• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2021"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI DAN EVALUASI TABLET EKSTRAK ETANOL UMBI BIT (Beta vulgaris L.) DENGAN VARIASI

KONSENTRASI PVP DAN GELATIN SEBAGAI BAHAN PENGIKAT MENGGUNAKAN

METODE GRANULASI BASAH

SKRIPSI

OLEH : VELLINDA NIM 171501112

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

FORMULASI DAN EVALUASI TABLET EKSTRAK ETANOL UMBI BIT (Beta vulgaris L.) DENGAN VARIASI

KONSENTRASI PVP DAN GELATIN SEBAGAI BAHAN PENGIKAT MENGGUNAKAN

METODE GRANULASI BASAH SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH : VELLINDA NIM 171501112

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

iii

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta anugrahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Evaluasi Tablet Ekstrak Etanol Umbi Bit (Beta vulgaris L.) Dengan Variasi Konsentrasi PVP dan Gelatin Sebagai Bahan Pengikat Menggunakan Metode Granulasi Basah”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Umbi bit adalah salah satu bahan pangan yang berwarna merah keunguan dengan kandungan pigmen betalain yang merupakan kombinasi antara pigmen ungu betasianin dan pigmen kuning betaxantin yang berkhasiat sebagai antioksidan, antikolesterol, dan lain-lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasikan tablet ekstrak umbi bit dengan variasi konsentrasi bahan pengikat menggunakan metode granulasi basah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tablet ekstrak umbi bit dapat dicetak menjadi tablet dengan variasi konsentrasi bahan pengikat PVP dan gelatin serta memberikan hasil uji preformulasi granul dan evaluasi tablet yang memenuhi syarat. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat serta memberikan informasi ilmiah tentang pengembangan dari bahan alam berupa umbi bit dalam bidang Teknologi Farmasi khususnya tablet.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu T.Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, serta bantuan selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., dan Bapak Bayu Eko Prasetyo,

(5)

v

S.Farm., M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan, berupa kritik, saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku dosen penasihat akademik, serta kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu-ilmu yang berharga selama perkuliahan.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada kedua orang tua, Ayah Gianto Lo dan Ibu Go Sui Lie, Abang Hartono Louis dan keluarga yang telah memberikan cinta dan kasih sayang, doa, semangat dan dorongan serta pengorbanan baik moril maupun materil selama proses pendidikan hingga penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini juga, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Anggrainy, Chelsea, Chelvia, Louis, Vivienne serta semua teman-teman yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis selama masa perkuliahan, penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang farmasi.

Medan, 27 Juli 2021 Penulis,

Vellinda

NIM 171501112

(6)

vi

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Vellinda

Nomor Induk Mahasiswa : 171501112 Program Studi : Sarjana Farmasi Judul Skripsi :

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya saya sendiri dan bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui skripsi saya tersebut terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, 27 Juli 2021 Penulis,

Vellinda

NIM 171501112

Formulasi dan Evaluasi Tablet Ekstrak Etanol Umbi Bit (Beta vulgaris L.) Dengan Variasi Konsentrasi PVP dan Gelatin Sebagai Bahan Pengikat Menggunakan Metode Granulasi Basah

(7)

vii

FORMULASI DAN EVALUASI TABLET EKSTRAK ETANOL UMBI BIT (Beta vulgaris L.) DENGAN VARIASI KONSENTRASI PVP DAN

GELATIN SEBAGAI BAHAN PENGIKAT MENGGUNAKAN METODE GRANULASI BASAH

ABSTRAK

Latar Belakang: Bit merupakan salah satu bahan alam yang memiliki banyak manfaat seperti antidepressan, antimikroba, antioksidan, antiradang, diuretik, serta karminatif. Seiring dengan perkembangan dalam bidang formulasi, tablet merupakan salah satu sediaan yang semakin disukai pemakaiannya karena praktis dan efisien serta stabil secara fisik. Umbi bit sendiri telah diformulasi dalam sediaan kapsul dan kaplet, namun belum tersedia dalam bentuk tablet.

Tujuan: Untuk mengetahui apakah ekstrak umbi bit dengan berbagai variasi bahan pengikat dapat dicetak menjadi tablet dengan metode granulasi basah, serta untuk mengetahui pengaruh variasi jenis dan konsentrasi bahan pengikat terhadap evaluasi fisik sediaan tablet ekstrak umbi bit.

Metode: Simplisia umbi bit dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi, setelah itu dibuat menjadi ekstrak kental menggunakan pelarut etanol 96% dengan cara maserasi selanjutnya ekstrak dikeringkan dengana aerosil (2:1). Tablet dibuat dengan metode granulasi basah dalam enam formula dengan variasi bahan pengikat yaitu PVP 1%, 3%, 5% dan gelatin 1%, 3%, 5%. Granul yang dihasilkan dilakukan uji preformulasi, granul dicetak menjadi tablet kemudian dilakukan evaluasi yang meliputi uji kekerasan, keseragaman bobot, friabilitas dan waktu hancur. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan SPSS 22 menggunakan metode One way ANOVA, Kruskal-Wallis dan One Sample T-test.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua formula dapat dicetak menjadi tablet dengan metode granulasi basah. Formula dengan bahan pengikat PVP menghasilkan tablet dengan rentang kekerasan 5,05-5,45 kg, kerapuhan 0,14- 0,62%, waktu hancur 10,05-10,52 menit dan formula dengan bahan pengikat gelatin menghasilkan tablet dengan dengan rentang kekerasan 6,05-6,6 kg, kerapuhan 0,21- 0,35%, waktu hancur 12,32-13,24 menit serta hasil keseragaman bobot tablet semua formula memenuhi persyaratan. Dari hasil analisis diketahui bahwa keenam formula tablet ekstrak umbi bit tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05) pada keseragaman bobot, kekerasan dan waktu hancur.

Kesimpulan: Ekstrak umbi bit dengan variasi bahan pengikat dapat dicetak menjadi tablet dengan metode granulasi basah. Hasil uji evaluasi sediaan tablet ekstrak umbi bit menunjukkan bahwa jenis dan konsentrasi bahan pengikat memberikan pengaruh terhadap uji evaluasi tablet yang meliputi keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur, dimana semakin besar konsentrasi bahan pengikat maka kekerasan dan waktu hancur akan semakin besar dengan tingkat kerapuhan yang semakin kecil. Data statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata hasil uji friabilitas tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada hasil uji keseragaman bobot, kekerasan dan waktu hancur tablet.

Kata Kunci: Umbi bit, bahan pengikat, PVP, gelatin, granulasi basah

(8)

viii

TABLET FORMULATION AND EVALUATION OF BEETROOT (Beta vulgaris L.) ETHANOLIC EXTRACT WITH VARIOUS

CONCENTRATION OF PVP AND GELATINE AS BINDERS USING WET GRANULATION METHOD

ABSTRACT

Background: Beetroot is one of the natural ingridients that have many benefits, such as antidepressants, antimicrobials, antioxidants, anti-inflammatory, diuretic and carminative. Along with the developments in the field of formulation, tablet is one of the preparations that are increasingly preferred for use because it is practical, efficient and physically stable. The beetroot itself has been formulated in capsules and caplets, but it is not yet available in tablet form.

Objective: To discover whether the extract of beetroot with various concentrations of binder could be compressed into tablets using the wet granulation method, and to find out the effect of various type and concentration of binders on the physical evaluation of beetroot extract tablets.

Method: The simplicia of beetroot was carried out by phytochemical screening and characterization, then it was made into a thick extract using 96% ethanol solvent by maceration, the extract then was dried with aerosil (2:1). Tablets were made using wet granulation method into six formulas with various type of binders, namely PVP 1%, 3%, 5% and gelatine 1%, 3%, 5%. The granules obtained were subjected to a preformulation test, the granules were compressed into tablets then evaluation was carried out included test of hardness, weight uniformity, friability and disintegration time. The data obtained were then analyzed with SPSS 22 using One way ANOVA, Kruskal-Wallis and One Sample T-test methods.

Results: The results showed that all formulas could be compressed into tablets by the wet granulation method. Formulas with PVP binders resulted in a hardness range of 5,05-5,45 kg, friability 0,14-0,62%, disintegration time of 10,05-10,52 minutes and formulas with gelatine binders resulted in hardness range of 6,05-6,6 kg, friability 0,21-0,35%, disintegration time 12,32-13,24 minutes and the results of weight uniformity of all formulas met the requirements needed. The statistical analysis showed that six formulas of beetroot extract tablets did not show a significant difference (p>0,05) in weight uniformity, hardness and disintegration time.

Conclusion: Beetroot extract with various type of binders can be compressed into tablets using the wet granulation method. The evaluation results of beetroot extract tablets showed that various type and concentration of the binders had an effect on the physical evaluation which included weight uniformity, hardness, friability and disintegration time, wherein the greater the concentration of the binder, the greater the hardness and disintegration time along with the friability which is getting smaller. Statistical data showed that there was a significant difference in tha average of friability test results but did not show a significant difference in the results of weight uniformity, hardness and disintegration time of tablets.

Keywords: Beetroot, binder, PVP, gelatin, wet granulation

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Uraian Tanaman Umbi Bit ... 8

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Umbi Bit ... 8

2.1.2 Morfologi Tanaman Umbi Bit ... 8

2.1.3 Kandungan Kimia Umbi Bit ... 10

2.1.4 Manfaat Umbi Bit ... 11

2.1.5 Dampak Konsumsi Umbi Bit Berlebihan ... 12

2.2 Simplisia dan Ekstrak ... 13

2.2.1 Simplisia ... 13

2.2.2 Ekstrak ... 14

2.3 Granul ... 16

2.4 Tablet ... 17

2.4.1 Pengertian Tablet ... 17

2.4.2 Metode Pembuatan Tablet ... 18

2.4.2.1 Granulasi basah ... 18

2.4.2.2 Granulasi kering ... 19

2.4.2.3 Cetak langsung ... 20

2.4.3 Komposisi Tablet ... 20

2.4.4 Uraian Bahan ... 21

2.4.5 Evaluasi Tablet ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Metode Penelitian... 26

3.2 Alat dan Bahan ... 26

3.2.1 Alat ... 26

3.2.2 Bahan ... 27

3.3 Penyiapan Sampel ... 27

3.3.1 Pengumpulan Sampel ... 27

3.3.2 Identifikasi Sampel... 27

(10)

x

3.3.3 Pembuatan Simplisia ... 27

3.4 Skrining Fitokimia Simplisia Umbi Bit ... 28

3.4.1 Identifikasi Alkaloida ... 28

3.4.2 Identifikasi Flavonoida ... 28

3.4.3 Identifikasi Glikosida... 28

3.4.4 Identifikasi Tanin ... 29

3.4.5 Identifikasi Saponin ... 29

3.4.6 Identifikasi Steroid/Triterpen... 29

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Umbi Bit ... 30

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik ... 30

3.5.2 Penentuan Kadar Air... 30

3.5.3 Penentuan Kadar Sari Larut Air ... 31

3.5.4 Penentuan Kadar Sari Larut Etanol ... 31

3.5.5 Penetapan Kadar Abu Total ... 31

3.5.6 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 31

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Bit ... 32

3.7 Pemeriksaan Karakterisasi Ekstrak Etanol Umbi Bit ... 32

3.7.1 Penentuan Kadar Air... 32

3.8.2 Penetapan Kadar Abu ... 33

3.8.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 33

3.8 Pembuatan Ekstrak Kering Umbi Bit ... 34

3.9 Pembuatan Larutan Pengikat ... 34

3.9.1 Pembuatan Larutan Pengikat Polivinilpirolidon (PVP) ... 34

3.9.2 Pembuatan Larutan Pengikat Gelatin ... 34

3.10 Penetapan Dosis dan Formula Pembuatan Tablet ... 34

3.11 Prosedur Kerja Pembuatan Tablet Ekstrak Umbi Bit ... 36

3.12 Uji Preformulasi Granul ... 36

3.12.1 Waktu Alir ... 36

3.12.2 Sudut Diam ... 37

3.12.3 Indeks Tap ... 37

3.12.4 Uji Kelembaban Granul ... 38

3.13 Uji Evaluasi Tablet ... 38

3.13.1 Uji Kekerasan Tablet... 38

3.13.2 Keseragaman Bobot ... 38

3.13.3 Uji Friabilitas ... 39

3.13.4 Uji Waktu Hancur ... 39

3.14 Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Hasil Identifikasi Tanaman ... 41

4.2 Hasil Pengolahan Sampel ... 41

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Umbi Bit ... 41

4.4 Hasil Uji Karakterisasi ... 42

4.4.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik... 42

4.4.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik ... 42

4.4.3 Hasil Uji Karakterisasi Simplisia Umbi Bit ... 42

4.4.4 Hasil Uji Karakterisasi Ekstrak Etanol Umbi Bit ... 44

4.5 Hasil Ekstraksi Umbi Bit ... 44

4.6 Hasil Pembuatan Ekstrak Kering Umbi Bit ... 44

4.7 Hasil Uji Preformulasi Granul ... 45

(11)

xi

4.7.1 Waktu Alir ... 46

4.6.2 Sudut Diam ... 47

4.6.3 Indeks Tap ... 48

4.6.4 Kelembaban Granul ... 49

4.7 Hasil Uji Evaluasi Tablet ... 50

4.7.1 Kekerasan Tablet ... 50

4.7.2 Keseragaman Bobot ... 53

4.7.3 Uji Friabilitas ... 54

4.7.4 Waktu Hancur ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 64

(12)

xii

DAFTAR TABEL

2. 1. Kandungan gizi dalam 100 gram umbi bit ... 10

3. 1 Formula Tablet Ekstrak Umbi Bit (Beta vulgaris L.) dengan variasi bahan pengikat untuk 50 tablet ... 35

3. 2 Syarat Penyimpangan Bobot ... 39

4. 1 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Umbi Bit ... 41

4. 2 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Umbi Bit ... 42

4. 3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak Etanol Umbi Bit ... 44

4. 4 Hasil Uji Preformulasi Granul ... 45

4. 5 Hasil Uji Kekerasan Tablet ... 51

4. 6 Hasil Uji Keseragaman Bobot Tablet ... 53

4. 7 Hasil Uji Friabilitas Tablet ... 54

4. 8 Hasil Uji Waktu Hancur Tablet... 56

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

4. 1 Histogram Hasil Uji Waktu Alir ... 46

4. 2 Histogram Hasil Uji Sudut Diam ... 47

4. 3 Histogram Hasil Uji Indeks Tap ... 49

4. 4 Histogram Hasil Uji Kelembaban Granul ... 50

4. 5 Histogram Hasil Uji Kekerasan Tablet ... 51

4. 6 Histogram Hasil Uji Friabilitas ... 55

4. 7 Histogram Hasil Uji Waktu Hancur ... 57

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 64

2. Gambar Sampel, Serbuk Simplisia dan Ekstrak Umbi Bit (Beta vulgaris L.) .. 65

3. Hasil Mikroskopik Simplisia... 66

4. Gambar Ekstrak Kering Umbi Bit, Granul Basah, dan Granul Kering ... 67

5. Gambar Tablet Ekstrak Umbi Bit ... 68

6. Gambar Alat-alat yang Digunakan... 69

7. Bagan Pembuatan Simplisia ... 71

8. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Bit ... 72

9. Bagan Pembuatan Granul Ekstrak Umbi Bit ... 73

10. Bagan Uji Preformulasi Granul Ekstrak Umbi Bit ... 75

11. Bagan Alir Pembuatan Tablet Ekstrak Umbi Bit ... 77

12. Bagan Uji Evaluasi Tablet Ekstrak Umbi Bit ... 78

13. Perhitungan Hasil Karakterisasi Simplisia Umbi Bit ... 80

14. Perhitungan % Rendemen Ekstrak Umbi Bit ... 83

15. Perhitungan Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Umbi Bit ... 84

16. Perhitungan Formula Sediaan Tablet ... 86

17. Hasil Uji Pre Formulasi ... 92

18. Hasil Evaluasi Tablet ... 94

19. Perhitungan Dosis Ekstrak Umbi Bit ... 100

20. Uji Statistik ... 101

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah sumber daya alamnya yang berlimpah. Salah satunya keberadaan flora, tumbuhan yang terdaftar luas serta beraneka ragam di seluruh pulau-pulau di Indonesia dapat dimanfaatkan menjadi tanaman hias, pengolahan menjadi makanan, maupun sebagai bahan pengobatan.

Penggunaan tanaman sebagai obat atau yang lebih kita kenal sebagai pengobatan herbal sudah lama sekali dikenal sebelum adanya pengolahan obat secara modern (Gultom dan Siagian, 2019).

Salah satu bahan alam yang memiliki banyak manfaat dan bisa digunakan sebagai obat tradisional adalah bit (Beta vulgaris L.), namun pemanfaatan umbi bit di Sumatera Utara belum menjadi perhatian (Mastuti, 2000). Beberapa bagian dari tumbuhan ini digunakan dalam sistem pengobatan seperti antioksidan, antihipertensi, antikanker, antidiabetes, antikolesterol (Hadipour, dkk., 2020), antidepressan, antimikroba, antijamur, antiradang, diuretik, ekspektoran, dan karminatif (Jasmitha, dkk., 2018).

Umbi bit adalah salah satu bahan pangan yang berwarna merah keunguan dengan pigmen betalain yang merupakan kombinasi antara pigmen ungu betasianin dan pigmen kuning betaxantin. Pigmen ungu betasianin termasuk senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan dan diketahui dapat mencegah proses oksidatif yang berkontribusi pada timbulnya beberapa penyakit degeneratif pada manusia (Strack, dkk., 2003). Pigmen betasianin stabil pada pH 3-7 (Stintzing dan Carle, 2007) dan bersifat hidrofilik sehingga dalam proses ekstraksinya digunakan

(16)

2

pelarut air atau pelarut organik seperti etanol (Priatni dan Pradita, 2015). Pada penelitian ini, digunakan pelarut etanol dengan metode ekstraksi secara maserasi berdasarkan pada sifat kelarutan dan ketidakstabilan dari pigmen betasianin.

Apabila digunakan pelarut air, maka dapat mengakibatkan kerusakan pigmen betasianin dikarenakan titik didih air yang tinggi yaitu 1000C sehingga digunakan pelarut etanol dengan titik didih yang lebih rendah yaitu 800C secara maserasi dimana metode ini tidak diperlukan adanya pemanasan yang dapat merusak pigmen serta peralatan yang digunakan sederhana (Havlikova dan Mikova, 1983).

Penggunaan bit (Beta vulgaris L.) dapat menurunkan kolesterol karena terdapat flavonoid yang bekerja mengurangi trigliserida dan kadar kolesterol. Pada penelitian sebelumnya oleh Al-Dosari et al (2011), bit dapat menurunkan kadar kolesterol pada tikus hiperkolesterolemia dan secara signifikan meningkatkan High Density Lipoprotein Cholesterol (HDLC). Pada penelitian oleh Yuniarti dkk (2019), ekstrak etanol umbi bit secara efektif menurunkan kadar kolesterol pada tikus yang diberikan pakan tinggi kolesterol selama 35 hari. Pada penelitian oleh Manurung dan Mangunsong (2018), menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi bit dengan dosis 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari pada tikus mampu menurunkan kadar LDL dalam darah yang sebelumnya diinduksi dengan larutan sukrosa.

Betasianin dalam umbi bit merupakan salah satu antioksidan yang berperan dalam pencegahan dislipidemia yang merupakan faktor utama penyebab penyakit jantung (PJK) (Ravichandran, dkk., 2013).

Saat ini sediaan farmasi dari umbi bit yang beredar di pasaran dikemas dalam bentuk kapsul yang berfungsi sebagai suplemen dan bentuk kaplet ekstrak umbi bit yang dikombinasi dengan ekstrak lain seperti daun binahong, daun kemangi, bunga rosella yang digunakan sebagai obat wasir. Serta dengan adanya

(17)

3

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anam, dkk (2013) mengenai formulasi granul effervescent dengan perbedaan metode granulasi dan kombinasi sumber asam dan oleh Abdillah (2012) tentang pengaruh jenis dan konsentrasi bahan pengikat terhadap karakteristik fisik serta analisis antioksidan tablet effervescent dengan jenis dan konsentrasi bahan pengikat dari ekstrak umbi bit. Hingga saat ini penelitian ataupun pengembangan formula umbi bit dalam bentuk sediaan tablet masih minim dimana tablet merupakan salah satu sediaan yang praktis dan efisien, memberikan dosis yang tepat pada pemakaiannya, efek yang diinginkan dapat diatur, dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak, serta stabilitas kimia dan aktifitas fisiologis dari bahan-bahan obat cukup baik bila dibandingkan dengan sediaan lain (Murtini dan Elisa, 2018).

Tablet merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam wujud tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mempunyai kandungan satu jenis obat atau lebih, dengan ataupun tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan atau eksipien dapat berperan sebagai bahan pengisi, pengembang, pengikat, pembasah atau bahan lain yang sesuai (Depkes RI, 1979).

Zat tambahan diperlukan untuk mendapatkan kualitas sediaan yang memenuhi persyaratan formulasi. Salah satu zat tambahan yang memiliki peran khusus dalam formulasi sediaan tablet yaitu bahan pengikat. Bahan pengikat menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam sebuah granulat. Kekompakan tablet selain dipengaruhi oleh tekanan pada saat kompresi juga dipengaruhi oleh bahan pengikat (Voight, 1995).

Bahan pengikat yang sering digunakan yaitu polivinil pirolidon (PVP) dan gelatin. Keunggulan PVP dibandingkan pengikat lain seperti gelatin, mucilago amili, dll yaitu PVP dapat berfungsi sebagai pengikat yang baik untuk granulasi

(18)

4

basah, kering dan kempa langsung, serta granul yang dihasilkan memiliki sifat alir yang baik, sudut diam yang minimum, menghasilkan fines lebih sedikit dan daya kompaktibilitasnya lebih baik (Rustiani, dkk., 2017) serta menghasilkan tablet yang tidak keras dengan waktu disintegrasi yang cepat (Ariswati, dkk., 2010). Sedangkan gelatin merupakan pengikat yang baik digunakan untuk senyawa yang sulit diikat, akan tetapi cenderung menghasilkan tablet yang keras(Siregar dan Wikarsa, 2010).

Penggunaan bahan pengikat yang berbeda bertujuan untuk melihat pengaruh dari masing-masing bahan pengikat terhadap sifat fisik tablet dimana polivinil pirolidon (PVP) merupakan suatu polimer sintetik dan Gelatin merupakan polimer alami yang mempunyai rentang konsentrasi sebagai bahan pengikat yang hampir sama diantara keduanya.

Selain bahan pengikat, salah satu bahan yang perlu diperhatikan adalah penggunaan adsorbent karena yang digunakan dalam formulasi tablet ini adalah ekstrak kental. Pada penelitian ini digunakan aerosil sebagai bahan adsorbent karena mengandung gugus sinalol yang dapat menyerap 40% air dari massanya tanpa menghilangkan sifat alirnya yang baik (Voight, 1994).

Granulasi basah merupakan salah satu metode yang paling populer karena dapat mencegah terjadinya segresi antara komponen dari campuran serbuk, meningkatkan sifat alir, meningkatkan kekompakan campuran serbuk karena penyebaran bahan pengikat yang lebih merata dalam granul, serta meningkatkan homogenitas yang dapat menjamin keseragaman bobot tablet dan kadar zat aktif (Wikantyasning, dkk., 2021). Bahan pengikat yang ditambahkan harus mempunyai jumlah yang relatif cukup, karena kekurangan atau kelebihan sedikit saja bahan pengikat akan menyebabkan granul yang tidak sesuai dengan yang diinginkan dan akan mempengaruhi hasil akhir tablet (Lieberman, et al., 1989).

(19)

5

Berdasarkan uraian diatas, mengingat bahwa penggunaan PVP dan gelatin sebagai pengikat mampu menghasilkan tablet yang memenuhi syarat evaluasi fisik serta belum adanya penelitian terdahulu tentang penggunaan PVP dan gelatin pada sediaan tablet ekstrak umbi bit, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pembuatan tablet ekstrak umbi bit dengan menggunakan variasi bahan pengikat yaitu PVP (1%, 3%, dan 5%) dan Gelatin (1%, 3%, dan 5%) menggunakan metode granulasi basah.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ekstrak umbi bit (Beta vulgaris L.) dengan variasi jenis dan konsentrasi bahan pengikat dapat dicetak menjadi tablet dengan metode granulasi basah?

2. Apakah variasi jenis dan konsentrasi bahan pengikat memberikan pengaruh terhadap evaluasi fisik sediaan tablet ekstrak umbi bit (Beta vulgaris L.)?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini diduga:

1. Ekstrak umbi bit (Beta vulgaris L.) dengan berbagai variasi bahan pengikat dapat dicetak menjadi tablet dengan metode granulasi basah.

2. Variasi jenis dan konsentrasi bahan pengikat memberikan pengaruh terhadap evaluasi fisik sediaan tablet ekstrak umbi bit (Beta vulgaris L.).

(20)

6 1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bahwa ekstrak umbi bit (Beta vulgaris L.) dengan berbagai variasi bahan pengikat dapat dicetak menjadi tablet dengan metode granulasi basah.

2. Untuk mengetahui pengaruh variasi jenis dan konsentrasi bahan pengikat terhadap evaluasi fisik sediaan tablet ekstrak umbi bit (Beta vulgaris L.).

1.5 Manfaat Penelitian

Sebagai informasi kepada industri mengenai pemanfaatan umbi bit (Beta vulgaris L.) yang diformulasikan menjadi sediaan tablet dengan berbagai variasi bahan pengikat menggunakan metode granulasi basah.

(21)

7 1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas

Variabel

Terikat Parameter

Variasi Konsentrasi

Bahan Pengikat PVP dan Gelatin yang ditambahkan Pembuatan

Granul Ekstrak Umbi Bit

Pembuatan Sediaan

Tablet Ekstrak Umbi Bit

Tablet Ekstrak Umbi Bit dengan Variasi

Konsentrasi Bahan Pengikat

PVP (1%, 3%, 5%) dan Gelatin (1%,

3%, 5%)

Waktu Alir Sudut Diam Indeks Tap Kelembaban Spesifikasi

Keseragaman Bobot Friabilitas Kekerasan Waktu Hancur Spesifikasi

Umbi bit adalah bahan pangan berwarna merah keunguan dengan pigmen betalain yaitu kombinasi antara pigmen betasianin (ungu) dan betaxantin (kuning). Pigmen betasianin termasuk kedalam

antioksidan yang berperan dalam pencegahan dislipidemia, penyebab utama penyakit jantung.

Pemilihan bentuk sediaan tablet karena tablet merupakan bentuk sediaan praktis dan efisien, memberikan dosis tepat, serta stabil selama penyimpanan.

(22)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Umbi Bit

Bit (Beta vulgaris L.) adalah tanaman yang banyak terdapat di Eropa, Asia serta di Amerika. Daun dari tanaman bit biasanya dimanfaatkan sebagai sayur sedangkan umbi bit juga dapat dimanfaatkan untuk produksi gula karena tingginya kandungan gula sukrosa serta dapat juga digunakan sebagai pewarna alami (Andarwulan dan Faradilla, 2012).

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Umbi Bit

Klasifikasi tanaman umbi bit menurut Herbarium Medanense (MEDA) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Caryophyllales Famili : Amaranthaceae

Genus : Beta

Spesies : Beta vulgaris L.

Nama Lokal : Umbi Bit

2.1.2 Morfologi Tanaman Umbi Bit

Spesies liar bit diyakini berasal dari sebagian wilayah Mediterania dan Afrika Utara dengan penyebaran kearah timur hingga wilayah barat India dan ke arah barat sampai Kepulauan Kanari dan pantai barat Eropa yang meliputi Kepulauan Inggris dan Denmark (Rubatzky dan Vincent,1998). Bit merupakan tanaman semusim yang

(23)

9

berbentuk rumput, memiliki batang yang sangat pendek dan hampir tidak terlihat.

Akar tunggangnya tumbuh menjadi umbi. Daunnya tumbuh terkumpul pada leher akar tunggang (pangkal umbi) dan berwarna kemerahan. Umbi bit berbentuk bulat atau menyerupai gasing tetapi ada pula umbi bit yang berbentuk lonjong. Ujung umbi bit terdapat akar. Bunganya tersusun dalam rangkaian bunga yang bertangkai panjang banyak (racemus) (Sunarjono, 2004).

Umbi bit adalah salah satu bahan pangan yang berwarna merah keunguan.

Pigmen yang mempengaruhi warna merah keunguan pada bit adalah pigmen betalain yang merupakan kombinasi antara pigmen ungu betasianin dan pigmen kuning betaxantin. Kandungan pigmen pada bit diyakini sangat bermanfaat mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon. Sebuah penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa bit berpotensi sebagai penghambat mutasi sel pada penderita kanker (Astawan, 2008).

Menurut Setiawan (1995), umbi bit dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:

1. Bit Putih (Beta vulgaris L. Var.cicla L.)

Tanaman ini ditanam khusus untuk menghasilkan daun besar, berdaging renyah, separuh keriting dan mengkilat ketimbang umbinya. Tulang daunnya besar dan berwarna. Warna tulang daunnya dapat berwarna putih, merah atau hijau, sedangkan warna daun berkisar dari hijau muda sampai hijau tua, dengan permukaan melengkung atau polos. Umbinya berwarna merah keputih-putihan.

2. Bit Merah (Beta vulgaris L. Var. Rubra L.)

Varietas yang warna umbinya merah tua sudah banyak ditanam dibeberapa daerah dataran tinggi di Indonesia. Ciri khas dari bit merah adalah warna akar bit yang berwarna merah pekat, rasa yang manis seperti gula, serta aroma umbi bit yang dikenal sebagai bau tanah (earthy taste) (Widyaningrum dan Suhartiningsih, yang dikenal sebagai bau tanah (earthy taste) (Widyaningrum dan Suhartiningsih, 2014).

(24)

10 2014).

2.1.3 Kandungan Kimia Umbi Bit

Bit merupakan sumber vitamin C. Selain itu, bit juga banyak mengandung vitamin B dan vitamin A sehingga baik untuk kesehatan tubuh. Oleh karena itu, bit pun dianjurkan untuk dimakan dalam jumlah yang banyak bagi penderita darah rendah. Kegunaan lain dari bit, terutama umbinya, yaitu dapat dijadikan campuran salad atau direbus (Sunarjono, 2004).

Tabel 2. 1. Kandungan gizi dalam 100 gram umbi bit

Nutrisi Jumlah

Air (g) 87,58

Energi (kkal) 43,00

Protein (g) 1,61

Total lemak (g) 0,17

Karbohidrat (g) 9,56

Serat, total serat (g) 2,80

Total gula (g) 6,76

Calsium, Ca (mg) 16,00

Iron, Fe (mg) 0,80

Magnesium, Mg (mg) 23,00

Phosphorus, P (mg) 40,00

Potassium, K (mg) 325,00

Sodium, Na (mg) 78,00

Zinc, Zn (mg) 0,35

Vitamin C (mg) 4,9

Thiamin (mg) 0,031

Riboflavin (mg) 0,040

Vitamin B-6 (mg) 0,067

Folat, DFE (μg) 109,00

Vitamin B-12 (μg) 0,00

Vitamin A, RAE (μg) 2,00

Vitamin A, IU 33,00

Vitamin E (mg) 0,04

Vitamin D, IU 0,00

Sumber: USDA, 2016

(25)

11

Bit merah merupakan salah satu sayuran dengan kandungan senyawa antioksidan tertinggi, yaitu 1,98 mmol/100g. Kandungan senyawa antioksidan dalam bit merah terdiri dari senyawa flavonoid (350-2760 mg/kg), betasianin (840- 900 mg/kg), betanin (300-600 mg/kg), asam askorbat (50-868 mg/kg), dan karotenoid (0,44 mg/kg) (Ananda, 2008).

2.1.4 Manfaat Umbi Bit

Menurut Kumar (2015), bit memiliki beberapa manfaat, yaitu:

a. Anemia, kandungan zat besi yang tinggi dalam bit dapat meregenerasi dan mengaktifkan kembali sel darah merah dan memasok oksigen ke dalam tubuh, sedangkan kandungan tembaga dalam bit akan membantu bioavailibitas zat besi dalam tubuh meningkat.

b. Tekanan darah, kandungan buat bit dapat membantu menormalkan tekanan darah baik menurunkan atau meningkatkan tekanan darah.

c. Kanker, kandungan betain dan asam amino dalam umbi bit memiliki sifat antikanker yang signifikan.

d. Sembelit, umbi bit yang disajikan dalam bentuk jus dan diminum secara teratur akan membantu meredakan sembelit.

e. Ketombe, pengaplikasian jus bit yang dicampurkan dengan sedikit cuka pada kulit kepala dapat membantu menghilangkan ketombe.

f. Detoksifikasi, kandungan kolin dari jus bit dapat membantu menghilangkan zat beracun dalam tubuh.

g. Tukak lambung, campuran madu dengan jus bit jika dikonsumsi dua atau tiga kali seminggu dengan perut kosong membantu meredakan penyakit maag.

h. Penyakit ginjal, jus bit jika ditambah dengan jus wortel dapat membantu menyembuhkan penyakit ginjal.

(26)

12

i. Toksisitas hati atau empedu, jus bit dapat membantu menyembuhkan keracunan hati atau penyakit empedu, seperti penyakit kuning, hepatitis, keracunan makanan, diare atau muntah.

j. Gangguan kulit, umbi bit yang direbus airnya dapat diaplikasikan pada bisul, radang kulit dan mengatasi jerawat dan pustula.

k. Meningkatkan gairah seks, umbi bit mengandung boron dalam jumlah tinggi yang secara langsung berhubungan dengan produksi hormon seks manusia.

l. Menurunkan kolesterol, kandungan betasianin dari umbi bit yang termasuk kedalam kelompok flavonoid dapat meningkatkan antioksidan sehingga mencegah reaksi oksidasi LDL dan meningkatkan HDL secara signifikan.

2.1.5 Dampak Konsumsi Umbi Bit Berlebihan

Umbi bit mempunyai kandungan gizi yang tinggi dan dapat dikonsumsi mulai dari akar, buah sampai ke daun. Namun demikian ada beberapa kandungan dari umbi bit yang menimbulkan efek samping jika dikonsumsi berlebihan atau pada dosis yang tidak tepat yaitu melebihi 200 g/ hari. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut: (Blazovics, et al., 2007; Han, et al., 2015;

Oliveira, et al. 2011; Sauder dan Rawla, 2021) a) Menyebabkan beeturia

Beeturia adalah istilah dari warna urin yang berwarna merah ungu seperti umbi bit. Kandungan betasianin yang menyebabkan warna merah ungu pada bit, jika mengonsumsi bit terlalu banyak dapat terjadi beeturia.

b) Batu ginjal

Kandungan asam oksalat pada umbi bit dapat menyebabkan batu ginjal jika dikonsumsi dalam jumlah berlebih. Terdapat empat jenis batu ginjal dengan mineral kalsium yang paling umum. Kalsium dapat bergabung dengan zat lain, terutama

(27)

13

oksalat, membentuk kristal kalsium oksalat. Umbi bit mempunyai kandungan oksalat yang tinggi dan dapat secara langsung berkontribusi pada batu ginjal dengan cara meningkatkan ekskresi oksalat urin.

c) Anafilaksis

Meskipun jarang, bit dapat menyebabkan anafilaskis, yang merupakan reaksi alergi akut terhadap alergen yang membuat tubuh menjadi hipersensitif.

Dalam sebuah penelitian, seorang gadis mengeluhkan urtikaria (ruam merah pada kulit yang sangat gatal, kadang-kadang menyebabkan pembengkakan yang berbahaya) dan asma setelah mengkonsumsi umbi bit rebus.

d) Tidak baik untuk hati (liver)

Umbi bit kaya akan kandungan zat besi, magnesium, tembaga dan fosfor.

Jika umbi bit dikonsumsi secara berlebihan maka logam yang masuk ke dalam tubuh akan menumpuk dan menyebabkan akumulasi pada organ hati, sehingga timbunan logam tersebut akan berbahaya bagi hati maupun pankreas.

2.2 Simplisia dan Ekstrak 2.2.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat yang belum mengalami perubahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan (Departemen Kesehatan RI, 1979).

Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, penyimpanan dan pemeriksaan mutu. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Sebelum diserbuk, simplisia nabati harus dibebaskan dari debu, pasir atau pengotor lain yang

(28)

14

berasal dari tanah maupun benda organik asing (Departemen Kesehatan RI, 1995).

2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocokdi luar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI, 1979).

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari suatu bagian tanaman obat.

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Sitorus, 2018).

Ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan, yaitu:

a) Maserasi

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat di desak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986).

Keuntungan proses maserasi diantaranya adalah bagian tanaman yang akan diekstraksi tidak harus dalam wujud serbuk yang halus, tidak diperlukan keahlian khusus dan lebih sedikit kehilangan alkohol sebagai pelarut pada proses perkolasi/soxhlet, dll. Sedangkan kerugian proses maserasi adalah perlunya dilakukan pengadukan, pengepresan dan penyaringan, terjadinya residu pelarut di dalam ampas, serta mutu produk akhir yang tidak konsisten (Kumoro, 2015).

(29)

15 b) Perkolasi

Perkolasi merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali (Ditjen POM, 2000).

c) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dengan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 1986).

d) Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat soxhlet yang sampelnya dibungkus dengan kertas saring sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 1986).

e) Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-500C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan (Depkes RI, 1986).

f) Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 900C 0C selama 15 menit (Depkes RI, 1986).

(30)

16 selama 15 menit (Depkes RI, 1986).

g) Dekoktasi

Dekoktasi adalah infudasi pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 1986).

2.3 Granul

Granul merupakan gumpalan-gumpalan dari partikel yang lebih kecil yang umumnya memiliki bentuk yang tidak merata seperti partikel tunggal yang lebih besar. Ukuran granul biasanya berkisar antara ayakan 4-12, walaupun demikian granul dari bermacam-macam ukuran lubang ayakan mungkin dapat dibuat sesuai dengan tujuan pemakaiannya (Ansel, 2008). Granul yang baik memiliki bentuk dan warna yang homogen, sedapat mungkin memiliki distribusi yang sempit dan komponen serbuk tidak lebih dari 10%, memiliki daya luncur yang baik, menunjukan kekompakan mekanisme yang memuaskan, tidak terlampau kering (sisa lembab 3-5%), serta hancur didalam air (Voight, 1994).

Adapun pemeriksaan sifat fisik campuran granul yang dilakukan, yaitu:

a. Waktu alir

Merupakan waktu yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah granul pada alat yang dipakai. Apabila granul mempunyai sifat alir yang baik maka pengisian pada ruang kempa menjadi konstan sehingga dihasilkan tablet yang mempunyai bobot seragam (Parrott, 1971).

b. Sudut diam

Sudut diam adalah sudut yang terbentuk antara permukaan tumpukan granul dengan bidang horizontal. Corong berada pada suatu ketinggian yang dikehendaki diatas bidang horizontal. Bubuk atau granul dituang perlahan-lahan sampai diatas bidang horizontal. Bubuk atau granul dituang perlahan-lahan sampai didapat tumpukan bubuk yang berbentuk kerucut.

(31)

17

didapat tumpukan bubuk yang berbentuk kerucut. Bila sudut diam <30o biasanya menunjukkan bahwa granul dapat mengalir bebas, dan bila sudutnya

>40o biasanya sifat alirnya kurang baik (Banker dan Anderson, 1994).

c. Indeks pengetapan

Didefinisikan sebagai penurunan volume sejumlah granul karena kemampuannya mengisi ruang antara granul dan memampat secara lebih rapat. Alat yang digunakan volumeter, terdiri dari gelas ukur yang diletakkan pada suatu alat yang dapat bergerak naik turun secara mekanik dengan bantuan alat penggerak (Banker dan Anderson, 1994).

2.4 Tablet

2.4.1 Pengertian Tablet

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, pengembang, pengikat, pembasah atau bahan lain yang cocok (Depkes RI, 1979).

Obat-obat diberikan secara oral dalam bentuk sediaan farmasi yang beragam, masing-masing dengan keuntungan terapeutik yang mengakibatkan penggunaannya selektif oleh dokter. Perbedaan ukuran dan warna tablet pada perdagangan sering ditandai dengan monogram dari simbol perusahaan dan nomor kode sehingga memudahkan pengenalannya oleh orang-orang dan bermanfaat sebagai perlindungan tambahan bagi kesehatan masyarakat (Ansel, 2008).

Menurut Banker dan Anderson (1994), tablet yang dinyatakan baik harus memenuhi syarat, yaitu:

(32)

18

a. Memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama proses produksi, pengemasan serta distribusi.

b. Bebas dari kerusakan seperti pecah pada permukaan atau pada sisi-sisi tablet.

c. Dapat menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang terkandung didalamnya.

d. Dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik sehingga memberikan efek pengobatan seperti yang dikehendaki.

Tablet merupakan jenis sediaan yang banyak digunakan sampai sekarang karena memberikan dosis yang tepat pada pemakaiannya, mudah pemakaiannya, mudah pengemasannya, serta stabilitas kimia dan aktifitas fisiologis dari bahan- bahan obat cukup baik (Banker dan Anderson, 1994).

2.4.2 Metode Pembuatan Tablet

Cara pembuatan tablet secara umum dibagi menjadi tiga metode yaitu granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung.

2.4.2.1 Granulasi basah

Metode ini menjadikan campuran bahan obat menjadi basah karena penambahan bahan pembasah (pengikat). Setelah basah, massa serbuk kemudian dihomogenkan dan diayak menjadi granul, lalu dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-500C (tidak lebih dari 600C). Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin kemudian dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet (Syamsuni, 2006).

Pada metode granulasi basah, jumlah cairan pengikat yang ditambahkan ke dalam serbuk dapat diatur untuk membentuk tablet dengan sifat fisik yang diinginkan. Jika larutan terlalu banyak, granul yang terbentuk akan semakin keras, sebaliknya jika larutan yang ditambahkan kurang maka granul yang terbentuk akan sebaliknya jika larutan yang ditambahkan kurang maka granul yang terbentuk akan lunak dan rapuh (Wikantyasning, dkk., 2021).

(33)

19 lunak dan rapuh (Wikantyasning, dkk., 2021).

Keuntungan metode granulasi basah, yaitu:

a. Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas dari serbuk sehingga diharapkan tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan kompresi tertentu akan terbentuk suatu massa yang kompak, mempunyai penampilan, cukup keras dan tidak rapuh.

b. Untuk obat dengan kompaktibilitas rendah, dalam takaran tinggi dibuat dengan metode ini tidak perlu bahan penolong yang menyebabkan bobot tablet lebih besar.

c. Metode granulasi basah mencegah terjadinya segregasi komponen penyusun tablet yang homogen selama proses pencampuran.

d. Untuk zat aktif bersifat hidrofob, maka granulasi basah dapat memperbaiki kecepatan pelarutan obat (Lieberman, et al., 1989).

2.4.2.2 Granulasi kering

Metode ini tidak membuat massa serbuk yang akan dikempa menjadi basah terlebih dahulu. Metode ini cocok digunakan untuk bahan obat yang tidak tahan terhadap pemanasan atau peka terhadap kelembapan atau keduanya. Pembuatan dengan metode granulasi kering dilakukan dengan mencampur zat aktif dengan bahan tambahan, kemudian diberi tekanan hingga mengeras menjadi slug yang tidak berbentuk baik. Kemudian, tablet digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi sesuai ukuran tablet yang diinginkan (Syamsuni, 2006).

Pembuatan tablet dengan metode granulasi kering memiliki beberapa keuntungan, yaitu peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat dan proses pengeringan yang memakan waktu, baik untuk zat aktif yang kompresi tertentu akan terbentuk suatu massa yang kompak, mempunyai penampilan, cukup keras dan tidak rapuh.

(34)

20

sensitif terhadap panas dan lembab, serta mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat (Murtini dan Elisa, 2018).

2.4.2.3 Cetak langsung

Cetak atau kempa langsung dilakukan jika: Jumlah zat khasiat per tabletnya cukup untuk dicetak, zat khasiatnya mempunyai sifat alir yang baik dan zat

khasiatnya berbentuk kristal yang bersifat free-flowing (Syamsuni, 2006).

Keuntungan penggunaan metode ini adalah waktu produksi yang lebih singkat, dapat dipakai untuk bahan yang tidak tahan air, tetapi kerugiannya adalah sering terjadinya pemisahan antar partikel (segregasi) pada waktu partikel turun di hopper ke die sehingga terjadi ketidakseragaman bahan aktif (Ansel, 2008).

2.4.3 Komposisi Tablet

Pada umumnya komposisi tablet terdiri dari zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan pengikat atau perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang dapat ditambahkan bahan pewangi (flavouring agent), bahan pewarna (colouring agent) dan bahan-bahan lainnya (Ansel, 2008).

1. Pengisi

Bahan pengisi digunakan agar tablet memiliki ukuran dan massa yang dibutuhkan. Sifatnya harus netral secara kimia dan fisiologi, serta dapat dicerna dengan baik (Voigt, 1995). Selain itu pengisi dapat juga ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dicetak langsung atau untuk memacu aliran (Lachman, dkk., 1994). Contoh bahan-bahan pengisi yaitu: laktosa, amilum, manitol, sorbitol, avicel, kalsium sulfat dihidrat, kalsium karbonat dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).

2. Pengikat

Bahan pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu Cetak atau kempa langsung dilakukan jika: Jumlah zat khasiat per tabletnya cukup untuk dicetak, zat khasiatnya mempunyai sifat alir yang baik dan zat khasiatnya berbentuk kristal yang bersifat free-flowing (Syamsuni, 2006).

Bahan pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu granulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah ada pada

(35)

21

granulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Zat pengikat dalam ditambahkan dalam bentuk kering, tetapi lebih efektif jika ditambahkan dalam larutan (Depkes RI, 1995).

Bahan pengikat ini digunakan dengan tujuan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat (Anief, 2003), untuk memberikan kekompakan dan daya tahan tablet, juga untuk menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam butir granulat (Voigt, 1995). Pengikat yang umum digunakan yaitu: amilum, gelatin, glukosa, natrium alginat, Na CMC, PVP dan veegum (Soekemi, dkk., 1987).

3. Penghancur

Untuk memudahkan pecahnya tablet ketika terkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorpsi (Lachman, dkk., 1994). Bahan yang digunakan sebagai pengembang yaitu: amilum, gom, derivate selulosa, alginate, dan clays (Lannie dan Achmad, 2013).

4. Pelicin

Pelicin ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi pergesekan antar butir-butir granul, dan mempermudah pengeluaran tablet dari die. Bahan pelicin yaitu : metalik stearat, talk, asam stearat, senyawa lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis (Lannie dan Achmad, 2013).

2.4.4 Uraian Bahan

Pada umumnya komposisi tablet terdiri dari zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan pengikat atau perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin. Adapun bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Aerosil

Pemerian aerosil berupa silika submikroskopik dengan ukuran partikel 15 Pemerian aerosil berupa silika submikroskopik dengan ukuran partikel 15 nm, hablur ringan, warna putih, tidak berbau, tidak berasa, bubuk amorf.

(36)

22

hablur ringan, warna putih, tidak berbau, tidak berasa, bubuk amorf. Dalam bidang farmasi, aerosil sering digunakan sebagai penghancur, glidan maupun adsorben (Rowe, et al., 2009). Aerosil dapat digunakan sebagai bahan adsorbent karena mengandung gugus sinalol yang dapat menyerap 40% air dari massanya tanpa menghilangkan sifat alirnya yang baik (Voight, 1994).

2. Amilum Manihot

Amilum adalah salah satu bahan penghancur yang tersusun dari dua polimer glukosa yaitu amilosa dan amilopektin yang terikat oleh ikatan glikosidik, dan banyak terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. Amilum manihot berbentuk serbuk, tidak berbau dan tidak berasa berwarna putih atau sedikit putih.

Tidak larut dalam etanol 96% dan air dingin, amilum mengembang secara langsung dalam air pada suhu 37°C. Amilum manihot juga disebut tapioka. Amilum merupakan suatu bahan tambahan farmasi yang biasa digunakan sebagai bahan pengembang, pengering (diluen), serta bahan pengikat pada tablet maupun kapsul (Rowe, et al., 2009).

Mekanisme hancurnya tablet yang mangandung pati adalah melalui mekanisme pengembangan (swelling). Amilum akan membentuk ikatan hidrogen saat pengempaan. Ketika air masuk ke dalam tablet akan menyebabkan disintegrant mengembang dan tekanan diseluruh bagian tablet mengakibatkan ikatan partikel dalam tablet akan pecah. Tablet akan semakin cepat larut dan hancur seiring dengan bertambahnya jumlah bahan penghancur yang ditambahkan. Semakin lambat mekanisme tablet dalam mengabsorbsi air, maka semakin lama pula bahan penghancur bekerja, sehingga semakin lama pula waktu hancurnya (Pratiwi, 2011).

3. Gelatin

Gelatin merupakan polipeptida (biopolimer) dengan komponen utama

(37)

23

protein yang diperoleh melalui proses hidrolisis kolagen dari kulit, jaringan ikat putih,dan tulang hewan, dengan menggunakan asam, basa, atau enzim. Gelatin telah digunakan secara luas dalam industri makanan, farmasi dan kosmetik, karena gelatin memiliki karakteristik fisik yang unik (Mariod dan Adam, 2013).

Gelatin merupakan pengikat yang baik. Larutan gelatin harus digunakan panas untuk mencegah terbentuknya gel. Larutan gelatin dibuat dengan membiarkan gelatin terhidrasi dalam air dingin untuk beberapa jam atau semalam, kemudian campuran dipanaskan sampai mendidih. Larutan gelatin harus dibiarkan panas hingga selesai digunakan sebab larutan akan membentuk gel dalam keadaan dingin. Jika diperlukan pengikat yang lebih baik, larutan gelatin 1-10% dapat digunakan. Gelatin merupakan bahan pengikat yang mempunyai kekuatan pengikatan yang tinggi, menghasilkan granul yang seragam dengan daya kompresibilitas dan kompaktibilitas yang bagus (Siregar dan Wikarsa, 2010).

4. Polivinilpirolidon (PVP)

Granulasi yang menggunakan sistem PVP-alkohol dapat diproses dengan baik, cepat kering, dan sifat kempa sangat baik. PVP sedikit higroskopis, tablet yang dibuat dengan PVP biasanya tidak menjadi keras seiring bertambahnya waktu dan membuatnya menjadi suatu pengikat yang baik untuk tablet kunyah (Siregar dan Wikarsa, 2010).

PVP merupakan salah satu bahan tambahan farmasi yang biasanya digunakan sebagai bahan desintegran, agen pensuspensi, bahan tambahan granulasi dan sebagai bahan pengikat tablet baik dalam cetak langsung maupun granulasi basah. PVP dengan konsentrasi 0,5%-5% digunakan sebagai pengikat yang baik pada tablet (Rowe, et al., 2009).

Gambar

Tabel 2. 1. Kandungan gizi dalam 100 gram umbi bit
Tabel 3. 1 Formula Tablet Ekstrak Umbi Bit (Beta vulgaris L.) dengan variasi  bahan pengikat untuk 50 tablet
Tabel 3. 2 Syarat Penyimpangan Bobot
Tabel 4. 1 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Umbi Bit
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Setelah membaca, peserta didik secara berkelompok melakukan diskusi untuk menganalisis isi bacaan kemudian membuat peta pikiran dengan unsur apa, di mana, kapan, siapa,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis diskriminasi gender yang dialami oleh tokoh Ogino Ginko, dokter perempuan pertama di Jepang dalam novel.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

Penelitian eksperimental ini akan merancang pembangkit listrik hybrid dengan mengkombinasikan turbin angin vertikal model darrieus tipe H dan solar cell kapasitas 50

Kesimpulan dari penelitian Putz-Bankuti et al ini yaitu terdapat hubungan signifikan dari 25(OH)D dengan derajat disfungsi hati dan memberi kesan bahwa rendahnya kadar

Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian sejarah. Langkah pertama adalah heuristik, yaitu mengumpulkan data atau sumber sejarah baik yang primer

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

b) Al-‘urf al-amali adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan biasa atau mu‟amalah keperdaan. Yang dimaksud “perbuatan biasa” adalah