• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL PERTANIAN. pdf JURNAL PERTANIAN. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL PERTANIAN. pdf JURNAL PERTANIAN. pdf"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM BAGI HASIL TERHADAP PENDAPATAN PETANI KARET DENGAN PETANI PENYADAP DI DESA SUNGAI KUNING KECAMATAN SINGINGI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

ABSTRAK ISRATI NIM: 1254201003

Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning Pekanbaru

Abstrak: Sistem Bagi Hasil Terhadap Pendapatan Petani Karet Dengan Petani Penyadap Di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi. Pembagian hasil juga akan berbeda antara petani yang memiliki lahan yang mengolah lahannya sendiri, dengan petani yang memiliki lahan dan mempekerjakan orang untuk menggarap lahannya. Dengan adanya sistem pembagian tersebut, maka hal ini tentu saja akan memberikan perbedaan pendapatan antara petani dengan dengan pemilik. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui apakah ada pengaruh dari sistem bagi hasil tersebut terhadap pendapatan petani karet dengan Petani Penyadap. Dengan adanya permasalahan tersebut, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah sistem bagi hasil ini mempengaurhi tingkat pendapatan petani karet dengan Petani Penyadap di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi? Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 350 Orang, dengan menggunakan rumus slovin, maka didapatkan jumlah sampel adalah 78 orang. Dari hasil peneltiain maka didapatkan bahwa pendapatan petani penyadap yang paling besar adalah pada saat diterapkannya sistem bagi hasil satu per tiga. Sedangkan Pendapatan petani pemilik lahan yang paling besar adalah pada saat penerapan sistem bagi hasil satu per dua.

Kata Kunci: Sistem Bagi Hasil, Pendapatan Petani Karet Pendahuluan

(2)

pendapatan dalam sektor pertanian. Pendapatan yang diterima oleh petani menentukan pola konsumsi dan tabungan petani.

Pertanian modern merupakan kegiatan usaha yang dilaksanakan atas dasar keterpaduan dalam sistem yang berorientasai pada pasar, memanfaatkan sumber daya manusia yang berkualitas, teknologi yang tepat guna yang berwawasan lingkungan yang didukung oleh kelembagaan yang kokoh.

Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan di Indonesia. Komoditas ini sudah dikenal dan dibudidayakan dalam kurun waktu yang relatif lama dari pada komoditas perkebunan lainnya. Sayangnya, posisi Indonesia yang pada awal pembudidayaan karet merupakan penghasil karet utama dunia sudah digantikan oleh Malaysia, yang sebenarnya belum lama dalam hal membudidayakan karet. Karet merupakan salah satu komoditas Perkebunan strategis tertentu" dengan artian Perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup (UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan)

Komoditi karet Riau masuk komoditi unggulan di Indonesia. Karena itu upaya agar pengembangan potensi investasi perkebunan karet harus dilakukan dan dikaji. Sehingga tradisi Riau sebagai provinsi penghasil karet di Tanah Air selain kelapa sawit tetap terjaga..

Riau adalah penghasil Karet terbesar di Indonesia sedangkan Indonesia sebagai negara Produsen Karet terbesar di Dunia. Karet merupakan komoditi unggulan Provinsi Riau di luar Migas. Provinsi Riau merupakan salah satu Provinsi yang berdekatan dan dilintasi oleh garis Ekuator atau garis Khatulistiwa. Hal ini menyebaban provinsi Riau memiliki potensi sumber daya perkebunan karet yang sangat potensial. Pada tahun 2009, jumlah produksi karet di Provinsi Riau adalah sebanyak (325. 109 ton), Pada tahun 2010, jumlah produksi karet di Provinsi Riau adalah sebanyak (365.199 ton), Pada tahun 2011, jumlah produksi karet di Provinsi Riau adalah sebanyak (396.181 ton), Pada tahun 2012, jumlah produksi karet di Provinsi Riau adalah sebanyak (350.477 ton), dan Pada tahun 2013, jumlah produksi karet di Provinsi Riau adalah sebanyak (354.257 ton). (Riau Dalam Angka 2014)

(3)

Tabel: Sebaran Penggunaan Lahan Untuk Perkebunan Karet Dan Produksi

Kabupaten/Kota Regency/City

Luas Lahan (Ha) Hasil Produksi Perkebunan (Ton)

(1) (2) (3)

1 Kuantan Singingi 146.474 71.149

2 Indragiri Hulu 61.372 44.661

3 Indragiri Hilir 5.369 3.552

4 Pelalawan 29.074 39.982

5 Siak 16.129 7.039

6 Kampar 101.966 75.484

7 Rokan Hulu 56.239 54.718

8 Bengkalis 37.86 21.408

9 Rokan Hilir 26.39 24.174

10 Kepulauan Meranti 19.11 9.438

11 Pekanbaru 2.926 588

12 Dumai 2.355 1.524

Jumlah/Total 505.264

Sumber:www.riau.bps.go.id, 2016

Berdasarkan pada tabel tersebut, maka luas lahan di kabupaten Kuansing adalah 146.474 (Ha), dengan hasil produksi 71.149 (ton). di kabupaten Indragiri Hulu adalah 61.372 (Ha), dengan hasil produksi 44.661 (ton). Luas lahan di Indragiri Hilir adalah 5.369 (Ha), dengan hasil produksi 3.552 (ton). luas lahan di Pelalawan adalah 29.074 (Ha), dengan hasil produksi 39.982 (ton). luas lahan di Siak adalah 16.129 (Ha), dengan hasil produksi 7.039 (ton). luas lahan di Kabupaten Kampar adalah 101.966 (Ha), dengan hasil produksi 75.484 (ton). Luas lahan di kabupaten Rokan Hulu adalah 56.239 (Ha), dengan hasil produksi 54.718 (ton). luas lahan di kabupaten Bengkalis adalah 37.86 (Ha), dengan hasil produksi 21.408 (ton). luas lahan di kabupaten Rokan Hilir adalah 26.39 (Ha), dengan hasil produksi 24.174 (ton). luas lahan di kabupaten Kepulauan Meranti adalah 19.11 (Ha), dengan hasil produksi 9.438 (ton). luas lahan di Kota Pekanbaru adalah 2.926 (Ha), dengan hasil produksi 588 (ton). luas lahan di Dumai adalah 2.355 (Ha), dengan hasil produksi 1.524 (ton).

(4)

Oleh karena itu dalam pembagian hasil juga akan berbeda antara petani yang memiliki lahan yang mengolah lahannya sendiri, dengan petani yang memiliki lahan dan mempekerjakan orang untuk menggarap lahannya tersebut. Pada Kabupaten Kampar terdapat bebearapa metode pembagian hasil karet antara petani dengan pemilik kebun, seperti 1 per 3 (artinya hasil kebun akan dibagi tiga, dan sebagian untuk pemilik lahan, sedangkan petani penggarap mendapatkan 3 bagian). 1 per 2 (artinya hasil kebun yang digarap akan dibagi sama rata, setelah dikeluarkan biaya operasional). dan lain-lain.

Dengan adanya sistem pembagian tersebut, maka hal ini tentu saja akan memberikan perbedaan pendapatan antara petani dengan dengan pemilik. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui apakah ada pengaruh dari sistem bagi hasil tersebut terhadap pendapatan petani karet dengan Petani Penyadap.

Berdasarkan pada pemaparan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pembagian hasil pada petani karet dengan Petani Penyadap. Oleh karena itu penelitian ini berjudul: “sistem bagi hasil terhadap pendapatan petani karet dengan Petani Penyadap di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi”

Dengan adanya permasalahan tersebut, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah sistem bagi hasil ini mempengaurhi tingkat pendapatan petani karet dengan Petani Penyadap di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi”

Landasan Teori

Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik di sekitar equator antara 10 LU dan 10 LS. Pertumbuhan tanaman karet sangat ideal bila ditanam pada ketinggian 0 – 200 m diatas permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Curah hujan berkisar antara 2500-4000 mm pertahun atau hari hujan berkisar antara 100 s/d 150 HH/tahun. Suhu harian yang cocok untuk tanaman karet rata-rata 25 – 30 C. Syarat lain yang dibutuhkan tanama karet adalah sinar matahari dengan intensitas yang cukup lama yaitu 5 –7 jam (Supijatno dan Iskandar, 1988)

Rahim dan Retno (2007) dalam Darwis (2009) usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat.

(5)

sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

Bagi hasil pertanian adalah suatu ikatan atau perjanjian kerja sama antara pemilik lahan dengan petani sebagai penggarap. Upah dari penggarapan lahan tersebut diambil atau diberikan dari hasil pertanian yang diusahakan, setelah selesai panen atau sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati ketika pertama kali mengadakan transaksi. Besarnya bagi hasil adalah besarnya upah yang diperoleh oleh setiap petani baik pemilik lahan maupun penggarap berdasarkan perjanjian atau kesepakatan bersama (Saptana 2002 dalam Irmayanti 2010).

Soekartawi (1995) dalam Valentina (2012), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jualnya. Penerimaan dapat diartikan sebagai nilai produk total dalam jangka waktu tertentu baik yang dipasarkan maupun tidak.

Soekartawi (1995) dalam Valentina (2012), pendapatan sebagai selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam suatu usahatani. Total penerimaan merupakan hasil perkalian dari jumlah produksi yang dihasilkan dengan nilai/harga produk tersebut, sedangkan total biaya adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam suatu usahatani.

Adapun hipotesis yang dapat dikemukan dalam penelitian ini dengan hipotesis sebagai berikut:

1. H0: Tidak terdapat perbedaaan pendapatan antara petani pemilik dengan

petani penyadap pada usahatani karet di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi

2. H1: terdapat perbedaaan pendapatan antara petani pemilik dengan petani

penyadap pada usahatani karet di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi

Metode Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pada petani karet yang ada di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi. Baik petani pemilik lahan, atau Petani Penyadap (penyadap) karet. Adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 350 Orang, yang terdiri dari petani karet (154 orang) dan Petani Penyadap (196 orang). Jadi berdasarkan rumus Slovin dapat diambil sampel dari populasi yang besar sebanyak 78 responden.

Untuk menentukan besaran sampel dari setiap petani karet dan petani penyadap, maka digunakan suatu satuan yang disebut (f) Sample Fraction yang bisa dicari dengan menggunakan rumus: (Umar: 2013)

=

(6)

Tabel 4.1: Jumlah Petani Penyadap dan Petani Karet di Kabupaten Kampar

Petani Populasi fi Sampel

Petani Pemilik Lahan Karet 154 0.44 34.32 34

Petani Penyadap 196 0.56 43.68 44

350 78

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani karet melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner atau daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. Data sekunder adalah data yang berasal dari instansi atau lembaga yang berhubungan dengan penelitian ini serta studi pustaka dari literature-literatur yang berhubungan dengan penelitian.

Data yang telah terkumpul selanjutnya ditabulasikan selanjutnya untuk dianalisis sehingga dapat menjawab sesuai permasalahan, tujuan penelitian serta hipotesis yang telah dirumuskan. (Salvatore, 2009)

= +

Keterangan:

TC : Biaya Total (Rp/Ha/Th) FC : Biaya Tetap (Rp/Ha/Th) VC : Biaya variabel (Rp/Ha/Th)

Pendapatan kotor usaha tani Kebun karet didapatkan dengan mengalikan antara harga produksi dengan harga jual, yaitu: (Salvatore, 2009)

= ×

Keterangan:

TR : Total Penerimaan (Rp/Ha/Th) Y : Jumlah Produksi (Kg/Ha/Th) Py : Harga Produksi (Rp/Kg)

Untuk menghitung biaya penyusustan alat digunakan metode garis lurus yang dikemukan oleh Darmansyah (1993), yaitu:

= −

Dimana:

D : Nilai Penyusutan Alat (Rp/Thn) Hb : Harga Beli (Rp/Unit)

Ns : Nilai Sisa (Rp/Unit)

(7)

Usia Ekonomis alat-alat diasumsikan selama dua (2) tahun (pisau sadap, wadah tampung, wadah kumpul) Sedangkan nilai sisa diperkirakan 20% Dari Harga baru.

Untuk menghitung pendapatan petani karet dan petani penyadap, maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:

= −

: Total Pendapatan (Rp/Ha/Th) TC : Biaya Total (Rp/Ha/Th) TR : Total Penerimaan (Rp/Ha/Th) Hasil Penelitian

Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh setiap penyadap karet dengan pemilik kebun karet sebenarnya tidaklah sama, hal ini tergantung dari kesepakatan antara pemilik lahan dengan penyadap. Pada sistem bagi hasil yang terdapat di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi ini tergolong menjadi tiga sistem, dengan rincian biaya tanggungan oleh masing-masing pihak berbeda-beda, yaitu sebagai berikut:

1. Sistem Bagi Hasil Satu Per Dua

Artinya semua hasil dari kebun karet dibagi sama rata (50%:50%), yang menjadi tanggungan dari pemilik lahan adalah sebagai berikut: Pajak Tanah, Pembersihan Kebun, Pupuk Kebun, Gerobak, Ember, Wadah Tampung. Sedangkan biaya operasional yang menjadi tanggungan penyadap adalah: Pisau Sadap, Sepatu Bot, Cuka Karet, Obat karet dan Biaya Lain.

Dari asumsi dasar pendapatan penjualan karet selama satu tahun mencapai Rp.36.000.000, Untuk petani penyadap mendapatkan uang dari hasil menyadap karet adalah sebanyak Rp.18.000.000; Sama halnya dengan jumlah uang yang dihasilkan oleh petani pemilik lahan, yaitu sebanyak Rp.18.000.000; Setelah dikurangi biaya yang menjadi tanggungan masing-masing pikak,maka pendapatan yang diterima oleh penyadap karet adalah Rp.17.170.000; Sedangkan besaran pendapatan untuk pemilik lahan adalah Rp.16433000

2. Sistem Bagi Hasil Satu per Tiga

Sistem bagi hasil satu per tiga ini ditetapkan dengan cara membagi hasil pertanian karet menjadi tiga bagian, baru kemudian dibagikan kepada pemilik lahan 1 bagian dan penyadap 2 bagian. Biaya operasional di tanggung oleh pemilik lahan, seperti pupuk, dan pajak tanah. Sedangkan biaya operasional yang menjadi tanggungan penyadap adalah: Pisau Sadap, Sepatu Bot, Cuka Karet, Obat karet, Biaya Lain, Pembersihan Kebun, Gerobak, Ember dan Wadah Tampung.

(8)

petani pemilik lahan adalah Rp.12.000.000;/tahun, sedangkan untuk penyadap karet mendapatkan Rp.24.000.000;/tahun. Setelah dikurangi biaya yang menjadi tanggungan masing-masing pikak,maka pendapatan yang diterima oleh penyadap karet adalah Rp22.195.000. Sedangkan besaran pendapatan untuk pemilik lahan adalah Rp.11.408.000;

3. Sistem Bagi Hasil Dua per Lima

Sistem bagi hasil dua per lima ini membagi hasil usaha tani karet menjadi lima bagian. Dua bagian untuk petani karet, dan tiga bagian untuk penyadap karet. Biaya operasional di tanggung oleh pemilik lahan, seperti biaya pembersihan, pupuk, pajak tanah, dan gerobak. Sedangkan biaya operasional yang menjadi tanggungan penyadap adalah: Pisau Sadap, Sepatu Bot, Cuka Karet, Obat karet, Biaya Lain, Ember, dan Wadah Tampung.

Dari asumsi dasar pendapatan penjualan karet selama satu tahun mencapai Rp.36.000.000, Jadi Jumlah pendapatan bersih yang diterima oleh petani pemilik lahan adalah Rp.14.400.000; Sedangkan untuk penyadap karet, maka mereka mendapatkan 3 bagian, yaitu Rp.21.600.000. Setelah dikurangi biaya yang menjadi tanggungan masing-masing pikak,maka pendapatan yang diterima oleh penyadap karet adalah Rp.20.345.000; Sedangkan besaran pendapatan untuk pemilik lahan adalah Rp.13.058.000;

Berdasarkan pada hasil pembagian hasil kebun karet antara pemilik lahan dengan petani penyadap, dengan beberapa sistem bagi hasil, maka peneliti mengambil sebuah kesimpulan bahwa terdapat pengaruh dari sistem bagi hasil yang diterapkan atau yang disepakati dengan jumlah pendapatan petani karet, baik petani penyadap atau pemilik lahan. Adapun perbedaan pendapatan yang dihasilkan dari masing-masing sistem bagi hasil dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel : Perbandingan Hasil Dari Masing-Masing Sistem Bagi Hasil Petani Karet

No Sistem Bagi Hasil Satu Per dua Satu Per Tiga Dua Per Lima Petani

1 Penyadap Rp.17.170.000; Rp.22.195.000; Rp.20.345.000; 2 Pemilik Lahan Rp.16.433.000; Rp.11.408.000; Rp.13.058.000; Sumber: Data Olahan, 2016

Berdasarkan pada tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani penyadap yang paling besar adalah pada saat diterapkannya sistem bagi hasil satu per tiga. Sedangkan Pendapatan petani pemilik lahan yang paling besar adalah pada saat penerapan sistem bagi hasil satu per dua.

Kesimpulan Dan Saran

(9)

1. Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh setiap penyadap karet dengan pemilik kebun karet sebenarnya tidaklah sama, hal ini tergantung dari kesepakatan antara pemilik lahan dengan penyadap. Pada sistem bagi hasil yang terdapat di Desa Sungai Kuning Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi ini tergolong menjadi tiga sistem, dengan rincian biaya tanggungan oleh masing-masing pihak berbeda-beda.

2. Berdasarkan pada hasil pembagian hasil kebun karet antara pemilik lahan dengan petani penyadap, dengan beberapa sistem bagi hasil, maka peneliti mengambil sebuah kesimpulan bahwa terdapat pengaruh dari sistem bagi hasil yang diterapkan atau yang disepakati dengan jumlah pendapatan petani karet, baik petani penyadap atau pemilik lahan. Maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani penyadap yang paling besar adalah pada saat diterapkannya sistem bagi hasil satu per tiga. Sedangkan Pendapatan petani pemilik lahan yang paling besar adalah pada saat penerapan sistem bagi hasil satu per dua.

Berangkat dari beberapa permasalahan yang terjadi dalam hubungan bagi hasil antara pemilik lahan dengan petani petani penyadap, maka saran yang diajukan adalah sebagai berikut:

a. Pemilik lahan seharusnya melakukan perubahan pola bagi hasil yang selama ini diterapkan dengan mempertimbangkan konstribusi biaya yang dikorbankan oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam sistem bagi hasil, terutama oleh petani petani penyadap;

b. Petani penyadap perlu berupaya untuk menegosiasikan kembali pola bagi hasil dengan pemilik lahan dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam sistem bagi hasil dengan mengacu pada proporsi biaya yang dikorbankan oleh masing-masing pihak yang terlibat.

c. Dalam melakukan perjanjian kerja sama, harus dilakukan penghitungan biaya yang dikorbankan masing-masing pihak, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam perjanjian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Pengaruh Penggosokan Benih dan Media Tanam Pada Perkecambahan Benih Karet (Havea brassiliensis). http://4m3one.wordpress.com. Diakses pada tanggal 20 Oktober, 2015

(10)

Abd Rahim dan Diah Retno Dwi Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian (Pengantar, Teori dan Kasus). Jakarta: Penebar Swadaya.

Djaenudin, D., Basuni, S. Hardjowigeno, H. Subagyo, M. Sukardi, Ismangun, Marsudi, N. Suharta, L. Hakim, Widagdo, J. Dai, V. Suwandi, S. Bachri, dan E.R. Jordens. 2011. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian dan Tanaman Kehutanan. Laporan Teknis No.7 Versi 1.0. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Ishak,Marenda.2008. Jurnal Penentuan Pemanfaatan Lahan “Kajian Land Use Planning dalam Pemanfaatan Lahan untuk Pertanian”. Bandung : Jurusan Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.

Irmayanti, 2010. Evolusi Agribisnis Menuju Modrenisasi Cakrawala Galuh Vol. II No. 9.

Isyanto, Agus. 2012. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Produksi pada Usahatani Padi di Kabupaten Ciamis. Cakrawala Galuh Vol. I No. 8 .

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.

Mukclis Muctar, 1999, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Agribisnis, Seminar Agribisnis, Padang.

Putra, G. P. 2013. Respon morfologi benih karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang Terhadap Pemberian Polyethylene Glycol (PEG) 6000 Dalam Penyimpanan Pada Dua Masa Pengeringan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

undang-undang Nomor 2 tahun 1960

Soekartawi, 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada.

Soekartawi, 2006. Agribisnis Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta.

Gambar

Tabel 4.1:Jumlah Petani Penyadap dan Petani Karet di Kabupaten

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kinerja Berbasis Budaya Spiritul dalam Rangka Pelayanan Prima Pada Studi Pada Kanwil Ditjen Pajak Jatim III dapat berjalan dengan baik.. Ucapan terima kasih

23 PEMANFAATAN PROGRAM GEOGEBRA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN PADA POKOK BAHASAN SEGITIGA DITINJAU DARI HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII Adi Suryobintoro,

Hopper adalah tempat untuk menempatkan material plastik, sebelum masuk ke barrel, biasanya untuk menjaga kelembapan material plastik, digunakan tempat penyimpanan khusus

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengambil suatu rumusan masalah yaitu bagaimana membuat perancangan sistem pengolahan data perawatan kendaraan

Petugas akuntansi pada tingkat UAKPA Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan yang terdiri dari Petugas Administrasi dan Petugas Verifikasi melaksanakan kegiatan sebagai berikut:. ƒ

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran guided inquiry terhadap kemampuan berpikir kritis dan retensi serta mengetahui hubungan