Munculnya gerbong wanita di KRL
Berkendara dengan jenis transportasi umum memang banyak diminati oleh sebagian besar masyarakat saat ini. Salah satu nya pengguna kereta selain perjalanan relative cepat dan tarif pun terjangkau serta tersedia untuk beberapa ruang tertentu. Dari segala sesuatu ada sisi negative dan sisi positifnya. Kepraktisan dalam penggunanaan jasa ini ternyata kereta juga memiliki kelemahan dari sisi keamanan, baik secara materil maupun moril terutama bagi kaum wanita.
Dengan munculnya pemisahan antara gerbong laki-laki dan perempuan dengan terciptanya gerbong khusus wanita merupakan solusi dari keresahan sebagian besar perempuan akan bahaya pelecehan seksual, Biasanya gerbong ini berada di posisi paling depan dan posisi paling belakang. Gerbong khusus wanita memang tergolong aman dan nyaman. Penempatan gerbong khusus wanita ini di karenakan menjaga ke asusilaan dalam perempuan yang sering terjadi pada penggunaan kereta tersebut. kondisi jasa kereta yang kurang keamanan nya menjadi masalah dalam penggunaan kereta ( commuter line ) adanya gerbong khusus wanita di daerah jabodetabek.
Dalam hal ini menjadi awal permasalahan terbentuknya gerbong khusus wanita pada pengguna jasa kereta ( commuter line ). Sebagai perempuan memang harus memilih posisi yang aman jika melakukan perjalanan menggunakan jasa kereta dan tidak harus berdesakan dan campur baur dengan kaum laki-laki. Dan sampai saat ini tidak perlu lagi ada keresahan dalam menggunakan jasa kereta karena adanya gerbong khusus wanita yang aman dan nyaman untuk kaum perempuan. Dalam masalah ini terkait dengan teori interaksionalis simbolik yang menjelaskan sebuah interaksi terhadap setiap individu dalam melakukan sesuatu untuk menjaga terjadinya konflik sosial yang dilakukan.
Interaksi simbolik sebagai salah satu pendekatan dalam sosiologi diperkenalkan pertama kali oleh Herbert Mead tahun 1934 di Universitas Chicago Amerika Serikat (Suprapto, 2002:127). Menurut Mead, interaksi sosial dalam masyarakat terjadi dalam bentuk utama yaitu : (1) percakapan isyarat (interaksi nonsimbolik) dan (2) penggunaan simbol-simbol penting (interaksi simbolik). Pernyataan tersebut menegaskan bahwa penekanan interaksi simbolik adalah pada konteks simbol, sebab di sini orang mencoba memahami makna atau maksud dari suatu aksi yang dilakukan satu dengan yang lain. Asumsi dasar teori interaksionisme simbolik menurut Herbert Mead adalah ; (1) Manusia
bertindak terhadap benda berdasarkan ―arti yang dimilikinya, (2) Asal muasal arti atas‖ benda