• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadilan dan Untuk Masyarakat Papua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keadilan dan Untuk Masyarakat Papua"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KEADILAN UNTUK MASYARAKAT PAPUA

Disusun Oleh :

Nama : Rian Eka Putra

Nim : 11.11.5130

Dosen : Drs. Tahajudin Sudibyo

Kelompok : D

Untuk memenuhi salah satu syarat Mata Kuliah

Pendidikan Pancasila

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

AMIKOM

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang penyusun beri

judul “KEADILAN UNTUK MASYARAKAT PAPUA”.

Tujuan penyusunan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat mata

kuliah Pendidikan Pancasila.

Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak – pihak yang telah membantu, sehingga Tugas Akhir ini dapat di selesaikan sesuai dengan waktunya. Oleh karena

itu pada kesempatan ini, izinkanlah penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Tahajudin Sudibyo, selaku dosen pengajar yang telah memberikan

bimbingan dan arahan sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moral dan material.

3. Teman – teman yang telah memberikan saran dan masukannya.

Penyusun menyadari dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan dan

masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini dan juga untuk kebaikan di masa yang

akan datang sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta , 18 oktober 2011

(3)

ABSTRAK

Rangkaian operasi militer yang di lakukan oleh pihak TNI merupakan pengalaman pahit

yang tak akan pernah di lupakan oleh orang – orang papua. Banyak orang – orang yang menjadi korban operasi – operasi militer tersebut. Mereka merasa tidak di perlakukan secara adil. Masalah yang lain yaitu Indonesia telah membiarkan orang – orang papua terperangkap dalam kemiskinan yang kronis tanpa infrastruktur kesehatan, pendidikan dan transportasi. Hal tersebut

mendorong mereka menuntut merdeka karena rendahnya kepercayaan terhadap instansi

pemerintah yang tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut. Masalah ini juga telah

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki banyak pulau besar dan kecil. Sepanjang sejarahnya, Indonesia

banyak mengalami permasalahan.Pemerintah juga banyak melakukan usaha – usaha agar di setiap daerah bisa merasakan kenyamanan dengan membuat daerah – derah otonomi khusus seperti di daerah papua tapi masih saja ada permasalahan internal yang membuat perpecahan

yang mengakibatkan korban – korban tidak bersalah contohnya salah satunya adalah daerah papua. Orang – orang papua menuntut keadilan terhadap pemerintahan atas kegiatan operasi militer yang di lakukan oleh pihak TNI.

Dalam operasi militer tersebut banyak orang – orang papua yang menjadi korbannya. Tapi pernyataan dari pihak militer sendiri tidak pernah merasa melakukan kejahatan terhadap

siapapun di papua, mereka mengatakan operasi – operasi yang di lakukan hanya sebagai rangka dalam menjalankan tugas untuk melindungi NKRI dari kelompok – kelompok separatis yang di sebut OPM.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam paper yang berjudul PAPUA MEMBARA terdapat beberapa rumusan masalah,

diantaranya :

1. Apa yang membuat masyarakat papua menuntut keadilan ?

(5)

C. PENDEKATAN

Dalam masalah yang terjadi di papua, terdapat beberapa pendekatan, antara lain :

1. Pendekatan secara historis

Pada pancasila yang ke 2 berbunyi Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab menjadi dasar

salah satu filosofi bangsa. Dapat di jelaskan bahwa setiap Warga Negara Indonesia

berhak menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, berani membela keadilan, berani membela

kebenaran dan melakukan kegiatan kemanusiaan. Jadi masyarakat papua berhak

menjunjung tinggi nilai kemanusian dan membela keadilan atas apa yang terjadi terhadap

mereka.

2. Pendekatan secara Sosiologis

Secara sosisologis dapat di jelaskan bahwa keadilan yang terjadi di papua merupakan

permasalahan yang sudah sejak lama ada. Namun sampai sekarang permasalahannya

belum terselesaikan. Untuk menyelesaikannya, perlu dilakukan pembaharuan system

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

Tampaknya sampai saat ini pemerintah Indonesia belum bisa menyelesaikan masalah -

masalah yang terjadi di papua. Seperti operasi – operasi militer yang banyak mengakibatkan korban jiwa berjatuhan.

Dr. Benny Giyai seorang rohaniawan dan intelektual papua mencatat bahwa pengalaman

di bawah cengkraman militer itu merupakan pengalaman pahit yang tak akan pernah terlupakan

oleh orang-orang papua. Benny menceritakan bahwa dalam seluruh pengalaman pahit itu, orang

papua merasa di perlakukan bukan sebagai manusia, melainkan hanya sebagai objek, yaitu objek

operasi militer.

Sejarah sebagai objek kekerasan itulah yang selalu dingkari oleh Indonesia sampai hari

ini. Pihak – pihak militer atau aparat keamanan di Papua sama sekali tidak pernah merasa melakukan kejahatan terhadap siapa pun di papua, karena operasi-operasi militer yang mereka

lancarkan, atau penangkapan-penangkapan serta penyiksaan atau pembunuhan dengan segala

bentuknya di papua hanyalah dalam rangka menjalankan tugas sebagai pelindung NKRI dari

rongrongan organisasi yang di sebut sebagai OPM.

Operasi –operasi militer yang di gelar oleh Kodam yang berpataka “ Praja Ghupta Vira” (Ksatria Pelindung Masyarakat) di papua. Dalam pandangan orang-orang papua, ABRI alih – alih menjadi pelindung, malah menjadi seperti pagar makan tanaman. Operasi – operasi militer

mendatangkan kesengsaraan lahir dan bathin bagi orang – orang papua. Pandangan orang papua itu masih bertahan sampai saat ini sehingga mendorong mereka menuntut merdeka karena

rendahnya kepercayaan terhadap instansi pemerintah yang ada papua.

Operasi – operasi militer yang berjalan terus-menerus dilihat sebagai kemenangan politik

ABRI dalam melakukan bargaining dengan actor-aktor negara lain dalam mengambil kebijakan.

Dwifungsi ABRI membuat actor-aktor politik lainnya kehilangan kendali terhadap ABRI. Hal itu

terjadi karena kuatnya pengaruh perwira militer dalam politik local papua baik dalam badan

legislatif papua maupun dalam lembaga eksekutif di papua.

Rangkaian operasi militer yang terpapar di atas jika di simak dalam literatur resmi

Indonesia terdapat kesan bahwa operasi itu berjalan mulus tanpa cela. Seluruh operasi itu di gelar

(7)

Keamanan. Tetapi banyak saksi di papua menyatakan dalam seluruh operasi itu banyak korban

jiwa jatuh dari penduduk desa di kampung – kampung serta puluhan orang Papua yang terpelajar di penjarakan. Ketika situasi politik berubah, rangkaian Operasi Militer di Papua, di gugat oleh

orang – orang Papua karena mereka mencatatnya sebagai pelanggaran terhadap hak – hak asasi mereka. Ternyata dalam operasi militer yang tiada putus itu yang dibunuh, disiksa, dan

dihilangkan atau diperkosa bukanlah musuh negara, melainkan ratusan penduduk kampung yang

daerahnya menjadi sasaran operasi militer tersebut.

Antara tahun 1963 – 1969 korban orang papua oleh operasi militer di perkirakan oleh Osborne dengan mengutip Hasting berjumlah 2.000 sampai 3.000 orang. Sementara Eliaser

Bonay mantan gubernur papua tahun 1981 pernah menyatakan korban berkisar 30.000 jiwa. Jan

Warinussy Direktur LP3BH Manokwari memperkirakan jumlah korban hampir 100.000 jiwa

sejak pepera sampai dengan sekarang.

Namun jumlah korban yang moderat di tulis oleh Agus Sumule ketika merumuskan

perlunya Pengadilan HAM serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di jamin pembentukannya

dalam UU Otonomi Khusus untuk papua. Sumule merinci jumlah korban tersebut adalah antara

tahun 1969 – 1997 di paniai orang terbunuh. Hilang 13 orang dan di perkosa 80 orang (1980-1995). Tahun 1979 kelila (Jayawijaya) 201 dibunuh, serta 1977 di Asologaiman 126 dibum=nuh,

dan Wasi 148 orang dibunuh. Jumlah korban pembunuhan oleh aparat dalam rangkaian operasi

militer itu belum teridentifikasi secara jelas sampai saat ini. Meskipun demikian, masalah hak

asasi manusia yang serius telah terjadi di papua.

Menyikapi masalah hak asasi manusia yang serius itu, ketika fajar tahun 2000 merekah,

Presiden Abdurrahman Wahid yang kala itu berada di jayapura mengubah nama provinsi Irian

Jaya menjadi Provinsi papua. Presiden meminta TNI menggunakan jalan damai dan

meninggalkan cara – cara kekerasan dalam menyikapi masalh di papua. Setahun kemudian, status Otonomi Khusus juga di setujui oleh Presiden Megawati kepada Papua melalui UU

No.21/2001.

Jalan dialog ini mulai terbuka karena munculnya gelombang protes yang tiada henti di

Papua sepanjang tahun 1998. Gelombang itu dimulai oleh para kalangan mahasiswa di jayapura

dan kemudian menjalar ke hampir semua kota di papua. Titik cetusnya terjadi di biak, bulan juli

1999. Ribuan orang berdemonstrasi dan mengibarkan bendera Bintang Kejora di pelabuhan

(8)

wamena, merauke, timika, dan jayapura. Saying dalam berbagai aksi demonstrasi yang diikuti

pengibaran bendera Bintang Kejora ini, lagi – lagi aparat keamanan bertindak secara kasar. Sepanjang tahun 2000, demonstrasi – demonstrasi yang menuntut keadilan dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora juga mengalami tindakan kekerasan oleh aparat keamanan. Sepanjang

tahun 1999 – 2000 puluhan orang tewas tertembak aparat.

Sayangnya seluruh jalan dialog itu dan status Otonomi Khusus belum menyentuh

persoalan mendasar di papua yaitu pemulihan harga diri orang papua. Bagi orang – orang papua, pengalaman bersama Indonesia, terutama selama rezim militer Soeharto berkuasa dirasakan

begitu melecehkan harkat dan martabat mereka. Seluruh pelecehan itu, kemudian dikatakan oleh

orang – orang papua sebagai realitas pelanggaran hak asasi manusia, baik yang berupa tindak kekerasan, seperti pembunuhan, penyiksaan, penangkapan dan pemerkosaan.

Pelecehan yang lain adalah Indonesia telah membiarkan orang – orang papua terperangkap dalam kemiskinan yang kronis tanpa infrastruktur kesehatan, pendidikan, dan

transportasi serta komunikasi yang memadai. Kondisi ini, dalam data yang dilansir oleh harian

kompas sekitar 80% orang asli papua berada dalam gemilang kemiskinan.

Belum adanya jalan keluar bagi masalah kemiskinan dan kelangkaan infrastruktur, serta

belum adanya upaya pertanggungjawaban atas terjadinya pelanggaran berat hak asasi manusia

membuat papua tetap bergejolak meskipun Otonomi Khusus telah diberikan. Padahal Otonomi

Khusus dirancang sebagai jalan keluar bagi seluruh persoalan yang mengganjal dalam hubungan

Jakarta dengan Jayapura.

Belum efektifnya Otsus sebagai jalan keluar tidak terlepas dari realita politik di papua itu

sendiri. Para perancang Otonomi Khusus hanya mengandaikan, bahwa dengan adanya Otonomi

Khusus, maka semua pihak akan suka rela mendukungnya. Namun, dalam kenyataannya belum

semua pihak mendukung. Salah satu pihak yang belum mendukung sepenuhnya adalah pihak – pihak dari kalangan militer.

Maka dari itu, sampai saat ini Pengadilan HAM dan KKR yang diwajibkan oleh UU

Otonomi Khusus untuk meminta pertanggungjawaban dari mereka yang terlibat belum terwujud

di papua. Padahal dua instansi ini di harapkan menjadi sarana untuk membongkar masalah

kejahatan terhadap kemanusiaan di papua.

Dengan demikian, membicarakan masalah papua saat ini yang paling penting adalah

(9)

pemerintah yang selalu membantah dan menutup mata atas terjadinya berbagai bentuk kekerasan

yang dilancarkan oleh anggota ABRI akan merugikan Indonesia sendiri. Selain itu, sikap merasa

tak pernah bersalah dari pemerintah Indonesia juga akan menjauhkan orang Papua dari

Indonesia.

Gambaran yang terpapar di atas adalah merupakan kenyataan – kenyataan yang pernah dialami oleh orang – orang papua. Dengan membuka seluruh pengalaman orang – orang papua untuk menjadi bagian darinya akan lebih memudahkan dalam mencari jalan keluar bagi

persoalan papua yang kini kian rumit. Singkatnya, peranan ABRI atau TNI dan polri di papua

sejak tahun 1960-an sampai tahun 2000 harus di buka. Sementara itu, seluruh pengalaman pahit

orang – orang papua harus diakomodasi pula di dalamnya sebagai bagian yang utuh.

Maka dari itu, pembentukan pengadilan HAM dan KKR di papua sebagaimana

diamatkan oleh UU Otonomi Khusus menjadi agenda mendesak di papua. Tanpa kedua sarana

itu, membicarakan masalah papua seperti jalan di tempat. Jika itu yang terjadi, kekecewaan dan

(10)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa masyarakat papua tidak di perlakukan

secara adil dan beradab. Karena banyak orang – orang papua yang menjadi korban dengan adanya operasi – operasi militer yang di lakukan oleh pihak - pihak TNI. Bagi orang –orang papua, operasi militer tersebut hanya mendatangkan kesengsaraan saja bagi mereka juga merupakan pelanggaran HAM berat.

B. Saran

Pemerintah harus segera menindak oknum – oknum TNI yang terlibat dalam masalah kekerasan yang terjadi di papua. Karena di takutkan akan ada lagi korban – korban` yang berjatuhan. Sehingga hal – hal yang seperti ini tidak akan terjadi lagi. Dan dapat menciptakan suasana papua yang aman dan tentram.

(11)

REFERENSI

Elisabeth,Adriana dan Muridan S.Widjojo.2004,”Pemetaan Peran Dan Kepentingan Aktor dalam Konflik Di Papua.Jakarta:LIPI.

Widjojo,Muridan S.2005,”Separatisme – Hak Asasi Manusia – Separatisme: Siklus Kekerasan di Papua, Indonesia” dalam Jurnal Hak Asasi Manusia Dignitas, Vol.III/No.1 Tahun 2005.

Referensi

Dokumen terkait

Aspek escape/avoidance ini paling dominan sebab apabila menggali riwayat hidupnya terlihat bahwa relasi dirinya dengan suami tidak berjalan dengan baik, pernikahan

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006, pejabat bea

Pengaruh waktu reaksi diikuti dengan GC berdasarkan penurunan kadar risinoleat dan kenaikan kadar DCO yaitu campuran linoleat (LA) yang masih bergabung dengan CLA (Linoleat/CLA)

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Dalam rangka pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan tersebut, Presiden dibantu oleh sebuah Dewan yang bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden

Gambaran Kandungan Zat Gizi Pada Beras Hitam (Oryza Sativa L.) Kultivar Pare Ambo Sulawesi Selatan, Skripsi S-1, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi,

Tampilan slide submenu KATALIS Berisi icon menu : menuju menu utama Tombol NEXT : menuju ke slide selanjutnya Tombol BACK : menuju ke slide sebelumnya Berisi gambar grafik

(2008) yang telah berhasil melapisi logam baja tahan karat 316L dengan senyawa apatit yang berasal dari tulang asli. Terdapat kelemahan dari kedua penelitian yang