• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiografi Kedokteran Gigi

Radiografi sering digunakan sebagai informasi diagnostik tambahan yang dikumpulkan melalui pemeriksaan jaringan lunak. Radiografi yang pada umumnya digunakan pada praktek kedokteran gigi adalah bitewing radiografi dan periapikal radiografi. Pemeriksaan klinis dan radiografi memegang peranan yang penting dalam diagnosa penyakit periodontal, begitu pula dengan pilihan perawatan dan pemeriksaan lanjutan. Bitewing radiografi dan periapikal radiografi berguna untuk tujuan tersebut. Selain radiografi intra-oral, radiografi panoramik juga digunakan sebagai pemeriksaan tambahan pada jaringan tulang marginal.

15

2.2 Peran Radiografi dalam Mengenali Periodontitis

Teknik radiografi yang berperan dalam mengenali periodontitis salah satunya

adalah teknik ronsen panoramik. Foto panoramik merupakan foto ronsen ekstra oral

yang menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur fasial termasuk

mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Struktur periodontal yang

teridentifikasi dalam radiografi meliputi lamina dura, tulang alveolar, ruang ligamen

periodontal dan sementum. Foto panoramik dapat mendiagnosa penyakit periodontal

kebanyakan pada kasus yang sudah parah.

16

(2)

Gambar 1. Radiografi panoramik menunjukkan adanya kehilangan tulang akibat periodontitis kronis.

17

Data klinis dan radiografi sangat penting dalam mendiagnosis penyakit periodontal. Radiografi akan sangat membantu dalam evaluasi jumlah tulang yang ada, kondisi alveolar crests, kehilangan tulang pada daerah furkasi, lebar dari ruang ligamen periodontal.

16

Peranan radiografi selain dalam mengenali penyakit periodontal.juga berperan untuk: melihat panjang dan morfologi akar gigi, rasio mahkota dengan akar gigi, melihat sinus maksilaris, gigi impaksi, supernumerary dan missing teeth.

16

Keterbatasan radiografi, yaitu :

16

1. Radiografi konvensional memberikan gambar dua dimensi. Sedangkan gigi merupakan objek tiga dimensi yang kompleks. Akibat dari gambar yang tumpang tindih, detail bentuk tulang menjadi tidak terlihat.

2. Radiografi tidak memperlihatkan permulaan dari penyakit periodontal.

Setidaknya 55 – 60 % demineralisasi terjadi dan tidak terlihat pada gambaran radiografi.

 

(3)

3. Radiografi tidak memperlihatkan kontur jaringan lunak dan tidak merekam perubahan jaringan – jaringan lunak pada periodonsium.

Oleh karena itu, pemeriksaan klinis yang teliti dikombinasi dengan pemeriksaan radiografi yang tepat dapat memberikan data adekuat untuk diagnosis keberadaan dan penyebaran dari penyakit periodontal.

16

2.3 Foto Panoramik

Panoramik merupakan salah satu foto ronsen ekstraoral yang telah digunakan secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan maksilofasial. Foto panoramik pertama dikembangkan oleh tentara Amerika Serikat sebagai cara untuk mempercepat mendapatkan gambaran seluruh gigi untuk mengetahui kesehatan mulut tentaranya. Foto panoramik juga disarankan kepada pasien pediatrik, pasien cacat jasmani atau pasien dengan gag refleks. Salah satu kelebihan panoramik adalah dosis radiasi yang relatif kecil dimana dosis radiasi yang diterima pasien untuk satu kali foto panoramik hampir sama dengan dosis empat kali foto intra oral.

1

Gambaran panoramik adalah sebuah teknik untuk menghasilkan sebuah gambaran tomografi yang memperlihatkan struktur fasial mencakup rahang maksila dan mandibula beserta struktur pendukungnya dengan distorsi dan overlap minimal dari detail anatomi pada sisi kontralateral. Radiografi panoramik adalah sebuah teknik dimana gambaran seluruh jaringan gigi ditemukan dalam satu film.

1

Foto panoramik dikenal juga dengan panorex atau orthopantomogram dan menjadi sangat popular di kedokteran gigi karena teknik yang simple, gambaran mencakup seluruh gigi dan rahang dengan dosis radiasi yang rendah. Foto panoramik dapat menunjukkan hasil yang buruk dikarenakan kesalahan posisi pasien yang dapat menyebabkan distorsi.

1

Adapun seleksi kasus yang memerlukan gambaran panoramik dalam penegakan diagnosa diantaranya seperti:

1

1. Adanya lesi tulang atau ukuran dari posisi gigi terpendam yang

menghalangi gambaran pada intra-oral.

(4)

2. Melihat tulang alveolar dimana terjadi poket lebih dari 6 mm.

3. Untuk melihat kondisi gigi sebelum dilakukan rencana pembedahan.

4. Foto rutin untuk melihat perkembangan erupsi gigi molar tiga tidak disarankan.

5. Rencana perawatan orthodonti yang diperlukan untuk mengetahui keadaan gigi atau benih gigi.

6. Mengetahui ada atau tidaknya fraktur pada seluruh bagian mandibula.

7. Rencana perawatan implan gigi untuk mencari vertical height.

1

2.4 Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan pendukung gigi, seperti gingiva/gusi dan jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang penyangga gigi yaitu tulang alveolar. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sangat meluas dalam kehidupan manusia, sehingga kebanyakan masyarakat menerima keadaan ini sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Namun studi etiologi, pencegahan dan perawatan penyakit periodontal menunjukkan bahwa penyakit ini dapat dicegah. Penyakit yang paling sering mengenai jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis.

18

Ada beberapa sub-tahapan penyakit periodontal, tetapi hanya tiga tahap yang utama:

18

1. Tahap I adalah periodontitis I, juga dikenal sebagai gingivitis. Gingivitis ditandai dengan gusi bengkak, berdarah ketika mengukur kedalaman saku gusi (kedalaman daerah antara gusi dan gigi). Pasien yang menderita gingivitis akan memiliki kedalaman saku 3mm, seorang pasien normal akan memiliki kedalaman poket kurang dari 3mm (Hafernick).

2. Tahap II dari penyakit periodontal adalah periodontitis II, hal ini ditandai

dengan bengkak, gusi berdarah dengan kedalaman poket hingga 5mm dan tahap awal

dari pengeroposan tulang (Hafernick).

(5)

3. Tahap III dari penyakit periodontal adalah periodontitis III, hal ini ditandai dengan bengkak, gusi berdarah, kehilangan tulang lebih, resesi gusi, dan kedalaman saku hingga 6mm (Hafernick).

Kehilangan tulang ini membedakan periodontitis dengan gingivitis. Setelah beberapa tahun, akan terjadi kehilangan gigi.

18

Gambar 2. Tahapan penyakit periodontal

19

a. Gingiva normal

b. Periodontitis I (gingivitis) c. Periodontitis II

d. Periodontitis III

Periodontitis menunjukkan peradangan yang sudah mengenai jaringan pendukung gigi yang lebih dalam. Penyakit ini bersifat progresif, biasanya dijumpai antara usia 30-40 tahun dan bersifat irreversible (tidak dapat kembali normal).

Apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi dan bila gigi tersebut sampai hilang/tanggal berarti terjadi kegagalan dalam mempertahankan keberadaan gigi di dalam rongga mulut seumur hidup, karakteristik penyakit periodontal berupa pembentukan poket dan kerusakan tulang alveolar. Dari gambaran radiografi dapat

       

       a       b       c       d 

(6)

dibandingkan ketinggian tulang alveolar terhadap cemento enamel junction (CEJ).

Ketinggian tulang alveolar terhadap CEJ 2-3 mm belum menunjukan kehilangan tulang yang nyata. Sedangkan ketinggian tulang alveolar terhadap CEJ lebih dari 3 mm biasanya menunjukan kehilangan tulang yang nyata.

18,20,21

Penyebab dari penyakit periodontal ini adalah kebersihan rongga mulut yang buruk.

22

Gingiva terkena penyakit ketika ada bakteri via tartar (plak) yang terdeposit antara gigi dan gingiva. Ini merusak jaringan gingiva melalui aksi provokatif.

23

Periodontitis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi di dalam kalkulus (karang gigi) yang biasanya terdapat pada leher gigi.

Penyakit periodontal yang ringan akan terlihat peradangan hanya pada gusi, sedangkan pada keadaan yang lebih berat akan terjadi kerusakan pada tulang pendukung gigi.

24

Gigi melekat pada rahang oleh ligamen – ligamen yang kuat. Gingiva juga terhubung dengan gigi oleh serat – serat mikroskopis dan gusi terletak antara perlekatan gigi dan tulang sebagai pelindung. Periodontitis dimulai pada bagian dangkal dimana gigi dan gingiva bertemu, biasanya terbentuk sebagai infeksi gingiva ringan (gingivitis).

9

Perkembangan bakteri pada kantung ini disebabkan oleh kebersihan rongga mulut yang inadekuat. Gingiva mulai terlepas dari gigi dan kantung semakin dalam, sehingga semakin susah untuk dibersihkan dan mendorong pembentukan deposit yang melekat kuat dibawah batas gingiva.

9

 

(7)

Gambar 3. Penurunan tulang alveolar dan kehilangan perlekatan

25

Seiring dengan waktu, infeksi ini dapat menyebabkan inflamasi pada tulang dimana akan menyebabkan tulang perlahan habis dan merusak perlekatan antara tulang dengan gigi.

26

2.4.1 Etiologi

Faktor penyebab penyakit periodontal dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Faktor lokal merupakan penyebab yang berada pada lingkungan di sekitar gigi, sedangkan faktor sistemik dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum.

18

Kerusakan tulang dalam penyakit periodontal terutama disebabkan oleh faktor lokal seperti: inflamasi gingiva dan trauma oklusi atau gabungan keduanya.

Kerusakan yang disebabkan oleh inflamasi gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang alveolar, sedangkan trauma oklusi menyebabkan hilangnya tulang alveolar pada sisi permukaan akar.

18

Faktor lokal yang dapat menyebabkan kerusakan tulang diantarnya sebagai berikut:

18

1. Plak bakteri 2. Kalkulus

3. Impaksi makanan 4. Bernafas melalui mulut 5. Sifat fisik makanan 6. Iatrogenik dentistry; dan 7. Traumatik oklusi

Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat

diperberat oleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan material –

(8)

material seperti hormon, vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila keseimbangan material ini terganggu dapat mengakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel – sel penyembuhan, sehingga iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau hanya menyebabkan inflamasi ringan saja, dengan adanya gangguan keseimbangan tersebut maka dapat memperberat atau menyebabkan kerusakan jaringan periodontal.

18

Faktor – faktor sistemik meliputi :

18

1. Demam yang tinggi;

2. Defisiensi vitamin;

3. Pemakaian obat – obatan;

4. Hormonal; dan 5. Penyakit sistemik.

2.5 Proses Resorpsi Tulang Alveolar pada Penyakit Periodontal

Resorpsi tulang merupakan proses morfologi kompleks yang berhubungan dengan adanya erosi pada permukaan tulang dan sel raksasa multinucleated (osteoklas). Osteoklas berasal dari jaringan hematopoietic dan terbentuk dari penyatuan sel mononuclear.

27

Ketika osteoklas aktif, terjadi pertambahan yang banyak dari enzim hidrolitik yang akan disekresikan pada daerah border. Enzim ini merusak bagian organik tulang. Aktivitas osteoklas dan morfologi border dapat dimodifikasi dan diregulasi oleh hormon seperti parathormone dan calcitonim yang mempunyai reseptor pada membran osteoklas.

27

Kerusakan periodontal terjadi secara episodik dan intermitten selama periode tidak aktif. Periode kerusakan menghasilkan kehilangan kolagen dan tulang alveolar dengan pendalaman poket periodontal. Onset destruksi tidak semuanya dapat dijelaskan walaupun telah dikemukakan beberapa teori sebagai berikut :

27

1. Aktivitas destruksi berhubungan dengan ulserasi subgingiva dan reaksi inflamasi akut yang menghasilkan kehilangan tulang alveolar yang cepat.

2. Aktivitas destruksi mirip dengan konversi lesi predominan limfosit T yang

(9)

mengalami infiltrasi ke dalam sel plasma predominan limfosit B.

3. Periode eksaserbasi berhubungan dengan peningkatan flora gram (-) anaerob yang terdapat di dalam poket, dan periode remisi sama dengan pembentukan flora gram (+) dengan kecenderungan mengalami mineralisasi.

4. Invasi jaringan oleh satu atau beberapa spesies bakteri diikuti dengan pertahanan lokal dari host.

Menurut Garant dan Cho (1979), faktor lokal yang menyebabkan resorpsi tulang terdapat pada bagian proksimal permukaan tulang. Menurut Page dan Schroeder (1982), bakteri plak dapat menyebabkan kehilangan tulang sekitar 1,5 – 2,5 mm, dan apabila diatas 2,5 mm tidak memberikan efek. Defek angular interproksimal dapat timbul hanya pada ruangan yang lebarnya lebih dari 2,5 mm karena ruangan yang sempit akan rusak total. Defek besar yang mm dari jauh melebihi 2,5 permukaan gigi (pada tipe periodontitis agresif) dapat disebabkan oleh adanya bakteri di dalam jaringan.

27

Gambar 4. Perbedaan antara gingiva sehat, gingivitis dan periodontitis

28

Gingiva yang sehat akan mendukung gigi. Apabila terjadi gingivitis dan tidak dirawat, maka gingival menjadi lemah dan terbentuk poket di sekeliling gigi.

Terdapat banyak plak dan kalkulus di dalam poket, gingiva mengalami resesi, dan terjadi periodontitis.

29

2.6 Mekanisme Kerusakan Tulang

Hausman telah mengemukakan lima mekanisme bagaimana plak bakteri dapat

(10)

menyebabkan kehilangan tulang alveolar pada penyakit periodontal:

30

a. aksi langsung dari produk plak terhadap sel-sel progenitor tulang menginduksi diferensiasi sel-sel progenitor tersebut menjadi osteoklas.

b. Produk plak bakteri beraksi secara langsung terhadap tulang dan merusaknya melalui mekanisme nonseluler.

c. Produk plak menstimulasi sel-sel gingiva sehingga sel-sel gingiva tersebut melepas mediator yang pada akhirnya mengiinduksi sel-sel progenitor tulang berdiferensiasi menjadi osteoklas.

d. Produk plak menyebabkan sel-sel gingiva melepaskan substansi yang dapat bertindak sebagai ko-faktor pada resorpsi tulang.

e. Produk plak menyebabkan sel-sel gingiva melepaskan substansi yang merusak tulang dengan jalan aksi kimiawi secara langsung tanpa keterlibatan osteoklas.

2.7 Penyakit Periodontal dan Faktor Resiko

Faktor resiko dapat didefinisikan sebagai penyebab atau karakteristik yang terkait dengan tingkat peningkatan penyakit.

31

Penting untuk mengetahui perbedaan bahwa faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit tetapi tidak selalu menyebabkan penyakit. Umur, jenis kelamin, genetik, ras merupakan faktor resiko yang tidak dapat diubah. Sedangkan oral hygiene, merokok, penyakit sistemik, obesitas, sosial ekonomi, dll merupakan faktor resiko yang dapat diubah.

27

2.7.1 Penyakit Periodontal dan Usia

Bertambahnya umur menyebabkan resiko terhadap penyakit periodontal semankin besar.

9

Perubahan yang terjadi pada jaringan periodontal dikaitkan dengan

bertambahnya umur yaitu, pada gingiva bisa terjadi: hilangnya keratinisasi, hilangnya

stippling, gingiva cekat bertambah lebar, seluler jaringan ikat berkurang,

berkurangnya konsumsi oksigen dan aktivitas metabolisme. Pada ligamen periodontal

terjadi perubahan berupa bertambahnya jumlah serabut elastik, berkurangnya

vaskularisasi dan terdapat aktivitas mitotik. Pada sementum, akan terjadi penambahan

(11)

sementum hingga beberapa kali lipat. Sedangkan, perubahan pada tulang alveolar akibat proses penuaan dapat berupa osteoporosis, berkurangnya vaskularisasi, berkurangnya aktivitas metabolism dan kemampuan penyembuhan resorpsi tulang bisa meningkat atau berkurang begitu pula kepadatan tulang bisa meningkat atau berkurang tergantung dari lokasinya.

30

Perubahan jaringan periodontal tersebut yang diduga kuat menambah kerentanan terjadinya penyakit periodontal pada orang yang berusia lanjut, walaupun belum jelas apakah perubahan pada jaringan periodontal ini disebabkan oleh efek kumulatif dari penyakit periodontal selama bertahun-tahun atau karena menunrunya pertahanan tubuh terhadap penuaan.

32

2.7.2 Penyakit Periodontal dan Jenis Kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kehilangan perlekatan pada orang dewasa, dimana laki - laki memiliki prevalensi dan keparahan yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Data penemuan ini mungkin berhubungan dengan faktor predisposisi genetik atau kebiasaan sosial.

3

Seperti pada umumnya laki – laki memiliki faktor lokal dan kehilangan perlekatan yang lebih daripada wanita. Dari hasil tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh kebiasaan pencegahan daripada perbedaan gender.

3

2.7.3 Penyakit Periodontal dan Merokok

Pinborg (1947) merupakan orang pertama yang mengemukakan adanya hubungan antara penyakit periodontal dengan kebiasaan merokok.

16

Ada bukti yang kuat bahwa merokok dapat mempengaruhi respon host bawaan dan kekebalan.

Ditemukan bahwa penurunan inflamasi dan cairan sulkus gingival pada perokok dan bukan perokok bahwa merokok dapat merusak aliran darah pada gingiva.

29

Merokok tidak hanya menimbulkan efek secara sistemik, tetapi dapat

memberikan pengaruh langsung terhadap jaringan periodontal. Perokok mempunyai

peluang lebih besar menderita penyakit periodontal seperti kehilangan tulang

(12)

alveolar, peningkatan kedalaman saku gigi serta kehilangan gigi, dibandingkan dengan yang bukan perokok.

33

Munculnya berbagai kondisi patologis sistemik maupun lokal dalam rongga mulut, disebabkan karena terjadinya penurunan fungsi molekul, termasuk saliva.

Kerusakan komponen antioksidan saliva, diikuti dengan penurunan fungsinya, ditemukan pada beberapa kelainan di rongga mulut.

33

Tar, nikotin, dan gas karbonmonoksida merupakan tiga macam bahan kimia yang paling berbahaya dalam asap rokok. Tar adalah kumpulan dari beribu – ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran nafas, dan paru – paru. Komponen tar mengandung radikal bebas, yang berhubungan dengan risiko timbulnya kanker.

33

Nikotin merupakan bahan yang bersifat toksik dan dapat menimbulkan ketergantungan psikis. Nikotin merupakan alkaloid alam yang bersifat toksis, berbentuk cairan, tidak berwarna, dan mudah menguap. Zat ini dapat berubah warna menjadi coklat dan berbau seperti tembakau jika bersentuhan dengan udara. Nikotin berperan dalam menghambat perlekatan dan pertumbuhan sel fibroblast ligamen periodontal, menurunkan isi protein fibroblast, serta dapat merusak sel membran.

33

Gas karbonmonoksida dalam rokok dapat meningkatkan tekanan darah yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran hemoglobin. Karbonmonoksida memiliki afinitas dengan haemoglobin sekitar dua ratus kali lebih kuat dibandingkan afinitas oksigen terhadap haemoglobin.

33

Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap, bahkan berhubungan dengan dalamnya hisapan rokok yang dilakukan.

33

2.8 Indeks Periodontal

Pengukuran indeks periodontal pada kasus ini menggunakan kriteria Russell.

Indeks ini digunakan untuk memperkirakan kedalaman penyakit periodontal dengan

cara mengukur ada atau tidaknya inflamsi gingiva dan keparahannya, pembentukan

(13)

saku dan fungsi pengunyahan. Pengukuran dilakukan pada semua gigi yang ada.

Semua jeringan gingiva dan keterlibatan periodontal. Russell memilih skor nilai (0,1,2,6,8) untuk menghubungkan level penyakit dalam suatu penelitian epidemiologi untuk mengamati kondisi klinis.

34

Tabel 1. Kriteria skor periodontal menurut Russell

23

Skor Kriteria dan Penilaian Dalam Studi Lapangan

Penambahan Kriteria X-Ray diikuti dalam Uji Klinis

0

Negatif : tidak ada inflamasi pada jaringan yg dilihat ataupun

kehilangan fungsi akibat kerusakan jaringan pendukung

Penampilan radiografis normal

1

Mild Gingivitis : ada area inflamasi pada gingiva bebas,

tetapi area tersebut tidak membatasi gigi

2

Gingivitis : inflamasi telah membatasi gigi sepenuhnya, tetapi tidak tampak kerusakan

perlekatan pada epitel

PI SCORE = Jumlah Skor Individu

Jumlah Gigi yang Diperiksa

(14)

Lanjutan tabel 1

Skor Kriteria dan Penilaian Dalam Studi Lapangan

Penambahan Kriteria X-Ray diikuti dalam Uji Klinis

4 Digunakan bila terdapat alat radiografi

Ada seperti cekukan awal resorpsi tulang alveolar

6

Gingivitis with pocket formation:

ada kerusakan pada perlekatan epitel dan terdapat saku. Tidak

ada gangguan fungsi pengunyahan. Gigi masih melekat

erat dan tidak melayang. Adanya kehilangan tulang horizontal meliputi seluruh tulang alveolar

sampai setengah dari panjang akar gigi.

Kehilangan tulang horizontal meliputi seluruh tulang alveolar sampai setengah dari panjang akar

gigi

8

Kerusakan lanjutan dengan hilangnya fungsi penguyahan.

Gigi mungkin tanggal ataupun melayang. Gigi tampak pudar saat

diperkusi, dan mungkin tertekan dalam soket.

Ada kehilangan tulang lanjutan, meliputi lebih dari satu setengah

panjang akar gigi. Terjadi perluasan ligamen periodontal

bukan resorpsi

(15)

Tabel 2. Kondisi klinis dan skor periodontal menurut Russell

23

Kondisi Klinis Grup-Skor Periodontal

Indeks Level penyakit Jaringan pendukung normal secara

klinis 0,0-0,2

Reversible Gingivitis Sederhana 0,3-0,9

Penyakit periodontal destruktif

awal 0,7-1,9

Penyakit periodontal destruktif 1,6–5,0 Irreversible

2.9 Kerangka Konsep

Penyakit Periodontal

Faktor Yang Mempengaruhi : 1. Usia

2. Jenis Kelamin 3. Merokok Foto Panoramik

Evaluasi Kehilangan Tulang

Alveolar

(16)

Gambar

Gambar 1. Radiografi panoramik menunjukkan adanya kehilangan tulang  akibat periodontitis kronis
Gambar 2.  Tahapan penyakit periodontal 19 a. Gingiva normal
Gambar 4. Perbedaan antara gingiva sehat, gingivitis dan periodontitis 28
Tabel 1. Kriteria skor periodontal menurut Russell 23
+2

Referensi

Dokumen terkait

perbuatan terdakwa juga membuat masyarakat menjadi resah dengan efek yang ditimbulkan dari penebangan hutan secara liar. Dari pertimbangan hakim diatas jika dikaitkan dengan

“Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu,

Setela# melakukan pengamilan data sekunder, dilakukan pengamilan data*data  primer dengan (ara pengamilan data se(ara langsung $ang terdapat pada lokasi penelitian

buy stop = kita nak buy post kita aktivate apabila harga dah naik sikit dari harga semasa. sell limit = kita nak sell post

semua anggota harus memberikan segala bantuan kepada PBB dalam suatu tindakannya yang diambil sesuai dengan Piagam ini, dan tidak akan memberikan bantuan kepada

Hasil dari penelitian ini adalah besarnya nilai Indeks Kepuasan Masyarakat pada penelitian ini yaitu 75,2245 masuk dalam kategori nilai persepsi 3, nilai interval IKM

Lalu Abu Rofi’ bertanya pada Abu Hurairah, “Apa ini?” Abu Hurairah pun menjawab, “Aku bersujud di belakang Abul Qosim (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) ketika sampai

Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian umum dan sejarah perkembangan Tasawuf di Nusantara.. Sub Materi Pembelajaran :