• Tidak ada hasil yang ditemukan

BLIND WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN TEKNIK MAKSIMUM KUANTISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BLIND WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN TEKNIK MAKSIMUM KUANTISASI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BLIND WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN TEKNIK MAKSIMUM KUANTISASI

Cathrine Folamauk1, Adriana Fanggidae2, Yulianto Triwahyuadi Polly3 Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

Jl. Adisucipto-Penfui Kupang, Telp. (0380)881557

E-mail: 1Cathy_im03t@yahoo.co.id, 2jingga2ritme@yahoo.com, 3Noelbaki_dendeng@yahoo.com

ABSTRAK

Watermarking merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk menyisipkan data informasi rahasia ke dalam karya digital yang ingin dilindungi. Sistem watermark terdiri dari 2 (dua) proses utama, yaitu penyisipan dan ekstraksi. Pada umumnya proses ekstraksi watermark dilakukan menggunakan citra asli atau citra watermark dan ini merupakan langkah yang kurang efektif dan efisien. Pada penelitian ini dilakukan perancangan dan pembuatan sistem watermarking dengan teknik maksimum kuantisasi pada domain transformasi wavelet diskrit Haar yang digabungkan dengan teknik decimal parity coding untuk mengatasi masalah kepemilikkan citra digital yang dilindungi. Kunci watermark yang dihasilkan pada proses penyisipan dan akan digunakan pada proses ekstraksi watermark dilindungi kerahasiaannya dengan mengubah ke dalam bentuk chiperteks dengan menggunakan algoritma kriptografi asimetris RSA (Rivest, Shamir, Adleman). Hasil akhir dari penelitian ini berupa citra ber-watermark yang dapat di ekstraksi tanpa menggunakan citra asli maupun citra ber-watermark atau yang disebut blind watermarking, bersifat tidak tampak dan semi fragile karena citra ber-watermark dapat tahan terhadap gangguan berupa Gaussian Noise ≤ 0,01, kecerahan (brightness) ≤ -50 hingga ≤ 50, dan cropping sebesar 40%. Decimal parity coding yang digunakan menghasilkan persentase 100% dalam melakukan perbaikan terhadap citra watermark hasil ekstraksi citra ber-watermark.

Kata Kunci: Blind Watermarking, Decimal Parity Coding, Algoritma RSA, Maksimum Kuantisasi

1. PENDAHULUAN

Penggunaan internet dalam kehidupan sehari-hari telah menjadi hal yang umum saat ini. Banyak fasilitas yang ditawarkan di internet, dan salah satu fasilitas yang sering digunakan oleh para pengguna adalah

upload dan download. Dengan fasilitas upload dan download user bisa mendapatkan copy dari berbagai

jenis file gambar, audio, video, program aplikasi, dan lain sebagainya dengan harga yang relatif murah atau bahkan secara gratis tanpa adanya penurunan kualitas dari file tersebut. Dengan semakin berkembang dan populernya internet, semakin tinggi pula pelanggaran-pelanggaran hak cipta karya digital oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mengingat karya-karya

digital dapat dengan mudah digandakan dan diubah

formatnya, maka dibutuhkan sebuah metode yang dapat memberikan perlindungan terhadap hak cipta dengan menyisipkan informasi rahasia ke dalam karya

digital yang akan dilindungi. Dengan adanya

informasi rahasia ini, maka pencipta karya digital yang asli dapat dibuktikan dan bisa memperoleh perlindungan hak cipta.

Watermarking merupakan salah satu solusi yang

dapat digunakan untuk menyisipkan data informasi rahasia ke dalam karya digital yang akan dilindungi. Adapun informasi yang sering dijadikan informasi rahasia dapat berupa teks, suara, dan gambar. Namun ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam proses watermarking, yaitu proses watermark tidak boleh menurunkan kualitas citra yang digunakan, sehingga dapat menjaga kerahasiaannya Watermark

harus cukup kuat untuk menahan serangan pengolahan gambar pada umumnya dan tidak mudah dihilangkan [W.Lin, Y. Wang, S.Horng, T. Kao, Y.Pan, 2009].

Pada penelitian ini diberikan batasan masalah dan asumsi sebagai berikut: (1) citra watermark

ditambahkan teknik decimal parity coding untuk mempertahankan bentuk citra watermark ketika diekstraksi; (2) proses watermarking menggunakan metode Wavelet proses dekomposisi level 2 (dua) dengan fungsi Wavelet Haar, dan sub-band yang digunakan adalah sub-band LL2 (Low-Low Frequency) dan LH2 (Low-High Frequency) pada citra host; (3) gangguan yang akan diberikan pada citra ber-watermark adalah penambahan Gaussian Noise,

kecerahan (brightness) dan cropping 40%; untuk merahasiakan kunci hasil proses embeded yang akan digunakan pada proses ekstraksi citra watermarking digunakan algoritma RSA.

2. METODE PENELITIAN 2.1 Citra Digital

Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Citra digital adalah citra yang dinyatakan secara diskrit, baik untuk posisi koordinatnya maupun warnanya. Dengan demikian, citra digital dapat digambarkan sebagai suatu matriks, di mana indeks baris dan indeks kolom dari matriks menyatakan posisi suatu titik di dalam

(2)

citra dan harga dari elemen matriks menyatakan warna citra pada titik tersebut.

Dimensi ukuran citra digital dinyatakan sebagai

tinggi (M) x lebar (N). Citra digital yang berukuran M

x N dinyatakan dengan matriks yang berukuran M baris dan N kolom sebagai berikut:

(0, 0) (0,1) .. (0, 1) (1, 0) (1,1) .. (1, 1) ( , ) . . . . . . ( 1, 0) ( 1,1) .. ( 1, 1) f f f N f f f N f x y f M f M f M N −         =      − − − −   

(2.1) [Fanggidae Adriana, 2008] Format warna RGB 32 bit berbeda dengan RGB 24 bit, dimana jika pada RGB 24 bit perpikselnya menggunakan 3 byte warna yang terdiri dari red,

green dan blue, sedangkan pada RGB 32 bit

menggunakan 4 byte warna perpikselnya yang terdiri dari alpha channel-8 bit, red, green dan blue sehingga banyaknya warna yang dapat dihasilkan adalah 256x256x256x256=4,294,967,296 jenis warna. 2.2 Sistem Koordinat Warna YIQ

Model YIQ merupakan salah satu model warna yang berfokus pada persepsi mata manusia terhadap warna. Model ini merupakan standar warna pada penyiaran TV yang diperkenalkan pertama kali oleh NTSC (The National Television System Comitee). YIQ merepresentasikan warna dalam tiga komponen, yaitu komponen Y mewakili pencahayaan (luminance), komponen l mewakili corak warna (hue) dan komponen Q mewakili intensitas atau kedalaman warna (saturation). Masing-masing komponen tersebut diperoleh dengan mentransformasikan RGB dengan persamaan (2.2):

(2.2)

(Russ, 2011) Untuk menentukan sistem kebalikannya adalah dengan mentransformasikan warna YIQ ke RGB, yakni : (2.3) 2.3 Algoritma RSA

RSA adalah salah satu contoh kriptografi yang menerapkan konsep publik key. Algoritma ini pertama kali dipublikasikan di tahun 1977 oleh Ron Rivest, Adi Shamir, dan Leonard Adleman dari Massachusetts

Institute Of Technology (MIT). Nama RSA sendiri

merupakan singkatan dari nama belakang mereka bertiga (Ron, Shamir, Adleman).

Pada algoritma RSA terdapat 3 langkah utama yaitu key generation (pembangkit kunci), enkripsi dan

dekripsi. Kunci pada RSA terdiri dari dua jenis kunci yaitu, publik key dan private key. Publik key digunakan untuk melakukan enkripsi, dan dapat diketahui oleh orang lain. Sedangkan private key bersifat rahasia dan digunakan untuk melakukan dekripsi [Munir, R., 2006].

2.3.1 Pembangkit Kunci ( Key Generation)

Secara ringkas, algoritma pembangkit kunci RSA adalah:

- Pilih dua buah bilangan prima sembarang, sebut saja p dan q. Nilai dari p dan q bersifat rahasia. - Hitung n = p x q (sebaiknya p ≠ q, sebab jika p=q

maka, n = p2, sehingga p dapat diperoleh dengan menarik akar pangkat dua dari (n).

- Hitung m = (p – 1) x (q – 1). Sekali m telah dihitung, p dan q dapat dihapus untuk mencegah diketahuinya oleh orang lain.

- Pilih sebuah bilangan bulat untuk kunci publik, sebut saja namanya yang relatif prima terhadap

, dengan syarat dan

.

- Bangkitkan kunci privat d, dengan kekongruenan

atau , sehingga

secara sederhana d dapat dihitung dengan persamaan:

2.3.2 Enkripsi

Proses enkripsi dilakukan dengan menggunakan kunci publik dengan algoritma:

- Ambil kunci publik penerima pesan e dan modulus n.

- Nyatakan plainteks m menjadi blok-blok sedemikian sehingga setiap blok mempresentasikan nilai di dalam selang [0, n-1]. - Setiap blok di enkripsi menjadi blok dengan

persamaan :

2.3.3 Dekripsi

Proses dekripsi dilakukan dengan menggunakan kunci privat hasil dengan persamaan :

2.4 Decimal Parity Coding

Parity adalah bit yang ditambahkan pada setiap

kode karakter atau pada satu blok data sedemikian sehingga memberi kemudahan untuk mendeteksi adanya error yang terjadi pada data aslinya. Pengendalian kesalahan dengan bit parity terbagi menjadi dua bentuk, yaitu parity karakter dan parity blok. Pada bentuk parity karakter, sebuah bit ditambahkan pada setiap karakter dalam data, sedangkan pada parity blok efisiensi pengiriman data kesalahan ditingkatkan dengan membagi pesan

(3)

sejumlah blok, agar tiap blok dapat diketahui kesalahannya.

Pada penelitian ini menggunakan parity blok dimana setiap bit citra watermark dihitung perbaris dengan membaginya menjadi 9 bit perbloknya. Perhitungan parity yang dilakukan berbeda dengan beberapa jenis metode parity yang digunakan yaitu, dengan melakukan konversi bit pada setiap blok ke dalam bentuk decimal. Hal ini disebabkan karena citra

watermark yang digunakan berbentuk citra biner

(monochrome) yang hanya memiliki 2 (dua) nilai yaitu, 1 untuk warna putih dan 0 untuk warna hitam, oleh karena itu metode ini dinamakan Decimal Parity

Coding.

2.5 Metode Watermarking dengan Teknik Maksimum Kuantisasi

Secara umum penyisipan watermark ke dalam citra dilakukan dengan cara membandingkan koefisien DWT dari dekomposisi citra, dimana koefisien yang memiliki nilai terbesar adalah tempat yang paling signifikan untuk menyisipkan watermark.

Teknik maksimum kuantisasi merupakan suatu teknik penyisipan watermark dengan menggunakan nilai maksimum koefisien dari sub band yang digunakan dan kemudian dikuantisasikan berdasarkan nilai citra watermark yang akan disisipkan.

2.5.1 Proses Penyisipan Watermark

Penyisipan watermark dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

- Menghitung nilai koefisien dari l tingkatan DWT,

watermark disisipkan ke dalam rentang

frekuensi dan yang

dijadikan sebagai cadangan.

- Menentukan besar n blok yang digunakan untuk penyisipan pada sub-blok dan sesuai dengan ukuran citra watermark yang digunakan.

- Menentukan koefisien terbesar dan koefisien terbesar kedua pada setiap n blok yang telah ditentukan.

- Menghitung koefisien rata-rata dari sebanyak bit watermark logo dengan persamaan:

Dimana adalah nilai rata-rata dari koefisien tertinggi tiap blok dan Nw adalah jumlah bit watermark logo. [W.Lin, Y. Wang, S.Horng, T. Kao, Y.Pan., 2009].

- Menentukan nilai yang merupakan nilai rata-rata dari tiap blok j (tidak termasuk dengan

nilai ). .

- Setelah mendapatkan nilai , , dan , selanjutnya melakukan proses penyisipan watermark dengan persamaan:

(2. 8)

Dimana:

(2. 9) Awalnya direncanakan hanya menggunakan nilai

untuk mengkuantisasi , tetapi terkadang nilai terlalu kecil atau sama dengan 0, sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam proses ekstraksi watermark. Oleh karena itu perlu adanya perbandingan nilai yang akan

digunakan antara (W.Lin

dkk, 2009). Jika bit watermark maka nilai tertinggi kedua nilainya akan disamakan dengan nilai dari

(2.10) merupakan nilai batas ambang yang sangat menentukan kualitas citra watermark setelah disisipkan citra logo.

- Lakukan invers transformasi Wavelet diskrit ( ) pada koefisien yang dimodifikasi untuk mendapatkan citra ter-watermark.

2.5.2 Proses Ekstraksi Watermark

Ekstraksi watermark dilakukan tanpa menggunakan citra asli atau citra watermark. Pendeteksian ada tidaknya watermark dalam citra dilakukan dengan menggunakan pembandingan koefisien yang bersesuaian pada citra ber-watermark. Langkah-langkah ekstraksi watermarking adalah: - Menghitung nilai koefisien dari l tingkatan

, sesuai dengan l tingkatan yang digunakan dalam proses penyisipan.

- Menentukan besar n blok yang digunakan untuk penyisipan pada sub-blok dan sesuai dengan ukuran citra watermark yang digunakan.

- Menentukan nilai sesuai

langkah 3 dan 5 pada proses penyisipan

watermark.

- Menghitung nilai sebagai nilai rata-rata dari nilai tertinggi koefisien dari masing-masing blok dan nilai sebagai nilai rata-rata dari keseluruhan nilai yang diperoleh dengan persamaan:

- Melakukan perbandingan koefisien citra untuk memperoleh citra logo dengan menggunakan persamaan :

Dimana nilai dengan persamaan:

(4)

dan nilai adalah nilai ambang yang diperoleh dari:

- `Menjalankan IDWT untuk membentuk citra

watermark.

2.6 Mean Square Error (MSE)

MSE adalah kesalahan kuadrat rata-rata. Nilai

MSE didapat dengan membandingkan nilai selisih piksel-piksel citra asal dengan citra hasil pada posisi piksel yang sama. Semakin besar nilai MSE, maka

tampilan pada citra hasil akan semakin buruk. Sebaliknya, semakin kecil nilai MSE, maka tampilan pada citra hasil akan semakin baik. Satuan nilai dari

MSE adalah db (deciBell). Perhitungan MSE dilakukan

dengan menggunakan rumus:

) ]) , [ ] , [ ( ( 1 1 2 0 1 0 j i y j i x MN MSE N j M i − =

− = − = (2.17) dimana : adalah citra asal dengan dimensi MxN,

dan adalah citra hasil yang telah mengalami proses.

(Lestari dkk,2006:45) 2.7 (Peak Signal to Noise Ratio) PSNR

PSNR adalah sebuah perhitungan yang menentukan nilai dari sebuah citra yang dihasilkan. Nilai PSNR ditentukan oleh besar atau kecilnya nilai MSE yang terjadi pada citra. Semakin besar nilai

PSNR, semakin baik pula hasil yang diperoleh pada

tampilan citra hasil. Sebaliknya, semakin kecil nilai

PSNR, maka akan semakin buruk pula hasil yang

diperoleh pada tampilan citra hasil. Perhitungan PSNR dilakukan dengan menggunakan rumus:

PSNR MSE 2 255 10 log 10 =

(2.18)

atau :

− = − = − = 1 0 2 1 0 2 ) ]) , [ ] , [ (( 1 255 10 log 10 M j M i j i y j i x MN PSNR

(2.19)

2.8 Normalisasi Koefisien Korelasi (NC)

Normalisasi koefisien korelasi merupakan suatu perhitungan matematika yang dilakukan pada citra asal maupun citra hasil untuk mengetahui hubungan antara kedua citra tersebut. Dengan demikian, maka dapat diketahui seberapa besar kemiripan citra

watermark yang dihasilkan pada proses ekstraksi

dengan citra watermark asli yang dimasukkan ke dalam citra host. Adapun rumus dari normalisasi koefisien korelasi yang digunakan adalah :

Dimana adalah normalisasi koefisien korelasi, citra asli, citra hasil, Tinggi citra yang dibandingkan dan Lebar citra yang dibandingkan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji coba pada program dalam penelitian ini dilakukan terhadap citra RGB berukuran 1024 x 1024, 512 x 512, 256 x 256, dan 128 x 128 piksel sebagai citra host dan citra RGB. Grayscale yang dikonversi ke bentuk citra biner berukuran 28 x 28, 20 x 20, 15 x 15 dan 10 x 10 sebagai citra watermark serta nilai ambang yang digunakan adalah = 0.009, dan jumlah per blok disesuaikan dengan ukuran citra host yang digunakan.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1 Citra Host

(a) Montain_Flower.bmp 1024 x 1024, (b) Peppers.bmp 512 x 512, (c) Lena.bmp 256 x 256, (d) Avril.bmp 128 x 128

(a) (b)

(c) (d) (e)

Gambar 2 Citra Watermark

(a) Citra Logo Undana sebelum konversi ke biner, (b) Undana Biner 28 x28, (c) Undana Biner 20 x 20, (d)

Undana Biner 15 x 15, (e) Undana Biner 10 x 10. Uji Coba Pertama

Uji coba pertama akan menghasilkan citra ber-watermark sebagai hasil dari proses penyisipan dan estimasi citra watermark sebagai hasil dari proses ekstraksi. Berdasarkan hasil uji coba pertama yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa ukuran dari citra

watermark dan jumlah perblok yang digunakan sangat

menentukan kualitas dari citra watermark yang dihasilkan. Bobot normalisasi koefisien korelasi yang dihasilkan juga menunjukkan bahwa hasil ekstraksi dari 3 (tiga) citra watermark yang diujikan, warna

(5)

putih citra watermark memberikan hasil yang stabil dan sesuai dengan citra watermark masukkan dengan persentase 100%, sedangkan untuk warna hitam belum sepenuhnya kembali ke bentuk semula dengan persentase 81,8325%.

Uji Coba Kedua

Uji coba kedua dilakukan dengan menambahkan

Gaussian Noise, kecerahan (brightness), dan cropping

40%.

Dari hasil persentase yang ditunjukkan pada table 3.2 dan 3.3 menunjukkan bahwa persentase yang dihasilkan dari nilai normalisasi koefisien kuantisasi (NC) terhadap citra ber-watermark yang mengalami gangguan pengolahan citra berpa cropping 40%,

brightness (kecerahan) ≥ -50 dan ≤ 50, Gaussian noise

dengan varian ≤ 0.01 mampu mendeteksi citra

watermark ≥ 50%, sehingga dapat disimpulkan bahwa

citra ber-watermark dengan metode maksimum kuantisasi bersifat semi fragile karena mampu menahan serangan terhadap gangguan pengolahan citra berupa Gaussian noise dengan varian ≤ 0.01,

cropping sebesar 40% pada bagian tengah citra ber-watermark dan kecerahan ≥ -50 dan ≤ 50.

a. Uji Coba Ketiga

Pada uji coba ketiga dilakukan pengujian terhadap citra watermark yang dihasilkan pada proses ekstraksi menggunakan metode decimal parity coding.

Tabel 1 Hasil Perhitungan Kualitas Citra Ber-watermark

Citra Host 1 Hasil Penelitian Maks Ukuran Watermark Blok (n) MSE PSNR NC Citra Watermark (a) 28x28 80 0.2599 53.9827 1 Warna Dasar Putih (b) 20x20 40 0.3213 53.0617 1 (c) 14x14 20 0.2011 55.0967 1 (d) 10x10 10 0.5323 50.8692 1 Persentase 100 % (a) 28x28 80 3.9049 42.2147 0.7066 Warna Dasar Hitam (b) 20x20 40 0.6203 50.2048 0.91 (c) 14x14 20 2.6933 43.8183 0.8367 (d) 10x10 10 6.8424 39.7787 0.82 Persentase 81.8325 % (a) 28x28 80 0.8448 48.8633 0.9184 2 (b) (b) 20x20 40 0.3487 52.7063 0.94 2 (c) (c) 14x14 20 0.7678 49.2783 0.9592 2 (d) (d) 10x10 10 2.3127 44.4896 0.92 2 (e) Persentase 93.44%

Tabel 2 Pengujian Ketahanan Citra Ber-watermark terhadap Gangguan Gaussian Noise Citra Host 1 Gaussian Noise Tanpa 0.001 0.005 0.01 0.015 0.02 (a) 0.9184 0.9107 0.7985 0.5051 0.3724 0.2628 (b) 0.94 0.94 0.865 0.67 0.535 0.415 (c) 0.9592 0.9388 0.6939 0.5612 0.4184 0.3265 (d) 0.92 0.92 0.94 0.76 0.62 0.5 % 93.44 92.7375 82.435 62.4075 48.645 37.6075

Tabel 3 Pengujian Ketahanan Citra Ber-watermark terhadap Gangguan Cropping dan Kecerahan (Brightness). Citra Host 1 Cropping Brightness

40% 50 -50 (a) 0.5434 0.7092 0.7679 (b) 0.59 0.62 0.82 (c) 0.7143 0.5 0.8878 (d) 0.78 0.92 0.2 % 65.6925 68.73 66.8925

(6)

Pada hasil pengamatan dan pengujian yang telah dilakukan menggunakan decimal parity coding, parity mampu mengembalikan bentuk citra watermark seperti semula secara sempurna dengan nilai normalisasi koefisien kuantisasi adalah 1 (satu), sehingga persentase yang dihasilkan adalah 100 %. Terbukti bahwa decimal parity coding sangat membantu untuk mengenali citra watermark yang disisipkan, bahkan pada citra watermark yang rusak atau tidak dapat dikenali lagi. Namun kelebihan ini tidak selamanya membawa dampak yang baik. Adapun dampak buruk yang dapat dihasilkan dari penggunaan decimal parity coding ini adalah adanya penyalahgunaan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan pemalsuan identitas kepemilikan citra digital yang sebenarnya. Untuk itu dengan menggunakan nilai normalisasi koefisien kuantisasi dapat ditentukan batasan-batasan dalam penggunaan parity coding ini.

Jika pada hasil ekstraksi nilai normalisasi koefisien kuantisasi yang diperoleh ≥ 0.5 maka fungsi dari

decimal parity coding dapat diaktifkan, sebaliknya

jika nilai normalisasi koefisien kuantisasi yang dihasilkan < 0.5 maka fungsi dari parity coding akan di non aktifkan

4. SIMPULAN DANSARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian pada sistem Blind Watermarking yang dibuat dapat disimpulkan sebagai berikut :

- Program blind watermarking menggunakan metode maksimum kuantisasi dapat mengekstraksi citra ber-watermark dengan baik tanpa menggunakan citra asli dan citra watermark. - Untuk mendapatkan kualitas citra ber-watermark

yang baik pada program blind watermarking menggunakan metode maksimum kuantisasi menggunakan nilai ambang Tr = 0,009.

- Citra watermark dan citra Host yang digunakan tidak terbatas pada ukuran maupun jenis citra (true

color, grayscale, biner) yang digunakan.

- Watermark yang tertanam pada citra

ber-watermark bersifat invisible dan semi fragile

karena tahan terhadap beberapa gangguan seperti

gaussian noise dengan varian ≤ 0.01, cropping

sebesar 40% dengan persentase deteksi 65.69%, kecerahan (brightness) ≥ - 50 dan ≤ 50 dengan persentase ≥ 60%.

- Program watermark yang dikombinasi dengan

decimal parity coding menghasilkan kinerja yang

sangat baik dengan mengembalikan bentuk citra

watermark hasil ekstraksi yang tidak berbentuk

kembali ke bentuk semula dengan hasil 100%. - Penggunaan algoritma RSA (Rivers, Shamir dan

Adleman) yang terdiri dari dua kunci utama, yaitu kunci privat dan kunci publik sangat berperan dalam melindungi kunci watermark yang berisikan jumlah piksel citra watermark dan decimal parity

coding yang digunakan, karena operasi perpangkatan yang menggunakan bilangan besar baik pada proses enkripsi maupun dekripsinya.

Citra Host

Ekstraksi Watermark

Ket Blok NC Parity Coding NC Parity

Mountain_Flowers.bmp Cropping 40 % 80 0.5434 1 Dapat dikenali peppers.bmp Brightness -50 40 0.62 1 Dapat Dikenali Lena256.bmp Cropping 40 % 20 0.7143 1 Dapat dikenali Avril.bmp Brightness 50 10 0.2 1 Tidak dapat dikenali

(7)

4.2 Saran

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, saran yang dapat kami berikan dalam pengembangan penelitian ini adalah :

- Gangguan yang diberikan pada citra

ber-watermark berupa Gaussian noise, cropping, brrightness (kecerahan), diharapkan pada penelitian berikutnya dapat ditambahkan gangguan pengolahan citra yang lainnya.

- Sebagai pengembangan program watermarking, dapat dibuat program watermarking pada data digital lainnya seperti teks, suara, video dan sebagainya.

DAFTARPUSTAKA

- Alfatwa, D.Fathony, 2010. Watermarking pada Citra

Digital Menggunakan Discrete Wavelet Transform.

Diakses dari : http : // informatika.stei.itb.ac.id / ~rinaldi.munir/TA/Makalah_TA%20Dean%20Fathony %20Alfatwa.pdf, 2 juni 2012.

- Fanggidae Adriana. Pengenalan Wajah dengan Self

Organizing Maps (SOM) dan Principal Components Analysis (PCA), Tesis S2 Program Pascasarjana

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2008.

- Gultom. 2006. Analisis Kinerja Algoritma RSA dalam

Pengacakan Citra Watermark pada Citra Watermarking Menggunakan Transformasi Wavelet,

Diakses dari :

http://www.scribd.com/doc/65083119/111020211RSA ALGORITHMIN CITRAWATERMARK, 19 Mei 2012.

- Munir, R. Kriptografi”. Informatika, Bandung. 2006. - Putra, D., Pengolahan Citra Digital “.Andi. Yogyakarta.

2010.

- Sepdianto, 2010. Pemberian Tanda Air Menggunakan

Teknik Kuantisasi Rata-Rata dengan Domain Transformasi Wavelet Diskrit. Jurnal Institut Teknologi

Sepuluh Nopember. Diakses dari : http: // digilib. its.ac.id/publik/ITS-Undergraduate-16102-Paper pdf.pdf, 19 Mei 2012.

- Soheili, 2010. Blind Wavelet Based Logo Watermarking

Resisting to Cropping”. Journal of International Conference on Pattern Recognitio, Tehran, Iran , 1449-1452. Diakses dari :http:// www.icpr2010.org/

pdfs/icpr2010 _TuBT5.3.pdf, 19 Mei 2012.

- W.Lin, Y. Wang, S.Horng, T. Kao, Y.Pan.2009.”A Blind

Watermarking Method Using Maximum Wavelet Coefficient Quantization,” Expert System With

Application, Vol. 36, Issue 9, pp. 11509-11516, ISSN 0957-4174, Diakses dari : http:// www.sutech.ac.ir/ Portal / channels / FcKUploaded Files / fa/ 745 / Documents/ data – hiding – 892 / papers / 4 - A blind watermarking method using maximum wavelet coefficient quantization. pdf, 19 Mei 2012.

Gambar

Gambar 2  Citra Watermark
Tabel 1  Hasil Perhitungan Kualitas Citra Ber-watermark
Gambar 4 Hasil Ekstraksi Watermark

Referensi

Dokumen terkait

Paralel dengan kegiatan olah raga yang diperun- tukan bagi karyawan dan karyawati Lapan, di dalam gedung Pustekbang diadakan berbagai kegiatan an- tara lain pemberian bea siswa,

Sama seperti pada AWP/DPA Propinsi, Informasi yang akan ditampilkan meliputi Nama Kegiatan, Volume Kegiatan dan satuannya, Nama DI tempat kegiatan dilangsungkan, Luas

Dengan mengacu pada indikator yang telah ditetapkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada pokok bahasan kalor dapat

Bidang Cipta Karya yang terintegrasi berupa Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya , sebagai upaya mewujudkan keterpaduan

Basis Data ( database) merupakan kumoulan data yang salling berkaitan an berhubungan satu dengan yang lainnya, tersimpan diperangkat keras computer dan perangkat lunak

Pengaplikasian patah kata yang mampu mendukung kepelbagaian makna dalam puisi-puisi Usman Awang, menjadikan puisi beliau bukan sahaja indah pada indera dengar pembaca tetapi

Jika hanya diandalkan pada 1 orang tuo tari dan 4 orang penari yang mampu menarikan tarian tersebut dan tidak diturunkan kepada generasi berikutnya maka adalah

masjid tidak hanya berfungsi sebatas tempat ibadah seputar shalat saja, akan tetapi, masjid juga digunakan sebagai tempat edukasi terutama di pondok-pondok pesantren. Pada zaman