• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH SUHU WAKTU PEKTIN DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PENGARUH SUHU WAKTU PEKTIN DAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 ©2015Universitas Trunojoyo Madura

ANALISIS PENGARUH SUHU, WAKTU, PEKTIN DAN GULA

TERHADAP WARNA DAN TEKSTUR LEATHER GUAVA

(

Psidium guajava.

L) MENGGUNAKAN METODE RSM

(

Response Surface Methodology

)

Mandagi MS, Purwandari U, Hidayati D

Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura

PO Box 2 Kamal, Jawa Timur 69162

Umipurwandari@yahoo.com

Abstrak

Fruit leather adalah salah satu jenis olahan makanan yang berasal dari buah-buahan yang diproses dengan cara mengurangi kadar air agar tetap awet serta mencegah pengurangan nutrisi saat pengolahan seminimal mungkin. Fruit leather memiliki karakteristik yang empuk, berbentuk lembaran dan sedikit tembus cahaya. Pembuatan Leather Guava dipengaruhi oleh faktor suhu, pektin, gula dan waktu pengeringan. Akan tetapi pengaruh yang paling berperan dari masing-masing faktor terhadap warna dan tekstur leather Guava belum pasti. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengkaji pengaruh penambahan pektin, gula, suhu dan waktu pengeringan terhadap warna dan tekstur dalam proses pembuatan leather guava. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan leather guava. Faktor-faktor yang dikaji adalah suhu, waktu, penambahan pektin dan gula. Penelitian ini terdiri dari 4 faktor dan 5 level. Faktor yang pertama adalah lama penambahan pektin (0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5) %, faktor yang kedua adalah penambahan gula (10, 12,5, 15, 17,5 dan 20) %, faktor yang ketiga adalah lama pengeringan atau waktu (4, 5, 6, 7 dan 8) jam. Analisis data hasil penelitian menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM) dengan desain CCD (Central Composite Design). Dari hasil penelitian, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa suhu berpengaruh nyata terhadap warna (L*, a*,b*) dan tekstur (Haredness, springiness, gumminess dan chewiness). Waktu berpengaruh nyata terhadap warna (L*, a*,b*) dan tekstur (Gumminess dan chewiness). Penambahan pektin berpengaruh nyata terhadap tekstur (Hardness, gumminess dan chewiness). Penambahan gula berpengaruh nyata terhadap tekstur (Gumminess dan chewiness).

Kata kunci: Guava (Psidium guajava L.), suhu, gula, pektin, warna, tekstur

1. Pendahuluan

Fruit leather adalah salah satu

jenis olahan makanan yang berasal dari buah-buahan yang diproses dengan

(2)

2 ©2015Universitas Trunojoyo Madura pengolahan buah yang dikeringkan

memiliki tekstur yang empuk, memiliki rasa yang beragam, tinggi serat, karbihidrat dan rendah lemak karena secara alami berasal dari buah-buahan serta memiliki kandungan nutrisi lainya (Delden, 2011). Suhu pengeringan juga sangat bervariasi pada fruit leather, suhu 140˚F (60˚C) selama 8 jam dan tidak terlalu tinggi sangat baik digunakan agar leather tidak kering di bagian luar dan lembek di bagian dalam (Naz, 2012). Lamuel 2014 juga mengemukakan fruit leather yang dikeringkan dengan suhu 140˚F-145˚F selama 4-10 jam memiliki hasil yang baik. (Lamuel et al., 2014).

Jambu biji (Psidium guajava Linn.) atau dikenal dengan Guava, Goloba, Guayaba, Djamboe, Jambu batu, Banjiro, Pichi, Posh, Enandi, merupakan buah tropis atau semi tropis yang memiliki nutrisi sangat tinggi, kaya Antioksidan, Vitamin A, Vitamin C 5 kali lebih tinggi dari jeruk, Flavonoid, Kalsium, Fosfor, Magnesium, Asam oksalat, Saponin dengan Oleanolic acid, Guajavarin, Quercetin dan minyak esensial. Selain buahnya, biji dan daun dari jambu biji juga memiliki manfaat. Biji jambu pada berat kering mengandung 14% minyak,

15% protein 13% pati dan mengandung flavonoid (Kumar, 2012).

Penambahan gula pada fruit leather selain untuk pemanis juga

untuk pembentuk tekstur, ketika terdapat pektin di dalam sebuah campuran air, gula akan mempengaruhi keseimbangan pektin dan air karena gula berfungsi sebagai dehydrating agen yang mengurangi air di permukaaan pectin (Gardjito et al., 2005)

Pektin pada fruit leather berfungsi untuk pembentuk tekstur, pada Leather Rosella diketahui bahwa penambahan pektin 3,0% sangat berpengaruh pada kelengketan dan pektin tidak berpengaruh signifikan terhadap warna, rasa, tingkat kemanisan dan seluruh aspek kesukaan lainya. Diketahui juga kalsium dan pektin akan mempengaruhi tekstur apabila bereaksi (Dangkrajang et al., 2009).

2. Metode

2.1 Proses Pembuatan Leather Guava

(3)

3 ©2015Universitas Trunojoyo Madura menjadi bubur menggunakan blender,

menambahkan asam sitrat, gula dan pektin. Mencampurkan semua bahan kemudian memanaskan substansi dengan suhu 71˚C setelah pemanasan dituangkan ke loyang dan dikeringkan. Proses pembuatan leather guava dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 2.1 Proses Pembuatan Fruit Leather Jambu Biji

2.2 Parameter Penelitian

Pengujian warna merujuk dari penelitian Yau (2010) menggunakan colorimetric atau colour reader dengan

warna L.a.b Commision International

de L’Eclairage (CIE) L*, a*, b*, karenan kuadran X, Y, Z pada Lab CIE terdapat pada wilayah warna kuning.

Uji tekstur menggunakan Texture Profile Analizer. Satu per satu perlakuan diuji menggunakan TPA dan akan otomatis diketahui springiness, gumminess, chewiness, hardness.

Penelitian ini menggunakan Metode Response Surface Methodology (RSM).

Perlakuan meliputi penambahan gula, penambahan pektin, suhu dan lama pengeringan yang masing-masing memiliki 5 level perlakuan.

Tabel 3.1 Desain formulasi penelitian

2.3 Analisis Data

(4)

4 ©2015Universitas Trunojoyo Madura

Y=βo + β1X1 + β2X2+ β22X12 +

β22X22 + β12X1X2 +ɛ

βo , β1 …, β22 merupakan Estimated Regression Coefficients,

dengan βo adalah konstanta term; β1 , β2 adalah efek-efek linear; β11 , β22 adalah efek-efek kuadratik; β12 , β22 merupakan efek-efek interaksi; ɛ adalah error/galat; dan X1, X2 adalah variable bebas yang diberi kode (Myers and Montgomery, 2002)

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil

3.1.1 a* (Merah)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap a* adalah interaksi suhu (fungsi

kuadratik) suhu*suhu dan interaksi

suhu*waktu. Berdasarkan table Estimated

Regression Coefficients untuk a*,

pengaruh penambahan gula, pektin, suhu

dan waktu diperoleh persamaan sebagai

berikut :

Y = 8,8458 + 3,0150 X1 + 15,5833 X2 –

0,4983 X3 – 5,4542 X4 – 0,1265 X12 –

2,7625 X22 – 0.0104 X32 - 0,3406 X42 +

0,2450 X1*X2 – 0,0097 X1*X3 + 0,1325

X1*X4 – 0,1487 X2*X3 – 0,7375 X2*X4 +

0,1656 X3*X4 … (1)

dimana Y: a*, X1 : Konsentrasi Gula, X2 :

Konsentrasi Pektin, X3 : Suhu, X4 : Waktu,

(X1)2 : Konsentrasi Gula2, X22 : Konsentrasi

Pektin2, X

32 : Suhu2, X42 : Waktu2, X1*X2 :

Konsentrasi Gula*Konsentrasi Pektin,

X1*X3 : Konsentrasi Gula*Suhu, X1*X4 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*X3 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*x4 :

Konsentrasi Pektin*Waktu, X3*X4 :

Suhu*Waktu

Berdasarkan Koefisien regresi

terestimasi untuk a* diketahui bahwa

determinasi (R2) dalam persamaan a* ini

adalah 36,8 % yang artinya hanya 36,8 %

dari semua data yang digunakan dalam

penyusunan model. Koefisien terbesar

adalah pektin yaitu 15.5833. Pektin

berhubungan positif dengan a*, sehingga

semakin tinggi konsentrasi pektin yang

ditambahkan pada leather guava, menurut

persamaan ini, a* akan semakin tinggi.

Koefisien terkecil adalah interaksi gula dan

suhu (Gula*Suhu) sebesar -0,0097. a* dan

interaksi Gula*suhu berhubungan negatif,

sehingga semakin besar interaksi gula dan

suhu yang digunakan maka a* akan

semakin rendah.

3.1.2 b* (Kuning)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap b* adalah suhu, waktu, interaksi

suhu (fungsi kuadratik) suhu*suhu dan

interaksi waktu (fungsi kuadratik)

waktu*waktu. Berdasarkan tabel Estimated

Regression Coefficients untuk b*,

pengaruh penambahan gula, pektin, suhu

dan waktu diperoleh persamaan sebagai

(5)

5 ©2015Universitas Trunojoyo Madura

Konsentrasi Gula*Konsentrasi Pektin,

X1*X3 : Konsentrasi Gula*Suhu, X1*X4 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*X3 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*x4 :

Konsentrasi Pektin*Waktu, X3*X4 :

Suhu*Waktu

Berdasarkan Koefisien regresi

terestimasi untuk b* diketahui bahwa

determinasi (R2) dalam persamaan b*

adalah 19,4 % yang artinya hanya 19,4 %

dari semua data yang digunakan dalam

penyusunan model. Koefisien terbesar

adalah waktu yaitu -26,703. Pektin

berhubungan negatif dengan b*, sehingga

semakin tinggi waktu pengeringan pada

leather guava, menurut persamaan ini, b*

akan semakin rendah. Koefisien terkecil

adalah interaksi gula dan suhu

(Gula*Suhu) sebesar 0,009. b* dan

interaksi Gula*suhu berhubungan positif,

sehingga semakin besar interaksi gula dan

suhu yang digunakan maka b* akan

semakin besar.

3.1.3 L* (L= 0 Hitam, L=100 Putih)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap L* adalah suhu, waktu, interaksi

suhu (fungsi kuadratik) suhu*suhu,

interaksi (fungsi kuadratik) waktu*waktu

dan interaksi suhu*waktu. Berdasarkan

tabel Estimated Regression Coefficients

untuk L*, pengaruh penambahan gula,

Konsentrasi Gula*Konsentrasi Pektin,

X1*X3 : Konsentrasi Gula*Suhu, X1*X4 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*X3 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*x4 :

Konsentrasi Pektin*Waktu, X3*X4 :

Suhu*Waktu

Berdasarkan Koefisien regresi terestimasi

untuk L* diketahui bahwa determinasi (R2)

dalam persamaan L* ini adalah 34,4 %

yang artinya hanya 34,4 % dari semua data

yang digunakan dalam penyusunan model.

Koefisien terbesar adalah waktu yaitu

-19,876. Pektin berhubungan negatif

dengan L*, sehingga semakin tinggi waktu

(6)

6 ©2015Universitas Trunojoyo Madura

persamaan ini, L* akan semakin rendah.

Koefisien terkecil adalah interaksi gula dan

suhu (Gula*Suhu) sebesar 0,004. L* dan

interaksi Gula*suhu berhubungan positif,

sehingga semakin besar interaksi gula dan

suhu yang digunakan maka L* akan

semakin besar.

3.1.4 Hardness (Kekerasan)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap Hardness adalah suhu, interaksi

pektin (fungsi kuadratik) pektin*pektin dan

interaksi suhu (fungsi kuadratik)

suhu*suhu. Berdasarkan table Estimated

Regression Coefficients untuk Hardness,

pengaruh penambahan gula, pektin, suhu

dan waktu diperoleh persamaan sebagai

berikut

Y = 4487,11 + 231,35 X1 + 184,50 X2 –

521,93 X3– 152,88 X4– 150,89 X12 – 4,56

X22 + 21,49 X32 + 1,45 X42 + 32,33 X1*X2

+ 7,74 X1*X3– 6,20 X1*X4– 2,84 X2*X3–

1,55 X2*X4 + 4,47 X3*X4… (4)

dimana Y: Hardness, X1 : Konsentrasi

Pektin, X2 : Konsentrasi Gula, X3 : Waktu,

X4 : Suhu, (X1)2 : Konsentrasi Pektin2, X22 :

Konsentrasi Gula2, X

32 : Waktu2, X42 :

Suhu2, X

1*X2 : Konsentrasi

Pektin*Konsentrasi Gula, X1*X3 :

Konsentrasi Pektin*Waktu, X1*X4 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*X3 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*x4 :

Konsentrasi Gula*Suhu, X3*X4 :

Waktu*Suhu

Hasil dari Koefisien regresi

terestimasi untuk hardness diketahui

bahwa determinasi (R2) dalam persamaan

hardness ini adalah 60,2 % yang artinya

hanya 60,2 % dari semua data yang

digunakan dalam penyusunan model.

Koefisien terbesar adalah waktu yaitu

-521,93. Waktu berhubungan negative

dengan hardness, sehingga semakin rendah

waktu yang digunakan dalam pengeringan

fruit leather djambu biji, menurut

persamaan ini, hardness akan semakin

tinggi. Koefisien terkecil adalah interaksi

suhu (fungsi kuadratik suhu) sebesar 1,47.

Hardness dan interaksi suhu berhubungan

positif, sehingga semakin besar interaksi

suhu yang digunakan maka hardness juga

akan semakin besar.

3.1.5 Springiness (Elastisitas)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap Springiness adalah interaksi suhu

(fungsi kuadratik) suhu*suhu. Berdasarkan

tabel Estimated Regression Coefficients

untuk a*, pengaruh penambahan gula,

pektin, suhu dan waktu diperoleh

persamaan sebagai berikut

Y = 428,065 + 71,636 X1 + 33,216 X2 +

75,807 X3 – 35,299 X4 – 25,765 X12 –

1,031 X22 – 6,442 X32 + 0,351 X42 + 2,281

X1*X2 – 0,080 X1*X3 – 0,562 X1*X4 –

(7)

7 ©2015Universitas Trunojoyo Madura

Hasil dari Koefisien regresi

terestimasi untuk springiness diketahui

bahwa determinasi (R2) dalam persamaan

springiness ini adalah 4,2 % yang artinya

hanya 4,2 % dari semua data yang

digunakan dalam penyusunan model.

Koefisien terbesar adalah waktu 75,807

waktu berhubungan positif dengan

springiness, sehingga semakin lama waktu

yang digunakan maka nilai springiness

akan semakin besar. Koefisien terkecil

adalah interaksi waktu dan suhu

(waktu*suhu) -0,000. Interaksi waktu dan

suhu (waktu*suhu) berhubungan negatif

dengan springiness, sehingga semakin

rendah interaksi waktu dan suhu yang

digunakan, nilai springiness juga akan

besar.

3.1.6 Gumminess (Kelengketan)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap Gumminess adalah waktu, suhu

interaksi pektin (fungsi kuadratik)

pektin*pektin, interaksi waktu (fungsi

kuadratik) waktu*waktu, interaksi

pektin*gula, interaksi gula*waktu dan

interaksi suhu*waktu. Berdasarkan table

Estimated Regression Coefficients untuk

Gumminess, pengaruh penambahan gula,

pektin, suhu dan waktu diperoleh

Hasil dari Koefisien regresi

terestimasi untuk gumminess diketahui

bahwa determinasi (R2) dalam persamaan

gumminess ini adalah 53,7 % yang artinya

hanya 53,7 % dari semua data yang

digunakan dalam penyusunan model.

Koefisien terbesar adalah waktu -401,87.

Waktu berhubungan negatif dengan

gumminess, sehingga semakin besar waktu

yang digunakan dalam pengeringan akan

(8)

8 ©2015Universitas Trunojoyo Madura

kecil. Koefisien terkecil adalah interaksi

suhu (suhu*suhu) 0,06. Gumminess dan

interaksi suhu berhubungan positif,

sehingga semakin rendah interaksi suhu

yang digunakan dalam pengeringan, nilai

gumminess juga akan semakin rendah.

3.1.7 Chewiness (Kekenyalan)

Faktor yang berpengaruh nyata

terhadap Chewiness adalah interaksi

pektin*gula, interaksi pektin*waktu,

interaksi pektin*suhu, interaksi

gula*waktu, interaksi gula*suhu dan

interaksi waktu*suhu. Berdasarkan table

Estimated Regression Coefficients untuk

Chewiness, pengaruh penambahan gula,

pektin, suhu dan waktu diperoleh

persamaan sebagai berikut

Y = -11504,4 + 3834,9 X1 + 1040,4 X2 +

353,1 X3 + 7,6 X4 + 211,6 X12 + 12,5 X22 +

68,8 X32 + 0,6 X42 + 330,9 X1*X2 – 800,0

X1*X3– 81,5 X1*X4 – 166,3 X2*X3– 16,0

X2*X4 + 44,9 X3*X4… (7)

dimana Y : Chewiness, X1 : Konsentrasi

Pektin, X2 : Konsentrasi Gula,X3 :Waktu,

X4 : Konsentrasi Suhu, X12 : Konsentrasi

Pektin2, X

22 : Gula2, X32 : Waktu2, X42 :

Konsentrasi Suhu2, X

1*X2 : Konsentrasi

Pektin*Konsentrasi Gula, X1*X3 :

Konsentrasi Pektin*Waktu, X1*X4 :

Konsentrasi Pektin*Suhu, X2*X3 :

Konsentrasi Gula*Waktu, X2*X4 :

Konsentrasi Gula*Suhu, X3*X4 :

Waktu*Suhu

Berdasarkan Koefisien regresi

terestimasi untuk chewiness diketahui

bahwa determinasi (R2) dalam persamaan

chewiness ini adalah 47,6 % yang artinya

hanya 47,6 % dari semua data yang

digunakan dalam penyusunan model.

Koefisien terbesar adalah Konsentrasi

pektin 3834,9. chewiness dengan

konsentrasi pektin berhubungan positif,

sehungga semakin besar pektin yang

digunakan dalam formula fruit leather akan

mengakibatkan nilai chewiness juga

semakin besar. Koefisien terkecil adalah

interaksi suhu (suhu*suhu) 0,6. interaksi

suhu dan chewiness berhubungan positif,

sehungga semakin rendah interaksi suhu

yang digunakan dalam proses pengeringan

akan membuat nilai chewinessfruit leather

akan semakin rendah.

3.2 Pembahasan

Berdasarkan Estimated Regression Coefficients Interaksi suhu dan waktu (suhu*waktu) berpengaruh signifikan terhadap nilai a*,dan berkorelasi negative terhadap nilai T, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi interaksi suhu dan waktu maka nilai a* juga akan semakin tinggi. Suhu tinggi, waktu rendah dan waktu tinggi, suhu rendah mengakibatkan nilai a* tinggi karena pemanasan merata. Nilai a* juga dipengaruhi secara signifikan

(9)

9 ©2015Universitas Trunojoyo Madura yang berkorelasi negative terhadap T,

sehingga semakin rendah interaksi suhu maka nilai a* akan semakin tinggi karena tidak terjadi pencoklatan. Secara keseluruhan pengaruh penambahan gula dan penabahan pektin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai a*, dilihat dari gambar Surface plot di atas pada konentrasi gula, pektin,suhu dan waktu berada di wilayah tengah, nilai a* menjadi tinggi, tetapi dapat dilihat bahwa pada penambahan kosnsentrasi gula yang rendah, konsentrasi pektin yang ekstrim (terendah dan tertinggi), waktu yang rendah serta suhu rendah, nilai a* juga tinggi, hal ini disebabkan beta karoten (lycopene) tidak rusak, pemanasan dengan waktu yang rendah dan suhu rendah, air yang terdapat pada leather guava akan menguap secara perlahan, suhu yang rendah tetap akan melakukan pengeringan dan tidak menyebabka case hardening atau keras diluar dan lunak di dalam, suhu yang tinggi akan menyebabkan warna leather guava menjadi lebih tua (Kurniawan, 2014), selain itu kadar gula yang rendah akan meminimalisir terjadinya browning atau reksi non enzimatis,

sehingga nilai a* tetap terjaga. Pada suhu tinggi dan waktu yang tinggi, nilai

a* masih stabil hal ini karena kadar gula yang sedikit, sehingga browning tidak terjadi dengan maksimal serta adanya asam sitrat. Ini juga terjadi pada nilai b* dan L*

Berdasarkan Estimated Regression Coefficients nilai b* dipengaruhi oleh suhu dan waktu yang keduanya berkorelasi negatif terhadap nilai T, sehingga semakin rendah nilai suhu dan waktu nilai b* akan semakin tinggi karena karotenoid kuning pada jambu biji tidak rusak akibat pemanasan yang tinggi dan waktu yang lama. Interaksi suhu (suhu*suhu) dan interaksi waktu (waktu*waktu) juga mempengaruhi secara signifikan terhadap nilai b* dan keduanya berkorelasi positif terhadap nilai T. Secara keseluruhan pengaruh penambahan konsentrasi gula terhadap nilai b* tergantung pada tinggi rendahnya suhu dan waktu, pada konsentrasi gula tinggi dengan suhu dan waktu pengeringan yang randah, akan mengakibatkan nilai b* tinggi.

(10)

10 ©2015Universitas Trunojoyo Madura suhu dan waktu yang digunakan maka

nilai L* akan rendah karena terjadi pencoklatan. Interkasi suhu (suhu*suhu) dan interkasi waktu (waktu*waktu) juga berpengaruh signifikan terhadap nilai L*, keduanya berkorelasi positif terhadap nilai T. Penambahan konsentrasi gula terhadap L*adalah, semakin tinggi konsentrasi

gula maka nilai L* juga tinggi atau semakin terang, hal ini disebabkan karena gula memiliki sifat dapat mengikat air serta adanya asam sitrat yang dapat mencegah reaksi enzimatis (Fitriani, et al 2014), sehingga warna leather guava tetap bertahan meskipun dipanaskan karena menggunakan pemanasan waktu rendah, suhu rendah (30-40)˚C sesuai dengan penelitian Kurniawan (2014) bahwa suhu yang optimal dalam pembuatan fruit leather 40 ˚C. Pengaruh penambahan konsentrasi pektin terhadap L* pektin adalah pada konsentrasi pektin 1,5% dan asam sitrat yang ditambahkan, nilai L* tinggi yang disebabkan karena sifat pektin tidak berwarna, dapat mengembang membentuk gel apabila terdapat gula dan asam sitrat, serta kuatnya ketiga kombinasi tersebut dalam mengikat air (Gadjito et al., 2005), hal ini menyebabkan warna

leather guava menjadi tidak pekat dan lebih cerah. Pengaruh lama pengeringan atau waktu pada L* adalah semakin tinggi waktu yang digunakan maka nilai L* akan semakin rendah atau makin tua, begitu juga dengan suhu, semakin tinggi suhu yang digunakan dalam pengeringan maka nilai L* akan semakin rendah (Kurniawan, 2014), hal ini disebabkan karena pemanasan yang lama dan suhu yang tinggi membuat leather guava menguapkan banyak air, selain itu gula pada fruit leather akan mengalami karamelisasi dan terjadi browning atau pencoklatan yang membuat nilai L* rendah karena suhu yang tinggi dapat membuat kerusakan sel (Kurniawan, 2014).

Estimated Regression

Coefficients menunjukkan bahwa Hardness dipengaruhi signifikan oleh

suhu, suhu berkorelasi negative terhadap nilai T, sehingga ketika suhu terlalu tinggi akan menyebabkan case hardening. Interaksi suhu (suhu*suhu)

(11)

11 ©2015Universitas Trunojoyo Madura signifikan terhadap Hardness dan

berkorelasi negatif terhadap nilai T. Semakin rendah pektin yang digunakan maka kekerasan juga akan semakin tinggi, karena air yang diikat oleh pektin tidak banyak. Pada hardness secara keseluruhan, penambahan gula tidak berpengaruh secara signifikan. Pada waktu yang tinggi dengan suhu yang tinggi akan menaikan nilai hardness, selain itu pada kadar pektin

yang tinggi akan menyebabkan hardness menjadi rendah, hal ini

dikarenakan pektin membentuk gel tergantung pada kadar gula (Sriamornsak, 2003), dan menurut Pranoto, (2009) penambahan gula yang semakin tinggi akan mempengaruhi hardness yang menjadi makin keras,

hal ini sesuai dengan surface plot semakin tinggi kadar gula, hardness semakin meningkat.

Estimated Regression

Coefficients menunjukkan bahwa suhu berpengaruh nyata terhadap Springiness dan berkorelasi negatif terhadap nilai T, karena apabila suhu terlalu tinggi Fruit leather akan kehilangan banyak air sehingga tidak elastis. Springiness juga dipengaruhi oleh interaksi suhu (suhu*suhu) yang berkorelasi positif terhadap nilai T.

Springiness banyak dipengaruhi oleh

interaksi suhu, springiness meningakat ketika suhu rendah sekitar 30˚C dengan waktu 6 jam. Suhu yang tinggi di atas 50 ˚C akan menurunkan nilai springiness sesuai dengan penelitian

kurniawan (2014) pengeringan di atas 50˚C tekstur akan banyak kerutan dan kurang elastis, begitu juga dengan kadar gula yang tinggi dan waktu yang lama akan menurunkan nilai springiness, pemanasan yang lama dan

suhu tinggi akan menyebab sampel kehilngan banyak air dan meningkatnya zat terlarut dan dapat mempengaruhi tekstur (Gardjito, et al. 2005), tetapi kolaborasi antara kadar gula dan kadar pektin yang tinggi dapat meningkatkan nilai springiness karena pektin akan membentuk gel yang baik ketika terdapat gula (Sriamornsak, 2003).

Dari keseluruhan hasil surface plot dan menurut Estimated Regression

(12)

12 ©2015Universitas Trunojoyo Madura air dan tercampur pektin disertai

adanya asam sitrat membentuk tekstur yang lengket (Gardjito, et al. 2005). Interaksi pektin (pektin*pektin) juga berpengaruh signifikan dan berkorelasi negatif terhadap nilai T. Interaksi waktu (waktu*waktu) juga berpengaruh signifikan dan berkorelasi positif terhadap nilai T. Interaksi pektin*gula berpengaruh signifikan dan berkorelsi positif terhadap Gumminess karena dapat membentuk gel sehingga ketika dipanaskan dan kering, gel yang masih terdapat kadar air tetap terjaga dan mengakibatkan lengket, selain itu interaksi gula*waktu yang berkorelasi negatif terhadap T juga berpengaruh nyata terhadap Gumminess. Kadar gula yang tinggi serta adanya asam sitrat juga mempengaruhi tekstur, karena ketika gula ditambahkan dan terdapat asam sitrat dengan suhu rendah seharusnya membutuhkan waktu pengeringan yang lama (Kurniawan, 2014). Interaksi waktu*suhu berkorelasi positif terhadap nilai T, hal ini karena keduanya berperan pada proses pengeringan agar sampel leather guava tidak lembek.

Estimated Regression

Coefficients menunjukkan bahwa interaksi pektin*gula yang berkorelasi

positif terhadap T berpengaruh nyata terhadap chewiness, karena gula dapat mempengaruhi tekstur (Rosyida et al., 2014). Dalam keadaan panas, pektin yang ikut larut di dalamnya membentuk gel (Sriamornsak, 2003) sehungga membentuk tekstur kenyal yang baik pada leather guava. Interaksi pektin*waktu dan interaksi pektin*suhu keduanya berkorelasi negatif terhadap T juga berpengaruh nyata, karena waktu dan suhu tinggi akan mengeringkan air pada gel yang diikat oleh pektin. Interaksi gula*waktu dan interaksi gula*suhu juga berpengaruh signifikan terhadap Chewiness, keduanya berkorelasi negatif terhadap T, karena suhu dan waktu yang tinggi akan merubah tekstur pada fruit leather karena reaksi gula yang juga dapat mempengaruhi tekstur, selain itu interaksi suhu*waktu yang berkorelasi positif juga berpengaruh signifikan terhadap chewiness, karena tanpa pemanasan,

(13)

13 ©2015Universitas Trunojoyo Madura tinggi dan pektin tinggi menjadi

kombinasi yang tepat sehungga nilai chewiness meningkat. Hal ini disebabkan suhu dan waktu yang rendah tidak menguapkan kadar air terlalu banyak, sehingga gula masih terikat dengan air dimana pektin larut didalamnya sehingga membentuk gel yang kuat disertai dengan adanya asam sitrat (Gardjito, et al. 2005).

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Suhu pemanasan berpengaruh terhadap parameter warna (L*, a*, b*) dan parameter tekstur (Hardness, Springiness, Gumminess, Chewiness), dimana

parameter warna L* dipengaruhi suhu, fungsi kuadratik suhu dan interaksi suhu*waktu. a* dipengaruhi fungsi kuadratik suhu dan interaksi suhu*waktu. b* dipengaruhi suhu, fungsi kuadratik suhu. Parameter tekstur Hardness dipengaruhi suhu dan fungsi kuadratik suhu. Springiness dipengaruhi fungsi kuadratik suhu. Chewiness dipengaruhi interaksi pektin*suhu, interaksi gula*suhu

dan interaksi waktu*suhu. Gumminess dipengaruhu suhu, interaksi waktu*suhu.

2. Waktu pemanasan berpengaruh terhadap parameter warna (L*,a*, b*) dan parameter tekstur (Gumminess dan Chewiness), dimana parameter warna L* dipengaruhi waktu, fungsi kuadratik waktu dan interaksi waktu*suhu. a* dipengaruhi interaksi suhu*waktu. b* dipengaruhi waktu dan fungsi kuadratik waktu. Parameter tekstur Gumminess dipengaruhi waktu, fungsi kuadratik waktu, interaksi gula*waktu dan interaksi gula*suhu. Chewiness dipengaruhi interaksi pektin*waktu, interaksi gula*waktu dan interaksi waktu*suhu.

(14)

14 ©2015Universitas Trunojoyo Madura 4. Penambahan gula berpengaruh

terhadap parameter tekstur yaitu Gumminess dan Chewiness, dimana

Gumminess dipengaruhi interaksi

pektin*gula, interaksi gula*waktu. Chewiness dipengaruhi interaksi

pektin*gula, interaksi gula*waktu dan interaksi gula*suhu.

Daftar Pustaka

Biswas B, Rogers K, McLaughlin F, Daniels Dwayne, Yudav A. 2013. Antimicrobial Activities of Leaf Extracts of Guava (Psidium guajava L) on Two Gram-Negative and Gram-Positive Bacteria. International Journal of Microbiology 1-7

Dangkrajang S, Sirichote A, Suwansichon T. 2009. Development of Roselle Leather From Roselle (Hibiscussabdariffa L.) by Product. Asian Journal of Food and Agro-Industri. 2(04):788-795.

Delden KV. 2011. Fruit Leather. Extension Service. University of Alaska FairBanks.

Fitriani P, Fasokhani N, Maulita AF, Sari PC, Kartika AM. 2014. Asam Sitrat Sebagai Pengawet Alami Dalam Permen. Indonesian Food Technologits. (Online).

www.ift.or.id/2014/01/asam-

sitrat-sebagai-pengawet-alami.html. Diakses 3 Januari 2015, 15:53 WIB

Gardjito M, Sari TFK. 2005. Pengaruh Penambahan Asam Sitrat

Dalam Pembuatan Manisan Kering Labu Kuning (Cucurbita maxima) Terhadap Sifat-Sifat Produknya. Jurnal Teknologi Pertanian. 1(2): 81-85

Jha SN. 2010. Colour Measurement and Modeling. Non Destructive Evaluation of Food Quality (Chapter 2). Central Institute of Post-Harvest Engineering and Technology, Indhiana 141004, Punjab, India.

Kumar A. 2012. Importance For Life ‘Psidium Guava’. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences 3(1):137-142

Kurniawan D. 2014. Analisis Pengeringan Pada Proses Pembuatan Lembaran Buah (Fruit Leather) Pepaya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lamuel M, Diamante, Bai X, Busch J.

2014. Fruit Leathers: Method of Preparation and Effect of Different Conditions on Qualities. International Journal of Food Science (volume 2014) Article ID: 139890: 1-12. Maskan A, Kaya S, Maskan M. 2002.

Hot Air and Sun Drying of Grape Leather (Pestil). Journal of Food Engineering 47: 81-88.

Myers RH, DC Montgomery. 2002.

Response Surface

Methodology: Process and Product Optimization Using Design Experiment. J. Willey. New York.

(15)

15 ©2015Universitas Trunojoyo Madura Pranoto I. 2009. The Effect of The

Addition of Different Types and Concetration of Sugar and Different Concetration of Gelling Agent On The Physicochemical Properties and Sensory Characteristics of Guava Leather. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang. Ramalingam C, Mercy PI, Rai S and

Gupta S. 2010. Development of Tropical Fruit Bars and Assessment of Its Shelf Life. Journal of Experimental Sciences 1(7): 26-32

Rosyida F, Sulandari L. 2014. Pengaruh Jumlah Gula dan Asam Sitrat Terhadap Sifat Organoleptik, Kadar Air dan Jumlah Mikroba Manisan Kering Siwalan (Borassus flabellifer). E-Journal Boga. 03(1): 297-307

Shafi’I SN, Ahmad NL, Abidin MZ, Hani NM and Ismail N. 2013. Optimization of Hydrocolloids and Maltodextrin Addition on Roselle-Based Fruit Leather Using Two Level Full Factorial Design. International Journal of Bioscience, Bioinformatics, Biochemistry.3(4): 387-391

Siow LF and Hui YW. 2013. Comparison on the Antioxidant Properties of Fresh and Convection Oven-Dried Guava (PsidiumGuajava L).

International Food Research Journal. 20(2): 639-644

Sriamornsak P. 2003. Chemistry of Pektin and Its Pharmaceuntical Uses: Review. Silpakorn University International Journal 3(1-2) :207-222

Gambar

Tabel 3.1 Desain formulasi penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang ekstraksi buah pandan laut masih sangat minim, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap

Berdasarkan Gambar 2, hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan suhu, lama perendaman dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata ( p >0,05)

Dari data hasil dan analisis tinggi tanaman terlihat bahwa pemberian jenis kompos dan perbedaan waktu pemberian serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata

Berdasarkan Gambar 2, hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan suhu, lama perendaman dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata ( p >0,05)

Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi maka semakin besar kadar poligalakturonat yang dihasilkan sehingga semakin banyak rantai polimer

Apakah interaksi antara suhu dan waktu pemanasan pada modifikasi tepung ganyong dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) berpengaruh terhadap karakteristik

Dari data hasil dan analisis tinggi tanaman terlihat bahwa pemberian jenis kompos dan perbedaan waktu pemberian serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : “Kajian Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpananan Terhadap Karakteristik Mutu Produk Sirup Gula Invert Dari