1 | P a g e
KULTUR REDAKSI DAN PRODUKSI BERITA SURATKABAR GLOBAL PADA TIGA ERA TEKNOLOGI
Oleh: Gilang Desti Parahita1
Juli, 2013
HARI ini kita hidup di jagad informasi yang mengepung kita melalui berbagai medium secara
serentak: suratkabar, majalah, berita radio dan audiovisual, dan daring (online). Kehadiran
teknologi baru tak serta-merta menyingkirkan teknologi yang lama sehingga seluruh jenis media
itu hadir berdampingan danberpadu (konvergen). Akan tetapi, esensi penting dari implikasi
teknologi tersebut bagi industri media massa adalah kulturkeredaksian(newsroom culture), divisi
yang menghasilkan produk berupa berita pada organisasi media,serta proses produksi berita itu
sendiri yang turut berubah dan berkembang.
Menerapkan pemikiran Strukturasi Giddens, teknologi, manusia, dan aksi sosial
merupakan elemen rekursif di mana teknologi menjadi strukur yang membentuk agensi sekaligus
dibentuk oleh agensi.2 Mengaitkan teknologi dan kultur keredaksian dalam perspektif sejarah
menjadi penting untuk melihat transmutasi teknologi dan tindakan reflektif agen atas teknologi.
Proses rekursif itusendiri membentuk suatu kultur keredaksian yaitu nilai-nilai yang mendasari
rutinitas kerja redaksional dan rutinitas itu sendiri. Saat ini, profesionalisme jurnalisme yang
menekankan pada public service, objectivity, autonomy, immediacy, dan ethics (Deuze, 2008)telah menjadi kredo jurnalisme global meski banyak paradoks yang dikandungnya (Evetts, 2005; Deuze,
2005). Kultur keredaksian suratkabar kontemporer globalitu adalah etos profesionalismeyang lahir
tidak dengan sendirinya melainkan melalui proses ekonomi politik persuratkabaran Anglo Saxon
pada abad ke-19 (Nolan, 2008; Hoyer dan Lauk, 2003) dan yang memiliki beragam makna pada tiap
konteks masyarakatnya (Kolari, 2007).
Scharpf berpendapat bahwa profesionalitas yang menjadi kultur redaksi suratkabar
kontemporer terdiri dari tiga elemen, yaitu kemampuan suratkabar untuk menantang otoritas
dalam hal ini umumnya pemerintah; kemampuan suratkabar untuk memberi merek pada dirinya
(branding) dan mengemas (packaging) dirinya sendiri; dan ketiga, kemampuan suratkabar untuk
1
Penulis dapat dihubungi di parahita.gilang@gmail.com
2 | P a g e
menerapkan standardisasi dan mengatur praktek-praktek jurnalistik dan bisnisnya.3 Tentu saja,
kultur keredaksian itu tidak hanya dibentuk oleh struktur teknologi belaka akan tetapi teknologi
merupakan salah satu struktur yang tidak hanya berkontribusi pada pembentukan konten berita
(nilai berita, struktur dan kepadatan), melainkan menyesuaikan konten denganplatform di mana
suatu berita dan informasi akan diterima audiens saat ini. Membaca Detik Dotcom pada sebuah iPad
merupakan contoh nyata betapa teknologi menjadi struktur yang membentuk kerja redaksional
dan resepsi audiens.
Esai ini membahas sejarah dan perkembangan kultur redaksisuratkabar global pada tiga
era perkembangan teknologi: Pertama, era pra-cetak, mesin cetak, dan Linotype; kedua, era radio,
dan televisi; dan ketiga, era komputer dan Internet. Kultur redaksi suratkabar dipilih karena
suratkabar merupakan format pers yang pertama muncul di dunia dan masih tetap bertahan di
tengah persaingan dengan sesamanya atau dengan media berformat elektronik dan Internet. Siapa
pun saat ini masih bisa berlangganan suratkabar, menonton berita di televisi dan mengakses berita
di portal berita Internet. Selain itu, dengan memilih media yang berformat cetak, penulis dapat
mencermati bagaimana perkembangan teknologi –dari mesin cetak hingga Internet yang diadopsi
oleh maupun yang melingkupi industri pers— dapat mempengaruhi kultur keredaksian yang pada
akhirnya mempengaruhi kualitas berita yang dikonsumsi audiens.
Ketiga era perkembangan teknologi itu dipilih dan disusun sedemikian rupa atas dasar
beberapa pertimbangan. Pertama, kultur keredaksian suratkabar terbentuk tak hanya dikarenakan
struktur teknologi yang diadopsi suratkabar melainkan juga teknologi komunikasi yang bersaing
dengan suratkabar. Mesin cetak, Linotype, dan komputer merupakan teknologi-teknologi yang
pernah dan atau masih digunakan oleh industri suratkabar. Ketiga teknologi itu telah menjadi
bagian dari peletak dasar jurnalisme cetak (dan jurnalisme elektronik serta daring) dunia. Kedua,
radio dan televisi, dua teknologi komunikasi yang mendorong munculnya jurnalisme
penyiaranpernah membuat industri suratkabar merefleksikan dan menata ulang eksistensinya.
Sementara itu, ketiga, Internet merupakan teknologi informasi dan komunikasi yang
digunakan industri suratkabar maupun pesaingnya sehingga Internet sebagaimana radio dan
televisi kembali membuat industri suratkabar kontemporer harus merefleksikaneksistensinya dan
menata ulang kedudukannya. Keeratan kaitan Internet dengan teknologi komputasi dan kehadiran
3 | P a g e
Internet pasca teknologi komputasi modern menempatkan Internet sebagai penanda era ketiga
industri suratkabar bersama dengan komputer.
A. Suratkabar pada Era Pra-Cetak, Gutenberg, dan Linotype: Abad 17 hingga abad 20
Jauh sebelum suratkabar bersaing dengan radio dan televisi, suratkabar pertama
ditulis dengan tangan dan muncul pada peradaban-peradaban Roma dan Cina4. Perintis
suratkabar pertama diyakini adalah Acta Diurna dari Roma pada 131 tahun SM dan
Tching-Pao atau Berita )stana yang ditulis di Cina pada era tak jauh dari era rintisan Roma. Suratkabar pada era tersebut memiliki audiens yang terbatas. Selain hanya ditulis tangan,
suratkabar-suratkabar itu hanya diletakkan di lokasi-lokasi yang bisa dijangkau oleh
publik.
Penemuan mesin cetak oleh Gutenberg di Mainz pada 1493 menjadi peletak dasar
era publikasipada kebudayaan literasi. Apabila Roma dan Cina diyakini sebagai
peradaban-peradaban yang melahirkan budaya literasi meski terbatas di golongan tertentu, Jerman
tempat lahirnya mesin cetak, diyakini sebagai bangsa pertama di dunia yang melahirkan
suratkabar bernama Strassebourg Relation pada 1609 meski sebelum Strassebourg telah banyak pamflet-pamflet dan newsletter yang berisikan berita bisnis atau sensasional seperti
serangan drakula.
Gambar 1. Koran pertama di dunia, Strassebourg Relation, diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_the_oldest_newspapers
Setelah Jerman, lusinan suratkabar muncul dan mulai menjalar ke seluruh benua Eropa,
pertama di Jerman, lalu Inggris, Perancis dan Spanyol. Teknologi cetak Gutenberg
mendorong tumbuh kembang basis awal persdan jurnalisme di dunia.
Dari segi isi, suratkabar pasca temuan Gutenberg masih belum memiliki kesadaran
berpihak pada kepentingan publik.5 Ketika itu, umumnya koran belum mengembangkan
4Seluruh isi pada paragraf ini disarikan dari http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_newspapers_and_magazines, diakses pada 22 Desember 2012.
4 | P a g e
mekanisme unik dan profesional tentang media karena kedekatan mereka dengan institusi
di luar mereka (partai politik, kelompok dagang, keluarga bangsawan) dan regulasi-regulasi
pemerintah yang ketat. Memang, suratkabar-suratkabar tersebut memberitakan
kisah-kisah yang dicatat dalam sejarah seperti berita perjalanan Colombus, akan tetapi secara
umum koran-koran tersebut menjadi media untuk melayani kepentingan kaum kaya dan
bangsawan terhormat pada era itu.
Pada abad 16 dan 17 konsep media independen belum muncul dan sensor dari
pemerintah masih dominan6. Pada tahun 1643, Parlemen Inggris mengeluarkan aturan
ketat yang menjelaskan hal-hal yang dapat dan tidak dapat ditulis di suratkabar dan tak
terhitung jumlah editor Inggris yang dipenjara setelah menulis prosiding-prosiding rapat
Parlemen yang membahas salah satu anggotanya. Pada awal 1700-an di Eropa, suratkabar
dilihat sebagai perpanjangan perusahaan bisnis atau partai-partai politik tertentu, dan
tajuk-tajuk rencana yang membahas berita yang sarat opini sesuai pemilik. Banyak
suratkabar hanya berfungsi seperti kolom-kolom gosip dan busa-busa contong individual.
Pun, keterbatasan mereka sebagai layanan-layanan mewah untuk perusahaan-perusahaan
lain membatasi mereka mendefinisi diri menjadi suratkabar modern.
Mesin cetak Gutenberg menghadirkan kesempatan bagi sekelompok orang untuk
menggandakan karya tulis baik berita ataupun opini dan pemikiran dengan lebih mudah
dan lebih banyak sehingga karya literasi bisa diedarkan ke publik yang luas. Cikal bakal
jurnalisme mengecambah di era itu. Mesin cetak ala Gutenberg terus mengalami modifikasi
sehingga pada 1800-an mesin cetak telah menggunakan teknologi gulungan kertas, alat pres
dari besi, dan mengunakan energi uap. Semakin murahnya ongkos cetak mendorong
Benjamin Day untuk mendiskon harga jual New York Sun hingga satu penny per eksemplar
sehingga muncullah istilah penny press.7 Langkah itu dinilai para historian media sebagai penanda lahirnya era industri media massa di mana kecepatan dan jangkauan edar (massa)
telah menjadi unsur-unsur penting.
Teknologi berikutnya yang menyusul mesin cetak dalam menyumbang peradaban
literasi adalah Linotype. Linotype menjadi katalis perkembangan pers dan jurnalisme
karena ia melenyapkan keharusan suratkabar untuk menyusun huruf demi huruf di atas
sebuah papan secara manual sebelum proses pencetakan dimulai.
6Scharpf, 2006.
5 | P a g e
Pada 1886, Ottmar Margenthaler mendemonstrasikan mesin pembentuk baris
(linecasting) di depan Whitelaw Raid, Pemimpin Redaksi New York Tribune8. Mesin itu setinggi tujuh kaki dan memiliki berat dua ton. Thomas Edison menyebutnya keajaiban
kedelapan dunia. Segera setelah didemonstrasikan, Reid sangat kagum dengan mesin itu
dan meneriakkan, Ottmar, you’ve cast a line of type! Seruan itu kemudian dikenal dengan
singkatan Linotype untuk menyebut mesin kreasi Ottmar. Mesin ini bisa dioperasikan oleh satu orang. Sebuah papan ketik 90 karakter dihubungkan dengan matrik-matrik metal
untuk menghasilkan deretan-deretan huruf yang diinginkan. Satu menit Linotype bekerja
dalam kecepatan penuh bisa menghasilkan hingga enam baris selebar dua inci. New York Tribune adalah suratkabar pertama yang menggunakan teknologi tersebut. Empat tahun kemudian, Ottmar mendirikan Margenthaler Linotype Company dan meluaskan adopsi
teknologinya ke berbagai perusahaan suratkabar sehingga pada 1930-an Linotype menjadi
bagian tak terpisahkan dari industri suratkabar.
Pasca adopsi Linotype, kecepatan produksi suratkabar semakin meningkat;luas
halaman melebar dan jumlah halaman suratkabar bisa melampaui delapan halaman.
Implikasi nyata Linotype pada industri suratkabar itu adalah jumlah berita yang dihasilkan
tiap harinya semakin meningkat dan ongkos produksi dan harga jual semakin murah.
Akibatnya, jangkauan pembaca makin luas. Pada 1928, Linotype merupakan alat yang harus
dimiliki oleh semua suratkabar di dunia. Implikasi Linotype pada industri suratkabar era itu
baru-baru ini difilmkan oleh Doug Wilson dan dirilis di Parkland Theater pada April 2012.9
Gambar 2. Mesin Linotype produksi 1965 diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Linotype_machine
6 | P a g e
Lebih dari sepuluh tahun setelah Linotype dimanfaatkan industri suratkabar AS,
Teletype tidak hanya dimanfaatkan sebagai penata letak (typesetting), melainkan
pengetikan dan pengiriman pesan jarak jauh.10Menurut Schwaloze (2002), Teletype mulai
digunakan di ruang redaksi pada 1915 –atau tiga belas tahun setelah Linotype (-pen).
Teletype (teleprinter, teletypewriter, atau TTY) adalah mesin ketik mekanis-elektronik –
yang sudah punah— yang bisa digunakan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan yang
diketik dari satu titik ke titik lain melalui saluran komunikasi elektronik yang sederhana,
baik dengan kabel maupun tanpa kabel. Bentuk paling modern dari Teletype itu
menggunakan unit pajang citra (Visual Display Unit) dilengkapi dengan pencetak lembaran
kertas (hardcopy printer). 11 Teletype secara massif digunakan pada era Perang Dunia
Pertama.12
Tuturan Jack Limpert bisa memberi gambaran alur kerja jurnalis pada era mesin ketik
dan Teletype13:
we d write stories on a typewriter, edit them ourseleves or have someone else check them, and then the stories would be retyped at the teletype machine.you sat at the teletype and your key strokes punched holes in a paper tape which then was fed into the teletype machine and the story went out.in bigger bureaus, we had a few teletype operators who would take yur story and do the keyboarding.in smaller bureaus, the writers had to keyboard the stories twice, once at the typewriter, then at the teletype.
Dari gambaran tersebut, Teletype memiliki penekanan fungsi yang berbeda dengan
Linotype. Teletype berfungsi untuk mengirimkan berita jarak jauh sementara Linotype
untuk tata letak dan membantu pencetakan namun keduanya bisa digabung dan jadilah
mesin cetak jarak jauh. Bersama dengan mesin ketik dan alat cetak, keempat jenis mesin
tersebut jamak dijumpai pada kantor-kantor suratkabar dan agensi berita era 1930-an.
Meski Teletype memiliki kontribusi pada penentuan aktualitas dan kedekatan geografi
dan atau emosional) suatu berita, secara umum Teletype tidakberdampak secara langsung
pada jumlah eksemplar dan perwajahan suratkabar, dua aspek objektif yang secara inheren
menjadi ciri khas suratkabar. Oleh karena itu, banyak historian lebih menganggap Linotype
berpengaruh lebih mendalam pada industri suratkabar.
10R.A. Schwarloze, Cooperative News Gathering , dalam W.D. Sloan dan L.W.Parcell (eds), (2002), American Journalism:
History, Principles, Practices, Jefferson, NC: McFarland & Company, Inc.
11Christopher Sterling, http://knowledge.sagepub.com/view/journalism/n382.xml, diakses pada 22 Desember 2012. Teletype itu adalah merek teleprinter keluaran Morkrum Company yang juga digunakan secara luas merujuk ke teknologi yang sama.
12R.J. Brown, A Capsule History of Typesetting , dikunjungi di American
7 | P a g e
Gambar 3. Elizabeth Widel menggunakan mesin Linotype pada 1964, sekarang ia menulis dengan PC dalam Microsoft Word.(http://www.omakchronicle.com/archives/specarchives/db_anniv.asp?story=anninbegin)
Sejalan dengan perkembangan teknologi, sistem masyarakat dunia terutama Eropa
dan Amerika mulai bergeser dari feodalisme ke demokrasi. Suratkabar mengambil peran
pada pergeseran itu. Upaya kritik pertama suratkabar terhadap penguasa terjadi di
Amerika. Pada 1690, suratkabar Amerika pertama muncul. Benjamin Harris menerbitkan
Publick Occurrences, Both Foreign and Domestick.Akan tetapi, bahkan teritori baru seperti Amerika tidak imun dari kontrol dari luar (Inggris). Koran tersebut akhirnya ditutup empat
hari setelah terbitan pertamanya yang mengkritik tentara Inggris di koloni.14 Tetapi
eksistensi suratkabar Amerika tidak berhenti di situ.Menurut data di Wikipedia, jumlah
suratkabar di Amerika meningkat secara signifikan sejak 1775 atau pasca kemerdekaan AS
hingga 1835.
Tabel 1. Peningkatan jumlah suratkabar di Amerika (http://en.wikipedia.org/wiki/Image:NEWS.JPG, dikutip Scharpf, 2006)
8 | P a g e
Desakan suara publik bertemu dengan kepentingan suratkabar dan politik sehingga
polah tingkah suratkabar terlalu kuat untuk diatasi oleh pemerintah. Jumlah suratkabar
Amerika terus tumbuh.15 Pada era 1880-an, era tajuk rencana sebagai corong dan
pembentuk opini publik mulai terbentuk dengan kokoh, dan suratkabar mulai mengakhiri
aliansi mereka dengan partai-partai politik tertentu.16Daripada membeo suara partai
politik, para editor menyadari bahwa suara mereka dapat sama persuasifnya bagi publik
yang terliterasi. Menurut Scharpf (2006), pada era pasca kolonialisme Inggris, suratkabar
Amerika merintis etos profesional ruang redaksi. Jumlah suratkabar yang mengembangkan
identitas independen terus bertambah. Perkembangan tersebut juga didasari oleh
merebaknya gaya baru jurnalistik saat itu –jurnalisme kuning- yang dikreasi Joseph Pulitzer
dan William Randolph Hearst. Keduanya bersaing ketat untuk memunculkan headline-headline yang sensasional.
Jumlah dan keberagaman suratkabar yang tinggi itu bisa menunjukkan keintiman
dengan audiensnya, atau malah kekacauan; kolom-kolom tertentu dapat muncul pada suatu
periode, dan menghilang pada periode berikutnya; editor bisa menghadirkan kolom baru
semudah membinasakannya atau lupa menerbitkannya17. Hal itu bisa dimaklumi karena
pada era tersebut beragam filosofi, model bisnis, teknik jurnalistik, dan latar belakang
pendidikan bertarung untuk mendapatkan dominasi pada industri suratkabar.
Profesionalitas yang terlihat pada industri suratkabar saat ini belum muncul, akan
tetapi dekade-dekade tersebut menjadi laboratorium bagi lahirnya kultur ruang berita
modern.18Bersama dengan New York Times dan Washington Post, tak terhitung jumlah suratkabar dan terbitan gaya hidup di ASyang menyasar audiens tertentu. Siapa pun yang
memiliki teknologi Linotype dan kertas dapat membuat suratkabar. Jelaslah teknologi
Linotype mengkatalis sejumlah perubahan dalam industri suratkabar AS dan bersama
dengan mesin cetak, keduanya menjadi benchmark bagi kemunculan teknologi berikutnya seperti Teletype, Phototypesetting, dan Lithography. Ketiga yang terakhir ini tidak muncul
begitu saja terlepas dari kebutuhan industri, melainkan justru berangkat dari kebutuhan
industri termasuk suratkabar.
Jumlah suratkabar yang tinggi pada era 1940-an mengalami penurunan pada 1980-an
yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu situasi ekonomi pasca Perang Dunia Kedua yang
15Scharpf (2006), op.cit. 16Scharpf ibid.
9 | P a g e
membuat menguatnya gerakan buruh, keengganan pemilik media untuk segera melakukan
inovasi teknologi pencetakan, dan fenomena merger dan akuisisi (Neiva, 1996).
Neiva (1996) menyebutkan sebelum 1945, industri suratkabar menikmati stabilitas
selama lebih dari seperempat abad di mana inovasi teknologi tidak ada yang signifikan,
tidak ada ancaman kompetitif yang baru, dan hanya sedikit peningkatan biaya produksi.
Perubahan signifikan mulai terjadi ketika Perang Dunia Kedua usai di mana para pekerja
termasuk di industri suratkbar menuntut kenaikan upah19. Banyak suratkabar yang tidak
siap menerima tuntutan serikat-serikat pekerja suratkabar akhirnya gulung tikar20. Prescott
Low, pemilikPatriot Ledgersejak awal 1950-anberupaya untuk memukul balik tuntutan para
pekerja suratkabar tersebut dengan mencari teknologi-teknologi baru yang dapat
mengurangi ketergantungan suratkabar terhadap para pekerjanya, terutama dalam hal
pencetakan, dengan mengadopsi teknologi photocomposition(dengan merek Varityper dan Underwood), lalu Linotype21. Namun, meski teknologi tersebut tersedia, pada 1960-an
masih banyak suratkabar yang tidak mengadopsi teknologi tersebut akibat kegamangan
mereka menghadapi serikat pekerja suratkabar yaitu International Typographical Unions
(ITU) yang menolak teknologi photocomposition. Schermer dan Haines, pemilik Missoulian yang pada 1960-an terancam gulung tikar, membuat kesepakatan dengan ITUuntuk
mengadopsi teknologi photocomposition tanpa disertai dengan pengurangan jumlah
pressmen maupun demonstrasi22. Selain itu, mereka menawarkan program pensiun dengan dan paket keuntungan yang menarik bagi para printer Missoulian agar para printer tersebut
keluar dari keanggotaan serikat. Ketika teknologi photocomposition semakin marak digunakan, keuntungan industri suratkabar berlipatganda. Hal itu disadari oleh Internal
Revenue Services (IRS/Badan Pajak AS) yang kemudian menerapkan pajak yang lebih tinggi
untuk industri media. Kewajiban pajak tersebut akhirnya membuat industri suratkabar
melakukan akuisisi dan merger sehingga kepemilikan suratkabarAS yang pada 1940-an
umumnya berada di tangan keluarga-keluarga, pada 1980-an berada di
perusahaan-perusahaan publik (Neiva, 1996).
19E.M. Nei a, Chai Buildi g: the Co solidatio of the A erica Ne spaper I dustr ,
- , The Business History Review, Vol. 70 (1-42).
20
Neiva, ibid.
21
Neiva, ibid.
22
10 | P a g e
B. Suratkabar pada Era Radio, dan Televisi: 1920an-1970-an
Sebelum abad ke-20, dan sebelum kemunculan radio dan televisi, secara umum
dunia persuratkabaran AS menjadi sedemikian penting di kehidupan publik AS namun
belum memiliki standar profesionalitas. Industri suratkabar merupakan industri yang kuat,
dengan jumlahnya yang besar dan isi yang beragam meningggalkan kesan yang luas di
benak publik.23
Lahirnya teknologi radio sempat berdampak matinya banyak suratkabar di AS saat
itu, salah satunya adalah Jounal-American.24 Harian tersebut terbit pada sore hari –seperti umumnya suratkabar yang terbit di AS saat itu— namun semenjak hadirnya radio, model
koran sore tak lagi dianggap mampu bersaing dengan berita radio kecuali koran sore
tersebut memiliki partner di koran pagi.25Journal-American memiliki lima lembar edisi sehari, dengan satu ekstra kisah besar untuk diedarkan dari Lower-East Manhattan ke
seluruh kota, bersaing dengan enam suratkabar lainnya pada masa itu. Harian itu dipimpin
oleh salah seorang legendaris Paul Schoenstein, pemenang Pulitzer Prize pada 1944. Pada
1966, Journal-American berhenti beroperasi. Shapiro mengklaim harian itu sebagaimana harian-harian sore AS lainnya menjadi korban berita radio26 meski banyak faktor lain yang
berpengaruh seperti semakin banyaknya harian yang muncul di berbagai daerah kecil, dan
resesi ekonomi yang mendorong pengiklan memasang iklan di radio.
Gambar 3. Ruang redaksi Journal-American, pemandangan generik suratkabar AS kala itu sebelum kehadiran komputer (http://www.smithsonianmag.com/history-archaeology/The-Newsroom-Rush-of-Old.html#)
23Scharpf, ibid.
24Michael Shapiro, The Newsroom Rush of Old, diunduh dari Smithsonian Dotcom,
http://www.smithsonianmag.com/history-archaeology/The-Newsroom-Rush-of-Old.html#, pada 22 Desember 2012. 25Shapiro, ibid.Pada 1950, Asosiasi Suratkabar Amerika mencatat 1.450 harian terbit sebagai koran sore sementara hanya 322 terbit sebagai koran pagi, berbeda dengan kondisi pada 2009 di mana 1.418 harian terbit pagi hari dan hanya 546 terbit pada sore hari (Larry McDermott, An Afternoon paper part of good old days, diunduh dari Masslive Dotcom,
11 | P a g e
Sementara itu, kemunculan televisi tidak hanya menguatkan sinyal untuk
kebangkitan misi jurnalistik yang berbeda yang disebabkan oleh nilai-nilai berita televisi,
melainkan juga godaan popularitas televisi bagi para jurnalis suratkabar kala itu: para
jurnalis suratkabar ingin menjadi reporter televisi27. Akhirnya, radio dan televisi
merupakan dua teknologi komunikasi yang hadir pada 1920-an dan 1980-an menggempur
eksistensi suratkabar Amerika dan dunia saat itu. Waktu mengaso di sore hari yang semula
untuk membaca koran sore menjadi untuk mendengarkan radio atau menyaksikan televisi.
Blessing in disguise, sejak kemunculan radio dan televisi, suratkabar mulai secara nyata merefleksikan posisinya dan mengubah komposisi mereka. Korporasi besar mulai
membeli suratkabar-suratkabar besar dan mereka mulai membinasakan suratkabar gaya
hidup (luxury papers) dan pinggiran (fringe papers). Pada paro 1900-an, suratkabar besar
mulai memapankan bentuk modern mereka dan dengan segera pupuslah era keintiman dan
kekacauan itu28. Bisa dibilang, berkat kehadiran radio dan televisi, suratkabar mulai
menunjukkan diri yang impersonal, terdepartemenisasi, dan tersdandardisasi.Justru
dikarenakan oleh tekanan dan pengaruh korporasi yang ingin membedakan suratkabar dari
radio dan televisi, tajuk-tajuk rencana yang sensasional dan jurnalisme contong
ditundukkan menjadi jurnalisme objektif, modern, dan absah (legitimate). Hanya terbitan
yang menyasar niche market tertentu yang tetap menawarkan gaya sensasional semacam
itu.
Radio mampu menyiarkan persitiwa secara langsung ke pendengar dan televisi
mampu menghadirkan citra-citra realis pada para pemirsa. Untuk menunjukkan keunggulan
mereka dari radio dan televisi, mereka menerbitkan berita-berita yang dihasilkan dari kerja
jurnalistik yang lebih matang dan mendalam daripada berita-berita radio dan televisiyang
lebih cepat tetapi tidak utuh. Selain itu, keunggulan suratkabar lahir secara inheren dari
format suratkabar itu sendiri yaitu dapat dibaca kapan pun audiens ingin membacanya,
tidak seperti radio dan televisi yang menyiarkan program berita pada jam tertentu saja
sehingga audiens harus benar-benar menyisihkan waktu untuk menyimak.
Suratkabar mengambil sifat-sifat yang ada dalam berita radio dan televisi. Pada
akhir abad ke-20, banyak suratkabar yang mengikuti jejak USA TODAY, yaitu menampilkan citra-citra, infografis, dan format yang mirip layar televisi. The New York Times, yang lama disebut sebagai perintis tradisionalisme kultur media cetak, mengikuti gaya
27E. Klinenberg, (2005), “News Production in Digital Age , dalam The Annals of the American Academy of Political and Social Science, Vol.597, hal.48-64.
12 | P a g e
tersebut,dengan mengurangi jumlah kolom, dan menambahkan foto besar berwarna pada
halaman depan.The NYT dan USA Today merupakan contoh dari gelombang perubahan komposisi visual suratkabar dan kultur ruang berita era itu di AS meski tak semua pihak
menerima dengan mudah perubahan tersebut. Selain itu, mayoritas reporter di radio dan
televisi merupakan jebolan dari industri suratkabar sehingga meskipun teknologi
berkembang sedemikian rupa kultur ruang berita suratkabar menjadi benchmark bagi industri pers pada umumnya era itu.29
C. Suratkabar pada Era Komputer dan Internet: 1970-an hingga sekarang
Pola produksi berita dan kultur redaksi pasca ditemukannya Teletype dan Linotype
bertahan hingga lebih dari 50 tahun. Perkembangan pola produksi berita dan kultur redaksi
pada paro terakhir abad ke-20 kemudian dipengaruhisecara esensial oleh kehadiran radio
dan televisi. Baik teknologi-teknologi yang digunakan oleh industri suratkabar maupun
yang mengitarinya berlangsung pengaruhnya pada era yang berimpitan. Misalnya, pada
1980-an, USA Today muncul dengan perwajahan seperti media televisi dan hal itu dimungkinkan ketika teknologi yang ada mendukung, yaitu komputer. Setelah Linotype,
hampir tak ada inovasi dan invensi yang cukup berarti yang berdampak pada jati diri
suratkabar, hingga akhirnya pada 1960-an teknologi komputasi moderndigunakan oleh
suratkabar.
Era Komputer
Istilah komputer yang dikenal umum saat ini telah mengalami pergeseran. Pada
1950-an, komputer hanya merujuk pada alat untuk melakukan fungsi komputasi, mengatasi
masalah aritmetika kompleks.30 Dari definisi tersebut, sempoa atau sipoa bisa disebut
dengan komputer. Saat ini, komputer merujuk pada semua fungsi teknologi komunikasi dan
informasi yaitu menyimpan dan mengambil data, mengelola jaringan komunikasi,
memproses teks, mengunduh dan memanipulasi gambar dan suara, untuk menerbangkan
pesawat terbang dan antariksa, dan seterusnya.31 Untuk mencapai perkembangan teknologi
komputer seperti yang saat ini jamak digunakan di perkantoran maupun rumah tangga,
Ceruzzi (2003) membagi fase perkembangan komputasi modern menjadi sepuluh, dari era
1945- 9 yang meletakkan dasar komersialisasi teknologi kemputasi hingga )nternet
Time pada 1995-2001.
29Scharpf (2006), op.cit.
13 | P a g e
Komputer sebagai sebuah desktop yang banyak digunakan di kantor dan rumah tangga pada 1980-an bisa disebut mengubah kerja redaksional secara dramatis pada era
yang sama. Akan tetapi, komputer sebagai teknologi komputasi barangkali sudah lama
digunakan oleh suratkabar beberapa dekade sebelum itu meski hingga makalah ini ditulis
penulis belum menemukan sumber informasi tersebut. Yang jelas, pada 1974, Los Angeles Times di AS sudah mulai merintis sistem penyuntingan elektronik yang melibatkan teknologi komputasi yang tersedia saat itu yaitu mainframe (komputer raksasa).32
Pada tahun 1974, para pengelola redaksi Times mempertimbangkan kebutuhan akan
komputer atas dasar tiga alasan: ekonomi, komunikasi, dan fleksibilitas33. Pada aspek
ekonomi, para pengelola melihat bahwa ongkos penataan kesalahan pada typing hampir tidak masuk akal lagi. Redaksi membutuhkan alat ketik yang lebih akurat dan tidak perlu
melakukan ketik ulang jika perlu koreksi sehingga waktu tidak terbuang percuma dan
departemen produksi dapat segera mencetak koran. Pada aspek komunikasi, Times memiliki banyak kantor berita di mana setiap cabang perlu melaporkan berita ke kantor
pusat dengan kecepatan dan reliabilitas tinggi. Eksperimen dengan terminal-terminal
jinjing mendemonstrasikan keuntungan memiliki teknologi komunikasi elektronik.
Pengumpulan berita menjadi lebih efisien dan efektif bagi Times ketika terminal-terminal itu ditempatkan di seluruh cabang dan dibawa oleh semua jurnalis ketika bertugas di
lapangan. Kisah-kisah ditransmisikan secara cepat dari telepon mana pun di dunia. Dengan
lebih banyak waktu yang tersisa, laporan penuh pemikiran bisa lebih banyak dihasilkan.
Pada aspek fleksibilitas, komputer menawarkan potensi cara yang lebih efisien untuk
memproduksi suratkabar dengan mengurangi ongkos produksi dan mempercepat produksi
tepat waktu sehingga mempertahanan daya saing sementara kontrol redaksional terhadap
proses produksi juga meningkat.
Ketika Times memulai program perencanaan membangun sistem informasi dan komunikasi yang integratif itu, Louisville Courier-Journal, the Tucson Citizen, the Houston Post, the Vancouver Province and Sun, the New York Times dan the Long Beach Press telegram sudah menggunakan komputer. Suratkabar-suratkabar tersebut diwawancarai oleh Gugus
Tugas dari LA Times untuk melihat penggunaan dan kemanfaatan komputer pada proses produksi berita. Locke (1991) menemukan tujuh tahun sejak 1974 barulah sistem
komputasi itu bisa berjalan sesuai dengan harapan para pengelola redaksi.
32W.Locke (1991), Telecomunication inthe News )ndustry: Before and After Computers , dalam People and Technology in
14 | P a g e
Studi pustaka atas adopsi komputer oleh divisi redaksi dilakukan oleh McKercher.
Digunakannya komputer oleh awak redaksi membutuhkan waktu. Umumnya, komputer
digunakan oleh unit pustaka pada organisasi berita. Endres (1985) menemukan bahwa
suratkabar dengan sirkulasi yang besar menggunakan komputer akan tetapi suratkabar
lebih kecil tidak menggunakannya.34 Endres mengidentifikasi bahwa redaktur pelaksana
dan redaktur utama pada suratkabar besar tersebut memanfaatkan komputer, diikuti oleh
jurnalis investigasi, bisnis dan penulis features, jurnalis politik, kolumnis dan penulis tajuk
rencana. Pada penelitian survei terhadap 40 penulis tajuk rencana dari 27 suratkabar, Kerr
dan Niebauer (1987) menemukan bahwa 2/3 responden yang adalah para jurnalis jarang
atau tidak pernah menggunakan sistem basis data terkomputerisasi. Perpustakaan
terkomputerisasi yang ditawarkan sebagai teknologi yang menghemat waktu belum
mampu mengatasi kebutuhan jurnalis akan kecepatan kala itu.35Di Kanada, The Ottawa
Citizens dan the Gazzette pada 1992 masih menggunakan komputer dan Internet untuk tugas-tugas tradisional jurnalis: menulis, membuat kliping berita, dan mengakses kliping
berita.36
Beberapa studi meneliti bagaimana komputer mempengaruhi apa yang nampak di
suratkabar. Studi Neuwirth et.al. (1988) menunjukkan rilis-rilis yang dikirim secara
elektronik ke dua suratkabar yang mereka teliti lebih sedikit disunting dan ditulis ulang
daripada yang dikirim dalam media kertas. Hal ini menunjukkan diseminasi elektronik
meningkatkan kemampuan sumber berita untuk mengontrol informasi yang ia kirim.
Artikel-artikel Pulitzer pada era 1990-an menunjukkan kekayaan informasi yang lebih
tinggi yaitu mengandung sumber-sumber yang lebih beragam dan secara kualitas lebih baik
(Hansen, 1990).37
Studi lain juga menunjukkan perpustakaan menjadi bagian penting dari produksi
berita38. Bagian dari protokol produksi berita adalah para jurnalis harus memeriksa
kembali koleksi kliping; produksi berita yang tidak melibatkan perpustakaan bisa dibilang
tidak utuh (Hansen, Ward, McLeod, 1987). Enam bulan setelah perpustakaan
dikomputerisasi, 84% jurnalis memanfaatkan perpustakaan tersebut dan 16% sisanya
mengabaikan protokol dalam produksi berita: mengkonsep kisah, menganalisis materi yang
34C. McKercher 99 , Computers and Reporters: Newsroom Practices at Two Canadian Daily Newspapers , CJC-Online, Vol.20, No. 2diunduh dari http://cjc-online.ca/index.php/journal/article/view/867/773.
15 | P a g e
sudah diterbitkan sebelumnya untuk topik yang sama dan pemeriksaan fakta untuk akurasi
dan deteksi perbedaan. Meski perpustakaan elektronik menjadi sedemikian penting pada
produksi berita, jurnalis tidak diberi akses pada jasa data komersial dikarenakan ongkos
yang mahal, tetapi jurnalis diharapkan menguasai sistem perpustakan elektronik di
hariannya dengan pelatihan dan pengawasan yang minimal (Ward, Hansen, & McLeod,
1988). Mengakses sumber data elektronik komersial biasanya hanya dilakukan oleh para
pustakawan dan pencarian tersebut juga tak dihadiri oleh jurnalis sehingga story framing
tidak sepenuhnya dilakukan oleh jurnalis.
Penelitian-penelitian yang dikutip McKercher itu, dan sumber-sumber lain39
mengkonfirmasi temuan Locke bahwa sekitar 1980-an komputer dapat berfungsi dengan
baik di ruang redaksi itu cocok dengan beberapa sumber yang menyebutkan bahwa pada
era 1980-an komputer secara dramatis menggeser teknologi-teknologi khas redaksi
suratkabar AS kala itu, termasuk Linotype, dan Teletype.Pada 1990-an, komputer
memungkinkan untuk menata letak suratkabar lnagsung dari layar komputer ke plat
pencetak. Pada kurun bersamaan yaitu 1970-an, sebagai dampak hadirnya radio, jumlah
suratkabar di kota-kota menurun dan Konggres Amerika mengeluarkan Newspaper
Preservation Act yang membolehkan suatu perusahaan suratkabar melakukan merger atas
anak perusahaannya jika salah satu atau kedua suratkabar tertekan oleh keadaan
ekonomi40. Pada 1980-an, CNN dan USA Today terbentuk dan mempersengit persaingan
industri media massa di AS. Pada 1991, CNN menayangkan bom-bom pesawat AS
dijatuhkan ke target di Irak secara langsung dan berwarna ke hadapan para pemirsa AS.
Pengaruh televisi menguat dan industri suratkabar kempali harus mereposisi diri. Internet
menjadi pesaing, pengaruh, sekaligus penyelamat.
Era Internet
Seiring dengan perkembangan teknologi komputasi di mana komputasi tidak hanya
dilakukan secara offline melainkan juga online, dan rupa-rupa outlet teknologi komputasi mulai dari desktop, laptop, notebook, netbook, tablet, hingga ke smartphone , industri suratkabar mau tidak mau harus menyesuaikan diri. Kebutuhan dan harapan audiens terus
berubah dengan hadirnya teknologi media baru yang berbasis komputasi dan Internet.
Teknologi komputasi dan Internet pada akhirnya tidak hanya menjadi teknologi untuk
39Seperti di situs Encyclopedia (http://www.encyclopedia.com/topic/newspaper.aspx), Waybacktimes (http://www.waybacktimes.com/coswayscornernewspapers.html) dan Pressreferences
(http://www.pressreference.com/Sw-Ur/United-States.html) 40
16 | P a g e
memproduksi berita, melainkan juga menerima berita. Apalagi di dalam Internet berbagai
platform media dan komunikasi tersedia, menggeser banyak bentuk media komunikasi yang kini nampak primitif.
Konvergensi –dalam pengertian penggunaan dua atau teknologi yang berbeda untuk
membuat, mendistribusi, dan mengkonsumsi berita— oleh teknologi media cetak
sebetulnya tidak dimulai dengan Internet, tetapi dengan televisi pada akhir 1970-an seperti
eksperimen yang dilakukan oleh majalah Timedan upaya Ft. Worth Star Telegram dengan aplikasi komputer pada awal 1980-an namun kesemua upaya tersebut tidak sukses.41Meski
demikian, upaya-upaya lain terus dilakukan oleh banyak media, termasuk Atlanta Journal yang memiliki kemampuan grafis dan navigasi.
Baru pada 1990-an, ketika banyak rumah tangga mulai memanfaatkan komputer
dan Internet, industri media massa mencapai babak baru dalam sejarah perkembangan
industri dengan cukup dramatis. Prodigy dan Compuserve amat populer di
rumahtangga-rumahtangga AS pada awal 1990-an. Mengenali tren tersebut, banyak organisasi berita
terutama suratkabar berkerjasama dengan layanan online untuk mengkreasi portal-portal berita yang akan menampilkan versi daring dari berita suratkabar. Portal-portal tersebut
menjadi faktor pendorong pajanan nasional atas suratkabar. USA Todaymenjadi suratkabar
pertama yang membawa ciri khasnya ke dunia Internet. Televisi juga bergabung dalam
upaya konvergensi itu, dengan mengkombinasi aspek-aspek Internet dengan siaran berita
tradisional. Pada akhir 1990-an, banyak suratkabar besar memiliki versi memiliki
situs-situs berita mereka. Kombinasi antara cetak dan Internet membangun tahapan baru
konvergensi media.
Saat ini, dampak konvergensi media terlihat dari banyak pekerjaan baru tercipta,
persyaratan kerja, dan segala kesempatannya.42 Baik bagi jurnalis, perusahaan yang
memperkerjakan, maupun sekolah-sekolah jurnalisme, konvergensi media memiliki
implikasi yang signifikan.43 Minimal, semua jurnalis harus mengembangkan pemahaman
dasar tentang kemampuan khas berbagai media komunikasi sebab banyak perusahaan
media yang akan mengirim konten berita ke banyak ragam platform. Jurnalis yang diterima
di media cetak berarti harus segera menyadari bahwa mereka mungkin juga akan menulis
kisah untuk jenis media yang lain, televisi misalnya. Sekolah-sekolah jurnalisme pun tak lagi
41http://mconvergence.wordpress.com/ 42R.Gordo , Co erge ce Defi ed ,
USC Annenberg Online Journalism Review, dikunjungi di http://ojr.org/ojr/business/1068686368.php, pada 23Desember 2012.
43
17 | P a g e
bisa hanya mencetak lulusan yang paham satu alat komunikasi. Pada sisi lain, jurnalis
belum sepenuhnya dituntut untuk mengambil gambar foto maupun bergerak, mengeditnya,
dan menyajikan ke portal berita. Akan selalu spesialis lain yang lakukan, namun pada masa
organisasi media yang semakin terkonvergensi di masa depan, para jurnalis yang mampu
dengan baik mengerti kemampuan unik setiap media akan menjadi golongan yang paling
sukses, mendorong inovasi terbaik, dan menjadi pemimpin.44
Paradoks terjadi pada kultur redaksi media berita daring. Ketika perkembangan
teknologi digital memaksa institusi suratkabar luring untuk membuka outlet baru di dunia
daring dan memodifikasi presentasi daring pada fisik suratkabar (misalnya dengan
menambah fitur barcode untuk jelajah konten daring), kultur redaksional pada media-media berita online itu malah tetap mengadopsi budaya konservatif. Boczkowski justru
melihat meski banyak kemungkinan kreatif-teknologis yang disediakan oleh media digital,
suratkabar-suratkabar daring justru tetap beroperasi dalam pola kerja yang konservatif
dengan memilih strategi-strategi yang mengantisipasi dan meminimalisir resiko, seperti
mengemas ulang artikel-artikel lama sebagai konten daring yang baru (dalam Grazian,
2005). Strategi-strategi tersebut didasari oleh tiga alasan (Boczkowski, dalam Grazian,
2005), pertama, rutinitas konservatif itu pernah dan masih terbukti sukses daripada
inovasi-inovasi yang belum teruji. Kedua, media berita daring umumnya ditujukan untuk
mendukung media berita luring sebagai upaya defensif media berita luring atas
perkembangan teknologi daripada sebagai bentuk media alternatif. Ketiga, strategi-strategi
yang tetap mendukung budaya redaksi konservatif itu lebih menjamin keuntungan
komersial meski hanya jangka pendek.
Penutup
Pemaparan di atas menunjukkan setting teknologi yang berubah akan berimplikasi pada industri suratkabar. Bagaikan kucing bernyawa sepuluh, berkali-kali teknologi baru muncul sebagai
pesaing, suratkabar masih menunjukkan eksistensinya. Teknologi jugalah yang semakin
memperkokoh kedudukan suratkabar selama suratkabar tersebut mampu mengadopsi teknologi
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Di tengah gegap gempita dunia daring,
penelitian Kovacic et.al. (2009) menunjukkan bahwa kredibilitas media-media tradisional termasuk
suratkabar masih lebih tinggi daripada media daring.
44
18 | P a g e
Daftar Pustaka
Jurnal dan Buku
Deuze, M. , U dersta di g jour alism as newswork: how it changes, and how it remains the
sa e , Westminster Papers in Communication and Culture, Vol. 5(2), 4-23.
Deuze, M , Popular journalism and professional ideology: tabloid reporters and editors speak
out , dala Media Culture Society, Vol. 27, No.6, hal. 861-882.
E etts, J. , The a age e t of professio alis : a co te porar parado , akalah dala
seminar Changing Teacher Roles, Identity and Professionalism, Kings College, London pada 15 Oktober.
Grazia , D., , A Digital Re olutio ? A reassess e t of e edia a d cultural productio i the
digital age, ti jaua pustaka atas Digitizing the News: Innovation in Online Newspapers (Paul
J. Boczkowski), Annals of the American Academy of Political and Social Science, Vol. 597 (209-222).
Ho er, “. da Lauk, E. , The Parado es of Jour alistic Professio : A Historical Perspecti e ,
Nordicom Review, 24 (2), 3-18.
Klinenberg, E. (2005), “Ne s Productio i Digital Age , dala The Annals of the American Academy of
Political and Social Science, Vol.597, hal.48-64.
Kolari, E. , Jour alistic profesio alis as co te tual e terprise , Working Paper dipresentasikan
pada 18th Nordic Conference for Media and Communication Research, Helsinski, 16 Agustus.
McKercher, C. , Co puters a d Reporters: Ne sroo Practices at T o Ca adia Dail
‘Professio alisatio , School of Culture and Communication University of Melbourne.
Orliko ski , Usi g Tech olog a d Co stituti g “tructures: A Practice Le s for “tud ing
Tech olog i Orga izatio s ,dala Organization Science, Vol. 11, No.4, hal.404-428.
Scharpf, 2006, Print and Online Cultures in the Modern Newspaper, Worcester Polytechnic Institute,
diunduh dari
http://www.wpi.edu/Pubs/E-project/Available/E-project-042606-115329/unrestricted/ScharpfMQP.pdf, pada 22 Desember 2012.
“ch arloze,R.A., Cooperati e Ne s Gatheri g , dala W.D. “loa da L.W.Parcell eds), (2002),
American Journalism: History, Principles, Practices, Jefferson, NC: McFarland & Company, Inc.
P.Ceruzzi (2003), A History of Modern Computing: Second Edition, Massachusetts: MIT Press.
W.Locke , Teleco u icatio i the Ne s I dustr : Before a d After Co puters , dala People
and Technology in the Workplace, hal.279-295.
Artikel Online
19 | P a g e
Shapiro, M., The Newsroom Rush of Old, diunduh dari Smithsonian Dotcom,
http://www.smithsonianmag.com/history-archaeology/The-Newsroom-Rush-of-Old.html#, pada 22 Desember 2012.
McDermott, L., An Afternoon paper part of good old days, diunduh dari Masslive Dotcom, http://www.masslive.com/opinion/index.ssf/2009/09/an_afternoon_paper_part_of_goo.ht ml, pada 22 Desember 2012.)
Portal Online
Encyclopedia (http://www.encyclopedia.com/topic/newspaper.aspx)
Waybacktimes (http://www.waybacktimes.com/coswayscornernewspapers.html) Pressreferences (http://www.pressreference.com/Sw-Ur/United-States.html) Mconvergence (http://mconvergence.wordpress.com/)