Aktivitas Isolat Bakteri Pelarut Fosfat yang diperoleh dari Tanah
Sawah di Daerah Jalan Lingkar dan Gunung Sari, Salatiga
(Activities of Phosphate Solubilizing Bacteria Isolated from Paddy
Field in the area of Ring Road and Gunung Sari, Salatiga)
Oleh
Nurul Ikhtiyarini
NIM : 412013004
SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi: Biologi, Fakultas: Biologi guna memenuhi
sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Biologi)
Program Studi Biologi
Fakultas Biologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
BAB I
PENDAHULUAN
Fosfor (P) merupakan salah satu unsur makro esensial bagi kehidupan tanaman (Saraswati dkk, 2007). Ketersediaan P dalam tanah umumnya melimpah akan tetapi sekitar 95-99% terdapat dalam bentuk fosfat tidak terlarut atau masih tersimpan dalam batuan-batuan sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman (Raharjo dkk, 2007). Rendahnya P dalam tanah ini disebabkan P terikat oleh logam, seperti Fe dan Al, menjadi Fe-fosfat dan Al-fosfat. Tanaman tidak dapat menyerap P dalam bentuk terikat, sehingga harus diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Suliasih dan Rahmat, 2006).
Untuk meningkatkan ketersediaan fosfat bagi tanaman dapat diusahakan dengan penggunaan pupuk fosfat. Akan tetapi pemanfaatan pupuk tersebut kurang efektif, karena pupuk fosfat sudah dalam bentuk terlarut dan tanaman menyerapnya secara bertahap, sehingga sebagian besar fosfat yang belum terserap akan terbawa oleh air. Fosfat yang terbawa oleh air tersebut, justru akan diserap oleh rumput liar atau gulma untuk pertumbuhan gulma, sehingga merugikan tanaman (Raharjo dkk, 2007). Diperlukan alternatif lain dalam menyediakan dan meningkatkan fosfat bagi tanaman yaitu dengan penggunaan mikroba tanah yang berperan dalam pelarutan P (Arsyad, 2007). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Widawati menyatakan bahwa bakteri pelarut fosfat memiliki kemampuan dalam melarutkan unsur P terikat seperti Ca-fosfat yang berperan dalam menyediakan fosfat bagi tanaman (Kartika, 2015). Fosfat dapat tersedia oleh mikrob tanah melalui sekresi asam organik (Arsyad, 2007). Asam organik seperti asam asetat, asam format, asam laktat, yang dihasilkan oleh mikroba tersebut akan bereaksi dengan ion-ion Ca2+, Fe3+ dan Al3+ yang mengikat P sehingga unsur P akan dibebaskan dan tersedia bagi tanaman (Yani, 2011). Selain itu, mikroba pelarut fosfat mampu memproduksi asam amino, vitamin dan zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Suliasih dan Rahmat, 2006).
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Biologi, UKSW, telah diperoleh dua isolat bakteri yang menunjukkan adanya kemampuan dalam melarutkan fosfat. Dua isolat tersebut diperoleh dari tanah pertanian padi di daerah Salatiga. Untuk mengetahui kemampuan dari kedua isolat mikroba pelarut fosfat tersebut perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dalam media Pikovskaya cair. Di dalam media Pikovskaya cair ini sel-sel mikroba pelarut fosfat akan memanfaatkan nutrisi dalam media untuk berkembang (Saraswati dkk, 2007). Ke dua isolat bakteri yang diduga melarutkan fosfat ini, belum pernah diteliti lebih lanjut kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap aktivitas ke dua isolat bakteri pelarut fosfat ini, serta membandingkannya dengan Pseudomonas
putida, sehingga diharapkan dapat diketahui isolat mana yang paling optimal dalam melarutkan P.
BAB II
BAHAN DAN METODE
1. Isolat bakteri pelarut fosfatDua isolat bakteri pelarut P yang digunakan di penelitian ini diisolasi dari tanah pertanian padi di daerah Jalan Lingkar Salatiga (disebut isolat A), dan dari tanah pertanian padi di daerah Gunung Sari Salatiga (disebut isolat B). Sebagai pembanding, digunakan isolat Pseudomonas putida. Ke dua isolat bakteri pelarut fosfat (isolat A dan B) dan isolat
Pseudomonas putida diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Biologi, UKSW. 2. Karakterisasi isolat bakteri pelarut fosfat dan pemeliharaan
Sebelum dilakukan uji kemampuan bakteri dalam melarutkan P, terlebih dahulu dilakukan karakterisasi morfologi dan fisiologis ke dua isolat bakteri. Pengamatan karakter morfologi yang dilakukan meliputi morfologi koloni dan sel. Sedangkan uji fisiologi yang dilakukan meliputi uji Gram, MR, VP, dan uji katalase. Ke dua isolat bakteri yang telah murni dipelihara pada 50 ml medium Pikovskaya. Setiap selang waktu 2 hari dilakukan pemindahan pada medium segar.
3. Pengujian aktivitas pelarutan fosfat (Saraswati dkk, 2007)
Ke dua isolat bakteri yang telah murni dipelihara pada prekultur yang berisi 50 ml medium Pikovskaya dan digojok selama 48 jam pada suhu 30°C. Prekultur umur 48 jam tersebut kemudian diukur absorbansinya pada OD 600 nm untuk menentukan besarnya volume prekultur yang akan dipindahkan ke medium kultur selanjutnya. Prekultur umur 48 jam tersebut kemudian diinokulasikan pada 100 ml medium Pikovskaya cair dengan komposisi (g/l) : glukosa 10, Ca3(PO4)2 5, (NH4)2SO4 0,5, KCl 0,2, MgSO4.7H2O 0,1, MnSO4, FeSO4, ekstrak khamir 0,5, agar 15. Kemudian, kultur diinkubasi pada suhu 30°C dan dishaker dengan kecepatan 120 rpm. Set penelitian diulang 3 kali.
Pengambilan sampel dilakukan pada hari ke 0, 7, dan 14. Pada setiap pengambilan sampel dilakukan penentuan konsentrasi biomassa dan P terlarut. Kemampuan melarutkan P dihitung dengan membandingkan konsentrasi P awal dalam medium dan saat pengambilan sampel hari ke 7 dan 14.
Berikut cara menetukan fosfat terlarut dan produksi biomassa: Fosfat terlarut (mg/l) = ([fosfat]t - [fosfat]0)
dimana [fosfat]t dan [fosfat]0 adalah konsentrasi fosfat saat t jam dan 0 jam. Produksi biomassa (mg/l) = ([BK]t – [BK]0)
dimana [BK]t dan [BK]0 berat kering sel saat t jam dan 0 jam.
dimana [fosfat]t dan – [fosfat]0 adalah konsentrasi fosfat saat t jam dan 0 jam, sedangkan BK adalah berat kering sel yang melakukan aktivitas melarutkan P. 4. Penentuan konsentrasi biomassa sel (Qirom dkk, 2012)
Pengukuran biomassa sel dengan menyaring sampel sebanyak 10 ml dengan menggunakan membran filter yang telah diketahui berat keringnya. Padatan yang tersaring kemudian dikeringkan dalam oven selama 2 jam pada suhu 105°C. Kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dan berat kering ditentukan dengan cara:
Konsentrasi biomassa (mg/l) = {(berat membran bersama sel – berat membran awal)/10 ml}x1000
5. Penentuan konsentrasi fosfat (Saraswati dkk, 2007)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakterisasi isolat bakteri pelarut fosfatHasil karakterisasi bakteri pelarut fosfat yang telah diperoleh, dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil karakterisasi, isolat A yang berasal dari lahan pertanian padi di daerah jalan lingkar Salatiga, memiliki kemiripan morfologi koloni dan sel dengan isolat
Pseudomonas putida. Sedangkan isolat B memiliki perbedaan dalam hal morfologi koloni dan sel. Akan tetapi dari uji fisiologis yang dilakukan, karakter fisiologis ke tiga isolat (isolat A, isolat B dan Pseudomonas putida)memiliki karakter yang sama.
Tabel 1. Karakter morfologi koloni, sel, dan fisiologi bakteri pelarut fosfat
Isolat
Karakter
Morfologi koloni Morfologi sel Fisiologis
Bentuk Tepi Elevasi Warna Bentuk Gram MR VP Katalase A tidak
beraturan
berombak timbul putih tulang
batang negatif negatif positif positif
B tidak beraturan
berlekuk datar putih tulang
batang negatif negatif positif positif
Ps tidak beraturan
berombak timbul putih tulang
batang negatif negatif positif positif
2. Aktivitas bakteri pelarut fosfat dalam melarutkan P
Gambar 1. Konsentrasi fosfat terlarut pada medium Pikovskaya yang ditumbuhi isolat A ( ), isolat B ( ), dan isolat Pseudomonas putida ( ) selama 14 hari.
Konsentrasi fosfat terlarut pada medium Pikovskaya yang ditumbuhi masing-masing isolat mengalami peningkatan seiring dengan lamanya waktu inkubasi, yaitu tertinggi pada pengamatan hari ke 14. Fosfat yang dilarutkan oleh isolat A selama 14 hari sebesar 6,61 mg/l. Sedangkan pada isolat B, fosfat yang dilarutkan sebesar 10,9 mg/l. Fosfat yang dilarutkan oleh isolat Pseudomonas putida selama 14 hari, sebesar 11 mg/l. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa fosfat yang dilarutkan oleh isolat B dan isolat
Gambar 2. Konsentrasi biomassa isolat A ( ), isolat B ( ), dan isolat
Pseudomonas putida ( ) pada medium Pikovskaya.
Tabel 2. Kemampuan isolat A, isolat B dan isolat Pseudomonas putida dalam melarutkan fosfat selama 14 hari.
3. Pertumbuhan dan produksi biomassa sel
menyebabkan adanya penggunaan fosfat oleh bakteri, sehingga kadar fosfat terlarut menjadi rendah.
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, R. H. 2007. Penggunaan rhizobium dan mikrob pelarut fosfat (MPF) untuk memperbaiki pertumbuhan ibit akasia (Acacia mangium dan Acacia crassicarpa) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kartika, I. 2015. Pembuatan flipchart dinamika bakteri pelarut fosfat dalam proses pengomposan sampah coklat dan sampah hijau[Laporan Penelitian]. Pontianak: Universitas Tanjungpura.
Qirom, M. A. Saleh, M. B. Kuncahyo, Budi. 2012. Evaluasi penggunaan beberapa metode penduga biomassa pada jenis Acacia mangium Wild. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 9 (3): 251-263.
Raharjo, B. Suprihadi, A. Agustina, D. K. 2007. Pelarutan fosfat anorganik oleh kultur campur jamur pelarut fosfat secara In Vitro. Jurnal Sains & Matematika. 18 (2) : 45-54.
Saraswati, R. Husen, E. Simanungkalit, R. D. M. 2007. Metode Analisis Biologi Tanah. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Suliasih. dan Rahmat. 2006. Aktivitas fosfatase dan pelarut kalsium fosfat oleh beberapa
bakteri pelarut fosfat. Jurnal Biodiversitas. 8 (1) : 23-26.
Yani, R. 2011. Karakterisasi kemampuan melarutkan fosfat bakteri pelarut fosfat asal