• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA PENCABUTAN HAK ULAYAT DEMI KEPEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISA PENCABUTAN HAK ULAYAT DEMI KEPEN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENCABUTAN HAK ULAYAT UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PROLOG

Dalam hukum adat, antara masyarakat hukum dan lingkungan sekitar yang

ditempatinya terdapat hubungan yang erat sekali, hubungan yang bersumber pada pandangan

yang bersifat religio-magis. Hubungan religio-magis ini menyebabkan masyarakat hukum

memperoleh hak untuk menguasai tanah tersebut, memanfaatkan tanah, memungut hasil

tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas tanah itu, juga berburu terhadap binatang-binatang yang

ada disitu1.

Politik pertanahan juga dituangkan dalam Pasal 33 (3) UUD 1945. Hal tersebut

ditegaskan kembali dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa “Atas dasar

ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 45 dan hal sebagaimana yang dimaksud dalam pasal

1, Bumi,air, dan ruang angkasa ,termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada

tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organ kekuasaan seluruh rakyat”,

pelaksanaan hak menguasai negara tersebut diselenggarakan oleh pemerintah sebagai wakil

negara.

Demkian juga halnya ditegaskan oleh Pasal 3 UU Nomor 5 Tahun 1960 yang berbunyi sebagai berikut; “Pelaksanaan hak ulayat harus sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan lain yang lebih tinggi”. Pun dalam Pasal 6 UU Nomor 39 Tahun 1999 dikatakan bahwa;

(1) Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam

masyarakat hukum adat harus dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah;

(2) Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat

dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.

Adanya hak negara menguasai atas tanah ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh

Rosseau bahwa ketika individu-individu melakukan kontrak sosial, maka individu tersebut

menyerahkan sebagian haknya untuk diatur oleh lembaga yang disebut negara.

Masyarakat pada dasarnya tidak keberatan jika tanah miliknya diambil alih untuk

kepentingan pembangunan yang tujuannya untuk kesejahteraan bersama, namun

1

(2)

praktek pengambilalihan tanah selama ini seringkali dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok

tertentu utuk kepentingan sendiri berkedok kepentingan umum karena masih biasnya arti “kepentingan umum” dalam pelbagai peratuaran yang selama ini ada, Tindakan sepihak Pemerintah tersebut telah menciptakan keraguan pada masyarakat sipil setiap kali ada

pengambilalihan tanah untuk kepentingan umum.

Dari uraian pengantar singkat diatas, hak ulayat merupakan merupakan hak yang telah

hidup dan mendarah daging dalam praktek masyarakat adat di Indonesia dan eksistensinya

diakui oleh UUPA dengan syarat selama masih berlaku. Disatu sisi, dalam praktek realitas

bernegara, pengadaan tanah untuk pembangunan umum sering menimbulkan gejolak konflik

di masyarakat. Lantas, bagimanakah kebijakan negara dalam mengakui hak hukum adat dan

memenuhi pengadaan tanah untuk kepentingan umum serta meminimalisir konflik dalam

pengadaan tanah untuk kepentingan umum ?

Tanah Ulayat Dan Hak Ulayat

Dalam hukum adat, antara masyarakat hukum sebagai kesatuan dengan tanah yang

didudukinya. Terdapat hubungan yang erat sekali, hubungan yang bersumber pada pandangan

yang bersifat religio-magis. Hubungan religio-magis ini menyebabkan masyarakat hukum

memperoleh hak keperdataan untuk mengelola tanah tersebut, memanfaatkan tanah,

memungut hasil tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas tanag itu, juga berburu terhadap

binatang-binatang yang ada disitu.2

Secara umum, pengertian hak ulayat dalam hukum adat utamanya berkenaan dengan

hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan wilayahnya.3 Sebagaimana dikatakan Von Savigny (1779-1861) bahwa hukum merupakan kesadaran

masyarakat (volsgeit). Dia mengatakan bahwa semua hukum berasal dari adat-istiadat dan kepercayaan.4 Hak ulayat ini kemudian dijadikan dasar dalam menentukan hubungan negara dan bumi , air serta ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

UUPA sendiri tidak memberikan penjelasan tentang hak ulayat itu, kecuali menyebutkan

bahwa yang dimaksud dengan hak ulayat adalah beschikkingrecht5 dalam kepustakaan hukum adat6.

2

Diakses dari http://e-journal.uajy.ac.id/311/2/1MIH01581.pdf , pada tanggal 1 Mei 2015.

3

Maria dan Sumardjono, Tanah dalam perspektif hak ekonomi,social dan budaya. Kompas,Jakarta, 2008, hlm.170.

4

Prof. Dr. Ssoerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012,hlm. 39.

5

Beschikkingrecht = hak menguasai tanah menurut Van Volen Hoven

6

(3)

Hak ulayat ini mempunyai dua unsur,7 yaitu unsur kepunyaan yang artinya semua anggota masyarakat mempunyai hak untuk menggunakan dan unsur yang kedua adalah

kewenangan, yaitu untuk mengatur, merencanakan, dan memimpin penggunaanya.

Undang-Undang Pokok Agraria menggunakan istilah hak ulayat untuk menunjukan

pada tanah yang merupakan wilayah lingkungan masyarakat yang bersangkutan. UUPA

mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan hak ulayat. Pengakuan terhadap hak ulayat

dilakukan selama menurut kenyataan masih ada, tidak bertentangan dengan UU dan peraturan

lain yang lebih tinggi derajatnya8. UUD telah tegas mengakui keberadaan hak-hak tradisional

komunitas di Indonesia. Pasal 18B ayat (1) UUD menyatakan bahwa negara mengakui dan

menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, jika ada UU yang tidak mengakui keberadaan ha-hak

tradisional komunitas maka UU tersebut jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar9.

Hak ulayat berlaku dan mengikat ke luar, berlaku larangan orang luar menarik

keuntungan dari tanah itu, kecuali dengan ijin dan sesudah membayar uang pengakuan

(recognitie). Demikian juga orang luar dilarang memiliki tanah perseorangan atas tanah

pertanian10.

A. Kedudukan Hak Ulayat dan Pengaturannya dalam Berbagai Bidang Peraturan Perundang-Undangan.

1. Dimensi Global Penghormatan dan Perlindungan Hak-Hak Adat

Dalam perkembangannya, berbagai konvensi internasional yang memuat

penghormatan dan perlindungan hak-hak adat yang sempat dicatat adalah sebagai

berikut :

a. The United Nation Charter (1945)

b. The Universal Declaration of Human Rights (1948)

c. The United Nations convention on the Prevention and Punishment of the

Crime of Genocide (1951)

7

Pengakuan dan Perlindungan Hak ulayat Masyarakat Adat Dayak Tidung Desa Sesayap Di Kecamatan sesayap Hilir di Kabupaten Tana Tidung, hlm 21.

8

Rosmidah, Hukum Adat dan Implementasinya, hal 22.

9

Kurnia Warman, Hukum Agraria Dalam Masyarakat Majemuk, hlm.40.

10

(4)

d. Rio Declaration of Environment and Development (1992)

e. Agenda 21 ( UN Conference on Environment and Development,1992)

f. Technical review of the UN Draft Declaration on the Rights of Indigenous

Peoples, as Agreed Upon by the Members of the Working Group at its

Elevent Session,UN Doc. E/CN.4Sub.2/1994/Add.1 (20 April 1994)

2. Dimensi Nasional Penghormatan dan Perlindungan Hak-Hak Adat

Perlindungan hak-hak adat dapat dicatat antara lain dalam peraturan

perundang-undangan sebagai berikut :

a. UUD 1945 perubahan Kedua ( Tahun 2000)  Pasal 18 Ayat (2)

 Pasal 28 Ayat (3)

b. TAP MPR NO IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan

Sumber Daya Alam.  Pasal 4

c. UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

d. UU No,39/1999 tentang Hak Asasi Manusia

e. UU No.41/1999 tentang Kehutanan

f. UU No.25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun

2000-2004

g. UU No.22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

h. UU No.20/2002 tentang Ketenagalistrikan

i. UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air

j. UU No.18/2004 tentang Perkebunan

3. Dimensi Regional Penghormatan dan Perlindungan Hak-Hak Adat

a. UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua

b. Perda Sumatra Barat No.9/2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan

Negeri

4. Akomodasi Ketentuan tentang Penghormatan dan Perlindungan Hak-Hak

Masyarakat Adat sesuai Prinsip TAP MPR No IX/MPR/2001

a. RUU Pengambil alihan/Peroleh Tanah Untuk Kegiatan Pembangunan

(5)

B. Hak Menguasai Tanah Oleh Negara Terhadap Hak Ulayat

Studi tentang hak menguasai oleh negara atas tanah diawali dari membangun

kerangka landasan teoritis yang digunakan sebagai pisau analisis serta untuk membantu

penyelesain masalah mendasar, teori-teori tersebut adalah teori Utilitas sebagai teori

utama sedangkan dan teori analisis terhadap hukum sebagai teori madya. Kemudian sebagai teori aplikasinya digunakan “stuffen theory” dan “Aliran positivisme”11.

Teori Utilitarian sebagai teori utama menyatakan “kemanfaatan sebesar-besarnya untuk masyarakat sebagai tujuan utama hukum” yang dipelopori oleh Jeremy Bentham.

Jeremy Bentham memperkenalkan prinsip moral tertinggi yang disebutnya dengan “asas

kegunaan atau kemanfaatan”. Maksudnya, asas yang menghendaki setiap orang utuk

melakukan apa yang menghasilkan kebahagiaan terbesar yang diinginkan manusia12. Rudolph von Ihering (1818-1892) dengan teori social utiitarianism menganggap bahwa hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya. Dia

menganggap hukum sebagai sarana untuk mengendalikan individu-individu13 yang melakukan kontrak sosial agar tujuannya sesuai dengan masyarakat dimana mereka

menjadi warganya.

Konsep dasar pemikiran tentang hakikat “hak menguasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 33

Ayat (2) dan (3) UUD 1945, diawali dari pemikiran-pemikiran yang dikemukakan dalam

sidang BPUPKI dan PPKI pada tanggal 29 Mei s/d 19 Agustus 1945. Salah satunya

adalah pemikiran Moh. Hatta dalam pidatonya yang menyatakan bahwa :

Tanah harus dipandang sebagai alat atau faktor produksi untuk kemakmuran bersama, bukan untuk kepentingan orang-perorang, yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya akumulasi penguasaan tanah pada segelintir atau sekelompok masyarakat yang pada akhirnya kelompok masyarakat tersebut menindas kelompok masyarakat lainnya.

Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa, tidak boleh seorang pun menjadikan tanah sebagai alat untuk menindas masyarakat lainnya14.

11

Subadi,Hak menguasai oleh Negara atas tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,disertasi,

Universitas Brawijaya, 2008, hal 49.

12

Utulitarianisme-Penjelasan Singkat https://musakazhim.wordpress.com/2007/05/07/utilitarianisme-penjelasan-singkat/ , pada tanggal 30 April 2015.

13

Prof. Dr. Ssoerjono Soekanto, Loc.cit,. 41.

14

(6)

Kemudian konsep “hak menguasai oleh negara untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat dibakukan melalui pernyataan secara tegas dalam ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Mencermati ketentuan yang diatur dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 ini, telah

menunjukkan bahwa :

1. Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Kata menguasai ini bukan berarti “dimiliki” melainkan satu pengertian yang mengandung kewajiban-kewajiban dan wewenang-wewenang dalam bidang

hukum publik.15

2. Bumi, air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.16

Disinilah hak menguasai oleh negara berkedudukan sebagai ideologi kerja

(ideology working), pedoman dasar dan sekaligus program yang diaplikasikan dalam berbagai undang-undang.

Dalam literatur lain, Boedi Hartono berpendapat bahwa, hak menguasai sebagai

hak bangsa Indonesia, tanah dan kepunyaan bersama rakyat Indonesia. Sedangkan hak

menguasai mengandung dua unsur :

a. Unsur kepunyaan yang termasuk dalam bidang hukum privat

b. Unsur tugas kewenangan, mengatur, merencanakan dan memimpin yang

termasuk bidang hukum publik17.

Hak menguasai oleh negara atas tanah termasuk atas tanah dalam kawasan hutan,

pertambangan, transmigrasi, pekerjaan umum dan tanah lainnya yang dikuasai pihak lain

dengan hak milik sekalipun18.

Hak ulayat masyarakat hukum adat diakui keberadaannya kalau memang dalam kenyataannya masih ada. Dan bila hak ulayat itu akan dipergunakan oleh pihak lain

15 Subadi, Hak Menguasai Ol eh Negara Atas Tanah Untuk Sebesar Besarnya Kemakmuran Rakyat

(Studi Penguasaan dan Pendayagunaan Tanah Kawasan Hutan di Jawa, Disertasi,Universitas Brawijaya,2008, hal 119.

16

Ibid,.hal 120

17

Boedi Harsono, Pengunaan dan Penerapan Azas-Azas Hukum Adat Pada Hak Milik Atas Tanah,

Makalah pada Simposium Hak Milik Atas Tanah, Bandung, 1983, hlm 4.

18

(7)

haruslah atas persetujuan masyarakat pemilik hak ulayat tersebut. Pengakuan hak ulayat ini terdapat dalam UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan.

Apabila hak ulayat yang diberikan kepada kelompok masyarakat sudah

bertentangan dengan konstitusi dan disalahgunakan. Maka demi kepentingan umum

seluruh Bangsa Indonesia, hak ulayat harus dicabut untuk pelestarian, rehabilitasi dan

perlindungan hutan serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Seperti kasus

dalam masalah kasus PT Freeport Indonesia, PT Newmoon Minahasa, Exon Mobile jelas

bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yaitu “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat” hak

ulayat yang diberikan keada masyarakat hukum adat malah dipakai oleh pihak asing

untuk kepentingan investor asing sendiri. Dan beberapa kejadian lain bahwa hak ulayat

malah disewakan kepada pihak lain. Memang hak itu bisa dipakai jika dengan

persetujuan oleh masyarakat hukum adat itu sendiri. Namun apabila disalahgunakan,

tentu hal itu idak dapat dibiarkan.

Disisi lain, apabila pemerintah terus mempertahankan kawasan ulayat sebagai

hak masyarakat adat bisa saja hanya memihak kepada kepentingan kaum minoritas

dibandingan dengan kepentingan mayoritas seluruh rakyat Indonesia.

C. Perlindungan Hukum Hak Ulayat

Hak ulayat adalah suatu yang menunjukkan sifat komunalistik yang

menunjukkan adanya hak bersama oleh para anggota masyarakat hukum adat atas

suatu tanah tertentu. Hutan adat atau seringkali disebut hutan ulayat merupakan

hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat. Bentuk hutan ini padanya

umumnya berasal dari hutan alam yang sudah secara turun temurun dikelola dan

dimanfaatkan untuk kepentingan social ekonomi dan budaya yang bersifat kolektif.

Dalam pemberian perlindungan hukum terhadap masyarakat hukum yang

mengusai tanah hak ulayat dapat diurai melalui landasan teori, yaitu teori keadilan.

Berikut beberapa teori keadilan dari beberapa ahli :

1. Teori Keadilan Aristoteles

Pada teorinya, Aristoteles ini sendiri mengemukakan bahwa ada 5 jenis

perbuatan yang tergolong dengan adil. Lima jenis keadilan yang dikemukakan oleh

(8)

 Keadilan Komutatif; yaitu suatu perlakuan kepada seseorang dengan tanpa melihat jasa-jasa yang telah diberikan.

 Keadilan Distributif; yaitu suatu perlakuan terhadap seseorang yang sesuai dengan jasa-jasa yang telah diberikan.

 Keadilan Kodrat Alam; yaitu memberi sesuatu sesuai dengan apa yang diberikan oleh orang lain kepada kita sendiri.

 Keadilan Konvensional; yaitu suatu kondisi dimana jika seorang warga negara telah mentaati segala peraturan perundang-undangan yang telah

dikeluarkan.

 Keadilan Perbaikan; yaitu jika seseorang telah berusaha memulihkan nama baik seseorang yang telah tercemar.19

2. Teori Keadilan Adam Smith

Alasan Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan adalah:

 Menurut Adam Smith yang disebut keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan,

keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak

dengan orang atau pihak yang lain.

 Keadilan legal sesungguhnya sudah terkandung dalam keadilan komutatif, karena keadilan legal sesungguhnya hanya konsekuensi lebih lanjut dari

prinsip keadilan komutatif yaitu bahwa demi menegakkan keadilan

komutatif negara harus bersikap netral dan memperlakukan semua pihak

secara sama tanpa terkecuali.

 Adam Smith menolak keadilan distributif sebagai salah satu jenis keadilan. Alasannya antara lain karena apa yang disebut keadilan selalu menyangkut

hak semua orang tidak boleh dirugikan haknya atau secara positif setiap

orang harus diperlakukan sesuai dengan haknya.20

3. Teori Keadilan Distributif John Rawls

Karena kebebasan merupakan salah satu hak asasi paling penting dari manusia

Rawls sendiri menetapkan kebebasan sebagai prinsip pertama dari keadilannya

19

Teori Keadilan menurut aristoteles, diakses dari http://www.habibullahurl.com/2015/01/teori-keadilan-menurut-aristoteles.html , pada tanggal 2 Mei 2015.

20

(9)

berupa, "Prinsip Kebebasan yang Sama". Prinsip ini berbunyi "Setiap orang harus

mempunyai hak dan sama atas sistem kebebasan dasar yang sama yang paling luas

sesuai dengan sistem kebebasan serupa bagi semua". Ini berarti pada tempat pertama

keadilan dituntut agar semua orang diakui, dihargai, dan dijamin haknya atas

kebebasan secara sama.21

Mengingat pengambil-alihan tanah menyangkut hak-hak individu atau

masyarakat, maka pengambilalihan harus memperhatikan prinsip keadilan sehingga

tidak merugikan pemilik. Salah satu prinsip dasar dari pengambilalihan tanah yang universal adalah “no private property shall be taken for public use without just and fair compensation” artinya proses pengambilalihan dilakukan dengan kompensasi yang jujur dan adil. Namun demikian dalam prakteknya prinsip tersebut sering

terabaikan dan pemerintah selaku penyelenggara Negara lebih mengedepankan

kekuasaannya melalui tameng hak menguasai Negara dan kepentingan umum.

Perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat tercatat kurang

dari 12 konvensi yang terkait dengan hal tersebut, diawali dengan United Nation Charter tahun 194522. Dalam konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang diadakan di Rio de Janeiro pada juni 1992 juga menghasilkan

sebuah perkembangan baru bagi masyarakat adat tentang hubungan mereka dengan

PPB. Konferensi tersebut mengakui bahwa masyarakat adat dan komunitasnya

memiliki peran yang sangat penting dalam pengelolaan lingkungan dan

pembangunan.23 Kemajuan terpenting dari pengakuan hak ulayat dalam konstitusi di Indonesia di temukan di dalam UUD 1945 pasal 18B ayat (1) dan ayat (2).

Pengambilalihan hak ulayat tanpa persetujuan masyarakat adat merupakan

bentuk dari pelanggaran Hak Asasi Manusia, hal ini tertuang dalam UU No. 39/1999

tentang Hak Asasi Manusia sebagaimana terdapat dalam Pasal 6 yang berbunyi: “Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah”.24

21

Ibid,.

22Maria dan Sumardjono, Tanah dalam perspektif hak ekonomi,social dan budaya. Kompas,Jakarta,

2008,hlm.185.

23

Marchel R.Maramis, Kajian Atas Perlindungan Hukum Hak Ulayat Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, hlm 103, diakses dari portalgaruda.org , pada tanggal 1 Mei 2015 pukul 08:35

24

(10)

Fakta empiris di lapangan menunjukkan bahwa keberadaan masyarakat adat

dan hak-hak tradisonalnya justru turut serta menjaga dan melindungi hutan. Hal ini

ditunjukkan melalui penelitian yang pernah dilakukan oleh Yayasan Sejati di 4

propinsi (Kalimantan Timur, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur)

menunjukkan bahwa walaupun sistem-sistem lokal ini berbeda satu sama lain namun

secara umum bisa terlihat beberapa prinsip-prinsip kearifan adat yang masih

dihormati dan dipraktekkan oleh kelompok kelompok masyarakat adat, yaitu antara

lain:

1) masih hidup selaras alam dengan mentaati mekanisme ekosistem di mana

manusia merupakan bagian dari ekosistem yang harus dijaga

keseimbangannya;

2) adanya hak penguasaan dan/atau kepemilikan bersama komunitas (communal tenure/"property" rights) atas suatu kawasan hutan adat masih bersifat eksklusif sehingga mengikat semua warga untuk menjaga dan

mengamankannya dari kerusakan;

3) adanya sistem pengetahuan dan struktur kelembagaan (pemerintahan) adat

yang memberikan kemampuan bagi komunitas untuk memecahkan

secarabersama masalah-masalah yang mereka hadapi dalam pemanfaatan

sumberdaya hutan;

4) ada sistem pembagian kerja dan penegakan hukum adat untuk mengamankan

sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan baik oleh masyarakat

sendiri maupun oleh orang luar;

5) ada mekanisme pemerataan distribusi hasil "panen" sumberdaya alam milik

bersama yang bisa meredam kecemburuan sosial di tengah masyarakat.25

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Pengertian “kepentingan umum” diatas tanah Indonesia hingga sekarang ini masih sering menimbulkan perdebatan tentang pendefinisiannya dan dibutuhkan penjelasannya yang cukup. Dalam literatur Belanda, kata “kepentingan umum” digunakan istilah “algemene belang”. Christian Wolf menyamakan “algemene belang” dengan “bonum commune”, yang

pengertiannya meliputi kehidupan yang bahagia, kedamaian, dan keamanan masyarakat.26

25

Ibid,.

26

(11)

Menurut R. Sutandi Ardiwilanga, istilah kepentingan umum merupakan terjemahan dari “algemene belang” atau “ten algemene nutte”.27 Dalam tulisan Ronald Titahelu, kepentingan umum diartikan “ten algemene nutte” diartikan dengan “untuk kepentingan umum”. Lebih lanjut kemanfaatan umum dapat meliputi maksud banyak orang yang dapat memperoleh

kemanfaatan, atau banyaknya manfaat yang diperoleh, ataupun arti manfaat yang dapat

dinikmati secara luas oleh siapa saja.28

Dalam ketentuan Pasal 18 UUPA dinyatakan bahwa; “ Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara,...menurut cara yang diatur undang-undang”.

Demikian halnya penjelasan Pasal 18 tersebut tak ditemukan penjelasan spesifik tentang

batasan apa yang dimaksud kepentingan umum.

Salah satu diantara beberapa permasalahan yang muncul sejak dahulu adalah definisi

tentang aspek kepentingan umum. Kepentingan umum sebagai konsep tidak sulit dipahami

tetapi juga tidak mudah diimplementasikan. Hal ini terjadi karena peraturan-peraturan yang

pernah ada di Indonesia hanya memberi penjabaran tidak spesifik.

Menurut Sutandyo Wignjosoebroto menjelaskan kepentingan umum mempersoalkan

apakah kepentingan umum sebagai kepentingan umum sebagai kepentingan orang banyak

atau kepentingan nasional. Kepentingan umum sebagai kepentingan orang banyak akan

mempunyai sifat yang kongkrit dengan waktu yang lebih segera serta prosesnya diputuskan

melalui pilihan dan selera orang banyak melalui proses dari bawah (bottom up). Sedangkan kepentingan umum sebagai kepentingan nasional lebih bersifat abstrak, merujuk kepada

kemanfaatan yang tidak dapat ditujukan secara eksplisit siapa saja orangnya dan dalam

bentuk apa wujudnya.29

Sebelum reformasi, peraturan-peraturan yang menyangkut mengenai kepentingan

umum masih memberi definisi secara umum tentang apa yang dimaksud dengan “kepentingan umum”. Sedangkan paska reformasi, Perpres Nomor 36 Tahun 2005 yang dirubah dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 dikatakan yang termasuk kepentingan umum

adalah meliputi; jalan umum, jalan tol, rel kereta api (baik diatas tanah, diruang atas tanah,

atau dibawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi,

waduk, bendungan,irigasi, rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat lainnya, pelabuhan,

bandar udara,, stasiun kereta api, dan terminal.

27

R. Sutandi Ardiwilanga, Hukum Agraria Dalam Teori dan Praktek, Nv. Masa Baru, Bandung, 1960.

28

Ibid., hal. 175.

29

(12)

Selain itu yang termasuk kategori kepentingan umum lainnya adalah kantor

pemerintahan, perwakilan negara asing, perserikatan Bangsa-Bangsa,perwakilan

Badan-Badan Internasional dibawah naungan PBB, fasilitas Polri dan rumah tahanan, rumah susun

sederhana, tempat pembuangan sampah, cagar alam dan cagar budaya, pertamanan, panti

sosial, serta pembangkit, tranmisi dan distribusi tenaga listrik.

Kepentingan umum dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2005 didefinisikan sebagai

kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat. Sedangkan mengenai kegiatan pembangunan

untuk kepentingan umum dibatasi pada kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh

pemerintah selanjutnya dimiliki pemerintah serta dipergunakan untuk tidak mencari

keuntungan.

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, meski hak ulayat diakui oleh negara selama

masih ada keberadaannya dalam masyarakat hukum, hak tersebut bukanlah hak dalam arti

yuridis, akan tetapi merupakan hak kepunyaan bersama oleh suatu komunitas hukum adat

(komunalistik) yang diakui oeh negara selaku pemegang hak menguasai atas tanah di seluruh

wilayah Indonesia. Hak ulayat yang merupakan hak yang telah ada sebelum Indonesia

merdeka pada dasarnya hanya diakui oleh negar. Negara sebagai pemegang kekuasaan atas

seluruh tanah Indonesia juga tidak mengatur tentang hal tersebut meski pemerintah juga tidak

menghapusnya.

Namun disisi lain masyarakat hukum adat juga memiliki hak atas tanah yang

dimilikinya. Pengakuan terhadap hak ulayat ini terdapat dalam UUD 1945. Undang-undang

hanya memberikan bentuk pengakuan saja tidak menjamin kepemilikan. Hak ulayat tersebut

bersifat perdata yang mana dalam hak tersebut mengandung tugas, kewajiban mengelola,

mengatur dan memimpin penguasaan, pemeliharaan peruntukan dan penggunaanya

merupakan didalam pengaturan hukum publik.

Pengambilalihan lahan tanah ulayat oleh negara tidak boleh bertentangan dengan aturan

masyarakat adat atau mengganggu sistem adat karena sistem ini terlebih dahulu ada. Dan

disini pemerintah diharapkan dapat menjalankan tugasnya untuk mensejahterakan rakyatnya

dengan cara mengharmonisasikan atau mensinergikan antara Negara dan masyarakat yang

memiliki hak atas tanah yang dimilikinya. Mengeluarkan sebuah kebijakan yang mampu

melindungi dan menjamin kepemilikan dari hak tanah yang dimiliki oleh masyarakat hukum

(13)

Referensi

Dokumen terkait

pembelian tiket penerbangan domestik pada saat hari weekday Ordinal Payment Method Pembeli mengambil keputusan mengenai metode pembayaran yang akan mereka pilih pada

Saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Jurusan Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang

Sejarah berdirinya negara Iran dan sistem politik kekuasaan Iran hampir seperti sistem monarki mulai dari Persia, dinasti Safawiyah hingga rezim Qajar, kemudian berlanjut

Setelah Midori mengungkapkan tentang keinginannya untuk dicintai oleh kedua orang tuanya, dia pun menyatakan perasaan sukanya terhadap Watanabe. Midori yang jatuh

Agni Prasetya Tartib, 2013, Pengaruh Lingkungan Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru pada SMP Pasundan 6 Bandung dan SMK Pasundan 3 Bandung , Jurnal Unikom

Inventarisasi dan Identifikasi Hutan Mangrove di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Provinsi Lampung. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Pertumbuhan

Namun, disebalik kelebihan yang dimiliki oleh ESCs ini, terdapat beberapa halangan yang dihadapi oleh para saintis dari menggunakan sel ini seperti kekurangan maklumat mengenai

juga, sekaligus menjadi kepastian akan hasil-hasil masa depan yang lebih baik buat mereka.. Ketiga , dalam perspektif masa depan, seorang pemimpin harus mampu berperan