• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna tugas perutusan belajar bagi biarawati (studi kasus pada dua Biarawati yang menjalani tugas belajar).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna tugas perutusan belajar bagi biarawati (studi kasus pada dua Biarawati yang menjalani tugas belajar)."

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

vii ABSTRAK

MAKNA TUGAS PERUTUSAN BELAJARBAGI BIARAWATI (Studi Kasus pada Dua Biarawati yang Menjalani Tugas Belajar)

Anastasia Manis Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) cara biarawati memaknai belajar, 2) alasan biarawati bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar, 3) bentuk-bentuk kesulitan yang ditemui biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi, 4) usaha-usaha yang dilakukan biarawati dalam menghadapi kesulitan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus. Tempat penelitian adalah salah satu Program Studi Universitas Swasta di Yogyakarta. Sumber data penelitian ini adalah dua biarawati yang melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan FGD. Teknik analisa data kualitatif yang digunakan adalah membuat verbatim, membuat koding verbatim, kemudian mengelompokkan tema, menyaring data, dan interpretasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna tugas perutusan belajar bagi biarawati merupakan proses yang ditemui dan dihadapi setiap hari dengan segala kesulitan dan tantangan dalam belajar. Biarawati memaknai belajar dengan cara belajar serius dan tekun, mengolah diri, menambah wawasan, pengetahuan. Biarawati belajar karena kebijakkan pemerintah yang mengatur kualifikasi tenaga kerja, kebutuhan kongregasi, dan kesadaran diri Kesulitan yang dihadapi adalah kurang mampu menjalankan komputer; kurang informasi; kesulitan menyesuaikan diri dalam pergaulan dan kemampuan akademik karena perbedaan usia dan kurikulum; sulit mendengarkan daripada berbicara; mudah mengantuk; terganggu dengan ketidakdisiplinan. Usaha biarawati mengatasi kesulitan adalah dengan berdoa, bercerita dan yakin ada orang lain yang menolong; sadar sebagai religius dan anggota kongregasi yang berkaul dan memiliki peraturan; menjalin relasi dan komunikasi dalam hidup bersama; mendahulukan hidup komunitas, hidup rohani daripada belajar; mengikuti semua kegiatan komunitas; menghindari kegiatan organisasi kemahasiswaan; rendah hati dan berani bertanya; menggerak-gerakkan badan dan mencuci muka ketika mengantuk; berani mencoba dan berani salah; sabar dan tekun mengerjakan tugas; bijaksana menghadapi tantangan; menyadari bahwa dalam setiap perjuangan ada kesulitan.

(2)

viii ABSTRACT

THE MEANING OF TASK MISSION STUDY FOR NUNS (A Case Study on Two Nuns Undergoing Task Study)

Anastasia Manis Sanata Dharma University

2017

This study aims to determine 1) how nuns make sense of learning, 2) the reasons of nuns’ willingness to carry out the mission of study, 3) the difficulties encountered by nuns in undergoing task mission study in university, and 4) the efforts that nuns make in overcoming those difficulties.

The research is a qualitative research in the form of a case study. The research took place at one of the study programs in a private university in Yogyakarta. The data source of this research was two nuns carrying out task mission study in university. The data collection techniques implemented were observation, interview, and FGD. The qualitative data analysis techniques implemented were creating verbatim, creating verbatim coding, categorizing themes, filtering data, and interpreting the data.

The research results showed that the meaning of task mission study to nuns is a process that is encountered and dealt with every day, along with all the difficulties and challenges inlearning. Nuns make sense of learning by studying hard and diligently, cultivating themselves, and expanding their knowledge and insight. The nuns study because of the government’s regulations that govern manpower qualifications, the congregation’s needs, and self-awareness. The difficulties that they face are the lack of ability of using computer, lack of information, difficulties in adapting to the social environment, as well as academic ability due to differences in age and curriculum, difficulties in listening rather than speaking, sleepiness, and lack of discipline. The nuns try to overcome those difficulties by praying, sharing their stories and believing that people are willing to help, being aware as religious people and congregation members who live under vows and rules, establishing relationships and communication in the social environment, prioritizing community life, living the spiritual life rather than studying, following all community activities, avoiding student organization activities, being humble and inquisitive, stretching and washing face when feeling drowsy, having the courage to try things out and to make mistakes, being patient and diligent in doing assignments, being wise in facing challenges, and realizing that there are challenges in every struggle.

(3)

MAKNA TUGAS PERUTUSAN BELAJAR BAGI BIARAWATI

(Studi Kasus pada Dua Biarawati yang Menjalani Tugas Belajar)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Anastasia Manis

131114067

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

MAKNA TUGAS PERUTUSAN BELAJAR BAGI BIARAWATI

(Studi Kasus pada Dua Biarawati yang Menjalani Tugas Belajar)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Anastasia Manis

131114067

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

....dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita (Ibrani 12:1)

Hidup adalah gelanggang pertandingan (Pendeta Gilbert Lumoindong)

Karya ini kupersembahkan untuk: Allahku dan Tuhanku yang Kuasa

Sœurs de la Charité de St. Jeanne Antide Thouret

(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Anastasia Manis NIM : 131114067

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

MAKNA TUGAS PERUTUSAN BELAJAR BAGI BIARAWATI (Studi Kasus pada Dua Biarawati yang Menjalani Tugas Belajar) Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet dan media lain untuk kepentingan akdemis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan loyalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

(10)

vii ABSTRAK

MAKNA TUGAS PERUTUSAN BELAJARBAGI BIARAWATI (Studi Kasus pada Dua Biarawati yang Menjalani Tugas Belajar)

Anastasia Manis Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) cara biarawati memaknai belajar, 2) alasan biarawati bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar, 3) bentuk-bentuk kesulitan yang ditemui biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi, 4) usaha-usaha yang dilakukan biarawati dalam menghadapi kesulitan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus. Tempat penelitian adalah salah satu Program Studi Universitas Swasta di Yogyakarta. Sumber data penelitian ini adalah dua biarawati yang melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan FGD. Teknik analisa data kualitatif yang digunakan adalah membuat verbatim, membuat koding verbatim, kemudian mengelompokkan tema, menyaring data, dan interpretasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna tugas perutusan belajar bagi biarawati merupakan proses yang ditemui dan dihadapi setiap hari dengan segala kesulitan dan tantangan dalam belajar. Biarawati memaknai belajar dengan cara belajar serius dan tekun, mengolah diri, menambah wawasan, pengetahuan. Biarawati belajar karena kebijakkan pemerintah yang mengatur kualifikasi tenaga kerja, kebutuhan kongregasi, dan kesadaran diri Kesulitan yang dihadapi adalah kurang mampu menjalankan komputer; kurang informasi; kesulitan menyesuaikan diri dalam pergaulan dan kemampuan akademik karena perbedaan usia dan kurikulum; sulit mendengarkan daripada berbicara; mudah mengantuk; terganggu dengan ketidakdisiplinan. Usaha biarawati mengatasi kesulitan adalah dengan berdoa, bercerita dan yakin ada orang lain yang menolong; sadar sebagai religius dan anggota kongregasi yang berkaul dan memiliki peraturan; menjalin relasi dan komunikasi dalam hidup bersama; mendahulukan hidup komunitas, hidup rohani daripada belajar; mengikuti semua kegiatan komunitas; menghindari kegiatan organisasi kemahasiswaan; rendah hati dan berani bertanya; menggerak-gerakkan badan dan mencuci muka ketika mengantuk; berani mencoba dan berani salah; sabar dan tekun mengerjakan tugas; bijaksana menghadapi tantangan; menyadari bahwa dalam setiap perjuangan ada kesulitan.

(11)

viii ABSTRACT

THE MEANING OF TASK MISSION STUDY FOR NUNS (A Case Study on Two Nuns Undergoing Task Study)

Anastasia Manis Sanata Dharma University

2017

This study aims to determine 1) how nuns make sense of learning, 2) the reasons of nuns’ willingness to carry out the mission of study, 3) the difficulties encountered by nuns in undergoing task mission study in university, and 4) the efforts that nuns make in overcoming those difficulties.

The research is a qualitative research in the form of a case study. The research took place at one of the study programs in a private university in Yogyakarta. The data source of this research was two nuns carrying out task mission study in university. The data collection techniques implemented were observation, interview, and FGD. The qualitative data analysis techniques implemented were creating verbatim, creating verbatim coding, categorizing themes, filtering data, and interpreting the data.

The research results showed that the meaning of task mission study to nuns is a process that is encountered and dealt with every day, along with all the difficulties and challenges inlearning. Nuns make sense of learning by studying hard and diligently, cultivating themselves, and expanding their knowledge and insight. The nuns study because of the government’s regulations that govern manpower qualifications, the congregation’s needs, and self-awareness. The difficulties that they face are the lack of ability of using computer, lack of information, difficulties in adapting to the social environment, as well as academic ability due to differences in age and curriculum, difficulties in listening rather than speaking, sleepiness, and lack of discipline. The nuns try to overcome those difficulties by praying, sharing their stories and believing that people are willing to help, being aware as religious people and congregation members who live under vows and rules, establishing relationships and communication in the social environment, prioritizing community life, living the spiritual life rather than studying, following all community activities, avoiding student organization activities, being humble and inquisitive, stretching and washing face when feeling drowsy, having the courage to try things out and to make mistakes, being patient and diligent in doing assignments, being wise in facing challenges, and realizing that there are challenges in every struggle.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang dilimpahkan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai dan berjalan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

2. Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen pembimbing yang selalu bersedia membantu, mendampingi, dan mendukung peneliti dengan waktu, pikiran, dan tenaga dalam proses penulisan skripsi sampai selesai.

3. Dosen-dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang mendampingi peneliti selama studi.

4. Suster-suster SdC Delegasi Indonesia yang memberikan dukungan dan semangat dalam proses penulisan skripsi.

5. Kedua adik yang selalu memberikan semangat dan dukungan bagi peneliti selama proses penulisan skripsi.

(13)

x

7. Angkatan 2013 Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan semangat.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun demikian penulis berharap skripsi bermanfaat bagi duni Bimbingan dan Konseling dan memberikan referensi bagi mahasiswa yang membacanya.

(14)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBARPERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Fokus Penelitian ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

(15)

xii

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Perutusan Belajar ... 9

1. Pengertian Perutusan ... 9

2. Tujuan Perutusan Belajar ... 10

3. Pengertian Belajar ... 12

4. Tujuan Belajar ... 13

5. Aspek-Aspek Belajar ... 14

B. Biarawati sebagai Orang Dewasa ... 15

1. Pengertian Dewasa Awal ... 15

2. Karakteristik Perkembangan Dewasa Awal ... 17

3. Pengertian Biarawati ... 20

C. Penghayatan Kaul dan Tantangannya ... 21

D. Makna Belajar bagi Biarawati sebagai Orang Dewasa ... 24

1. Makna Belajar bagi Orang Dewasa ... 24

2. Faktor yang Memengaruhi Proses Pembelajaran Orang Dewasa ... 26

3. Ciri-Ciri Belajar Orang Dewasa ... 28

E. Penelitian yang Relevan ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

C. Responden Penelitian ... 31

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 32

(16)

xiii

F. Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Deskripsi Data ... 39

1. Tempat dan Jadwal Penelitian ... 40

2. Deskripsi Umum Responden... 41

3. Hasil Penelitian ... 42

B. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Keterbatasan Penelitian ... 69

C. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Hasil Observasi ... 73

Lampiran 2: Lembar Verbatim Wawancara ... 76

A. Responden AS ... 76

B. Responden KS ... 79

Lampiran 3: Lembar Verbatim FGD... 82

Lampiran 4: Lembar Koding Wawancara ... 89

A. Responden AS ... 89

B. Responden KS ... 92

Lampiran 5: Lembar Koding FGD ... 96

Lampiran 6: Lembar Kategorisasi Wawancara ... 101

A. Responden AS ... 101

B. Responden KS ... 104

Lampiran 7: Lembar Kategorisasi FGD ... 106

Lampiran 8: Lembar Penyaringan Data Wawancara dan FGD ... 110

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Belajar dikatakan penting bagi manusia karena belajar merupakan upaya untuk mempertahankan kehidupan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut manusia utnuk lebih aktif. Tanpa belar, manusia akan mengalami kesulitan dalam menyesuiaikan diri dengan lingkungan dan menghadapi tuntutan hidup yang berubah-ubah.

Kemajuan zaman dan tuntutan hidup yang berubah-ubah membawa manusia selalu mencari sesuatu yang baru. Menurut Lunandi (Mappa & Basleman, 2011), pengalaman untuk mengatasi kemajuan pesat dan perkembangan zaman tidak serta merta ada. Pengalaman membantu manusia menghadapi kemajuan dan perkembangan zaman jika dicari melalui pendidikan. Melalui pendidikan, pengalaman dapat diperoleh dan manusia dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Sepanjang rentang kehidupan, manusia merasa perlu belajar melalui pengalaman dan pencari pengetahuan.

(20)

masyarakat menuntut manusia memiliki kemampuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kenyataan ini mendorong orang dewasa untuk belajar menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai kemampuan dan kesempatannya belajar, Mappa & Basleman (2011). Belajar dari pengalaman dan mencari pengetahuan berlaku bagi semua manusia tanpa memandang usia, tempat, dan waktu. Dengan demikian, belajar merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Biarawati juga membutuhkan pendidikan sebagai bukti mengikuti perkembangan zaman.

Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium Nomor 134 tahun 2015 mengatakan bahwa universitas-universitas merupakan lingkungan yang istimewa untuk memperjelas dan mengembangkan komitmen pewartaan kabar baik secara lintas ilmu dan terintegrasi. Pewartaan kabar baik sebagai tradisi dalam kongregasi atau tarekat. Anggota kongregasi atau tarekat menjalani tradisi ini dalam tugas perutusan masing-masing. Perutusan beraneka ragam sesuai dengan keperluan dan kemampuan anggota. Sebagai bagian dari Gereja, biarawati yang menjalani tugas perutusan perlu melihat perubahan mendasar yang sedang terjadi seperti perubahan-perubahan intelektual dan teknologi yang menyebabkan perubahan-perubahan-perubahan-perubahan sosial dan spiritual dalam kehidupan setiap orang (Simbolon, Riyanto & Mistrianto, 2011).

(21)

suami/istri, orang tua, pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap dan keinginan-keinginan baru. Pada masa ini, minat mulai berubah karena beberapa minat yang dipertahankan dalam kehidupan dewasa tidak sesuai dengan peran sebagai orang dewasa. Perubahan minat akan terjadi dengan cepat apabila fisik dan psikologi juga mengalami perubahan yang cepat. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi perubahan minat pada masa dewasa diantaranya: perubahan kondisi kesehatan, status ekonomi, pola kehidupan, nilai, kesenangan, dan tekanan-tekanan budaya dan lingkungan, Hurlock (1993).

Penyesuaian diri terhadap pola-pola hidup yang baru dan perubahan minat pada orang dewasa berpengaruh pada minat untuk belajar secara formal. Orang dewasa yang memiliki fasilitas untuk belajar selama masa kanak-kanak, tampaknya menyukai belajar, Mappa & Basleman (2011). Sebagian orang merasa senang dan bersemangat untuk belajar bahkan banyak mahasiswa berlomba-lomba untuk mendapatkan beasiswa, baik beasiswa untuk belajar di dalam negeri maupun beasiswa untuk belajar di luar negeri (http://edukasi.kompas.com). Namun kenyataannya, tidak semua orang senang belajar formal. Bahkan sebagian orang tidak bisa belajar karena keterbatasan ekonomi, fisik, kognitif, dan usia. Selain itu, ada juga sebagian orang terpaksa belajar karena tuntutan pekerjaan dan peraturan.

(22)

mengatakan “umur sudah tua tidak mampu belajar lagi seperti orang muda”

atau “hanya karena tugas perutusan, saya menjadi taat”. Keluhan ini juga

ditandai dengan adanya rasa malas mengerjakan tugas, kurang semangat dalam belajar, masih ada rasa malu dan kesulitan dalam bergaul.

Data biarawati yang diperoleh dari Biro Administrasi Akademik (BAA) salah satu universitas yang ada di Yogyakarta sebanyak dua belas orang. Rincian jumlah biarawati mahasiswa tahun ajaran 2012 sebanyak satu orang, tahun 2013 sebanyak tiga orang, tahun 2014 sebanyak lima orang, dan tahun 2015 sebanyak tiga orang. Data yang diperoleh dari BAA tersebut merupakan data biarawati mahasiswa aktif tahun 2012-2015

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti peroleh, biarawati yang menjadi mahasiswa merasa terpaksa belajar karena tuntutan dan peraturan. Tuntutan dan peraturan mendorong biarawati belajar secara formal. Berikut hasil petikan wawancara yang peneliti peroleh dari salah satu biarawati mahasiswa yang belajar formal dan merupakan mahasiswi aktif.

“Dan pilihan prodi BK itu memang mau tidak mau harus ngambil karena memang saya merasa bahwa saya memasuki kuliah ini ada unsur keterpaksaan. Dalam arti bahwa untuk berkarya yang lebih baik tentunya saya ngimbangi hmm…tuntutan pemerintah. Ha… mengajar SD, TK pun juga harus S-1. Ya..maka atas perutusan itu...memang awalnya saya menolak. Selain itu, saya terselubungi rasa malu yaaah... karena usia saya sudah banyak hehehe, ini pergulatan bagi saya. Untuk mengisi kegiatan studi saya, terus mengimbangi dengan kegiatan di rumah hmm…ya bagi saya tu tidak hal ringan ya”.

(23)

bekerja nanti saya mendapatkan modal yang maksimal untuk bekerja..artinya ada peningkatan”.

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa ada biarawati terpaksa kuliah karena tuntutan tugas perutusan dari kongregasi dan peraturan pemerintah yang mewajibkan guru memenuhi standar kualifikasi akademik. Tuntutan dan peraturan tersebut harus dijalani meskipun mengalami kesulitan. Biarawati harus bergulat dan berjuang menahan rasa malu menjadi mahasiswa karena usia yang sudah dewasa. Biarawati ini senang atau tidak senang harus melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi. Meskipun terpaksa, biarawati berusaha memaknai belajar dengan cara berproses dari yang tidak tahu menjadi tahu sehingga belajar sungguh-sungguh menjadi kebutuhan.

Peneliti juga menemukan dalam observasi, ada biarawati yang tidak dapat memaknai tugas perutusan belajar di perguruan tinggi dan tidak dapat menikmati tugas belajar. Biarawati belajar sekadar menjalankan tugas perutusan. Belajar bukan menjadi kebutuhan. Oleh karena itu, biarawati tersebut mengalami kesulitan menyelesaikan tugas kuliah, bergaul, berkonsentrasi, mengantuk, mengeluh, tidak serius dalam belajar, stress, malas, bosan, dan bahkan bisa meninggalkan studi dan panggilannya.

(24)

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang dapat diungkap berdasarkan latar belakang penelitian ini adalah:

1. Ada biarawati yang menjalankan tugas belajar di Perguruan Tinggi merasa terpaksa.

2. Ada biarawati yang kuliah di perguruan tinggi tidak dapat memaknai tugas perutusan belajar.

3. Ada biarawati yang kuliah di perguruan tinggi tidak dapat menikmati tugas belajar.

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan keterbatasan peneliti, maka fokus penelitian ini adalah:

1. Menggali cara biarawati memaknai belajar bagi biarawati yang terpaksa menjalankan tugas perutusan belajar.

2. Menggali alasan biarawati bersedia belajar.

3. Menggali kesulitan-kesulitan dan tantangan-tantangan yang dihadapi biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar.

4. Menggali usaha-usaha biarawati menghadapi kesulitan. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:

(25)

2. Apakah alasan biarawati sehingga bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar?

3. Seperti apakah bentuk-bentuk kesulitan yang ditemui biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi?

4. Apa saja usaha-usaha yang dilakukan biarawati menghadapi kesulitan? E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui cara biarawati memaknai belajar.

2. Mengetahui alasan biarawati sehingga bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar.

3. Mengetahui bentuk-bentuk kesulitan yang ditemui biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi.

4. Mengetahui usaha-usaha yang dilakukan biarawati menghadapi kesulitan. F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini: 1. Manfaat teoretis

(26)

2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti

Penelitian ini menjadi inspirasi baru bagi peneliti untuk terus berusaha belajar dari setiap peristiwa hidup dan membagikannya kepada orang lain terutama yang motivasi belajarnya kurang.

b. Bagi biarawati yang menjadi mahasiswa

(27)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas landasan teori yang berkaitan dengan perutusan belajar, biarawati sebagai orang dewasa, makna belajar bagi biarawati sebagai orang dewasa, dan penelitian yang relevan.

A. Perutusan Belajar

1. Pengertian Perutusan

Perutusan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah beberapa orang yang diutus (yang disuruh mewakili) atau yang bertugas sebagai utusan pemerintah dan sebagainya. Sugijopranoto (2013), mengatakan bahwa perutusan merupakan seorang religius yang taat dan bersedia melakukan tugas yang diterima dari pembesar atau pemimpinnya dengan baik. Taat dan bersedia menjalankan tugas berarti mau dan mampu melakukan tugas dengan baik dan benar, dan dapat bekerja sama dengan orang lain. Oleh karena itu, ketaatan menjalani tugas perutusan tidak lagi dipandang sebagai taat melakukan perintah pembesar dan melawan keinginan sendiri.

(28)

karya perutusan Tuhan demi keselamatan manusia. Seseorang yang dipanggil Tuhan untuk membantu menyelamatkan manusia harus melakukannya dengan tanggung jawab dan penuh kegembiraan.

Menurut Woga (2012), perutusan dalam istilah bahasa Indonesia disebut misi. Misi berasal dari bahasa Latin adalah missio yang berarti perutusan. Kata misi tidak hanya digunakan dalam lingkup keagamaan tetapi juga di dunia profan seperti misi diplomatis, misi politis, misi ilmu pengetahuan, misi kebudayaan, misi dalam dunia kemiliteran. Kata misi semuanya berarti pelimpahan tugas dan tanggung jawab. Bertanggung jawab berarti mempunyai komitmen dalam pelaksanaan tugas “tanggung

jawab atas” dan disertai “tanggung jawab kepada”. Perutusan bagi

biarawati berarti kinerja yang sebaik-baiknya untuk meneruskan karya Allah dan keselamatan manusia.

Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa tugas perutusan merupakan orang-orang yang dipercaya oleh orang lain, pemimpin, instansi, dan organisasi dalam melaksanakan tugas tertentu dengan tanggung jawab dan siap sedia. Bagi biarawati, kata misi atau perutusan merupakan kata-kata yang sudah biasa didengar dan dijalani. Biarawati sebagai orang yang terpanggil, perlu menyadari tujuan tugas perutusan yang akan dijalani. 2. Tujuan Perutusan Belajar

(29)

pemikiran dan pengetahuan yang memadai. Pemikiran dan pengetahuan akan berkembang jika seseorang bersedia belajar. Belajar dengan mengikuti studi lanjut dibutuhkan untuk perkembangan karya-karya kongregasi. Biarawati menerima tugas perutusan belajar di perguruan tinggi supaya dapat memenuhi tuntutan yang mendesak dan penting di zaman yang profesional ini. Karena orang-orang yang dilayani sekarang kebanyakan orang-orang yang berpendidikan.

Biarawati yang berkehendak baik belum cukup untuk melaksanakan tugas perutusan tetapi juga memerlukan pendidikan dan kemampuan memadai. Karena kongregasi dan anggotanya adalah Gereja yang menghadirkan dan meneruskan karya Kristus untuk keselamatan manusia. Pendapat tersebut sudah ada dalam Anjuran Apostolik tentang Hidup Bakti (1996), yang menyebutkan bahwa perutusan hidup bakti sesungguhnya lebih dari sekedar menyangkut karya-karya lahiriah, tetapi menghadirkan Kristus bagi dunia melalui kesaksian pribadi. Biarawati dapat memberikan kesaksian bagi dunia melalui pendidikan dengan belajar di Perguruan Tinggi.

(30)

ini mendesak kongregasi merencanakan tenaga untuk masa depan. Selain dari tuntutan pemerintah dan kebutuhan kongregasi, seorang religius harus mampu setara dengan orang yang dilayani.

3. Pengertian Belajar

Winkel (2014:59), mendefinisikan belajar dalam diri individu merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Sukmadinata (2013), mengatakan belajar merupakan perubahan-perubahan dalam setiap aspek kepribadian yang berlangsung melalui pengalaman. Sesorang dapat belajar melalui pengalaman, baik pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Selain itu, seseorang belajar mengalami interaksi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

(31)

penyesuaian diri sehari-hari, dan mempertahankan kelangsungan hidup. Perubahan-perubahan yang disebabkan pertumbuhan tidak dianggap sebagai hasil belajar. Contoh perubahan-perubahan bukan hasil belajar adalah motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang biasanya hanya berlangsung sementara.

Berdasarkan pendapat tersebut, terdapat kesamaan makna dari pengertian belajar yaitu menunjukpada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek dan pengalaman. Jadi, belajar merupakan setiap aktivitas dan pengalaman yang menghasilkan perubahan tingkah laku.

4. Tujuan Belajar

Manusia belajar karena manusia mempunyai tujuan. Sardiman (Rohmah, 2015:177), menyebutkan bahwa tujuan belajar adalah:

a. Untuk mendapatkan pengetahuan.

Pengetahuan seseorang ditandai dengan kemampuan berpikir. Individu tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa pengetahuan.Dengan kata lain, kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan seseorang.

b. Penanaman konsep dan keterampilan.

(32)

kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah dan konsep.

c. Pembentukan sikap mental dan prilaku.

Pembentukan sikap mental dan prilaku tidak terlepas dari pemahaman nilai-nilai, transfer of values. Nilai mental dan perilaku dapat diterapkan dalam interaksi dengan orang lain. Inti tujuan belajar adalah untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan penanaman sikap mental/nilai-nilai.

5. Aspek-aspek Belajar

Menurut Prawira (2014:233), aspek-aspek belajar atau manifestasi belajar, berupa aspek-aspek kemampuan manusia yang diusahakan perubahan-perubahannya melalui pengalaman-pengalaman. Bentuk aspek-aspek belajar yaitu:

a. Kebiasaan individu

(33)

untuk melakukan perbuatan ada unsur sengaja supaya terbentuk pola secara otomatis. Cara ini dilakukan untuk membentuk kebiasaan yang baru. Misalnya membentuk kebiasaan yang baru dengan tujuan mengubah kebiasaan buruk. Perbuatan yang sengaja dilakukan bila dilakukan berulang-ulang akan membentuk kebiasaan baru.

b. Kecakapan individu

Kecakapan merupakan perbuatan yang disertai keahlian dan juga disebut keterampilan.Kecakapan memerlukan kesadaran yang tinggi dan ada minat.Kecakapan perlu diulang-ulang atau latihan-latihan tertentu untuk mencapai kualitas.

B. Biarawati sebagai Orang Dewasa 1. Pengertian Dewasa Awal

(34)

atas diri sendiri atau telah memiliki pekerjaan, sudah berumah tangga atau memiliki hubungan dengan lawan jenis yang berarti.

Dylan (Santrock, 2009), berpendapat bahwa masa dewasa adalah masa bekerja dan bercinta. Seseorang dikatakan dewasa ketika mendapatkan pekerjaan penuh. Untuk sebagian orang biasanya terjadi pada saat seseorang menyelesaikan sekolah menengah atas dan untuk sebagian orang pada saat menyelesaikan universitas atau pasca sarjana. Permulaan masa dewasa awal ditandai dengan kemandirian ekonomi dan pengambilan keputusan.

Hurlock (Jahja, 2011), mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Masa ini biasanya ditandai dengan selesainya pertumbuhan pubertas dan organ kelamin. Individu masa dewasa ini mampu berkembang dan mampu berproduksi. Individu akan mengalami perubahan fisik dan psikologis bersamaan dengan masalah-masalah penyesuaian diri.

(35)

mencari jalan sendiri, mencari tali persahabatan yang baru, dan memantapkan identitas.

2. Karakteristik Perkembangan Dewasa Awal

Orang dewasa yang sudah bertumbuh matang, konsep diri dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya timbul. Konsep diri orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan psikologis tersebut yakni keinginan dipandang orang lain sebagai pribadi yang utuh. Orang dewasa memiliki kemampuan memikirkan dirinya dan menyadari adanya perbedaan yang bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah laku orang lain.

Santrock (2009), menyebutkan perkembangan fisik masa dewasa awal mulai menurun namun penggunaan obat-obatan meningkat. Kekuatan dan kesehatan otot mulai menunjukkan penurunan, dagu mengendur, dan perut gendut, penglihatan mulai terganggu sekitar umur 30 tahun. Individu yang dikatakan dewasa, baik pria maupun wanita memiliki karakteristik perilaku dewasa. Hurlock (Jahja, 2011:245), menyatakan bahwa dewasa awal memiliki karakteristik perkembangan yang meliputi:

a. Masa pengaturan

(36)

b. Usia reproduktif

Pada masa ini individu menentukan pasangan hidupnya dan juga organ reproduksinya sudah produktif menghasilkan keturunan.

c. Masa bermasalah

Pada masa ini, individu mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Apabila individu tidak mampu mengatasinya, maka akan menimbulkan masalah. Masalah yang timbul tersebut karena dipengaruhi tiga faktor.

Pertama, individu kurang siap memulai babak baru dalam hidupnya

sehingga mengalami kesulitan. Kedua, kurang persiapan menjalani dua peran sekaligus. Ketiga, tidak ada bantuan dari siapapun dalam menyelesaikan masalah.

d. Masa ketegangan emosional

Sekitar awal atau pertengahan umur tiga puluhan, banyak orang muda mampu memecahkan masalah dengan cukup baik secara stabil dan tenang secara emosional. Namun apabila pada usia 20-30 tahun, kondisi seseorang tidak terkendali, labil, resah, dan mudah memberontak, maka hal tersebut merupakan tanda penyesuaian diri pada orang dewasa belum terlaksana secara memuaskan.

e. Masa keterasingan sosial

(37)

f. Masa komitmen

Masa ini, individu sudah mulai belajar mandiri, bertanggungjawab, dan membuat komitmen baru. Tanggung jawab dan komitmen-komitmen yang akan menjadi landasan pola hidup dikemudian hari. g. Masa ketergantungan

Individu di masa dewasa awal diberi kebebasan untuk mandiri, tetapi masih ada yang tergantung pada orang lain. Ketergantungan bisa disebabkan karena mereka membutuhkan biaya untuk pendidikan mereka.

h. Masa perubahan nilai

Pada masa dewasa awal, individu sudah mulai sadar akan nilai pendidikan dalam meraih keberhasilan sosial, karier, dan kepuasan pribadi. Oleh karena itu, banyak yang putus sekolah, atau tamat sekolah merasakan kegiatan belajar sebagai peransang untuk belajar. Alasan orang dewasa awal mengalami perubahan pada nilai yaitu individu ingin diterima dalam kelompok seusianya; individu menyadari bahwa kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional pada keyakinan-keyakinan, perilaku, dan penampilan; individu mengubah nilai-nilai dangkal menjadi lebih konservatif dan tradisional, dari yang egosentris ke sosial.

i. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru

(38)

pola peran seks atas dasar persamaan derajat yang menggantikan pola peran seks tradisional, dan pola-pola baru bagi kehidupan keluarga. j. Masa kreatif

Pada masa ini berbeda dengan masa remaja. Orang dewasa senang apabila terlihat beda dari yang lain. Mereka tidak terikat lagi dengan aturan dan orang lain. Individu pada masa dewasa lebih kreatif dan tergantung pada minat dan kemampuan dirinya sendiri.

Seorang biarawati hidup dalam komunitas. Komunitas adalah tempat di mana anggotanya hidup bersama dalam satu kongregasi. Biarawati merupakan anggota hidup bakti yang memiliki peraturan. Peraturan tersebut yang menjadi acuan dalam hidup dan panggilan.

3. Pengertian Biarawati

(39)

Paus dalam Anjuran Apostolik Hidup Bakti (1996) menyebutkan bahwa biarawati merupakan anggota hidup bakti. Biarawati yang hidup dalam panggilan khusus merupakan anggota hidup bakti. Sebagai anggota hidup bakti, seorang biarawati harus hidup di sebuah lembaga, hidup di komunitas artinya tidak hidup sendiri, dan tentunya hidup berkaul. Lembaga hidup bakti yang ditempati biarawati adalah lembaga dalam arti kongregasi atau tarekat. Biarawati yang menjadi anggota kongregasi atau tarekat harus mampu hidup bersama saudarinya dalam komunitas. Biarawati menjalani panggilan khusus dalam kongregasi dan hidup bersama saudari dalam komunitas menghidupi kaul-kaul, sehingga hidup rohani biarawati lebih bermutu.

Dengan demikian, biarawati merupakan seorang wanita religius yang hidup bersama orang lain dalam komunitas, dalam kongregasi yang sama, dan berkaul. Tuhan memanggil biarawati secara khusus untuk meneruskan karya-Nya di dunia ini.

C. Penghayatan Kaul dan Tantangannya

(40)

Biarawati yang mengikrarkan kaul tertantang karena tarikan kebutuhan psikologis dan cita-cita mewujudkan nilai kaul. Tarikan kebutuhan psikologis dan cita-cita untuk mewujudkan kaul akan mempengaruhi kedewasaan atau ketidakdewasaan emosi. Kemampuan seorang biarawati mengintegrasikan kebutuhan psikologis dengan nilai kaul menentukan kedewasaan emosi. Prasetya (1992), menyebutkan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang menjadi tantangan dalam penghayatan kaul dan berhubungan langsung dengan ketiga kaul:

1. Kebutuhan psikologis yang dapat menghambat penghayatan kemurnian. Kaul kemurnian mengungkapkan cinta Allah dari segi universal, cinta yang dihayati dalam hubungan yang tidak berkepentingan bagi diri sendiri. Kebutuhan psikologis yang muncul dari cinta manusiawi adalah kebutuhan akan kehangatan, diterima, keakraban, merawat dan diperhatikan, kenikmatan seksual, pamer atau menonjolkan diri.

(41)

3. Kebutuhan psikologis yang dapat menghambat penghayatan ketaatan. Kaul ketaatan berarti biarawati setia dan taat kepada Allah. Biarawati merealisasikan diri sebagai manusia yang merdeka, pribadi, dan mampu menentukan hidupnya sendiri dengan mengikuti hati nurani dan melaksanakan kehendak Allah. Tetapi, biarawati juga berhadapan dengan kebutuhan psokologis seperti kebutuhan akan kebebasan mutlak, kebutuhan sesuai kemauan diri sendiri, kebutuhan akan prestasi, harga diri, kuasa, pangkat, dan kedudukan.

Belajar di Perguruan Tinggi merupakan salah satu karya dan tugas perutusan yang dijalani dalam kesetiaan. Panggilan menjadi biarawati menuntut kesetiaan meskipun kebutuhan psikologis juga menjadi tantangan dalam kesetiaan menjalani panggilan. Kesetiaan pada panggilan berarti bersedia menjalankan tugas perutusan, meskipun sulit dan melewati berbagai tantangan. Biarawati memerlukan perjuangan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan, mengusahakan agar kehidupan senantiasa berarti bagi diri sendiri, masyarakat, dan agama.

(42)

banyak dan berat dapat diselesaikan dan terasa ringan, dan belajar menerima diri supaya tdiak putusa asa dan mudah marah, Suparno (2007).

D. Makna Belajar bagi Biarawati sebagai Orang Dewasa 1. Makna Belajar bagi Orang Dewasa

Bastaman (2007), menyebutkan hal-hal yang dianggap penting, berharga, bermaknaakan menjadi tujuan hidup apabila terpenuhi, membuat seseorang merasa berarti, dan menimbulkan perasaan bahagia. Makna hidup tersebut dapat ditemui dalam kehidupan dan dalam setiap keadaan sehari-hari. Keadaan yang ditemui bisa menyenangkan, tidak menyenangkan, bahagia, dan menderita. Seorang yang dewasa, terutama biarawati dapat menemukan makna dalam kehidupan, dalam pekerjaan dan karya perutusan yang dijalani. Inti atau makna dari belajar adalah interaksi antar manusia dan proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Biarawati terbentuk menjadi pribadi yang penuh dan mendalam dengan proses pembentukkan yang menuntut keunggulan manusiawi (Marsono, 2013).

(43)

permasalahan yang berasosiasi dengan tanggung jawab pada yang lain, seperti anggota keluarga dan karyawan (Papalia, 2014). Seseorang yang dikaruniai pilihan psikologis dan sosiologi, sadar akan diri sendiri dan turut serta dalam perlombaan untuk tetap hidup, perlombaan untuk pengetahuan, dan perlombaan untuk kemajuan perseorangan dan kelompok. Dengan demikian, biarawati yang belajar diharapkan memiliki perubahan dan kemampuan untuk berubah.

Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan makna yang terkandung dalam belajar. Kemampuan untuk berubah karena belajar, membantu individu berkembang dari pada mahluk-mahluk lain dalam mengungkapkan diri, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan untuk dirinya (Rohmah, 2015). Selain itu, belajar juga penting untuk mempertahankan hidup di tengah-tengah persaingan dunia yang semakin ketat (Syah, 2008). Perkembangan teknologi yang semakin pesat dan tuntutan kebutuhan hidup, mendorong biarawati belajar sesuatu yang baru dan memberi makna yang baru.

(44)

di mana ia berada, berinteraksi, dan dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam proses pembelajaran.

2. Faktor yang Memengaruhi Proses Pembelajaran Orang Dewasa Setiap orang yang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar baginya belajar, demikian juga biarawati. Hal ini disebabkan menurunnya semua kemampuan fisik, seperti daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, daya pendengaran, daya penglihatan. Beberapa faktor berhubungan dengan karakteristik individu belajar ketika melakukan kegiatan belajar, yaitu kepribadian, gaya belajar, dan perbedaan individual. Perbedaan individual tersebut seperti perbedaan usia, pengalaman hidup, motivasi, dan persepsi diri. Faktor lainnya yang berhubungan dengan karakteristik individu belajar yaitu pergaulan dengan masyarakat di tempat kegiatan belajar berlangsung serta cara merencanakan, melaksanakan, dan menilai kegiatan belajar (Mappa & Basleman, 2011).

(45)

Faktor eksternal merupakan semua faktor yang berasal dari luar diri individu yang belajar. Faktor dari luar individu tersebut adalah faktor lingkungan belajar dan faktor penyajian. Faktor lingkungan belajar mencakup lingkungan alam, fisik, dan sosial. Faktor penyajian mencakup kurikulum, bahan ajar, dan metode penyajian (Mappa & Basleman, 2011).

Suprijanto (2007), berpendapat bahwa proses belajar terjadi dalam diri seseorang yang disebut proses intern dan terjadi di luar diri seseorang yang disebut proses ekstern. Proses belajar intern merupakan kegiatan belajar yang tidak dapat dilihat secara lahiriah. Proses belajar ekstern merupakan pencerminan dari luar yang terjadi dalam diri seseorang. Proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang mencakup motivasi, perhatian pada pelajaran, menerima dan mengingat, reproduksi, generalisasi, dan menerapkan apa yang telah diajarkan serta umpan balik.

(46)

Selain dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran pada orang dewasa, dapat juga diperhatikan ciri-ciri belajar masa dewasa. Individu yang dewasa mengembangkan kemampuan dan keterampilan agar makin banyak pengetahuan dan keterampilan baru yang diperoleh, dan semakin mantap untuk belajar lebih lanjut (Mappa & Basleman, 2011). Orang dewasa memiliki ciri tersendiri dalam belajar dan berbeda dengan ciri belajar pada anak-anak dan remaja.

3. Ciri-ciri Belajar Orang Dewasa

Ketika seseorang sudah dewasa, cara belajarnya berbeda dari cara belajarnya ketika masih anak-anak dan remaja. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran perlu memperhatikan beberapa ciri belajar orang dewasa. Menurut Suprijanto (2007), ciri belajar orang dewasa adalah memungkinkan timbulnya pertukaran pendapat, tuntutan, dan nilai-nilai; memungkinkan terjadi komunikasi timbal balik; suasana belajar yang diharapkan adalah suasana yang menyenangkan dan menantang; belajar jika pendapatnya dihormati; belajar bersifat unik; perlu adanya saling percaya antara pembimbing dan peserta didik; umumnya mempunyai pendapat yang berbeda, kecerdasan yang beragam; kemungkinan terjadinya berbagai cara belajar; belajar ingin mengetahui kelebihan dan kekurangan; orientasi belajar terpusat pada kehidupan nyata dan motivasi berasal dari diri sendiri.

(47)

menemukan makna belajar yang sesungguhnya. Menurut Danim (2010:140), orientasi belajar yang berpusat pada motivasi adalah: hubungan sosial untuk memperoleh teman-teman baru perlu bagi orang dewasa. Dengan adanya teman baru, orang dewasa mendapatkan pemenuhan kebutuhan asosiasi dan persahabatan; harapan eksternal untuk memenuhi kebutuhan petunjuk dari orang lain di luar diri sendiri, memenuhi harapan atau rekomendasi dari seseorang yang memiliki otoritas; meningkatkan kemampuan untuk melayani umat manusia dalam menyiapkan diri untuk melayani dalam masyarakat dan meningkatkan kemampuan berpartisipasi dalam masyarakat; kemajuan pribadi berguna untuk kemajuan status yang lebih tinggi dalam pekerjaan, kemajuan profesional yang aman, dan sejajar dengan pesaing; stimulasi berguna untuk menghilangan kebosanan, istirahat dari rutinitas di rumah; dan bagian kognitif berfungsi untuk mencari ilmu, dan untuk menjawab pertanyaan yang terpikirkan.

4. Penelitian yang Relevan

(48)

karena itu, kaum religius atau biarawati merasa tertantang dalam menghayati panggilannya, terutama dalam menjalani tugas-tugas perutusan. Seorang biarawati sadar bahwa menjadi pengikut Yesus Kristus dalam semangat kongregasinya, menerima tugas perutusan yang diyakini berasal dari Allah Bapa melalui para pemimpin dengan senang hati menerima tugas tersebut baik di dalam maupun di luar kongregasi. Biarawati dalam tugas perutusannya, mengganggap semua orang sebagai saudara, terutama yang miskin, sakit, dan tersingkir.

Perutusan tersebut merupakan sarana pertobatan, melepaskan diri dari keterikatan diri pada dunia, mengabdikan diri pada Tuhan dan sesama. Melayani sesama melalui perutusan bukan suatu kebutuhan atau karena terpaksa melainkan sebagai cinta kasih kepada sesama. Dalam salah satu penelitian, dikatakan bahwa seorang biarawati yang menghayati panggilannya tidak mengganggap perutusan itu sebagai beban berat. Perutusan subur dan berhasil bukan karena menyenangkan karena tidak menemukan tantangan, namun mampu mencapai tujuan luhur, yaitu kebahagian orang lain (Simbolon, 2005).

(49)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memuat beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian, yaitu jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, keabsahan data, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan penelitan ilmiah dengan tujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dan fenomena yang diteliti (Herdiansyah, 2010). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui makna, tantangan, hambatan, dan usaha-usaha yang dilakukan responden dan peneliti mendeskripsikannya dalam latar yang alamiah. Latar alamiah yang peneliti maksudkan adalah situasi yang diteliti benar-benar natural dan apa adanya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Peneliti melakukan penelitian ini pada salah satu Program Studi Universitas Swasta di Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada bulan September 2016 sampai bulan Maret 2017.

C. Responden Penelitian

(50)

memilih kedua biarawati sebagai responden adalah responden sudah berusia di atas tiga puluh tahun, responden sudah lebih dari enam tahun hidup membiara, dan responden merupakan mahasiswa yang masih aktif. Alasan peneliti tersebut merupakan kriteria dalam pemilihan responden penelitian. Cara yang peneliti lakukan dalam memilih responden adalah melakukan pendekatan, mengobservasi, dan mengajukan beberapa pertanyaan dalam wawancara tidak terstruktur.

D. Teknik dan InstrumenPengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan Focus Gruop Discussion (FGD).Observasi yang peneliti lakukan berarti memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati dengan teliti dan sistematis sasaran prilaku yang dituju. Dalam proses pelaksanaan pengumpulan data, ada dua proses observasi yaitu observasi partisipan dan observasi nonpartisipan, (Sugiyono, 2011:204). Penelitian ini menggunakan proses observasi di mana pengamat tidak bertindak sebagai partisipan.

(51)

Teknik lainnya yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah teknik FGD. FGD atau diskusi kelompok merupakan wawancara yang dilaksanakan dalam kelompok. FGD dilakukan untuk berdiskusi dan berdialog bersama, bertatap muka dengan sesama responden penelitian guna menghasilkan suatu informasi langsung dari berbagai sudut pandang. Diskusi kelompok ini pada dasarnya wawancara yang dilaksanakan dalam kelompok.

FGD dapat dilakukan: pertama, jika peneliti memerlukan pemahaman dari sudut pandang yang lebih bervariasi. Kedua, untuk menyingkap suatu fakta secara detail dan lebih kaya. Peserta akan mengungkapkan sudut pandang masing-masing, sehingga kebenaran atau kekeliruan suatu fakta dapat terungkap. Ketiga, untuk keperluan verifikasi.Pokok permasalahan yang dibahas dalam FGD dapat diverifikasi langsung, sehingga peneliti bisa menentukan langkah selanjutnya.Sebaliknya FGD dihindari apabila topik yang dibahas mengandung beban emosional, aspek yang diungkap terlalu kritis, dan kurang ekonomis.

Menurut Herdiansyah (2010) ada ketentuan yang perlu diperhatikan apabila ingin melakukan FGD yaitu:

1. Jumlah peserta FGD antara lima sampai sepuluh orang.

2. Peserta FGD harus bersifat homogen atau berkarakteristik hampir sama. 3. Perlu dinamika kelompok. Dinamika kelompok yang dimaksud seperti

(52)

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti menggunakan instrumen untuk mengumpulkan data dengan:

1. Observasi

Observasi yang peneliti gunakan adalah obsevasi nonpartisipan.Observasi nonpartisipan berarti peneliti tidak terlibat langsung dalam aktivitas, peneliti hanya sebagai pengamat. Peneliti melakukan observasi terhadap responden ketika pertama kali melakukan pendekatan dan selama penggumpulan data. Observasi dilakukan ketika responden di kampus, saat responden menghadapi kesulitan, dan saat responden di komunitas.

Tabel 1.

Lembar Panduan Observasi

No Hari/tanggal Pukul Deskripsi

1 2 3

2. Wawancara

(53)

Tabel 2.

Pedoman Wawancara

Aspek Pertanyaan

Arti belajar 1. Apa cara yang suster lakukan dalam memaknai belajar? 2. Pengalaman apa yang mendukung suster belajar? 3. Bagi suster apa untungnya belajar?

Tantangan tugas perutusan belajar

1. Apa kesulitan yang suster temui dalam menjalankan tugas perutusan belajar?

2. Apa tantangan yang suster temui belajar di Perguruan Tinggi?

3. Tantangan zaman seperti apa yang mendorong suster bersedia menjalankan perutusan belajar?

Cara

menghadapi tantangan

1. Bagaimana cara suster berjuang menghadapi kesulitan yang suster temui sehari-hari?

2. Bagaimana cara suster memandang arti kesulitan dalam menghadapi tantangan?

3. Bagaimana cara suster membagi waktu belajar dan hidup komunitas?

Visi ke depan

1. Apa tujuan yang ingin suster capai dalam tugas perutusan belajar?

2. Apa pandangan suster tentang pentingnya perutusan belajar untuk masa depan?

3. Focus Group Discussion

Focus Group Discussion memuat pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan informasi secara langsung dan bersama dalam kelompok.

Tabel 3.

Pedoman Focus Group Discussion

No Pertanyaan

1 Situasi yang bagaimana suster harapkan memberi arti dalam belajar?

2 Tantangan-tantangan yang bagaimana mempengaruhi suster belajar?

3 Bagaimana cara suster dalam menghadapi tantangan?

(54)

E. Keabsahan Data

Untuk keabsahan data, peneliti berusaha mencatat, mendokumentasikan, dan menafsirkan setiap jawaban dari yang diwawancarai.Di luar data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data, peneliti menggunakan tehnik triangulasi. Pengujian kredibilitas pada triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, berbagai cara, dan waktu (Sugiyono, 2011).

Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data untuk menggabungkan teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada.Teknik triangulasi terdiri dari dua jenis, yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber berarti mengecek data yang sudah diperoleh melalui beberapa sumber. Peneliti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Teknik triangulasi yang peneliti gunakan adalah observasi, wawancara, dan FGD untuk sumber yang sama.

(55)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2011:335).

Teknik analisis data dapat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Tahap membaca verbatim.

Verbatim dibaca berulang-ulang untuk menemukan ide-ide pokok tentang penelitian.

2. Tahap membuat kode (koding)

Memberi kode pada tema atau tema yang muncul pada verbatim, berdasarkan tujuan penelitian atau muncul dari data yang diperoleh. 3. Tahap kategorisasi

Setelah memberi kode pada tema yang muncul dalam verbatim, selanjutnya adalah kategorisasi atau penyajian data. Kategorisasi berarti memilah-milah tema-tema besar, sub-sub tema dari semua data sehingga dapat ditemukan pola dari verbatim.

4. Tahap menyaring data

(56)

gambaran besar dari hasil penelitian, memilah yang penting dan yang tidak penting, temuan yang utama atau yang hanya penunjang.

5. Tahap interpretasi

Setelah semua tahap dilakukan, selanjutnya melakukan interpretasi akhir.Tahap ini menjelaskan makna yang terpenting dari data yang diperoleh.

(57)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi deskripsi data dan pembahasan berupa informasi-informasi yang sudah diperoleh sebagai hasil penelitian. Untuk menjaga privasi responden, maka nama dan beberapa informasi lainnya disamarkan.

A. Deskripsi Data

(58)

1. Tempat dan Jadwal Penelitian

Inisial Responden

Waktu Tempat Keterangan

AS

Senin, 7 November 2017 09.00-10.50 WIB

Kampus Observasi pada saat belajar di kelas Senin, 28 November 2016

12.00-13.00 WIB

Kampus Observasi pada saat belajar di kelas Senin, 17 Januari 2017

11.00-12.30 WIB Minggu, 15 Januari 2017

11.23-12.00 WIB

Komunitas responden

Wawancara

KS

Jumat, 30 September 2016 12.15-13.00 WIB

Kampus Observasi pada saat kerja kelompok di bawah tangga dekat sekretariat BK Rabu, 16 November 2016

10.30-11-30 WIB

Kampus Observasi pada saat keja kelompok Minggu, 22 Januari 2017

10.00-12.00 WIB Kamis, 5 Januari 2017

(59)

2. Deskripsi Umum Responden a. Responden 1

Nama : AS

Alamat : Yogyakarta

Usia : 35 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Anak ke : 11 dari 14 bersaudara

Penampilan : rambut keriting, berperawakan sedang, kulit agak gelap, berkacamata, bentuk wajah lonjong, hidung sedang, berbadan agak pendek dan gemuk.

Riwayat pendidikan : SD sudah naik kelas tiga tapi karena merasa belum mampu akhirnya minta turun kembali ke kelas 2. Masuk biara salah satu kongregasi tahun 2000 dan kaul kekal tahun 2010. Mulai kuliah tahun 2013.

Ciri-ciri kepribadian : Kurang sabar, ramah , terbuka perhatian, mudah Iba

b. Responden 2

Nama : KS

Alamat : Yogyakarta

Usia : 33 tahun

(60)

Anak ke : 3 dari 5 bersaudara

Penampilan : rambut lurus dan hitam, kulit putih, bentuk wajah agak bulat, hidung sedang, bibir sedang, berbadan kecil dan agak gemuk. Riwayat pendidikan : selama sekolah tidak pernah gagal. Masuk

biara salah satu kongregasi tahun 2007. Mulai kuliah tahun 2014.

Ciri-ciri kepribadian : ramah, sabar, lembut 3. Hasil Penelitian

Dari observasi, wawancara, dan FGD yang dilakukan peneliti terhadap kedua responden diperoleh hasil yang berkaitan dengan makna tugas perutusan belajar.

a. Cara biarawati memaknai belajar.

Kedua responden memiliki beberapa cara yang sama dalam memaknai belajar. Responden belajar serius dan tekun. Keseriusan dan ketekunan responden ditunjukkan dengan cara mendengarkan aktif ketika ada penjelasan, aktif bertanya, aktif menjawab, berusaha memahami apa yang disampaikan, disiplin waktu dengan cara datang tidak terlambat dan berpikir optimis. Hal ini dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara dengan kedua responden.

(61)

“Cara yang saya lakukan, pertama saya optimis, tidak main-main

ya”. (DK51/MPB-w/003-004)

Selain dalam wawancara, ungkapan tersebut dapat juga dilihat dalam hasil FGD. Berikut kutipan FGD kedua responden:

“Belajar yang baik bagi saya terutama di dalam kelas, saya menginginkan suasana itu hening. Artinya menciptakan situasi yang nyaman ketika dosen menjelaskan, kita bisa mendengarkan dosen dengan baik. Kita bisa bertanya. Lalu juga, ketika ada interaksi antara dosen dengan mahasiswa, ketika dosen bertanya dan mahasiswa bisa menjelaskan lagi apa yang diterangkan. Selain itu, tidak ada yang masuk terlambat apalagi dosen menjelaskan..Karena saya belajar tidak asal-asalan”.

(DA221/MPB-FGD/025-037)

“…mahasiswa lebih serius. Artinya ketika dosen menerangkan dan dosen bertanya mahasiswa mengerti atau diberi kesempatan bertanya. Ketika dosen itu bertanya kepada mahasiswa dan mahasiswa menjawab tidak disalahkan. Karena kan kita berusaha, tidak main-main”. (DK221/MPB-FGD/004-009)

dan kutipan hasil observasi:

Sepanjang perkuliahan Konseling Spiritual, responden sangat serius. Responden aktif menanggapi presentasi kelompok dan aktif bertanya kepada dosen. Sebelum bertanya, responden menceritakan pengalaman-pengalaman yang pernah ditemui sesuai materi perkuliahan (AS7/11/2016).

Sebelum kerja kelompok, responden sempat bertanya dengan salah satu dosen yang sedang lewat. Beberapa saat kemudian, ia diskusi bersama teman-teman kelompoknya dan mengerjakan tugas kelompok di bawah tangga dekat sekretariat BK. Pada saat diskusi, responden terlihat sangat serius (KS30/09/2016).

(62)

lebih bermakna. Jawaban kedua responden dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Karena belajar bagiku merupakan cara mengolah hidup, cara

menambah wawasan, pengetahuan”. (DA151/MPB-w/009-010)

“Selain bagaimana cara mengembangkan diri juga..tadinya belajar itu dibutuhkan orang-orang yang kreatif, berwawasan luas, dan selalu mencari cara-cara yang baik menghadapi masa depan”. (DA151/MPB-w/129-133)

“Kemudian saya juga berpikir bahwa belajar itu merupakan satu kesempatan yang berharga untuk mengembangkan diri”. (DK51/MPB-w/004-006)

“Maka itu memotivasi saya untuk berusaha belajar dan memahami bahwa belajar merupakan proses dari yang tidak tahu menjadi

tahu”. (DK51/MPB-w/009-012)

Jawaban yang sama juga dapat dilihat dari jawaban responden dalam diskusi. Ungkapan kedua responden dapat dilihat dari kutipan hasil FGD berikut:

“Selain mengembangkan diri juga dibutuhkan orang-orang yang lebih kreatif, punya wawasan yang luas dan selalu mencari cara-cara yang baik ketika menghadapi masa depan. Maka, saya menuntut diri lebih kreatiflah selama belajar”. (DA221/MPB -FGD/185-190)

“Saya selalu optimis dan berpikir bahwa belajar itu kesempatan

saya mengembangkan diri..”. (DK221/MPB-FGD/021-023)

Selain itu, responden KS berpendapat bahwa belajar merupakan proses dari ketidaktahuan menjadi tahu.

“Maka itu memotivasi saya untuk berusaha belajar dan memahami bahwa belajar merupakan proses dari yang tidak tahu menjadi

(63)

Dari hasil observasi, wawancara, dan FGD tersebut dapat dipahami bahwa cara responden memaknai belajar yakni belajar serius dan tekun dengan cara mendengarkan, bertanya, menjawab, berusaha memahami, optimis, dan disiplin waktu. Responden juga berusaha menggunakan kesempatan belajar dengan baik untuk mengembangkan diri, mengolah diri, menambah wawasan, dan menambah pengetahuan. Selain itu, belajar merupakan proses yang dialami mulai dari responden belum tahu sampai responden tahu. Sehingga bagi responden belajar menjadi lebih bermakna.

b. Alasan biarawati sehingga bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar.

Responden termotivasi untuk belajar karena keprihatianan pada permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat, kurang pengetahuan, kurang kemampuan, kurang kesabaran untuk membantu orang lain. Ungkapan tersebut terdapat pada hasil wawancara. Kutipan hasil wawancara kedua responden sebagai berikut:

“Saya punya pengalaman mendampingi anak asrama. Tapi saya belum tahu bagaimana caranya menghadapi mereka. Pengalaman saya juga belum tahu caranya bagaimana membantu orang tua anak yang bercerita masalah keluarga mereka, hidup mereka, perjuangan

mereka”. (DA151/MPB-w/012-017)

“Itu suster, sekarang ini banyak sekali perselingkuhan. Saya prihatin dengan keluarga yang istri atau suami selingkuh”. (DA151/MPB-w/067-070)

(64)

Ungkapan yang sama juga terdapat pada saat FGD. Berikut kutipan hasil FGD dari kedua responden.

“Dulu saya ditugaskan di asrama tetapi saya belum tahu ilmu-ilmu yang cocok untuk mendampingi anak-anak. Ketika anak-anak mengalami masalah ini, saya dengan cara apa untuk menghadapi dia dan mencari solusinya seperti apa. Perjumpaan dengan orang tua yang sharing tentang pergulatan hidup, pengalaman hidup

dalam berkeluarga”. (DA221/MPB-FGD/039-045)

“sekarang ini banyak terjadi perselingkuhan, pertentangan di mana

-mana”. (DA221/MPB-FGD/111-112)

“Jika dilihat pengalaman ketika mandampingi anak panti, di mana saat itu saya.. pendidikan dan pengalaman masih rendah, kemampuan saya masih kurang, kadang kurang… kurang sabar”. (DK221/MPB-FGD/009-013)

Kedua responden juga bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar meskipun mengalami kesulitan. Anjuran dan Peraturan Pemerintah, kebutuhan Kongregasi, dan kesadaran diri mereka sendiri memotivasi responden. Hal ini dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara dan FGD berikut:

“Makanya, selain dari tuntutan pemerintah atau peraturan pemerintah yang menganjurkan..contoh saja yang kerja di sekolah perlu S1. Selain itu, kongregasi memang membutuhkan orang ya

untuk itu”. (DA151/MPB-w/019-023)

“Maka peraturan pemerintah dan juga dari diri saya sendiri mendorong saya menjalankan perutusan belajar ini”. (DK51/MPB -w/079-081)

“Belajar selain karena memang peraturan..peraturan pemerintah

juga kongregasi..”.(DA221/MPB-FGD/181-182

(65)

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa responden termotivasi melaksanakan tugas perutusan belajar karena Peraturan Pemerintah, kebutuhan Kongregasi, dan kesadaran diri responden. Kesadaran responden tersebut karena keprihatinan, dan kurang pengetahuan, kemampuan, kesabaran dalam menolong orang lain.

c. Bentuk-bentuk kesulitan yang ditemui biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi.

Responden melaksanakan tugas perutusan belajar berhadapan dengan berbagai tantangan. Tantangan-tantangan kedua responden sama berupa kurangnya kemampuan menjalankan komputer dan kekurangan mendapatkan informasi. Hal ini dapat ditemukan kutipan wawancara berikut:

“Di kelas itu sering ribut saat dosen menjelaskan. Saya terganggu karena tidak sopan, tidak menghargai. Lalu, kesulitan saya juga menjalankan komputer belum terlalu pandai. Tapi kesulitan saya juga selalu ngantuk itu, mudah tertidur di kelas. Terlebih jam satu jam dua itu, godaan bagi saya untuk tidur”. (DA151/MPB -w/039-044)

“Kemudian juga kesulitan itu ya dengan perkembangan jaman itu... teknologi canggih ya.. mereka lebih cepat mengoprasikan laptop, tapi saya lamban dan juga cara saya menangkap”. (DK51/MPB -w/052-055)

Responden AS terganggu dengan suasana kelas yang ribut dan mudah mengantuk. Hasil observasi juga menunjukkan hal yang sama.

Gambar

Tabel 3: Pedoman Focus Discussion Group ...........................................................
Tabel 1.  Lembar Panduan Observasi
Tabel 2. Pedoman Wawancara

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana telah disinggung, kondisi kelas pekerja yang kian terfragmentasi produk dari rezim tenaga kerja fleksibel yang berke- lindan dengan kecenderungan politik sayap kiri

Pada pengklasifikasian data terdapat jenis kalimat deklaratif berisikan ungkapan perasaan dalam talk show “Mata Najwa” di youtube unggahan Januari 2017 sebanyak 31

Kelebihan dari masing – masing metode cara penilaian harga wajar saham adalah FCFE dapat terapkan pada semua perusahaan karena penilaian didasarkan pada aliran

Atas dasar latar belakang dan pembatasan masalah diatas maka masalah yang hendak dicarikan pemecahannya sebagai berikut : “ Apakah ada Melalui Discovery Learning

Besarnya risiko paparan uap herbal antinyamuk yang mengandung serai dapur, serai wangi, nilam, lemon, dan lavender terhadap gambaran histopatologi bronkus

Beside the data from writing test of descriptive text and answer the fill in the blank questions, the researcher obtained the information from the questionnaire

2.135 atau 25,48% dari jumlah seluruh penduduk Desa Serang, sementara penduduk yang masuk usia produktif yaitu pada kelompok usia 15-64 tahun yaitu sebanyak 5821

Pada pedagang pengecer (pasar) keuntungan yang didapatkan dibawah pedagang besar, dan resiko yang didapatkkan dalam kegiatan penyaluran tataniaga cukup tinggi