• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter peduli sosial (studi pra eksperimen pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 13 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter peduli sosial (studi pra eksperimen pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 13 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER

PEDULI SOSIAL

(Studi Pra Experimen pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 13 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 )

Sebastianus Armedy Mario Universitas Sanata Dharma

2016

Tujuan penelitian ini: (1) mengetahui gambaran tingkat karakter peduli sosial siswa kelas VIII A SMP SMP Negeri 13 Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning Tahun Ajaran 2014/2015; (2) mengetahui efektivitas pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter peduli sosial siswa kelas VIII A di SMP Negeri 13 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan pra-experimen dengan one-group pretest-posttest design. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran kuesioner Karakter Peduli Sosial dan instrumen validasi program yang disusun oleh peneliti. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII A SMP Negeri 13 Yogyakarta yang berjumlah 34 siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah kategorisasi distribusi normal dan uji t paired sample test.

Temuan penelitian menunjukkan: (1) tingkat karakter peduli sosial siswa kelas VIII A SMP Negeri 13 Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning Tahun Ajaran 2014/2015 secara umum sangat baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa siswa-siswi yang berada dikategori sedang; (2) terdapat peningkatan karakter peduli sosial dengan mean 66,2353 pada pretest dan menjadi 67,9706 pada posttest maka terjadi peningkatan sebesar 1,7353 dan ditinjau dari standar deviasi terjadi penurunan senilai 0,52591 serta nilai signifikansi sebesar 0,112. Maka efektif meningkatkan karakter peduli sosial (3) Berdasarkan instrumen validasi program, layanan ini dipandang sangat baik untuk dilaksanakan hal ini dapat dibuktikan dengan adanya dua aspek penilaian seluruh siswa (100%) dan delapan belas aspek penilaian seluruh siswa lebih dari (90%)

(2)

THE EFFECTIVENESS OF CHARACTER EDUCATION BASED ON THE COLLABORATIVE CLASS GUIDANCE SERVICE USING THE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH TO DEVELOP STUDENTS’

SOCIAL COMPASSION

(Pre-experimental study on the Eighth Grade students of SMPN 13, Class A Yogyakarta) Sebastianus Armedy Mario

Sanata Dharma University 2016

The aims of this research are: (1) to describe the level of social compassion among the eighth grade students of SMPN 13 Yogyakarta before and after the implementation character education based on collaborative classical guidance service using the experiential learning approach in the Academic Year of 2014/2015; (2) to fine out the effectiveness of character education based on collaborative classical guidance service using the experiential learning approach to develop students’social compassion among the eighth grade students of SMPN 13 Yogyakarta, Class A, Academic Year 2014/2015.

The type of this research is quantitative research using pre-experiment approach with one-group pretest-posttest design. The data gathering method employed questionnaires of the social compassion and the program validation instrument by the researcher. The subjects of this research were 34 eighth grade students of SMPN 13,Class A, Yogyakarta. The Data analysis technique was the categorization of the normal distribution and the t test paired sample test.

The results show: (1) In general, the level of social compassion among the eighth grade students of SMPN 13, Class A, Yogyakarta before and after the implementation of character education based on collaborative class guidance service using the experiential learning approach in Academic Year of 2014/2015 is categorized as good; (2) There is an increase of the level of social compassion by 1,7353, from the pre-test mean of 66,2353 and the posttest mean 67,9706. In terms of standard deviation, there is a decline to 0,52591 and a significance value of 0,112. Therefore, it is effective to increase the level of social compassion; (3) Based on the program validation instrument, the service was considered very good to be implemented, this can be proved by the two aspects of evaluation by all students (100%) and eighteen aspects of evaluation by all students (90%).

(3)

EFEK BIMBIN EXPERI KTIVITAS P NGAN KLA IENTIAL L PENDIDIKA ASIKAL KO LEARNING PE AN KARAK OLABORA UNTUK M EDULI SOS KTER BER ATIF DENG MENINGKA SIAL RBASIS LAY GAN PENDE ATKAN KA YANAN EKATAN ARAKTER

(Studi Pra Eksperimmen pada Sis Tahun

swa Kelas V n Ajaran 20

VIII A SMP 14/2015)

Negeri 13 YYogyakartaa

SKRIPSII Diaju

M

ukan untuk Memenuhi Pro PROGRA FAKULTA U Memperoleh ogram Stud Sebasti N

AM STUDI B JURUSAN AS KEGUR UNIVERSIT YO Gelar Sarja Salah Satu di Bimbinga ana Pendidi u Syarat Oleh ianus Arme IM: 121114 BIMBINGA N ILMU PE RUAN DAN TAS SANAT

OGYAKAR

n dan Kons ikan seling

dy Mario 4009

AN DAN KO ENDIDIKAN

ONSELINGG N ILMU PEN

N TA DHARM

NDIDIKANN MA

(4)
(5)
(6)

HALAMAN MOTTO

"Pada hari aku berseru, Engkaupun menjawab aku, Engkau

menambahkan kekuatan dalam jiwaku"

(Mzm. 138)

(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini Saya persembahkan bagi....

Tuhan Yesus yang selalu dan senantiasa menemaniku dalam

perjuanganku untuk mencapai kesuksesan

Sang teladan yang senantiasa menjadi pedoman, pegangan, sumber

kekuatan, dan ketenangan dalam setiap alur indah yang saya jalani

selama ini.

Kupersembahkan buat kedua orang tua tercinta,

Bapak Yohanes Honat dan Mama Alm. Maria Sabina

Kakak-kakak dan adikku

Maria Marentiana Yosefa Du’a Ate

Patrisia Yunita Trisnawati

Camelia Selviana Evalinda

Serta semua keluarga yang turut terlibat mendukung kesuksesan

saya

Adik saya Emanuel Roberto

(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNINGUNTUK MENINGKATKAN KARAKTER

PEDULI SOSIAL

(Studi Pra Experimen pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 13 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 )

Sebastianus Armedy Mario Universitas Sanata Dharma

2016

Tujuan penelitian ini: (1) mengetahui gambaran tingkat karakter peduli sosial siswa kelas VIII A SMP SMP Negeri 13 Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning Tahun Ajaran 2014/2015; (2) mengetahui efektivitas pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter peduli sosial siswa kelas VIII A di SMP Negeri 13 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan pra-experimen dengan one-group pretest-posttest design. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran kuesioner Karakter Peduli Sosial dan instrumen validasi program yang disusun oleh peneliti. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII A SMP Negeri 13 Yogyakarta yang berjumlah 34 siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah kategorisasi distribusi normal dan uji t paired sample test.

Temuan penelitian menunjukkan: (1) tingkat karakter peduli sosial siswa kelas VIII A SMP Negeri 13 Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning Tahun Ajaran 2014/2015 secara umum sangat baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa siswa-siswi yang berada dikategori sedang; (2) terdapat peningkatan karakter peduli sosial dengan mean 66,2353 pada pretest dan menjadi 67,9706 pada posttest maka terjadi peningkatan sebesar 1,7353 dan ditinjau dari standar deviasi terjadi penurunan senilai 0,52591 serta nilai signifikansi sebesar 0,112. Maka efektif meningkatkan karakter peduli sosial (3) Berdasarkan instrumen validasi program, layanan ini dipandang sangat baik untuk dilaksanakan hal ini dapat dibuktikan dengan adanya dua aspek penilaian seluruh siswa (100%) dan delapan belas aspek penilaian seluruh siswa lebih dari (90%)

(11)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF CHARACTER EDUCATION BASED ON THE COLLABORATIVE CLASS GUIDANCE SERVICE USING THE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH TO DEVELOP STUDENTS’

SOCIAL COMPASSION

(Pre-experimental study on the Eighth Grade students of SMPN 13, Class A Yogyakarta) Sebastianus Armedy Mario

Sanata Dharma University 2016

The aims of this research are: (1) to describe the level of social compassion among the eighth grade students of SMPN 13 Yogyakarta before and after the implementation character education based on collaborative classical guidance service using the experiential learning approach in the Academic Year of 2014/2015; (2) to fine out the effectiveness of character education based on collaborative classical guidance service using the experiential learning approach to develop students’social compassion among the eighth grade students of SMPN 13 Yogyakarta, Class A, Academic Year 2014/2015.

The type of this research is quantitative research using pre-experiment approach with one-group pretest-posttest design. The data gathering method employed questionnaires of the social compassion and the program validation instrument by the researcher. The subjects of this research were 34 eighth grade students of SMPN 13,Class A, Yogyakarta. The Data analysis technique was the categorization of the normal distribution and the t test paired sample test.

(12)

Therefore, it is effective to increase the level of social compassion; (3) Based on the program validation instrument, the service was considered very good to be implemented, this can be proved by the two aspects of evaluation by all students (100%) and eighteen aspects of evaluation by all students (90%).

(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur bagi Allah atas berkat kemurahan dan kelimpahan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir dengan judul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Peduli Sosial (Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015) dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

Selama penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa banyak pihak yang ikut terlibat guna membimbing, mendampingi, dan mendukung setiap proses yang penulis jalani. Oleh karenanya, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Dr. Gendon Barus, M.Si selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

3. Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati, selalu memberikan motivasi, saran, dan petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Segenap dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas bimbingan dan

pendampingan selama penulis menempuh studi.

5. Stefanus Priyatmoko atas pelayanan yang diberikan dengan ramah dan sabar selama penulis menempuh studi di Program Studi Bimbingan dan Konseling. 6. Bapa dan alm. mama terima kasih atas segala pengorbanan dan dukungan

kalian selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dan menjadi guru seperti yang bapa dan alm. mama inginkan.

(14)

8. Saudara saya Emanuel Roberto yang bersama dengan saya di Yogyakarta serta turut membantu mengerjakan skripsi saya dalam menginput data.

9. Untuk sahabat-sahabat terbaik saya Beby, Anyes, dan Rizan yang selalu ada dalam hari-hari hidup saya di jogja serta saling mendukung satu sama lain 10.Teman-teman semua atas doa, dukungan, semangat dan kebersamaan yang

diberikan selama ini.

11.Semua pihak di SMP Negeri 13 Yogyakarta yang sudah meluangkan waktunya sehingga saya dapat melakukan penelitian di sekolah terkait.

12.Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu dalam proses pembuatan hingga penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan yang penulis lakukan selama proses pembuatan tugas akhir ini. Oleh karena itu, Penulis mohon maaf kepada semua pihak yang telah dirugikan atas kesalahan dan kekurangan tersebut. Penulis juga sadar bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis berharap mendapatkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak guna pembenahan, penajaman, dan perkembangan penelitian yang lebih baik. Akhir kata, atas perhatian dan kesempatan yang diberikan, Penulis ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, Agustus 2016

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJIAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... vix

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... …xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

G. Definisi Operasional Variabel ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Hakikat Pendidikan Karakter ... 12

(16)

3. Nilai–Nilai Pendidikan Karakter ... 16

4. Prinsip–Prinsip Pendidikan Karakter ... 19

B. Hakikat Experiential Learning ... 21

1. Pengertian Pendekatan Experiential Learning ... 21

2. Kelebihan dan kekurangan Pendekatan Experiential Learning ... 22

3. Prosedur Pendekatan Experiential Learning ... 23

4. Metode Pembelajaran Experiential Learning ... 24

C. Hakikat Karakter Peduli Sosial ... 26

1. Pengertian Karakter Peduli Sosial ... 26

2. Faktor-faktor Pembentuk Peduli Sosial ... 27

3. Faktor-faktor turunnya Peduli Sosial ... 31

4. Upaya meningkatkan Peduli Sosial... 34

D. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal ... 36

1. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal ... 36

2. Tujuan Layanan Bimbingan Klasikal ... 37

3. Bidang Bimbingan Klasikal ... 38

4. Bimbingan Klasikal Kolaboratif ... 40

E. Hakikat Remaja sebagai Pelajar SMP ... 42

1. Pengertian remaja sebagai pelajar ... 42

2. Ciri–Ciri Remaja Sebagai Pelajar ... 42

3. Tugas-tugas perkembangan remaja sebagai pelajar ... 46

F. Kerangka Berpikir. ... 51

G. Hipotesis Tindakan ... 52

BAB III METODE PENELITIAN ... 53

A. Jenis Penelitian ... 53

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 55

C. Subjek Penelitian ... 55

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 56

E. Validitas, Relibilitas, dan Uji Normalitas ... 58

1. Validitas ... 58

2. Relibilitas ... 59

3. Uji Normalitas ... 61

F. Teknik Analisis Data ... 62

BAB IV ASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

A. Hasil Penelitian ... 67

1. Gambaran Tingkat Karakter peduli sosial Siswa ... 67

2. Efektivitas Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif ... 70

B. Pembahasan ... 76

1. Gambaran Tingkat Karakter Peduli Sosial Siswa ... 76

2. Efektifitas Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

(17)
(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai–Nilai Pendidikan Karakter Kategori Positif ... 16

Tabel 2.2 Nilai–Nilai Pendidikan Karakter Kategori Negatif ... 17

Tabel 3.1 Tabel Desain Penelitian One Group Pretest Posttest Design ... 48

Tabel 3.2 Waktu Penelitian ... 49

Tabel 3.3 Jumlah siswa di SMP Negeri 13 Yogyakarta yang mengikuti layanan 50 Table 3.4 Kisi-Kisi Kuesioner Karakter Peduli Sosial... 52

Tabel 3.5 Kriteria Guilford ... 54

Tabel 3.6 Hasil Reliabilitas Kuesioner Karakter Peduli Sosial... 54

Tabel 3.7 Tabel Hasil Uji Normalitas ... 55

Tabel 3.8 Norma Kategorisasi Subyek Tingkat Peduli Sosial ... 57

Tabel 3.9 Norma Kategorisasi Tingkat Karakter Peduli Sosial Siswa... 58

Tabel 4.1 Kategorisasi Tingkat Karakter Peduli Sosial Siswa ... 60

Tabel 4.2 Uji t Sampel Berpasangan Pretest dan posttest Siswa ... 63

Tabel 4.3 Uji t Sampel Berpasangan Pretest dan posttest Siswa ... 64

(19)

DAFTAR GAMBAR

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Hasil Uji Normalitas ... 80

Lampiran 2. Uji t Sampel Berpasangan Pretest dan posttest Siswa ... 81

Lampiran 3. Uji t Sampel Berpasangan Pretest dan posttest Siswa ... 82

Lampiran 4 Kuesioner Karakter Peduli Sosial ... 83

(21)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Pada dewasa ini, situasi sosial dan kultural dalam masyarakat modern dan heterogen menjadi salah satu yang sangat fenomenal dalam hal kepedulian sosial. Kepedulian sosial merupakan suatu sikap yang memiliki keterhubungan dengan kehidupan sosial manusia atau masyarakat dalam membangun suatu komunitas yang peduli terhadap sesamanya.

Menurut Thomas (2012) kepedulian sosial adalah suatu kondisi alamiah manusia beserta dengan perangkatnya yang dapat mengikat masyarakat secara bersama–sama, sehingga kepedulian sosial adalah minat atau ketertarikan kita untuk membantu orang lain. Pada dasarnya, kepedulian sosial dapat terbentuk apabila lingkungan sekitar ikut mendukung.

(22)

Hal–hal yang perlu diberikan kepada para peserta didik dalam membangun suatu karakter pribadi sosial yang paling utama melalui experiential learning, yaitu mengelola diri sendiri. Pada hakikatnya, mengelola diri sendiri merupakan suatu metode yang sangat kompleks dalam membangun seluruh aspek yang terdapat dalam diri seseorang, terkhususnya dalam membangun karakter peduli sosial.

Mengelola diri sendiri dapat dikatakan kompleks karena berkaitan dengan stimulus–respons yang timbul dalam diri seseorang, baik secara rasional maupun irasional, sehingga hal ini perlu dipahami terlebih dahulu dari segi konteks asal atau awal dari kehidupan seseorang, baik agama, ras, budaya, etnis, dan bahasanya serta tindakan dan perkataannya yang tertanam sejak kecil secara turun–temurun. Namun demikian, hal ini bukanlah hal yang mudah untuk diterapkan oleh para peserta didik karena tingkat emosional dan irasional dari setiap peserta didik sangat tinggi, serta rendahnya kesadaran para peserta didik dalam membangun suatu komunitas peduli sosial yang terintegrasi.

(23)

demikian, lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi nilai dan pola pemben-tukan karakter peduli sosial para peserta didik secara positif maupun negatif.

Positif dan negatifnya suatu nilai dan pola pembentukan karakter peduli sosial dapat terlihat dari cara pandang, berpikir, bertindak, dan bertutur kata yang ditampilkan dan ditunjukkan oleh lingkungan sekitar terhadap seseorang. Hal ini dapat memberikan efek pada pribadi seseorang yang sedang mengalami kesulitan dalam membangun karakter pribadi sosialnya.

Efek yang diberikan oleh lingkungan sekitar terbagi atas dua sifat, yaitu efek yang bersifat menguntungkan dan merugikan. Lingkungan sekitar dapat disebut sebagai efek yang menguntungkan apabila lingkungan sekitar mampu memberikan karakter yang mencerminkan suatu karakter yang peduli terhadap sosial, sehingga dapat menjadi motivasi tersendiri bagi pribadi seseorang untuk membangun suatu karakter yang peduli terhadap sosial, seperti mengajak seseorang untuk saling menghormati dan menghargai sesama dari berbagai agama, ras, suku, budaya, etnis, dan bahasa serta tindakan.

(24)

Beranjak dari pengalaman peneliti ketika mengikuti kegiatan Penelitian BK di SMP Negeri 13 Yogyakarta, peneliti menemukan kurangnya kemampuan penyesuaian sosial yang baik dengan teman-teman misalnya perasaan rendah diri, ketergantungan pada kawan, iri hati, cemburu, curiga, persaingan, perkelahian, permusuhan, terbentuknya klik dan sebagainya merupakan permasalahan penyesuaian dengan dengan teman-teman.

Sedangkan permasalahan penyesuaian sosial anak atau peserta didik dengan guru misalnya, anak tidak menyenangi guru, tergantung pada guru, tidak ada gairah belajar atau masalah lainnya yang berhubungan dengan kedisiplinan. Gejala perilaku diatas muncul sebagai akibat adanya salah asuh dalam keluarga, atau adanya penyimpangan kepribadian anak. Dari pihak sekolah mungkin permasalahan ini muncil sebagai akibat kesalahan atau kelemahan guru dalam memperlakukan anak, baik perlakuan pilih kasih, tidak konsisten, atau penampilan guru yang kadang-kadang kurang pada tempatnya.

Perlu diketahui bersama bahwa di SMP Negeri 13 Yogyakarta, sistem pembagian kelasnya berdasarkan tingkatan kepintaran atau prestasi siswa serta tingkat kedisiplinan siswa. Artinya bahwa siswa/siswi yang tergolong mempunyai karakter baik dan kemampuan intelektualnya bagus maka akan ditempatkan pada kelas sendiri yaitu di kelas VIII A.

(25)

bahwa kelas yang menjadi tempat penelitian adalah kelas VIII A yang tergolong mempunyai karakter peduli sosial yang baik.

Nilai-nilai yang tertanam itulah yang nanti akan menjadi suara hati kita untuk selalu membantu dan menjaga sesama. Kepedulian sosial yang dimaksud bukanlah untuk mencampuri urusan orang lain, tetapi lebih pada membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi orang lain dengan tujuan kebaikan dan perdamaian.

Permasalahannya adalah pendidikan karakter di sekolah, khususnya di SMP di seluruh tanah air selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari (Suyanto, 2010). Perlu dilakukan evaluasi komprehensif tentang keterlaksanaan, hambatan-hambatan, dan efektivitas pendidikan karakter yang telah berlangsung dengan sistem terintegrasi di SMP. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji dan dicari alternatif-alternatif solusinya serta perlu dikembangkan suatu model pelaksanaannya secara lebih operasional dan efektif sehingga mudah diimplementasikan di sekolah. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dapat dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.

(26)

bidang helping profession yang kompeten dalam mendesain dan melaksanakan program pengembangan diri bidang-bidang pribadi, sosial, belajar, dan karier, termasuk di dalamnya kemahiran dalam mendisain dan melaksanakan pendidikan nilai-nilai atau pendidikan karakter melalui layanan bimbingan klasikal yang penyajiannya dilakukan secara kolaboratif (antara konselor/guru BK dengan guru mata pelajaran) dengan mengaplikasikan pendekatan experiential learning.

Lingkungan merupakan bagian yang sangat penting untuk menerapkan karakter peduli sosial. Nilai karakter peduli sosial ini dapat ditemukan melalui proses belajar dari pengalaman (experiential learning). Garis besar dari belajar dari pengalaman (experiential learning) adalah memiliki sifat keterbukaan terhadap dirinya sendiri dan lingkungan sosial yang ada di sekitarnya. Keterbukaan yang dimaksud adalah mampu menerima dirinya sendiri dan orang lain, serta lingkungan secara menyeluruh, baik positif maupun negatif.

(27)

B. Identifikasi Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah di atas, terkait dengan efektivitas implementasi pendidikan karakter peduli sosial berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan metode experiential learning penulis dapat mengidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut.

1. Penerapan Pendidikan Karakter Peduli Sosial di SMP Negeri 13 Yogyakarta belum menunjukan perubahan/peningkatan karakter peduli sosial atau dengan kata lain belum optimal.

2. Pendidikan karakter peduli sosial khususnya di SMP Negeri 13 Yogyakarta masih belum pada ranah efektif atau belum berhasil dijalankan.

3. Kurangnya pemahaman peserta didik terkait karakter peduli sosial di dunia pendidikan

C. Batasan Masalah

(28)

Learning untuk Meningkatkan Karakter Peduli Sosial pada Siswa Kelas

VIII A di SMP Negeri 13 Yogyakarta Tahun ajaran 2014/2015” D. Rumusan Masalah

Dari identifikasi yang telah penulis jabarkan di atas, dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut

1. Bagaimana gambaran tingkat karakter Peduli Sosial peserta didik kelas VII SMP Negeri 13 Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapat layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pedekatan Experiential Learning? 2. Seberapa efektif layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan

Experiential Learning meningkatkan karakter peduli sosial diberikan pada peserta didik SMP Negeri 13 Yogyakarta kelas VIII A?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui gambaran tingkat karakter Peduli Sosial peserta didik kelas VII SMP Negeri 13 Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapat layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pedekatan Experiential Learning

(29)

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian terbagi menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling terutama tentang efektivitas implementasi penanaman nilai karakter peduli sosial berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi kepala sekolah

Penelitian ini kiranya menjadi tolak ukur atau acuan keberhasilan pendidikan karakter peduli sosial di sekolah serta dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kerja sama professional antar sesama pendidik karakter.

b. Bagi pendidik karakter (Guru BK dan guru mata pelajaran)

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi untuk melaksanakan bimbingan klasikal kolaboratif secara lebih inovatif, komprehensif, dan terpadu.

c. Bagi siswa

(30)

dan bimbingan bagi pengolahan diri siswa terkait karakter peduli sosial melalui bimbingan klasikal.

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan pengalaman dan keterampilan baru untuk lebih kreatif dalam memberikan sebuah bimbingan klasikal kolaboratif. Hasil penelitian ini juga menambah wawasan baru mengenai implementasi model bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning.

G. Definisi Operasional Variabel

1. Experiential learning merupakan pendekatan pembelajaran yang berbasis pada pengalaman pelajar yang membangun pengetahuan serta nilai-nilai dari pengalaman langsung.

2. Karakter peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

(31)
(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini dipaparkan hakikat pendidikan karakter, hakikat karakter peduli sosial, hakikat metode experiential learning, hakikat layanan bimbingan klasikal kolaboratif dan hakekat remaja sebagai pelajar

A. Hakikat Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter memiliki kaitan dengan sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa, serta alam yang ada disekitarnya (Pupuh, 2013: 18). Kata karakter itu sendiri dimaknai sebagai sifat kejiwaan, akhlak dan/atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, baik dari segi tabiat maupun watak (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 623).

(33)

Sunaryo (Kurniawan, 2013: 30) menjelaskan bahwa pendidikan karakter terkait dengan bakat, harkat, dan martabat. Bakat merupakan potensi dasar alami yang dimiliki manusia sejak lahir. Harkat merupakan derajat manusia berdasarkan penguasaan ilmu dan teknologi. Sedangkan martabat merupakan harga diri manusia berdasarkan etika dan moral.

Sementara itu, Raharjo (Kurniawan, 2013: 30) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai suatu proses pendidikan holistik yang menghubungkan dimensi moral dengan sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi terbentuknya suatu generasi yang berkualitas, mampu hidup mandiri, dan memiliki prinsip kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Elkind dan Sweet dalam (Pupuh, dkk, 2013: 15) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai usaha yang sungguh–sungguh untuk membantu individu memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai–nilai etika inti.

(34)

mampu hidup mandiri, dan memiliki prinsip kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa, serta alam yang ada disekitarnya.

b. Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan dari pendidikan karakter adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh sebuah sebuah lembaga atau instansi maupun yang berasal dari Tuhan. Karakter seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam diri individu tersebut.

Berikut ini adalah beberapa hal-hal yang termasuk karakter mulia menurut (Pupuh, 2013:98):

a. Mencintai semua orang. Ini tercermin lewat perkataan dan perbuatan b. Toleran dan memberi kemudahan kepada sesama dalam semua urusan

dan transaksi, seperti jual beli dan sebagainya.

c. Menunaikan hak-hak keluarga, kerabat, dan tetangga tanpa harus diminta terlebih dahulu.

d. Menghindari diri dari sikap tamak, pelit, pemarah, dan semua sifat tersela.

e. Tidak memutuskan hubungan silaturahmi dengan sesama

(35)

Dengan adanya hal-hal di atas, maka akan tercapainya karakter bagi seseorang Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata krama, sopan santun, dan adat istiadat tersebut menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan aktual.

Pentingnya pendidikan karakter untuk dikembangkan dan diinternalisasikan baik dalam dunia pendidikan formal maupun dalam pendidikan non formal. Pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab pendidikan formal tetapi semua jenjang pendidikan harus terlibat dalam rangka mengembangkan pendidikan karakter.

(36)

oleh logika dan refleksi terhadap proses dan dampak dari proses pembiasaan yang dilakukan oleh sekolah baik dalam seting kelas maupun sekolah.

c. Nilai–nilai Pendidikan Karakter

Nilai–nilai pendidikan karakter mengarah pada nilai-nilai religiusitas, nilai–nilai yang terkandung dalam UUD 1945, dan nilai–nilai hidup serta nilai–nilai yang tumbuh dan berkembang dalam adat istiadat masyarakat yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Secara kurikuler, nilai–nilai pendidikan karakter pada dasarnya terdiri atas: (1) nilai–nilai esensial karakter dan (2) wahana pendidikan karakter yang merupakan substansi dan proses pendidikan mata pelajaran yang relevan (Pupuh, 2013: 121).

Nilai–nilai esensial karakter adalah sejumlah konsep nilai dan perilaku yang secara substansi dinilai sebagai substansi utama pendidikan karakter (Pupuh, 2013: 121). Namun demikian, nilai–nilai esensial karakter perlu dikaji terlebih dahulu dan melakukan rekosenptualisasi secara mendalam. Hasil kajian dan rekonseptualisasi nilai–nilai esensial karakter dirumuskan dalam dua kategori nilai pendidikan karakter, yaitu nilai pendidikan karakter kategori positif dan nilai pendidikan karakter kategori negatif.

(37)
[image:37.595.96.519.146.750.2]

Tabel 2. 1

Nilai–nilai Pendidikan Karakter Kategori Positif 1. Adil

2. Amanah 3. Amal Saleh 4. Antisipatif

5. Beriman dan Bertaqwa 6. Berani Memikul Resiko 7. Berdisiplin

8. Bekerja Keras 9. Berhati Lembut 10. Berinisiatif 11. Berpikit Matang

12. Berpikir Jauh ke Depan 13. Bersahaja

14. Bersemangat

15. Bersikap Konstruktif 16. Bersyukur

17. Bertanggung Jawab 18. Bijaksana

19. Berkemauna Keras 20. Bertenggang Rasa 21. Beradap

22. Baik Sangka

23. Berani Berbuat Benar 24. Berkepribadian 25. Cerdas 26. Cermat 27. Dinamis 28. Demokrasi 29. Efisien 30. Empati 31. Gigih 32. Hemat 33.Ikhlas 34. Jujur 35. Kreatif 36.Kukuh Hati 37. Kesatria 38. Komitmen 39. Koperatif

40. Kosmopolita (Mendunia) 41. Lugas

42. Lapang Dada

46. Menghargai Karya Orang Lain 47. Menghargai Kesehatan

48. Menghargai Waktu

49. Mengharhai Pendapat Orang Lain 50. Manusiawi

51. Mencintai Ilmu 52. Pemaaf

53. Pemurah 54. Pengabdian 55. Pengendalian Diri 56. Produktyif

57. patriot

58. Rasa Keterikatan 59. Rajin

(38)

44. Mandiri 45. Mawas Diri

[image:38.595.85.518.197.697.2]

Sedangkan, nilai pendidikan karakter kategori negatif dirumuskan dalam 60 butir, yaitu:

Tabel 2. 2

Nilai–nilai Pendidikan Karakter Kategori Negatif

1. Anti 2. Boros 3. Bohong 4. Buruk Sangka 5. Biadab 6. Curang 7. Ceroboh 8. Cengeng 9. Dengki 10. Egois 11. Fitnah 12. Feodalistik 13. Gila Kekuasaan 14. Iri

15. ingkar janji 16. Jorok

17. Keras Kepala 18. Khianat 19. Kedaerahan 20. Kikir 21. Kufur 22. Konsumtif 23. Kasar 24. Kesukuan 25. Licik 26. Lupa Diri 27. Lalai 28. Munafik 20. Malas

30. Menggampangkan

31. Materialistik 32. Mudah Percaya

33. Mementingkan Golongan 34. Mudah Terpengaruh 35. Mudah Tergoda 36. Merendakan Diri 37. Meremehkan 38. Melecehkan 39. Menyalahgunakan 40. Menggunjing 41. Masa Bodoh 42. Otoriter 43. Pemarah 44. Pendendam 45. Pembenci 46. Pesimis 47. Pengecut 48. Pencemooh 49. Perusak 50. Provokatif 51. Putus Asa 52. Ria

(39)

d. Prinsip–prinsip Pendidikan Karakter

Prinsip–prinsip dari pendidikan karakter menurut Pupuh, 2013:93 adalah

a. Berkelanjutan

Prinsip pendidikan karakter ini memiliki makna bahwa proses pengembangan nilai–nilai karakter merupakan sebuah proses panjang. Hal ini harus dilakukan dimulai dari awal peserta didik masuk sampai dengan selesai dari suatu satuan pendidikan.

b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya satuan pendidikan

Prinsip pendidikan karakter ini mensyaratkan bahwa proses pengembangan karakter dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler, ekstra kurikuler, dan kokurikuler. Pengembangan nilai–nilai ini melalui keempat jalur pengembangan karakter melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam standar isi.

c. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan melalui proses belajar

(40)

teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran atau mata kuliah. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai karakter peserta didik. Oleh karena itu, pendidik tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai–nilai karakter. Selain itu, pendidik tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk pengem-bangan nilai. Suatu hal yang harus selalu diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor. Konsekuensi dari prinsip ini nilai–nilai karakter tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Namun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri peserta didik.

(41)

B. Hakikat Experiential Learning

1. Pengertian Pendekatan Experiential Learning

Salah satu pendekatan pelaksanaan program bimbingan adalah experiential learning. Konsep experiential learning pertama kali dicetuskan oleh Kolb (1984). Kolb mengatakan: “experiential learning: experience as the source of learning and development”. Dalam pernyataan tersebut, makna pengalaman nyata peserta didik. Peserta didik berperan secara aktif mengeksplorasi, dan membuat catatan tentang peristiwa yang terjadi. Experiential learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman secara langsung dengan menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk mendorong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.

(42)

Pengalaman yang dialami secara langsung oleh siswa dalam proses belajar akan mengalami perubahan guna meningkatkan efektifitas hasil belajar.

2. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Experiential Learning

Metode experiential learning memiliki kelebihan yakni dapat meningkatkan semangat dan gairah belajar, membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif, memunculkan kegembiraan dalam proses belajar, mendorong dan mengembangkan proses berpikir kreatif, dan mendorong siswa untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Selain beberapa kelebihan yang telah disebutkan, terdapat pula kekurangan dari metode experiential learning, yakni dibutuhkannya alokasi waktu yang relatif lama dalam proses pembelajaran (Sinaga 2013).

(43)

3. Prosedur Pendekatan Experiential Learning

Kualitas belajar experiential learning mencakup: keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri dan adanya efek yang membekas pada siswa. David Kolb (1984) menyampaikan pendekatan Experiential learning adalah sebuah proses yang melingkar dan terdiri dari empat fase sebagai berikut:

a. Concrete Experience

Merupakan fase menggunakan pengalaman yang sudah dilalui peserta atau pengalaman yang disediakan untuk pembelajaran yang lebih lanjut.

b. Reflective Observation

Merupakan fase mendiskusikan pengalaman para peserta yang telah dilalui atau saling berbagi reaksi dan observasi yang telah dilalui. c. Abstract Conceptualization

Merupakan fase dimana proses menemukan tren yang umum dan kebenaran dalam pengalaman yang telah dilalui peserta atau membentuk reaksi pada pengalaman yang baru menjadi sebuah kesimpulan atau konsep yang baru.

d. Active Experimentation

Merupakan fase modifikasi perilaku lama dan mempraktikkan pada situasi keseharian para peserta.

(44)

dari masing-masing fase tersebut. Keempat fase tersebut divisualisasikan seperti pada gambar di bawah ini.

Concrete Experience  (1)

Active  experimentation (4)

Reflective  Observation (2)

[image:44.595.87.512.160.628.2]

Abstract  Conceptualization (3)

Gambar 2.3 Fase Pendekatan Experiential Learning Kolb

4. Metode Pembelajaran Experiential Learning

Sejalan dengan pendapat David Kolb tersebut, Pfeiffer & Jones, (Supratikya, 2011,) juga mengatakan bahwa dalam belajar experiential learning peserta didik memiliki pengalaman yang bertahap yakni:

a. Mengalami

Peserta didik terlibat atau dilibatkan dalam kegiatan tertentu, seperti melakukan tugas tertentu atau mengamati objek atau rekaman kejadian tertentu, entah secara sendiri-sendiri atau bersama satu atau lebih peserta atau anggota kelompok lain.

b. Membagikan pengalaman

(45)

c. Memroses pengalaman

Peserta mengolah data yang baru dibagikan dengan cara mendiskusikan atau memikirkannya bersama, memaknai atau menafsirkannya, membandingkan tanggapan peserta yang satu dengan peserta yang lain, menemukan hubungan antar makna atau tanggapan yang muncul, dan sebagainya.

d. Merumuskan kesimpulan

Peserta didik diajak dan dibantu untuk menyimpulkan prinsip-prinsip, merumuskan hipotesis-hipotesis, dan merumuskan hikmat-manfaat untuk didiskusikan atau dipikirkan bersama.

e. Menerapkan

(46)

C. Hakikat Karakter Peduli Sosial

1. Pengertian Karakter Peduli Sosial

Manusia hidup di dunia ini pasti membutuhkan manusia lain untuk melangsungkan kehidupannya, karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial. Menurut Buchari Alma, dkk (2010: 201) makhluk sosial berarti bahwa hidup menyendiri tetapi sebagian besar hidupnya saling ketergantungan, yang pada akhirnya akan tercapai keseimbangan relatif. Maka dari itu, seharusnya manusia memiliki kepedulian sosial terhadap sesama agar tercipta keseimbangan dalam kehidupan.

(47)

2. Faktor-faktor pembentuk pedul sosial

Bentuk-betuk pedul sosial dapat dibedakan berdasarkan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud merupakan lingkungan dimana seseorang hidup dan berinteraksi dengan orang lain yang biasa disebut lingkungan sosial. Menurut Elly M. Setiadi, dkk (2012: 66), lingkungan sosial merujuk pada lingkungan dimana seseorang melakukan interaksi sosial, baik dengan anggota keluarga, teman, dan kelompok sosial lain yang lebih besar. Buchari Alma, dkk (2010: 205-208) membagi bentuk-bentuk pedulian berdasarkan lingkungannya, yaitu:

a. lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial terkecil yang dialami oleh seorang manusia. Lingkungan inilah yang pertama kali mengajarkan manusia bagaimana berinteraksi. Abu Ahmadi &Uhbiyati (2001: 278) menjelaskan bahwa interaksi tersebut dapat diwujudkan dengan air muka, gerak-gerik dan suara. Anak belajar memahami gerak-gerik dan air muka orang lain. Hal ini penting sekali artinya, lebih-lebih untuk perkembangan anak selanjutnya, karena dengan belajar memahami gerak-gerik dan air muka seseorang maka anak tersebut telah belajar memahami keadaan orang lain.

(48)

dewasa (orang tua) akan muncul ketika anak merasakan simpati karena telah diurus dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Dari perasaan simpati itu, tumbuhlah rasa cinta dan kasih sayang anak kepada orang tua dan anggota keluarga yang lain, sehingga akan timbul sikap saling peduli

Fenomena lunturnya nilai-nilai kepedulian sesama anggota keluarga dapat dilihat dari maraknya aksi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang sering terungkap di media-media. Sebenarnya, sikap saling peduli terhadap sesama anggota keluarga dapat dipelihara dengan cara saling mengingatkan, mengajak pada hal-hal yang baik, seperti: mengajak beribadah, makan bersama, membersihkan rumah, berolahraga, dan hal-hal lain yang dapat memupuk rasa persaudaraan dalam keluarga.Keluarga yang merupakan lingkungan sosial terkecil seharusnya dipelihara keharmonisannya. Keharmonisan dalam keluarga menjadi menjadi sangat vital dalam pembentukan sikap peduli sosial karena akansangat mendukung pada tingkatan masyarakat yang lebih luas termasuk dampaknya bagi negara.

b. lingkungan masyarakat

(49)

berbagai cara Misalnya saat mau mendirikan rumah, anggota keluarga yang lain menyempatkan diri untuk berusaha membantunya.

Situasi yang berbeda dapat dirasakan pada lingkungan masyarakat perkotaan. Jarang sekali kita lihat pemandangan yang menggambarkan kepedulian sosial antar warga.Sikap individualisme lebih ditonjolkan dibandingkan dengan sikap sosialnya.Menurut Buchari Alma, dkk (2010:206) beberapa hal yang menggambarkan lunturnya kepedulian sosial diantaranya: Menjadi penonton saat terjadi bencana, Sikap acuh tak acuh pada tetangga, dan Tidak ikut serta dalam kegiatan di masyarakat.

Sebenarnya di dalam masyarakat tumbuh berbagai macam kelompok sosial. Menurut Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati (2007: 186), kelompok sosial merupakan unsur-unsur pelaku atau pelaksana asas pendidikan yang secara sengaja dan sadar membawa masyarakat kepada kedewasaan, baik secara jasmani maupun rohaniyang tercermin pada perbuatan dan sikap kepribadian warga masyarakat. Contoh kelompok sosial itu adalah karang taruna, remaja masjid, PKK dan sebagainya. c. lingkungan sekolah

(50)

berpendapat bahwa sekolah memiliki dua fungsi utama yaitu, sebagai instrumen untuk mentramsmisikan nilai-nilai sosial masyarakat (to transmit sociental values) dan sebagai agen untuk transformasi sosial (to be the agent of social transform).

Sedangkan Abu Ahmadi & Uhbiyati (2001: 265) menjelaskan bahwa, fungsi sekolah sebagai lembaga sosial adalah membentuk manusia sosial yang dapat bergaul dengan sesama manusia secara serasi walaupun terdapat unsur perbedaan tingkat soaial ekonominya, perbedaan agama, ras, peradaban, bahasa dan lain sebagainya. Menurut pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa, sekolah bukan hanya tempat untuk belajar meningkatkan kemampuan intelektual, akan tetapi juga mengembangkan dan memperluas pengalaman sosial anak agar dapat bergaul dengan orang lain di dalam masyarakat.

(51)

anak dapat berinteraksi dengan guru beserta bahan-bahan pendidikan dan pengajaran, teman-teman peserta didik lainnya, serta pegawai-pegawai tata usaha.Selain itu, siswa memperoleh pendidikan formal di sekolah berupa pembentukan nilai-nilaipengetahuan, ketrampilan dan sikap terhadap bidang studi/mata pelajaran (Ary H. Gunawan, 2000: 57).

Berinteraksi dan bergaul dengan orang lain dapat ditunjukkan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menunjukkan sikap peduli terhadap sesama. Di dalam lingkup persekolahan, sikap kepedulian siswa dapat ditunjukkan melalui peduli terhadap siswa lain, guru, dan lingkungan yang berada di sekitar sekolah. Rasa peduli sosial di lingkungan sekolah dapat ditunjukkan dengan perilaku saling membantu, saling menyapa, dan saling menghormati antar warga sekolah. Perilaku ini tidak sebatas pada siswa dengan siswa, atau guru dengan guru, melainkan harus ditunjukkan oleh semua warga sekolah yang termasuk di dalamnya.

3. Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya Pedul Sosial

Menutut Buchari Alma, dkk (2010, 209), faktor yang menyebabkan turunnya kepedulian sosial adalah karena kemajuan teknologi. Teknologi tersebut diantaranya:

a. Internet

(52)

menjadi lupa waktu karena terlalu asyik menjelajah dunia maya.Tanpa disadari mereka lupa dan tidak menghiraukan lingkungan masyarakat sekitar, sehingga rasa peduli terhadap lingkungan sekitar kalah oleh sikap individualisme yang terbentuk dari kegiatan tersebut.

b. Sarana hiburan

Seiring dengan kemajuan teknologi maka dunia hiburan akan turut berkembang. Karakter anak-anak yang suka bermain akan menjadikan anak sebagai korban dalam perkembangan sarana hiburan. Anak yang terlalu lama bermain game akan mempengaruhi kepedulannya terhadap sesama. Mereka tidak berhubungan langsung dengan sesamanya. Hal tersebut mengharuskan orang tua untukmeningkatkan pengawasan terhadap anak-anaknya.

c. Tayangan TV

(53)

d. Masuknya budaya barat

Pengaruh budaya barat yang bersifat immaterial dan cenderung berseberangan dengan budaya timur akan mengakibatkan norma-norma dan tata nilai kepedulian yang semakin berkurang. Masyarakat yang kehilangan rasa kepedulian akan menjadi tidak peka terhadap lingkungan sosialnya, dan akhirnya dapat menghasilkan sistem sosial yang apatis. Pendapat lain dikemukakan Hera Lestari Malik, dkk (2008: 4.17) yang menyatakan bahwa, tingkat sosialisasi individu yang rendah disebabkan oleh kegagalan pada salah satu proses sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut adalah berikut ini:

a. Belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan cara/ norma yang berlaku. Setiap kelompok sosial memiliki dasar mengenai tingkah laku yang perlu dimiliki anggotanya.Untuk bersosialisasi, anak tidak hanya mengerti apakah tingkah laku ini diterima, tetapi juga memberi contoh tingkah laku mereka selama masih dapat diterima kelompok.

(54)

4. Upaya meningkatkan Peduli sosial

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepedulian sosial menurut Buchari Alma, dkk (2010, 210-211) adalah:

a. Pembelajaran di rumah

Peranan keluarga terutama orang tua dalam mendidik sangat berpengaruh terhadap tingkah laku anak.Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama.Dikatakan sebagai pendidikan yang pertama karena pertama kali anak mendapatkan pengaruh pendidikan dari dan di dalam keluarganya.Sedangkan dikatakan sebagai pendidikan yang utama karena sekalipun anak mendapatkan pendidikan dari sekolah dan masyarakatnya, namun tanggung jawab kodrati pendidikan terletak pada orang tuanya (Dinn Wahyudin dkk, 2008: 3.7).Merujuk pada pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan pertama yang mengajarkan berbagai hal kepada seorang anak dan memiliki tangung jawab yang utama untuk mendidik anak tersebut.

(55)

b. Pembelajaran di lingkungan

Belajar berorganisasi menjadi sangat penting peranannya dalam memaksimalkan perkembangan sosial manusia.Banyak sekali organisasi-organisasi di masyarakat yang dapat diikuti dalam rangka mengasah kepedulian sosial.Salah satunya adalah karang taruna yang anggotanya terdiri dari para pemuda pada umumnya. Berbagai macam karakter manusia yang terdapat dalam organisasi-organisasi tersebut dapat melatih kita untuk saling memahamisatu sama lain.

c. Pembelajaran di sekolah

(56)

hubungan baik dan kerjasama dengan komunitas lingkungan sekitar.Masyarakat diharapkan dapat membantu dan bekerjasama dengan sekolah agar program sekolah dapat berjalan dengan lancar dan oleh sebab itu hubungan yang saling menguntungkan antara sekolah dan masyarakat perlu dibina secara harmonis.

D. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal

1. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal

Makhrifah & Nuryono, (2014:1) mengemukakan bimbingan klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling (Guru BK) atau konselor kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas. Menurut Dirjen Pendidikan Dasar (2014:19) bimbingan klasikal merupakan format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani sejumlah peserta didik dalam rombongan belajar satu kelas.

Kebutuhan dan masalah yang bersifat umum, dihadapi oleh seluruh atau sebagian besar peserta didik, dan tidak terlalu bersifat pribadi, dapat dibantu dengan layanan bantuan secara klasikal atau kelompok besar. Layanan klasikal atau kelompok besar biasanya bersifat informatif, sehingga dapat segera diberikan oleh konselor atau guru BK (Sukmadinata, 2007:116 & 118).

(57)

menunjuk pada sejumlah siswa yang dikumpulkan bersama untuk kegiatan bimbingan. Pengertian lain menyebutkan bahwa bimbingan klasikal adalah bimbingan yang berorientasi pada kelompok siswa dalam jumlah yang cukup besar antara 30-40 orang siswa (satu kelas). Bimbingan klasikal dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan peserta didik di kelas.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian layanan bimbingan klasikal adalah kegiatan bimbingan yang diberikan untuk membantu siswa yang memiliki kebutuhan serta masalah yang bersifat umum, dihadapi oleh seluruh atau sebagian besar siswa dalam satuan kelas.

2. Tujuan Layanan Bimbingan Klasikal

Menurut Makhrifah & Nuryono, (2014:2) strategi layanan bimbingan klasikal sebagai salah satu srategi dalam pelayanan bimbingan dan konseling memiliki tujuan untuk meluncurkan aktivitas-aktivitas pelayanan yang mengembangkan potensi siswa atau mencapai tugas-tugas perkembangannya sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan.

Suciati (2005) mengungkapkan bahwa bimbingan klasikal diklasifikasi dalam beberapa tujuan sebagai berikut:

(58)

tujuan bimbingan klasikal pada aspek kognitif dari tingkatan paling rendah meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Tujuan bimbingan klasikal pada aspek afektif berorientasi dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Secara hirarkis tujuan bimbingan klasikal pada aspek afektif dari tingkatan paling rendah meliputi: penerimaan, partisipasi, penentuan sikap, pembentukan organisasi sistem nilai dan pembentukan pola hidup.

c. Tujuan bimbingan klasikal pada aspek psikomotor berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot. Secara hirarkis tujuan bimbingan klasikal pada aspek psikomotor dari tingkatan paling rendah meliputi: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.

3. Bidang Bimbingan Klasikal

(59)
[image:59.612.95.523.216.581.2]

curriculum) merupakan layanan yang terstruktur untuk semua peserta didik (guidance for all), tanpa mengenal perbedaan gender, ras, atau agama mulai taman kanak-kanak sampai tingkat SLTA disajikan melalui kegiatan kelas untuk memenuhi kebutuhan perkembangan dalam bidang belajar, pribadi, sosial dan karir peserta didik.

Gambar 2.4 Proses Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal

(60)

4. Bimbingan Klasikal Kolaborasi

Depdiknas (2008:25) mengemukakan program bimbingan akan berjalan secara efektif apabila didukung oleh semua pihak, yang dalam hal ini khususnya para guru mata pelajaran atau wali kelas. Konselor atau guru BK berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang siswa (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah siswa, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran.

Berdasarkan definisi di atas dapat diartikan bahwa bimbingan klasikal kolaboratif merupakan bimbingan klasikal yang direncanakan, disusun dan dilaksanakan secara kerjasama antara konselor/guru BK dan guru mata pelajaran untuk membantu peserta didik sesuai dengan kebutuhannya demi perkembangan secara optimal baik dalam bidang pribadi, sosial, belajar dan karier.

Adapun aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran adalah sebagai berikut:

a. Menciptakan sekolah dengan iklim sosioemosional kelas yang kondusif bagi belajar siswa

b. Memahami karakteristik siswa yang unik dan beragam c. Menandai siswa yang diduga bermasalah

(61)

e. Mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing

f. Memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati siswa

g. Memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada siswa tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja)

h. Menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moral-spiritual (hal ini penting, karena guru merupakan “figur central” bagi siswa)

(62)

E. Hakikat Remaja sebagai Pelajar SMP 1. Pengertian Remaja sebagai Pelajar

Remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992: 206). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.

Seperti yang dikemukakan oleh Calon (Monks, dkk 1994) dalam (Hurlock, 1992: 207) masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Rumini dan Sundari (2004: 53) dalam Hurlock, 1992 masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek

2. Ciri–Ciri Remaja Sebagai Pelajar

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

(63)

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau beruba dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Bila anak-anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak-anak harus ‘meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan’ dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga.

d. Masa remajah sebagai usia bermasalah

(64)

tidak berpengalaman dalam mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.

e. Masa remaja sebagai masa mencari indentitas

Sepanjang usia geng pada akhir masa kanak-kanak, menyesuaian diri dengan standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar dari pada individualitas. Seperti telah ditunjukkan, dalam hal pakaian, berbicara dan perilaku anak yang lebih besar ingin lebih cepat seperti teman-teman gengnya. Tiap penyimpangan dari standar kelompok dapat mengancam keanggotaannya dalam kelompok

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebapkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.

(65)

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis

Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan buka sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

(66)

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja sebagai Pelajar

Menurut Havighurts, definisi Adam & Gullota, 1983 (Yusuf:2015:65) tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam kehidupan seseorang, yang kesuksesan penyelesaiannya akan mengantarkan orang tersebut ke keadaan bahagia, dan kegagalan penyelesaiannya akan menyebapkan orang tersebut tidak bahagia, tidak diterima oleh masyarakat, dan mengalami kesulitan dalam menjalani tugas– tugas perkembangan berikutnya.

Tugas-tugas perkembangan tersusun menurut suatu pola tertentu dan secara keseluruhan saling terkait. Tugas–tugas perkembangan tersebut dibentuk oleh unsur–unsur biologis, psikologis, dan kultural yang ada pada diri dan lingkungan individu. Selengkapnya tugas–tugas perkembangan manusai pada masa remaja (12–18 tahun)

a. Mencapai hubungan–hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya antar jenis kelamin yang sama dan berbeda.

b. Mencapai peranan sosial sebagai pria dan wanita.

c. Menerima kesatuan tubuh sebagaimana adanya dan menggunakannya secara efektif.

d. Mencapai kemerdekaan emosional terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya.

(67)

g. Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan kehidupan berkeluarga.

h. Mengembangan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sebagai warga negara.

i. Mengembangkan hasrat dan mencapai kemampuan bertingkah laku yang dapat dipertimbangkan secara sisial.

j. Menguasai seperangkat nilai dan sistem etika sebagai nilai.

(68)

1. Kebutuhan-kebutuhan remaja sebagai pelajar a. Sosialisasi

Dalam kehidupan bermasyarakat remaja akhir dituntut bersosialisai. Sejak anak-anak telah memasuki peer group bahkan sebenarnya sejak usia empat tahun, anak telah merasakan kebutuhan/kehausan sosial atau social hunger. Pada masa menjelang remaja, peer group cenderung terdiri atas satu jenis kelamin yang sama karena secara fisik mempunyai ciri yang berbeda. Pada masa remaja awal anak pria maupun wanita timbul kesadaran terhadap dirinya.

Persepsi terhadap dirinya disebut physical self atau body image; misalnya seorang gadis merasa cukup cantik atau tidak cantik, mempunyai mata yang indah, mempunyai rambut yang ikal atau yang lurus, panjang dan sebagainya. Anak pria sadar dengan bentuk badannya yang tinggi atau yang pendek, yang gagah atau tidak gagah. Kemudian pulah dapat menilai teman–temannya yang tergolong tampak cantik yang sering dijadikan pembicaraan dengan kata-kata good looks.

b. Penyesuaian diri

(69)

(1994;184) menyebutkan ada dua penyesuaian remaja yaitu penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang negatif, seperti diuraikan dibawa ini:

c. Penyesuaian diri yang positif

Tidak menujukkan adanya ketegangan emosional, tidak menunjukan adanya mekanisme psikologis, tidak adanya frustrasi pribadi, memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, maupun dalam belajar, menghargai pengalaman dan bersikap realistis dan obyektif.

d. Penyesuaian diri yang salah

Penyesuaian diri yang salah yang akan dipaparkan adalah penyesuaian diri yang salah, taraf berat. Bagi taraf sedang dan ringan mungkin hanya terjadi kecenderungannya saja. Penyesuaian diri yang salah terdiri atas bentuk reaksi bertahan, reaksi menyerang, dan reaksi melarikan diri.

(70)

usaha memantulkan ke pihak lain dengan alasan yang dapat diterima.

2) Reaksi penyerangan atau agressive reaction, suatu usaha untuk menutupi kegagalan atau tidak mau menyadari kegagalan dengan tingkah laku yang bersifat menyerang. Reaksi yang muncul antara lain berupa: senang membenarkan diri sendiri, senang mengganggun orang lain, menggertak dengan ucapan atau perbuatan, menunjukan sikap permusuhan secara terbuka, menunjukan sikap merusak, keras kepala, balas dendam, dan marah secara sadis.

3) Reaksi melarikan diri tau escape reaction, usaha melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksi itu menampak dalam bentuk mereaksikan keinginan yang tidak dicapai, reaksi itu antara lain berupa: banyak tidur, minum-minuman keras, pecandu ganja, narkotika, dan Regresi/kembali pada tingkat perkembangan yang lain.

(71)

F. Kerangka Berpikir

Pendidikan karakter merupakan bagian integral dari tujuan pendidikan nasional memiliki banyak orientasi yang masih sering keliru untuk ditafsirkan. Cakupan dari pendidikan karakter yang begitu luas membuat setiap penelitian terkait, harus pandai dalam membatasi klasifikasi serta paradigma nilai karakter yang akan dikupas.

(72)

G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan maka hipotesis tindakan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Hi : Pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal kolaboratif secara signifikan tidak efektif meningkatkan karakter peduli sosial di SMP Negeri 13 Yogyakarta kelas VIII A

(73)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memuat beberapa hal yang akan diteliti meliputi: jenis penelitian

tempat dan waktu penelitian, subjek dan sampel penelitian, variabel penelitian, teknik

dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen dan teknik

analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan

pendekatan pra-experimental dengan penggunakan one-group pretest-posttest design. Menurut Sugiyono (2013:109) dikatakan pra-experimental design karena desain ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh. Dikatakan demikian

karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya

variabel dependen hasil penelitian pra-experimen merupakan variabel dependen.

Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya variabel kontrol, dan sampel tidak dipilih

secara random. Desain ini merupakan teknik untuk mengetahui efek sebelum dan

sesudah perlakuan. Maka dalam penelitian ini sebelum perlakuan subyek

penelitian terlebih dahulu diberikan pretest (tes awal), dan diakhir perlakuan diberi posttest (tes akhir). Tujuan dari penggunaan desain ini adalah mengetahui gambaran umum tingkat karakter peduli sosial siswa kelas VIII A SMP Negeri 13

Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis

(74)

Tahun ajaran 2014/2015, dan mengetahui efektivitas pendidikan karakter berbasis

layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter peduli sosial siswa kelas VIII A di SMP Negeri 13

Yogyakarta Tahun Ajaran 2014-2015. Secara sederhana, desain penelitian yang

[image:74.612.102.525.218.608.2]

digunakan dapat digambarkan dalam tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1.

Tabel Desain Penelitian One Group Pretest Posttest Design

Pretest Treatment Posttest

O1 X O2

Keterangan:

O1 : tes awal (pretest) sebelum perlakuan diberikan O2 : tes akhir (posttest)setelah perlakuan diberikan

(75)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 13 Yogyakarta. Terdiri dari

pemberian tiga topik bimbingan dalam tiga kali pertemuan. Desain atau

[image:75.612.104.519.207.586.2]

setingngan pemberian tiga topik bimbingan terdapat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Waktu Penelitian

No WAKTU TEMPAT AGENDA KETERANGAN

1 15 Mei 2015 SMP Negeri 13

Yogyakarta

Layanan ini diberikan dengan pre-test sebelum diberikan

treatment

Terlaksana

2 23 Mei 2015 SMP Negeri 13

Yogyakarta

Terlaksana

3 28 mei 2015 SMP Negeri 13

Yogyakarta

Layanan ini diberikan dengan post-test sesudah diberikan

treatment

Terlaksana

C. Subjek Penelitian

Sugiyono (2013: 117) wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel

adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa/siswi kelas VIII A SMP Negeri

13 Yogyakarta Tahun ajaran 2014/2015. Jumlah subyek penelitian sebanyak 32

(76)
[image:76.612.95.529.164.602.2]

Tabel 3.3

Jumlah Siswadi SMP Negeri 13 Yogyakarta yang Mengikuti Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Karakter Peduli Sosial

NO JENIS KELAMIN JUMLAH

1 Laki-laki 18

2 Perempuan 16

TOTAL 34

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2006:175) teknik pengumpulan data adalah cara yang

digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner yang disebarkan dalam bentuk

pilihan ganda dengan alternatif jawaban bergradasi mulai dari 1–4 dan dari

keempat alternatif jawaban tersebut mengandung nilai kebenaran. Skor 4

diberikan untuk alternatif jawaban yang sungguh mewakili penerapan nilai

karakter bertanggung jawab. Sedangkan skor 1 untuk mewakili alternatif jawaban

yang sangat kurang mewakili nilai karakter bertanggung jawab. Instrumen yang

berupa kuesioner disusun oleh peneliti sendiri dengan arahan dosen pembimbimg

dalam tim penelitian Stranas (Strategi Nasional).

Menurut Umar H. (1998:49), teknik kuesioner merupakan suatu pengumpulan

data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan/pernyataan kepada

responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut.

(77)

mengungkapkan nilai-nilai karakter peduli sosial sebagai peserta didik. Kuesioner

yang telah disusun oleh peneliti ini bersifat tertutup karena alternatif-alternatif

jawaba

Gambar

Gambar 2.4 Proses Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal . 33
Tabel 2. 1 Nilai–nilai Pendidikan Karakter Kategori Positif
Tabel 2. 2 Nilai–nilai Pendidikan Karakter Kategori Negatif
Gambar 2.3 Fase Pendekatan Experiential Learning Kolb
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model obat yang digunakan sebagai bahan inti pada pembuatan mikrokapsul ini adalah natrium diklofenak yang merupakan salah satu obat anti inflamasi yang banyak

hak yang sama untuk dapat ikut serta dalam organisasi serikat pekerja/buruh guna melindungi hak dan kepentingan mereka. Namun dengan pelaksanaan outsourcing hak berserikat tidak

Untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan seledri ( Apium graveolens ) terhadap penurunan tekanan darah pada penderita Pra hipertensi di wilayah kerja Puskesmas. Padang Pasir

bidang yang terdapat dalam perusahaan sesuai dengan keahliannya. Manusia yang bekerja dalam suatu perusahaan merupakan suatu unsur dalam MSDM. Focus dalam MSDM adalah

Dalam penelitian ini dibahas antara lain : Kapankah suatu tindakan deportasi dapat dilakukan menurut hokum nasional dan internasional, apakah maksud dan tujuan kehadiran WNA

yang terdiri dari terminal udara, konduktor pentanahan, dan sistem terminasi bumi,. sistem

Langkah yang dilakukan dalampenelitian ini adalah dengan menunjukkan video hasil identifikasi yang sudah dibuat kepada guru SD kelas IV kemudian rancangan pelaksanaan

3.3 Langkah-langkah Percobaan.. Dalam praktikum ini terdapat prosedur untuk memperoleh hasil yang akurat, berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan praktikum: 1.