TESIS
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Seni Konsentrasi Pendidikan Seni tari
oleh
Dwi Junianti Lestari NIM 1201178
Model Pembelajaran Tematik
Kaulinan Barudak
Sunda Untuk
Meningkatkan Kecerdasan Sosial
Anak
Oleh Dwi Junianti Lestari
S.Sn STSI Bandung, 2011
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pasca Sarjana Pendidikan Seni
© Dwi Junianti lestari 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK “KAULINAN BARUDAK” SUNDA UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN SOSIAL ANAK
disetujui dan disahkan oleh pembimbing :
Pembimbing I
Prof. Dr. Hj. Tati Narawati, M. Hum. NIP 195212051986112001
Pembimbing II
Dr. Trianti Nugraheni, M. Si. NIP 197303161997022001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Seni
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan model pembelajaran tematik “kaulinan barudak” Sunda untuk meningkatkan kecerdasan sosial anak di sanggar kesenian Siloka Citra. Tesis ini berpijak pada keresahan yang dirasakan oleh pelatih terhadap kurangnya rasa bersosialisasi, berkomunikasi dan berinteraksi antar anak-anak di Sanggar kesenian Siloka Citra.
Metode yang digunakan penelitian ini adalah action research yang terdiri dari empat siklus dan sembilan pertemuan. Pada setiap siklusnya terdapat dua pertemuan dan pada siklus terakhir dilakukan tiga pertemuan. Pada penelitian ini digunakan, foto, video, hasil wawancara dan studi pustaka dalam mencari data yang dibutuhkan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa melalui pembelajaran “kaulinan barudak” ada aspek-aspek serta rangsangan-rangsangan yang dapat mempengaruhi dalam meningkatkan kecerdasan sosial anak. Dilihat dari permainan yang dimainkan melalui aspek kinestetik selain anak dapat menggerakan tangan, anak bebas mengerakan anggota badannya sesuai dengan yang diinginkan. Aspek kognitif anak mengetahui permainan sesuai dengan kesukaannya. Aspek kebersamaan terlihat pada saat berkumpul membentuk beberapa lingkaran sesuai dengan keinginannya masing-masing. Aspek kreatif, anak dengan senang hati melakukan dan mengembangkan gerak yang akan digunakan dalam pembelajaran. Melalui bermain anak mendapatkan rangsangan untuk membangkitkan fikiran dan semangat, khususnya dalam memotivasi anak menari. Dengan begitu dari proses pembelajaran ini ditemukan sebagai tindakan awal pembelajaran diperkuat dengan cara bermain kaulinan barudak
karena proses pembelajaran ini dapat meningkatkan kecerdasan sosial anak di sanggar kesenian siloka citra.
ABSTRACT
This study aims to analyze the role of thematic learning model "Kaulinan Barudak" Sunda to improve the children social intelligence in studio KesenianSiloka Citra. This thesis rests on the anxiety felt by the coach of the lack of socializing, communication and interaction among the children in studio Kesenian Siloka Citra.
The research method used is action research consisted of fourcycles and nine meetings. In each cycle there are two meetings and the last cycle is done three meetings. In this research is used photos, videos, interviews, and literature in the search for the required data.
These results indicate that learning through "Kaulinan Barudak" there are aspects as well as stimuli that can affect the child improve social intelligence. Judging from the games played through kinesthetic aspects beside the children can move their hands, they are free to move their body just the way they are. Cognitive aspects in accordance with the child to know his favorite game. Aspects of togetherness visible when assembled together to form some circles as they wish each other. Creative aspect, children are happy doing and develop a movement that will be used in learning. Through play, children get a stimulus to awaken the mind and spirit, especially in motivating children to dance. A variety of stimuli that can motivate children to move creatively is auditory stimuli to include voice and sounds, visual stimuli can be raised through pictures and objects of nature. Kinesthetic stimulation is stimulation of a beautiful dance, the idea of an excitatory stimulus in the form of a story, or event certain to be able to motivate the ideas held. That way the learning process is found as early action learning be strengthened by playing
Kaulinan Barudak because this learning process can improve the child's social intelligence in studio Kesenian Siloka Citra.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ……… i
ABSTRAK ……… . ii
KATA PENGANTAR ………iii
DAFTAR ISI ……….. iv
DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN ………. ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ……….. 9
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 10
F. Sistematika Penulisan Tesis ... 11
BAB II LANDASAN TEORETIS.………. 13
A. Model Pembelajaran Tematik ... 13
B. Kaulinan Barudak ... 28
C. Kecerdasan Sosial ... 36
D. Penelitian Terdahulu ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 44
A. Metode Dan Desain Penelitian ………... 44 B. Sasaran Dan Lokasi Penelitian ………53 C. Mengakrabi Lokasi Dan Responden ………. 54 D. Instrumen Penelitian ………55 E. Teknik Pengumpulan Data ………. 55 F. Teknik Análisis Data ……… 56
G. Jadwal Penelitian ……… 57
A. Kondisi Awal Pembelajaran Tari Di Sanggar Kesenian Siloka
Citra ……… 60
B. Kecerdasan Sosial Anak Sebelum Dilakukan Pembelajaran
Kaulinan Barudak Sunda Melalui Penelitian Tindakan … .61
C. Siklus ……….. 65
D. Analisis teori..………...120
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……… 126
B. Saran ……….. 128
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan keturunan yang sangat berharga untuk generasi penerus
bangsa. Dalam psikologi perkembangan yang termasuk dalam kategori
kanak-kanak adalah dari lahir hingga berumur 5 tahun, sedangkan anak-anak adalah
yang berumur 6 sampai 12 tahun, dan remaja yang berumur 12 sampai 20 tahun.
Usia antara 6 sampai 12 tahun adalah masa anak-anak sekolah di tingkatan
sekolah dasar. Pengendalian diri anak-anak merupakan pengendalian diri secara
jasmaniah yang menjadikan cerminan dari pengendalian diri secara rohaniah.
Adapun yang termasuk dalam faktor rohani terdiri dari pikiran, ingatan, fantasi,
perasaan dan aspek jiwani lainnya. Adapun yang termasuk dalam faktor jasmani
adalah kondisi tubuh yang memiliki anggota tubuh yang lengkap dengan ukuran
yang normal dan berfungsi sebagaimana mestinya. Anak-anak sekolah dasar lebih
senang hidup secara berkelompok, baik di dalam melakukan kegiatan sekolah
maupun di luar sekolah.
Perkembangan aspek sosial seorang anak yang positif didukung oleh
pembentukan yang tercipta melalui lingkungannya. Faktor kuat yang berperan
dalam membentuk perkembangan anak adalah lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakatnya. Dalam berinteraksi dengan dunianya, anak banyak menghabiskan
waktu dengan teman sebaya. Hal ini dapat juga menjadi faktor dalam
pembentukan karakter, baik positif maupun negatif. Pembentukan karakter atau
watak anak didukung dengan perkembangan sosial kehidupannya. Perkembangan
sosial yang dimaksudkan adalah cara bertingkah laku agar dapat diterima oleh
lingkungan dengan memenuhi ketentuan dengan hasil yang positif. Adapun cara
untuk membentuknya yaitu dengan cara menanamkan pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran yang ditanamkan oleh
lingkungan sekitar baik keluarga, sekolah dan masyarakatnya untuk membentuk
kesejahteran hidupnya dan masyarakatnya. Seperti yang diutarakan Ahmad D.
Marimba dalam Hasbullah (2001:3), bahwa pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Pendidikan
merupakan hubungan antara pendidik dan peserta didik. Dalam prosesnya
diperlukan suatu cara untuk mencapai tujuan dalam pendidikan yaitu dengan cara
pembelajaran. Manusia memperoleh sebagian besar dari kemampuannya melalui
belajar. Robert M. Gagne dalam Hasbullah (2001: 47), mengatakan belajar adalah
suatu peristiwa yang terjadi di dalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati,
diubah dan dikontrol kemampuan manusia yang dikembangkan melalui belajar
yaitu ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan
motorik, dan sikap.
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku
anak dapat dilihat dari proses pembelajaran, baik dalam pendidikan formal,
pendidikan non formal dan lingkungan keluarga. Pendidik dituntut untuk
menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik dalam mencapai
kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh peserta didik. Dalam hal ini tujuan
dalam kegiatan belajar mengajar merupakan hal yang sangat penting, karena
tujuan pembelajaran menunjukan pada proses memanipulasi, atau merencanakan
suatu pola dan lambang merupakan tempat yang dapat digunakan untuk
menetapkan kondisi belajarnya.
Masunah dan Narawati mengatakan Pendidikan seni memiliki sifat
multilingual, multidimensional dan multicultural (2003: 108). Multilingual
bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan
berbagai cara dan media seperti bahasa, rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai
macam perpaduannya. Multidimensional bermakna pengembangan beragam
kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi),
apresiasi dan kreasi. Dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika ,
seni menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap
beragam budaya Nusantara. Hal ini merupakan wujud pembentukan sikap
demokratis yang memungkinkan seseorang hidup secara beradab serta toleran
dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.
Seni merupakan media untuk mengungkapkan ekspresi yang ada dalam
tubuh manusia. Begitu pula yang dirasakan oleh peneliti, melalui seni peneliti
dapat menyalurkan ekspresi serta keterampilannya dalam bidang menari. Ilmu
seni yang peneliti miliki memberikan dorongan untuk membagikannya kepada
anak-anak dengan cara memberikan pembelajaran tari secara khusus. Anak-anak
merupakan generasi penerus bangsa yang wajib dibekali dengan pengetahuan
budayanya khususnya dalam bidang seni tari, bagi peneliti, dunia anak merupakan
dunia imajinasi yang dapat dibentuk dengan pemahaman yang ditentukan
berdasarkan perkembangan dari anak itu sendiri. Dengan bekal ilmu yang
dimiliki, peneliti mendirikan sanggar kesenian khususnya seni tari. Sanggar
merupakan ruang atau tempat berkarya seni. Pada umumnya pendidikan sanggar
dalam aplikasinya lebih berfokus pada materi yang disampaikan. Pendidikan
sanggar lebih menekankan pada keterampilan yang mengarah pada keahlian
khususnya dalam bidang menari. Melalui gerak tari, anak dapat menyalurkan
ekspresi tubuh sebagai media ungkap dalam pembentukan karakter dan perilaku.
Sanggar Kesenian Siloka Citra merupakan salah satu sanggar yang ada di
Kota Bandung. Lokasi sanggar berada di lingkungan militer yaitu SESKO TNI
yang terletak di tengah kota Bandung, materi yang diajarkan di sanggar ini yaitu
Tari Nusantara, Jaipongan dan tari Klasik Jawa Barat. Jumlah anak yang ada di
sanggar ini berjumlah 35 anak yang berasal dari sekolah, umur, tingkatan,
lingkungan, keluarga dan status sosial yang berbeda-beda. Dari adanya perbedaan
tersebut terjadi suatu kendala yang menunjukan adanya permasalahan yang terjadi
dalam proses pembelajaran.
Letak lokasi sanggar yang berada di lingkungan militer memberikan
antar anak di sanggar tersebut. Perbedaan latar belakang budaya juga memberikan
dampak terhadap cara berinteraksi dan berkomunikasi yang kurang terarah serta
perbedaan kopetensi dari masing-masing anak. Pola pengasuhan orang tua di
rumah juga berdampak pada perkembangan anak dari segi berinteraksi terhadap
lingkungannya, Selain itu latar belakang anak yang berasal dari lingkungan
militer, secara tidak langsung telah membentuk sikap anak yang dapat dilihat dari
sisi negatif dan sisi positifnya. Sisi negatif yang terbentuk dari anak memiliki
emosional yang kurang terkontrol dengan baik, cenderung temperamen, ingin
menonjol dan ingin selalu benar. Adapun sisi positifnya, anak dapat lebih tegas
dan disiplin.
Perbedaan latar belakang budaya dari masing-masing anak menunjuk
adanya komunikasi yang kurang terjalin dengan baik, hal ini di karenakan
perbedaan suku yang ditanamkan oleh keluarganya sehingga menjadi sebuah
kebiasaan yang terbawa pada saat komunikasi dan interaksi. contohnya pada saat
berbicara, bersikap dan bertingkah laku baik kepada teman, pelatih dan orang tua
siswa yang lainnya. Kemudian dari perbedaan kompetensi yang dimiliki
masing-masing anak, memberikan permasalahan yang mempengaruhi proses
pembelajaran, hal ini terjadi karena anak-anak yang memiliki kecerdasan,
keterampilan, bakat, daya ingat, kreativitas yang lebih baik dari anak yang
lainnya, cendrung lebih ingin bergaul atau berteman dengan teman sebayanya
yang memiliki kompetensi yang sama dan tidak ingin dicampur dengan teman
yang lainnya.
Permasalahan seperti ini dapat kita lihat dari kurangnya kecerdasan sosial
yang anak miliki, baik dari cara berinteraksi, komunikasi, kurangnya rasa sopan
santun, toleransi, berbagi, membantu sesama teman dan kerjasama di antara
mereka kurang terjalin dengan baik, sehingga berdampak pada proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran dengan memberikan materi tari,
peneliti terjun langsung sebagai pembina dan pelatih tari di sanggar tersebut,
melakukan pengelompokan dan pemberian materi pembelajaran.
Menurut hasil pengamatan yang dilakukan peneliti dari proses
pembelajaran sebelumnya, terlihat sikap anak yang kurang dapat berinteraksi
dengan baik antar temannya, anak cenderung memilih-milih teman, baik
berdasarkan teman sekelasnya ataupun berdasarkan kemampuan menari anak.
sikap tak peduli juga sering mereka perlihatkan pada saat ada salah satu teman
mereka yang belum bisa menguasai materi atau teknik gerak, mereka terlihat tidak
peduli dan hanya mementingkan dinya sendiri saja. kemudian anak suka
membangkang apa yang diperintahkan pelatih dan terkadang malah mereka marah
jika apa yang diperintahkan pelatih tidak sesuai dengan kemauan mereka. rasa
hormat terhadap orang tua anak yang hadir untuk menemani anaknya dalam
berlatih juga sangat kurang, hal ini dapat terlihat dari sikap anak yang jika diberi
masukan oleh orang tua anak yang lainnya, suka tidak terima dan malah
memusuhi orang tua tersebut. Sikap-sikap seperti ini berdampak pula pada saat
pelatih memberikan materi tari, terlihat masing-masing dari anak ingin
diperhatikan secara berlebih, kemudian pada saat melakukan pengelompokan,
anak ingin memilih teman kelompoknya sendiri dan cenderung memilih-milih
teman sebayanya yang berasal dari sekolah yang sama.
Perilaku seperti ini terlihat pada pola lantai dan kualitas gerak yang
mereka lakukan. Jika kelompok tersebut pelatih yang memilih dan tidak sesuai
dengan kemauan anak, mereka cendrung asal menggerakan tubuhnya, dari segi
penggunaan tenaga, dan pengolahan ruang yang mereka lakukan akan tidak
maksimal. Terkadang ada beberapa anak menangis, karena tidak ingin
dikelompokan dengan teman yang ditentukan pelatih. Namun jika kelompok
ditentukan oleh anak, mereka lebih kreatif dalam membuat komposisi dan kualitas
gerak yang mereka keluarkan maksimal. Akan tetapi kelompok seperti ini akan
terlihat ingin menonjol sendiri dari pada kelompok yang lain dan tidak ingin
tersaingi. Hal-hal seperti ini bukan hanya anak yang merasakan ketidaknyamanan,
Melihat situasi dan kondisi belajar di sanggar tersebut, selama ini dalam
proses pembelajaran pemberian materi yang disampaikan hanya memberikan
tarian bentuk yang lebih bersifat hafalan dan berorientasi pada pengajar. Oleh
karena itu, perlu direncanakan model pembelajaran tari yang mampu
meningkatkan kecerdasan sosial anak.
Dewasa ini, berkurangnya kecerdasan sosial anak-anak itu, akibat
pengaruh modernisasi. Anak-anak lebih mengutamakan permainan yang
berorientasi pada teknologi seperti games online, playstation, handphone, media sosial dan yang lainnya. Permainan yang berorientasi pada teknologi bukan
merupakan permainan yang tidak baik untuk anak, akan tetapi permainan ini
merupakan permainan yang dalam aktifitasnya hanya berfokus pada interaksi
pada diri sendiri dan media, sehingga tidak menghiraukan orang di sekelilingnya.
Maka dari itu perlu aktivitas lain untuk menyeimbangkan kegiatan tersebut
dengan membiarkan anak untuk main bersama teman-temannya agar dapat
berinteraksi dengan baik. Selain itu kurangnya ruang atau arena bermain bagi
anak membuat anak meninggalkan permainan lamanya seperti sondah, gatrik, congkak, cuplak-cuplak uang, gatrik, ucang angge, tokecang, pakaleng-kaleng agung, pacicing-cicing putri, prepet jengkol, paciwit-ciwit lutung, ambil-ambilan, oray-orayan dll.
Oleh karena itu di Sanggar Siloka Citra diperlukan sebuah proses
pembelajaran tari yang mampu memberikan stimulus dan dapat meningkatkan
kualitas interaksi sosial dengan memperbaiki perilaku anak sesuai dengan tujuan
pembelajaran seperti yang diharapkan. Adapun model yang akan digunakan dalam
pembelajaran ini yaitu menggunakan model pembelajaran tematik. Model
pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang telah ditentukan
tema-temanya. Pemilihan model pembelajaran tematik dikarenakan model
pembelajaran ini dapat mengangkat sebuah tema yang bisa dipelajari secara
bersama.
barudak Sunda. Kaulinan barudak Sunda merupakan bentuk permainan anak-anak yang hidup dan berkembang di Daerah Jawa Barat. Dalam kaulinan barudak
terdapat unsur-unsur tari, permainan, nyanyian dan cerita. Tidak sekedar
permainan, dalam kaulinan barudak terdapat makna, nilai, dan simbol-simbol yang terdapat di dalam lagu dan geraknya. Kaulinan barudak diambil sebagai bahan materi, karena dianggap dapat mempengaruhi kecerdasan sosial, karena
dalam prakteknya kaulinan barudak mengandung unsur kebersamaan. Kaulinan barudak dalam prakteknya melibatkan permainan secara kolektif, sehingga dengan demikian akan mempengaruhi cara berinteraksi anak.
Dalam penelitian ini kaulinan barudak yang akan digunakan adalah oray-orayan, tokecang dan ucing-ucingan. Pemilihan kaulinan barudak oray-orayan, tokecang dan ucing-ucingan dilakukan karena dalam prakteknya permainan ini memiliki aspek kerjasama, menghargai, berbagi, mendukung, dan menghormati
yang dapat dilakukan secara bersama dalam jumlah anak yang banyak pada
permainanya, sehingga untuk meningkatkan kecerdasan sosial anak khususnya
anak sanggar kesenian Siloka Citra diharapkan dapat meningkat dengan baik.
Permainan dan nyanyian yang dihasilkan dari lagu kaulinan barudak merupakan rangsangan bagi anak-anak. Rost dan groos dalam Juju Masunah
(2012:38), menyatakan bahwa “ bermain pada anak-anak membuktikan bahwa
permainan dapat memajukan aspek-aspek perkembangan motorik, kreativitas,
kecakapan sosial, kognitif, dan juga perkembangan motivasional dan emosional.
Cerita merupakan rangsangan untuk membuat anak-anak dapat berimajinasi. Juju
Masunah (2000:31) mengidentifikasi beragam rangsangan yang dapat memotivasi
siswa bergerak kreatif yaitu melalui rangsangan auditif, visual, gagasan, rabaan,
dan kinestetik. Rangsangan auditif merupakan suara dan bunyi-bunyian yang
terdengar. Rangsangan visual dapat berupa gambar, patung dan lingkungan.
Rangsangan kinestetik merupakan rangsangan yang muncul dari gerak tari atau
Adapun rangsangan gagasan berupa cerita, dongeng, cerpen, atau peristiwa yang
pernah terjadi.
Bermain merupakan salah satu cara yang digunakan dalam menerapkan
pembelajaran tari ini, permainan yang akan diterapkan adalah kaulinan barudak
Sunda dan fun games. Kaulinan barudak Sunda yang digunakan dalam pembelajaran ini diantaranya oray-orayan, tokecang, ucing-ucingan dan ada permainan yang dimainkan dalam bahasa Indonesia diantaranya adalah domikado, induk-indukan, si miskin dan si kaya. Adapun fun games yang dilakukan diantaranya adalah permainan tebak-tebakan “siapa aku”, tabung sambung, bola
air, transfer botol air, snack solid dannyanyian yang digunakandengan permainan gerak diantaranya “ say helo” dan “suka nari”. Permainan seperti ini diambil, karena merupakan permainan yang tidak asing bagi anak dan sering mereka
mainkan, sehingga dalam mengaplikasikannya tidak terlalu sulit.
Dalam penerapannya permainan ini khususnya kaulinan barudak Sunda diolah kembali dengan memasukkan unsur-unsur tari di dalamnya, sehingga dari
permainan tersebut dapat membuat suatu rangkaian gerak tari. Berkaitan dengan
aspek penyesuaian sosial, dalam pembelajaran ini terdapat beberapa hal yang
berpotensi untuk mengantarkan anak dalam pengembangan karakter perilaku,
terutama aspek yang terdapat dalam kaulinan barudak antara lain sebagai berikut : Aspek kognitif, aspek afektif, aspek fisik dan aspek sosial (Enung Komalawati:
2007).
Aspek kognitif di dalam kaulinan barudak dapat merangsang anak melalui pengetahuan dan pembendaharaan elemen-elemen dan prinsip tari. Konsep
elemen tari yang terdapat pada tari kaulinan barudak meliputi gerak di tempat, gerak berpindah dan gerak murni. Aspek afektif yang terdapat dalam kaulinan barudak dapat merangsang siswa untuk mempunyai perasaan yang peka yang meliputi gerak yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Aspek fisik dapat melatih
tubuhnya dengan menggerakan anggota tubuh dengan mengontrol seluruh
kesederhanaan gerak yang dilakukan dalam tarian ini memudahkan anak untuk
menirukannya, karena gerak pada tarian ini sesuai dengan karakteristik yang ada
dalam bahan eksplorasi yaitu bermain dan cerita keseharian. Gerak yang dinamis,
enerjik, dan ceria membangun semangat anak dalam bekerja sama untuk
melakukan gerak tersebut.
Oleh karena itu, permainan, variasi gerak, pengolahan ruang dan keceriaan
merupakan syarat untuk mewujudkan gerak ke dalam tarian. Hal ini berdampak
positif terhadap aspek sosial para pelakunya, dimana mereka dituntut untuk dapat
bekerja sama dalam menciptakan gerak permainan yang telah diubah dan distilasi
melalui pengeksplorasi ruang, tenaga dan waktu. Dengan demikian secara sosial
diperlukan interaksi atau komunikasi diantara mereka, agar gerakan dan tarian
yang mereka lakukan menjadi sesuatu yang dimamis, baik secara verbal dan non
verbal. Cara ini diharapkan dapat mengakrabkan mereka melalui gerakan-gerakan
yang mereka lakukan bersama dalam tarian.
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, peneliti berasumsi bahwa
untuk meningkatkan kecerdasan sosial antar anak perlu adanya perubahan
pembelajaran, salah satunya dengan menggunakan metode pembelajaran yang
berbeda dari pemberian materi pada biasanya. untuk mencapai tujuan tersebut
peneliti mencoba melakukan penelitian dengan metode penelitian kualitatif
dengan judul MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK “KAULINAN
BARUDAK” SUNDA UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN SOSIAL
ANAK.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, yang menjadi fokus penelitian ini adalah
model pembelajaran tematik “kaulinan barudak” Sunda untuk meningkatkan
kecerdasan sosial anak. Permasalahan yang terjadi terhadap sanggar tersebut
adalah permasalahan sosial, yang mana anak-anak kurang bisa bersosialisasi
Kurangnya rasa hormat dan sopan santun yang mereka tunjukan terhadap pelatih
dan orang tua siswa juga menjadi sorotan yang harus diubah. Maka dari itu
diharapkan dengan memberikan model pembelajaran ini dapat menyelesaikan
masalah atau menemukan solusi untuk mengatasi kendala-kendala pada proses
pembelajaran dan juga dapat menemukan suatu proses pembelajaran tari yang
tepat dalam kaitannya dengan meningkatkan kecerdasan sosial anak. Dengan
pembelajaran tematik kaulinan barudak Sunda diharapkan pembelajaran lebih berkualitas, sehingga proses peningkatan kecerdasan menuju karakter anak
menjadi pribadi yang memiliki keterampilan, bertoleransi, memiliki rasa hormat
dan sopan santun, kerjasama menyayangi dan interaksi sesama teman, guru dan
orang tua tercipta dengan baik.
C. Rumusan Masalah
Untuk menjawab semua permasalahan yang dimaksudkan di atas, maka
diperlukan rumusan dalam bentuk pertanyaan penelitian diantaranya adalah:
1. Bagaimana kecerdasan sosial anak dapat ditingkatkan melalui kaulinan barudak ?
2. Bagaimana proses penerapan pembelajaran kaulinan barudak terhadap kecerdasan sosial anak yang dilakukan di sanggar kesenian Siloka Citra?
3. Bagaimana kecerdasan sosial anak setelah diterapkan pembelajaran
tematik kaulinan barudak yang diterapkan di Sanggar Kesenian Siloka Citra?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk meningkatkan kecerdasan sosial
anak agar memiliki sikap, pola hidup dan pola pikir yang lebih baik lagi, sehingga
interaksi antar anak dapat terjalin dengan baik. Mendeskripsikan dan menganalisis
peran pembelajaran untuk perubahan karakter anak yang terjadi berdasarkan hasil
kendala-kendala dalam pembelajaran tari di sanggar kesenian Siloka Citra melalui
kaulinan barudak Sunda.
E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu
sumber informasi, baik bagi peneliti, guru, murid, maupun lembaga, tentang
proses dan hasil dari pembelajaran tematik. Peneliti sendiri berharap hasil
penelitian model pembelajaran tematik, dapat memberikan manfaat untuk
dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran, baik di pendidikan formal
ataupun non formal sebagai sarana pembentukan kecerdasan sosial anak, sehingga
nantinya dapat membentuk karakter dan sikap bertingkah laku yang baik antar
anak khususnya di Sanggar Kesenian Siloka Citra.
1. Manfaat bagi peneliti
Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh pemahaman untuk
dijadikan sebagai landasan dalam mengembangkan hasil penelitian pada
tahap selanjutnya.
2. Manfaat bagi pengajar
Melalui hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan
suatu pola pembelajaran tari yang berbeda di sanggar- sanggar dengan
menggunakan pembelajaran tematik, dengan bahan kaulinan barudak
Sunda sebagai upaya meningkatkan efektivitas anak.
3. Manfaat bagi anak
Melalui tahap-tahap pembelajaran yang terdiri dari orientasi pembelajaran,
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian diharapkan dapat meningkatkan
tanggung jawab, kebersamaan, semangat, dan disiplin belajar guna
mencapai tujuan pembelajaran.
4. Manfaat bagi lembaga pendidikan
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi dalam
murid/siswa terkait dengan pemanfaatan tari tradisional setempat dalam
menumbuhkan, membentuk, meningkatkan, melestarikan serta
mengembangkan kompetensi dalam pembelajaran tari.
F. SistematikaPenulisanTesis
1. BAB I Pendahuluan
Bab ini memuat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika yang digunakan
dalam tesis.
2. BAB II Landasan Teoretis
Bab ini mengulas berbagai teori pendukung yang menjadi landasan dalam
pengembangan model pembelajaran tematik “kaulinan barudak” Sunda untuk
meningkatkan kecerdasan sosial anak. Terdapat tiga teori yang menjadi landasan
pada penelitian ini, yaitu teori pembelajaran konstruktivisme, teori Bermain dan
teori kecerdasan majemuk.
3. BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini menjelaskan ihwal penelitian kualitatif dengan menggunakan
penelitian action research. Bab ini juga meliputi pembahasan setting penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik alisis data.
4. BAB IV Hasil Penelitian
Bab ini meliputi pemaparan dan analisis data untuk menghasilkan temuan
pembahasan atau analisis temuan.
5. BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini meliputi penafsiran dan pemaknaan penelitian, terhadap hasil
analisis temuan penelitian dalam bentuk kesimpulan penelitian. Implikasi dalam
penelitian dari beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada pengguna hasil
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan topik penelitian yang dijelaskan yaitu mengenai model
pembelajaran tematik “kaulinan barudak” Sunda untuk meningkatkan kecerdasan
sosial dalam menumbuhkan sikap dan karakter prilaku siswa di sanggar kesenian
Siloka Citra, maka peneliti menggunakan penelitian Action Research (penelitian Tindakan) dalam paradigma kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Metode
penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research). Supardi (2005;210) Mengemukakan bahwa penelitian tindakan adalah cara suatu
kelompok atau seseorang dalam mengoranisasi suatu kondisi, sehingga mereka
dapat diakses oleh orang lain. Dalam kenyataannya, penelitian tindakan dapat
dilakukan, baik secara grup atau individual, dengan harapan pengalaman mereka
dapat ditiru atau diakses untuk memperbaiki kualitas kerja orang lain. Secara
praktis, penelitian tindakan pada umumnya sangat cocok untuk meningkatkan
kualitas subjek yang hendak diteliti. Selanjutnya penelitian ini menggunakan
metode deskriptif untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Untuk mencapai tujuan penelitian, secara garis besar empat tahap yang
harus dilakukan yaitu; (1) membangun keakraban dengan responden, (2)
penentuan sampel (3) pengumpulan data dan (4) analisis data (Alwasilah,
2011;100). Empat tahap yang telah disebutkan tadi, akan disesuaikan dengan
karakteristik dari penelitian tindakan. Sukma Dinata berpendapat,
langkah-langkah penelitian tindakan dialektik yang diurutkan secara spiral dari Deborah South adalah yang paling lengkap dan jelas. Sukama Dinata juga menambahkan satu kuota lagi. Secara lengkap model spiral dialekti tersebut adalah; 1)
identifikasi bidang fokus, 2) pengumpulan data, 3) analisis dan interpretasi data,
4) penyusunan rencana, 5) pelaksanaan. Namun dalam penerapan penelitian
yang khusus. Prosedur itu membentuk siklus seperti spiral yang terdiri dari
beberapa tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pendekatan
penelitian tindakan ini diharapkan dapat mengatasi masalah- masalah dan kendala
yang terjadi dalam proses pembelajaran khususnya dalam meningkatkan dan
membangun kecerdasan sosial anak.
Pada kegiatan penelitian peneliti memberikan tindakan secara langsung
dengan pemberian materi kepada anak didik untuk mengajar kaulinan barudak
Sunda yang dirancang untuk menumbuhkan sikap, interaksi dan kepekaan anak.
dengan dibantu seorang fotografer profesional untuk merekam aktifitas dapat
terekam dengan baik pada saat pembelajaran sehingga data dapat diolah sesuai
dengan yang ditemukan. Peneliti melakukan penelitian awal untuk merencanakan
langkah-langkah dan tahapan model pembelajaran tematik kedalam kaulinan barudak Sunda. Setelah rancangan pembelajaran berhasil untuk dirumuskan, selanjutnya guru atau pelatih mengimplementasikan ke sanggar. Pada tahap ini
peneliti melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaraan yang selanjutnya
diakhiri dengan refleksi.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian action research
merujuk pada model yang dikembangkan oleh Supardi (2005;210). Namun dari
beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagan yang
berbeda-beda, secara garis besar terdapat empat tahapan yang biasa digunakan,
yaitu : (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun
model dan penjelasan untuk masing-masing tahapan adalah sebagai berikut.
Gambar 3.1 alur penelitian tindakan ( Arikunto, 2006 : 16)
A. PROSEDUR & LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
Sesuai dengan paparan yang dikemukakan oleh Kemmis dan McTaggart
diatas maka langkah dan tahap yang dilakukan dalam penelitian tindakan ini
adalah:
1. Tahap Perencanaan
Langkah awal dalam studi penelitian tindakan adalah menetapkan objek
yang hendak dipelajari. Sesuai dengan tema yang akan digunakan, permainan
tradisional yaitu kaulinan barudak Sunda merupakan permainan yang memiliki potensi untuk memperkuat rasa kebersamaan, sportivitas, kesenangan, berbagi,
dan menghormati yang terkandung dalam permainannya untuk dapat diteliti. Hal
yang perlu diingat bahwa tujuan dalam penelitian tindakan adalah keinginan untuk
membuat segala sesuatunya lebih baik, meningkatkan praktik spesifik tertentu,
atau memperbaiki sesuatu yang tidak berjalan semestinya (Fraenkel & Walen
dalam Mertler, 2011:61). Oleh karena itu tujuan dari penelitian harus diingat
baik-baik, sewaktu mengidentifikasi dan mempersempit tema penelitian.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dua orang tua anak sanggar kesenian
Siloka Citra, peneliti mendapatkan data bahwa pada dasarnya interaksi yang
terjadi sudah menjadi pembawaan anak atau merupakan pola asuh orang tua yang
menjadikan cerminan anak dalam bersikap, bertingkah laku dan berinteraksi
dengan orang lain, sehingga berdampak pada interaksi yang dilakukan di sanggar.
Hal ini yang mendasari peneliti untuk melakukan sebuah pembelajaran tari
untuk anak-anak sanggar kesenian Siloka Citra dengan menggunakan model dan
metode yang berbeda. Peneliti ingin mengajak anak untuk bersama mendapatkan
pengalaman baru dalam mengolah gerak dengan melakukan pemanasan atau
perenggangan diawal sebelum melakukan pembelajaran tari bentuk dengan
menggunakan metode yang telah direncanakan untuk menumbuhkan rasa kasih
dalam menggerakan tubuhnya memiliki kesempatan untuk mengagas, mencipta
dan membuat sebuah karya tari baik sendiri ataupun secara bersama.
Berbeda dengan data di atas, dalam pembelajaran tari metode yang
dikembangkan terpusat pada wawasan, kemampuan dan potensi anak. Target
dalam pembelajaran tari ini bukan sekedar produk tapi lebih penting adalah proses
dan pengalaman yang didapatkan anak selama proses pembelajaran. Selanjutnya
peneliti melakukan tinjauan pustaka terkait, yaitu berbagai sumber informasi yang
bisa menjabarkan tema yang dipilih untuk diteliti.
2. Tahap Tindakan:
Langkah selanjutnya dalam proses penelitian tindakan adalah penetapan
data spesifik yang harus dikumpulkan berikut cara aktual pengumpulannya. Hal
ini terkait dengan instrumen dan teknik-teknik pengumpulan data lainnya yang
dilakukan dalam penelitian. Untuk melakukan perencanaan implementasi model
pembelajaran tematik kaulinan barudak Sunda, peneliti merancang dan mempersiapkan beberapa hal diantaranya merancang siklus, menyusun RPP
(rancangan pelaksanaan pembelajaran), mempersiapkan lembar observasi,
pedoman wawancara, alat dokumentasi berupa video dan kamera foto dan media
pembelajaran.
Pada saat observasi awal peneliti meminta ijin kepada orang tua murid
untuk melakukan penetlitian dengan meminta waktu anak-anak sebanyak 45
menit dari 2 jam latihan, dan karena tujuan tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkan kecerdasan sosial anak sanggar kesenian Siloka Citra, agar anak
dapat mengikuti penelitian ini berdasarkan kesepakatan bersama pembelajaran tari
kaulinan barudak di sanggar Kesenian Siloka Citra dilaksanakan setiap hari jumat jam 14.00- 14.45 wib.
Dalam proses penelitian ini menggunakan metode actions research yang terdiri dari 4 (empat) siklus yang terbagi menjadi 9 pertemuan. Dalam sebuah
siklus terdiri dari : rencana pembelajaran, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi.
1. Siklus 1 : anak dapat melatih aksi reaksi, kerjasama dan mengetahui
macam-macam permainan tradisional.
Dalam siklus ini peneliti memberikan rangsangan melalui macam-macam
permainan yang didalamnya terdapat nyanyian. Stimulus digunakan
berupa nyanyian yang syair lagunya mengandung pertanyaan, yel-yel yang
melatih daya tangkap dan ingat anak, dan permainan yang dapat
membangkitkan rasa senang anak untuk melakukan kegiatan. Dari
pembelajaran tersebut anak mengapresiasikan apa yang mereka lihat dan
dapatkan melalui berkomentar, berpendapat, sehingga terjadi diskusi yang
aktif antara anak dan peneliti. Pada siklus ini rangsang yang digunakan
adalah rangsang visual melalui permainan kartu gambar. melalui gambar
dari macam-macam kaulinan barudak seperti, oray-orayan, sondak, paciwit-ciwit, gatrik, congklak dan yang lainnya, dapat membuat anak-anak menjadi teringat kembali dengan permainan tersebut dan dapat
mempraktekkannya.
2. Siklus 2: Anak dapat menyanyikan, mempraktekan dan menumbuhkan
kecerdasan sosial melalui kaulinan barudak.
Dalam siklus ini peneliti mengajak anak untuk belar menyanyikan lagu
kaulinan barudak dan memahami arti dalam syair kaulinan barudak. Stimulus yang digunakan yaitu rangsang auditif. Melalui lagu yang
diperdengarkan melalui audio anak dapat mengetahui tempo dan nada
dalam lagu yang akan dinyanyikan serta dapat menyanyikannya dengan
baik, kemudian didalam mempraktekkan permainan tersebut anak dapat
menumbuhkan nilai-nilai kerjasama, menghormati, menghargai, berbagi
dan mendukung yang dapat meningkatkan kecerdasan sosial diantara
mereka.
3. Siklus 3 : Anak dapat menumbuhkan kecerdasan sosial melalui ekspelorasi
gerak kaulinan barudak ke dalam gerak tari.
dikenalkan dengan musik pengiring secara langsung dengan
menggunakan musik tradisional kecapi suling, sehingga anak dapat
merasakan perbedaan menari dengan diiringi musik secara langsung.
4. Siklus 4: anak mampu berkerjasama, berbagi, menghormati, mendukung,
dan menolong, melalui eksplorasi penyusunan gerak dan menampilkan
karya yang telah mereka ciptakan.
Dalam siklus ini peneliti memberikan suasana pembelajaran yang berbeda
dengan mengajak anak untuk belajar di luar sanggar dengan menggunakan
metode pembelajaran yang sama dengan yang di lakukan di dalam
sanggar. Proses pembelajaran ini dikombinasi dengan memberikan fun games yang dapat melatih aspek-aspek yang dapat membentuk kecerdasan sosial anak. Untuk tahap akhir anak-anak mempertunjukan hasil dari
eksplorasi gerak yang mereka lakukan dan melihat sejauh mana
peningkatan kecerdasan sosial yang terjadi melalui proses pembelajaran
yang dilakukan.
Peneliti dalam penelitian ini bertindak sebagai peneliti tindakan. Peneliti
bertindak sebagai motivator dan fasilitator bagi anak untuk mendapatkaan
pengalaman gerak, eksplorasi gerak, merangkai dan menyusun gerak baik secara
individual maupun kelompok. Sebagai pelatih, peneliti bertanggungjawab sebagai
konseptor (pengembang gerak), observer (pengamat proses pembelajaran),
evaluator ( evaluasi pembelajaran) dan merancanakan tindakan selanjutnya.
Peneliti juga melibatkan fotografer untuk membuat dokumentasi proses
pembelajaran baik foto dan video. Peneliti merupakan pembina yang melatih
anak-anak di sanggar kesenian siloka citra sehingga peneliti tidak kesulitan untuk
berinteraksi dengan siswa karena sudah mengenal karakter dari masing-masing
anak.
Media pembelajaran merupakan salah satu alat untuk menyampaikan
menyenangkan. Gerlach dan Ely dalam Fadlilah (2012:206) menyebutkan bahwa
media adalah grafik, fotografi, elektronik atau alat-alat menyajikan, memproses
dan menjelaskan informasi lisan dan visual. Untuk model pembelajaran tematik
kaulinan barudak Sunda maka peneliti juga mempersiapkan beberapa media pembelajaran yang disesuaikan untuk anak. Beberapa macam media yang
dipergunakan adalah :
1. Media audio adalah sebuah media yang mengandung pesan dalam
bentuk auditif (pendengaran), serta hanya mengandalkan kemampuan suara. Pada proses tari kreatif musik diputarkan
sebagai media untuk merangsang imajinasi dan menstimulus siswa
dalam bergerak. Sebagai alat pendukung digunakan player berupa tipe dan laptop.
2. Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra
penglihatan.Contoh untuk media ini adalah media grafis (gambar,
poster, komik). Pada siklus 1 untuk proses tari, peneliti
menyampaikan materi bertema kaulinan barudak dalam bentuk kartu gambar macam-macam permainan tradisional. Sebagai alat
pendukung digunakan player berupa laptop. Melalui gambar realis yang ditampilkan, anak dapat melihat dengan persis tentang
sesuatu yang dipelajari.
3. Media Audivisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan
gambar yang bergerak. Pada siklus 2 peneliti menyampaikan
materi dengan memperlihatkan video tari kaulinan. Sebagai alat pendukung digunakan player berupa laptop.
3. Tahap pengamatan
kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Sebenarnya kurang
tepat jika pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan, karena
seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi
menganalisis peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu, guru pelaksana
yang berstatus sebagai pengamat agar melakukan pengamatan balik terhadap apa
yang terjadi ketika tindakan langsung. Sambil melakukan tindakan balik guru
mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat
untuk memperbaiki siklus berikutnya.
Pengamatan, pada dasarnya berupa usulan strategi untuk
mengimplementasikan hasil-hasil proyek penelitian tindakan. Pada tahap ini,
pembelajaran tari bertemakan kaulinan barudak mulai diterapkan pada siswa. Pembelajaran terdiri dari 4 siklus dirancang untuk 9 pertemuan. Sejalan dengan
proses pembelajaran tematik tari kaulinan barudak, peneliti juga mempersiapkan musik pengiring yang dipergunakan untuk menstimulus siswa dalam
menggerakkan anggota tubuh sesuai dengan karakter dan peran yang dimainkan.
Dalam hal ini harus ada konsep keselarasan antara musik dan tari. Keselarasan
berkaitan dengan irama dan tempo, sehingga gerakan nyaman untuk
dipertunjukkan. Selain itu harus sesuai juga dengan suasana dan temanya.
4. Tahap Refleksi
Merangkum hasil penelitian, menciptakan strategi untuk berbagi hasil
penelitian dan meninjau seluruh proses penelitian. Refleksi merupakan sebuah
langkah penting di dalam proses penelitian tindakan, karena ini saatnya peneliti
melakukan peninjauan terhadap apa saja yang telah dilakukan. Refleksi dilakukan
setelah kegiatan pengamatan yang dilakukan peneliti.
Dalam refleksi, peneliti mengemukakan kembali apa yang sudah terjadi,
berupa kemajuan maupun faktor yang menghambat proses pembelajaran di dalam
maupun di luar kelas. Peneliti bersama observer mendiskusikan semua hal yang
terjadi dalam proses pembelajaran. Hasil diskusi saat refleksi dilakukan sebagai
pedoman dalam membuat perencanaan untuk tahap pembelajaran selanjutnya.
Keempat tahapan dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk
langkah semula. Jadi, satu siklus adalah dari tahap penyusunan rencana sampai
dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi.
Dalam penelitian ini direncanakan dalam sebuah siklus, sebagai siklus
awal untuk mengatasi suatu masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaanya
dihasilkan empat siklus dengan dua kali dan tiga kali pertemuan dalam setiap
siklusnya, sehingga pelaksanaan proses pembelajaran diberhentikan, karena
tujuan pembelajaran untuk menumbuhkan dan meningkatkan kecerdasan sosial
sudah sesuai dengan yang diharapkan.
B. Sasaran dan Lokasi Penelitian
1. Sasaran Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah anak - anak sanggar kesenian Siloka
Citra. Dengan jumlah anak yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak yang
berada pada tingkat atas yaitu kelas 4-6 sebanyak 13 anak, dan anak-anak yang
berada di kelas bawah 1-3 sebanyak 15 anak. Dalam prosesnya peneliti
mengikutsertakan seluruh anak yang ditentukan secara total dengan sampling
yang diperoleh dari anak yang mengikuti kegiatan di sanggar kesenian Siloka
Citra agar tidak terjadi kecemburuan dan agar lebih menumbuhkan keakraban di
antara mereka, maka pelatih mengikutsertakan mereka dalam penelitian yang akan
dilakukan. Namun dalam kenyataannya anak-anak pada saat pembelajaran atau
pemberian materi di sanggar yang lebih memiliki masalah adalah yang berada
pada tingkat atas.
Hal ini berdasarkan pada observasi awal yang menjelaskan bahwa anak
yang berada di kelas atas lebih individual, sehingga kecerdasan sosial tidak
tampak dalam diri mereka. Maka dari itu dibutuhkan suatu tindakan dalam
penelitian ini. Diharapkan pembelajaran tari kaulinan barudak Sunda dapat meningkatkan kecerdasan sosial diantara mereka. Pada awal dan akhirnya, masa
akhir kanak-kanak ditandai oleh kondisi yang sangat mempengaruhi penyusuaian
kanak-pada keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok,
terutama kelompok yang bergengsi dari pandangan teman-temannya.
Oleh karena itu, anak ingin menyesuaikan dengan standar yang disetujui
kelompok dalam penampilan, berbicara dan perilaku. Keadaan ini mendorong ahli
psikologi untuk menyebut periode ini sebagai usia penyesuaian. Berikut ini
gambar dari sebagian anak-anak yang mengikuti pembelajaran pada penelitian
yang akan dilaksanakan.
Gambar 3. 2
Anak-anak sangagar kesenian siloka citra Foto. Dwi JL. 2004
2. Lokasi Penelitian
Letak lokasi penelitian ini berada di jalan RAA Martanegara no 43
Bandung dan sanggar ini berada di lingkungan militer SESKO TNI. Di daerah ini
banyak terdapat sanggar seni tari dan Kesenian Siloka Citra merupakan salah
satunya. Sanggar ini berdiri dari tahun 2010 yang awalnya di bangun oleh lima
langsung oleh dosen-dosen STSI Bandung. seiring berjalannya waktu usaha ini
mulai ditinggalkan oleh para anggotanya dengan berbagai faktor, sehingga
sanggar ini dipegang oleh peneliti seorang diri. Dalam menjalankan usaha ini
seiring bertambahnya murid-murid yang daftar untuk bergabung di sanggar ini
peneliti dibantu orang tua dalam mengkordinir keuangan, baik pemasukan dan
pengeluaran yang ada di sanggar dan peneliti yang membina anak-anak dalam
proses pembelajaran tari. Letak sanggar yang berada di pinggir jalan memberikan
kemudahan bagi orang tua yang ingin mendaftarkan anak-anaknya untuk dapat
berlatih tari. Seperti sanggar-sanggar tari yang lainnya, Sanggar ini memiliki
tujuan dalam pembelajarannya yaitu anak dapat menari dengan baik.
Gambar 3.3
Lokasi sanggar Kesenian Siloka Citra di lingkungan komplek Sesko TNI Foto. Dwi JL. 2004
3.1Mengakrabi Lokasi Dan Responden
Sanggar kesenian Siloka Citra ini merupakan sanggar yang dibina oleh
peneliti sendiri, maka dalam melakukan kegiatan penelitian, peneliti melihat dari
hasil pembelajaran sebelumnya, respon dan keakraban anak-anak dan peneliti
sudah tercipta dengan baik, dan anak-anak sangat dekat dengan peneliti atau
pelatih, sehingga tidak sulit untuk menerapkan penelitian yang akan dilakukan.
Orang tua siswa juga merespon dengan baik sehubungan dengan akan dilakukan
penelitian ini, karena sebagian dari orang tua siswa tersebut merasakan hal yang
sama yang dirasakan oleh peneliti, sehingga mereka mendukung untuk
dilakukannya penelitian ini.
3.2Instrumen Penelitian
teknik analisis data, pengujian keabsahan data dan penafsiran data. menghimpun
data-data untuk penelitian, baik itu data-data utama maupun data-data tambahan,
dibutuhkan akses kepada berbagai narasumber.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Berikut ini teknik pengumpulan data yang akan dilakukan selama
penelitian:
1. Observasi
Observasi merupakan pengamatan keterlibatan secara langsung pada suatu
kegiatan yang sedang dilakukan. Melalui observasi, penganalisis dapat
memperoleh pandangan-pandangan mengenai apa yang sebenarnya dilakukan.
Observasi awal yang dilakukan peneliti yaitu pada saat proses pembelajaran yang
dilakukan pada setiap jadwal latihan yaitu pada saat hari evaluasi yang jatuh
dihari jumat pukul 14.00-16.00. pada observasi yang dilakukan saat latihan,
peneliti melihat dari cara berinteraksi, komunikasi, dan sosialisasi anak dan orang
tua yang ada di sanggar tersebut. Dari proses latihan dan aktivitas anak-anak
disanggar tersebut dapat terlihat sejauh dan sebaik apa kecerdasan sosial yang ada
dilingkungan sanggar tersebut. Kemudian dilakukuan observasi khusu
yangmerupakan observasi tindakan yang dilakukan pada tanggal 21 febuari 2014.
Observasi dilakukan pada saat pelatihan evaluasi, pada observasi ke dua ini
peneliti lebih melihat pada sikap yang dilakukan anak terhadap nilai-nilai norma
prilaku, baik dari segi berbagi, berkerjasama, menolong, toleransi dan
menghormati sesama teman sebaya atau lebih tua dan lebih muda dari mereka.
Dari observasi diperoreh data mengenai tindakan yang tepat untuk memperbaik
dan meningkatkan kecerdasan sosial anak. Observasi dapat dilihat langsung
keterkaitan antara media pembelajaran yang sedang dikembangkan dengan anak
didik. Teknik observasi ini di Lakukan dalam penelitian tindakan yang di lakukan
di sanggar Kesenian Siloka Citra.
Studi pustaka yang digunakan berasal dari beberapa sumber buku, hasil
penelitian Tesis, dan internet. Ada beberapa buku yang digunakan dalam
membantu mendeskrifsikan dan menganalisis hasil penelitian diantaranya buku
pengembangan bahan ajar tematik karangan Andis Prastomo, foklor Indonesia
karangan James Danandjaja, Multiple Intelligences karangan Howard Gardner dan lain-lainnya. Sumber-sember tersebut digunakan untuk mendapatkan data-data
primer, khususnya tentang perkembangan kecerdasan sosial.
3. Wawancara
Wawancara adalah dialog yang dilakukan peneliti terhadap nara sumber
yang terkait. Wawancara dilakukan kepada sumber primer yaitu orang tua siswa.
Pertanyaan yang ditanyakan seputar aktivitas anak dirumah dan aktivitas kedua
orang tuanya. Wawancara ini dilakukan selama 30 menit. Disela-sela waktu
peneliti melakukan wawancara mengenai aktivitas, sifat, kebiasaan dirumah dan
bagaimana interaksi terhadap saudara dan teman dilingkungan rumahnya. Dari
tiga belas orang tua siswa yang digunakan pada penelitian ini, hanya tiga orang
tua siswa yang diwawancarai, hal ini dianggap karena ketiga orang tua siswa
tersebut sudah dapat mewakili dari data yang dicari. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian. Wawancara yang
dilakukan kepada nara sumber merupakan percakapan secara langsung dengan
menggunakan format tanya jawab secara tidak langsung.
4. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi awal mengenai kondisi
kecerdasan sosial anak dan peningkatan kecerdasan sosial anak. kuesioner
diberikan kepada seluruh anak-anak sanggar kesenian Siloka Citra yang akan
mengikuti kegiatan penelitian. Selanjutnya kuesioner juga digunakan untuk
menggali ketepatan materi pelajaran, peningkatan hasil belajar anak, daya
apresiasi dan ekspresi terhadap materi pelajaran, serta kefektifitas pembelajaran
deskriptif, yang mana teknik-teknik deskriptif lazimnya dipakai untuk mengukur
eksistensi dan distribusi berbagai tingkah laku atau karakteristik yang terjadi
secara alami, frekuensi kemunculan kejadian yang terjadi secara alami, dan yang
terakhir adalah untuk mengukur hubungan serta besarnya hubungan-hubungan
yang mungkin ada antara karakteristik, tingkah laku, kejadian, atau fenomena
yang menjadi perhatian peneliti.
5. Studi dokumen
Studi dokumen yaitu pengkajian terhadap dokumen-dokumen yang
tercetak, seperti : foto, majalah, Koran, video, observasi. Dalam hal ini studi
dokumen dilakukan terhadap foto pentas, rekaman latihan dari proses
pembelajaran sebelumnya. Dari hasil pengkajian dokumen ini diperoeh data
bahwa anak kurang memiliki rasa kebersamaan, berbagi, menghormati, dan saling
mendukung.
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis setiap data yang terkumpul dari hasil penelitian
mengacu pada struktur analisis data seni menurut Rohidi (2012:221) yang
mengungkapkan, bahwa data seni (bagi peneliti seni dan pendidikan seni) menjadi
sangat berguna ketika kita perlu menyempurnakan, mengabsahkan, menjelaskan,
menerangkan, atau menafsirkan kembali data yang diperoleh dari latar yang sama.
Setelah seorang peneliti telah melakukan pengumpulan data, hal yang perlu
dilakukannya adalah menganalisis dan menafsir data tersebut.
membuat kesimpulan dari data yang telah dideskripsikan. Tahap menganalisis dan menginterpretasikan data merupakan tahap yang paling penting karena hal ini untuk memberikan makna dari data yang telah dikumpulkan. Hasil analisis dan interpretasi data merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif serta kuantitatif. Penghitungan data kuantitatif adalah dengan menghitung rata-rata perkembangan anak berdasarkan skor yang diperoleh dari lembar observasi yang telah disusun sebelumnya. Dengan rata-rata yang diperoleh
dapat diketahui persentase perkembangan kemampuan seriasi pada anak. Suharsimi Arikunto (2010: 269) menjelaskan analisis data deskriptif kualitatif
yaitu sebagai berikut :
Analisis data yang menggunakan teknik deskriptif kualitatif memanfaatkan persentase merupakan langkah awal saja dari keseluruhan proses analisis. Persentase yang dinyatakan dalam bilangan sudah jelas merupakan ukuran yang bersifat kuantitatif, bukan kualitatif. Jadi pernyataan persentase bukan hasil analisis kualitatif. Analisis kualitatif tentu harus dinyatakan dalam sebuah predikat yang menunjuk pada pernyataan keadaan, ukuran kualitas. Berdasarkan pendapat di atas agar diperoleh hasil analisis kualitatif maka dari perhitungan persentase kemudian dimasukkan ke dalam lima kategori predikat. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 269) lima kategori predikat tersebut yaitu seperti pada tabel berikut.
Adapun analisis data secara deskriptif kualitatif dalam penelitian ini adalah memaknai data dengan cara membandingkan hasil dari sebelum dilakukan tindakan dan sesudah tindakan. Analisis data ini dilakukan pada saat tahapan.
Hubungannya dengan penelitian ini dalam menerapkan metode pembelajaran
tematik kaulinan barudak Sunda untuk meningkatkan kecerdasan anak, analisis data penelitian dapat disesuaikan kebutuhan masalah dalam rumusan pertanyaan
penelitian, sehingga dapat dilakukan analisis data melalui proses, masalah,
penelitian ini digunakan tiga katagori peningkatan yaitu kurang, cukup dan baik.
Hal ini dirasakan cukup untuk mengukur peningkatan yang akan dilakukan.
3.6 Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, dimulai sejak awal bulan April
hingga awal bulan Mei, dengan 2 kali pertemuan pada setiap siklusnya.
Pertemuan dilakukan sebanyak 9 kali yang dilaksanakan dua kali dalam seminggu
di sanggar kesenian Siloka Citra, dan diakhir pertemuan peneliti mengajak
anak-anak untuk mengakhiri pembelajaraan di tempat atau lokasi yang berbeda. Hal ini
dilakukan untuk melihat secara keseluruhan hasil dari pembelajaran yang
dilakukan selama kurang lebuh 2 bulan ini. Lokasi pembelajaran pada pertemuan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil observasi dari penelitian ini telah menunjukan bahwa proses
pembelajaran dengan menggunakan materi kaulinan barudak Sunda telah dapat menciptakan suasana belajar baru terhadap terjalinnya interaksi sosial anak dengan
temannya. Dengan pembelajaran menggunakan metode dan materi kaulinan barudak
kegiatan belajar jadi lebih menyenangkan bagi anak-anak, dan secara psikologis
metode pembelajaran ini sesuai dengan umur mereka yang masih berada pada dunia
bermain dan anak akan terarah kemampuan sosialnya.
Dalam penelitian ini ditemukan sebagai pembelajaran yang dapat
meningkatkan kecerdasan sosial anak, karena dalam pembelajaran tari kaulinan barudak ini terdapat hal-hal yang dapat mereka ambil manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam bersosialisasi dan interaksi yang baik dengan memiliki
rasa berbagi, toleransi, dan bekerjasama. Adapun kecerdasan yang mengalami
peningkatan adalah dari cara berkomunikasi yang sudah lebih baik, dapat
berkerjasama, berbagi, menolong, mendukung dan dapat menghormati terhadap
orang lain. Kemudian ada aspek-aspek yang dapat membantu dalam meningkatkan
kecerdasan sosial anak, selain itu juga rangsang auditif, visual, kinestetik, peraba,
gagasan yang ada dalam kaulinan barudak dapat membantu anak dalam menerjemahkan makna-makna yang terkandung dalam permainan tersebut.
Dari hasil penerapan model pembelajaran ditemukan juga temuan ringan
diluar tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, kreativitas anak-anak meningkat
dari sebelumnya, hal ini dapat terlihat pada saat mereka mencari gerak dan
mengolahnya dengan menggunakan variasi pola lantai, level, tempo, dan properti
pendapat kepada pelatih untuk dijadikan masukan dalam kegiatan yang akan
dilakukan.
Melalui bermain anak mendapatkan rangsangan untuk membangkitkan fikiran
dan semangat, khususnya dalam memotivasi anak menari. Dengan begitu dari proses
pembelajaran ini ditemukan sebagai tindakan awal pembelajaran diperkuat dengan
cara bermain kaulinan barudak , karena proses pembelajaran ini dapat meningkatkan kecerdasan sosial anak di sanggar kesenian siloka citra.
B. SARAN
1. Peneliti
Penelitian ini sangat memberikan inspirasi dan pengalaman baru yang sangat
berharga untuk mengembangkan model pembelajaran yang dapat digunakan
dalam pembelajaran tari di sanggar maupun di sekolah dan dapat menumbuhkan
kecerdasan sosial melalui pendidikan tari yang ditanamkan. Dalam penelitian ini
akan menghasilkan suatu materi, proses dan media pembelajaran, sehingga dapat
menjadikannya sebuah alternatif dalam pembelajaran tari di sanggar maupun di
sekolah. Dengan menggunakan tema kaulinan barudak dapat membantu anak agar lebih mencintai, meneruskan tradisi budaya, dan dapat memahami serta dapat
meningkatkan wawasan mengenai nilai-nilai, simbol-simbol, makna, aspek-aspek
dan rangsangan yang terdapat dalam kaulinan barudak.
2. Pengajar
Penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk mengembangkan suatu pola
pembelajaran tari yang berbeda di sanggar-sanggar dengan menggunakan
pembelajaran tematik, dengan mengambil bahan kaulinan barudak Sunda. Dengan demikian pembelajaran tari di sanggar-sanggar tidak hanya terpatok dengan tarian
bentuk saja, anak dapat memiliki pengalaman dan wawasan baru dengan
makna dalam tarian yang akan mereka pelajari. Dengan mengasah keterampilan
anak dapat ditanamkan nilai-nilai positif didalamnya dengan pembelajaran tari
melalui pendidikan tari yang mencakup kedalamnya.
3. Objek yang diteliti
Melalui tahap-tahap pembelajaran yang terdiri dari orientasi pembelajaran,
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian merupakan wujud minat, dedikasi,
kepedulian, dan komitmen terhadap dunia pendidikan khususnya pendidikan tari
secara non formal. Media pembelajaran melalui model pembelajaran tematik ini
diharapkan dapat menjadi contoh bagi sanggar-sangar yang lainnya atau sekolah
formal untuk dapat menggunakan model pembelajaran tematik ini, agar anak
dapat mengembangkan keterampilannya sekaligus dapat menanamkan nilai-nilai
positif untuk membentuk sikap dan prilaku siswa.
4. Lembaga pendidikan
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi dan
alternatif dalam mengembangkan kompetensi lembaga melalui peran guru/pelatih
dan murid/siswa terkait dengan pemanfaatan tari tradisional setempat dan tradisi
budaya lokal dalam menumbuhkan, membentuk, meningkatkan, melestarikan serta
mengembangkan kompetensi dalam pembelajaran tari, baik dalam pendidikan non
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. cheadar. Suryadi, Karim, Karyoto, Tri. ( 2009). Etnopedagogi.
Bandung : PT Kiblat buku utama.
Arikunto Suharsimi. Suharjono. Supardi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers Danandjaya, James, 2007. Foklor Indonesia. Jakarta : Graffiti.
Danar, Ratna Willis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Dick, W., Carey, L., & Carey, J.O. 2003. The Systemic Design of Instruction. New York : Harper Collins Publisher Inc.
Enung Komalawati . 2007. Tesis. Pengembangan Aspek Kreativitas Dalam
Pembelajaran Seni Tari Di Sekolah Dasar. Bandung : Program Pasca Sarjana UPI Bandung.
Eti mulyati. 2008. Artikel “Ilmiah Transformasi Bentuk Kaulinan barudak Ke Dalam Bentuk Seni Pertunjukan” (studi tentang nilai oray-orayan dan
tokecang di saung angklung Udjo). Bandung : 2008 . Sunan Ambu Press Bandung
Goleman, Daniel (2006). Social Intelligence: The New Science of Human Relationships
Hermawan, A.H dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka
Himpunan Peraturan Perundang-undangan. 2009. Undang-undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003. Bandung: Fokus Media
Howard Gardner. 2013. Multiple Intelligences. Pemulang: INTERAKSARA (bahasa Indonesia)
Kassing, G. & Jay . D. (2003). Dance teaching methods and curriculum design : comprehensive K-12 dance education. Illinois : human kinestics
Masunah, J. dan Narawati T. (2003). Seni dan Pendidikan Seni Sebuah Bunga Rampai. Bandung: P4ST UPI.
Mulyana, D. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Moleng, J. L.(2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Peraturan Menteri No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses
Prastowo , Andi. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Yogyakarta : DIVA Press.
Ria Sabaria . 2009. Tasis . “Peranan Pembelajaran Tari Saman Dalam
Menumbuhkan Perilaku Prososial Anak”. Bandung : Program Pasca
Sarjana UPI Bandung.
Rohidi, R. T. (2012). Metode Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara. Rosyid, M. (2009). Kebudayaan dan Pendidikan. Idea Pres: Yogyakarta.
Sujarwo. 2012. Model-model Pembelajaran suatu strategi mengajar. Yogyakarta Trianto. (2011)Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Prestasi Pustakaraya:
Jakarta.
Tim penyusun.2010. Rencana aksi nasional(ran) pendidikan karakter kementerian pendidikan nasional 2010-2014 (online), http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp-content/uploads/NASKADIKNAS-REV-2.pdf, diakes 1 mei 2011
Yusuf L N, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sumardi, diakses dari http://www.kompas.com
http://sastraamijaya.wordpress.com/2009/03/18/kecerdasan-sosial/
http://yokimirantiyo.blogspot.com/2012/11/manfaat-permainan-tradisional-bagi.html Tedjasaputra, Meyke S. 2005. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta : Gramedia