Simulasi Persamaan Air Dangkal Menggunakan Persamaan
Navier-Stokes Dengan Penambahan Anomali Kedalaman Konfigurasi
Zig-Zag Sebagai Pemecah Ombak
NUGROHOADIPRAMONO1), ATSNAITAYASRINA2,*), ERABUDIPRAYEKTI2), CHUSNANAINSJAFY3) Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang. Jl. Semarang 5 Malang
1)E-mail: [email protected] 2)E-mail: [email protected]
3)E-mail: [email protected] 4)E-mail: [email protected]
TEL: 0341 552125
ABSTRAK: Telah dilakukan pembuatan program simulasi persamaan air dangkal. Persamaan yang digunakan adalah persamaan Navier-Stokes dengan penambahan anomali kedalaman dengan konfigurasi zig-zag pada sistem fisis. Program ditulis dalam Matlab dengan penghitungan secara numerik menggunakan metode Lax-Wendroff. Hasil simulasi menunjukkan bahwa anomali kedalaman dengan konfigurasi zig-zag menyebabkan perubahan bentuk pada gelombang yang secara alami memiliki muka gelombang yang lurus menuju arah pantai . Penempatan anomali kedalaman yang tepat diperlukan untuk menghasilkan bentuk gelombang yang berinterferensi destruktif (berkelakuan sebagai pemecah ombak).
Kata Kunci: Navier-Stokes, zig-zag, anomali kedalaman
PENDAHULUAN
Di daerah pantai tertentu dapat dijumpai karang buatan yang bertujuan mengurangi abrasi air laut dengan menahan atau mengurangi laju air laut. Karang buatan untuk pemecah ombak biasanya diletakkan di daerah pantai yang memiliki situs-situs yang perlu dilestarikan seperti candi atau pura. Beberapa karang buatan diletakkan di daerah pantai untuk mengurangi pengikisan oleh gelombang air laut. Pergerakan gelombang air laut adalah salah satu dari proses fluida yang dapat
dijelaskan melalui persamaan Navier-Stoke (Thureyet al, 2006).
Meskipun penelitian ini ditujukan untuk perairan laut, simulasi sistem fisis dihitung dengan pendekatan menggunakan persamaan air dangkal dengan asumsi bahwa dimensi luas lautan jauh lebih besar dari kedalamannya. Perairan dangkal
adalah perairan yang punya batas permukaan (surface) dan batas dasar (bottom) (Ancey
et al, 2007). Persamaan air dangkal biasanya digunakan untuk mensimulasikan gelombang yang panjang gelombanganya mirip dengan ketinggian air secara
keseluruhan (Thureyet al, 2006).
Penelitian ini telah dilakukan oleh (Ancey, 2007., Moler, 2011., Robinson, 2011., Tiwow, 2015., Thurey, dkk, 2006., Zhang, 2008) dengan membuat variabel H=1, u=0, dan v=0. Penelitian ini dilakukan dengan membuat variasi pada H di beberapa titik yang selanjutnya disebut dengan anomali. Pola anomali berbentuk zigzag digunakan untuk mensimulasikan pemecah ombak di pantai yang diaplikasikan untuk mengurangi abrasi air laut dengan dugaan awal bahwa pola zigzag dapat menyebabkan interferensi destruktif pada gelombang yang menuju pantai.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan simulasi sistem fisis dengan metode komputasi. Sistem fisis yang dikaji adalah fluida dalam wadah berbentuk kubus dengan ukuran 64x64 grid dengan kedalaman satu satuan.
(1)
(2)
(3)
Dimana variabel bebasnya yaitux, y, dan t. Untuk variabel terikatnya adalah hdan
dua dimensi kecepatan u dan v. Turunan parsial diperoleh dari komponen variabel di
atas yang kemudian dikelompokkan menjadi vektor dan dituliskan kembali
sebagai turunan hyperbolic parsial pertama Dan Vektor nya,
(4)
(5)
(6) Persamaan turunan hyperbolic parsial pertama :
(7)
Gambar 1a merupakan grid dari sistem fisis yang ditinjau, setiap sel memiliki u,v dan h dengan nilai awal nol untuk u dan v dan 1 untuk h. Saat sistem diberi gangguan, maka nilai dari u,v dan h tiap sel akan berubah sesuai dengan persamaan (7).
Penyelesaian dari persamaan turunan parsial hiperbolik adalah dengan metode numerik, yaitu dengan menggunakan metode Lax-Wendroff. Dalam metode ini, untuk mendapatkan nilai u,v dan h pada t+1, kita harus mencari nilai antara seperti yang ditampilkan di Gambar 2.
Dalam Matlab kode untuk mencari nilai antara adalah sebagai berikut
% t+1/2 % arah x i = 1:n+1; j = 1:n; % height
Hx(i,j) = (H(i+1,j+1)+H(i,j+1))/2 - dt/(2*dx)*(U(i+1,j+1)-U(i,j+1)); % x momentum
Ux(i,j) = (U(i+1,j+1)+U(i,j+1))/2 - ...
j = 1:n+1;
% height
Hy(i,j) = (H(i+1,j+1)+H(i+1,j))/2 - dt/(2*dy)*(V(i+1,j+1)-V(i+1,j));
% x momentum
Uy(i,j) = (U(i+1,j+1)+U(i+1,j))/2 - ...
dt/(2*dy)*((V(i+1,j+1).*U(i+1,j+1)./H(i+1,j+1)) - ... (V(i+1,j).*U(i+1,j)./H(i+1,j)));
% y momentum
Vy(i,j) = (V(i+1,j+1)+V(i+1,j))/2 - ...
dt/(2*dy)*((V(i+1,j+1).^2./H(i+1,j+1) + g/2*H(i+1,j+1).^2) - ... (V(i+1,j).^2./H(i+1,j) + g/2*H(i+1,j).^2));
a)
b)
Gambar 1 a) grid dari sitem fisis, b) nilai antara untuk menghitung u, v, dan h di t+1.
Dari nilai-nilai antara tersebut kita dapat menghitung nilai di t+1 dengan i = 2:n+1;
j = 2:n+1; % height
H(i,j) = H(i,j) - (dt/dx)*(Ux(i,j-1)-Ux(i-1,j-1)) - ... (dt/dy)*(Vy(i-1,j)-Vy(i-1,j-1));
% x momentum
U(i,j) = U(i,j) - (dt/dx)*((Ux(i,j-1).^2./Hx(i,j-1) + g/2*Hx(i,j-1).^2) - ... (Ux(i-1,j-1).^2./Hx(i-1,j-1) + g/2*Hx(i-1,j-1).^2)) ...
- (dt/dy)*((Vy(i-1,j).*Uy(i-1,j)./Hy(i-1,j)) - ... (Vy(i-1,j-1).*Uy(i-1,j-1)./Hy(i-1,j-1))); % y momentum
V(i,j) = V(i,j) - (dt/dx)*((Ux(i,j-1).*Vx(i,j-1)./Hx(i,j-1)) - ... (Ux(i-1,j-1).*Vx(i-1,j-1)./Hx(i-1,j-1))) ...
- (dt/dy)*((Vy(i-1,j).^2./Hy(i-1,j) + g/2*Hy(i-1,j).^2) - ... (Vy(i-1,j-1).^2./Hy(i-1,j-1) + g/2*Hy(i-1,j-1).^2));
tiga. Pemberian anomali pada program dilakukan dengan cara membuat grid tertentu bernilai tetap seperti berikut
for i=1:n
if mod(i,2)==0 H(i,20)=1; else
H(i,19)=1; end
end
Untuk anomali berselang digunakan kode seperti berikut (contoh untuk selang dua) %anomalikedalaman
for i=1:n
if mod(i,2)==0 H(i,20)=1; else
H(i,17)=1; end
end
Perhatikan bahwa selang di sini adalah selang antara dua kolom anomali, bukan selang antar anomali dalam satu kolom.
Untuk membandingkan pengaruh anomali antara variasi selang, nilai amplitudo gelombang di sel [1,1] dicatat selama program berjalan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil simulasi secara visual 3d dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2. Hasil simulasi 3D
a b
c
Gambar 3. Amplitudo sel [1,1] pada a) simulasi tanpa anomali, b) anomali zigzag, c) gabungan nilai amplitudo (warna ungu adalah amplitudo simulasi tanpa anomali).
Gambar 3b menunjukkan amplitudo sel yang sama saat sistem diberi anomali kedalaman. Dari grafik terlihat bahwa seiring berjalannya waktu, amplitudo sel menjadi relatif lebih kecil daripada sistem fisis tanpa anomali. Hal yang sama berlaku pada sistem dengan pemberian anomali zigzag berselang. Dari Gambar 3c terlihat bahwa pemberian variasi lebar selang tidak begitu berpengaruh pada amplitudo sel [1,1] relatif terhadap sistem dengan anomali lainnya.
KESIMPULAN
DAFTAR RUJUKAN
Ancey, Christope. 2007. Plasticity and Geophysical Flows.. Journal of Non-Newtonian
Fluid Mechanics (4-35). Lausanne, Switzerland: Ecole Polytechnique Federale de Lausanne
Aref, Hassan. 2012. The Navier-Stokes equation : a Classification of Flows and Exact
Solution.Theory Computation Fluid Dynamic(26:481). Cambridge University.
Erratum. 2000. On the Derivation of the Buckley-Leverett Model from the Two Fluid
Navier-Stokes Equation in a Thin Domain Computational Geoscience. Computational
Geoscience(99-101). France : UFR Matemathique, Analyse Numerique.
Hinkelmann, Reinhard., Liang, Qiuhua., Aizinger, Vadym., Dawson, Clint. 2015. Robust
Shallow Water Model. Environ Earth Science,(74:7273-7274).
LeVeque, Randall J. 2005. Finite Difference Methods for Differential Equation. AMath
(585-586). Washington : University Of Washington.
Moler, Cleve. "Chapter 18: Shallow Water Equations." Experiments with MATLAB. MathWorks.
Web. <http://www.mathworks.com/moler/exm/chapters.html>.
Robinson, Colin Richard. 2011. Shallow Water Equation. Syracuse University. Setiawan, Toni. 2015. Fluida Dinamis.
Stubbe, Peter. 2015. The Euler and Navier-Stokes Equation Revisited. Physics Fluids
Dynamic.
Suhamjani, Jani. 2005. Aplikasi Lagrangian Navier-Stokes pada Turbulensi. Bogor : Intitut Pertanian Bogor.
Thurey, Nils., Muller-Fischer, Matthias., Schrim, Simon., Gross, Markus. 2006. Real-time Breaking Waves for Shallow Water Simulation. Switzerland : ETH Zurich, AGEIA Technologies.
Tiwow, Vistarani A., Malago, J.D. 2015. Application of Navier-Stokes Equation to
Laminar Fluid Flow Case in Unhorizontal Pipe. Jurnal Sainsmat (51-56).
Makassar:FMIPA Universitas Negeri Makassar.
Tubbs, Kevin. 2010. Lattice Boltzmann Modelling for Shallow Water Equation Using High Performance Computing.
Zhang, Huai., Shi, Yaolin., Yuen, David A., Yan, Zhanzhan., Yuan, Xiaoru dan Zhang,
Chaofan. 2008. Modelling and Visualization of Tsunamis. Pure and Applied