• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial tidak akan terlepas dari hubungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial tidak akan terlepas dari hubungan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai mahluk sosial tidak akan terlepas dari hubungan kemasyarakatan, dan mempunyai kehidupan yang tidak terisolir dari lingkungannya, maka dengan sendirinya manusia memerlukan hubungan dengan manusia lainnya. Juga tidak akan terlepas dari kodratnya yang selalu membutuhkan bantuan orang lain.

Dalam memenuhi kebutuhannya ia selalu membutuhkan bantuan sesamanya untuk saling melengkapi, dengan demikian kebutuhan tersebut akan mudah terwujud. Yang mungkin setiap manusia dapat membentuk suatu interaksi/hubungan sosial kemasyarakatan yang berbentuk konteks/hubungan sosial biasa, yang lebih luas lagi mengadakan hubungan baik secara lisan maupun secara tulisan.

Hubungan yang demikian itu tata cara dan akibatnya diatur oleh hukum, secara yuridis hubungan hukum tersebut di atas dikenal dengan istilah

“Perikatan“. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau

lebih dimana pihak yang satu berhak dan pihak yang lainnya berkewajiban

(2)

atas suatu prestasi.

1

Perikatan itu sendiri dapat dilahirkan dari suatu perjanjian dan Undang-Undang.

Dalam kehidupan masyarakat banyak sekali ragam hubungan hukum, yang sudah tentu dalam pelaksanaannya memerlukan kesadaran baik dari aparat sebagai penegak hukum, maupun dari masyarakat itu sendiri untuk mematuhi dan melaksanaan peraturan tersebut, sehingga keseimbangan dari pihak dapat tercapai sesuai dengan tuntutan rasa keadilan.

Negara kita merupakan negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan secara menyeluruh (di segala bidang), tentu saja banyak sekali masalah yang timbul, juga kendala- kendala yang menghambat proses pembangunan itu sendiri, dapat berarti merubah struktur yang sudah ada di dalam masyarakat atau juga mempertahankan tradisi yang sudah membudaya dan berakar kuat dalam kehidupan suatu masyarakat.

Pembangunan adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, yang merata baik secara materil maupun spiritual, berdasarkan Pancasila di dalam wadah kesatuan Negara Republik Indonesia yang merdeka bersatu berkedaulatan rakyat, dalam suasana kehidupan bangsa yang aman tertib dan dinamis, dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai, yang sudah tentu selaras dengan sikap politik yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu politik bebas aktif.

1. Soetojo Prawirohamidjojo Martalena Pohan R., Hukum Perikatan, P.T. Bina Ilmu Surabaya, 1984, hlm 124.

(3)

Khususnya dalam pembangunan secara fisik yang sering dilihat misalnya, pembangunan jembatan, jalan, gedung – gedung dan pembangunan fisik lainnya, yang memerlukan sarana atau alat yang tidak kalah penting dari faktor lainnya (seperti modal, tenaga ahli, tenaga kerja), dari pelaksanaan suatu pembangunan yaitu “alat berat”. Alat ini terdapat pada Dinas Pekerjaan Umum sebagai instansi pemerintah, yang mengelola dan menyediakan alat–

alat berat yang diperlukan. Siapa saja yang memerlukannya dapat meminjam dari Dinas Pekerjaan Umum dengan membayar suatu imbalan (uang) yang disebut dengan “sewa”. Perjanjian sewa–menyewa ini dalam prakteknya sering menimbulkan suatu masalah. Persoalan yang timbul diantaranya penetapan harga sewa, ingkar janji dan persoalan–persoalan yang tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan semula, khususnya yang terjadi pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung.

Berdasarkan uraian di atas, Penulis mengungkapkan melalui karya tulis yang berbentuk skripsi ini, yang berjudul “Perjanjian Sewa Alat Berat Antara Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung Dengan CV.

Mustarina Mandiri Dihubungkan Dengan Buku III KUH Perdata”.

B. Identifikasi Masalah

Untuk mencegah adanya kerancuan dalam mengungkapkan

permasalahan yang dibahas, sehingga tetap pada arah permasalahan yang

dimaksud, penulis akan mencoba mengungkapkan permasalahan yang pokok,

yaitu sebagai berikut :

(4)

1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa alat berat antara Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung Dengan CV. Mustarina Mandiri?

2. Bagaimana cara menanggulangi hambatan dan kesulitan yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung dalam menyewakan alat berat?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi, siapa yang harus menanggung risiko apabila terjadi Overmacht?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian, adalah sebagai berikut :

1. Ingin mengetahui, mengkaji dan menganalisis pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa alat berat antara Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung dengan CV. Mustarina Mandiri

2. Ingin mengetahui, mengkaji dan menganalisis cara menanggulangi hambatan dan kesulitan yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung dalam menyewakan alat berat.

3. Ingin mengetahui, mengkaji dan menganalisis penyelesaian sengketa

apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi, atau apabila terjadi

overmacht dalam perjanjian sewa-menyewa alat berat antara Dinas

Pekerjaan Umum dengan pihak penyewa.

(5)

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun kegunaan penelitian ini diantaranya:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan, dapat digunakan sebagai bahan kajian dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan hukum nasional pada umumnya dan perkembangan hukum perjanjian sewa menyewa pada khususnya, yang berkaitan dengan sewa menyewa alat berat.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan, dapat bermanfaat bagi Dinas Pekerjaan Umum dan CV. Mustarina Mandiri, juga memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya bagi para pelaku bisnis yang menggunakan cara sewa-menyewa khususnya dalam hal sewa menyewa alat berat.

E. Kerangka Pemikiran

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, bahwa Negara

yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur perlu membentuk suatu

pemerintahan, guna melindungi segenap bangsa Indonesia untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

(6)

abadi dan keadilan sosial. Dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 Amandemen ke-IV, dinyatakan bahwa:

(1) Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.

(2) Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Maka berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (3) serta kalimat yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, untuk mewujudkan suatu masyarakat Indonesia yang merdeka, mengatur seluruh kehidupan bangsa yang berdasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

Menurut Moctar Kusumaatmadja fungsi hukum dalam pembangunan dibangun atas dua anggapan, yaitu adanya keteraturan dan ketertiban dalam usaha pembangunan sebagai suatu yang mutlak perlu, dan hukum dalam arti kaidah atau peraturan memang bisa berfungsi sebagai alat pengatur atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan. Selain itu juga disebutkan karena baik perubahan maupun ketertiban (aturan keteraturan) merupakan tujuan kembar dari masyarakat yang sedang membangun. Hukum menjadi suatu alat (sarana) yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan.

2

Pembangunan nasional yang dilaksanakan merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan, dalam rangka mewujudkan

2. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional, Binacipta, Bandung, 1986, hlm. 14

(7)

masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

3

Untuk meningkatkan perekonomian Indonesia dalam pelaksanaan suatu perjanjian, dapat digunakan perjanjian sewa menyewa sebagai salah satu alternatif kegiatan perekonomian. Diberlakukannya perjanjian sewa menyewa sebagai salah satu kegiatan perekonomian, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-IV, yang menyatakan:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkunan, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal ini diatur dalam Undang-Undang.

Perkembangan kualitas dan kuantitas kebutuhan masyarakat di satu sisi mendorong perkembangan produksi, di sisi lainnya, dalam hal sewa menyewa, pihak yang menyewakan menyediakan barang /jasa dan ditujukan kepada penyewa baik dalam maupun luar negeri.

Pasal 1548 KUH Perdata mengenai sewa-menyewa, menyatakan bahwa:

3 Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Alumni, Bandung, 2004,hlm. 88.

(8)

“sewa-menyewa ialah suatu perjanjian dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi pembayarannya”.

Hak dan Kewajiban Yang Menyewakan

Kewajiban mengenai pihak yang menyewakan perlu diperhatikan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1550 KUH Perdata, yang berbunyi sebagai berikut :

a. Bahwa orang yang menyewakan menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.

b. Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa sehingga barang tersebut dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud.

c. Memberikan kenikmatan kepada si penyewa yang tentram dari pada barang yang disewakan dan dalam keadaan terpelihara selama berlangsungnya perjanjian sewa-menyewa.

d. Menanggung dari cacat barang yang disewakan ( Pasal 1552 KUH Perdata).

Selain kewajiban, pihak yang menyewakan berhak pula atas barang yang disewakannya, sebagai berikut :

1. Menerima uang sewa yang harus dibayar oleh penyewa pada waktu tertentu sesuai dengan perjanjian sewa-menyewa.

2. Mendapatkan hak utama “Privilage” atas barang perabotan rumah sebagai jaminan uang sewa, atas barang perabotan tersebut dapat diajukan penyitaan peda pengadilan yang disebut “Pandbeslag” (dalam hal ini bukan berarti gadai).

3. Menerima kembali benda atau barang sewaan, apabila perjanjian sewa-

menyewa berakhir, maka pihak yang menyewakan berhak menerima

kembali benda atau barang sewaan dalam keadaan baik sesuai dengan

(9)

apa yang telah diperjanjikan. Selain itu, pihak yang menyewakan dapat kembali menerima barang sewaan dari perjanjian yang telah dibatalkan berdasarkan Pasal 1561 KUH Perdata, yang berbunyi sebagai berikut :

“Jika si penyewa memakai barang yang disewa untuk suatu keperluan lain dari pada yang menjadi tujuannya, atau untuk suatu keperluan sedemikian rupa sehingga dapat menerbitkan suatu kerugian kepada pihak yang menyewakan, maka pihak ini menurut keadaan dapat meminta pembatalan sewanya”.

Hak dan Kewajiban Pihak Penyewa

Selain pihak yang menyewakan mempunyai hak dan kewajiban, pihak penyewa pun mempunyai hak dan kewajiban atas barang yang disewanya yang perlu diperhatikan pula, bahwa kewajiban si penyewa terhadap yang menyewakan terdapat dalam Pasal 1560 KUH Perdata, yang berbunyi sebagai berikut :

1. Menjaga pemakaian barang yang disewakan dengan sangat berhati-hati sebagai tuan rumah yang bertanggung jawab, menurut tujuan dan maksud persetujuan mengenai itu menurut yang dipersangkakan berhubung dengan keadaan.

2. Bila jangka waktu perjanjian sewa-menywa sudah habis maka penyewa wajib mengembalikan barang yang disewanya dalam keadaan seperti semula.

3. Untuk membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan.

Begitu pula dengan pihak penyewa selain mempunyai kewajiban berhak pula atas barang yang disewanya, sebagai berikut :

a. Menyerahkan barang atau benda dalam keadaan baik dan terpelihara

sehingga barang itu dapat dipergunakan untuk keperluannya.

(10)

b. Jaminan dari pihak yang menyewakan terhadap semua cacat dari barang yang disewakan, yang dapat merintangi penggunaan barang tersebut.

c. Jaminan dari pihak yang menyewakan mengenai kenikmatan cacat tersembunyi dan tidak ada hak dari pihak ketiga atas benda sewa.

d. Berhak menuntut pengurangan harga sewa menurut pertimbangan, apabila si penyewa diganggu dalam kenikmatan disebabkan satu tuntutan hukum yang berdasarkan hak terhadap barang sewa, asalkan gangguan tersebut telah diberitahukan secara sah kepada pihak yang menyewakan.

Dalam melakukan suatu perjanjian antara kreditur dan debitur, tentunya harus memenuhi syarat syahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa:

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. Suatu hal terentu,

4. Suatu sebab yang halal.

Dapat dilihat apakah perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat

yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut, maka berikut akan

diuraikan secara garis besar satu-persatu dari keempat syarat sahnya

perjanjian tersebut, yaitu:

(11)

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan.

Dalam hal kesepakatan pembayaran sewa menyewa dapat dinyatakan pada saat kedua belah pihak menyetujui kualifikasi barang dan jumlah harga barang dalam kegiatan sewa tersebut.

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tersebut.

3. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi suatu

objek perjanjian. Menurut Pasal 1333 KUH Perdata, barang yang menjadi

suatu objek perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan

jenisnya , sedangkan jumlahanya tidak perlu ditentukan, asalkan saja

kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan. Dalam suatu perjanjian

Sewa Menyewa alat beratnya adalah barang yang disewakan.

(12)

4. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk syahnya perjanjian. Mengenai Syarat ini Pasal 1335 KUH Perdata, menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan.

4

Dalam skripsi ini penulis ingin mengemukakan mengenai perjanjian sewa-menyewa dengan berpegang teguh kepada “azas kebebasan berkontrak”

Pasal 1338 KUH Perdata ayat (1), serta ditambah dengan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2000 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung.

Dalam hal asas kebebasan berkontrak sesuai dengan Bunyi Pasal 1338 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Selanjutnya dalam Pasal 4 PERDA No.2 Tahun 2000 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung, menyatakan bahwa : Subjek Retribusi adalah Orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan atau menikmati jasa Pelayanan Pemakaian Kekayaan Daerah.

4 Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, PT. Alumni, Bandung, 2004, hlm. 200-211.

(13)

Sedangkan Pasal 5 PERDA No. 2 Tahun 2000 menentukan, tentang Besarnya Tarif Retribusi untuk setiap jenis Pelayanan Pemakaian Kekayaan Daerah.

Perjanjian sewa-menyewa merupakan salah satu macam perjanjian, yaitu perjanjian untuk mengalihkan hak pemakaian saja, bukan untuk mengalihkan hak milik atas suatu benda, pihak yang menyewakan tidak harus seorang pemilik atas benda yang disewakan.

Selanjutnya bunyi dari Pasal 1579 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa : Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dengan menyatakan hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya.

Demikian, peraturan sewa-menyewa yang terkandung dalam BAB ke ketujuh Buku III KUH Perdata, berlaku juga untuk segala macam sewa- menyewa, mengenai semua jenis barang, baik yang tidak bergerak, yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, karena waktu tertentu itu bukannya suatu ciri khas untuk perjanjian sewa-menyewa.

Menurut Pasal 1553 KUH Perdata, dalam sewa-menyewa itu risiko

mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh si pemilik barang, yaitu

pihak yang menyewakan. Tentang apakah artinya “risiko” itu sudah kita

ketahui dari bagian umum hukum perjanjian. Risiko adalah kewajiban untuk

memikul kewajiban yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi diluar

(14)

kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek dari suatu perjanjian.

5

Peraturan tentang risiko dalam sewa-menyewa tidak begitu ditegaskan oleh Pasal 1553 KUH Perdata tersebut, seperti halnya dengan peraturan risiko dalam jual beli yang ditentukan oleh Pasal 1460 KUH Perdata, yang dengan terang dipakai kata “tanggungan” yang berarti risiko-risiko, walaupun Pasal 1460 KUH Perdata tidak berlaku lagi, dengan keluarnya SEMA No.3 Tahun 1963. Peraturan risiko dalam sewa-menyewa, harus kita ambil dari Pasal 1553 KUH Perdata, yang menerangkan bahwa : Apabila barang yang disewa itu musnah karena sesuatu peristiwa yang terjadi diluar salah satu pihak, perjanjian sewa-menyewa gugur demi hukum.

Dalam Pasal 1550 KUH Perdata tentang kewajiban pihak yang menyewakan, menerangkan bahwa :

1e. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.

2e. Memelihara barang yang disewakan sedemikian, hingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan.

3e. Memberikan si penyewa kenikmatan yang tenteram daripada barang yang disewakan selama berlangsungnya sewa.

Dalam hal adanya gangguan dari pihak ketiga berdasar atas suatu tuntutan hak yang dikemukakan oleh pihak ketiga, maka ia tidak bisa secara langsung menuntut orang yang mengganggu itu, tetapi ia harus mengajukan tuntutannya kepada orang yang menyewakan, supaya uang sewa dikurangi secara sepadan dengan sifat gangguannya itu.

5. Subekti R., Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1987, hlm. 90-95

(15)

“Jika tidak diperjanjikan lain” si penyewa tidak boleh menyewakan lagi benda yang disewakan itu atau melepaskan sewanya kepada orang lain.

Apabila si penyewa sampai berbuat apa yang dilarang tersebut, maka pihak yang menyewakan dapat meminta pembatalan perjanjian sewanya, disertai dengan pembayaran ganti kerugian.

Dasar pengetahuan masyarakat terhadap tata cara/aturan sewa-menyewa seperti apa yang penulis uraikan di atas kiranya perlu dimiliki, sehingga sedikit banyak akan sangat membantu dalam pelaksanaan perjanjian sewa- menyewa, dan ikut membantu dalam mewujudkan kesadaran hukum dalam masyarakat sehingga tercipta suasana yang aman, damai dan tertib sesuai dengan apa yang dicita-citakan.

Bagi si penyewa ada dua kewajiban utama yang diterangkan dalam Pasal 1560 KUH Perdata, sebagai berikut :

1. Memakai barang yang disewa sebagai “bapak rumah yang baik”, sesuai dengan tujuan yang diberikan kepada barang itu menurut perjanjian sewanya.

2. Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan

menurut perjanjian.

(16)

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan fakta-fakta yang berupa data sekunder dengan bahan hukum primer (perundang-undangan), bahan hukum sekunder (doktrin), dan bahan hukum tersier (opini masyarakat).

6

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.

Karena penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normatif maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang- undangan.

7

3. Tahap Penelitian

Berkenaan dengan digunakannya metode pendekatan Yuridis-

Normatif, maka penelitian dilakukan melalui penelitian kepustakaan.

Dalam metode pendekatan Yuridis-Normatif, data utamanya adalah data

6 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 97-98

7 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya, 2007, hlm. 295

(17)

sekunder (data yang sudah ada/jadi). Penelitian dimaksud untuk mendapat data sekunder, yaitu:

a. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku misalnya UUD 1945, KUHPerdata, dan Peraturan Daerah No.2 Tahun 2000 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer seperti buku-buku literatur, artikel, majalah, koran yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain, internet, kamus hukum, dan sebagai penunjang dan pelengkap data sekunder, penulis melakukan pencarian data ke Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung dan C.V Mustarina Mandiri.

4. Teknik Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penulisan hukum

ini, adalah teknik penelaahan data yang diperoleh dalam peraturan

perundang-undangan, buku teks, jurnal hasil penelitian, ensiklopedi,

bibliografi, indeks kumulatif dan lain-lain.

(18)

5. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah observasi partisipan, yakni penulis melakukan penelitian lapangan selain itu juga penulis melakukan penelaahan terhadap data sekunder melalui perpustakaan dan internet.

6. Analisis Data

Data sekunder dianalisis dengan metode kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis dan lengkap kemudian dianalisis secara kualitatif, selanjutnya disajikan dalam bentuk deskriptif analitis.

7. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, diantaranya adalah :

a. Perpustakaan

1. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung, Jalan Lengkong Dalam Nomor 17 Bandung.

2. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Jalan Dipati Ukur Nomor 35 Bandung.

3. Perpustakaan Sekolah Tinggi Hukum Bandung, Jl.Cihampelas No.8

Bandung

(19)

b. Instansi/Lembaga

1. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung, Jl. Banjaran Soreang Kabupaten Bandung.

2. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Bagian Jasa Konstruksi Kabupaten Bandung Barat, Jl. Raya Batujajar Km. 35 No. 46 Bandung Barat 40561.

3. Dinas Bina Marga Kabupaten Bandung Barat, Jl. Raya Batujajar Km. 35 No. 46 Bandung Barat 40561.

4. C.V Mustarina Mandiri, Jl. Ujung Berung Kota Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dapat menjadi sumber atau memberikan wawasan kepada masyarakat dan juga para penggemar Korean pop atau penggemar musik manapun, dari kalangan remaja sampai

Dari lima variabel keadaan cuaca yang digunakan dalam Model Regresi Linier Berganda guna memprediksi proporsi ayam yang terkena ND di Kabupaten Aceh Utara,

Tujuan penelitian dalam Tugas Akhir ini adalah mempelajari perilaku lentur balok baja yaitu riwayat pembebanan mulai dari nol sampai kondisi plastis, mempelajari

Jones dan Prusky (2002) melaporkan bahwa beberapa khamir antagonis juga telah dilaporkan efektif untuk menghambat patogen pascapanen pada beberapa buah-buahan dan

Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar total metil ester yang diperoleh dari reaksi transesterifikasi dengan metode kromatografi gas (KG).. Kolom KG diatur

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode Tube Dilution Test untuk membuktikan pengaruh ekstrak infusa tanaman sangket (Basilicum

Sedangkan pendekatan penelitian ini, ialah bersifat deskriptif-analitis. Yaitu, peneliti mendeskripsikan data yang diperoleh dari objek penelitian secara objektif dan apa adanya,

Yang menarik, hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kualitas pertemanan memiliki korelasi yang lebih tinggi pada kebahagiaan melebihi faktor kepribadian dan jumlah