(B. Sosial)
Model Solusi Persoalan Sunat Perempuan Berbasis Pendekatan Budaya Lokal
Kata Kunci:sunat perempuan, ketidaksinkronan kebijakan, budaya lokal, solusi alternatif
Kusdianto, Yuyun; Habsari, Sri Kusumo; Kusciati, Karunia Purna
Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Bersaing, 2012
Meskipun Pemerintah Indonesia sudah meratifikasi aturan Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) dari PBB dan WHO tentang pelarangan sunat perempuan karena praktek tersebut dianggap berbahaya sekaligus melanggar hak asasi anak, namun kasus sunat perempuan di Bumi Pertiwi masih terus ditemukan. Fakta sunat perempuan di Indonesia menjadi „aneh sekaligus ironis‟ karena di satu sisi pemerintah Indonesia telah menginstruksikan penghapusan sunat perempuan, namun kenyataan di lapangan praktek sunat terhadap anak perempuan masih saja terjadi dan hal itu malah dilakukan oleh tenaga-tenaga medis modern yang notabene merupakan pekerja kesehatan yang „berlindung‟ di bawah otoritas pemerintah. Ada semacam ketidaksinkronan antara kebijakan di tingkat pusat dan implementasi di tingkat lapangan.
Dua tujuan utama yang hendak dicapai penelitian ini adalah, pertama penelitian ini berusaha memetakan kondisi kontemporer sunat perempuan di lingkup masyarakat lokal, dalam hal ini masyarakat Jawa. Dan hal ini akan dilakukan pada tahun pertama penelitian. Kemudian berdasar pada pemetaan yang dilakukan pada poin pertama di atas, tujuan kedua dari penelitian ini adalah mencari dan menawarkan model alternatif dan efektif untuk diterapkan sebagai sebuah „jembatan‟ bagi harmonisasi antara kebijakan negara, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, yang menginstruksikan penghapusan sunat perempuan dan juga kepentingan masyarakat yang masih bersikukuh bahwa sunat perempuan adalah praktek yang tidak bisa dipisahkan dari tradisi budaya mereka. Model solusi yang hendak dicari dalam penelitian ini adalah strategi dan upaya yang berakar pada konteks budaya lokal yang direvitalisasi sedemikian rupa dengan cara diambil substansinya dan kemudian diadaptasikan dengan substansi kebijakan yang dicanangkan oleh negara/pemerintah.
Dari hasil peneliian dapat diketahui bahwa praktek sunat perempuan di dua lokasi penelitian menunjukkan dua pola. Pola pertama, sunat perempuan dipraktekkan sebagai sesuatu yang simbolik, dimana di dalam praktek jenis simbolik ini, tidak penusukan, penggoresan atau pemotongan terhadap bagian kelamin anak perempuan. Praktek model simbolik ini dilakukan dengan cara mengoleskan potongan kunyit (jika hal tersebut dilakukan oleh dukun bayi atau dukun sunat tradisional) pada organ kelamin anak perempuan. Pola praktek sunat yang kedua adalah adanya „modifikasi‟ terhadap organ vital anak perempuan. „Modifikasi‟ dilakukan dengan cara penusukan, penggoresan, dan sedikit pemotongan bagian kelamin anak perempuan. Meskipun pada tipe pola yang kedua ini jauh berbeda dengan praktek sunat yang terjadi di beberapa negara di Afrika, modifikasi tersebut kadang berujung pada sedikit pendarahan pada organ kelamin anak perempuan.