• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN TAKLIK TALAK DALAM PERNIKAHAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM H.RIDWAN. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEDUDUKAN TAKLIK TALAK DALAM PERNIKAHAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM H.RIDWAN. Abstrak"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN TAKLIK TALAK DALAM PERNIKAHAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

H.RIDWAN Abstrak

Taklik talak adalah talak yang jatuhnya digantungkan pada suatu perkara atau alasan- alasan tertentu yang telah disepakati . Perjanjian taklik talak mempunyai perbedaan dengan perjanjian pada umumnya dalam hal tertutupnya kemungkinan kedua belah pihak untuk membubarkan kesepakatan tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 46 ayat (3) KHI yang menyatakan bahwa perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan . Akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali . Sejalan dengan isi sighat taklik talak tersebut, maka taklik talak dalam perundang-undangan Perkawinan Indonesia pun masuk pada pasal perjanjian perkawinan . Implikasi hukum yang dapat ditimbulkan adalah apabila suami melanggar ikrar taklik talak, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran, dan pelanggaran tersebut dapat dijadikan alasan oleh istri untuk mengajukan tuntutan perceraian kepada pengadilan agama.

Kata kunci: taklik talak, perjanjian, perkawinan Latar Belakang

Ikatan perkawinan merupakan unsur pokok dalam pembentukan keluarga yang harmonis dan penuh rasa cinta kasih, oleh karena itu dalam pelaksanaan perkawinan memerlukan norma hukum yang mengaturnya . Penerapan norma hukum dalam pelaksanaan perkawinan terutama diperlukan dalam rangka mengatur hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing masing anggota keluarga, guna membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera.

Menurut Kompilasi Hukum islam (1991) perkawinan (pernikahan) adalah suatu akad yaitu akad yang menghalalkan pergaulan (hubungan suami isteri) dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara lakilaki dan seorang perempuan yang dua-duanya bukan muhrim, artinya apabila seorang pria dan seorang perempuan bersepakat diantara mereka untuk membentuk suatu rumah tangga, maka hendaknya kedua calon suami isteri tersebut terlebih dahulu melakukan akad nikah.

Manurut Bakri A . Rahman dan Ahmad Sukardja (1981) memberikan pendapat bahwa pandangan masyarakat, perkawinan merupakan tali ikatan yang melahirkan keluarga sebagai dasar kehidupan masyarakat dan negara . Guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian masyarakat, perlu adanya landasan yang kokoh dan kuat sebagai titik tolak pada masyarakat yang adil dan makmur, hal ini dituangkan dalam suatu Undang-undang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara di wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2)

Sebagai wujud kehadiran untuk mengatur tentang perkawinan yang tertuang dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 dan telah dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yaitu tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan peraturan-peraturan lainnya tentang perkawinan.

Menurut Slamet Abidin dan Aminuddin (1999) Tujuan perkawinan selain membentuk keluarga bahagia, juga bertujuan lain yaitu bersifat kekal . Di Dalam sebuah perkawinan perlu ditanamkan bahwa perkawinan itu berlangsung untuk waktu seumur hidup dan selama- lamanya kecuali dipisahkan karena kematian . Tujuan perkawinan menurut Islam adalah menuruti perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.

Fenomena di dalam masyarakat kadang berbicara lain, perkawinan yang diharapkan sakinah, mawadah, warohmah ternyata karena satu dan lain hal harus kandas di tengah jalan . Kondisi rumah tangga mengalami perselisihan, pertengkaran serta suami istri sudah tidak dapat lagi didamaikan maka Islam memberi solusi dengan perceraian atau talak . Perceraian atau talak merupakan solusi terakhir untuk mengakhiri pertentangan dan pergolakan antara suami istri serta menjadi jalan keluar yang layak untuk keduanya . Kendati dibolehkan Allah membenci perceraian atau talak.

Pada Pasal 38 Undang-undang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena tiga hal, yaitu karena kematian, karena perceraian dan atas putusan pengadilan. Di Indonesia ada suatu pranata hukum yang unik dalam perkawinan tentang taklil talak yang dibacakan oleh mempelai pria pada saat akad nikah. Hal ini beralasan bahwa seorang suami mempunai hak talak sedangkan istri tidak. Talak adalah hak suami, karena dialah yang berminat melangsungkan perkawinan, dialah yang berkewajiban memberi nafkah, dia pula yang wajib membayar mas kawin, mut’ah, serta nafkah dan iddah. Dengan adanya talik talak (janji yang digantungkan) maka seorang suami akan berhati-hati dalam mentalak istrinya, karena istri juga bisa menggugat suaminya akibat melanggar talik talak.

Meskipun istri tidak mempunyai hak talak, akan tetapi ia dapat mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya . Hal ini dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 114 KHI, yang selengkapnya berbunyi “Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian” . Dengan adanya hak untuk mengajukan gugatan itu apabila seorang istri ingin bercerai dengan suaminya, tentu saja didasarkan pada alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum, maka ia dapat mengajukan perceraian ke

(3)

Pengadilan Agama . Oleh karena itu dalam perceraian, hak antara seorang suami dan istri adalah seimbang, Abdul Rachmad Budiono (2003).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak ditemukan pasal yang secara khusus menyebutkan serta mengatur tentang taklik talak dalam kapasitasnya baik sebagai perjanjian perkawinan maupun sebagai alasan perceraian . Pasal 29 Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 ini hanya menyebutkan dibolehkannya bagi kedua mempelai untuk mengadakan perjanjian tertulis sebelum melangsungkan perkawinan. Dalam penjelasannya pada Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ditekankan bahwa perjanjian perkawinan yang dimaksud tidak termasuk taklik talak di dalamnya. Tatapi talik talak tersebut hanya didasarkan Maklumat Kementerian Agama Nomor 3 Tahun 1953, Kementerian Agama menganjurkan kepada pejabat daerah agar dalam pernikahan itu dibacakan taklik talak . Sighat taklik dirumuskan sedemikian rupa untuk melindungi istri dari sikap kesewenang-wenangan suami, jika istri tidak rela atas perlakuan suami maka istri dapat mengajukan gugatan perceraian berdasarkan terwujudnya syarat taklik talak yang disebutkan dalam sighat taklik.

Di masyarakat eksistensi taklik talak ternyata banyak melahirkan kontoversi, baik di kalangan fuqaha maupun para pengamat Hukum Islam . Permasalahan ini perlu dan relevan untuk dibahas agar penerapannya benar-benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan benar-benar dapat memenuhi serta memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan . Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1 Apakah taklik talak dalam suatu perkawinan Islam dapat dikategorikan sebagai perjanjian?

2 Apa implikasi hukum terhadap pelanggaran taklik talak bagi suatu perkawinan?

Pembahasan

A. Pengertian Taklik Talak

Kata Taklik talak berasal dari dua kata yaitu taklik dan talak, dari segi bahasa taklik berasal dari kata (قلع) yang mempunyai arti “menggantungkan”. Sedangkan kata talak berasal dari kata bahasa arab yaitu (قلط) yang artinya melepaskan atau meninggalkan, Mahmud Yunus (1990 : 227).

Muhammad Jawad Mughniyah (2001 : 37) Berkaitan dengan waktu yang akan datang atau waktu tertentu, maksudnya talak itu akan jatuh apabila syaratnya telah dilanggar.

Imam madzhab sendiri mempunyai pendapat yang berlainan. Abu Hanifah dan Imam Malik berpendapat bahwa perempuan tertalak seketika itu juga, tetapi Imam Syafi‟i dan

(4)

Ahmad mengatakan belum berlaku sebelum waktu itu tiba, adapun Ibnu Hazm baik sekarang atau yang akan datang talak semacam itu tidak jatuh. Selanjutnya taklik talak diartikan suatu talak yang digantungkan jatuhnya pada suatu hal yang telah diperjanjikan itu dan jika hal atau syarat yang telah diperjanjikan itu dilanggar oleh suami, maka terbukalah kesempatan mengambil inisiatif untuk talaq oleh istri, kalau ia menghendaki demikian itu. Tetapi berkaitan dengan waktu yang akan datang atau waktu tertentu, maksudnya talak itu akan jatuh apabila syaratnya telah dilanggar. Imam madzhab sendiri mempunyai pendapat yang berlainan. Abu Hanifah dan Imam Malik berpendapat bahwa perempuan tertalak seketika itu juga, tetapi Imam Syafi‟i dan Ahmad mengatakan belum berlaku sebelum waktu itu tiba, adapun Ibnu Hazm baik sekarang atau yang akan datang talak semacam itu tidak jatuh.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa taklik talak adalah suatu talak yang digantungkan pada suatu yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian, setelah akad nikah.

B. Kedudukan Taklik Talak Dalam Pernikahan Menurut Perspektif Hukum Islam Berdasarkan Pasal 1 huruf e Kompilasi Hukum Islam dinyatakan perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang . Rumusan definisi perjanjian perkawinan yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam lebih bersifat universal-konsepsional yang berarti tidak mencampur-adukkan antara kebijakan yang sifatnya temporal dengan konsep dasar perjanjian perkawinan yang sifatnya permanen dan universal.

Perjanjian Perkawinan dalam KHI terdapat dalam BAB VII yang di dalamnya mengatur taklik talak sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 45 dan Pasal 46 yang berbunyi: “Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk:

(1) Taklik Talak . (2) Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan Hukum Islam . Adapun mengenai penjelasannya adalah kata perjanjian berasal dari kata janji yang berarti perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat . Janji juga dapat diartikan persetujuan antara dua pihak (masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat sesuatu). Dan perjanjian bisa juga diartikan sebagai persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masingmasing berjanji menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu . Perjanjian taklik talak adalah

(5)

perjanjian yang diucapkan oleh suami setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.

Sedangkan dalam Pasal 46 KHI berbunyi: (1) Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan Hukum Islam . (2) Apabila keadaan yang disyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi dikemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh . Supaya talak sungguh-sungguh jatuh, istri harus mengajukan persoalannya ke pengadilan agama . (3) Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.

Dari ketentuan perjanjian perkawinan yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 45 ayat (2) bahwa perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan Hukum Islam terdapat kaitannya dengan perjanjian yang ada dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengemukakan bahwa undang-undang telah menentukan 4 (empat) persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu perikatan atau perjanjian dianggap sah yaitu: a . Kesepakatan mereka yang mengikat diri . b . Kecakapan untuk membuat suatu perikatan . c . Suatu hal tertentu . d . Suatu sebab yang halal .

Oleh karena itu , perjanjian perkawinan yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, walau dengan teks yang berbeda mempunyai unsur-unsur yang sama dengan perjanjian dalam KUHPerdata . Namun demikian, dalam perjanjian taklik talak mempunyai perbedaan dengan perjanjian pada umumnya dalam hal tertutupnya kemungkinan kedua belah pihak untuk membubarkan kesepakatan tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 46 ayat (3) KHI yang menyatakan bahwa perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan . akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.

Untuk mengukur apakah taklik talak sebuah perjanjian atau bukan, kita harus melihat Pasal 1320 KUH Perdata yang memuat syarat sahnya perjanjian yaitu (1) Sepakat meraka yang mengikatkan dirinya, (2) Cakap mereka yang mengikatkan diri, (3) Suatu hal tertentu, dan (4) Suatu sebab atau kausa yang halal . Syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana tersebut di atas dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kategori. Syarat subjektif dan kategori syarat objektif . Syarat subjektif, yaitu syarat sepakat mereka yang mengikatkan diri dan syarat kecakapan untuk membuat perjanjian . Apabila syarat subjektif tidak dapat dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan (Vernieitigbaar). Syarat objektif, yaitu syarat suatu hal tertentu dan syarat suatu sebab yang halal . Apabila dalam

(6)

perjanjian syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian adalah batal demi hukum, Purwahid Patrik (1990 : 65).

C. Implikasi Hukum Terhadap Pelanggaran Taklik Talak Dalam Suatu Perkawinan 1. Pelaksanaan Sighat Taklik Talak Dalam Perkawinan

Dalam pelaksanaan akad nikah sering kita lihat bahwa setelah prosesi ijab dan qobul biasanya dilanjutkan dengan pembacaan Sighat Taklik. Hal itu dilakukan bukan semata untuk sekedar melengkapi administrasi pernikahan tetapi sesungguhnya sighat taklik itu muncul karena ada kesenjangan yang terjadi bahwa laki-laki memiliki hak talak sedangkan wanita tidak. Disaat itu laki-laki memiliki kekuasaan penuh untuk mengawini dan menalak wanita dengan sesuka hati. Untuk mengantisipasi dari kesewenang-wenagan bagi laki dan menjaga kehormatan wanita maka lahirlah sighat taklik Berdasarkan Maklumat Kementerian Agama Nomor 3 Tahun 1953 Tentang Sighat Taklik.

Menurut Mahmoud Syaltout dalam buku Perbandingan Mazhab menjelaskan bahwa para ahli Hukum Islam berpendapat bahwa perjanjian taklik talak adalah jalan terbaik dalam melindungi kaum wanita dari perbuatan tidak baik dari pihak suami . Sekiranya seorang suami telah mengadakan perjanjian taklik talak, ketika akad nikah dilaksanakan dan bentuk perjanjian itu telah disepakati bersama, maka perjanjian taklik talak itu dianggap sah untuk semua bentuk taklik . Apabila suami melanggar perjanjian yang telah disepakati itu maka isteri dapat meminta cerai kepada hakim yang telah ditunjuk oleh pihak yang berwenang, Murtadha Muthahhari (1997:197).

Dari isi taklik talak dapat diketahui bahwasanya apabila suami nantinya melanggar isi taklik talak, maka ini bisa dijadikan sebagai alasan istri untuk menggugat cerai suaminya . Perjanjian semacam ini menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan menurut Kompilasi Hukum Islam, boleh dilaksanakan.

Isi perjanjian tersebut pada dasarnya tidak bertentangan dengan hukum positif dan Hukum Islam . Sekilas kita melihat bahwa ikrar taklik talak ini sebagai bentuk kesungguhan mempelai pria kepada mempelai wanita bahwa ia akan selalu mencintai istrinya dan berjanji akan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang suami dengan baik . Hal ini juga memberikan perlindungan hukum bagi wanita karena mendapat jaminan dari suaminya.

(7)

2. Pelanggaran Taklik Talak Sebagai Alasan Perceraian

Pembahasan pelanggaran taklik talak sebagai alasan perceraian telah dibahas para ulama fiqih dalam berbagai kitab fiqih. Dalam pembahasan mengenai hal ini mereka ikhtilaf . Ada yang membolehkan dan ada pula yang menolaknya, ada yang pro dan ada pula yang kontra . Perbedaan tersebut sampai sekarang mewarnai perkembangan Hukum Islam.

Di antara yang membolehkan pun terdapat dua pendapat . Ada yang membolehkan secara mutlak dan ada yang membolehkan dengan syarat-syarat tertentu . Perbedaan faham di antara mereka yang membolehkan, pada dasarnya terletak pada bentuk sifat dan sighat taklik talak yang bersangkutan . Yang membolehkan secara mutlak, mereka membolehkan semua bentuk sighat taklik, baik yang bersifat syarthi maupun qasami, yang bersifat umum maupun yang dikaitkan dengan sesuatu . Sedang yang membolehkan ialah sighat taklik yang bersifat syarthi, dan sesuai dengan maksud tujuan hukum syar’i, Mahmoud Syaltut (1978:218-219).

Ulama berbeda pendapat tentang jatuh atau tidaknya talak dengan dua formulasi di atas . Jumhur Ulama berpendapat bahwa dua bentuk taklik yang dikaitkan dengan talak/ janji, apabila yang ditaklikkan terjadi maka talaknya jatuh . Sedangkan Ibn Hazm dan Ibn Oayyim al-Jauziyah berpendapat bahwa taklik yang di dalamnya terkandung maksud sumpah (qasam) tidak berakibat jatuhnya talak, akan tetapi wajib membayar kifarat sumpah dan taklik yang di dalamnya terkandung syarat yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak ketika terjadinya sesuatu yang disyaratkan, maka talak tersebut jatuh, Zakiyuddin Sya’ban (1967:442)

Fakta yuridis mengenai alasan perceraian sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 39 Ayat (2) UU Perkawinan beserta penjelasannya, maupun dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, tidak disinggung mengenai taklik talak sebagai alasan perceraian . Pembuat undang-undang menganggap bahwa perceraian berdasarkan penjelasan Pasal 39 Ayat (2) Undang-undang Perkawinan jo . Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 telah cukup memadai, sesuai dengan jiwa undang-undang tersebut yang antara lain menganut asas mempersukar terjadinya perceraian . Sehingga tidak perlu lagi ditambah atau diperluas .

Keberadaan taklik talak apabila ditinjau dari hukum perjanjian, merupakan sebuah perjanjian yang apabila dilanggar menimbulkan konsekuensi yuridis yaitu suami telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi, sehingga menurut penulis si istri dapat menggugat si suami ke pengadilan negeri untuk menuntut hak-

(8)

haknya yang telah dilanggar oleh suami tersebut sesuai bunyi dari taklik talak yang ada.

Hal ini berdasarkan argumentasi bahwa taklik talak itu adalah sebuah perjanjian yang telah disepakati bersama baik oleh suami ataupun oleh istri .

D. Simpulan

Taklik talak adalah perjanjian yang digantungkan dalam suatu pernikahan yang berlaku di Indonesia, hal ini lahir karena adanya kesewenag-wenangan dari para suami menjatuhkan talak kepada istrinya. Untuk mengantisipasi dari kesewenang-wenangan bagi laki dan menjaga kehormatan wanita maka lahirlah sighat taklik Berdasarkan Maklumat Kementerian Agama Nomor 3 Tahun 1953 Tentang Sighat Taklik. Hal ini senada dengan kaidah fiqh : bahwa kemadharatan harus dicegah sedapat mungkin.

Implikasi hukum yang dapat ditimbulkan adalah apabila suami melanggar ikrar taklik talak tersebut, maka itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran, dan pelanggaran tersebut dapat dijadikan alasan oleh istri untuk mengajukan tuntutan perceraian kepada pengadilan agama . Apabila memperhatikan bentuk taklik talak di atas dapat dipahami bahwa maksud yang dikandungnya amat baik dan positif kepastian hukumnya, yaitu melindungi istri dari kesewenang-wenangan suami dalam memenuhi kewajibannya yang merupakan hak-hak istri yang harus diterimanya.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rachmad Budiono, Peradilan Agama dan Hukum Islam di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang . 2003

Bakri A . Rahman dan Ahmad Sukardja, , Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam, Undang-undang Perkawinan dan Hukum Perdata/ BW, Hidakarya Agung, Jakarta . 1981

Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, Penerbit Hidakarya Agung , Jakarta, 1990 Muhammad Jawad Mughniyah, , al-fiqh ala al-Madzahib al-khamsah, Terjemahann Masykur

A.B., Afif Muhammad dan Idrus Al-Kaff, Fiqih Lima Madzhab, Lentera, Jakarta, . 2001

Murtadha Muthahhari, The Rights of Women in Islam, Terjemahan M . Hashem, 1991

Mahmoud Syaltut, Perbandingan Mazhab Dalam Masalah Fiqh, Terjemahan Ismuha, Bulan Bintang, Jakarta . Penerbit Pustaka, Bandung. 1978

Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung . 1999 Slamet Abidin dan Aminuddin, , Fiqih Munakahat 1, Pustaka Setia, Bandung . 1999

Zakiyuddin Sya’ban, al-Ahkam al-Syar’iyah li af-Ahwal al-Syakhsiyah, al-Nahdah al- Arabiyah, Mesir . 1967

Kitab Undang-undang Hukum Perdata . Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama . Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1990 tentang Kewajiban Pegawai Pencatat Nikah.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian tentang Prevalensi Skoliosis Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas pada Sekolah Dasar Negeri Sumber

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul penggunaan LKS komik untuk meningkatkan prestasi belajar siswa

a) Triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai tiga bulan Masa trimester I disebut juga masa organogenesis, dimana dimulainya perkembangan organ-organ janin.

Sedangkan Intrution Prevention System (IPS) yan g di terapkan pada Server dengan mengunakan Snort sebagi tools nya dan Acid-MySQL sebagai Database Snort, bertujuan

Dari hasil penelitian tugas akhir ini diharapkan dapat diketahui tegangan yang diterima oleh pipa selama proses above water tie-in , sehingga bermanfaat sebagai bahan

Pada serangan DDoS ICMP Flood dalam uji coba untuk mengetahui ketahanan server IPS, batasan server masih dapat menahan serangan bersamaan serta beruntun adalah di angka

Prayoga (2012) menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka Perempuan di Pulau Jawa menggunakan pendekatan Regresi Nonparametrik Spline

Pochettino y, a través de ella, al personal del Laboratorio de Etnobotánica y Botánica Aplicada (LEBA), Fa- cultad de Ciencias Naturales y Museo, Universi- dad Nacional de La