• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu Global Kontemporer tentang Perempuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Isu Global Kontemporer tentang Perempuan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bahan Presentasi Kelompok 8 Oleh:

1. Putri Larasati (11141130000043) 2. Widya Astri Bahtiar (11141130000075) 3. Yusti Winduningsih (11141130000084)

Perempuan dan Anak-anak A. Latar Belakang

Perempuan dan anak-anak di era globalisasi masih tetap merupakan isu yang sangat penting sekalipun Perang Dingin telah berakhir lebih dari dua dekade yang lalu. Mendiskusikan isu perempuan dan anak-anak tidak hanya bicara tentang keamanan ‘negara’ melainkan juga berkaitan dengan keamanan ‘manusia’. Keamanan manusia juga berkaitan di dalamnya dengan perdagangan dan perbudakan. Perjalanan sejarah menjelaskan bahwa perdagangan manusia berakar pada zaman kerajaan dan juga kolonialsme yang dikenal dengan era perbudakan. Perbudakan itu dipandang sebagai konsekuensi logis dari penjajahan dan kekuasaan pemimpin yang membutuhkan sumber daya manusia untuk kepentingan negara atau dinastinya. Dengan demikian, perbudakan telah menjadi sebuah isu yang lazim dari resiko penjajahan itu sendiri.

Perdagangan dan perbudakan manusia adalah kegiatan mencari, mengirim, memindahkan atau menerima tenaga kerja dengan ancaman, kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya. Bentuk-bentuk pemaksaan itu antara lain adalah menipu, menculik, memperdaya, membujuk, memanfaatkan ketidaktahuan serta ketidakberdayaan dan tidak adanya perlindungan terhadap korban atau dengan memberikan atau menerima bayaran atau imbalan untuk mendapatkan izin atau persetujuan dari orang tua, wali atau orang yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk mengeksploitasi. Kejahatan kepada perempuan dan anak-anak merupakan kejahatan yang terorganisir, yang disebut dengan A Transnational-Crime.

(2)

seutuhnya tetapi cenderung sebagai komoditas. Perdagangan perempuan dan anak yang dipekerjakan ke luar negeri misalnya, semakin beresiko dan mengalami viktimisasi multidimensi, yaitu penderitaan baik secara fisik maupun psikis atau mental dengan perbuatan yang dilakukan oleh individu atau suatu kelompok tertentu. Bukan saja karena perbedaan gender, tetapi dilipat gandakan karena perbedaan ras, kelas sosial dan ekonomi antara mereka dengan lingkungannya. Persoalan ini lebih rumit ditandai dengan posisi mereka sebagai pekerja imigran gelap, sehingga mereka akan dilabeli sebagai kelompok masyarakat kelas kedua. Ketimpangan relasi berdasarkan gender dan berbagai perbedaan dalam aspek kehidupan dengan masyarakat setempat akan semakin menambah rentan terhadap korban perdagangan perempuan.

B. Perdagangan Perempuan

Juni 2006, BBC melaporkan adanya pelelangan wanita-wanita muda di Eropa timur yang terjadi di Stansted, Gatwick dan bandara London lainnya, Menurut Crwon Prosecution Service, wanita-wanita tersebut dijual dengan harga 8,000 poundsterling (atau US$ 15,000), Pelelangan wanita-wanita muda ini ditujukan sebagai perdagangan seks komersial secara terbuka. Salah satunya di depan sebuah café di bandara Gatwick. Anehnya, menurut Shelley (2010) ketika seorang mucikari didapati menjual obat-obatan terlarang di sana, polisi dengan mudah menangkapnya.

Dalam buku “Human Trafficking: A Global Perspective” (2010), pemerintah negara-negara di Eropa menghadapi peningkatan jumlah imigran gelap dari Afrika, Timur Tengah, dan Asia yang diperkirakan 400,00 jiwa pertahunnya. Terkait dengan kasus ini, pada tahun 2004, pemerintah AS memperkirakan 600,000-800,000 orang menjadi korban perdagangan manusia pada skala internasional, di mana 80 persen di antaranya adalah perempuan, 50 persen anak-anak dan 70 persen ditujukan untuk eksploitasi seksual. Sedangkan menurut ILO pada 2006 memaparkan data bahwa 12,3 juta orang menjadi buruh sandera, buruh anak-anak, dan pelayan seksual. 9,8 juta orang dieksploitasi oleh agen swasta dan 2,5 juta orang dipaksa untuk bekerja pada pemerintah dan kelompok-kelompok militer.

(3)

kegiatan ekonomi lainnya. UNICEF memprediksi 300.000 anak pada rentang usia 18 diperdagangkan sebagai tentara bayaran pada konflik-konflik militer di berbagai wilayah di dunia.

C. Eksploitasi Seks Anak dan Tentara Anak

Perdagangan manusia dapat mengakibatkan timbulnya kejahatan baru lainnya. Hal itu disebabkan oleh motif perdagangan manusia yang berbeda-beda. Dari aspek tujuan penjualan dan pembelian, biasanya yang menjadi tujuan utama perdagangan manusia adalah eksploitasi. Eksploitasi tersebut biasanya meliputi beberapa hal, seperti eksploitasi seksual (pelacuran), kerja paksa, perbudakan, penghambaan, dan pengambilan organ-organ tubuh. Oleh karena motif perdagangan tersebut biasanya untuk eksploitasi, maka sasaran utama dalam perdagangan manusia yaitu pihak-pihak yang lemah dan mudah dikelabui, seperti perempuan dan anak-anak yang cenderung diasosiasikan demikian. Contoh kasus yang saat ini sedang jadi perbincangan global yang berkaitan dengan perdagangan manusia ialah kasus eksploitasi seks anak dan tentara anak.

C.1. Eksploitasi Seks Anak

Eksploitasi seksual terhadap anak adalah pemanfaatan kaum muda dalam kegiatan seks untuk mencari keuntungan. Menurut data UNICEF, ada sekitar 1,2 juta anak yang diperdagangkan setiap tahunnya. Kebanyakan anak yang diperdagangkan tersebut diperdagangkan untuk eksploitasi seksual. Dari data yang dihimpun oleh ILO pun didapatkan hasil lainnya yaitu 40.000-70.000 anak menjadi korban eksploitasi seks di Indonesia. Untuk di Pulau Jawa sendiri, perdagangan anak untuk eksploitasi seksual tercatat ada 21.000 anak yang dilacurkan.

(4)

Salah satu contoh kasus perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual yaitu yang terjadi di Lebanon belakangan ini. Pasukan keamanan Lebanon membebaskan 75 anak perempuan yang kebanyakan berasal dari Suriah di sebuah kelab malam di Beirut, Lebanon. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa Suriah sedang mengalami konflik tak berkesudahan. Hal tersebut mendorong warga Suriah untuk mengungsi ke negara tetangga yaitu Lebanon. Pengungsi tersebut rentan mengalami kemiskinan. Dan keadaan seperti itu dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab untuk melancarkan rencananya. Anak-anak perempuan asal Suriah tersebut disiksa terlebih dahulu untuk kemudian dipaksa melayani hasrat seksual para pelanggannya dengan berbagai cara. Aktivitas ilegal tersebut diorganisir oleh sebuah jaringan perdagangan manusia paling berbahaya di negara Lebanon.

C.2. Tentara Anak

Satu dari 10 anak di wilayah konflik terlibat perang atau berarti 300 ribu anak sedang terlibat perang di dunia ini. Sebanyak 75% anak diarahkan ke daerah konflik di dunia, baik sebagai anggota tentara reguler maupun milisi, pemberontak, paramiliter, atau anggota geng. Sebanyak 80% dari anak-anak yang menjadi tentara tersebut masih berusia di bawah 15 tahun. Bahkan beberapa di antaranya masih berusia delapan tahun. Data tersebut dihimpun oleh Warchild International yang merupakan lembaga riset non-profit.

Tentara anak didefinisikan sebagai anak yang menjadi tentara, turut bertempur, terlibat baku tembak, menjadi mata-mata dan dikirim untuk melaksanakan misi pengintaian, yang berjaga menyandang senjata, yang membawa logistik perang menembus hutan dan lembah, dan yang memberi kepuasan seksual kepada komandannya. Anak kecil seringkali dijadikan tentara anak oleh oknum tertentu karena mereka lebih penurut, tidak melawan, dan lebih mudah dimanipulasi ketimbang tentara dewasa. Alasan utama perekrutan tentara anak lainnya yaitu menyukai senjata (budaya), keyakinan (ideologi), tidak mempunyai pilihan (sosial-ekonomi), ketersediaan pekerjaan (sosial-ekonomi), dendam, dipaksa, dan lain sebagainya.

(5)

obat bius dan obat penenang agar dapat menjadi tentara yang sangar dan tidak takut apapun. Dalam fase tertentu, kadang tentara anak tersebut diperintahkan untuk membantai keluarganya sendiri. Namun ada juga oknum yang menggaji tentara anak dengan gaji yang sangat kecil yang diberikan langsung kepada keluarganya. Yang melakukan perekrutan terhadap tentara anak biasanya adalah kekuatan bersenjata dan kelompok pemberontak.

Kasus perekrutan tentara anak yang paling kontemporer adalah perekrutan tentara anak yang dilakukan oleh ISIS. Berdasarkan data yang telah dihimpun oleh para peneliti dari Georgia State University, jumlah anak-anak anggota ISIS yang tewas pada tahun lalu mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Ini berarti tentara anak yang direkrut oleh ISIS juga semakin banyak dari tahun ke tahun. Mayoritas tentara anak yang direkrut oleh ISIS berasal dari Suriah dan Irak. Sedangkan yang lainnya berasal dari Yaman, Arab Saudi, Tunisia, dan Libya. Kemudian sebagian kecil lainnya berasal dari Inggris, Prancis, Australia, dan Nigeria.

D. Faktor- Faktor yang Menyebabkan Human Trafficking :

Isu Human Trafficking menjadi masalah yang serius yang dihadapi negara-negara di dunia saat ini. Jumlah perdagangan manusia semakin meningkat sepanjang tahunnya hampir diperkirakan ribuan orang diperdagangkan setiap tahunnya. Selain itu jaringan kriminal yang memperjualbelikan manusia pun, selain telah beroperasi melewati batas-batas negara, kini semakin berkembang dan terorganisasi seiring kemajuan teknologi menjadikan isu perdagangan manusia sebagai sebagai suatu kejahatan transnasional yang serius. Menurut Shelley, beberapa faktor yang menyebabkan perdagangan manusia adalah :

1. Faktor Ekonomi

(6)

industrinya yang semakin berkembang. Kedua, masyarakat di negara-negara yang tertinggal secara ekonomi terdorong untuk mencari perbaikan nasib dan kesempatan memperoleh penghasilan yang lebih baik di luar negaranya, sehingga mereka berkeinginan untuk melakukan migrasi dan mudah dibujuk untuk bekerja diluar negeri. Alasan klasik yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup atau mencari pendapatan . Sering kali korban adalah kaum ekonomi lemah yang tidak memiliki posisi tawar dalam kehidupan .

2. Kondisi Geopolitik

Kondisi geografis suatu negara membuat sebuah negara memiliki banyak wilayah perbatasan yang seringkali berdekatan dan berhimpitan, terpencil, serta tidak terjangkau oleh kontrol pemerintah pusat. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh organisasi kriminal transnasional. Mereka kemudian mengambil alih kewenangan diperbatasan tersebut agar lebih mudah melakukan perpindahan korbannya.

Sally Cameron (2008:1991) menyatakan bahwa kerusuhan politik dan konflik juga memainkan peran dalam meningkatkan resiko perdaganagan manusia untuk prostitusi. Beberapa contoh yang terjadi di Guatemala menunjukan bahwa pelaku perdagangan manusia menjadikan perempuan yang mengalami perkosaan selama masa konflik bersenjata untuk diperdagangkan. Kurangnya pengertian terhadap politik maskulinitas dan feminitas dalam perkembangan kesejahteraan ekonomi dan sistem patron serta adanya wilayah konflik dan poskonflik memberikan kepercayaan yang salah atas kehadiran perempuan dan anak perempuan yang dianggap “willing” untuk berhubungan seksual dengan tentara laki-laki. (Mazurana, 2005:34)

3. Lemahnya Peran dan Kontrol Pemerintah (Law Enforcement)

(7)

4. Faktor Ideologi Patriarki

Anak-nak dan permpuan rentan menjadi korban perdagangan manusia salah satunya adalah menguatnya ideologi patriarki dalam masyarakat dan Negara. Ideologi ini melihat posisi anak dan perempuan sebagai obyek, dan bukan subyek patriarti, sehingga mereka mendapatkan posisi kedua atau subordinat di mana anak dan perempuan tidak memiliki posisi tawar terhadap keinginan orang tuanya. Kemudian, tingkat pendidikan yang rendah bagi perempuan, lalu kekerasan terhadap perempuan yang merupakan alat bagi laki-laki untuk menunjukkan kekuasaanya.

5. Faktor Sosial (Ketimpangan Gender dan Ketimpangan Sosial)

Perbedaan peran gender akibat ideology sosial menghasilkan perbedaan status. Adanya perbedaan peran gender tersebut menjadikan perempuan lebih banyak yang menjadi ibu rumah tangga karena mereka dipercaya cocok untuk bersifat komunal, sementara laki-laki cocok menjadi pencari nafkah. Terdapat tiga hal yang mempengaruhi pembentukan relasi gender seperti yang diungkapkan oleh Cornell (1987) dalam Walklate (2004:74) yaitu struktur sosial yang mendukung pembentukan relasi gender yaitu pembagian kerja berdasarkan gender, kekuasaan berbasir gender, dan seksualitas.

E. Solusi Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan terhadap Perempuan dan Anak Perdagangan manusia yang melibatkan anak-anak serta perempuan tidak bisa didiamkan begitu saja. Perlu langkah pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan tidak hanya oleh pemerintah baik pemerintah daerah, pemerintah negara/pusat, dan institusi internasional saja, namun juga oleh seluruh komponen yang hidup di dunia ini. Kejahatan terhadap perempuan dan anak harus dihapuskan demi memenuhi tujuan, yaitu kebahagiaan masyarakat (happiness of the citizens), kehidupan kultur yang sehat dan menyegarkan (a wholesome and cultural living), kesejahteraan masyarakat (social welfare), dan keadilan (equity).

(8)

dan kebijakan non-penal. Kebijakan penal adalah penanggulangan dengan sanksi pidana. Kebijakan penal ini sangat berkaitan dengan politik dan hukum pidana. Sedangkan kebijakan non-penal adalah sarana lain yang di luar pengenaan hukum pidana.

Tentu saja jika hendak mewujudkan tujuan bersama yang tadi telah disebutkan, antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya harus saling bersinergi. Penanggulangan kasus kejahatan terhadap anak-anak dan perempuan tidak bisa dilakukan secara parsial. Suatu negara tidak boleh hanya mengandalkan peningkatan keamanan dari aparat kepolisian. Tidak bisa juga dengan hanya berfokus pada kampanye yang digembar-gemborkan para aktivis. Namun memerlukan kebijakan struktural yang adil, misalnya perbaikan upah buruh, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang lebih murah, pembukaan lapangan pekerjaan, pelaksanaan program padat karya, dan lain-lain yang dapat mengentaskan kemiskinan. Dengan kata lain, pencegahan dan penanggulangan kejahatan terhadap anak-anak dan perempuan memerlukan program pembenahan jangka panjang.

F. Kerjasama Internasional dalam Kejahatan Perdagangan Manusia

Kejahatan perdagangan manusia (Human Trafficking) merupakan salah satu bentuk kejahatan transnasional yang mendapat perhatian besar saat ini. Berbagai kendala yang dihadapi dalam memberantas kejahatan tersebut menimbulkan keinginan bagi negara untuk bekerjasama dengan negara lainnya. Salah satu organisasi internasional yang melakukan kerjasama dalam pemberantasan perdagangan manusia adalah.

1. UNICEF

UNICEF adalah singkatan dari United Nations Emergency Children’s Fund dimana organisasi internasional yang berada di bawah naungan PBB ini didirikan pada 11 Desember 1946 untuk memberikan bantuan kemanusiaan khususnya kepada anak-anak yang hidup di negara dunia ketiga atau bekas negara jajahan.

2. AICHR

(9)

sebagaimana dimandatkan dalam Piagam ASEAN untuk memberantas pelanggaran-pelanggaran HAM terutama kejahatan perdagangan manusia.

3. IPHRC

(10)

Daftar Pustaka

1. Barkin, J. Samuel. 2006. International Organization: Theories and Institutions. New York: Palgrave Macmillan.

2. Berlianto. 2016. Jumlah Tentara Anak-anak ISIS Meningkat. Diakses dari http://international.sindonews.com/read/1086783/42/jumlah-tentara-anak-anak-isis-meningkat-1455893268, pada tanggak 31 Mei 2016, pukul 16:08 WIB.

3. Harkrisnowo, Harkristuti. 2003. Laporan Perdagangan Manusia di Indonesia. Sentra HAM Universitas Indonesia.

4. Hermawan, Yulius P. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

5. ILO. 2004. Perdagangan anak untuk pelacuran di Jakarta dan Jawa Barat.

6. ILO. 2004. Perdagangan anak untuk pelacuran di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur.

7. Muladi & Barda Nawawi Arief. 2007. Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung: Alumni.

8. Rudy, T. May. 2009. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung: PT. Refika Aditama.

9. Sihite, Romany. 2007. Perempuan, Kesetaraan, dan Keadilan: Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

10. Sinaga, Danny P. 2010. Harusnya Bermain. Diakses dari

http://ftp.unpad.ac.id/koran/mediaindonesia/2010-09-07/mediaindonesia_2010-09-07_028.pdf, pada tanggal 31 Mei 2016, pukul 16:01 WIB.

11. Sulistyawati, Rr. Laeny. 2016. Polisi Lebanon Bebaskan 75 Anak Perempuan dari Perdagangan Seks. Diakses dari http://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-

tengah/16/04/01/o4x72c359-polisi-lebanon-bebaskan-75-anak-perempuan-dari-perdagangan-seks, pada tanggal 31 Mei 2016, pukul 15:56 WIB.

12. Sunarto, Siswanto. 2005. Wawasan Penegak Hukum di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

13. UNICEF. Lembar Fakta Eksploitasi Seks Komersil dan Perdagangan Anak. Diakses dari http://www.unicef.org/indonesia/id/Factsheet_CSEC_trafficking_Indonesia_Bahasa_Indo nesia.pdf, pada tanggal 31 Mei 2016. Pukul 15:52 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang akan dikaji pada tugas akhir ini yaitu pengaruh kenaikan temperatur terhadap sifat-sifat fisik lumpur Saraline 200 yang sangat mendasar seperti : Berat Jenis

Tangga luar bangunan dapat berfungsi sebagai pintu keluar yang disyaratkan menggantikan pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran, pada bangunan dengan ketinggian efektif

Donny Suryo Purnomo Suryo pumomo@yahoo.com Program Pasca Sarjana Universitas Terbuka Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap

2 Berdasarkan kepada kepentingan amalan pengautomasian keija ukur masa kini, dan dengan adanya pelbagai jenama alat Total Station dan perisian ukur yang ada di Fakulti

Secara umum kandungan logam berat baik Pb, maupunCu dalam air memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di sedimen.Hal ini disebabkan karena

Fernandes juga memaklumkan bahawa di pihak Pejabat Kebajikan Sosial, usaha sedang dibuat untuk menutup rumah-rumah pelacuran yang terdapat di Batu Pahat, melaporkan kes

Guru sebagai tenaga pengajar di kelas hendaknya berusaha dengan optimal membangkitkan minat belajar matematika siswa dengan berbagai cara, misalnya dengan memperkenalkan kepada

Statistik inferensial juga digunakan untuk menguji hipotesis penelitian untuk mengumpulkan data tentang pengaruh penyesuaian sosial terhadap hasil belajar peserta