25
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kerangka Teori
Hukum sebagai produk keputusan penguasa diartikan sebagai perangkat peraturan-peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah (atau badan-badan lain melalui pejabat berwenang yang membuatnya. Selain itu hukum juga sebagai produk putusan hakim diartikan bahwa yurisprudensi (keputusan hakim) yang akhirnya diikuti oleh hakim lain pada masa sesudahnya dalam peristiwa/kasus yang sama. Hukum juga diartikan sebagai petugas/pekerja hukum yang diartikan bahwa hukum sebagai sosok seorang polisi yang sedang bertugas atau seorang hakim sedang menyidangkan perkara, jaksa yang sedang menuntut perkara. Hukum juga sebagai wujud dari sikap tindak/perilaku adalah dalam perilaku seseorang yang dilakukan secara tetap dan teratur, perilaku tersebut telah menjadi kebiasaan seseorang dalam mengadakan hubungan hukum dengan orang lain dan jika perilaku tersebut menjadi bagian penting dari tata kehidupan masyarakat maka perilaku tersebut adalah hukum1.
1
26 Hukum diartikan sebagai sistem kaidah/norma yang berarti bahwa hukum adalah aturan yang hidup dan berkembang di tengah komunitas pergaulan masyarakat norma atau kaidah ini dapat berupa norma kesopanan, norma kesusilaan, agama dan hukum (yang tertulis), antar norma yang satu dengan yang lain berlaku saling melengkapi dan menguatkan, sehingga terbentuk sebagai suatu sistem; kemudian hukum juga diartikan sebagai tata hukum yaitu berarti hukum diartikan sebagai peraturan yang saat ini sedang berlaku (hukum positif) dan mengatur segala aspek kehidupan masyarakat, baik yang menyangkut kepentingan individu (hukum privat) maupun yang menyangkut kepentingan seseorang/masyarakat dengan negara (hukum publik)2.
Hukum diartikan sebagai tata nilai yang berarti bahwa hukum mengandung nilai tentang baik-buruk, salah-benar, adil-tidak adil dan sebagainya yang berlaku secara umum atau universal; hukum juga diartikan sebagai ilmu yang berarti bahwa hukum adalah ilmu pengetahuan maka hukum dapat dijelaskan secara sistematis, metodis, objektif dan universal; hukum juga diartikan sebagai gejala sosial bahwa hukum merupakan suatu gejala yang berada di dalam masyarakat. Sebagai gejala sosila hukum bertujuan untuk mengusahakan adanya keseimbangan dari berbagai macam kepentingan seseorang3.
Hukum juga diartikan sebagai sistim ajaran (disiplin hukum), sebagai sistem ajaran hukum akan dikaji dari dimensi das sollen dan das sein, sebagai das sollen, hukum menguraikan tentang segi idea hukum atau hukum yang
2Ibid . 3
27 citakan sehingga kajian ini akan melahirkan hukum “yang seharusnya” atau
“seyogyanya” dijalankan. Sedangkan das-sein merupakan wujud
pelaksanaan/penerapan hukum di dalam masyarakat. Antara das sollen dan das sein harus sewarnya yang berarti bahwa teori dan praktik harus sejalan4.
Hukum memiliki ragam pengertian, namun demikian bukan berarti hukum akan sulit untuk dimengerti. Hukum akan dapat dimengerti yaitu dengan mengetahui unsur-unsur pengertian hukum tersebut antara lain adalah: hukum dipahami sebaga perangkat peraturan, hukum dibuat oleh penguasa berwenang, bentuk hukum bisa tertulis maupun tidak tertulis, mengandung sifat memaksa/mengatur, ada sanksi bagi pelanggarnya, ditujukan pada aspek perilaku manusia, dan bertujuan untuk menciptakan keamanan, ketertiban dan keadilan5.
berdasarkan beberapa pendapat di atas tentang hukum, maka dapat disimpulkan bahwa hukum adalah adalah produk penguasa baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif yang tertulis mengatur mengenai tata nilai baik- buruk, benar atau salah, adil atau tidak adil, maupun mengatur hubungan-hubungan antara individu dengan individu atau masyarakat maupun hubungan-hubungan dengan negara yang berisi hak maupun kewajiban dan dapat pula berisi larangan-larangan dan sanksi bagi pelanggarnya yang memiliki tujuan untuk menciptakan keamanan, ketertiban dan keadilan.
Hukum memiliki tujuan, yang oleh Gustav Radbruch dengan Teorinya yaitu Rechtsidee bahwa hukum Idealnya harus mewujudkan tujuannya:
4Ibid
. 5Ibid
28
1. Keadilan (Grechtmategheit)
2. Kemanfaatan (Doelmaghteit)
3. Kepastian (Rechmategheit)
Bagi Radbruch ketiga aspek ini sifatnya relatif, bisa berubah-ubah. Satu
waktu bisa menonjolkan keadilan dan mendesak kegunaan dan kepastian hukum
ke wilayah tepi. Diwaktu lain bisa ditonjolkan kepastian atau kemanfaatan.
Aristoteles memberikan arti keadilan sebagai, “ius suum cuique tribuendi”
adalah memberikan masing-masing bagiannya. Dengan demikian keadilan tidak
boleh dipandang sama arti dengan persamarataan, karena keadilan bukan berarti
bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama. Pendapat Aristoteles juga
memunculkan adanya dua macam keadilan yaitu keadilan distributief dan
keadilan commutatief. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan
kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya. Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap
orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan melainkan
kesebandingan. Dan keadilan commutatief ialah keadilan yang memberikan pada
setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan.6
Menarik pengertian keadilan yang dikemukakan oleh O. Notohamidjojo,
keadilan itu menuntut perlawanan terhadap kesewenang-wenangan kepada
manusia, keadilan memberikan kepada masing-masing haknya, dengan kata lain
keadilan merupakan postulat (tuntutan atau dalil, yang tidak dapat dibuktikan,
yang harus diterima untuk memahami fakta atau peristiwa tertentu) bagi perbuatan
manusia. Karena keadilan menuntut untuk melihat sesama manusia sebagai
6
29
manusia, mewajibkan memanusiakan manusia (Vermenschlichung den
Menschen).7 Keadilan menempatkan fihak lain sebagai subyek seperti kita sendiri
ingin juga diakui sebagai subyek. Keadilan menuntut perlakuan seperti kita
sendiri diperlakukan. Keadilan mengucilkan kesewenang-wenangan. Dengan
demikian, sependapat dengan Ulpianus (± 200 AD), bahwa “justitia est constans et perpetua vo a haknya.8
2.2 Kasus Posisi dan Gugatan
2.2.1 Kasus Posisi
PARA KONSUMEN / NASABAH PT. BANK CENTURY, Tbk. (sekarang PT. BANK MUTIARA, Tbk.) Cabang Surakarta yakni Cabang Solo Nonongan dan Cabang Pembantu Solo Palur yang dalam hal ini selaku PELAKU USAHA, yang telah memperdagangkan Reksadana berupa : Dana Tetap Terproteksi dan Dicretionary Fund, yang dijamin aman dan akan lebih menguntungkan, akan tetapi kenyataannya (feitelijk) setelah masa jatuh tempo Reksadana tersebut tidak dapat dicairkan atau diuangkan oleh PARA KONSUMEN / PARA NASABAH.
Barang dan/atau jasa yang telah diperdagangkan oleh PT. BANK CENTURY adalah berupa Reksadana / Dana Tetap Terproteksi dan Dicretionary Fund, yang dalam produk Dana Tetap Terproteksi memiliki jangka waktu jatuh
7
O. Notohamidjojo, Demi Keadilan dan Kemanusiaan, BPK Gunung Mulia, Jakarta pusat, 1978,
hal. 89. 8Ibid
30 tempo per / 3 bulan dan Dicretionary Fund memiliki jangka waktu jatuh tempo per / 1 bulan.
Kemudian diketahui pula bahwa PT. ANTABOGA DELTA SEKURITAS ternyata mempunyai hubungan intern (dibelakang loket) dengan PT. BANK CENTURY, Tbk. terkait Reksadana yang diperdagangkan oleh PELAKU USAHA (TERGUGAT). PARA KONSUMEN/NASABAH hanya mengetahui PT.BANK CENTURY-lah yang memperdagangkan produk Reksadana berupa : Dana Tetap Terproteksi dan Dicretionary Fund, karena sejak awal PARA KONSUMEN/NASABAH tidak pernah mendapatkan informasi tentang
keberadaan PT. ANTABOGA DELTA SEKURITAS. PARA
KONSUMEN/NASABAH tidak pernah melakukan hubungan hukum langsung
dengan . ANTABOGA DELTA SEKURITAS, sebab PARA
KONSUMEN/NASABAH sejak awal hanya melakukan transaksinya dialamat dan loket resmi PT. BANK CENTURY, Tbk. / PT. BANK MUTIARA,Tbk.
31 CENTURY, Tbk selaku PELAKU USAHA, sehingga hal tersebut mengakibatkan kerugian PARA KONSUMEN/NASABAH.
2.2.2 Gugatan
Bahwa dalam gugatan PARA PENGGUGAT menyatakan perjanjian jual-beli produk reksadana berupa Dana Tetap Terproteksi (Code bilyet DD) dan Discretonary Fund (Code bilyet BB) yang telah diperdagangakan adalah cacat hukum dan dapat dibatalkan karena memperdagangkan barang illegal.
TERGUGAT atau PT BANK CENTURY/PT BANK MUTIARA Tbk. Melakukan perbuatan melawan hukum karena telah melanggar asas-asas dan ketentuan Undang-undang Perlindungan Konsumen. PARA TERGUGAT juga meminta untuk membayar kerugian yang diderita dengan total kerugian sebesar Rp. 38.937.000.000,- (tiga puluh delapan milyar sembilan ratus tiga puluh tujuh juta rupiah) secara tunai. PARA PENGGUGAT juga meminta untuk dibayarkan bunga sesuai yang diperjanjikan oleh TERGUGAT atas simpanan PARA PENGGUGAT.
2.3 Temuan Data dan Analisis
2.3.1 Temuan Data
1. Pertimbangan Hakim dalam Judex Factie a. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri
“Hakim menolak eksepsi kewenangan mengadili secara relatif yang
32 mengacu kepada Putusan Sela No: 58/Pdt.G./2010/PN.Ska. tanggal 1 November 2010 yang dalam pertimbangngannya menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Surakarta berwenang untuk memeriksa dan mengadili Gugatan PARA TERGUGAT. Dan oleh karena itu Majelis Hakim karena segala alasan dan pertimbangan hukum dalam Putusan Sela tersebut dijadikan alasan dan pertimbangan hukum Majelis Hakim untuk membertimbangakan eksepsi mengenai Kewenangan Mengadili dan bahwa Pengadilan Negeri Surakarta tidak berwenang mengadili tidak berwenang secara relatif untuk mengadili perkara ini dinyatakan ditolak. Mengenai fakta hukum bahwa tempat kedudukan PARA PENGGUGAT tidak berada dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta Majelis Hakim berpendapat bahwa hal tersebut tidak menyebabkan gugatan PARA TERGUGAT cacat formil, karena dalam diri PARA TERGUGAT melekat hak opsi untuk dapat secara bebas memilih Pengadilan
Negeri yang berwenang untuk memerikasa dan mengadili perkara ini sehingga diharapkan penyelesaian perkara ini dapat lebih efektif dan efisien. Dan alasan mengenai cacat formilnya Gugatan PARA TERGUGAT adalah alasan yang tidak benar menurut hukum dan sepatutnya ditolak.
Majelis Hakim mempertimbangkan eksepsi ad.2 TERGUGAT yang
33 PARA PENGGUGAT tidak terdapat hubungan hukum yang erat dan hubungan masing-masing adalah berdiri sendiri. Dalam pertimbangganya Majelis Hakim menggunakan alas hukum Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor: 08 Tahun 1999 Pasal 46 huruf b yang menegaskan bahwa: “Gugatan atas pelanggaran pelaku
usaha dapat dilakukan oleh: sekelompok Konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama” hakim mempertimbangkan
bahwa “sekelompok konsumen” mengandung arti “lebih dari satu konsumen”. dan oleh UUPK gugatan tersebut dapat dilakukan
dengan cara “Class Action” dan sepanjang memenuhi ketentuan
dalam Peraturan MA Nomor 1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Majelis Hakim juga mempertimbangan bahwa PARA PENGGUGAT dalam perkara ini mempunyai kepentingan yang sama sehingga kumulasi subjektif pihak PENGGUGAT dapat dibenarkan menurut hukum karena PARA PENGGUGAT mempunyai kapasitas yang sama yaitu
KONSUMEN dari TERGUGAT. Penyelesaian hukum dan
kepentingan hukum yang sama yaitu menuntut ganti rugi atas
34 terdapat hubungan hukum yang erat dan berdiri sendiri adalah tidak beralasan menurut hukum.
Majelis Hakim mempertimbangakn mengenai penarikan
TERGUGAT dengan menyebut Kantor Pusat dan Kantor Cabang secara bersama-sama dan mendalilkan bahwa formulasi yang dilakukan PARA PENGGUGAT dalam menarik TERGUGAT dengan menempatkan Kantor Pusat terlebih dahulu dan kemudian kantor cabang surakarta adalah kekeliruan karena mempersamakan apabila mengggugat instansi pemerintah. Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa pihak yang digugat yaitu PT BANK CENTURY/PT BANK MUTIARA tbk. Adalah satu badan hukum. Majelis Hakim beralasan bahwa Kantor cabang tidak terpisah dari Kantor Pusat/Induk Perusahaan. Kantor cabang bukanlah
merupakan anak perusahaan yang berdiri sendiri yang secara
legal terpisah satu sama lain, sehingga dalam prinsipnya segala
klaim dan resiko menjadi tanggung jawab kantor pusat. Dan juga kanor pusat dapat tetap mengontrol langsung perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Kantor Cabang dan kantor cabang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada Kantor Pusat. Majelis hakim menurut pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka dalil/eksepsi TERGUGAT harus dinyatakan ditolak.
Majelis Hakim mempertimbangakan mengenai dalil/eksepsi
35 karena memperadukkan dalil gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan dalil gugatan ingkar janji (wanprestasi) hakim mempertimbangkan bahwa secara teoritis wanprestaswi adalah Genus Spesifik dari PMH atau dengan kata lain, wanprestasi
merupakan suatu bagian yang bersifat khusus dari PMH. Gugatan merupakan wanprestasi apabila didasari adanya suatu hubungan hukum yang diatur dalam perjanjian yang dalam pelaksanaanya terjadi cidera janji dan asalkan tidak melanggar peraturan perundang-undangan. PMH dapat didasari oleh suatu perjanjian dan dapat pula didasari tanpa suatu perjanjian, namun jika dalam pelaksanaan perjanjian terdapat suatu pelanggaran peraturan
perundang-undangan oleh karena itu wanprestasi merupakan
bagian dari PMH, esensi perbedaan mendasar antara PMH dan
wanprestasi adalah bukanlah karena ada tidaknya suatu
perjanjian dalam hubungan hukum melainkan ada tidaknya
suatu aturan hukum yang dilanggar dalam pelaksanaan
perjanjian tersebut. Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa
36 14 dan 15 posita gugatan dan angka 3,5,6 petitum gugatan tidak mempercampuraduk antara dalil wanprestasi dan dalil
perbuatan melawan hukum yang oleh itu materi dalil/eksepsi
TERGUGAT seharusnya ditolak.
Majelis Hakim mempertimbangkan dalil/eksepsi TERGUGAT yang
mengatakan bahwa uraian dalil PMH tidak jelas. Bahwa isilah “bodong” atau illegal ilstilah tersebut secara hukum tidak
bermakana. Kemudian bahwa PMH diartikan sebagai perbuatan yang melanggar ketentuan dalam PerUUan, dan dalam Perkara LIDENBAUM Vs Cohen: berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan hak subjektif orang lain, kewajiban
hukum si pembuat, kaidah yang hidup dalam masyarakat dan
prinsip kepatutan serta kehati-hatian. Majelis hakim mempertimbangkan bahwa TERGUGAT melanggar ketentuan Pasal 7 UUPK dan UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan
sebagaimana terurai dalam posita angka 10 surat gugatan sehingga uraian dalil PMH tidak jelas seharusnya ditolak.
Majelis Hakim mempertimbangkan mengenai dalil TERGUGAT
yang menyebutkan bahwa kerugian PARA PENGGUGAT tidak jelas akibat perhitungan ganda sehingga gugatan menjadi tidak jelas, menurut majelis hakim bahwa mengenai jumlah kerugian PARA PENGGUGAT merupakan hak PARA PENGGUGAT dan
37 mengenai kerugian tersebut. Sehingga dalil/eksepsi TERGUGAT
sepatutnya untuk ditolak.
Majelis hakim mempertimbangkan mengenai dalil/eksepsi
TERGUGAT bahwa gugatan PARA TERGUGAT terlalu dini diajukan atau (prematur). Majelis Hakim berpendapat bahwa hubungan hukum PARA PENGGUGAT selaku KONSUMEN dengan TERGUGAT selaku PELAKU USAHA, dan dalil pokok PARA PENGGUGAT tersebut tidak menyangkut PT. ANTABOGA DELTA SEKURITAS, dan TERGUGAT mendalilkan bahwa PT. ANTABOGA DELTA SEKURITAS sedang diperiksa oleh MABES POLRI berkaitan dengan produk reksadananya tidak benar karena harus menunggu proses pidana tidak berdasar menurut hukum karena terlepas ada tidaknya hubungan hukum antara PARA
PENGGUGAT dengan TERGUGAT maupun TURUT
TERGUGAT karena menurut Pasal 19 Ayat 4 UUPK9 dalam sengketa perlindungan konsumen, pemberian ganti rugi dalam proses perkara perdata tidak menghalangi dan tidak meniadakan tuntutan secara pidana terhadap PELAKU USAHA. Dan berdasarkan Pasal tersebut diatas dalil TERGUGAT tidak benar, yang menyatakan bahwa sesuai dengan hukum acara pidana, terhadap harta benda yang telah disita yang diduga berasal dari kejahatan akan diputus pengadilan dalam putusan akhir termasuk kewajiban pembayaran
9
38 ganti rugi terhadap investor yang dirugikan seingga untuk kepastian hukumnya masih menunggu proses hukum yang sedang berjalan. Karena dalam Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana tidak dikenal adanya konsep ganti rugi terhadap korban sepanjang korban tidak menuntut haknya. Oleh karena itu meskipun TERGUGAT atau TURUT TERGUGAT dalam suatu perkara pidana dinyatakan bersalah, tetap saja PARA PENGGUGAT tidak akan mendapatkan masalah ganti rugi harus dipertimbangkan dalam perkara perdata. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas gugatan para penggugat terlampau dini diajukan tidak benar dan tidak beralasan menurut hukum sehingga harus ditolak.
DALAM POKOK PERKARA
1) Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa terlebih dahulu kapasitas PARA PENGGUGAT yang memposisikan diri sebagai KONSUMEN atau NASABAH TERGUGAT dan kapasitas TERGUGAT yang diposisikan oleh PARA PENGGUGAT sebagai PELAKU USAHA. Majelis Hakim dalam pertimbangannya dalam Pasal 1 angka 3 UUPK10 tentang pengertian/definisi PELAKU USAHA yang termasuk didalamnya Perusahaan, Korporasi, koperasi, Importir, BUMN, Pedagang, distributor dan lain-lain. TERGUGAT adalah sebuah BANK UMUM dengan bentuk badan
10
39 hukum PT BANK CENTURY/PT BANK MUTIARA
Tbk. Usahanya dibidang ekonomi:menghimpun dana dalam
bentuk simpanan, menyalurkan dana dalam bentuk kredit dan bentuk lain-lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Majelis hakim berpendapat bahwa TERGUGAT yang merupakan BANK adalah PELAKU
USAHA sebagaimana dalam Pasal 1 angka 3 UUPK.
Sedangkan pihak yang menggunakan jasa atau produk BANK atau disebut NASABAH merupakan bagian dari KONSUMEN, atau dengan kata lain, KONSUMEN dari PELAKU USAHA berbentuk BANK disebut sebagai
NASABAH. Berdasarkan alat bukti 1A sampai dengan
T-31 B dan keterangan saksi NINIK IRAWATI dan Saksi
F.KURNIAWATI disimpulkan bahwa PARA
PENGGUGAT adalah NASABAH dari TERGUGAT,
atau dengan kata lain, PARA PENGGUGAT adalah
KONSUMEN dari TERGUGAT.
2) Mengenai barang/jasa dari TERGUGAT majelis mempertimbangkan sebagai berikut: bahwa ketentuan dalam Pasal 1 Angka 27 UU Pasar Modal11 mengenai definisi/pengertian reksadana, dan pengertian Discretionary
11
40 Fund atau Private Fund12 hakim berkesimpulan bahwa produk yang ditawarkan dan dijual kepada PARA
PENGGUGAT oleh TERGUGAT berupa reksa dana
tetap terproteksi dan DF adalah suatu produk tidak
berwujud, bergerak dan dapat diperdagangkan dalam
lalu lintas pasar modal memenuhi kualifikasi suatu
BARANG sebagaimana yang dimaksud dalam UUPK
Pasal 1 Angka 413.
3) Bahwa terbukti dan benar PARA PENGGUGAT membeli produk investasi dana tetap terproteksi dan DF pada
jam-jam kerja dan di loket-loket kantor TERGUGAT cabang surakarta yakni cabang solo nonongan dan cabang solo palur berdasarkan alat bukti P-1, P-2, P-3 dan keterangan saksi NINIK IRAWATI dan saksi F.KURNIAWATI.Dalam kurun waktu antara tahun 2007 sampai 2008 TERGUGAT masih menawarkan dan menjual produk reksadana dan terbukti dalam alat bukti T-1A sampai dengan T-31B yang kesemuanya adalah alat bukti pembelian reksadana. Membuktikan bahwa TERGUGAT menawarkan dan menjual produk investasi dana tetap terproteksi dan DF
12
Discretionary Fund atau Private Fund selanjutnya akan disebut DF/PF, Lihat Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No: 58/Pdt.G/2010/PN.Ska. Paragraf ke 2 hal., 241.
13
41 kepada para penggugat adalah benar dan terbukti
menurut hukum.
4) Majelis Hakim dalam pertimbangannya mengatakan bahwa oleh karena TERGUGAT merupakan PELAKU USAHA dalam menjual produk reksadana berupa dana tetap
terproteksi dan DF tidak dapat melepaskan tanggung
jawabnya apabila timbul kerugian atas produk
reksadana berupa dana tetap terproteksi dan DF yang
ditawarkan dan dijual kepada PARA PENGGUGAT, dan
TERGUGAT dapat dipertanggung jawabkan atas produk reksadana yang dijualnya.
5) Menimbang, bahwa dalam konsep investasi produk reksadana, seluruh uang hasil penjualan produk reksadana berikut keuntungan yang diperoleh dalam bentuk deviden atau bunga harus di simpan BANK KUSTODIAN, dan selain itu BANK KUSTODIAN juga bertindak selaku administratur investasi reksadana;.
KEP-42 476/BL/2009 tanggal 23 Desember 2009, di sebutkan bahwa BANK KUSTODIAN adalah Bank Umum yang mendapat persetujuan dari Bapepam dan LK sebagai Kustodian;
7) Menimbang, bahwa berdasarkan pengertian BANK KUSTODIAN sebagai mana tersebut di atas, dihubungkan dengan slip bukti transaksi pembelian reksadana dari PARA PENGGUGAT, serta dihubungkan pula dengan kode No. Reff. pada alat bukti P–17 sampai dengan alat bukti P–41, yaitu mengenai kode No. Reff 1300 adalah produk Reksadana yang dibeli melaui TERGUGAT Solo Nonongan, dan kode No. Reff 1302 adalah produk Reksadana yang dibeli melalui TERGUGAT Solo Palur, maka dapat di simpulkan fakta hukum: bahwa seluruh uang hasil penjualan produk reksadana berikut keuntungan yang diperoleh dalam bentuk deviden atau bunga di simpan oleh TERGUGAT, dan TERGUGAT juga bertindak selaku administratur investasi reksadana, sehingga menurut Majelis Hakim, selain bertindak sebagai penjual produk reksadana, TERGUGAT juga bertindak sebagai BANK KUSTODIAN
8) Menimbang, bahwa oleh karena TERGUGAT selaku PELAKU USAHA yang menjual reksadana kepada PARA
43 pengendalian interen yang memadai termasuk adanya: Prinsip pemisahan fungsi (segregation of duties) antara lain pemisahan pejabat dan pegawai Bank yang menjalankan fungsi sebagai BANK KUSTODIAN dengan
yang menjalankan fungsi sebagai Agen Penjual Efek
Reksa Dana dan/atau pemisahan unit kerja, pejabat, dan
pegawai bank yang menjalankan kegiatan fungsi BANK
KUSTODIAN dengan yang menjalankan fungsi Agen
Penjual Efek Reksa Dana;
9) Bahwa TERGUGAT selaku PELAKU USAHA penjual reksadana tidak memberikan informasi yang benar, tidak
memberikan informasi yang jelas dan tidak pula
memberikan informasi yang jujur kepada PARA
PENGGUGAT terkait dengan produk Reksadana yang di
jualnya, sehingga perbuatan TERGUGAT secara nyata
melanggar ketentuan dalam Pasal 7 huruf a dan b Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Jo. Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep- 11/BL/2006 tanggal 30 Agustus 2006 Tentang Perilaku Agen Penjual Efek Reksa Dana;
10)Menimbang, bahwa oleh karena TERGUGAT secara nyata telah melanggar ketentuan dalam Pasal 7 huruf a dan b
44 Perlindungan Konsumen Jo. Keputusan Ketua Bapepam
dan LK Nomor: Kep- 11/BL/2006 tanggal 30 Agustus
2006 Tentang Perilaku Agen Penjual Efek Reksa Dana,
maka dalil PARA PENGGUGAT yang menyatakan bahwa “TERGUGAT telah melakukan Perbuatan Melawan
Hukum” telah terbukti menurut hukum, sehingga Petitum
ke - 4 (empat) harus dikabulkan.
11)Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim adalah adil dan patut, apabila besarnya ganti rugi yang harus diberikan
oleh TERGUGAT selaku PELAKU USAHA kepada
PARA PENGGUGAT selaku KONSUMEN di sesuaikan
dengan presentase dalam alat bukti P – 17 sampai dengan
alat bukti P – 41 yang dihitung sejak tanggal pembelian
reksa dana oleh PARA PENGGUGAT sampai dengan
tanggal PARA PENGGUGAT menuntut haknya melalui
badan peradilan yaitu tanggal 31 Maret 2010.
12)Bahwa sesuai dengan ketentuan dalam huruf c angka 7 Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-11/BL/2006 tanggal 30 Agustus 2006 Tentang Perilaku Agen Penjual Efek Reksa Dana, yang pada pokoknya mengatur: bahwa tanda bukti kepemilikan atas efek reksadana yang sah adalah konfirmasi dari Bank Kustodian” , maka Majelis Hakim
45 buktI P – 41 berupa Konfirmasi Investasi yang di terbit kan oleh TURUT TERGUGAT adalah tidak sah sepanjang mengenai badan hukum yang menerbitkan, dan seharusnya TERGUGAT selaku BANK KUSTODIAN yang
menerima penyetoran dana dari PARA PENGGUGAT
menerbitkan KONFIRMASI INVESTASIDana Tetap
Terproteksi dan Discretionary Fund yang di lakukan oleh TERGUGAT di terbitkan konfirmasi investasi yang tidak sah menurut hukum Pasar Modal, karena di terbitkan
oleh Manager Investasi (TURUT TERGUGAT).
1) Maka terhadap perjanjian jual beli reksadana tersebut harus dinyatakan batal demi hukum, sehingga petitum ke- 3 (tiga) dapat dikabulkan.
47 surat edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 3 tahun 2000, Putusan dalam perkara ini tidak memenuhi syarat untuk di laksanakan terlebih dahulu atau dilaksanakan
secara serta merta (uitvoerbaarbijvoorraad), sehingga
Petitum ke-8 (delapan) dinyatakan di tolak. Pertimbangan Hakim yang berdasarkan alat bukti
Alat bukti T - 1A, T – 1B, T – 2A, T – 2B, T – 2C, T – 3A, T – 3B, T – 3C, T – 3D, T – 3E, T – 3F, T – 5A, T – 6A, T –
7A, T – 7B, T – 7C, T – 7D, T – 8A, T – 8B, T – 15A, T – 15B, T – 16A, T – 16B, T – 16C, T – 16D, T – 19A, T – 19B, T – 19C, T – 19D, T – 19E, T – 20A, T – 20B, T – 20C, T – 20D, T – 22A, T – 22B, T – 24A, T – 25A, T – 25B, T – 26A, T – 26B, T – 27 A, T – 27 B, T – 28A, T – 28B, T – 29B, T – 30A, T – 30B, T – 30C, T – 31A, dan alat bukti T 31B, yang kesemuanya merupakan bukti-bukti transaksi pembelian reksadana oleh PARA PENGGUGAT kepada TERGUGAT dalam kurun waktu tahun 2008. “Dengan demikian, dalil PARA PENGGUGAT yang menyatakan
“PARA PENGGUGAT telah membeli produk investasi
Dana Tetap Terproteksi dan Discretionary Fund dari
TERGUGAT” atau dalil “Bahwa TERGUGAT telah
48 Terproteksi dan Discretionry Fund kepada PARA PENGGUGAT” adalah benar dan terbukti menurut hukum”.
Alat bukti T – 9A dan alat bukti T – 9B hanya merupakan contoh blangko kosong yang tidak mempunyai nilai pembuktian sebagai suatu Perjanjian yang mengikat PARA PENGGUGAT dan TURUT TERGUGAT, maka alat bukti T – 9A dan alat bukti T – 9B tidak dapat membuktikan adanya
hubungan hukum berupa penempatan dana dan pembukaan rekening PARA PENGGUGAT pada TURUT TERGUGAT, dan menurut pendapat Majelis Hakim, untuk membuktikan ada tidaknya suatu Perjanjian yang mengikat Para Pihak, tidaklah cukup dibuktikan dengan keterangan Saksi,
namun harus dibuktikan dengan alat bukti tulisan
berupa Perjanjian dimaksud, dan tidak hanya berupa
contoh blangko Perjanjian;
Menimbang , bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka tidak benar dalil TERGUGAT yang menyatakan bahwa: “PARA
PENGGUGAT tidak mempunyai hubungan hukum dengan TERGUGAT, karena PARA PENGGUGAT tidak menempatkan dananya kepada TERGUGAT, melainkan kepada TURUT TERGUGAT”; dan oleh karena itu materi
49 (Obscuur Libel) karena tidak terdapat hubungan hukum antara PARA PENGGUGAT dengan TERGUGAT” telah
ikut pula dipertimbangkan DALAM POKOK PERKARA, dan sudah seharusnya Eksepsi tersebut dinyatakan tidak berdasar menurut hukum sehingga harus ditolak.
Alat bukti P – 17 sampai dengan alat bukti P – 41 berupa Konfirmasi Investasi yang di terbitkan oleh TURUT
TERGUGAT selaku Manager Investasi, bukan di terbitkan
oleh TERGUGAT sendiri selaku BANK KUSTODIAN, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa TERGUGAT telah menyalahi prosedur penjualan produk reksadana yang
diperdagangkannya.
Alat bukti yang tidak menjadi pertimbangan hakim
Alat bukti T – 13 Fotokopi surat Perkembangan penyidikan PT ANTABOGA DELTA SEKURITAS oleh Mabes Polri (alat bukti T – 13 ditarik atau tidak dijadikan alat bukti surat oleh tergugat).
50 SEKURITAS (alat bukti T – 33B aslinya ada di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) 14.
b. Pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti 1, 2 dan alat bukti
P-serta dihubungkan dengan keterangan Saksi NINIK IRAWATI dan Saksi F.KURNIAWATI/YOE FUNG, maka dapat disimpulkan bahwa benar dan terbukti PARA PENGGUGAT telah membeli produk investasi Dana Tetap Terproteksi dan Discretionary Fund dari TERGUGAT, pembelian produk investasi Dana Tetap Terproteksi dan Discretionary Fund tersebut dilayani dan dilakukan pada jam-jam kerja dan di loket - loket Kantor TERGUGAT Cabang Surakarta yakni Cabang Solo Nonongan dan Cabang Solo Palur;”
“Menimbang, bahwa karena alat bukti T-9A dan alat bukti T-9B
hanya merupakan contoh blangko kosong yang tidak mempunyai nilai.
Pembuktian sebagai suatu perjanjian yang mengikat PARA
PENGGUGAT dan TURUT TERGUGAT, maka alat bukti T-9A dan alat bukti T-9B tidak dapat membuktikan adanya hubungan
14
51 hukum berupa penempatan dana dan pembukaan rekening PARA PENGGUGAT pada TURUT TERGUGAT, dan menurut Majelis Hakim, untuk membuktikan ada tidaknya suatu Perjanjian yang mengikat Para Pihak, tidaklah cukup dibuktikan dengan keterangan Saksi, namun harus dibuktikan dengan alat bukti tulisan berupa Perjanjian dimaksud, dan tidak hanya berupa contoh blangko perjanjian;”
PEMOHON BANDING dinyatakan tidak mampu membuktikan
P- 1, P- 2 dan P- 3 sebagai Job Description lama adalah tidak benar dan karenanya sepatutnya dibatalkan.
Penerbit Konfirmasi Invesatasi (bukti P- 17 sampai P- 41) adalah
tidak sah karena diterbitkan oleh MANAJER INVESTASI.
PEMOHON BANDING berperan ganda dimana disatu sisi
sebagai administratur dan disisi lain sebagai bank kustodian.
Menyatakan bahwa dana tersebut berada pada PEMOHON
BANDING sebagai dasar menyatakan putusan dapat dijalankan terlebih dahului (uitvoerbaarbijvoorraad) putusan serta merta. Sehingga menghasilkan putusan bahwa Pengadilan Tinggi memperbaiki putusan Penngadilan Negeri “sepanjang
52 Terproteksi dan Discretionary Fund yang diperdagangkan oleh TERGUGAT PT. BANK CENTURY, Tbk. (sekarang PT. BANK MUTIARA, Tbk.) selaku PELAKU USAHA kepada PARA PENGGUGAT selaku KONSUMEN adalah batal demi hukum.
Menyatakan TERGUGAT PT. BANK CENTURY, Tbk.
(sekarang PT. BANK MUTIARA, Tbk.) selaku PELAKU USAHA telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
Menghukum TERGUGAT PT. BANK CENTURY, Tbk.
(sekarang PT.BANK MUTIARA, Tbk.) untuk mengembalikan uang pembelian Produk Reksadana kepada PARA PENGGUGAT secara tunai dan sekaligus sejumlah Rp. 35.437.000.000,- (Tiga Puluh Lima Milyar Empat Ratus Tiga Puluh Tujuh Juta
Rupiah15.
c. Pertimbangan Hakim tingkat Kasasi
Bahwa PARA PENGGUGAT adalah PARA KONSUMEN /
NASABAH PT.BANK CENTURY, Tbk. (sekarang PT. BANK MUTIARA, Tbk.) Cabang Surakarta yakni Cabang Solo Nonongan dan Cabang Pembantu Solo Palur yang dalam hal ini selaku PELAKU USAHA.
Bahwa oleh karena itu hubungan hukum antara PARA
PENGGUGAT dan TERGUGAT adalah hubungan antara
15
53 KONSUMEN dengan PELAKU USAHA yang mana secara Lex Specialist telah diatur oleh Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Bahwa PT. ANTABOGA DELTA SEKURITAS dalam hal ini
ditarik selaku subjek hukum dalam gugatan ini menjadi TURUT TERGUGAT, adalah untuk pemenuhan formalitas hukum acara dan yang akan tunduk kepada Putusan, karena baru belakangan diketahui bahwa PT. ANTABOGA DELTA SEKURITAS.
Bahwa PARA PENGGUGAT hanya mengetahui
TERGUGAT-lah yang memperdagangkan produk Reksadana berupa : Dana Tetap Terproteksi (code bilyet DD) dan Dicretionary Fund (code bilyet BB), karena sejak awal PARA PENGGUGAT tidak pernah mendapatkan informasi tentang keberadaan TURUT TERGUGAT. PARA PENGGUGAT tidak pernah melakukan hubungan hukum langsung dengan TURUT TERGUGAT,sebab PARA PENGGUGAT sejak awal hanya melakukan transaksinya di alamat dan loket resmi PT. BANK CENTURY, Tbk. / PT. BANK MUTIARA.Tbk.
Bahwa TERGUGAT dalam melakukan tugas penjualan produk
54 Jakarta, kepada seluruh kantor cabang-cabang dan penjualan produk tersebut selalu dilakukan / diperdagangkan oleh TERGUGAT pada jam-jam kerja, yang dilayani oleh semua Staff Management TERGUGAT tanpa terkecuali, sebagaimana tersebutkan dalam lembar Form Job Description kepada seluruh Staf Management yang dilakukan melalui “loket” resmi Kantor PT. BANK CENTURY, Tbk. / TERGUGAT sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2008. Bahkan PARA PENGGUGAT tidak pernah berhubungan hukum langsung dengan pihak ketiga (yaitu PT. ANTABOGA DELTA SEKURITAS), sehingga yang sepenuhnya paling bertanggungjawab adalah TERGUGAT (PT. BANK CENTURY, Tbk.) selaku PELAKU USAHA terhadap PARA KONSUMEN.
Bahwa dengan demikian TERGUGAT yang telah sengaja secara
55 yaitu mereka yang karena jabatannya itu (ambtshalve) selaku Marketing Officer dan Account Officer, dilakukan penugasan untuk melakukan penjualan barang yang diperdagangkan oleh TERGUGAT berupa “Reksadana tanpa ada teguran-teguran yang
bersifat melarang penjualan Reksadana dari Direksi PT. BANK CENTURY, Tbk. / TERGUGAT.
Bahwa atas penjualan produk Reksadana Investasi Dana Tetap
Terproteksi dan Dicretionary Fund tersebut, TERGUGAT memberikan Bilyet Konfirmasi Investasi kepada PARA PENGGUGAT sebagai tanda terimanya.
Bahwa kemudian pada awal November 2008, ketika PARA
PENGGUGAT akan mencairkan bilyet-bilyetnya sesuai dengan tanggal jatuh tempo ternyata bilyet-bilyet tersebut tidak dapat dicairkan / diuangkan di Loket Resmi PT. BANK CENTURY, Tbk. tersebut dan baru diketahui oleh PARA PENGGUGAT ternyata produk yang diperdagangkan tersebut adalah “bodong” /
illegaal, sehingga melanggar hukum (onrechtmatige daad),sebagaimana tersebut dalam Undang Undang No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen.
namun pada kenyataannya tidak bisa dicairkan / diuangkan
56 PENGGUGAT. Dengan demikian apa yang telah dilakukan oleh TERGUGAT dengan tidak memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa sebagai mana tersebut diatas merupakan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dan telah melanggar Peraturan Perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 29 ayat (4) Undang Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Bahwa hingga sampai dengan sekarang ini PARA PENGGUGAT belum pernah mendapatkan kepastian tentang pengembalian dana yang sudah melebihi masa jatuh tempo, namun kemudian akhirnya baru dapat diketahui oleh PARA PENGGUGAT melalui Mass Media bahwa produk
Reksadana yang ditawarkan oleh TERGUGAT dimaksud, adalah
57 TERGUGAT telah mengalami kerugian, oleh karena masa jatuh tempo sebagai mana yang telah diperjanjikan oleh TERGUGAT kepada PARA PENGGUGAT / PARA KONSUMEN, maka untuk itu TERGUGAT harus mengembalikan seluruh dana pokok milik PARA PENGGUGAT / PARA KONSUMEN dengan total keseluruhan sebesar Rp. 38.937.000.000,00 (tiga puluh delapan milyard sembilan ratus tiga puluh tujuh juta rupiah) secara tunai (contant)
Bahwa TERGUGAT (PT. BANK CENTURY, Tbk. sekarang PT.
BANKMUTIARA, Tbk.) dalam memperdagangkan produk reksadana tersebut,telah memperjanjikan bunga terhadap simpanan PARA PENGGUGAT / PARA KONSUMEN
Bahwa untuk menjamin Gugatan PARA PENGGUGAT kami
mohon Bapak Ketua Pengadilan Negeri Surakarta berkenan meletakan sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap harta kekayaan milik TERGUGAT / PT. BANK CENTURY, Tbk. (sekarang PT. BANK MUTIARA, Tbk.) baik berupa barang bergerak (roerend goederen)maupun tidak bergerak
Bahwa perkara ini adalah mengenai hak milik PARA
58 dahulu (Uitvoerbaar bij vooraad) meskipun ada upaya hukum Verzet, Banding, maupun Kasasi dari TERGUGAT16.
Bahwa Tergugat selaku pelaku usaha penjual reksadana telah
menyalahi prosedur penjualan produk reksadana yang diperdagangkan karena tidakmemberikan informasi yang jelas dan jujur kepada Para Penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal 7 huruf a dan b Undang-Undang No. 8 t ahun1999 tentang Perlindungan Konsumen jo. Keputusan Ketua Bapepam dan LKNo. Kep-11/BL/2006 tanggal 30 Agustus 2006 tentang Perilaku Agen Penjual Efek Reksadana, sehingga Tergugat harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh Para Penggugat tersebut.
Menimbang, bahwa terlepas dari pertimbangan tersebut di atas,
menurut pendapat Mahkamah Agung bahwa amar putusan Pengadilan Tinggi yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri sekedar mengenai amar tentang uitvoebaar bij voorrad harus diperbaiki dengan pertimbangan sebagai berikut: Bahwa berdasarkan Pasal 180 HIR dan sebagaimana ditegaskan dalam “PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS
PERADILAN PERDATA UMUM”, penerbit MAHKAMAH
AGUNG RI, Buku II, Edisi 2007, halaman 86 AD. PUTUSAN
16
59 SERTA MERTA pada poin 2, yang menyebutkan
“Wewenang menjatuhkan putusan serta merta hanya ada pada
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dilarang menjatuhkan putusan serta merta”.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. BANK CENTURY Tbk. (sekarang PT. BANK MUTIARA, Tbk, Tbk) Pusat Jakarta Cq. PT. BANK CENTURY, Tbk (sekarang PT. BANK MUTIARA, Tbk) Cabang SURAKARTA tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 110/Pdt/2011/PT.Smg., tanggal 18 Mei 2011 yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 58/Pdt.G/2010/PN.Ska. tanggal 13 Desember 2010 sehingga amarnya seperti yang akan disebutkan di bawah ini : Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak, meskipun dengan perbaikan amar putusan, maka Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini.
2.3.2. Analisis:
60 hukum itu dapat berupa undang maupun putusan hakim dan Undang-undang maupun putusan hakim harus sesuai dengan tujuan hukum yaitu kepastian hukum,kemanfaatan dan keadilan.
Putusan Hakim yang tidak dapat dilaksanakan (non eksekutable) atau putusan yang tidak memenuhi rasa keadilan sama artinya dengan tidak bermanfaat bagi pencari keadilan, karena tujuan yang diharapkan oleh pencari keadilan dalam beracara di pengadilan selain agar hukum dapat ditegakkan (kepastian hukum) dan dengan cara itu keadilan dapat diwujudkan, namun jika oleh karena hal-hal tertentu putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka tidak akan ada manfaatnya atau gunanya bagi pihak yang bersengketa.
Penulis akan mulai memaparkan analisa terhadap Putusan Mahkamah Agung nomor 2838/K/Pdt/2011 dengan menggunakan, UU Perlindungan Konsumen dan Peraturan perundang-undangan mengenai Perbankan sehingga Penulis dapat menyimpulkan atau menunjukkan bentuk Perlindungan Hukum untuk Nasabah atau Konsumen reksadana.
Dari Putusan Mahkamah Agung diatas penulis dapat melihat bahwa PT BANK CENTURY dalam menjalankan kegiatan usahanya bertindak sebagai AGEN PENJUALAN produk reksadana dari PT ANTABOGA DELTA SEKURITAS, PT BANK CENTURY secara terang dan terbuka menjual produk tersebut diloket-loket resminya.
61
“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.
Jika dilihat dari bunyi pasal tersebut diatas dan pertimbangan hakim dalam Putusan MA Penulis menyimpulkan bahwa PT BANK CENTURY dalam melakukan kegiatan usahanya tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjual produk reksadana dari PT ANTABOGA DELTA SEKURITAS, karena dalam putusan tersebut terungkap bahwa produk reksadena tersebut tidak memiliki izin dari Bapepam dan LK.
Jadi seharusnya PT BANK CENTURY lebih berhati-hati saat akan melakukan usahanya yaitu sebagai AGEN PENJUALAN reksadana dari PT ANTABOGA DELTA SEKURITAS sesuai dengan Pasal 29 Ayat (2) tersebut diatas karena prinsip kehatian-hatian adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh bank karena dalam Putusan MA tersebut telah mengakibakan kerugian bagi nasabah PT BANK CENTURY.
62 Maka dapat dilihat bahwa PT BANK CENTURY dalam melakukan kegiatan usahanya yaitu menjual produk reksa dana tidak memberi kejelasan informasi yang dalam hal ini Penulis simpulkan mengenai asal-usul produk tersebut, bahkan awal mulanya PARA TERGUGAT/NASABAH/KONSUMEN hanya mengetahui memiliki hubungan hukum dengan PT BANK CENTURY.
Dalam Putusan MA tersebut dalam pertimbangannya menggunakan alas hukum UU Perlindungan Konsumen Pasal 7 dan Pasal 19 yaitu mengenai kewajiban dan tanggung jawab Pelaku Usaha, dan penulis sudah cukup sepaham dengan pertimbangan hakim tersebut.
Penulis juga melihat bahwa PT BANK CENTURY tidak memberikan representasi yang benar kepada PARA TERGUGAT/NASABAH/KONSUMEN, representasi berguna untuk meminimalisir terjadinya kerugian, reprensentasi suatu produk dalam UU Perlindungan konsumen mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dan dapat terlihat dalam ketentuan Pasal 8 Ayat (1) f dan Pasal 9 ayat (1). Representasi yang benar menjadi sangat penting dalam penawaran maupun penjualan produk reksadana oleh PT BANK CENTURY dikarenakan tanpa represntasi yang benar mengakibatkan kerugian bagi PARA TERGUGAT/NASABAH/KONSUMEN.
63 ternyata produk reksadana yang ditawarkan oleh PT BANK CENTURY tidak mendapatkan izin dari Bapepam & LK, yang dapat diartikan bahwa produk reksadana tersebut tidak berizin, dalam keterkaitannya mengenai hal tersebut perlu diperiksa terlebih dahulu apakah PT BANK CENTURY mengetahui mengenai hal tersebut.
Karena dengan hal tersebut diatas dapat dilihat apakah PT BANK CENTURY beritikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya. Itikad baik ini penting menurut Penulis karena merupakan indikasi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT BANK CENTURY, apabila dalam faktanya PT BANK CENTURY mengetahui bahwa reksadana yang dijualnya tersebut tidak mengantongi izin dari Bapepam & LK. Itikad baik menjadi penting menurut Penulis karena berkaitan erat dengan asas kehati-hatian baik dalam UU Perbankan maupun UU Perlindungan Konsumen.
Penulis berpendapat bahwa itikad baik adalah unsur/esensi/inti dari dari UU Perbankan atau UU Perlindungan Konsumen maupun dalam perjanjian dan kontrak. Itikad baik atau (good faith) dapat dilihat menjadi inti dari tiap-tiap Pasal maupun klausula-klausula dalam perjanjian. Itikad baik menurut Penulis diwujudkan dalam suatu kewajiban ataupun perbuatan-perbuatan yang yang dilarang dalam Peraturan-perundang undangan.
64 pelanggar17. Tingkah laku hakim menurut Penulis adalah arah dari tujuan hukum yang dituju oleh Hakim yang dapat dilihat dari penerapan hukum, pertimbangan, maupun putusan hakim tersebut apakah sesuai dengan tujuan hukum.
Gustav Radbruch menjelaskan tujuan hukum harus berorientasi pada tiga nilai dasar hal yaitu: (1) kepastian hukum, (2) keadilan, (3) daya guna (kemanfaatan). Tuntutan utama dalam hukum adalah kepastian. Oleh karenanya hukum harus ditaati demi kepastiannya18. Ketiga nilai dasar tersebut tidak selalu berada dalam hubungan yang harmonis satu sama lain, melainkan berhadapan dan bertentangan satu sama lain. Keadilan bisa bertabrakan dengan kemanfaatan dan kepastian hukum. Tuntutan kemanfaaatan bisa juga bertabrakan dengan keadilan dan kepastian hukum dan seterusnya19.
Aristoteles mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, fiat jutitia bereat mundus. Selanjutnya dia membagi keadilan dibagi menjadi dua bentuk yaitu: Pertama, keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang, distribusinya memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proporsional “memberi tiap orang apa yang menjadi haknya”.
17
Turiman, Memahami Hukum Progresif Prof Satjipto Rahardjo Dalam Paradigma "Thawaf" sebuah Komtemplasi Bagaimana Mewujudkan Teori Hukum Yang Membumi /Grounded Theory Meng-Indonesia), Universitas Tanjungpura, hal. 9.
18
Wasis SP, Pengantar Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2002, hal. 15.
19
65 Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan ilegal.
Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang atau kata lainnya keadilan distributif adalah keadilan berdasarkan besarnya jasa yang diberikan, sedangkan keadilan korektif adalah keadilan berdasarkan persamaan hak tanpa melihat besarnya jasa yang diberikan20.
Penulis berpendapat bahwa dalam pertimbangan Majelis Hakim baik ditingkat PN maupun PT dan MA bermahkotakan keadilan, karena dapat dilihat dari arah tujuan dari keputusan yang dikeluarkan (Tujuan Hukum) oleh Majelis Hakim yang menitikberatkan kepada persamaan proporsional antara TERGUGAT DAN PENGGUGAT.
Dilihat dari pertimbangan Majelis Hakim baik dari tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi21 dapat dilihat bahwa judex factie tidak mengalami perubahan, bahwa Majelis Hakim baik PN ataupun PT menyatakan bahwa TERGUGAT dan PARA PENGGUGAT di dalam hubungan hukumnya adalah antara PELAKU USAHA dan KONSUMEN baik dalam sudut pandang
20
Bernard L Tanya dkk. TEORI HUKUM Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal. 45.
21
66 PERBANKAN22 maupun INVESTASI berupa Reksadana. PT BANK CENTURY atau TERGUGAT juga berperan sebagai AGEN PENJUALAN serta sebagai BANK KUSTODIAN, Majelis Hakim juga menyatakan bahwa TERGUGAT melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan menghukum tergugat untuk memberikan ganti rugi kepada PARA PENGGUGAT.
Dalam pertimbangannya hakim PN dan PT tersebut Penulis melihat bahwa mengesampingkan tata hukum prosedur beracara, dapat terlihat jelas dalam eksepsi TERGUGAT mengenai pencampuran gugatan Wanprestasi dan gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang kemudian oleh Majelis Hakim menolak eksepsi tersebut.
Perbuatan Melawan Hukum (PMH23) dan wanprestasi dalam satu Gugatan Perkara adalah sangat bertentangan dengan aturan hukum. Larangan untuk menggabungkan gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam 1 (satu) gugatan antara lain dikemukakan oleh M. Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya “ Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan24”.
22
Penulis berpendapat bahwa disini Majelis Hakim melakukan suatu penemuan hukum mengenai hubungan hukum antara NASABAH dengan BANK karena dalam literatur-literatur hukum maupun dalam peraturan perundang-undangan belum terlihat atau diatur secara tegas mengenai
hubungan hukum tersebut. Sutan Remy Sjahdeini, kebebasan berkontrak dan perlindungan yang
seimbang bagi para pihak dalam perjanjian kredit Bank di Indonesia, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2009, hal. 142-153.
23
Perbuatan Melawan Hukum selanjutnya akan disebut PMH. 24
67 Menurut M. Yahya Harahap menjelaskan antara PMH dan wanprestasi terdapat perbedaan prinsip dan tidak dapat dibenarkan mencampur adukkan wanprestasi dan PMH dalam satu gugatan berjalan. Dan apabila pencampuran tersebut menimbulkan suatu kontradiksi (obscuur libel) berarti terlalu bersifat formalistis karena jika petitum itu dihubungkan dengan posita, hakim dapat
meluruskannya sesuai dengan maksud posita.
Pelarangan juga diatur dalam Putusan Mahkamah Agung (“MA”) No. 879 K/Pdt /1997 mengenai penggabungan Wanprestasi dan PMH dalam satu gugatan yang menjelaskan bahwa:
Tabel 2: Perbedaan antara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum.
Ditinjau dari Wanprestasi PMH
Sumber hukum Wanprestasi menurut
Timbulnya hak menuntut Hak menuntut ganti rugi dalam wanprestasi timbul Tuntutan ganti rugi KUHPerdata telah
68 Mahkamah Agung juga pernah mengeluarkan Yurisprudensi mengenai masalah penggabungan ini,yaitu dalam Putusan MA No.1875 K/Pdt/1984 tanggal 24 April 1986. Dalam putusan MA itu disebutkan: “Penggabungan gugatan perbuatan melawan hukum dengan perbuatan ingkar janji tidak dapat dibenarkan
dalam tertib beracara dan harus diselesaikan secara tersendiri pula“.
Karena dalam Pertimbangan Majelis Hakim PN dan PT yang terbukti adalah Perbuatan Melawan Hukum dari PT BANK CENTURY atau TERGUGAT, Majelis Hakim terlihat tidak mendalilkan/mempertimbangkan mengenai Wanprestasi yang dilakukan oleh PT BANK CENTURY atau TERGUGAT. Terlihat bahwa Majelis Hakim tidak melihat dasar dari gugatan wanprestasi yaitu perjanjian yang diwujudkan dalam suatu Kontrak Investor Kolektif25. Menurut penulis Majelis Hakim hanya mempertimbangkan berupa bukti jual-beli reksadana tersebut yang menurut Penulis bukti tersebut adalah bukti dari prestasi atau bukti tunainya prestasi bukan merupakan perjanjian itu sendiri. Penulis berpendapat bahwa Majelis hakim mempersamakan antara wanprestasi dan PMH.
Dapat disimpulkan bahwa dalam pertimbangan hukum mengesampingkan suatu kepastian hukum (prosedur beracara) senada dengan M.Yahya Harahap Majelis Hakim menanggalkan keformalan dalam proses beracara dan terlihat meluruskan maksud posita dalam pertimbangan yang mengatakan bahwa
25
69 “wanprestasi adalah Genus Spesifik dari PMH atau dengan kata lain, wanprestasi
merupakan suatu bagian yang bersifat khusus dari PMH dan jika dalam pelaksanaan perjanjian terdapat suatu pelanggaran peraturan perundang-undangan oleh karena itu wanprestasi merupakan bagian dari PMH, esensi perbedaan mendasar antara PMH dan wanprestasi adalah bukanlah karena ada tidaknya suatu perjanjian dalam hubungan hukum melainkan ada tidaknya suatu aturan hukum yang dilanggar dalam pelaksanaan perjanjian tersebut” Majelis Hakim juga meluruskan bahwa gugatan PENGGUGAT adalah PMH yang berangkat dari wanprestasi.
Menurut Gustav Radbuch bila terjadi pertentangan antara tata hukum dan keadilan begitu besar, sehingga dirasakan tidak adil, maka demi keadilan tata hukum itu harus dilepaskan26. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam pertimbangannya Majelis Hakim mengesampingkan tata hukum beracara demi dapat diwujudkannya keadilan, hukum bergerak ke arah keadilan saat kepastian hukum dirasakan tidak adil. Menurut Penulis Majelis Hakim mefungsikan dirinya untuk membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan adil.
Cerminan adanya keadilan dalam pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa “adil dan patut, apabila besarnya ganti rugi yang harus diberikan oleh TERGUGAT selaku PELAKU USAHA kepada PARA
PENGGUGAT selaku KONSUMEN di sesuaikan dengan presentase dalam alat
26
70 bukti P – 17 sampai dengan alat bukti P – 41 yang dihitung sejak tanggal pembelian reksa dana oleh PARA PENGGUGAT sampai dengan tanggal PARA
PENGGUGAT menuntut haknya melalui badan peradilan yaitu tanggal 31 Maret 2010”. Terlihat bahwa ganti rugi tersebut juga harus adil bagi TERGUGAT, bahwa ganti rugi harus sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh TERGUGAT, Bahwa ganti rugi harus memperbaiki kerugian27. Dalam gugatan ganti kerugian yang diajukan oleh PARA PENGGUGAT total kerugian sebesar Rp. 38.937.000.000,- (tiga puluh delapan milyar sembilan ratus tiga puluh tujuh juta rupiah) disertai dengan bunga yang telah dijanjikan oleh TERGUGAT, namun oleh Majelis Hakim dalam amarnya menetapkan pengembalian sejumlah Rp. 35.437.000.000,- (Tiga Puluh Lima Milyar Empat Ratus Tiga Puluh Tujuh Juta Rupiah), dengan ganti rugi sebesar Rp.5.675.691.668,- (Lima Milyar Enam Ratus Tujuh Puluh Lima Juta Enam Ratus Sembilan Puluh Satu Ribu Enam Ratus Enam Puluh Delapan Rupiah) menunjukkan bahwa Majelis Hakim memperhatikan hak TERGUGAT, bahwa porsi kerugian yang ditimbulkan harus sesuai dengan dengan kerugian yang benar telah ditimbulkan oleh TERGUGAT yang dibuktikan dengan alat bukti. Dapat disimpulkan bahwa dalam hal ganti rugi tidak boleh melupakan hak dari yang diminta ganti rugi, ganti rugi harus jugalah berprinsipkan dasar kesamaan proporsional28.
Jika dalam ganti kerugian karena wanprestasi, biasanya besarnya kerugian telah terlebih dahulu ditentukan besar dan ketentuannya dalam perjanjian,
27
Ibid., hal. 45. 28Ibid
71 sedangkan dalam hal ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum, hakim mempunyai kebebasan untuk menerapkan besarnya ganti rugi tersebut sesuai dengan asas kepatutan, sejauh hal tersebut memang dimintakan oleh pihak penggugat, bahkan telah menjadi jurisprudensi tetap dari Mahkamah Agung Indonesia bahwa hakim dalam menentukan besarnya ganti kerugian harus menetapkan menurut keadilan29.
Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa Perjanjian Jual-Beli Reksanadana antara TERGUGAT dan PARA PENGGUGAT adalah batal demi hukum karena TERGUGAT tidak mengeluarkan bukti konfirmasi investasi, bukti konfirmasi tersebut dikeluarkan oleh TURUT TERGUGAT berdasarkan hukum pasar modal.
Seperti telah dijelaskan, bahwa sahnya perjanjian harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam undang-undang. Syarat-syarat-syarat tersebut terdiri dari syarat subjektif, dan syarat objektif. Tidak terpenuhinya syarat subjektif, yaitu kata sepakat dan kecakapan para pihak pembuatnya, membuat perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat objektif, yakni hal tertentu dan kausa yang halal30, menyebabkan perjanjiannya batal demi hukum. Dalam hal demikian dari semula dianggap tidak ada perjanjian dan perikatan yang timbul tujuan para pihak untuk meletakkan suatu perikatan yang mengikat mereka satu sama lain telah gagal, tak dapatlah
29
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 85.
30
72 pihak yang satu menuntut pihak yang lain di depan hakim, karena dasar hukumnya tidak ada. Hakim ini diwajibkan karena jabatannya menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan31.
Menurut pasal 1266 KUH Perdata, ada tiga hal yang harus diperhatikan sebagai syarat supaya pembatalan itu dapat dilakukan. Tiga syarat itu adalah: perjanjian bersifat timbal balik, harus ada wanprestasi, harus dengan putusan hakim.
Dapat dilihat bahwa batal demi hukum berangkat dari perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif dari syarat sahnya perjanjian, bahwa dalam pertimbangannya Majelis Hakim berdasarkan pada alat bukti kepemilikan atas efek reksadana yang tidak sah, yang menurut Penulis bukti kepemilikan bukanlah suatu perjanjian namun sebagai bentuk dari “prestasi” dari
perjanjian jual-beli reksadana antara TERGUGAT dan PARA PENGGUGAT. Sehingga dapat disimpulkan bahwa TERGUGAT telah melakukan wanprestasi karena prestasi tidak sesuai dengan perjanjian, karena hukum pasar modal telah menentukan prestasi berupa bukti kepemilikan atas efek reksadana harus dari manajer investasi.
Penulis menyimpulkan bahwa menurut hukum Pasar Modal TERGUGAT telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum, namun dalam hal perjanjian jual-beli reksadana antara TERGUGAT dan PARA PENGGUGAT adalah sah
31
73 menurut hukum namun terjadi wanprestasi karena pelaksanaan prestasi tidak sesuai dengan aturan hukum.
Dari tiga pertimbangan hakim PN, PT dan Kasasi (MA) terjadi perubahan mengenai penerapan hukum mengenai putusan serta merta uitvoerbaar bij voorraad yang artinya adalah putusan yang dapat dilaksanakan serta merta. Artinya, putusan yang dijatuhkan dapat langsung dieksekusi, meskipun putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap, pertimbangan Majelis Hakim PN menyatakan bahwa alat bukti yang yang diajukan oleh PARA PENGGUGAT bukanlah alat bukti otentik maka putusan serta merta tidak dapat dilaksanakan sedangkan menurut pertimbangan Majelis Hakim PT bahwa dana ada pada TERGUGAT maka putusan dapat dijalankan terlebih dahulu.
Adanya perbedaan tersebut merupakan benturan antara kepastian hukum dan keadilan. Bahwa Majelis Hakim PN menyatakan menurut ketentuan dalam Pasal 180 ayat (H.I.R) dan surat edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 3 tahun 2000, Putusan dalam perkara ini tidak memenuhi syarat untuk di laksanakan terlebih dahulu atau dilaksanakan secara serta merta (uitvoerbaarbijvoorraad) sedangkan menurut Majelis Hakim PT32 bahwa dana PARA TERGUGAT berada pada TERGUGAT jadi putusan dapat dilaksanakan terlebih dulu , yang kemudian diperbaiki oleh MA bahwa putusan serta merta hanya dapat dijatuhkan oleh PN PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN PERDATA UMUM”, penerbit MAHKAMAH AGUNG RI, Buku II, Edisi 2007,
halaman 86 AD. PUTUSAN SERTA MERTA pada poin 2, yang menyebutkan
32
74 “Wewenang menjatuhkan putusan serta merta hanya ada pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dilarang menjatuhkan putusan serta merta”.
Hukum bergerak ke arah keadilan karena Putusan serta merta Dalam buku “Hukum Acara Perdata” yang ditulis M. Yahya Harahap, S.H. disebutkan bahwa
menurut Subekti, praktik penerapan putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu, telah mendatangkan banyak kesulitan dan memusingkan para hakim. Satu segi undang-undang telah memberi wewenang kepada hakim menjatuhkan putusan yang seperti itu meskipun dengan syarat-syarat yang sangat terbatas. Pada sisi lain, pengabulan dan pelaksanaan putusan tersebut selalu berhadapan dengan ketidakpastian, karena potensial kemungkinan besar putusan itu akan dibatalkan pada tingkat banding atau kasasi33.
Melihat pendapat diatas Penulis berpendapat bahwa Putusan serta merta menimbulkan suatu ketidakpastian hukum apabila putusan tersebut dilaksanakan dengan TERGUGAT memberikan ganti rugi kepada PARA TERGUGAT yang kemudian TERGUGAT dan mengajukan banding dan memenangkan banding maka timbul masalah siapakah pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas ganti rugi yang telah dibayarkan TERGUGAT kepada PARA PENGGUGAT, terlihat bahwa Majelis Hakim PN berhati-hati terhadap putusan merta ini.
33
Diana Kusumasari, S.H., M.H., Dasar Hukum dan Pelaksanaan Putusan Serta Merta diakses
dari
75 Tabel 3: Amar Putusan Hakim (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Kasasi)
78 Delapan Rupiah).
6. Menghukum TURUT TERGUGAT untuk tunduk terhadap Putusan ini. 7. Menolak Gugatan PARA
PENGGUGAT selebihnya.
Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
Analisa:
Dari amar putusan PN, PT dan MA dapat terlihat bahwa tidak terlalu banyak mengalami perubahan baik dalam eksepsi maupun pokok perkara, yang berbeda adalah dalam Putusan mengenai Putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad). Jadi dapat dikatakan bahwa PN, PT dan MA sepakat atau sama atas
Judex factie dan Judex juris.
Putusan serta merta menurut Penulis hilang dalam amar putusan tersebut meskipun masuk ke dalam pertimbangan Majelis Hakim MA. Yang menurut Penulis perlunya Majelis Hakim MA memberikan suatu putusan eksekusitorial sebagai pengganti amar putusan serta merta yang dihilangkan oleh Majelis Hakim.
79 namun jika oleh karena hal-hal tertentu putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka tidak akan ada manfaatnya atau gunanya bagi pihak yang bersengketa.