STUDI DESKRIPTIF PREVALENSI FUNGSI PARU POLISI LALU LINTAS DI DENPASAR BALI
R. Prawira Bayu Putra Dewa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
Penyakit respirasi adalah penyakit yang terdapat pada Negara maju dan Negara berkembang. Penyakit paru secara umum dibagi menjadi obstruktif dan restriktif, di mana polusi udara adalah penyebab utamanya. Alat diagnosis sederhana untuk obstruksi dan restriktif adalah spirometer. Salah satu profesi utama yang sering terpapar gas kendaraan bermotor saat bertugas adalah polisi lalu lintas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi polisi lalu lintas yang memiliki fungsi paru normal, restriktif, obstruktif , gabungan restriktif dan obstruktif di kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Subjek penelitian adalah 45 polisi lalu lintas yang berjaga di pos polisi sekitar kota Denpasar. Data spirogram dari 45 polisi di analisis untuk mendapatkan prevalensi fungsi paru normal, restriktif, obstruktif, gabungan restriktif dan obstruktif. Dari 45 orang polisi lalu lintas 29 orang mengalami kelainan restriktif, 0 orang mengalami kelainan obstruktif, dan 16 orang memiliki nilai fungsi paru normal. Simpulan penelitian ini adalah dari seluruh subjek 35,56% memiliki fungsi paru normal, 64,44% restriktif, 0% obstruktif, 0% gabungan restriktif dan obstuktif. Saran kepada pihak kepolisian di bagian lalu lintas sebaiknya dilakukan pengecekan fungsi paru secara berkala.
Kata Kunci: Spirometer, Restriktif, Obstruktif
ABSTRACT
Respiratory disease is a disease that is found in developed countries and developing countries . Pulmonary diseases are generally divided into obstructive and restrictive , where air pollution is the main cause . Simple diagnostic tool for obstructive and restrictive is the spirometer . One of the main professions are often exposed to the gas when the motor vehicle is a traffic police on duty . The purpose of this study to determine the prevalence of traffic police who had normal lung function , restrictive , obstructive , restrictive and obstructive combined in Denpasar . This study used a descriptive method . Subjects were 45 traffic policemen on guard at police stations around the city of Denpasar . Data spirogram of 45 policemen in the analysis to obtain the prevalence of lung function is normal, restrictive , obstructive , restrictive and obstructive combined . Of the 45 traffic police 29 people have restrictive disorders , 0 people have obstructive disorders , and 16 had normal lung function values . The conclusions of this study is 35.56 % of all subjects had normal lung function , 64.44 % restrictive , obstructive 0 % , 0 % combined restrictive and obstuktif . Advice to the police at the traffic pulmonary function should be checked
periodically. .
Latar Belakang
Saat ini penyakit paru dan saluran
pernafasan adalah masalah yang tidak hanya
dialami oleh Negara maju saja, Negara
berkembang dan Negara miskin pun
mengalaminya.1,2 Di Negara berkembang
seperti Indonesia terjadi peningkatan insiden
yang signifikan pada penyakit paru.1,2 Peningkatan ini memiliki banyak penyebab,
yang paling sering adalah asap rokok dan
polusi lingkungan yang berasal dari asap
kendaraan, asap pabrik, dan debu jalanan.1,2 Dari seluruh kematian di dunia, penyakit
paru merupakan penyebab dari 1/5 kasus.1,2 Dimana penyakit paru yang sering
menyebabkan kematian adalah penyakit
paru seperti pneumonia dan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) 1,2.
Penyakit pernafasan secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu penyakit
paru obstruktif dan restriktif.1,2 Penyakit paru restriktif adalah penyakit paru dimana
terjadi ketidakmampuan atau penurunan dari
kemampuan untuk menginhalasi udara
kedalam paru dan menjaga volume dari paru
tetap normal.1,2 Umumnya pada
pemeriksaan fungsi paru akan terjadi
penurunan angka volume paru tanpa
penurunan dari aliran udara.1,2 Sedangkan penyakit paru obstruktif adalah penyakit
yang ditandai dengan penurunan
kemampuan untuk mengelurkan udara
melalui jalan nafas.1,2 Hal ini umumnya disebabkan akibat penyempitan dari
diameter jalan nafas sehingga udara akan
lebih susah untuk dikeluarkan.1,2 Salah satu penyebab utama dari penyakit paru
obstruktif dan restriktif adalah paparan debu
dan polusi udara1,2.
Paparan polusi udara luar seperti debu dan
gas buangan sangat berkaitan dengan
penyakit paru.3,4 Ketika partikel polusi ini masuk ke dalam saluran nafas, benda ini
akan membentuk suatu endapan pada
mucociliary dimana endapan ini akan menyebabkan tubuh memproduksi mukus,
produksi mucus yang berlebihan akan
menyebabkan mucus mengendap dan
menyebabkan terjadinya obstruksi pada
saluran pernafasan dan memicu terjadinya
inflamasi yang menyebabkan restriktif
paru.3,4 Penyakit obstruksi dan restriktif pada fase awal dan lanjut dapat dideteksi
dengan menggunakan alat sederhana seperti
spirometer.3,4 Spirometri merupakan baku emas (gold standard) untuk menengakkan diagnosis penyakit obstruksi dan restriktif
pada paru.3,4 Dengan pemeriksaan menggunakan spirometer dapat diketahui
nilai FVC (forced vital capacity) yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara
maksimal dan FEV1 (forced expiratory volume in one second) yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan dalam satu detik
pertama3,4. Dari nilai tersebut dapat ditentukan nilai fungsi paru.3,4
Peningkatan polusi udara pada kota-kota
besar juga berhubungan dengan semakin
meningkat tingkat perekonomian dan industi
otomotif pada daerah tersebut, hal ini akan
meningkatkan jumlah kendaraan bermotor di
Indonesia.5,6,7 Sisa gas pembuangan dari kendaraaan bermotor merupakan 70-80%
polutan dan 20-30% sisanya berasal dari
industri.5 Berdasarkan data yang tersedia di Badan Pusat Statistik Indonesia tercatat
peningkatan angka kendaraan bermotor di
Provinsi Bali yaitu dari tahun 2007 dengan
jumlah 1.561.844 kendaraan, tahun 2008
1.889.831 kendaraan dan tahun 2009
2.120.116 kendaraan.7 Peningkatan jumlah kendaraan dengan tidak diimbangi
peningkatan lebar jalan akan memberi
dampak peningkatan kepadatan lalu lintas
dan polusi udara di provinsi Bali, khususnya
pada daerah ibukotanya yaitu Denpasar.5,6,7
Dimana pusat pembangunan dan
peningkatan jumlah kendaraan tertinggi
pada provinsi Bali.5,6,7
Pekerjaan dengan eksposur polusi udara
merupakan resiko yang tinggi terkena
penyakit paru.5 Polisi lalu lintas merupakan
salah satu contoh pekerjaan dengan paparan
polusi udara yang sangat tinggi.5 Gangguan fungsi paru yang sering dialami oleh polisi
lalu lintas akibat sisa pembuangan gas
kendaraan dan partikel debu lingkungan.5 Daerah kerja dari polisi lalu lintas sering
terpapar polusi yang dihasilkan oleh
kendaraan.5,8 Dalam keadaan lalu lintas yang padat polisi diwajibkan untuk menjaga arus
lalu lintas, dan semakin padat arus lalu lintas
maka paparan polusi udara semakit tinggi.5,8 Berdasarkan latar belakang yang ada maka
peneliti ingin mengetahui prevalensi
kelainan fungsi paru pada polisi lalu lintas di
kota Denpasar.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
angka prevalensi polisi lalu lintas yang
memiliki fungsi paru normal, restriktif,
obstruktif, serta gabungan restriktif dan
obstruktif di kota Denpasar.
Materi dan Metode
Subjek diperoleh dengan teknik consecutive sampling dari polisi lalu lintas yang berjaga di pos polisi jalanan di kota Denpasar yang
memenuhi kriteria inklusi yaitu Polisi lalu
lintas yang dalam masa aktif di bidang lalu
lintas dan polisi lalu lintas yang bersedia
melakukan pemeriksaan spirometer. Subjek
penelitian dieksklusi bila Polisi lalu lintas
dan polisi lalu lintas yang tidak bersedia
melakukan pemeriksaan spirometer.
Subjek dalam penelitian ini merupakan
polisi lalu lintas yang bertugas di Kota
Denpasar. Besar sampel minimal yang
diteliti ditentukan berdasarkan formula
Stanley Lemeshow adalah 43 orang dan
pada penelitian ini menggunakan 45 orang
sampel.
Tinggi Badan responden ditentukan dengan
mengukur langsung menggunakan alat
pengukur merk Essen 7,5M buatan China
atau melalui wawancara. Berat badan
ditentukan dengan mengukur langsung
dengan timbangan elektri tipe hd - 2006A2
buatan China dengan ketelitian 0,01 atau
melalui wawancara. Indeks Masa Tubuh
ditentukan dengan menghitung hasil dari
berat badan dalam kilogram dibagi dengan
hasil dari tinggi dalam meter dikuadratkan.
Usia, lama kerja, status merokok, jumlah
rokok, dan lama merokok ditentukan dengan
melakukan wawancara langsung kepada
responden.
Untuk mendapatkan status restriktif,
obstruktif, gabungan, dan normal dilakukan
dengan meminta responden menggunakan
alat spirometer tipe AS 500 buatan Jepang.
Dari hasil akan didapatkan angka FEV1,
FVC, %FEV1, %FVC, dan diagnosis
responden. Penelitian ini dilaksanakan pada
Pos Polisi Jalan di sekitar kota Denpasar
selama 2 minggu dari tanggal 18 November
– 29 November 2013. Analisi data dilakukan secara deskriptif.
Hasil dan Diskusi
Hasil yang didapat pada penelitian ini
menunjukkan bahwa dari 45 subjek polisi
lalu lintas di kota Denpasar 29 orang
mengalami restriksi ,0 orang mengalami
obstruksi, 16 orang memiliki fungsi paru
normal, serta 0 orang mengalami restriktif
dan obstruktif. Dari hasil dilakukan analisis
untuk mengetahui jumlah prevalensi
restrictive adalah 64,44%, obstructive 0%,
gabungan restrictive dan obstrukctive 0%,
serta normal 35,56% pada subjek polisi lalu
lintas di kota Denpasar
Pada variable umur berdasarkan dari hasil
pengitungan didapatkan data rata- rata umur
polisi yang diperiksa adalah 41,1556 dengan
umur paling tua adalah 56 tahun dan umur
paling muda adalah 22 tahun. Dengan
standar deviasi 8,86247.
Dari 29 orang subjek yang mengalami
restriksi pernafasan 0 orang berusia 15 – 25 tahun, 4 orang berusia 26 – 35 tahun, 10 orang berusia 36 – 45 tahun dan 15 orang
frekuensinya seperti yang tercantum pada
tabel 1. Dari 16 orang yang memiliki nilai
fungsi paru normal 1 orang berusia 15 – 25 tahun, 8 orang berusia 26 – 35 tahun, 5 orang berusia 36 – 45 tahun, dan 2 orang berusia 46 – 56 tahun. Dimana pada
kelompok usia 26 – 35 tahun merupakan kelompok usia yang paling tinggi frekuensi
subjek yang memiliki nilai normal pada
fungsi paru.
Tabel 1 Prevalensi Obstruktive dan
Restrikstive berdasarkan variabel umur
Variabel Restriktif Obstruktif
Frekuensi Presen
tase
Frekuensi Presen
tase
Usia
15 – 25 tahun 0 0% 0 0%
26 – 35 tahun 4 13,8% 0 0%
36 – 45 tahun 10 34,5% 0 0%
46 – 56 tahun 15 51,7% 0 0%
Jumlah Total 29 100% 0 0%
Dari hasil penelitian ini menunjukkan
semakin tua usia subjek maka semakin
meningkat frekuensi angka kejadian
penurunan fungsi pernafasan, dan semakin
muda umur subjek maka semakin menurun
frekuensi angka kejadian penurunan fungsi
pernafasan. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Setiyawan Nurbiantara
pada tahun 2010 di Surakarta. Pada
penelitian yang dilakukan pada polisi lalu
lintas didapatkan hasil dari 41 subjek polisi
lalu lintas di Surakarta, 23 orang mengalami
penurunan fungsi pernafasan berupa %FVC
< 80% dan dari 23 orang yang mengalami
penurunan fungsi semua subjek termasuk
dalam kelompok umur diatas 37 tahun. Dan
dari 18 subjek yang memiliki nilai fungsi
paru normal 13 subjek termasuk kelompok
umur muda yaitu dibawah 37 tahun,
sedangkan 5 sisanya termasuk kelompok
umur di atas 37 tahun8.
Hal ini sesuai dengan data yang tercantum
pada jurnal yang ditulis oleh Janssens tahun
2005. Pada jurnal itu ia menyatakan bahwa
dengan semakin bertambahnya umur
manusia maka terjadi 3 perubahan fisiologis
pada sistem pernafasan, yaitu perubahan
progresif dari pemenuhan udara pada
dinding dada, penurunan elastisitas dari
paru, dan penurunan kekuatan dari otot
pernafasan. Pada penelitian yang ia
cantumkan dari 50 orang sehat dengan
rentang umur 24 – 75 tahun, penuaan berhubungan secara signifikan pada
penurunan kempauan pemenuhan udara
pada dinding dada. Pada penurunan
elastisitas paru terjadi secara fisiologis
akibat dari penuaan, dimana karena
bertambahnya umur maka semakin lama
paparan dari polutan lingkungan yang
berupa debu, asap rokok, gas sisa
pembuangan kendaraan dan pabrik. Semua
signifikan mampu menyebabkan penurunan
fungsi paru dan memicu terjadinya penyakit
paru pada usia tua. Selain itu pula
penurunan fungsi paru yang menurun terjadi
akibat proses degenerasi dari sel tubuh.
Penurunan fungsi paru yang menurun terjadi
bersamaan dengan modifikasi dari tulang
rusuk akibat pada proses penuaan,
mengakibatkan terjadinya penurunan
kemampuan pmenuhan paru dan
meningkatkan kapasitas residu fungsional
yang merupakan hasil dari penurunan
elastisitas dari paru. Maka semakin tua usia
seseorang akan semakin menurunkan
kemampuan dari paru untuk melakukan
fungsi pernafasan9,10.
Pada variabel indeks masa tubuh dari
responden polisi lalu lintas didapatkan hasil
pengitungan data rata- rata indeks masa
tubuh polisi yang diperiksa 26,5729 dengan
indeks masa tubuh tertinggi adalah 31,7
kg/m2 dan indeks masa tubuh terendah adalah 22,49 kg/m2 . Dengan standar deviasi 2,90824.
Pada variabel indeks masa tubuh didapatkan
data dari 29 subjek yang mengalami restriksi
pernafasan 0 orang subjek termasuk kategori
berat badan kurang, 4 orang subjek termasuk
kategori berat badan normal, 1 orang
termasuk kelompok dengan kelebihan berat
badan, dan 24 orang termasuk kelompok
dengan obesitas I dan Obesitas II seperti
pada tabel 2.
Tabel 2 Prevalensi Obstruktive dan
Restrikstive berdasarkan indeks masa tubuh
Variabel Restriktif Obstruktif
Frekuensi Presen
tase
Frekuensi Presen
tase
Indeks Masa
Tubuh
Berat badan
kurang
(<18,5)
0 0% 0 0%
Normal (18,5 – 22,9)
4 13,8% 0 0%
Kelebihan
Berat Badan
(23 – 24,9)
1 3,45% 0 0%
Obesitas I (25 – 29,9) dan Obesitas II
(30 atau
lebih)
24 82,8% 0 0%
Jumlah
Total
29 100% 0 0%
Pada kelompok dengan obesitas I dan
Obesitas II merupakan kelompok dengan
paling tinggi jumlah subjek restriktif. Dari
16 orang yang memiliki fungsi paru normal
0 orang subjek termasuk kategori berat
badan kurang, 4 orang subjek termasuk
kategori berat badan normal, 2 orang
termasuk kelompok dengan kelebihan berat
badan, dan 10 orang termasuk kelompok
dengan obesitas I dan Obesitas II. Pada
merupakan kelompok dengan paling tinggi
jumlah subjek normal.
Dari variable indeks masa tubuh didapatkan
bahwa pada subjek yang obesitas memiliki
jumlah terbanyak yang mengalami
penurunan fungsi paru berupa penurunan
nilai FVC. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Shashi Mahajan,
Anterpreet Kaur Arora dan Pankaj Gupta
yang melakukan penelitian fungsi paru pada
orang dewasa di Punjabi. Dari hasil
penelitiannya menunjukkan pada kelompok
dewasa yang mengalami obesitas
dibandingkan dengan kelompok dewasa
yang tidak mengalami obesitas terjadi
penurunan fungsi paru berupa penurunan
dari nilai FVC FEV1, dan MVV yang
signifikan. Tetapi pada penelitian ini
menujukkan peningkatan nilai perbandingan
nilai FEV1 dan FVC dari kelompok yang
mengalami obesitas jika dibandingkan pada
kelompok dewasa yang tidak mengalami
obesitas, tetapi peningkatan ini tidak
signifikan11.
Dari penelitian yang dilakukan Shashi
Mahajan menyatakan pada orang yang
obesitas terjadi penurunan nilai spirometer.
Penurunan ini karena pada orang yang
mengalami obesitas akan terdapat jaringan
adipose yang menumpuk pada sekitar tulang
rusuknya, selain itu terjadi penumpukan
jaringan adipose juga pada visceral cavity
dan bagian abdomen yang mengganggu
fungsi paru dalam pernafasan dan
menyebabkan terjadinya penurunan fungsi
paru. Pada orang yang mengalami obesitas
terjadi peningkatan konsumsi oksigen
sekitar 25% dari pada orang yang tidak
mengalami obesitas, peningkatan konsumsi
oksigen ini akan meningkatkan pula
produksi dari karbondioksida yang
menyebabkan semakin berat fungsi dari paru
pada pasien obesitas. Sehingga pada orang
obesitas yang parah akan sering mengalami
hypoxemia akibat peningkatan konsumsi
oksigen dan ketidakmampuan dari paru
untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan.
Penumpukan dari jaringan adiposa di sekitar
dada akan menyebabkan peningkatan
resistensi sistem pernafasan berupa
penurunan kemampuan dari dada untuk
melakukan distensi sehingga menurunkan
volume dari ventilasi11.
Pada variabel lama kerja dari responden
polisi lalu lintas didapatkan hasil
pengitungan data rata- rata lama kerja polisi
yang diperiksa 11,6778 dengan lama kerja
terpanjang adalah 31 tahun dan lama kerja
terpendek adalah 0,8 tahun (1 bulan).
Tabel 3 Prevalensi Obstruktive dan
Restrikstive berdasarkan lama kerja
Variabel Restriktif Obstruktif
Frekuensi Presen
tase
Frekuensi Presen
tase
Lama Kerja
< 5 tahun 5 17,2% 0 0%
5 – 10 tahun 8 22,6% 0 0%
11 tahun atau
lebih
16 55,2% 0 0%
Jumlah
Total
29 100% 0 0%
Pada variable lama kerja didapatkan data
dari 29 subjek yang mengalami restriksi
pernafasan 5 orang subjek termasuk
kelompok lama kerja < 5 tahun, 8 orang
subjek termasuk kelompok lama kerja 5 - 10
tahun, dan 16 orang termasuk kelompok
lama kerja 11 tahun atau lebih. Pada
kelompok dengan lama kerja 11 tahun atau
lebih merupakan kelompok dengan paling
tinggi jumlah subjek restriktif seperti pada
tabel 3. Dari 16 orang yang memiliki fungsi
paru normal 7 orang subjek termasuk
kelompok lama kerja < 5 tahun, 7 orang
subjek termasuk kelompok lama kerja 5 - 10
tahun, dan 2 orang termasuk kelompok lama
kerja 11 tahun atau lebih. Pada kelompok
dengan lama kerja < 5 tahun dan 5 – 10 thaun merupakan kelompok dengan paling
tinggi jumlah subjek normal.
Dari penelitian ini didapatkan pada
kelompok polisi yang memiliki masa kerja
11 tahun atau lebih merupakan jumlah yang
paling banyak mengalami penurunan fungsi
paru. Hal ini menyerupai pada penelitian
yang dilakukan oleh Eli J.K. dan kawan
kawan pada polisi departemen emergensi di
New York. Dari penelitiannya pada polisi
yang memiliki durasi kerja > 2000 jam akan
terjadi penurunan FVC sebesar 340 ml
setelah 5 tahun follow up. Sedangkan pada
kelompok yang memiliki durasi kerja 1000
sampai 2000 jam hanya terjadi penurunan
sebesar 270 ml setelah 5 tahun. Begitu juga
pada kelompok yang memiliki durasi kerja
lebih rendah lagi, pada kelompok dengan
durasi kerja <1000 jam terjadi penurunan
sebesar 160 ml setelah 5 tahun. Semakin
lama durasi kerja maka akan semakin
meningkatkan durasi dari paparan debu dan
polutan udara yang menyebabkan terjadinya
penurunan dari fungsi paru pada polisi12. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Setiyawan Nurbiantara pada tahun 2010 di
Surakarta menyatakan bahwa semakin lama
polisi bekerja pada lingkungan yang dapat
menurunkan fungsi paru maka semakin
meningkatkan pula kemungkinan penurunan
fungsi fisiologis dari paru terutama pada
lingkungan kerja dimana paparan debu dan
polutan tinggi. Dalam penelitiannya Ia
menyatakan bahwa terdapat hubungan
mempengaruhi fungsi paru untuk jangka
pendek maupun jangka panjang8.
Pada variabel status rokok dari responden
polisi lalu lintas didapatkan hasil 23
responden adalah perokok aktif dan 22
reponden bukanlah perokok aktif.
Pada variable status merokok didapatkan
data dari 29 subjek yang mengalami restriksi
pernafasan 15 orang subjek termasuk
kelompok merokok aktif, dan 14 orang
subjek termasuk kelompok merokok tidak
aktif seperti pada tabel 4. Pada kelompok
dengan merokok aktif merupakan kelompok
dengan paling tinggi jumlah subjek
restriktif. Dari 16 orang yang memiliki
fungsi paru normal 8 orang subjek termasuk
kelompok merokok aktif, dan 8 orang subjek
termasuk kelompok dengan merokok tidak
aktif. Pada kedua kelompok memiliki
jumlah yang sama subjek dengan fungsi
paru normal.
Tabel 4 Prevalensi Obstruktive dan
Restrikstive berdasarkan Statur Merokok
Variabel Restriktif Obstruktif
Frekuensi Presen
tase
Frekuensi Presen
tase
Status Rokok
Merokok 15 52% 0 0%
Tidak Merokok 14 48% 0 0%
Jumlah Total 29 100% 0 0%
Pada variable status rokok berdasarkan
perbandingan antara variabel dengan jumlah
total polisi yang restriktif menunjukkan
bahwa pada kelompok dengan status
merokok aktif merupakan jumlah yang
paling banyak subjek mengalami penurunan
fungsi paru. Hal ini serupa dengan penelitian
yang dilakukan oleh Eli J.K. dan kawan
kawan pada polisi departemen emergensi di
New York. Dimana pada penelitiannya
terjadi penurunan angka FVC pada polisi
yang merokok sebesar 250 ml setelah 1
tahun follow up dan 450 ml setelah 5 tahun
follow up. Dan pada kelompok polisi yang
tidak merokok terjadi penurunan angka FVC
sebesar 160 ml setelah 1 tahun follow up
dan 280 ml setelah 5 tahun follow up. Pada
polisi yang merokok maka akan semakin
meningkatkan penurunan fungsi paru. Dari
penelitian yang dilakukan oleh Hani A.N.
dan kawan-kawan dengan membandikan
nilai fungsi paru pada perokok dan non
perokok didapatkan data bahwa dari 213
perokok dan 98 non perokok yang dianalisis
terdapat perbedaan nilai yang signifikan
pada nilai rata-rata FVC, FEV1, dan PEFR.
Dimana pada kelompok perokok nilainya
lebih rendah dibandingkan pada kelompok
yang tidak merokok. Hal ini dikarenakan
rokok merupakan salah satu faktor
predisposisi yang penting pada penyakit
Tabel 5 Prevalensi Obstruktive dan
Restrikstive berdasarkan Jumlah Rokok
Variabel Restriktif Obstruktif
Frekuensi Presen
tase
Frekuensi Presen
tase
Jumlah Rokok
1 – 11 batang 6 40% 0 0%
12 batang atau
lebih
9 60% 0 0%
Jumlah Total 15 100% 0 0%
Pada variabel jumlah rokok dari responden
polisi lalu lintas yang berada dalam status
rokok aktif didapatkan hasil pengitungan
data rata- rata jumlah rokok sehari yang
diperiksa 5,9111 dengan jumlah rokok
sehari terbanyak adalah 24 batang dan
jumlah rokok paling sedikit adalah 2 batang.
Dengan standar deviasi 7,20424.
Pada variable jumlah rokok didapatkan data
dari 15 subjek yang mengalami restriksi
pernafasan 6 orang subjek termasuk
kelompok jumlah rokok 1 – 11 batang per hari, dan 9 orang subjek termasuk kelompok
jumlah rokok 12 batang atau lebih per hari
seperti pada tabel 5. Pada kelompok dengan
jumlah rokok 12 batang atau lebih per hari
merupakan kelompok dengan paling tinggi
jumlah subjek restriktif. Dari kelompok
merokok aktif 8 orang memiliki fungsi paru
normal 5 orang subjek termasuk kelompok
dengan jumlah rokok 1 – 11 batang per hari, dan 3 orang subjek termasuk kelompok
dengan jumlah rokok 12 batang atau lebih
per hari. Pada kelompok dengan jumlah
rokok 1 – 11 batang per hari merupakan kelompok dengan paling tinggi jumlah
subjek normal.
Pada variabel lama merokok dari responden
polisi lalu lintas yang termasuk kategori
perokok aktif didapatkan hasil pengitungan
data rata- rata lama merokok polisi yang
diperiksa 10,7111 dengan lama rokok
terpanjang adalah 38 tahun dan lama
merokok terpendek adalah 1 tahun. Dengan
standar deviasi 12,76113.
Tabel 6 Prevalensi Obstruktive dan
Restrikstive berdasarkan Lama merokok
Variabel Restriktif Obstruktif
Frekuensi Presen
tase
Frekuensi Presen
tase
Lama
Merokok
< 10 tahun 4 26,7% 0 0%
10 tahun atau
lebih
11 73,3% 0 0%
Jumlah Total 15 100% 0 0%
Pada variable lama merokok didapatkan data
dari 15 subjek yang mengalami restriksi
pernafasan 4 orang subjek termasuk
kelompok lama merokok < 10 tahun, dan 11
orang subjek termasuk kelompok lama
merokok > 10 tahun seperti pada tabel 6.
Pada kelompok dengan lama merokok > 10
tahun merupakan kelompok dengan paling
kelompok merokok aktif 8 orang memiliki
fungsi paru normal 3 orang subjek termasuk
kelompok dengan lama merokok < 10 tahun,
dan 5 orang subjek termasuk kelompok
dengan lama merokok > 10 tahun. Pada
kelompok dengan lama merokok > 10 tahun
merupakan kelompok dengan paling tinggi
jumlah subjek normal.
Pada variabel durasi merokok dan jumlah
rokok didapatkan bahwa pada kelompok
dengan merokok lebih dari 10 tahun dan
jumlah rokok 12 batang atau lebih dalam
sehari menunjukkan jumlah subjek
terbanyak penurunan fungsi paru. Hal ini
menyerupai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rubeena Bano dan
kawan-kawan, dimana dari penelitiannya ia
menyatakan terdapat pustaka yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara jumlah dan durasi rokok
pada penurunan fungsi pernafasan. Begitu
juga penelitian yang dilakukan Mohammad
H.B. dan kawan kawan pada penelitiannya
ia menyatakan terdapat hubungan yang
signifikan pada durasi merokok dengan
penurunan fungsi paru tetapi tidak terdapat
hubungan yang signifikan pada jumlah
rokok dengan penurunan fungsi paru. Dari
penelitiannya didapat durasi dari merokok
memiliki efek yang lebih buruk untuk
pernafasan dari pada jumlah rokok per
hari14,15.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
maka dapat ditarik Simpulan dari seluruh
subjek 35,56% memiliki fungsi paru normal,
64,44% restriktif, 0% obstruktif, 0%
gabungan restriktif dan obstuktif. Saran
yang diberikan peneliti adalah kepada pihak
kepolisian di bagian lalu lintas sebaiknya
dilakukan pengecekan fungsi paru secara
berkala.
Daftar Pustaka
1. Zielonka T. M. Respiratory.
Respiratory Health in The World.
Ukrainian Pulmonological
Magazine. 2005; No 3 pp: 63 -67
2. Peter J.I., Levine S.M., Introduction
to Pulmonary Function Testing.
Sectio 3 Respiratory Disease; pp:
27.1 – 27.8. Tanggal Akses: 23 November 2013. Dapat diakses pada:
http://www.mhprofessional.com/dow
nloads/products/007147899X/00714
7899X_chap027.pdf
3. Karkhanis V.S., Josh J.M.
Spirometry in Chronic Obstructive
SUPPLEMENT TO JAPI. 2012.
Februari; vol 60 pp: 22 – 26
4. Lasmana P.D. Perbedaan Nilai Arus
Puncak Ekspirasi Polisi Satlantas
Dengan Polisi Bagian Administrasi.
Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2010 pp: 1 – 41
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) Pedoman Diagnosis Dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003
pp: 1 – 31
6. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1022/MENKES/SK/XI/2008
Tentang Pedoman Pengendalian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. 2008. 3 November; pp: 1
– 39
7. Badan Pusat Statistik Indonesia.
Perkembangan Beberapa Indikator
Utama Sosial-Ekonomi Indonesia.
Pariwisata dan Transportasi. 2011.
Agustus; pp: 105 – 116
8. Nurbiantara S. Pengaruh Polusi
Udara Terhadap Fungsi Paru Pada
Polisi Lalu Lintas di Surakarta.
Perpustakaan UNS. 2010; pp: 1 – 52
9. Guyton A.C., Hall J.E. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Bab 37
Ventilasi Paru. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2008; Edisi 11 pp:
495 – 506
10.Janssens J.P., Aging of the
Respiratory System: Impact on
Pulmonary Function Tests and
Adaptation to Exertion. Clin Chest
Med. 2005; 26 pp: 469 – 484
11.MahajanS., Arora A.K., Gupta P.
Correlation of Obesity and
Pulmonary Functions in Punjabi
Adults. Pak J Physiol. 2012; 8(2) pp:
6 – 9
12.Kleinman E.J., Cucco R.A., Martinez
C., Romanelli J., Berkowitz I., Lanes
N., Lichtenstein D., Frazer S., Moran
W., Pulmonary Function in a Cohort
of New York City Police
Departement Emergency Responders
Since the 2001 World Trade Center
Disaster. JOEM. 2011; vol 53 (6) pp:
618 - 626
13.Nawafleh H.A., Zead S.A.A.,
Al-Maghaireh D.A., Pulmonary
Function Test; Te value among
smokers and nonsmokers. Health
Science Journal. 2012; vol 6 (4) pp:
14.Bano R., Mahagaonkar A.M.,
Kulkami N.B., Ahmad N., Nihgute
S., Study of Pulmonary Function
Test Among Smokers and Non-
Smokers in a Rural Area. Pravara
Med Rev. 2009; 4(1) pp: 11 – 16
15.Boskabady M.H., Dehghani H.,
Esmaeilzadeh M., Pulmonary
Function Test and Their
Reversibility in Smoker. Tanaffos.