• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Produk Fermentasi Onggok Oleh Ragi (Saccharomyses cereviseae) Dalam Ransum Konsentrat Terhadap Efisiensi Penggunaan Ransum Sapi Fries Holland Jantan Lepas Sapih.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Produk Fermentasi Onggok Oleh Ragi (Saccharomyses cereviseae) Dalam Ransum Konsentrat Terhadap Efisiensi Penggunaan Ransum Sapi Fries Holland Jantan Lepas Sapih."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Penggunaan Produk Fermentasi Onggok Oleh Ragi

(Saccharomyses cereviseae) Dalam Ransum Konsentrat Terhadap

Efisiensi Penggunaan Ransum Sapi Fries Holland Jantan Lepas Sapih.

Tidi Dhalika, Dedi Rachmat dan Iman Hernaman Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

Abstrak

Penelitian untuk mempelajari pengaruh penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) dalam ransum konsentrat terhadap efisiensi penggunaan ransum sapi Fries Holland jantan lepas sapih telah dilakukan dengan menggunakan empat ekor sapi Fries Holland yang memiliki bobot badan lebih kurang 100 kg. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Bujur Sangkar Latin dengan empat tingkat penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi ((Saccharomyses cereviseae) dalam ransum konsentrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sampai 30 persen dalam ransum konsentrat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai efisiensi penggunaan ransum sapi Fries Holland jantan lepas sapih, dan (2) produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sebanyak 30 persen di dalam konsentrat menghasilkan nilai efisiensi penggunaan ransum yang cukup baik, yaitu sebesar 26,56 persen.

Kata kunci : onggok, fermentasi, Saccharomyses cereviseae, efisiensi, ransum, sapi Fries Holland.

Abstract

An experiment was held to evaluate the effects of using products fermented Cassava fomace by yeast (Saccharomyses cereviseae) in concentrate diet on feed efficiency of post weaning male Fries Holland cattle. This experiment used four post weaning male Fries Holland with average weight about 100 kg. Latin Square Design was used with four levels of product fermented Cassava fomace in concentrate diet as treatments. The results of this experiment indicated that (1) usage of product fermented Cassava fomace to 30 percents in concentrate diet was gave non significant influence on feed efficiency of post weaning male Fries Holland cattle, and (2) usage of product fermented Cassava fomace to 30 percents in concentrate diet was gave the best feed efficiency value, as about 26,56 percent.

Key word : Cassava fomace, fermentation, Saccharomyses cereviseae, efficiency, diet, Fries Holland cattle.

Pendahuluan

(2)

sebagian sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, tapi masih ada porsi besar dari potensi pati ini yang belum dimanfaatkan dan dapat digunakan untuk mendukung peningkatan produktifitas ternak penghasil daging. Salah satu bahan berpati yang diproduksi di Indonesia adalah ubikayu. Menurut Tisnadjaja (1996) produksi ubikayu Indonesia adalah 13 juta ton setiap tahun. Sebagian besar dari produksi ubikayu, digunakan oleh industri tapioka dan setiap tahun diperkirakan sekitar 1,2 juta ton onggok, yaitu limbah padat industri tapioka yang masih mengandung 60 – 70 persen karbohidrat, dikeluarkan oleh industri tapioka di Indonesia. Konsentrasi karbohidrat yang masih tinggi pada onggok menjadikan onggok sebagai bahan pakan sumber energi potensil untuk mendukung peningkatan kontinuitas sediaan ransum ternak.

Penggunaan onggok sebagai bahan pakan ternak telah lama diketahui, dilihat dari kandungan zat makanannya onggok dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Hal ini terutama ditunjukan oleh kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen ( BETN ) yang cukup tinggi. Menurut Sutardi (1981) kandungan BETN onggok mencapai 76,1 persen sehingga onggok merupakan sumber karbohidrat yang cukup potensial. Akan tetapi kandungan zat makanan lain relatif rendah, sehingga untuk meningkatkan nilai hayatinya diperlukan upaya lebih lanjut. Teknologi fermentasi merupakan salah satu alternatif yang dapat meningkatkan nilai gizi bahan berkualitas rendah, mengubah rasa dan aroma menjadi lebih baik, menambah daya tahan dan dapat mengurangi senyawa-senyawa racun dalam bahan dasar. Hal tersebut di atas terjadi karena melalui kerja mikroba dalam proses fermentasi dapat memecah komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna, seperti dikemukakan oleh Tisnadjaja (1996) bahwa secara biologis pati dapat diubah menjadi glukosa, maltosa, etanol, dekstrin dan asam-asam organik.

Beberapa jenis mikroba dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai guna bahan pakan berpati, salah satu diantaranya adalah ragi (Saccharomyses cereviseae), karena selain kemampuannya dalam memecah komponen karbohidrat kompleks, juga kandungan protein ragi memiliki persentase yang cukup tinggi dan sangat mudah dicerna. Bau yang spesifik dari ragi akan memberikan aroma pada bahan pakan sehingga akan meningkatkan palatabilitasnya. Secara umum ragi mengandung protein kasar 47-53 persen. Asam amino esensil yang terkandung dalam ragi sangat baik. Kandungan lysine dan tripthopan pada ragi berturut turut adalah 7,8 dan 1,3 persen, lebih tinggi dari kandungan asam amino tersebut pada tepung daging dan tepung ikan yaitu 3,45 dan 0,37 persen serta 4,6 dan 0,52 persen ( Suriawiria, 1985., Hartadi 1990 ). Lebih lanjut dikemukakan bahwa kadar protein ragi tergantung pada jenis ragi. Saccharomyses cereviseae) merupakan jenis ragi yang memiliki protein yang baik untuk berperan dalam upaya peningkatan nilai tambah bahan pakan yang memiliki nilai hayati rendah. Misalnya melalui pembuatan protein sel tunggal dengan bahan dasar karbohidrat.

(3)

Tungeln. 1985., Hughes. 1988., dan Williams dkk 1991). Manifestasi selanjutnya dari peranan ragi dalam ransum adalah terjadinya peningkatan pertambahan berat badan dan nilai efisiensi penggunaan konsentrat pada ternak sapi (Fallon dan Harte. 1978., Hudyma dan Gray. 1990., dan Mc Leod dkk., 1991).

Banyaknya konsumsi ransum dan pertambahan berat badan yang dicapai akan menentukan efisiensi penggunaan ransum. Menurut Preston dan Willis (1974), jumlah konsumsi ransum dipengaruhi oleh bobot badan. Apabila jumlah konsumsi ransum masih berada dalam kisaran persentase kebutuhan sebesar 10-12 persen dari bobot badan pada konsumi ransum segar (as fed), atau 1,4-2,7 persen dari bobot badan pada konsumsi bahan kering ransum, maka ransum yang digunakan memiliki nilai efisiensi yang baik. Metode

Jumlah ternak sapi Fries Holland jantan lepas sapih yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat ekor, ternak sapi tersebut telah berumur enam bulan dengan kisaran bobot badan lebih kurang 100 kg. Sapi Fries Holland jantan lepas sapih ini diperoleh dari peternak di kecamatan Tanjungsari kabupaten Sumedang. Kandang ternak yang digunakan untuk penelitian adalah kandang individu dengan ukuran masing-masing 130 x 180 cm, tiap kandang dilengkapi fasilitas berupa bak makanan dan tempat minum untuk ternak sapi.

Pemberian ransum disesuaikan dengan rekomendasi Church (1984), bahwa untuk memenuhi kebutuhan zat makanan sapi dengan bobot badan 100 kg dibutuhkan bahan kering ransum sebanyak 2,80 kg, protein kasar 361 g, TDN 1,89 kg, mineral kalsium 16 g dan pospor 8 g. Ransum konsentrat yang digunakan untuk penelitian ini tersusun dari bahan pakan sebagai berikut :

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Pada Ransum Konsentrat (Ransum Basal)

Jenis Bahan Pakan Persentase (%)

Wheat Pollard 25,00

Dedak Padi 20,00

Jagung Kuning 10,00

Bungkil Kelapa 25,00

Bungkil Biji Kapok 8,50

Ampas Kecap 11,00

Tepung Tulang 0,50

Jumlah 100,00 Sumber : Hasil Perhitungan Berdasarkan Hartadi, dkk.1990.

(4)

Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Pada Ransum Konsentrat (Ransum Basal)

Zat Makanan Persentase (%)

Bahan Kering 86,00

Protein 16,50

TDN 68,00

Kalsium 0,80

Pospor 0,40

Sumber : Hasil Perhitungan Berdasarkan Hartadi, dkk. 1990.

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (Latin Square Design) dengan empat macam perlakuan ransum konsentrat yang mengandung berbagai taraf produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae), yaitu :

R1 = ransum konsentrat tanpa produk fermentasi onggok (ransum basal) R2 = 90% ransum basal + 10% produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae)

R3 = 80% ransum basal + 20% produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae)

R4 = 70% ransum basal + 30% produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae)

Ransum hijauan berupa rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan air minum diberikan secara ad libitum.

Setiap periode pengumpulan data pengamatan respon terhadap perlakuan dilakukan selama dua minggu. Selang waktu pergantian antar perlakuan adalah dua minggu dengan tujuan menghilangkan pengaruh perlakuan ransum sebelumnya. Pergantian perlakuan terus dilakukan dengan cara seperti sebelumnya sampai semua sapi percobaan mendapat giliran seluruh perlakuan ransum yang diteliti. Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Yijk = μ + αi + βj + r k + ∑ijk

(5)

pengujian dengan menggunakan uji Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1980., Vincent Gasversz. 1991).

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Bahan Kering Ransum

Konsumsi bahan kering ransum oleh sapi Fries Holland jantan lepas sapih pada masing-masing perlakuan selama periode percobaan, dicantumkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Konsumsi Bahan Kering Ransum Sapi Fries Holland Jantan Lepas Sapih (kg/ekor/hari)

Periode (waktu) Ransum Perlakuan

R1 R2 R3 R4

1 2,60 2,65 2,38 2,80

2 2,76 2,70 2,45 3,10

3 3,40 3,42 3,10 3,25

4 3,35 3,45 3,45 3,60

Rataan 3,02

(a) 3,05(a) 2,84(a) 3,18(a) Keterangan : huruf yang sama kearah kolom menunjukkan berbeda tidak nyata

Rataan konsumsi bahan kering ransum berkisar dari 2,84 sampai 3,18 kg/ekor/hari. Dibandingkan kebutuhan bahan kering ransum untuk sapi dengan berat badan 100 kg seperti dikemukakan oleh Church (1984), yaitu sebanyak 2,8 kg/ekor/hari, maka penambahan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sampai 30 persen dalam konsentrat telah mengakibatkan peningkatan konsumsi bahan kering ransum sebanyak 13,57 persen dari angka kebutuhannya. Namun, masih berada dibawah angka kebutuhan bahan kering ransum yang diperlihatkan oleh Cullison (1974), yaitu sebesar 3,2 kg/ekor/hari.

(6)

menimbulkan bau spesifik sehingga akan meningkatkan palatabilitas ransum dan pada gilirannya akan meningkatkan konsumsi bahan kering ransum.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan sapi Fries Holland jantan lepas sapih pada masing-masing perlakuan penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae), dicantumkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pertambahan Bobot Badan Sapi Fries Holland Jantan Lepas Sapih (kg/ekor/hari)

Periode (waktu) Ransum Perlakuan

R1 R2 R3 R4 Keterangan : huruf yang sama kearah kolom menunjukkan berbeda tidak nyata

Rataan pertambahan bobot badan yang dicapai pada masing-masing perlakuan berkisar antara 0,70 sampai 0,85 kg/ekor/hari. Kemampuan pertambahan bobot badan sapi sapi jantan muda yang memiliki kisaran bobot badan 100 kg adalah 0,5 sampai 0,90 kg/ekor/hari (Church, 1984), bahkan dapat mencapai 1 kg/ekor/hari (Cullison, 1978). Dengan demikian, respon pertambahan berat badan sapi Fries Holland jantan lepas sapih yang diberi ransum konsentrat mengandung produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sampai 30 persen menunjukan hasil yang cukup baik.

(7)

Pengaruh Perlakuan Terhadap Efisiensi Penggunaan Ransum

Nilai efisiensi penggunaan ransum oleh sapi Fries Holland jantan lepas sapih ditampilkan pada Tabel 6, seperti berikut, Keterangan : huruf yang sama kearah kolom menunjukkan berbeda tidak nyata

Penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sampai 30 persen didalam ransum konsentrat menghasilkan nilai efisiensi penggunaan ransum berkisar antara 22,95 sampai 26,56 persen. Menurut Preston dan Willis (1974) nilai efisiensi pakan pada sapi muda bervariasi antara 12 sampai 24 persen, artinya setiap kilogram bahan kering ransum yang dikonsumsi akan menghasilkan pertambahan bobot badan 120 sampai 240 g/ekor/hari.

Hasil uji statistik pada data penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sampai 30 persen didalam ransum konsentrat memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap nilai efisiensi penggunaan ransum oleh sapi Fries Holland jantan lepas sapih.

Nilai efisiensi penggunaan ransum sangat dipengaruhi oleh banyaknya konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan yang dicapai oleh ternak yang bersangkutan. Dikemukakan oleh Preston dan Willis (1974) bahwa apabila jumlah konsumsi bahan kering ransum masih berada didalam kisaran persentase kebutuhan sebesar 1,4 sampai 2,7 persen dari bobot badan, maka ransum yang digunakan memiliki nilai efisiensi yang baik Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat konsumsi bahan kering ransum lebih dari 2,5 persen, artinya masih berada pada kisaran nilai tersebut diatas. Dengan demikian, nilai efisiensi penggunaan ransum yang menggunakan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sampai 30 persen didalam ransum konsentrat masih cukup baik.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Penggunaan produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae)

(8)

2. Produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) sebanyak 30 persen didalam konsentrat menghasilkan nilai efisiensi penggunaan ransum yang cukup baik, yaitu sebesar 26,56 persen.

Saran

Produk fermentasi onggok oleh ragi (Saccharomyses cereviseae) dapat digunakan sebanyak 30 persen didalam konsentrat untuk sapi Fries Holland jantan lepas sapih, dan dapat menghasilkan nilai efisiensi penggunaan ransum yang cukup baik.

Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ketua Lembaga Penelitian dan Dekan Fakultas Peternakan, atas segala bantuannya yang disalurkan melalui pendanaan oleh DIKS Universitas Padjadjaran tahun 1998/1999, sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Semoga amal baik yang telah tercurah mendapat rakhmat dan ridlo Alloh S.W.T., amien. Daftar Pustaka

Bogart, R., and R.E. Taylor. 1983. Scientific Farm Animal Production. 2nd Ed. Burgess

Publishing Company. Mineapollis. Minnesota. Pp. 61-63, 103-110.

Church. D.C. 1984. Livestock Feeds and Feeding. Published aand Distributed by O & B Books, IncCorvalis. Oregon. USA.

Crampton, E.W., and L.E. Harris. 1969. Applied Animal Nutrition. 2nd Ed. W.H. Freeman

and Company. San Fransisco. 81.

Cullison, A.E. 1978. Feeds and Feeding Animal Nutrition. Prentice Hall of India Private Limited. New Delhi. p. 41.

Dawson, K.A., and D.M. Hopkins. 1991. Differential effects of live yeast on the cellulolityc activities of an aerobic ruminal bacteru. J. Anim. Sci. 69.

Fallon, R.J., and F.J. Harte. 1987. The effects of yeast culture inclusion in the concentrate diet on calf performance. J. Dairy. Sci. 70 (suppl.1) : 143 (Abstr).

Hartadi. H., R. Reksohadiprodjo., D.A. Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Cetakan ke Dua. Gadjah Mada University Press.

Hudyma. W.T., and Gray. 1990. Effects of feeding yeast culture and sorting calves by weight on feedlot performance of calves fed a corn silage diet. J. Anim. Sci. 68 (supll.1) : 143 (Abstr).

(9)

Phillips, W.A., and D.L. Von Tungeln. 1985. The effects of yeast culture on the post stress performance of feeder calves. Nutr. Rep. Intr. 32:287.

Preston, T.K., and W.B. Willis. 1974. Intensive Beef Production. 2nd Ed. Pergamon Press.

Oxford, New York, Torornto, Sidney, Paris, Frankfurt. Pp 181-183.

Steel, R.G.D., dan J.H. Torrie. Prinsip dan Prosedure Statistika Suatu Pendekatan Biometrika. Edisi ke Dua. Penerbit PT. Gramedia.

Sutardi, T. 1981. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. 72.

Suriawiria. U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa. Bandung.

Tillman. D.A., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., S. Lebdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.

Tisnadjaja, D. 1996. Pemanfaatan bahan berpati sebagai bahan baku dalam industri asam sitrat. Warta Biotek. Puslitbang Bioteknologi. LIPI. 3-5

Vincents Gasversz. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Edisi Pertama. Penerbit Tarsito. Bandung.

Williams, P.E.V., C.A.G. Tait., G.M. Innes., C.J. Newbold. 1991. Effects of the inclusion of yeast culture (Saccharomyses cereviseae plus growth medium) in the diet of dairy cow on milk yield and forage degradation and fermentation pattern in the rumen of steer. J. Anim. Sci. 69:3016.

Wohlt, J.E., A.D. Finkelstein., and C.H. Chung. 1991. Yeast culture to improve intake, nutrient digestibility and performance by dairy catlle during early lactation. J. Dairy. Sci. 74.1395.

Gambar

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Pada Ransum Konsentrat (Ransum Basal)
Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Pada Ransum Konsentrat (Ransum Basal)
Tabel 4. Konsumsi Bahan Kering Ransum Sapi Fries Holland Jantan                           Lepas Sapih (kg/ekor/hari)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa waktu pengaruh kombinasi pemberian pupuk nitrogen dan bobot mulsa jerami tidak berpengaruh nyata terhadap panjang

Puji syukur penulis panjatkan pada kehadirat Tuhan Allah yang Maha Kuasa yang telah telah senantiasa melimpahkan segala berkah dan nikmat-Nya, sehingga penulis

Hasil dari penelitian yang dilakukan dengan mewawancarai 8 sbjek penelitian yang tergabung dalam organisasi karang taruna di Desa Kemiren menghasilkan dua

Pada jenis kesalahan siswa yang pertama yaitu ketidakmampuan siswa dalam penguasaan konsep secara benar, untuk indikator kesalahan tertinggi pada materi operasi

Dalam strategi Membangun Kebiasaan, program Extreme Moshpit melakukannya dengan gaya siaran yang berbeda serta melibatkan komunitas musik metal untuk materi siaran.. Dalam

Data Output yang diperoleh dari penelitian ini dijelaskan bahwa adanya korelasi antara sikap terhadap tindakan pencegahan COVID-19 dan diketahui bahwa kategori

Namun oleh karena gejalanya yang sering sub klinis dan masa hidupnya yang cukup lama (interval 5 tahun, bahkan pernah dijumpai 1 kasus di mana cacing ini dapat parasitik pada

Pada akhirnya penerapan pengasuhan jarak jauh yang mana tidak adanya peran orang tua secara langsung inilah yang berdampak pada perilaku menyimpang anak perempuan yang