinan dalam dimensi ekonomi paling mudah untuk diamati,

diukur, dan diperbandingkan. Menurut World Bank (2007: 53) ada beberapa

(39)

1. Indeks angka Kemiskinan (Poverty Headcount Index, P0)

Indeks ini adalah jumlah penduduk yang memiliki tingkat

konsumsi di bawah garis kemiskinan. Indeks ini kadang-kadang

disebut sebagai angka insiden kemiskinan (Poverty Incidence), adalah ukuran kemiskinan yang paling populer. Namun, ukuran ini tidak

dapat membedakan di antara sub-kelompok penduduk miskin, dan juga

tidak menunjukkan jangkauan tingkat kemiskinan. Ukuran ini tidak

berubah meskipun seorang penduduk miskin menjadi lebih miskin atau

menjadi lebih sejahtera, selama orang tersebut berada di bawah garis

kemiskinan. Oleh karena itu, untuk mengembangkan pemahaman yang

lebih komprehensif mengenai kemiskinan, indeks tersebut penting

dengan dilengkapi dengan dua ukuran kemiskinan lainnya dari

Fooster, Green dan Thorbecke (FGT).

2. Indeks Kesenjangan Kemiskinan (Poverty Gap Index, P1)

Penurunan rata-rata konsumsi agregat terhadap garis kemiskinan

untuk seluruh penduduk, dengan nilai nol (0) diberikan kepada mereka

yang berada di atas garis kemiskinan. Kesenjangan kemiskinan dapat

memberikan indikasi tentang berapa banyak sumber daya yang

dibutuhkan untuk menanggulangi kemiskinan melalui bantuan tunai

yang ditujukan secara tepat kepada rakyat miskin. Indeks ini dapat

menggambarkan tingkat kedalaman kemiskinan (the Depth of Poverty) dengan lebih baik, tetapi tidak menunjukkan tingkat keparahan

(40)

24

akan berubah, meski terjadi peralihan bantuan dari seseorang

penduduk miskin kepada penduduk lainnya yang lebih miskin.

3. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index, P2)

Ukuran ini memberi bobot yang lebih besar bagi penduduk yang

sangat miskin dengan menguadratkan jarak garis kemiskinan. Angka

ini dihitung dengan menguadratkan penurunan relatif konsumsi per

kapita terhadap garis kemiskinan, dan kemudian nilai tersebut

dirata-ratakan dengan seluruh penduduk sambil memberikan nilai nol (0)

bagi penduduk yang berada di atas garis kemiskinan. Ketika bantuan

dialihkan dari orang miskin ke orang lain yang lebih miskin, hal ini

akan menurunkan angka kemiskinan secara keseluruhan.

4. Ukuran Kemiskinan PPP 1 dan 2 dolar AS per hari

Untuk membandingakan kemiskinan antarnegara. Bank Dunia

menggunakan perkiraan konsumsi yang dikonversikan ke dollar

Amerika dengan menggunakan paritas (kesetaraan) daya beli

(Purchasing Power Parity, PPP), bukan dengan nilai tukar mata uang. Nilai tukar PPP menunjukkan jumlah satuan mata uang suatu negara

yang dibutuhkan untuk membeli barang dan jasa dalam jumlah yang

sama di negara itu, yang nilainya sama dengan niali 1 dolar AS yang

dibelanjakan di Amerika Serikat. Nilai PPP ini dihitung berdasarkan

harga dan jumlah untuk masing-masing negara yang dikumpulkan

(41)

ke waktu dengan tingkat inflasi relatif, dengan menggunakan indeks

harga konsumen (Consumer Price Indext, CPI).

Untuk mengindikasikan ukuran kemiskinan selama ini yang lazim

digunakan adalah garis kemiskinan (poverty line), yaitu menunjukkan ketidak mampuan seseorang melampaui ukuran garis kemiskinan. Garis

kemiskinan adalah ukuran yang didasarkan pada kebutuhan konsumsi

minimum, konsumsi makanan dan non makanan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2003) garis kemiskinan adalah

besarnya nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar

minimum makanan dan non makanan. Nilai garis kemiskinan yang

digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2100 kilo kalori per kapita

per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang

merupakan kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi

serta kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasar lainnya. Garis

kemiskinan yang ditetapkan BPS sendiri akan selalu mengalami

penyesuaian, karena harga kebutuhan itu berubah-ubah.

Sajogyo (1977) juga memberikan alternatif untuk mengukur

kemiskinan dengan pendekatan kemiskinan absolut adalah dengan

memperhitungkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan

beras dan gizi (kalori dan protein) dengan mengungkapkan masalah garis

kemiskinan dan tingkat pendapatan petani. Ada tiga golongan orang miskin,

yaitu golongan paling miskin yang mempunyai pendapatan per kapita per

tahun beras sebanyak 240 kg atau kurang, golongan miskin sekali yang

(42)

26

lapisan miskin yang memiliki pendapatan per kapita per tahun beras

sebanyak lebih dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg.

Fooster , Green dan Thorbecke (FGT) telah merumuskan suatu ukuran

yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan (BPS, 2007-2011: 14):

Dimana:

α = 0,1,2

z = Garis kemiskinan

yi = Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada di

bawah garis kemiskinan (i=1,2,3, . . ., q), yi < z

q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan

n = Jumlah penduduk

Jika:

α = 0, maka diperoleh Head Count Index (P0), yaitu persentase

penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

α = 1, maka diperoleh Poverty Gap Index (P1), yaitu indeks kedalaman α = 2, maka diperoleh Poverty Severity (P2), yaitu indeks keparahan

kemiskinan.

D. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

Beberapa faktor yang dinilai sebagai sebab-sebab kemiskinan menurut

(43)

1. Kesempatan kerja, dimana seseorang itu miskin karena menganggur,

sehingga tidak memperoleh penghasilan atau kalau bekerja tidak

penuh, baik dalam ukuran hari, minggu, bulan, maupun tahun.

2. Upah gaji di bawah minimum.

3. Produktivitas yang rendah.

4. Ketiadaan aset.

5. Diskriminasi.

6. Tekanan harga.

7. Penjualan tanah.

Menurut Kartasasmita dalam Rahmawati (2006) dalam Nurhayati

(2007: 16), kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya

empat penyebab, yaitu :

1. Rendahnya taraf pendidikan

Dimana taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan

kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya

lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah

juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan

peluang.

2. Rendahnya derajat kesehatan

Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya

(44)

28

3. Terbatasnya lapangan kerja

Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan

diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan

kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk

memutuskan lingkaran kemiskinan itu.

4. Kondisi keterisolasian

Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena

terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau

tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak

kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.

Bagi pemerintah keuntungan yang akan diperoleh dari investasi di

bidang pendidikan antara lain bahwa pendidikan merupakan salah satu cara

dalam rangka memerangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan

dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Sedangkan bagi masyarakat,

pendidikan semakin baik merupakan modal dalam memperebutkan

kesempatan kerja, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan

mereka.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan yang digunakan

dalam penelitian ini menurut Rahardjo (2006) dan Kartasasmita dalam

Faturrohmin (2006) seperti yang diungkapkan di atas meliputi:

1. Upah Minimum

Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan

seseorang, sebab itu upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan

(45)

181) upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha

kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan

dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang

ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan

perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara

pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan

itu sendiri maupun keluarga.

Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan

Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-01/Men/1999 dan UU Ketenagakerjaan

No. 13 tahun 2003. Upah minimum sebagaimana dimaksud adalah upah

bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang

diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak

dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Tujuan

dari penetapan upah minimum adalah untuk mewujudkan penghasilan yang

layak bagi pekerja. Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan

termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja tanpa menafikkan

produktifitas perusahaan dan kemajuannya, termasuk juga pertimbangan

mengenai kondisi ekonomi secara umum.

Menurut Todaro dan Smith (2006: 267) menyatakan bahwa tingkat

pendapatan per kapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang tidak

merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Pada tingkat

distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi pendapatan per kapita yang

(46)

30

Adapun empat elemen pokok yang merupakan penentu utama atas baik

tidaknya kondisi distribusi pendapatan di negara berkembang menurut

Todaro dan Smith (2006: 276):

a. Mengubah distribusi fungsional

Tingkat hasil yang diterima dari faktor-faktor produksi

tenaga kerja, tanah, dan modal, yang sangat dipengaruhi oleh

harga dari masing-masing faktor produksi tersebut, tingkat

pendayagunaannya, dan bagian atau persentase dari pendapatan

nasional yang diperoleh para pemilik masing-masing faktor

tersebut.

b. Memeratakan distribusi ukuran

Distribusi pendapatan fungsional dari suatu perekonomian

yang dinyatakan sebagai distribusi ukuran, yang didasarkan pada

kepemilikan dan penguasaan atas aset produktif serta ketrampilan

sumber daya manusia yang terpusat dan tersebar ke segenap

lapisan masyarakat. Distribusi kepemilikan aset dan ketrampilan

pada akhirnya akan menentukan merata atau tidakna distribusi

pendapatan secara perorangan.

c. Meratakan (mengurangi) distribusi ukuran golongan penduduk

berpenghasilan tinggi.

Melalui pemberlakuan pajak progresif terhadap pendapatan

dan kekayaan pribadi mereka. Pajak tersebut diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan pemerintah dan dapat mengubah

(47)

sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan pasar dan kepemilikan aset

menjadi pendapatan disposabel (disposable income)

d. Meratakan (meningkatkan) distribusi ukuran golongan penduduk

berpenghasilan rendah

Melalui pengeluaran publik yang dananya bersumber dari

pajak untuk meningkatkan pendapatan kaum miskin secara

langsung (misalnya melalui pembayaran transfer atau disebut

money transfer) atau tidak langsung (misalnya melalui penciptaan lapangan kerja, pembebasan uang sekolah, pemberian

subsidi pendidikan dasar, dan pelayanan kesehatan bagi pria

maupun wanita). Segenap kebijakan publik semacam itu akan

meningkatkan pendapatan riil bagi masyarakat miskin di atas

tingkat pendapatan semula yang semata-mata ditentukan oleh

mekanisme pasar.

2. Pengangguran

Pengangguran (unemployment) adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak

memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaan.

Pengangguran terjadi karena ketidak sesuaian antara permintaan dan

(48)

32

Jenis-jenis pengangguran menurut Sumarsono (2009: 251) dapat

dibagi menjadi:

a. Pengangguran Friksional

Pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang

ada. Kesulitan temporer ini dapat berbentuk: (1) tenggang waktu

yang diperlukan selama proses/prosedur pelamaran dan seleksi,

atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi, (2)

kurangnya mobilitas pencari kerja di mana lowongan pekerjaan

justru terdapat bukan disekitar tempat tinggal si pencari kerja, (3)

pencari kerja tidak mengetahui di mana adanya lowongan

pekerjaan dan demikian pula pengusaha tidak mengetahui di

mana tersedianya tenaga-tenaga yang sesuai.

b. Pengangguran Musiman

Pengangguran yang terjadi karena pergantian musim. Di luar

musim panen dan turun kesawah, banyak orang yang tidak

mempunyai kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar

menunggu musim yang baru. Selama masa menunggu tersebut

mereka digolongkan sebagai penganggur musiman.

c. Pengangguran Siklikal

Sebenarnya macam pengangguran seperti ini, mirip dengan

pengangguran musiman. Namun hal ini terjadi dalam jangka

(49)

d. Pengangguran Struktural

Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi

karena perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian.

Perubahan struktur yang demikian memerlukan perubahan dalam

ketrampilan tenaga kerja yang dibutuhkan, sedangkan pihak

pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan

ketrampilan baru tersebut. Keadaan ini menyebabkan terjadinya

pengangguran pekerja akibat penggunaan alat-alat dan teknologi

maju.

e. Pengangguran Teknologis

Dalam pertumbuhan industri, bahwa teknologi yang dipakai

dalam proses produksi selalu berubah. Perubahan teknologi

merupakan bagian bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan sehari-hari.

Perubahan teknologi produksi membawa dampak

kesempatan kerja berbagai arah. Kekuatan substitutive dan kekuatan merombak spesifikasi jabatan yang ditimbulkan

membawa dampak negatif bagi kesempatan kerja berupa

pengangguran.

f. Pengangguran karena kurangnya permintaan agregat

Permintaan total masyarakat merupakan dasar untuk

dilaksanakannya kegiatan investasi. Pengeluaran investasi

memberikan peluang untuk tumbuhnya kesempatan kerja. Bila

(50)

34

timbul pula kelesuan pada permintaan tenaga kerja. Kurangnya

permintaan agregat di sini diartikan sebagai mendasar bukan

sementara bulanan atau sementara tahunan, tetapi merupakan

kondisi yang berlaku dalam jangka panjang. Profil yang perlu

diketahui adalah tempat terjadinya pengangguran menurut sektor

ekonomi, apakah disektor pertanian, pertambangan dan

seterusnya. Selanjutnya distribusinya menurut pendidikan perlu

juga diketahui pengangguran tidak terdidik atau berpendidikan

rendah dapat lebih mudah ditangani karena biasanya, kesempatan

kerja bagi tenaga berketrampilan mudah lebih besar, sehingga

kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan lebih besar. Akan

tetapi sebaliknya dapat juga terjadi yaitu bahwa acapkali orang

yang berpendidikan rendah susah menyesuaikan diri dengan

ketrampilan baru.

Pengangguran terdidik dapat berbahaya karena golongan terdidik

merupakan golongan yang sangat peka, sehingga dapat mempengaruhi yang

berpendidikan tinggi. Namun mereka juga lebih gampang diarahkan dan

dicarikan penyelesaian, di samping itu golongan senior ini justru diminta

untuk mampu menciptakan pekerjaan tersendiri.

Menurut Sukirno (2004), menyatakan bahwa efek buruk dari

pengangguran adalah berkurangnya tingkat pendapatan masyarakat yang

pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran/kesejahteraan.

Kesejahteraan masyarakat yang turun karena menganggur akan

(51)

memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk,

maka akan timbul kekacauan politik dan sosial dan mempunyai efek yang

buruk pada kesejahteraan masyarakat serta prospek pembangunan ekonomi

dalam jangka panjang.

Terdapat kaitan yang erat antara tingkat pengangguran dengan luasnya

kemiskinan dan distribusi pendapatan, bagi sebagian masyarakat yang tidak

mempunyai pekerjaan tetap atau bahkan tidak mamiliki perkerjaan, maka

tidak ada pendapatan yang diperolah, semakin banyak masyarakat yang

tidak memiliki pekerjaan maka semakin banyak masyarakat tidak

mendapatkan pendapatan, dengan demikian hanya sebahagian masyarakat

saja yang menikmati pandapatan. Masyarakat yang bekerja part-time atau bahkan tidak memiliki pekerjaan selalu berada dalam kelompok yang rentan.

Pendidikan juga memiliki andil dalam kemiskinan, banyak orang miskin

karena mengalami kebodohan. Karena itu penting untuk dipahami oleh

pengambil kebijakan bahwa kebodohan akan menyebabkan kemiskinan.

penyebab Untuk memutus mata rantai kemiskina maka pendidikan

merupakan salah satu solusi yang harus dilakukan oleh pemerintah

(BUSRA: 7).

3. Kesehatan

Menurut Arsyad (2010: 307) kesehatan masyarakat merupakan

salah satu alat kebijakan penting dalam memerangi kemiskinan.

Terdapat tiga faktor utama yang mendasari kebijakan ini, diantaranya:

a. Berkurangnya beban penderitaan secara langsung dapat

(52)

36

b. Perbaikan kesehatan akan meningkatkan produktivitas golongan

miskin, kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan daya kerja.

c. Penurunan tingkat kematian bayi dan anak-anak secara tidak

langsung berperan dalam mengurangi kemiskinan, tingkat

kematian yang semakin rendah tidak saja membantu para orang

tua untuk mencapai jumlah keluarga yang mereka inginkan,

namun membuat mereka menginginkan keluarga yang lebih

kecil.

Kesehatan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

36 Tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

secara sosial dan ekonomis.

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang

produktif secara sosial dan ekonomis.

Akses terhadap perawatan kesehatan merupakan faktor penting

bagi pembangunan ekonomi. Oleh karenanya perlu adanya jaminan

kesehatan. Dalam hal ini jaminan kesehatan merupakan pendorong

pembangunan dan strategi penting dalam penanggulangan kemiskinan

(Suharto 2013: 59).

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan alah satu faktor dari

(53)

kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan

prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi,

pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya.

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi

(0-11 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun.

Angka Kematian Bayi (AKB) menggambarkan tingkat permasalahan

kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab

kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil,

tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan

dan sosial ekonomi. Apabila Angka Kematian Bayi (AKB) di suatu

wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah

(Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2011: 9).

4. Pendidikan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia

(human capital) yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pendekatan modal manusia berfokus pada kemampuan tidak

(54)

38

pendapatan. Investasi dalam modal manusia akan terlihat lebih tinggi

manfaatnya apabila kita bandingkan antara total biaya pendidikan yang

dikeluarkan selama menjalani pendidikan terhadap pendapatan yang

nantinya akan diperoleh ketika mereka sudah siap bekerja.

Orang-orang yang berpendidikan tinggi akan memulai kerja penuh waktunya

pada usia yang lebih tua, namun pendapatan mereka akan cepat naik

daripada orang yang bekerja lebih awal (Widiastuti, 2010: 49).

Pendidikan formal maupun non formal berperan penting dalam

mengurangi kemiskinan, baik secara langsung maupun secara tidak

langsung, melalui pelatihan dengan bekal ketrampilan yang dibutuhkan

untuk meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya mampu

meningkatkan pendapatan (Arsyad, 2010:307).

Jalur pendidikan berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur

dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan

tinggi. Jenjang pendidikan formal meliputi:

1) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang

melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar

berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah

(55)

Menengah Pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah

(MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

2) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan

dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan

menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.

Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas

(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK),

atau bentuk lain yang sederajat.

3) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan

setelah pendidikan menengah yang mencakup program

pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor

yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan

tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah

tinggi, institut, atau universitas.

b. Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar

pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan

berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga

masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi

sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan

(56)

40

Pendidikan ini meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan

anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan

pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, dan lain-lain.

c. Pendidikan informal

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan

lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil

pendidikan formal diakui sama dengan pendidikan formal dan

nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan

setandar nasional pendidikan.

Suryawati (2005: 128) mengemukakan penduduk miskin dalam

konteks pendidikan sosial mempunyai kaitan terhadap upaya

pemberdayaan, partisipasi, demokratisasi, dan kepercayaan diri,

maupun kemandirian. Pendidikan nonformal perlu mendapatkan

prioritas utama dalam mengatasi kebodohan, keterbelakangan, dan

ketertinggalan sosial ekonominya. Pendidikan informal dalam rangka

pendidikan sosial dengan sasaran orang miskin selaku kepala keluarga

(individu) dan anggota masyarakat tidak lepas dari konsep learning society adult education experience learning yang berupa pendidikan luar sekolah, kursus keterampilan, penyuluhan, pendidikan dan latihan,

penataran atau bimbingan, dan latihan.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mewujudkan

manusia berkualitas dan mempunyai penghasilan secara berkelanjutan

adalah peningkatan pendidikan dan ketrampilan yang diarahkan untuk

Gambar

Grafik 1.1 Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2008 - 2012
Grafik 1.2 Tingkat Kemiskinan Di Pulau Jawa Tahun 2008-2012
Grafik 1.3 Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012
Tabel 1.1 Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012 (Rupiah)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor Penghambat partisipasi politik pemilih pemula dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2015 di Desa Kendalrejo Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek adalah

kelima, memiliki angka penganda output yang besar yaitu sebesar 1,20, nilai pengganda pendapatan sebesar 0,16, berkontribusi terhadap total output keseluruhan sebesar

Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis

The cost of land under development consists of the cost of land for development, direct and indirect real estate development costs and capitalized borrowing

Tipe kemiskinan lainnya yang terjadi di Kota Palembang yaitu kemiskinan spiritual (4,5%) dimana masyarakat pada kategori ini belum mampu memenuhi kebutuhan

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini yang berjudul “ STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN TERPADU (INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION) PADA PT

Sedangkan cara membangun ilmu pendidikan Islam bisa dilakukan dengan cara: Pertama , cara deduksi, yakni dimulai dari teks wahyu atau sabda rasul, kemudian ditafsirkan, dari

Subjek penelitian yang terkait dalam pengambilan data untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Penelitian awal dan pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebar angket