• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diplomasi yang Baik untuk Pedagang Kaki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Diplomasi yang Baik untuk Pedagang Kaki"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Diplomasi yang Baik untuk Pedagang Kaki Lima Diajukan untuk memenuhi tugas diplomasi, 22 desember 2014

Disusun oleh :

Nama : Jaka Pamungkas Effendi NPM : 180710120015

PROGRAM STUDI SASTRA RUSSIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

ABSTRAK

Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk terbanyak ke 3 setelah cina dan india. Indonesia meiliki pertumbuhan penduduk yang cenderung cepat dibanding angka kematian. Semakin banyaknya penduduk yang semakin meningkat yakni pada tahun 2014 mendekati 250 juta jiwa, membuat indonesia memiliki dampak yang negatif bagi kelangsungan hidup yakni semakin banyaknya angka pengangguran yang timbul dari dampak tersebut, dikarenakan ketimpangan yang terjadi antara kelahiran dan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, banyak orang yang berpindah dari kota-kota kecil ke kota-kota besar. Tidak hanya orang-orang yang produktif bahkan orang-orang tua pun banyak yang berpindah ke kota besar.

Apa yang menjadi penyebab hal ini terjadi? Tak lain adalah suatu pekerjaan. Pekerjaan menjadi suatu alasan orang-orang untuk berpindah ke kota-kota besar terutama Bandung ataupun Jakarta.Orang-orang mencari pekerjaan ke perusahaan-perusahaan ataupun ke tempat yang layak untuk bekerja, tetapi masalah lain timbul yaitu ketika orang-orang datang ke kota besar tanpa mengerti aturan ataupun undang-undang Perda dan menjadi pedagang kaki lima yang berjualan dimana-mana.

(3)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa, yang berkat rahmat dan karunianya serta nikmatnya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW, kepada saudaranya, sahabatnya, dan para pengikutnya semoga kita semua diberikan syafaat di hari pembalasan nanti.

Penulis mengucapakan banyak terima kasih, pertama-tama saya ucapakan terima kasih kepada kedua orang tua yang sampai saat ini selalu mendoakan dan memberikan semua keringatnya demi saya terutama dalam pendidikan, kemudia saya ucapakan terima kasih kepada dosen-dosen terutama dosen yang saya hormati pak Agus selaku dosen mata kuliah diplomasi atas ilmu dan bimbingannya sehingga makalah dapat selesai. yang telah diberi, kemudian ucapan terima kasih kepada dosen-dosen baik mata kuliah umum maupun jurusan, ucapan terima kasih kepada segenap pihak yang terlibat dalam kelancaran dalam melakukan penelitian dan penulisan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, baik secara teknis maupun mekanisme dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis mengucapakan maaf apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran ataupun kritik yang bersifat membangun untuk makalah ini terutama bertujuan untuk memajukan pendidikan tinggi.

Akhir kata dari saya semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dalam dunia pendidikan dan pengetahuan sehingga diharapkan kita lebih peka terhadap permasalahan dan tentunya memperluas wawasan. Wassalamuaialkum WR. WB.

Jatinangor, 22 desember 2014

(4)

ABSTAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... I. BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang... I.2 Rumusan masalah... I.3 Metode penelitian... I.4 Manfaat penelitian... I.5 Kajian teori... II. BAB II PEMBAHASAN

II.1Pedagang Kaki Lima... II.2Dampak yang Ditimbulkan dengan adanya PKL... II.3Peraturan Daerah ataupun Peraturan tentang

PKL... II.4PKL Permasalahannya terhadap Pembangunan... II.5Pedagang Kaki Lima dan Hak Pejalan Kaki... II.6Diplomasi yang Digunakan Pemerintah terkait Pedagang Kaki Lima... II.7Diplomasi yang Tepat yang sebaiknya diterapkan untuk Pedagang Kaki

Lima... III. BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan... ....

III.2 Saran... ....

IV. BAB IV DAFTAR PUSTAKA IV.1 Daftar

Pustaka...

(5)

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia menduduki urutan ke 3 sebagai penduduk tebanyak di dunia setelah cina dan india, pertumban penduduku indonesia cenderung lebih cepat dari pada penduduk negara lainnya di asia tenggara. Pertumbuhan penduduk yang tak terkendali membuat indonesia mempunyai banyak masalah. Salah satunya adalah semakin membludaknya orang-orang berpindah ke kota-kota besar dan bertujuan untuk menjadi pedagang kaki lima.

Pemerintah harus berperan aktif dalam menghadapi masalah ini karena semakin hari semakin banyak .

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Kenapa PKL sangat menjamur di kota-kota besar? 2. Apakah dampak yang ditimbulkan?

3. Bagaimana cara menanggulangi hal demikian?

1.3 METODE PENELITIAN

Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan daftar pustaka, yakni dengan pencarian dari buku dan internet untuk mengkaji teori-teori, dan dari pengalaman langsung dengan PKL yang untuk mengatasi pemecahan masalah yang baik.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian dari tugas ini diharapkan dapat menjadi suatu acuan ataupun dasar untuk melukakan suatu diplomasi-diplomasi yang tepat untuk menanggulangi permaslahan pedagang kaki lima yang telah menjamur di kota-kota besar.

1.5 KAJIAN TEORI

(6)

keberadaan PKL ini sesuatu yang menguntungkan atau merugikan? Permasalahan PKL menjadi menarik, karena PKL menjadi sebuah dilema tersendiri bagi pemerintah. Di satu sisi PKL sering mengganggu tata ruang kota, disisi lain PKL menjalankan peran sebagai Shadow Economy. Namun, jika mengingat bahwa kontribusi PKL sangat besar bagi semua kalangan masyarakat, keberadaannya sangat membantu masyarakat terutama saat-saat kondisi tertentu. Oleh sebab itu diharapkan pemerintah dapat memberikan solusi yang terbaik dalam mengatasi masalah Pedagang Kaki Lima yang ada di Indonesia terutama di wilayah perkotaan.

BAB II PEMBAHASAN

(7)

Pedagang Kaki Lima yang biasa disebut PKL akhir-akhir ini sangat mennjamur di kota-kota besar seperti Jakarta,Surabaya, bahkan Bandung. Tidak terkendalinya PKL ini membuat tatanan kota layaknya tidak rapi bahkan berantakan. Seakan pedagang berseliweran dimana-mana menjajakan dagangannya kepada konsumen.

Pedagang kaki lima kebanyakan orang-orang pindahan yang bukan berasal dari kota yang mereka jajakan dagangannya. Mereka datang berbondong-bondong untuk mencari rezeki di kota-kota besar. Orang tua ataupun anak muda pun datang ke kota-kota besar Ada pendapat yang menggunakan istilah PKL untuk pedagang yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" Bondan (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki yang seindah dan seenak ceker ayam ).

Menghubungkan jumlah kaki dan roda dengan istilah kaki lima adalah pendapat yang mengada-ada dan tidak sesuai dengan sejarah. Pedagang bergerobak yang 'mangkal' secara statis adalah fenomena yang cukup baru (sekitar 1980-an), sebelumnya PKL didominasi oleh pedagang pikulan (penjual cendol, pedagang kerak telor) dan gelaran (seperti tukang obat jalanan).

Salah kaprah terus berlangsung, hingga saat ini istilah PKL juga digunakan untuk semua pedagang, termasuk para pemilik rumah makan yang menggunakan tenda dengan mengkooptasi jalur pejalan kaki maupun jalur kendaraan bermotor.

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.

Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki.

(8)

Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat murah daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya di sekitar rumah mereka.

Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi suatu permasalahan yang sangat fenomenal saat ini khusus nya di kota-kota besar di indonesia. Berkembangnya PKL dipicu oleh gagalnya pemerintah membangun ekonomi, hal ini dapat terlihat dari rendah dan lambatnya pertumbuhan ekonomi, tidak berkembangnya usaha–usaha di sektor riil yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran. Meskipun PKL memberi kesan yang kotor, kumuh, dan merusak keindahan kota, namun PKL sebenarnya memiliki pengaruh yang besar bagi pertumbuhan ekonomi kota, serta keberadaan PKL sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal ini yang membuat permasalahan PKL menjadi sebuah dilema tersendiri bagi pemerintah. Sampai saat ini belum ada solusi yang terbaik, baik bagi PKL, pemerintah, ataupun masyarakat. Dengan demikian permasalahan PKL menjadi menarik untuk dikaji dan diharapkan pemerintah dapat memberikan solusi yang terbaik dalam mengatasi masalah PKL yang ada di Indonesia terutama di wilayah perkotaan

2.2 Dampak yang Ditimbulkan dengan adanya PKL.

Pedagang kaki lima (PKL) di beberapa kota besar identik dengan masalah kemacetan arus lalu lintas, karena PKL memanfaatkan kelompok pedagang itu memanfaatkan trotoar sebagai media berdagang.

Kelompok ini pun kerap diusir dan dikejar petugas karena mempergunakan lahan bisnis tidak sesuai dengan tata ruang perkotaan.Akan tetapi, bagi sebagian kelompok masyarakat, PKL justru menjadi solusi mereka karena menyediakan harga lebih miring. Lihat saja, bagi mereka yang berpendapatan cekak pedagang kaki lima adalah pilihan.

(9)

kontroversial dilihat dari kaca mata sosial. Setiap hari mereka ulet berjuang untuk menghidupi keluarga, sembari kucing-kucingan dengan aparat. Akankah perjuangan itu harus dilalui sepanjang hari, minggu, bulan, bahkan sampai bertahun-tahun?

2.3 Peraturan Daerah ataupun Undang-Undang tentang PKL.

Ketentuan ini diatur dalam peraturan perundang-undangan yang tertinggi yaitu UUD

45. Diantaranya adalah :

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pasal 33 UUD 45 :

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh Negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(10)

(1) Fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh Negara (2) Negara mengembangkan system jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Demikianlah kira-kira peraturan yanr terkait Pedagang Kaki Lima. Jika memang benar di zaman Belanda dulu Pedagang Kaki Lima sudah banyak bertebaran di trotoar-trotoar tepi jalan dan tidak dilarang untuk berjualan selama mampu menjaga ketertiban dan kebersihan, lalu kenapa sekarang banyak sekali pelarangan-pelarangan Pedagang Kaki Lima di Indonesia? Agaknya pihak yang melarang itu perlu membaca sejarah kembali sehingga ia tahu perlakuannya kepada PKL tidak lebih baik dibanding para penjajah Belanda di zaman dahulu.

Dengan adanya pengaturan mengenai tanggung jawab pemerintah dalam UUD 45, hal ini menunjukkan bahwa Negara kita adalah Negara hukum. Segala hal yang berkaitan dengan kewenangan, tanggung jawab, kewajiban, dan hak serta sanksi semuanya diatur oleh hukum. Akan tetapi ternyata ketentuan-ketentuan diatas hanya berkutat pada kertas saja. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai tanggung jawab pemerintah dalam bidang pendidikan, perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan belum pernah terealisasi secara sempurna. Hal ini dapat dibuktikan dengan besarnya jumlah rakyat miskin di Indonesia. Kemiskinan ini diakibatkan oleh tidak adanya pemerataan kemajuan perekonomian, peningkatan kualitas pendidikan dan penyediaan lapangan pekerjaan oleh pemerintah.

2.4 PKL Permasalahannya terhadap Pembangunan

(11)

teknologi maju, bersifat padat modal, dan mendapat perlindungan pemerintah, sektor informal lebih banyak ditangani masyarakat golongan bawah. Sektor informal dikenal juga dengan ‘ekonomi bawah tanah’ (underground economy). Sektor ini diartikan sebagai unit-unit usaha yang tidak atau sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah. Sektor informal ini umumnya berupa usaha berskala kecil, dengan modal, ruang lingkup, dan pengembangan yang terbatas.

Permasalahan ini timbul diakibatkan oleh adanya watak atau mental para birokrat di Indonesia yang korup. Sudah banyak sekali dana baik itu dari RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daearah) atau bantuan dari Negara-negara maju didalam menuntaskan masalah kemiskinan. Dana-dana tersebut banyak yang tidak jelas penggunaannya, banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang penggunaannya hanya untuk memperkaya para pihak birokrat saja. Oleh karena itu, sangat wajar sekali fenomena PKL ini merupakan imbas dari semakin banyaknya jumlah rakyat miskin di Indonesia. Mereka berdagang hanya karena tidak ada pilihan lain, mereka tidak memiliki kemampuan pendidikan yang memadai, dan tidak memiliki tingkat pendapatan ekonomi yang baik dan tidak adanyanya lapangan pekerjaan yang tersedia buat mereka. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk membiayai keluarganya ia harus berdagang di kaki lima . mereka memilih berdagang di kaki lima karena pekerjaan ini sesuai dengan kemampuan mereka, yaitu modalnya tidak besar, tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi, dan mudah untuk di kerjakan.

(12)

pendapatan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya.

Namun, Di sisi lain PKL mempunyai dampak negatif terhadap pembangunan khususnya pembangunan di wilayah perkotaan. Mc. Gee dan Yeung (1977:40-44) menyatakan bahwa aktivitas pelaku usaha sektor informal/PKL atau disebut dengan “hawkers”, sering kali menimbulkan permasalahan dengan tata ruang kota. Pedagang Kaki Lima (PKL) dianggap menghambat pelaksanaan pembangunan dan merusak keindahan tata

ruang kota.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah untuk mengatasi permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL). Pemerintah berupaya untuk menertibkan para PKL dengan mengeluarkan berbagai kebijakan. Hal ini bertujuan agar terciptanya keindahan tata ruang kota dan kelancaran proses pelaksanaan pembangunan di wilayah perkotaan. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Banyumas, Nungki, mengatakan bahwa penertiban dilakukan karena keberadaan para PKL melanggar aturan. Kios-kios PKL dinilai telah mengurangi hak pejalan kaki dan keindahan kota. Tetapi sayangnya, kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah justru cenderung menimbulkan konflik dan berbagai permasalahan baru. Dampak yang paling signifikan yang dirasakan oleh PKL adalah seringnya PKL menjadi korban penggusuran oleh para Satpol PP serta banyaknya kerugian yang dialami oleh PKL tersebut, baik kerugian materil maupun kerugian non materil. Seperti contoh Penertiban PKL di Pasar Wage dan Jl Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah, yang berakhir dengan bentrokan. Para PKL, pria dan wanita, melempari puluhan Satpol PP yang melakukan penertiban kios mereka. Para pedagang kaki lima (PKL) terus mencoba mempertahankan barang dagangan agar tidak dibawa Satpol PP. Mereka juga melontarkan caci maki kepada para anggota Satpol PP. Mereka mengatakan penertiban tersebut tidak manusiawi karena tidak memberikan solusi atau relokasi lahan.

(13)

sebagai pedagang kaki lima? Kenapa bukan pedagang kaki tiga atau pedagang kaki seribu? Kenapa mereka dipandang sebagai bagian dari masalah (part of problem) atau penimbul masalah (trouble maker)? Seandainya pencipta nama PKL ini masih hidup, pasti dia ikut juga menangis terisak-isak bersama PKL yang tergusur. Mengapa tidak? Mereka juga memiliki hati. Hati mereka juga teriris dan miris menyaksikan bentrokan yang terlalu sering antara PKL dengan aparat pemerintah. Menonton tayangan TV hampir setiap hari atau membaca media cetak dimana sarana usaha PKL diporak-porandakan oleh Satpol PP.

Pedagang Kaki Lima (PKL) timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata diseluruh NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia ) ini. Pedagang Kaki Lima (PKL) ini juga timbul dari akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab didalam melaksanakan pembangunan bidang pendidikan, bidang perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan

2.5 Pedagang Kaki Lima dan Hak Pejalan Kaki

Permasalahan pedagang kaki lima sepertinya tidak pernah selesai-selesai. Kalau kita melihat di media televisi atau media cetak berita penertiban PKL dari tahun ke tahun selalu ada. Tidak sedikit kadang pedagang kaki lima di posisikan sebagai korban tertindas dan sebagai orang kecil. Memang mungkin betul ada beberapa yang merupakan pedagang kecil tetapi tidak sedikit juga yang sudah merupakan bisnis yang bisa menghasilkan pendapatan yang menggiurkan.

Memang pedagang kaki lima tidak jarang menimbulkan kesan kekumuhan dan kesemerawutan. Dengan tenda yang berwarna warni bahkan kadang ada yang sudah warnanya sudah kusam, atau dalam bentuk gerobak yang bermacam-macam ukuran. Kadang lalu lintas menjadi terganggu juga karena jalan tertutup oleh para pedagang kaki lima. Perjalanan menjadi lebih lama dan menjadi salah satu sumber pemborosan bbm.

(14)

mereka mendirikan tenda atau menyimpan gerobak atau barang jualannya kadang tidak memberikan jalan buat para pejalan kaki. Sehingga para pejalan kaki harus dengan terpaksa jalan naik turun trotoar atau bahkan berjalan di pinggir jalan aspal yang kadang juga ramai dengan kendaraan yang lalu lalang, sehingga akan membahayakan para pejalan kaki. Para pejalan kaki juga tidak sedikit yang merupakan orang-orang kecil dan perlu perhatian. Jadi kalau para pedagang kaki lima merasa menjadi orang kecil yang seolah tidak boleh ditertibkan, kami para pejalan kaki yang saya yakin banyak juga sebagai orang kecil juga memerlukan perhatian dan kami ingin nyaman berjalan di trotoar yang hak-haknya diserobot oleh para pedagang kaki lima. Mungkin para PKL sebaiknya bersedia untuk ditertibkan dan memberikan hak-hak kami sebagai pejalan kaki. Atau mungkin kita perlu juga mendirikan asosiasi para pejalan kaki sebagai mana para PKL mempunyai asosiasinya. Karena siapa tahu kalau ada asosiasi para pejalan kaki hak-hak pejalan kaki untuk berjalan nyaman di trotoar dapat diperhatikan oleh yang berwenang mengurus hal tersebut dan para PKL sendiri.

2.6 Diplomasi yang digunakan Pemerintah terkait untuk menanggulangi Pedagang Kaki Lima

Akhir-akhir ini berbagai institusi, baik pemerintah maupun swasta mulai memberi perhatian bagi kelangsungan bisnis pedagang kaki lima, salah satunya Kementerian negara

Koperasi dan UKM.

Ikhwan Asrin, Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, menyatakan PKL dalam visi instansi itu adalah pengusaha tangguh yang harus dihargai.

"Mereka harus dihargai karena perjuangannya luar biasa. Tidak pernah menerima permodalan dari pemerintah maupun perbankan, akan tetapi bisa survive," tegas Ikhwan.

(15)

Kementerian Koperasi telah menginstruksikan penggantian istilah itu kepada pimpinan dinas terkait maupun kabupaten/kota.

Penyediaan lahan

Selain pengubahan istilah, pejabat daerah juga diminta menyediakan lahan bagi mereka. Dampak jangka panjangnya menampung tenaga kerja tambahan nonformal sebagai tenaga lepas ataupun menambah pendapatan asli daerah dari retribusi PKL dan parkir. Program semacam ini mulai dilaksanakan di Sumbar. Untuk ketertiban dan mencuatkan kesan profesional, pemerintah setempat meregistrasi calon-calon pedagang yang akan menempati

areal baru.

Sementara itu, Koperasi Properti Usaha Kecil Menengah Indonesia (Kopukmi) di Pusat Grosir Cililitan (PGC) mengorganisasikan 130 PKL di sekitar bekas Gedung Ramayana Blok M untuk menempati lantai dasar WRS Bazar Center, nama baru Ramayana. Kelompok itu sebelumnya berkeliaran, kini tertib di lantai tanpa fasilitas pendingin ruangan. Namun, Kopukmi belum menggunakan pedagang kreatif lapangan.

Rizal Mulyana, Ketua Kopukmi dan juga Direktur Operasional PT Wahana Rezeki Semesta (WRS), menuturkan lokasi bagi pedagang merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah. Dengan misi peningkatan kualitas hidup PKL, sebelumnya berdagang di jalanan dan dianggap momok karena berbaur dengan preman, temyata masih bisa dibina. "Mereka hanya berupaya mencari uang demi hidup keluarga."

Dari Surabaya, Braman Setyo, Kepala Dinas UKM Jawa Timur, beru paya menciptakan lingkungan koi.-dusif bagi lokasi PKL dengan membuat klaster PKL di kabupaten/kota Jatim. Dia mengaku tidak malu mengadopsi model yang sukses diterapkan Kota Manado dalam menata PKL. Kota di Sulut ini telah menciptakan suasana nyaman dalam penanganan pedagang kaki lima karena mereka tak lagi berkeliaran, (ginting.-munthebisnis.co.id)

(16)

kurangnya ketersediaan lapangan kerja dan sarana prasarana dalam jumlah yang banyak, sehingga banyak masyarakat bawah mengambil alternatif untuk berprofesi sebagai PKL. Selama ini, banyak kota-kota telah gagal menghasilkan solusi bagi masalah PKL. Isu PKL kerap menjadi polemik dan tidak jarang menjadi sumber konflik laten dan mengundang adanya tindakan anarkis. Jika pemerintah daerah bersikap keras terhadap PKL, mereka akan dituduh sebagai represif dan tidak pro-rakyat miskin, sementara jika PKL dibiarkan merajalela tak terkendali, pemerintah daerah dicap sebagai lemah dan tidak tegas. Berdasarkan pengamatan terhadap praktik kebijakan perkotaan terhadap PKL selama ini, ada beberapa alasan yang membuat banyak kota-kota gagal mengelola PKL dengan baik. Alasan pertama terkait dengan sikap dan perspektif yang ambivalen, alasan yang kedua menyangkut pemahaman akan persoalan dan akurasi data, alasan ketiga menyangkut ketidakjelasan orang atau lembaga apa yang bertanggung jawab mengelola PKL, alasan ke empat adalah kurangnya interaksi antara komunitas PKL dengan pengambil keputusan. Alasan pertama yang terkait dengan sikap dan perspektif yang ambivalen, di satu sisi keberadaan PKL dianggap sebagai penyelamat karena telah menyediakan lapangan kerja, memberikan kemudahan bagi warga untuk mendapatkan barang dengan harga murah, menambah daya tarik kota, dan membuat kota menjadi hidup. Kontrasnya, PKL juga diangggap sebagai ‘penyakit’ yang membuat kota menjadi semrawut dan kotor. Persoalannya, pemerintah daerah umumnya tidak mampu keluar dari situasi ambilvalensi ini sehingga tidak tahu lagi apakah kebijakan yang harus menyesuaikan diri dengan perkembangan PKL ataukah PKL yang harus beradaptasi dengan kebijakan penataan kota yang sudah ada. Alasan fundamental lain menyangkut pemahaman akan persoalan dan akurasi data. Salah satu hambatan yang dihadapi dalam mengatasi masalah PKL di perkotaan adalah tidak tersedianya statistik di tingkat kota yang lengkap, terbarui, dan konsisten. Bahkan banyak kota-kota yang tidak memiliki data paling mendasar seperti berapa jumlah PKL yang ada di wilayahnya pada suatu masa. Jika pemerintah tidak mengetahui berapa jumlah PKL, siapa mereka, dan tidak pula memahami bagaimana sistem kehidupan yang dijalani PKL, akan sulit bagi pemerintah untuk mendefinisikan apa masalah riil yang terkait dengan PKL, dan akibatnya, akan sulit untuk merumuskan solusi yang tepat dan efektif. Ketiadaan data dan informasi ini juga membuat banyak pemerintah daerah cenderung menyepelekan keberadaan

PKL serta membuat kebijakan menjadi salah sasaran.

(17)

unit pemberdayaan PKL yang biasanya merupakan satu bagian di bawah dinas atau badan pengembangan usaha kecil dan koperasi. Sementara tugas lain adalah tugas penertiban PKL, yang biasanya menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari lembaga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Tanpa kepemimpinan yang kuat dari kepala daerah yang bisa menjalankan fungsi koordinasi, situasi ini ini mendorong upaya pengelolaan PKL menjadi

sepotong-sepotong, ad hoc, dan tidak konsisten.

Alasan yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya interaksi antara komunitas PKL dengan pengambil keputusan, baik dari kalangan birokrasi maupun dengan politisi. Di Banyak kota, upaya penanganan masalah PKL sering membuat situasi memburuk, bukan sebaliknya. Salah satu sebabnya adalah karena kebijakan tersebut tidak memperoleh legitimasi dan dukungan dari komunitas PKL itu sendiri. Sampai saai ini, pemerintah belum sampai mengajak PKL untuk bersama-sama menata kota. Padahal, sesungguhnya seluruh elemen masyarakat harus dilibatkan dalam membuat sebuah kebijakan serta pendapat masyarakat dalam hal ini PKL sudah seharusnya didengar oleh pemerintah khususnya dalam pembuatan kebijakan mengenai keindahan tata ruang kota. Direktur YLBHI-LBH Semarang Siti Rakhma Mary Herwati mengatakan bahwa sebetulnya PKL mau ditata, namun, kalau cara yang dilakukan sewenang-wenang dan tidak manusiawi, tentu akan ada penolakan.

Untuk itu, perlu diskusi intens dari hati ke hati.

2.7 Diplomasi yang Tepat yang sebaiknya diterapkan untuk Pedagang Kaki Lima

Ada dua tipe diplomasi yang dapat diterapka untuk pedagang kaki lima, dan kedua tipe ini harus berkesinambungan, bila tidak ada salah satunya akan tidak saling menopang satu sama lain

Kedua diplomasi tersebut adalah ; - Diplomasi Preventif - Diplomasi Budaya

1. Diplomasi Preventive

(18)

Dunia ini memerlukan peacemaking, peacekeeping dan peacebuilding berdasarkan agenda yang dikemukakan oleh sekretaris jenderal PBB yakni Boutros Ghali, PBB mempunyai agenda yang disebut dengan “An Agenda for Peace”. Di dalam agenda untuk menjaga perdamaian diperlukan adanya diplomasi preventif.

Diplomasi preventif ada atau muncul setelah perang dingin atau diawal abad ke 20. Diplomasi ini banyak dilakukan oleh negara-negara dunia ketiga yakni negara yang merdeka dan diakui kedaulatannya setelah perang dingin, dan dilakukan untuk mencegah berbagai konflik yang berpotensi perang senjata. Diplomasi preventif secara umum digunakan untuk mencegah keterlibatan negara-negara super power atau negara-negara besar dalam sebuah konflik lokal maupun regional, karena negara-negara yang sedang berkonflik ingin menyeleseikan masalahnya secara mandiri.

Mengenai definisi dari diplomasi preventif sendiri juga banyak ilmuan yang turut menyumbangkan konsepnya untuk kelancaran studi diplomasi preventif. Seperti Michael G.Roskin dan Nicholas O.Berry dalam bukunya The New World of International Relations, lebih memandang diplomasi prefentif sebagai : Upaya-upaya pihak ketiga untuk meredam sengketa sebelum menjadi kekerasan.3 Selain itu dalam buku “International Relations: the changingcontours of power”, Donald M.Snow dan Eugene Brown menyatakan bahwa: diplomasi preventif merujuk pada inisiatif diplomatik yang diambil untuk membujuk pihak-pihak yang memiliki potensi untuk berperang agar tidak terlibat dalam permusuhan.

Dari pihak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mengungkapkan bahwa definisi dari diplomasi preventif ialah sebuah langkah metode resolusi perselisihan secara damai seperti yang disebutkan dalam Artikel 33 piagam PBB yang diterapkan sebelum perselisihan melewati ambang batas untuk memicu konflik. menurut PBB diplomasi preventif juga merupakan tindakan mencegah sengketa agar tidak muncul, untuk mencegah sengketa yang ada dari kemungkinan semakin meningkat menjadi konflik dan untuk membatasi penyebaran konflik apabila telah terjadi.

(19)

1. Larangan menggunakan kekerasan 2. Penyelesaian perselisihan secara damai

Selain itu SL Roy dalam buku “Diplomasi” juga menyebutkan diplomasi preventif yakni hasil adri pemikiran negara-negara pada masa perang dingin yang tidak ingin terlibat dengan dua kekuatan yakni Amerika dan Uni Soveit yang meminta perlindungan pada PBB.Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa diplomasi preventif ialah diplomasi yang memiliki upaya untuk mencegah adanya perang baik yang dilakukan oleh negara yang memiliki power maupun negara yang tidak memiliki power.

Diplomasi preventif ada dan dilakukan karena menurut Mochamad Bedjaoui diplomasi ini memiliki 3 tujuan utama yakni:

1. Mencegah konflik antar pemerintah dan kelompok minoritas dalam suatu negara, 2. Mencegah perselisihan dan konflik secara terbuka,

3. Mencegah penyebaran konflik sekecil-kecilnya apabila terjadi konflik..

2. Diplomasi Budaya

Diplomasi budaya atau culture diplomacy diperkenalkan Samendra Lal Roy dalam bukunya yang berjudul Diplomasi (1995) sebagai kegiatan diplomasi dengan aksi kultural. Namun istilah diplomasi budaya dianggap lebih sederhana untuk memberi pengertian diplomasi dengan menggunakan kegiatan-kegiatan budaya seperti halnya pengiriman misi kesenian ke negara lain untuk menimbulkan dan memperoleh kesan atau citra baik.

Diplomasi budaya dimaksudkan untuk meningkatkan image building dan nation branding suatu negara di luar negeri sebagai bangsa yang memiliki tingkat kebudayaan yang tinggi. Secara garis besar, diplomasi budaya merupakan suatu usaha untuk memperjuangkan kepentingan nasional suatu negara melalui kebudayaan, melalui sarana olahraga dan kesenian yang secara kasat mata dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi, ataupun militer.

(20)

masyarakat yang memiliki latar belakang budaya berbeda. Sebagai contoh John F. Kennedy pada tahun 1960-1963 menggunakan media kebudayaan untuk mendukung diplomasi politiknya, dengan mengirimkan relawan yang memiliki keahlian di bidang pendidikan, olahraga dan seni, terutama seni musik, ke banyak negara berkembang yang dikenal dengan nama “Peace Corps”.

Dari kedua diplomasi tersebut dapat dikatakan bahwa itu merupakan diplomasi yang sangat tepat untuk diterapka di Indonesia ini bilamana kedua diplomasi tersebut bersama-sama diterapkan, mengingat bahwa budaya pun mempengaruhi perilaku perilaku setiap orang begitu pula pada perkembangan negara Indonesia ini.

Pemerintah harus melakukan diplomasi-diplomasi preventif terhadap pedagang kaki lima agar mencapai keuntungan satu sama lain, dan tidak adanya belah pihak yang dirugikan, begitu pula dengan disisipkannya diplomasi-diplomasi budaya agar tidak adanya kedua belah pihak yang dirugikan.

BAB III PENUTUP

(21)

Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya. Pedagang Kaki Lima dipandang sebagai bagian dari masalah (part of problem) atau penimbul masalah (trouble maker) karena keberadaan PKL dituduh sebagai biang keladi kesemrawutan kota dan kemacetan lalu lintas.

Meskipun PKL memberi kesan yang kotor, kumuh, dan merusak keindahan kota, namun PKL sebenarnya memiliki pengaruh yang besar bagi pertumbuhan ekonomi kota, serta keberadaan PKL sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya masyarakat ekonomi lemah.

Saran

Pembangunan seharusnya dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah tertentu serta disesuaikan dengan tingkat kemampuan masyarakatnya. Pemerintah dan PKL bekerjasama dalam menentukan kebijakan mengenai keindahan tata ruang kota agar pembangunan yang diharapkan dapat terwujud dengan damai serta kedua belah pihak baik pemerintah maupun PKL tidak ada yang merasa dirugikan. Pemerintah harus melakukan diplomasi-diplomasi preventif terhadap pedagang kaki lima agar mencapai keuntungan satu sama lain, dan tidak adanya belah pihak yang dirugikan, begitu pula dengan disisipkannya diplomasi-diplomasi budaya agar tidak adanya kedua belah pihak yang dirugikan

DAFTAR PUSTAKA

Riyadi, dkk., 2005, Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah, cetakan ke-3, Penerbit: Gramedia Pustaka, Jakarta.

(22)

Brahmatyo, Noor, 2008, analisis investasi (belanja modal) sektor publik pemerintah darah, cetakan pertama, jogja.

http://fiannesa.blogspot.com/2011/07/pkl-dan-permasalahannya-terhadap.html

https://donynicko.wordpress.com/2013/03/06/diplomasi/

Referensi

Dokumen terkait

Audio-visual tidak murni ini biasa disebut juga dengan audio-visual diam plus suara merupakan media yang menampilkan suara serta gambar diam, contoh seperti Sound slide (Film

Penelitian ini mengkaji peresapan air kedalam tanah / infiltrasi akibat perubahan penggunaan atau tata guna lahan dari daerah resapan ke daerah pengembangan di bukit

Usaha Jaya Karya Makmur, menurut pertimbangan hakim bahwa aktivitias yang dilakukan tergugat 1 tidak membuat kerusakan pada bangunan rumah warga tersebut, akan

Melalui tanya jawab via Whatssapp , siswa dapat menyebutkan isi teks yang dikirm guru melalui whatssapp, berkaitan dengan lingkungan sehat menggunakan bahasa lisan (dapat

Dengan demikian anak luar kawin dalam arti sempit adalah anak yang dilahirkan dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas maka dapat diajukan permasalahannya dalam penelitian ini yaitu belum adanya pengkajian tentang jenis-jenis

Hasil penelitian menunjukkan bhwa penambahan tepung wortel dalam pakan berpengaruh nyata terhadap peningkatan kecerahan warna ikan mas koki, namun tidak memberikan pengaruh

Dalam kegiatan promosi Perusahaau Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Syariah untuk menarik minat masyarakat adalah melalui media periklauan