SKEMA INSENTIF APBN UNTUK EBT
MISBAH HASAN – SEKNAS FITRA
PERTANYAAN KUNCI
❑ Mengapa dibutuhkan insentif fiskal untuk pembangunan rendah karbon?
❑ Mengapa insentif tersebut penting pada masa pemulihan paska Covid-19?
❑ Apa saja sektor dan program prioritas yang sebaiknya untuk mendapatkan stimulus tersebut pada 2022?
Apa alasannya?
❑ Apa saja manfaat yang dapat diperoleh jika insentif fiskal diberikan untuk sektor dan program prioritas tersebut dalam kaitan dengan pemulihan ekonomi?
❑ Apa bentuk insentif fiskal yang dapat diberikan dan berapa besarnya?
ANALISIS EKONOMI MAKRO PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DALAM KERANGKA
KEBIJAKAN PEMULIHAN EKONOMI HIJAU 2022
PROSPEK EKONOMI INDONESIA 2021 DAN 2022
PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA DAN BEBERAPA NEGARA UTAMA
Negara/Kawasan 2020 2021 2022
Dunia -4.4 5.2 4.2
USA -4.3 3.1 2.9
European Union -7.6 5 3.3
Jepang -5.3 2.3 1.7
China 1.9 8.2 5.8
India -10.3 8.8 8
ASEAN-5 -3.4 6.2 5.7
Indonesia -1.5 6.1 5.3
Pertumbuhan ekonomi global dan negara-negara maju dan berkembang pulih secara terbatas pada tahun 2021, mengikuti dinamika pandemi Covid-19. Potensi rebound akan cukup tinggi sebagai dampak dari pertumbuhan negatif pada tahun 2020. Namun, pada tahun 2022 akan terjadi pertumbuhan normal baru yang lebih rendah.
Sumber: IMF
0 20 40 60 80 100 120 140
Jan-18 Apr-18 Jul-18 Oct-18 Jan-19 Apr-19 Jul-19 Oct-19 Jan-20 Apr-20 Jul-20
Index, 100 = Jan 2018
INDEKS HARGA KOMODITAS PRIMER
Energy Food Metal dan Mineral
Hampir seluruh kegiatan ekonomi, termasuk investasi dan perdagangan internasional diperkirakan akan mengalami recovery terbatas pada tahun 2021 & 2022. Pemulihan ekonomi akan kembali mendorong kenaikan harga-harga komoditas
PEMBANGUNAN EKONOMI HIJAU PASCA COVID-19
Sektor
SEKTOR PERTANIAN ENERGI TERBARUKAN LIMBAH
Ragam Manfaat
Mendorong pertumbuhan
ekonomi
Menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
pendapatan
Efisiensi anggaran dalam jangka panjang Menurunkan emisi
karbon
POTENSI SEKTOR ENERGI HIJAU PASCA COVID-19
Selain berdampak positif pada penurunan emisi karbon dan penurunan subsidi bahan bakar fosil, pengembangan sumber energi baru terbarukan berdampak positif pada penciptaan lapangan kerja, mulai dari tahap konstruksi hingga operasi. Sebagai contoh, pembangunan pembangkit listrik tenaga matahari dengan kapasitas produksi 580 MW di Maroko mampu menciptakan 1600 pekerjaan langsung per tahun selama masa konstruksi, dan selama 25 tahun pertama masa operasi akan tercipta 200 pekerjaan langsung dan ratusan pekerjaan tidak langsung [1].
Dampak serupa dinikmati oleh Bangladesh pada saat pengembangan sistem pemanfaatan energi matahari berbasis rumah tangga (Solar Home System [SHS]). Pemasangan 4,12 juta SHS di Bangladesh telah menciptakan lapangan kerja sebanyak 150.000 baik di bidang penjualan, pemasangan, dan perbaikan SHS [2]. Bahkan, investasi pada energi baru terbarukan menciptakan lebih banyak lapangan kerja daripada investasi pada produksi bahan bakar fosil. Sejak tahun 2013, investasi pada energi baru dan terbarukan di seluruh dunia sudah lebih dari $1 triliun dan pada 2018 sudah menciptakan lebih dari 11 juta lapangan kerja, dengan negara terbesar adalah China, Brazil, Amerika Serikat, India, Jepang, dan Jerman [3].
[1] The Global Commission on the Economy and Climate. Unlocking the Inclusive Growth Story of the 21stCentury: Accelerating Climate Action in Urgent Times. Washington, DC: World Resource Institutehttps://newclimateeconomy.report/2018/wp-content/uploads/sites/6/2018/09/NCE_2018_FULL-REPORT.pdf
[2] ibid.
[3] Green Economy Coalition, Global Green Economy Barometer 2020. https://www.greeneconomycoalition.org/assets/reports/GEC-Reports/1037-GEC-Barometer-Phase2-A4-V8j-WEB.pdf
TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI HIJAU PASCA COVID-19
Tantangan Pembangunan Green Economy
Kebijakan dan perilaku yang berorientasi brown economy masih
sangat kuat di sektor-sektor prioritas
Potensi penurunan pendapatan dalam jangka pendek pada beberapa sektor: penurunan pendapatan sektor pertanian yang
beralih ke green economy
Kebutuhan dana stimulus yang lebih besar pada tahap awal, dimana inisiatif swasta masih rendah; membutuhkan kreativitas
kebijakan, termasuk sumber pendanaan
Ketersediaan tenaga kerja yang membutuhkan skill baru; proses
shifting tenaga kerja ke green economy
TANTANGAN SEKTOR ENERGI
Sektor transportasi yang merupakan salah satu penyumbang utama produksi karbon di Indonesia, masih sangat bergantung pada energi fosil yang relatif murah.
Kebijakan pemerintah yang mendukung produksi emisi karbon masih sangat besar meskipun terjadi penurunan. Energy mix PLN masih didominasi oleh bahan bakar batubara, gas, BBM. Penggunaan energi baru dan terbarukan relatif stagnan.
Penggunaan bahan bakar nabati atau biofuel, melalui mandatory B20-B30, berpotensi (1) berkompetisi dengan industri pangan yang fluktuatif: jika harga pangan lebih mahal, supply biofuel bisa terganggu.
Sebaliknya, jika harga energi mahal, supply untuk pangan akan terganggu; (2) peningkatan luas lahan sawit yang berujung pada peningkatan deforestasi; (3) tingkat subsidi B-30 masih sangat besar, terutama dari BPDPKS, sehingga jika tidak ada terobosan penurunan biaya produksi, subsidi akan terus meningkat dalam jangka panjang seiring dengan meningkatnya konsumsi biofuel; (4) kebijakan ini belum menyentuh penggunaan bahan bakar kendaraan non-diesel.
Sumber: DIPA APBN 2018-2020
ALOKASI ANGGARAN PEMBANGUNAN RENDAH KARBON (PRK)
• Pembangunan Rendah Karbon menempatkan Tujuan Sustainable Development Goals
(SDGs) ke 13 (Aksi Perubahan Iklim) sebagai dasar utama untuk mendukung SDGs.
• PRK sebagai inisiatif kegiatan aksi penurunan emisi GRK dan intensitas emisi GRK, yang memberikan dampak terhadap peningkatan ekonomi dan sosial masyarakat melalui
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan
• Persentase pendanaan PRK masih dianggap kecil mengingat PRK sudah menjadi program prioritas nasional
2220,66
2461,11 2540,4
34,51 34,87 23,44
1,6%
1,4%
0,9%
0,0%
0,2%
0,4%
0,6%
0,8%
1,0%
1,2%
1,4%
1,6%
1,8%
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
2018 2019 2020
Triliun Rp
APBN DAN PENDANAAN PRK
APBN Pendanaan PRK Persentase PRK thd APBN
PENDANAAN PRK SEKTOR ENERGI
12.867,21
3.067,21
9.724,48
2.324,48
6.103,15
1.903,15
0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000
Anggaran dengan
Subsidi dan PSO Tanpa Subsidi
dan PSO Anggaran dengan
Subsidi dan PSO Tanpa Subsidi
dan PSO Anggaran dengan
Subsidi dan PSO Tanpa Subsidi dan PSO
2018 2019 2020
MiliarRp
Pendanaan PRK Sektor Energi
75%
16%
5%
4%
Pendanaan Sektor Energi Pada 2020
infrastruktur gas bumi LTSHE penerangan jalan umum kegiatan inti kegiatan pendukung
• Pembangunan jaringan gas rumah tangga mendominasi anggaran di sektor energi dari tahun 2018- 2020 (di luar subsidi
biodiesel). Program ini meningkatkan ketahanan energi nasional dengan mengurangi penggunaan BBM dan LPG di rumah tangga
• Pemasangan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) juga memiliki potensi besar dalam meningkatkan rasio elektrifikasi tanpa menambah beban pembangkitan dari energi fosil.
Sumber: DIPA APBN 2018-2020, SMERU-INDEF, Bappenas, diolah
Sumber: DIPA APBN 2018-2020, SMERU-INDEF, Bappenas, diolah
2.884,25 2.195,89 1.826,63 182,96
128,59
76,51 3.067,21
2.324,48
1.903,15
2018 2019 2020
TOTAL KEGIATAN (TIDAK TERMASUK SUBSIDI & PSO) (RP MILIAR)
Kegiatan Pendukung (Rp Miliar)
Kegiatan Inti (Rp Miliar)
Total Kegiatan (diluar Subsidi &
PSO) (Rp Miliar)
11.413,97 8.465,52 4.660,54
1.453,24
1.258,96
1.442,60
12.867,21
9.724,48
6.103,15
2018 2019 2020
TOTAL KEGIATAN (TERMASUK SUBSIDI & PSO) (RP MILIAR)
Efisiensi Energi dan Penggunaan Teknologi Rendah Karbon
Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) TOTAL
GREEN PEN K/L :
• Anggaran PEN K/L sebesar Rp 341 Triliun
• Anggaran Pembangunan Rendah Karbon (Green PEN) Rp7,03 Triliun (2,06%)
• Sektor Energi Rp134 Milyar
KATEGORI PEN 2020 JUMLAH RO ANGGARAN (RP JUTA) %
1. Pemulihan Daya Beli dan Usaha
1.1 Penuntasan Krisis Kesehatan 611 Rp 24.112.017 7,07%
1.2 Pemberian Bantuan untuk Pemulihan Dunia Usaha 352 Rp 3.550.043 1,04%
1.3 Menjaga Daya Beli Rumah Tangga 136 Rp 145.439.844 42,64%
1.4 Percepatan Pembangunan Infrastruktur Padat Karya 761 Rp 80.093.712 23,48%
1.5 Program Khusus (prioritas arahan tertentu) 145 Rp 27.878.731 8,17%
2. Diversifikasi Ekonomi
2.1 Peningkatan Nilai Tambah 1434 Rp 23.033.281 6,75%
2.2 Ketahanan Pangan 273 Rp 6.666.800 1,95%
2.3 Pembangunan Rendah Karbon 330 Rp 7.034.536 2,06%
2.4 Peningkatan Pemerataan Infrastruktur dan Kualitas
Layanan Digital 176 Rp 23.299.045 6,83%
TOTAL 4218 Rp 341.108.009
DISTRIBUSI ANGGARAN GREEN PEN
3%
50%
0,2%
8%
1,4%
10%
0,4% 4%
24%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
- 500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000 3.000.000 3.500.000 4.000.000
ESDM KLHK Kemendesa Kementan KKP BNPB Kemenperin PUPR K/L Lainnya
Distribusi Anggaran Green PEN
Budget Allocation % of the Green PEN
Potensi Anggaran
Pembangunan Rendah Karbon di Daerah
Selama 4 tahun terakhir, potensi anggaran PRK di daerah paling besar adalah untuk sektor kehutanan yang rata-rata mencapai Rp398 juta per tahunnya (34% dari total anggaran PRK). Kemudian disusul oleh sektor lain:
- Sektor limbah dan sampah domestik sebesar Rp311 juta per tahun (26%)
- Sektor energi sebesar Rp182 juta per tahun (15%),
- Sektor transportasi sebesar Rp218 juta per tahun (18%), dan - Sektor pertanian sebesar Rp76 juta per tahun (6%).
0 100 200 300 400 500 600
Milyar Kehutanan
Limbah dan Sampah Domestik Energi Transportasi Pertanian
2020 2019 2018 2017
Potensi Anggaran PRK di 11 Daerah Piloting
Sumber: BKF, Kemenkeu, diolah
Uraian Stimulus Pemasangan panel surya atap rumah pada 200.000 rumah tangga untuk menggantikan energi fosil dari penggunaan diesel, untuk meningkatkan keandalan pasokan listrik dan mengurangi biaya pembangkit listrik.
Alokasi Anggaran 2022-2023
Rp 3 triliun
• Biaya tersebut adalah total biaya modal dimuka dan biaya pemasangan 1 kWp panel surya (photovoltaic)/rumah pada 200.000 rumah tangga (total 200 MWp kapasitas total terpasang).
• Diasumsikan biaya modal dan pemasangan (termasuk biaya logistik) adalah sebesar Rp15.000/watt atau Rp15 juta/rumah tangga.
• Alokasi anggaran tersebut tidak termasuk biaya operasional dan pemeliharaan panel, yang diperkirakan sebesar Rp450.000/rumah tangga selama 25 tahun umur ekonomis panel tersebut. Kami berasumsi, biaya ini merupakan tanggung jawab pemilik rumah.
• Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengidentifikasi lokasi dimana program stimulus ini dapat dilaksanakan secara efektif. Lokasi dimaksud adalah lokasi dimana: 1) biaya pembangkit listrik rata-rata cukup tinggi karena dominannya penggunaan diesel sebagai sumber tenaga listrik, dan 2) tarif dasar konsumsi listrik yang rendah. Contoh lokasi dimaksud antara lain: Nias, Mentawai dan Kepulauan Maluku.
• Diasumsikan penggunaan listrik sehari-hari per rumah tangga (setara dengan 80% diesel yang digantikan) adalah sebesar 3,5 kWh/hari/rumah tangga dan pasokan puncak sebesar 1kWp untuk setiap rumah tangga.
• Kami memperkirakan pemasangan pansel untuk 200.000 rumah tangga memerlukan waktu dua tahun (yaitu tahun 2022 dan 2023).
Manfaat Ekonomi • Berdasarkan analisis simulasi kasus di Nias, diperkirakan penghematan rata-rata yang diperoleh Pemerintah dalam hal tidak dikeluarkannya biaya subsidi adalah sebesar Rp3,3 juta/rumah tangga/tahun, untuk 200.000 rumah tangga tersebut.
• Jumlah tersebut setara dengan nilai penghematan minimal Rp1.980.000 juta antara tahun 2022 s.d. 2026 dan total penghematan sebesar Rp16.500.000 juta selama 25 tahun. Selain itu, investasi langsung pemasangan panel surya akan menciptakan skala ekonomis yang akan meningkatkan pertumbuhan bisnis energi ramah lingkungan.
REKOMENDASI STIMULUS EKONOMI RENDAH KARBON SEKTOR ENERGI → Koalisi Generasi Hijau
Manfaat Ekonomi • Berdasarkan analisis simulasi kasus di Nias, diperkirakan penghematan rata-rata yang diperoleh Pemerintah dalam hal tidak dikeluarkannya biaya subsidi adalah sebesar Rp3,3 juta/rumah tangga/tahun, untuk 200.000 rumah tangga tersebut.
• Jumlah tersebut setara dengan nilai penghematan minimal Rp1.980.000 juta antara tahun 2022 s.d. 2026 dan total penghematan sebesar Rp16.500.000 juta selama 25 tahun. Selain itu, investasi langsung pemasangan panel surya akan menciptakan skala ekonomis yang akan meningkatkan pertumbuhan bisnis energi ramah lingkungan.
Penciptaan Lapangan Kerja
• Program ini diperkirakan melibatkan 100.000 pekerja pada tahap konstruksi (tahun 2022 s.d.
2023) untuk pekerjaan pemasangan, logistik dan pemeliharaan. Lapangan kerja untuk industri manufaktur produksi panel dan komponennya juga akan meningkat.
• Lapangan kerja baru tersebut mayoritas berada di daerah.
Manfaat
Kebijakan Iklim
• Program ini diestimasi akan mengurangi emisi 5,1 juta tCO2e selama 25 tahun.
• Nilai tersebut diperoleh berdasarkan asumsi 20% energi masih dipasok tenaga diesel, dimana emisi yang dapat dihindarkan sebesar 25,6 tCO2e/rumah tangga selama 25 tahun.
Mekanisme Pelaksanaan
• Kami mengusulkan program stimulus dibiayai melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dibawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
• Kami mengusulkan Kementerian ESDM sebagai Kementerian Pelaksana, dengan memperluas cakupan program pemasangan panel surya atap yang selama ini telah berjalan.
Terima Kasih ☺
Seknas FITRA:
Jl. Tebet Timur Dalam IXC No. 4 RT 012/RW 009 Tebet Timur, Kelurahan Tebet Timur Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan 12820.
Tlpn: 021-7947608 Email :sekretariat@seknasfitra.org Website : www.seknasfitra.org