• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI DESKRIPTIF PREVALENSI FUNGSI PARU POLISI LALU LINTAS DI DENPASAR BALI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI DESKRIPTIF PREVALENSI FUNGSI PARU POLISI LALU LINTAS DI DENPASAR BALI."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DESKRIPTIF PREVALENSI FUNGSI PARU POLISI LALU LINTAS DI DENPASAR BALI

R. Prawira Bayu Putra Dewa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Penyakit respirasi adalah penyakit yang terdapat pada Negara maju dan Negara berkembang. Penyakit paru secara umum dibagi menjadi obstruktif dan restriktif, di mana polusi udara adalah penyebab utamanya. Alat diagnosis sederhana untuk obstruksi dan restriktif adalah spirometer. Salah satu profesi utama yang sering terpapar gas kendaraan bermotor saat bertugas adalah polisi lalu lintas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi polisi lalu lintas yang memiliki fungsi paru normal, restriktif, obstruktif , gabungan restriktif dan obstruktif di kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Subjek penelitian adalah 45 polisi lalu lintas yang berjaga di pos polisi sekitar kota Denpasar. Data spirogram dari 45 polisi di analisis untuk mendapatkan prevalensi fungsi paru normal, restriktif, obstruktif, gabungan restriktif dan obstruktif. Dari 45 orang polisi lalu lintas 29 orang mengalami kelainan restriktif, 0 orang mengalami kelainan obstruktif, dan 16 orang memiliki nilai fungsi paru normal. Simpulan penelitian ini adalah dari seluruh subjek 35,56% memiliki fungsi paru normal, 64,44% restriktif, 0% obstruktif, 0% gabungan restriktif dan obstuktif. Saran kepada pihak kepolisian di bagian lalu lintas sebaiknya dilakukan pengecekan fungsi paru secara berkala.

Kata Kunci: Spirometer, Restriktif, Obstruktif

ABSTRACT

Respiratory disease is a disease that is found in developed countries and developing countries . Pulmonary diseases are generally divided into obstructive and restrictive , where air pollution is the main cause . Simple diagnostic tool for obstructive and restrictive is the spirometer . One of the main professions are often exposed to the gas when the motor vehicle is a traffic police on duty . The purpose of this study to determine the prevalence of traffic police who had normal lung function , restrictive , obstructive , restrictive and obstructive combined in Denpasar . This study used a descriptive method . Subjects were 45 traffic policemen on guard at police stations around the city of Denpasar . Data spirogram of 45 policemen in the analysis to obtain the prevalence of lung function is normal, restrictive , obstructive , restrictive and obstructive combined . Of the 45 traffic police 29 people have restrictive disorders , 0 people have obstructive disorders , and 16 had normal lung function values . The conclusions of this study is 35.56 % of all subjects had normal lung function , 64.44 % restrictive , obstructive 0 % , 0 % combined restrictive and obstuktif . Advice to the police at the traffic pulmonary function should be checked

periodically. .

(2)

Latar Belakang

Saat ini penyakit paru dan saluran

pernafasan adalah masalah yang tidak hanya

dialami oleh Negara maju saja, Negara

berkembang dan Negara miskin pun

mengalaminya.1,2 Di Negara berkembang

seperti Indonesia terjadi peningkatan insiden

yang signifikan pada penyakit paru.1,2 Peningkatan ini memiliki banyak penyebab,

yang paling sering adalah asap rokok dan

polusi lingkungan yang berasal dari asap

kendaraan, asap pabrik, dan debu jalanan.1,2 Dari seluruh kematian di dunia, penyakit

paru merupakan penyebab dari 1/5 kasus.1,2 Dimana penyakit paru yang sering

menyebabkan kematian adalah penyakit

paru seperti pneumonia dan Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) 1,2.

Penyakit pernafasan secara umum dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu penyakit

paru obstruktif dan restriktif.1,2 Penyakit paru restriktif adalah penyakit paru dimana

terjadi ketidakmampuan atau penurunan dari

kemampuan untuk menginhalasi udara

kedalam paru dan menjaga volume dari paru

tetap normal.1,2 Umumnya pada

pemeriksaan fungsi paru akan terjadi

penurunan angka volume paru tanpa

penurunan dari aliran udara.1,2 Sedangkan penyakit paru obstruktif adalah penyakit

yang ditandai dengan penurunan

kemampuan untuk mengelurkan udara

melalui jalan nafas.1,2 Hal ini umumnya disebabkan akibat penyempitan dari

diameter jalan nafas sehingga udara akan

lebih susah untuk dikeluarkan.1,2 Salah satu penyebab utama dari penyakit paru

obstruktif dan restriktif adalah paparan debu

dan polusi udara1,2.

Paparan polusi udara luar seperti debu dan

gas buangan sangat berkaitan dengan

penyakit paru.3,4 Ketika partikel polusi ini masuk ke dalam saluran nafas, benda ini

akan membentuk suatu endapan pada

mucociliary dimana endapan ini akan menyebabkan tubuh memproduksi mukus,

produksi mucus yang berlebihan akan

menyebabkan mucus mengendap dan

menyebabkan terjadinya obstruksi pada

saluran pernafasan dan memicu terjadinya

inflamasi yang menyebabkan restriktif

paru.3,4 Penyakit obstruksi dan restriktif pada fase awal dan lanjut dapat dideteksi

dengan menggunakan alat sederhana seperti

spirometer.3,4 Spirometri merupakan baku emas (gold standard) untuk menengakkan diagnosis penyakit obstruksi dan restriktif

pada paru.3,4 Dengan pemeriksaan menggunakan spirometer dapat diketahui

nilai FVC (forced vital capacity) yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara

(3)

maksimal dan FEV1 (forced expiratory volume in one second) yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan dalam satu detik

pertama3,4. Dari nilai tersebut dapat ditentukan nilai fungsi paru.3,4

Peningkatan polusi udara pada kota-kota

besar juga berhubungan dengan semakin

meningkat tingkat perekonomian dan industi

otomotif pada daerah tersebut, hal ini akan

meningkatkan jumlah kendaraan bermotor di

Indonesia.5,6,7 Sisa gas pembuangan dari kendaraaan bermotor merupakan 70-80%

polutan dan 20-30% sisanya berasal dari

industri.5 Berdasarkan data yang tersedia di Badan Pusat Statistik Indonesia tercatat

peningkatan angka kendaraan bermotor di

Provinsi Bali yaitu dari tahun 2007 dengan

jumlah 1.561.844 kendaraan, tahun 2008

1.889.831 kendaraan dan tahun 2009

2.120.116 kendaraan.7 Peningkatan jumlah kendaraan dengan tidak diimbangi

peningkatan lebar jalan akan memberi

dampak peningkatan kepadatan lalu lintas

dan polusi udara di provinsi Bali, khususnya

pada daerah ibukotanya yaitu Denpasar.5,6,7

Dimana pusat pembangunan dan

peningkatan jumlah kendaraan tertinggi

pada provinsi Bali.5,6,7

Pekerjaan dengan eksposur polusi udara

merupakan resiko yang tinggi terkena

penyakit paru.5 Polisi lalu lintas merupakan

salah satu contoh pekerjaan dengan paparan

polusi udara yang sangat tinggi.5 Gangguan fungsi paru yang sering dialami oleh polisi

lalu lintas akibat sisa pembuangan gas

kendaraan dan partikel debu lingkungan.5 Daerah kerja dari polisi lalu lintas sering

terpapar polusi yang dihasilkan oleh

kendaraan.5,8 Dalam keadaan lalu lintas yang padat polisi diwajibkan untuk menjaga arus

lalu lintas, dan semakin padat arus lalu lintas

maka paparan polusi udara semakit tinggi.5,8 Berdasarkan latar belakang yang ada maka

peneliti ingin mengetahui prevalensi

kelainan fungsi paru pada polisi lalu lintas di

kota Denpasar.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

angka prevalensi polisi lalu lintas yang

memiliki fungsi paru normal, restriktif,

obstruktif, serta gabungan restriktif dan

obstruktif di kota Denpasar.

Materi dan Metode

Subjek diperoleh dengan teknik consecutive sampling dari polisi lalu lintas yang berjaga di pos polisi jalanan di kota Denpasar yang

memenuhi kriteria inklusi yaitu Polisi lalu

lintas yang dalam masa aktif di bidang lalu

lintas dan polisi lalu lintas yang bersedia

melakukan pemeriksaan spirometer. Subjek

penelitian dieksklusi bila Polisi lalu lintas

(4)

dan polisi lalu lintas yang tidak bersedia

melakukan pemeriksaan spirometer.

Subjek dalam penelitian ini merupakan

polisi lalu lintas yang bertugas di Kota

Denpasar. Besar sampel minimal yang

diteliti ditentukan berdasarkan formula

Stanley Lemeshow adalah 43 orang dan

pada penelitian ini menggunakan 45 orang

sampel.

Tinggi Badan responden ditentukan dengan

mengukur langsung menggunakan alat

pengukur merk Essen 7,5M buatan China

atau melalui wawancara. Berat badan

ditentukan dengan mengukur langsung

dengan timbangan elektri tipe hd - 2006A2

buatan China dengan ketelitian 0,01 atau

melalui wawancara. Indeks Masa Tubuh

ditentukan dengan menghitung hasil dari

berat badan dalam kilogram dibagi dengan

hasil dari tinggi dalam meter dikuadratkan.

Usia, lama kerja, status merokok, jumlah

rokok, dan lama merokok ditentukan dengan

melakukan wawancara langsung kepada

responden.

Untuk mendapatkan status restriktif,

obstruktif, gabungan, dan normal dilakukan

dengan meminta responden menggunakan

alat spirometer tipe AS 500 buatan Jepang.

Dari hasil akan didapatkan angka FEV1,

FVC, %FEV1, %FVC, dan diagnosis

responden. Penelitian ini dilaksanakan pada

Pos Polisi Jalan di sekitar kota Denpasar

selama 2 minggu dari tanggal 18 November

– 29 November 2013. Analisi data dilakukan secara deskriptif.

Hasil dan Diskusi

Hasil yang didapat pada penelitian ini

menunjukkan bahwa dari 45 subjek polisi

lalu lintas di kota Denpasar 29 orang

mengalami restriksi ,0 orang mengalami

obstruksi, 16 orang memiliki fungsi paru

normal, serta 0 orang mengalami restriktif

dan obstruktif. Dari hasil dilakukan analisis

untuk mengetahui jumlah prevalensi

restrictive adalah 64,44%, obstructive 0%,

gabungan restrictive dan obstrukctive 0%,

serta normal 35,56% pada subjek polisi lalu

lintas di kota Denpasar

Pada variable umur berdasarkan dari hasil

pengitungan didapatkan data rata- rata umur

polisi yang diperiksa adalah 41,1556 dengan

umur paling tua adalah 56 tahun dan umur

paling muda adalah 22 tahun. Dengan

standar deviasi 8,86247.

Dari 29 orang subjek yang mengalami

restriksi pernafasan 0 orang berusia 15 – 25 tahun, 4 orang berusia 26 – 35 tahun, 10 orang berusia 36 – 45 tahun dan 15 orang

(5)

frekuensinya seperti yang tercantum pada

tabel 1. Dari 16 orang yang memiliki nilai

fungsi paru normal 1 orang berusia 15 – 25 tahun, 8 orang berusia 26 – 35 tahun, 5 orang berusia 36 – 45 tahun, dan 2 orang berusia 46 – 56 tahun. Dimana pada

kelompok usia 26 – 35 tahun merupakan kelompok usia yang paling tinggi frekuensi

subjek yang memiliki nilai normal pada

fungsi paru.

Tabel 1 Prevalensi Obstruktive dan

Restrikstive berdasarkan variabel umur

Variabel Restriktif Obstruktif

Frekuensi Presen

tase

Frekuensi Presen

tase

Usia

15 – 25 tahun 0 0% 0 0%

26 – 35 tahun 4 13,8% 0 0%

36 – 45 tahun 10 34,5% 0 0%

46 – 56 tahun 15 51,7% 0 0%

Jumlah Total 29 100% 0 0%

Dari hasil penelitian ini menunjukkan

semakin tua usia subjek maka semakin

meningkat frekuensi angka kejadian

penurunan fungsi pernafasan, dan semakin

muda umur subjek maka semakin menurun

frekuensi angka kejadian penurunan fungsi

pernafasan. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Setiyawan Nurbiantara

pada tahun 2010 di Surakarta. Pada

penelitian yang dilakukan pada polisi lalu

lintas didapatkan hasil dari 41 subjek polisi

lalu lintas di Surakarta, 23 orang mengalami

penurunan fungsi pernafasan berupa %FVC

< 80% dan dari 23 orang yang mengalami

penurunan fungsi semua subjek termasuk

dalam kelompok umur diatas 37 tahun. Dan

dari 18 subjek yang memiliki nilai fungsi

paru normal 13 subjek termasuk kelompok

umur muda yaitu dibawah 37 tahun,

sedangkan 5 sisanya termasuk kelompok

umur di atas 37 tahun8.

Hal ini sesuai dengan data yang tercantum

pada jurnal yang ditulis oleh Janssens tahun

2005. Pada jurnal itu ia menyatakan bahwa

dengan semakin bertambahnya umur

manusia maka terjadi 3 perubahan fisiologis

pada sistem pernafasan, yaitu perubahan

progresif dari pemenuhan udara pada

dinding dada, penurunan elastisitas dari

paru, dan penurunan kekuatan dari otot

pernafasan. Pada penelitian yang ia

cantumkan dari 50 orang sehat dengan

rentang umur 24 – 75 tahun, penuaan berhubungan secara signifikan pada

penurunan kempauan pemenuhan udara

pada dinding dada. Pada penurunan

elastisitas paru terjadi secara fisiologis

akibat dari penuaan, dimana karena

bertambahnya umur maka semakin lama

paparan dari polutan lingkungan yang

berupa debu, asap rokok, gas sisa

pembuangan kendaraan dan pabrik. Semua

(6)

signifikan mampu menyebabkan penurunan

fungsi paru dan memicu terjadinya penyakit

paru pada usia tua. Selain itu pula

penurunan fungsi paru yang menurun terjadi

akibat proses degenerasi dari sel tubuh.

Penurunan fungsi paru yang menurun terjadi

bersamaan dengan modifikasi dari tulang

rusuk akibat pada proses penuaan,

mengakibatkan terjadinya penurunan

kemampuan pmenuhan paru dan

meningkatkan kapasitas residu fungsional

yang merupakan hasil dari penurunan

elastisitas dari paru. Maka semakin tua usia

seseorang akan semakin menurunkan

kemampuan dari paru untuk melakukan

fungsi pernafasan9,10.

Pada variabel indeks masa tubuh dari

responden polisi lalu lintas didapatkan hasil

pengitungan data rata- rata indeks masa

tubuh polisi yang diperiksa 26,5729 dengan

indeks masa tubuh tertinggi adalah 31,7

kg/m2 dan indeks masa tubuh terendah adalah 22,49 kg/m2 . Dengan standar deviasi 2,90824.

Pada variabel indeks masa tubuh didapatkan

data dari 29 subjek yang mengalami restriksi

pernafasan 0 orang subjek termasuk kategori

berat badan kurang, 4 orang subjek termasuk

kategori berat badan normal, 1 orang

termasuk kelompok dengan kelebihan berat

badan, dan 24 orang termasuk kelompok

dengan obesitas I dan Obesitas II seperti

pada tabel 2.

Tabel 2 Prevalensi Obstruktive dan

Restrikstive berdasarkan indeks masa tubuh

Variabel Restriktif Obstruktif

Frekuensi Presen

tase

Frekuensi Presen

tase

Indeks Masa

Tubuh

Berat badan

kurang

(<18,5)

0 0% 0 0%

Normal (18,5 – 22,9)

4 13,8% 0 0%

Kelebihan

Berat Badan

(23 – 24,9)

1 3,45% 0 0%

Obesitas I (25 – 29,9) dan Obesitas II

(30 atau

lebih)

24 82,8% 0 0%

Jumlah

Total

29 100% 0 0%

Pada kelompok dengan obesitas I dan

Obesitas II merupakan kelompok dengan

paling tinggi jumlah subjek restriktif. Dari

16 orang yang memiliki fungsi paru normal

0 orang subjek termasuk kategori berat

badan kurang, 4 orang subjek termasuk

kategori berat badan normal, 2 orang

termasuk kelompok dengan kelebihan berat

badan, dan 10 orang termasuk kelompok

dengan obesitas I dan Obesitas II. Pada

(7)

merupakan kelompok dengan paling tinggi

jumlah subjek normal.

Dari variable indeks masa tubuh didapatkan

bahwa pada subjek yang obesitas memiliki

jumlah terbanyak yang mengalami

penurunan fungsi paru berupa penurunan

nilai FVC. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Shashi Mahajan,

Anterpreet Kaur Arora dan Pankaj Gupta

yang melakukan penelitian fungsi paru pada

orang dewasa di Punjabi. Dari hasil

penelitiannya menunjukkan pada kelompok

dewasa yang mengalami obesitas

dibandingkan dengan kelompok dewasa

yang tidak mengalami obesitas terjadi

penurunan fungsi paru berupa penurunan

dari nilai FVC FEV1, dan MVV yang

signifikan. Tetapi pada penelitian ini

menujukkan peningkatan nilai perbandingan

nilai FEV1 dan FVC dari kelompok yang

mengalami obesitas jika dibandingkan pada

kelompok dewasa yang tidak mengalami

obesitas, tetapi peningkatan ini tidak

signifikan11.

Dari penelitian yang dilakukan Shashi

Mahajan menyatakan pada orang yang

obesitas terjadi penurunan nilai spirometer.

Penurunan ini karena pada orang yang

mengalami obesitas akan terdapat jaringan

adipose yang menumpuk pada sekitar tulang

rusuknya, selain itu terjadi penumpukan

jaringan adipose juga pada visceral cavity

dan bagian abdomen yang mengganggu

fungsi paru dalam pernafasan dan

menyebabkan terjadinya penurunan fungsi

paru. Pada orang yang mengalami obesitas

terjadi peningkatan konsumsi oksigen

sekitar 25% dari pada orang yang tidak

mengalami obesitas, peningkatan konsumsi

oksigen ini akan meningkatkan pula

produksi dari karbondioksida yang

menyebabkan semakin berat fungsi dari paru

pada pasien obesitas. Sehingga pada orang

obesitas yang parah akan sering mengalami

hypoxemia akibat peningkatan konsumsi

oksigen dan ketidakmampuan dari paru

untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan.

Penumpukan dari jaringan adiposa di sekitar

dada akan menyebabkan peningkatan

resistensi sistem pernafasan berupa

penurunan kemampuan dari dada untuk

melakukan distensi sehingga menurunkan

volume dari ventilasi11.

Pada variabel lama kerja dari responden

polisi lalu lintas didapatkan hasil

pengitungan data rata- rata lama kerja polisi

yang diperiksa 11,6778 dengan lama kerja

terpanjang adalah 31 tahun dan lama kerja

terpendek adalah 0,8 tahun (1 bulan).

(8)

Tabel 3 Prevalensi Obstruktive dan

Restrikstive berdasarkan lama kerja

Variabel Restriktif Obstruktif

Frekuensi Presen

tase

Frekuensi Presen

tase

Lama Kerja

< 5 tahun 5 17,2% 0 0%

5 – 10 tahun 8 22,6% 0 0%

11 tahun atau

lebih

16 55,2% 0 0%

Jumlah

Total

29 100% 0 0%

Pada variable lama kerja didapatkan data

dari 29 subjek yang mengalami restriksi

pernafasan 5 orang subjek termasuk

kelompok lama kerja < 5 tahun, 8 orang

subjek termasuk kelompok lama kerja 5 - 10

tahun, dan 16 orang termasuk kelompok

lama kerja 11 tahun atau lebih. Pada

kelompok dengan lama kerja 11 tahun atau

lebih merupakan kelompok dengan paling

tinggi jumlah subjek restriktif seperti pada

tabel 3. Dari 16 orang yang memiliki fungsi

paru normal 7 orang subjek termasuk

kelompok lama kerja < 5 tahun, 7 orang

subjek termasuk kelompok lama kerja 5 - 10

tahun, dan 2 orang termasuk kelompok lama

kerja 11 tahun atau lebih. Pada kelompok

dengan lama kerja < 5 tahun dan 5 – 10 thaun merupakan kelompok dengan paling

tinggi jumlah subjek normal.

Dari penelitian ini didapatkan pada

kelompok polisi yang memiliki masa kerja

11 tahun atau lebih merupakan jumlah yang

paling banyak mengalami penurunan fungsi

paru. Hal ini menyerupai pada penelitian

yang dilakukan oleh Eli J.K. dan kawan

kawan pada polisi departemen emergensi di

New York. Dari penelitiannya pada polisi

yang memiliki durasi kerja > 2000 jam akan

terjadi penurunan FVC sebesar 340 ml

setelah 5 tahun follow up. Sedangkan pada

kelompok yang memiliki durasi kerja 1000

sampai 2000 jam hanya terjadi penurunan

sebesar 270 ml setelah 5 tahun. Begitu juga

pada kelompok yang memiliki durasi kerja

lebih rendah lagi, pada kelompok dengan

durasi kerja <1000 jam terjadi penurunan

sebesar 160 ml setelah 5 tahun. Semakin

lama durasi kerja maka akan semakin

meningkatkan durasi dari paparan debu dan

polutan udara yang menyebabkan terjadinya

penurunan dari fungsi paru pada polisi12. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Setiyawan Nurbiantara pada tahun 2010 di

Surakarta menyatakan bahwa semakin lama

polisi bekerja pada lingkungan yang dapat

menurunkan fungsi paru maka semakin

meningkatkan pula kemungkinan penurunan

fungsi fisiologis dari paru terutama pada

lingkungan kerja dimana paparan debu dan

polutan tinggi. Dalam penelitiannya Ia

menyatakan bahwa terdapat hubungan

(9)

mempengaruhi fungsi paru untuk jangka

pendek maupun jangka panjang8.

Pada variabel status rokok dari responden

polisi lalu lintas didapatkan hasil 23

responden adalah perokok aktif dan 22

reponden bukanlah perokok aktif.

Pada variable status merokok didapatkan

data dari 29 subjek yang mengalami restriksi

pernafasan 15 orang subjek termasuk

kelompok merokok aktif, dan 14 orang

subjek termasuk kelompok merokok tidak

aktif seperti pada tabel 4. Pada kelompok

dengan merokok aktif merupakan kelompok

dengan paling tinggi jumlah subjek

restriktif. Dari 16 orang yang memiliki

fungsi paru normal 8 orang subjek termasuk

kelompok merokok aktif, dan 8 orang subjek

termasuk kelompok dengan merokok tidak

aktif. Pada kedua kelompok memiliki

jumlah yang sama subjek dengan fungsi

paru normal.

Tabel 4 Prevalensi Obstruktive dan

Restrikstive berdasarkan Statur Merokok

Variabel Restriktif Obstruktif

Frekuensi Presen

tase

Frekuensi Presen

tase

Status Rokok

Merokok 15 52% 0 0%

Tidak Merokok 14 48% 0 0%

Jumlah Total 29 100% 0 0%

Pada variable status rokok berdasarkan

perbandingan antara variabel dengan jumlah

total polisi yang restriktif menunjukkan

bahwa pada kelompok dengan status

merokok aktif merupakan jumlah yang

paling banyak subjek mengalami penurunan

fungsi paru. Hal ini serupa dengan penelitian

yang dilakukan oleh Eli J.K. dan kawan

kawan pada polisi departemen emergensi di

New York. Dimana pada penelitiannya

terjadi penurunan angka FVC pada polisi

yang merokok sebesar 250 ml setelah 1

tahun follow up dan 450 ml setelah 5 tahun

follow up. Dan pada kelompok polisi yang

tidak merokok terjadi penurunan angka FVC

sebesar 160 ml setelah 1 tahun follow up

dan 280 ml setelah 5 tahun follow up. Pada

polisi yang merokok maka akan semakin

meningkatkan penurunan fungsi paru. Dari

penelitian yang dilakukan oleh Hani A.N.

dan kawan-kawan dengan membandikan

nilai fungsi paru pada perokok dan non

perokok didapatkan data bahwa dari 213

perokok dan 98 non perokok yang dianalisis

terdapat perbedaan nilai yang signifikan

pada nilai rata-rata FVC, FEV1, dan PEFR.

Dimana pada kelompok perokok nilainya

lebih rendah dibandingkan pada kelompok

yang tidak merokok. Hal ini dikarenakan

rokok merupakan salah satu faktor

predisposisi yang penting pada penyakit

(10)

Tabel 5 Prevalensi Obstruktive dan

Restrikstive berdasarkan Jumlah Rokok

Variabel Restriktif Obstruktif

Frekuensi Presen

tase

Frekuensi Presen

tase

Jumlah Rokok

1 – 11 batang 6 40% 0 0%

12 batang atau

lebih

9 60% 0 0%

Jumlah Total 15 100% 0 0%

Pada variabel jumlah rokok dari responden

polisi lalu lintas yang berada dalam status

rokok aktif didapatkan hasil pengitungan

data rata- rata jumlah rokok sehari yang

diperiksa 5,9111 dengan jumlah rokok

sehari terbanyak adalah 24 batang dan

jumlah rokok paling sedikit adalah 2 batang.

Dengan standar deviasi 7,20424.

Pada variable jumlah rokok didapatkan data

dari 15 subjek yang mengalami restriksi

pernafasan 6 orang subjek termasuk

kelompok jumlah rokok 1 – 11 batang per hari, dan 9 orang subjek termasuk kelompok

jumlah rokok 12 batang atau lebih per hari

seperti pada tabel 5. Pada kelompok dengan

jumlah rokok 12 batang atau lebih per hari

merupakan kelompok dengan paling tinggi

jumlah subjek restriktif. Dari kelompok

merokok aktif 8 orang memiliki fungsi paru

normal 5 orang subjek termasuk kelompok

dengan jumlah rokok 1 – 11 batang per hari, dan 3 orang subjek termasuk kelompok

dengan jumlah rokok 12 batang atau lebih

per hari. Pada kelompok dengan jumlah

rokok 1 – 11 batang per hari merupakan kelompok dengan paling tinggi jumlah

subjek normal.

Pada variabel lama merokok dari responden

polisi lalu lintas yang termasuk kategori

perokok aktif didapatkan hasil pengitungan

data rata- rata lama merokok polisi yang

diperiksa 10,7111 dengan lama rokok

terpanjang adalah 38 tahun dan lama

merokok terpendek adalah 1 tahun. Dengan

standar deviasi 12,76113.

Tabel 6 Prevalensi Obstruktive dan

Restrikstive berdasarkan Lama merokok

Variabel Restriktif Obstruktif

Frekuensi Presen

tase

Frekuensi Presen

tase

Lama

Merokok

< 10 tahun 4 26,7% 0 0%

10 tahun atau

lebih

11 73,3% 0 0%

Jumlah Total 15 100% 0 0%

Pada variable lama merokok didapatkan data

dari 15 subjek yang mengalami restriksi

pernafasan 4 orang subjek termasuk

kelompok lama merokok < 10 tahun, dan 11

orang subjek termasuk kelompok lama

merokok > 10 tahun seperti pada tabel 6.

Pada kelompok dengan lama merokok > 10

tahun merupakan kelompok dengan paling

(11)

kelompok merokok aktif 8 orang memiliki

fungsi paru normal 3 orang subjek termasuk

kelompok dengan lama merokok < 10 tahun,

dan 5 orang subjek termasuk kelompok

dengan lama merokok > 10 tahun. Pada

kelompok dengan lama merokok > 10 tahun

merupakan kelompok dengan paling tinggi

jumlah subjek normal.

Pada variabel durasi merokok dan jumlah

rokok didapatkan bahwa pada kelompok

dengan merokok lebih dari 10 tahun dan

jumlah rokok 12 batang atau lebih dalam

sehari menunjukkan jumlah subjek

terbanyak penurunan fungsi paru. Hal ini

menyerupai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Rubeena Bano dan

kawan-kawan, dimana dari penelitiannya ia

menyatakan terdapat pustaka yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara jumlah dan durasi rokok

pada penurunan fungsi pernafasan. Begitu

juga penelitian yang dilakukan Mohammad

H.B. dan kawan kawan pada penelitiannya

ia menyatakan terdapat hubungan yang

signifikan pada durasi merokok dengan

penurunan fungsi paru tetapi tidak terdapat

hubungan yang signifikan pada jumlah

rokok dengan penurunan fungsi paru. Dari

penelitiannya didapat durasi dari merokok

memiliki efek yang lebih buruk untuk

pernafasan dari pada jumlah rokok per

hari14,15.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

maka dapat ditarik Simpulan dari seluruh

subjek 35,56% memiliki fungsi paru normal,

64,44% restriktif, 0% obstruktif, 0%

gabungan restriktif dan obstuktif. Saran

yang diberikan peneliti adalah kepada pihak

kepolisian di bagian lalu lintas sebaiknya

dilakukan pengecekan fungsi paru secara

berkala.

Daftar Pustaka

1. Zielonka T. M. Respiratory.

Respiratory Health in The World.

Ukrainian Pulmonological

Magazine. 2005; No 3 pp: 63 -67

2. Peter J.I., Levine S.M., Introduction

to Pulmonary Function Testing.

Sectio 3 Respiratory Disease; pp:

27.1 – 27.8. Tanggal Akses: 23 November 2013. Dapat diakses pada:

http://www.mhprofessional.com/dow

nloads/products/007147899X/00714

7899X_chap027.pdf

3. Karkhanis V.S., Josh J.M.

Spirometry in Chronic Obstructive

(12)

SUPPLEMENT TO JAPI. 2012.

Februari; vol 60 pp: 22 – 26

4. Lasmana P.D. Perbedaan Nilai Arus

Puncak Ekspirasi Polisi Satlantas

Dengan Polisi Bagian Administrasi.

Skripsi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2010 pp: 1 – 41

5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK) Pedoman Diagnosis Dan

Penatalaksanaan di Indonesia. 2003

pp: 1 – 31

6. Menteri Kesehatan Republik

Indonesia. Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1022/MENKES/SK/XI/2008

Tentang Pedoman Pengendalian

Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Menteri Kesehatan Republik

Indonesia. 2008. 3 November; pp: 1

– 39

7. Badan Pusat Statistik Indonesia.

Perkembangan Beberapa Indikator

Utama Sosial-Ekonomi Indonesia.

Pariwisata dan Transportasi. 2011.

Agustus; pp: 105 – 116

8. Nurbiantara S. Pengaruh Polusi

Udara Terhadap Fungsi Paru Pada

Polisi Lalu Lintas di Surakarta.

Perpustakaan UNS. 2010; pp: 1 – 52

9. Guyton A.C., Hall J.E. Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran. Bab 37

Ventilasi Paru. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2008; Edisi 11 pp:

495 – 506

10.Janssens J.P., Aging of the

Respiratory System: Impact on

Pulmonary Function Tests and

Adaptation to Exertion. Clin Chest

Med. 2005; 26 pp: 469 – 484

11.MahajanS., Arora A.K., Gupta P.

Correlation of Obesity and

Pulmonary Functions in Punjabi

Adults. Pak J Physiol. 2012; 8(2) pp:

6 – 9

12.Kleinman E.J., Cucco R.A., Martinez

C., Romanelli J., Berkowitz I., Lanes

N., Lichtenstein D., Frazer S., Moran

W., Pulmonary Function in a Cohort

of New York City Police

Departement Emergency Responders

Since the 2001 World Trade Center

Disaster. JOEM. 2011; vol 53 (6) pp:

618 - 626

13.Nawafleh H.A., Zead S.A.A.,

Al-Maghaireh D.A., Pulmonary

Function Test; Te value among

smokers and nonsmokers. Health

Science Journal. 2012; vol 6 (4) pp:

(13)

14.Bano R., Mahagaonkar A.M.,

Kulkami N.B., Ahmad N., Nihgute

S., Study of Pulmonary Function

Test Among Smokers and Non-

Smokers in a Rural Area. Pravara

Med Rev. 2009; 4(1) pp: 11 – 16

15.Boskabady M.H., Dehghani H.,

Esmaeilzadeh M., Pulmonary

Function Test and Their

Reversibility in Smoker. Tanaffos.

Gambar

Tabel 2
Tabel 3
Tabel 5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini dapat di- simpulkan bahwa faktor struktural, kultural serta proses reproduksi sosial menyebabkan kesenjangan sosial dan tingkat prasejahte- ra warga Desa

Implikasi manajerial yang dapat dilakukan oleh PT Taspen (Persero) KC Bogor berkaitan dengan produksi dan operasi yaitu membuat ruang tunggu yang nyaman untuk peserta yang

Sosialisasi yang dilaksanakan dapat memaksimalkan pengetahuan masyarakat terhadap arti pentingnya izin mendirikan bangunan (IMB) dan mengetahui bahwa dengan adanya

Namun, menurut adat kebiasaan masyarakat dan juga melihat dari beberapa akibat yang ditimbulkan, hal tersebut sangat merugikan terutama terhadap pihak perempuan yang

Pendapat dan pertimbangan Hukum Hakim adalah suatu pendapat Hukum Hakim yang diuraikan dengan menganalisis suatu fakta-fakta yang ada dalam persidangan. Yang mana Hakim

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh variabel determinan keuangan (tingkat utang,

Berdasarkan hasil dari penelitian ini yaitu ada hubungan yang negatif dan signifikan antara keluarga disharmonis dan motivasi belajar dengan prestasi belajar

2.2 Kegiatan Perkuliahan Program Studi Apoteker Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember,. 2.3 Kegiatan Perkuliahan Program Studi S2