CUACA PESAWAT EMBRAER 135
4.1 Analisa Single Slot antena
Untuk menganalisa sebuah slot, maka slot tersebut dapat diasumsikan sebagai dua dipol dengan radius 0. Dengan prinsip Babinet Booker, kita dapat menggunakan prinsip matematika yang sama dengan yang antena dipol gunakan.
Baik dipol maupun slot keduanya beradiasi dengan pola yang sama namun berbeda dalam polarisasi. Slot bisa diasumsikan sebagai dua buah dipol. Tegangan yang melalui slot berpropagasi sepanjang slot menuju ke akhir sirkuit. Dapat dilihat pada gambar 4.1 distribusi arus untuk slot/dipol dengan variasi panjang elemen (semua dalam lambda) dengan simulasi menggunakan software MATLAB.
Panjang Elemen
Distribusi arus Polar Plot
λ/4
-0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
z′/λ
Normalisasi distribusi arus
-45 -30 -15 0
60
120
30
150 0
180 30
150 60
120
90 90
Pola Normalisasi Amplitudo Bidang Elevasi (dB)
λ/2
-0.250 -0.2-0.15-0.1-0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.1
0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
z′/λ
Normalisasi distribusi arus
-45 -30 -15 0
60
120
30
150 0
180 30
150 60
120
90 90
Pola Normalisasi Amplitudo Bidang Elevasi (dB)
3/4λ
-0.40 -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
z′/λ
Normalisasi distribusi arus
-45 -30 -15 0
60
120
30
150 0
180 30
150 60
120
90 90
Pola Normalisasi Amplitudo Bidang Elevasi (dB)
31
λ
-0.50 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
z′/λ
Normalisasi distribusi arus
-45 -30 -15 0
60
120
30
150 0
180 30
150 60
120
90 90
Pola Normalisasi Amplitudo Bidang Elevasi (dB)
1.5λ
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
z′/λ
Normalisasi distribusi arus
-45 -30 -15 0
60
120
30
150 0
180 30
150 60
120
90 90
Pola Normalisasi Amplitudo Bidang Elevasi (dB)
3λ
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
z′/λ
Normalisasi distribusi arus
-45 -30 -15 0
60
120
30
150 0
180 30
150 60
120
90 90
Pola Normalisasi Amplitudo Bidang Elevasi (dB)
Gambar 4.1. Simulasi slot antena dengan beberapa panjang gelombang
Distribusi tegangan pada slot adalah sama dengan arus magnet pada dipol dan begitu sebaliknya. Dapat terlihat pada gambar bahwa tengah-tengah antena diasumsi sebagai sumber input, sehingga bentuk gelombang yang berpropagasi terlihat seperti pada gambar 4.1.
Kemudian pada gambar dapat dilihat pula bahwa semakin besar panjang gelombang, maka akan semakin tinggi direktivitasnya, namun akan semakin menambah lobe yang ada. Berdasarkan perbandingan di atas, maka dapat dikatakan bahwa sebuah dipol atau slot akan mempunyai pola gelombang dan direktivitas terbaik tanpa adanya tambahan lobe pada panjang gelombang λ/2.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pola radiasi berubah menurut faktor pengali setengah panjang gelombang. Jumlah lobe pada masing-masing sisi antena tergantung dari kelipatan ½ panjang gelombang (λ/2) yang digunakan.
Arah arus menunjukkan bahwa fasa arus berubah 180° untuk setiap perpindahan dari satu potongan λ/2 ke potongan λ/2 berikutnya. Jumlah lobe pada antena dipol tunggal (L = ½ λ) hanya terdiri dari major lobe saja, sehingga lebih terarah ke tujuan yang sebenarnya daripada ke arah yang lain, sehingga lebih efisien.
Kebutuhan akan direktivitas dan gain yang tinggi tidak dapat dipenuhi
oleh sebuah slot antena. Menambah panjang gelombang tidak menyelesaikan
masalah, karena direktivitas bertambah namun juga disertai dengan keberadaan lobe lainnya yang juga bertambah.
4.2 Analisa Antena Array
4.2.1 Analisa Antena Array elemen sepanjang sumbu Z
Array adalah gabungan antena yang dibentuk dari dua atau lebih radiator dasar. Setiap radiator dinamakan sebagai elemen. Elemen yang digunakan disini adalah terbentuk dari slot, dan analisa mengenai slot sudah diketahui di bagian sebelumnya.
Analisa untuk antena array dimulai dengan linier array. Gambar 4.2 menunjukkan simulasi dua dimensi antena array linier yang terdiri dari beberapa elemen yang identik yang diletakkan pada sumbu Z. Elemen merupakan slot dengan jarak antar elemen yang disimulasikan pada jarak d yang berbeda.
Jumlah
elemen 0.25 λ 0.5 λ 0.75λ λ
4
8
10
12
Gambar 4. 2 Simulasi untuk sejumlah N elemen sepanjang sumbu Z dengan variasi jarak d (dalam λ)
Sesuai dengan hasil yang didapat pada sebuah slot antena, maka dapat
dilihat bahwa total medan dari sebuah linier array adalah sama dengan perkalian
dari satu elemen dengan faktor array. Pada gambar dua dimensi perhitungan yang
dilakukan dengan MATLAB di atas, terlihat bahwa pola radiasi dipengaruhi oleh jumlah elemen dan juga jarak antar elemen atau salah satunya.
Pada jumlah elemen yang lebih kecil dengan jarak antar elemen yang kecil, terlihat direktivitas yang terjadi menjadi kecil dan lobe tambahan yang ada tidak banyak. Pada saat elemen ditambah dengan jarak antar elemen yang kecil, terdapat perbaikan pada direktivitas, tapi sejalan juga dengan tambahan lobe lainnya. Begitu juga saat jumlah elemen sedikit tapi jarak antar elemen ditambah, maka akan terjadi penambahan direktivitas dan penambahan lobe tambahan.
Sesuai tujuan antena array yaitu untuk mendapatkan gain yang tinggi tanpa harus menambah panjang antena, maka penambahan elemen dengan jarak antar elemen kurang dari λ merupakan pilihan terbaik, namun juga tetap harus diperhitungkan adanya penambahan lobe, sehingga antena array linier menjadi terbatas hanya untuk mendapatkan direktivitas atau gain yang tidak terlalu tinggi karena akan dibatasi oleh L atau jumlah total panjang antena berdasarkan jumlah jarak antar elemen yang terjadi.
Tabel berikut memperlihatkan hasil perhitungan untuk Half Power Beamwidth (HPBW) dan Direktivitas (D) oleh software matlab berdasarkan gambar 4.2.
Tabel 4.1. Perbandingan perhitungan HPBW dan D
HPBW D Jumlah
elemen λ/4 λ/2 ¾ λ λ λ/4 λ/2 ¾ λ λ 4 54 26 17 55 3 6 7 6 8 25 12 8 38 6 9 10 9 10 20 10 6 34 7 10 11 10 12 17 8 5 31 8 11 12 10
Dari table 4.1 ini dapat dilihat suatu perbandingan bahwa Half Power
Beamwidth (HPBW) berbanding terbalik dengan direktivitas. Semakin kecil
HPBW, maka akan semakin besar direktivitas dan pola radiasi semakin terarah.
Jumlah
elemen λ/4 λ/2 ¾ λ λ
4
8
10
12
Gambar 4. 3 Simulasi polar plot untuk sejumlah N elemen sepanjang sumbu Z dengan variasi jarak d (dalam λ)
Dari gambar 4.3 juga dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah lobe, maka major lobe yang paling dekat dengan sumbu 0° akan selalu lebih besar dari yang lain sedangkan lobe yang lainnya yaitu minor lobe berada di luar major lobe.
Saat panjang gelombang bertambah, direktivitas akan semaikin runcing namun pola radiasi akan semakin tidak terarah atau tidak jelas dikarenakan banyaknya lobe tambahan terutaman keberadaan major lobe.
4.2.2 Analisa Antena Array elemen sepanjang sumbu X
Gambar 4.4 menunjukkan pola radiasi dari faktor array dan direktivitas
serta polar plot dari beberapa elemen yang diletakkan sepanjang sumbu X.
Dapat terlihat dari gambar 4.4 untuk antena linier array yang diletakkan sepanjang sumbu X dan dibandingkan dengan gambar 4.3 untuk antena linier array dengan penempatan elemen sepanjang sumbu Z, terdapat perbedaan orientasi pola radiasi. Semua yang berlaku pada antena linier array untuk elemen sepanjang sumbu Z akan berlaku juga untuk antena dengan penempatan elemen pada sumbu X ataupun Y. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara numerik dan perhitungan terdapat perbedaan untuk kedua antena, namun pola radiasi yang terbentuk akan sama dengan perbedaan pada arah orientasi pola radiasinya yang akan selalu keluar dari tengah slot.
Jumlah
elemen λ/4 λ/2 ¾ λ λ
4
8
10
-46 -32 -18 -4 10
60
120
30
150 0
180 30
150 60
120
90 90
Polar plot dari Direktivitas (0< φ <360 derajat)
12
Gambar 4.4 Simulasi polar plot untuk sejumlah N elemen sepanjang sumbu X
dengan variasi jarak d (dalam λ)
4.2.3 Analisa antena planar array
Antena linier array diketahui mampu mendapatkan direktivitas atau gain yang lebih baik daripada antena single slot, namun kembali menemui keterbatasan saat dia diminta untuk mendapatkan gain yang lebih tinggi tanpa adanya lobe tambahan yang akan terus bertambah dan terjadinya major lobe yang akan mengganggu pola radiasi yang diinginkan.
Marilah kita lihat gambar tiga dimensi array planar yang telah dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB dan berdasarkan data yang didapatkan.
Gambar 4.5. Gambar tiga dimensi antena planar array dengan jumlah elemen 12 dan jarak dx 0,6λ dan jarak dy 0,8λ
Gambar di atas adalah gambar tiga dimensi dari antena planar array dengan dimensi Mx (jumlah elemen pada sumbu x) berjumlah 12 dan Ny (jumlah elemen pada sumbu y) sebanyak 12, jarak antar elemen pada sumbu x (dx) adalah 0,6 λ jarak antar elemen pada sumbu y (dy) sebesar 0,8λ.
Pola radiasi tiga dimensi yang dihasilkan perangkat lunak tidak
memperlihatkan secara jelas karakteristik antena yang diinginkan, karena pada
dasarnya pola radiasi akan terlihat hampir sama. Maka hasil simulasi dua dimensi
kembali digunakan untuk mendapatkan analisa yang lebih baik dari antena array planar dengan dimensi yang berubah.
dx = 0,6 dy = 0,8 dx = 0,6 dy = 0,6 dx = 0,8 dy = 0,8 dx = 0,8 dy = 0,6 Mx = 4,
Ny = 4
‐44
‐44 ‐28
‐28 ‐12
‐12 4
4 20
20 90
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB 204‐12‐28‐44 ‐44‐28‐1242090
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB 204‐12‐28‐44 ‐44‐28‐1242090
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB
HPBW = 20.5° ; D = 15.6
HPBW = 22.33° ; D = 14,6
HPBW = 16.7° ; D = 16.5
HPBW = 17.6° ; D = 15,6
Mx = 8, Ny = 8
‐42
‐42 ‐24
‐24 ‐6
‐6 12
12 30
30 90
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB 3012‐6‐24‐42 ‐42‐24‐6123090
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB 3012‐6‐24‐42 ‐42‐24‐6123090
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB
HPBW = 9.9° ; D = 21.8
HPBW = 10.87° ; D = 20.9
HPBW = 8.2° ; D = 22.7
HPBW = 8.6° ; D = 21.9
Mx = 12, Ny = 12
‐42
‐42 ‐24
‐24 ‐6
‐6 12
12 30
30 90
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB 3012‐6‐24‐42 ‐42‐24‐6123090
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB 3012‐6‐24‐42 ‐42‐24‐6123090
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB
HPBW = 6.6° ; D = 25.7
HPBW = 6.6° ; D = 25.6
HPBW = 5.4° ; D = 26.5
HPBW = 5.7° ; D = 25,6
Mx = 16, Ny = 16
‐42
‐42 ‐24
‐24 ‐6
‐6 12
12 30
30 90
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB 3012‐6‐24‐42 ‐42‐24‐6123090
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB 3012‐6‐24‐42 ‐42‐24‐6123090
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB
HPBW = 4.9° ;
D = 28.35 HPBW = 5.4° ;
D = 27.3 HPBW = 4.1° ;
D = 29.4 HPBW = 4.3° ;
D = 28.3
Mx = 32 Ny = 32
‐40
‐40 ‐20
‐20 0
0 20
20 40
40 90
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB 40200‐20‐40 ‐40‐200204090
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB 40200‐20‐40 ‐40‐200204090
60 30 0 30 60
90 dB
Polar plot dari Direktivitas
dB
HPBW = 2.5° ; D = 34.9
HPBW = 2.7° ; D = 33.7
HPBW =2.0° ; D = 36.1
HPBW = 2.1° ; D = 34.9