• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESTINATION BRANDING WISATA BELANJA KABU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DESTINATION BRANDING WISATA BELANJA KABU"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

DESTINATION

BRANDING

WISATA BELANJA

KABUPATEN SIDOARJO

(Studi Deskriptif Kualitatif pada Sentra Industri Tas dan Koper atau Intako Tanggulangin dan Kampoeng Batik Jetis Sidoarjo)

JURNAL

Oleh:

Rafika Putri Amaliah NIM 0911220027

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

1 ABSTRAK

Penelitian ini membahas mengenai usaha Dinas Pariwisata Kabupaten Sidoarjo dalam membentuk destination branding wisata belanja Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini mengambil studi pada INTAKO (Industri Tas dan Koper) dan Kampoeng Batik Jetis. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tahap pembentukan dan elemen pembentuk destination branding wisata belanja INTAKO Tanggulangin dan Kampoeng Batik Jetis Kabupaten Sidoarjo.

Teori dan konsep dipaparkan oleh peneliti dipergunakan sebagai bahan analisis data temuan peneliti di lapangan. Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori message production serta goals-plans-action models dari Dillard. Beberapa konsep yang gunakan oleh peneliti adalah konsep mengenai identitas korporat, branding, destination branding meliputi tahapan dan elemen pembentukan destination branding. Jenis dan tipe yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukan tahapan pembentukan Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai destination branding Kabupaten Sidoarjo. Elemen pembentuk Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai destination branding Kabupaten Sidoarjo adalah brand identity dan brand essence serta brand culture pada destination branding Kabupaten Sidoarjo.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti pada bencana semburan Lumpur Lapindo yang berlangsung dari tahun 2006 hingga kini tahun 2013 di Kabupaten Sidoarjo. Lumpur Lapindo di Sidoarjo bagaikan dua mata koin, di satu sisi munculnya Lumpur Lapindo di Sidoarjo membawa banyak kerugian bagi Kabupaten

Sidoarjo, terutama dalam bidang kepariwisataan. www.tempointeractive.com

(Bintariadi, 2007) yang menunjukan hasil analisa internal para pengusaha, penyebab penurunan pelanggan karena adanya luberan Lumpur Lapindo di Sidoarjo. Namun di sisi lain kondisi ini membuat nama Kabupaten Sidoarjo lebih dikenal, meski melalui Lumpur Lapindo.

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menyikapi kondisi demikian dengan mencanangkan “Sidoarjo Bangkit Membangun

Masa Depan”. Menurut Badan Perencanaan Daerah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo (2010), pencanagan “Sidoarjo Bangkit Membangun Masa Depan” yang dilakukan oleh Bupati Sidoarjo pada peringatan Hari Ulang Tahun Pemerintah Kabupaten Sidoarjo ke 148, pada selasa 31 Januari 2007. Sejak saat itulah mulai tampak kegiatan-kegiatan dengan tema “Sidoarjo Bangkit” terlihat di Kabupaten Sidoarjo. Lebih lanjut menurut Badan

Perencanaan Daerah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo (2010), pada tahun 2008 Pemerintah

Kabupaten Sidoarjo membuat wacana, salah satunya adalah menjadikan Kabupaten Sidoarjo sebagai tujuan wisata belanja dan pengembangan pasar.

(3)

2 Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo

juga menjadikan Intako Tanggulangin sebagai sasaran „Sidoarjo Maju Membangun Masa Depan‟. Menurut Badan Perencanaan Daerah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo (2010), hal ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan

Tanggulangi Expo pada tahun 2008.

Kegiatan membuka tujuan wisata belanja

yang dilakukan oleh Kabupaten Sidoarjo dilandasi oleh Sidoarjo Bangkit yang dilakukan untuk merubah cara pandang publik terhadap Kabupaten Sidoarjo. Kondisi

demikian sesuai dengan pendefinisian yang diungkapkan Murfianti (2012, h. 75) mengenai

destination branding dalam proceeding NCCB 2012 sebagai “Strategi bagaimana memasarkan potensi sebuah daerah. Konsep

destination branding didasari oleh passion dan identitas yang menarik yang saling berhubungan dengan berbagai hal yang akan

memudahkan orang memiliki asosiasi dengan tempat tersebut”.

Destination branding menurut Alifahmi dan Idris (2012, h. 9) merupakan salah satu bentuk upaya branding, yang mana

destination branding merupakan salah satu komponen yang ikut serta membentuk country branding.

Istilah branding didefinisikan oleh Joe Marconi sebagai berikut. “Kombinasi image, reputasi dan performance, proses berkembangnya reaksi rasional, emosional dan psikologis pada suatu merek.” (dalam Murfianti, 2012).

Rumusan Masalah

1. Bagaimana tahap pembentukan Intako dan

Kampoeng Batik Jetis sebagai destination branding bagi Kabupaten Sidoarjo?

2. Bagaimana elemen pembentuk Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai destination branding?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tahap pembentukan serta elemen pembentuk Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai destination branding Kabupaten Sidoarjo.

Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis

a.Penelitian ini berguna untuk

memperkaya referensi mengenai

penelitian dengan tema destination

branding.

b.Penelitian ini diharapkan dapat

mengembangkan bahasan dan konsep

destination branding yang sudah ada sebelumnya.

2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat

memberi pengetahuan yang lebih luas kepada masyarakat mengenai destination branding di Kabupaten Sidoarjo.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

dan referensi bagi pemerintah

Kabupaten Sidoarjo khususnya Dinas

Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan

(4)

3 permasalahan–permasalahan yang

terkait dengan destination branding

Kabupaten Sidoarjo.

TINJAUAN PUSTAKA Teori Message Production

Salah satu kajian ilmu komunikasi yang

berkaitan dengan pesan adalah teori message production. Greene (2009) menyatakan terjadi pergeseran pada penelitian dan teori “second

generation” message production, dari bahasan mengenai karakteristik pengaruh pesan dan pemilihan strategi, menuju ke arah yang lebih menekankan pada tujuan serta perencanaan dan pelaksanaan tujuan.

Lebih lanjut Dillard dalam Donsbach (2008) menjelaskan bahwa: “The object of reserch on message production to answer the

question. “why do people say what they do?”. Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti memahami bahwa pada kajian message

production objek peneliti bermaksud unutk menjelaskan mengapa orang mengatakan hal

yang mereka lakukan.

Salah satu model pada teori message

production yang dihasilkan oleh Dillard adalah the goals-plans-action model. Pokok bahasan the goals-plans-action model dijelaskan oleh Donsbach sebagai berikut:

“The idea is that, upon encountering a

situation that calls for communication, people spontaneously, form communication goals, which stimulate message plans, and the message (or action) involves acting out the

final plan” (Donsbach, 2008).

Ide utama dari the goals-plans-action model adalah saat menemui sebuah situasi yang

membutuhkan komunikasi, orang secara spontan membentuk tujuan komunikasi, yang mana dalam kondisi tersebut ada perencanaan pesan dan pesan tersebut melibatkan aksi untuk melakukan rencana akhir. Berikut beberapa sub bahasan

sebagai berikut: 1. Situation

Hample menjelaskan bahwa pesan akan diproduksi pada situasi yang terkait dengan tujuannya. Hal ini seperti yang diungkapakan oleh Hample (dalam Donsbach, 2008) sebagai berikut “message will produced in respect to these

situational elements, as well as to goals”.

2. Goals

Donsbach (2008, 3098) Dua jenis tujuan dalam model goal, plan dan message adalah

primary goals dan secondary goals, jenis pertama yakni tujuan utama atau primary

goals yang membingkai situasi. Jenis kedua disebut dengan tujuan sekunder atau

secondary goals, yang membawa berbagai macam motif permasalahan. Keberadaan

tujuan sekunder dapat menjadi penting ketika tujuan tersebut meliputi keberadaan tujuan utama.

3. Plans

(5)

4 Keberadaan pesan adalah untuk muncul pada

rencana, yang dilakukan secara sengaja dan bertujuan. Lebih lanjut Berger dalam Donsbach (2008, h. 3099) menjelaskan keberadaan plan yang memiliki hirarki, “plan

exists simultaneously at several hierarchically

organized levels of abstraction, ranging from

general intention down to the physical

requirements of pronunciation and

performance”. Proyeksi urutan tindakan dalam hirarki rencana dimulai dari abstraksi, niat hingga pada pengucapan serta pelaksanaan.

4. Message

Dillard dalam Donsbach (2008, h. 3100) menjelaskan mengenai temuan utama yang terkait dengan bahasan message atau pesan sebagai berikut,“The main findings, which are robust, are that situationally activated goals

predict message apparent objectives, and that

plan content predicts message content”.

Tujuan situasional ada untuk memprediksikan sasaran pesan, dan isi pada sebuah rencana

dapat memprediksikan isi dari pesan. Identitas dan Branding

Definisi identitas perusahaan menurut Rekom (2005, h. 1) “the sum of all the ways a company choosees to identify itself to all its

public”. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa iendtitas merupakan cara yang digunakan perusahaan untuk memperkenalkan diri pada publiknya.

Lebih lanjut Argenti (2010, h. 79) menjelaskan bahwa salah satu hal yang memberi kontribusi positif terhadap

pembentukan identitas adalah branding korporat. Keberadaan identitas dan brand pada suatu perusahaan dijelaskan oleh Abrat & Klyen (2011, h. 1053) Identitas korporat yang disampaikan melalui corporate brand, diwujudkan dalam bentuk identitas visual,

janji, serta kepribadian merek dan mengkomunikasikannya baik secara implisit

maupun eksplisit.

Konsep branding yang diutarakan oleh Hislop (2001) menjelaskan bahwa branding merupakan sebuah proses untuk membentuk serangkaian asosiasi produk atau jasa perusahaan yang menjadi pembeda. Malaval dalam Robichaud, dkk. (2012, h. 3) menjelaskan Proses branding dimulai dengan mengkonstruksi brand, yang melibatkan perincian dan ketajaman atas keseluruhan identitas brand.

Alifahmi (2012, h. 9) menjelaskan untuk membangun citra bangsa, maka diperlukan membangun merek (brand), dimulai dari

level merek personal (personal branding), merek produk (product branding), merek

perusahaan atau institusi (corporate/institutional branding), hingga merek kawasan (destination branding). Destination Branding

Goeldner dkk dalam Iliachenko 2005, h.

(6)

5 berwisata yang mengesankan pada lokasi

tersebut.

Kaplanidou mendefinisikan (2003, h. 2). Hakikat destination branding adalah kombinasi atribut sebuah daerah yang diwujudkan dalam satu konsep yang dapat

menyampaikan identitas unik dan kerakteristik lokasi yang berbeda dari kompetitornya.

Tahap Pembentukan Destination

Branding

Morgan & Pritchard (dalam Murfianti, 2012, h. 75-76) menyarankan lima tahapan untuk melakukan destination branding dalam merubah image sebuah daerah, yakni sebagai berikut:

1. Market investigation, analysis and

strategic recommendations.

Tahapan ini menurut Murfianti (2012, h. 75) dilakukan kegiatan riset pemetaan potensi pasar, hal-hal apa saja yang dapat

dikembangkan serta menyusun strategi. Hal tersebut menunjukan bahwa fungsi dari kegiatan market investigation, analysis and strategic recommendation adalah untuk menemukan dan menyusun strategi apa saja yang dapat dikembangkan oleh destinasi. 2. Brand identity development

Brand identity menurut Morgan & Pritchard (dalam Murfianti, 2012, h. 75),

“Brand identity development dibentuk berdasarkan visi, misi dan image yang ingin dibentuk daerah tersebut”. Konsep tersebut menunjukan bahwa tahap brand identity

development adalah tahap menentukan

identitas daerah yang bersifat intagible yang diperkenalkan kepada publik, untuk menggambarkan daerah tersebut.

3. Brand launch and introduction:

communicating the vision.

Langkah selanjutnya setelah tagline

dibuat adalah memperkenalkan brand, menurut Morgan & Pritchard (dalam

Murfianti, 2012, h. 75) menjelaskan bahwa brand launch dapat dilakukan melalui berbagai media sebagai berikut, “media relations seperti advertising, direct marketing, personal selling, website, brochures, atau event organizer, film-makers, destination

marketing organization (DMOs) serta journalist” (Murfianti, 2012). Tahapan ini merupakan tahap mengkomunikasikan brand melalui berbagai media yang tersedia.

4. Brand implementation.

Tahap selanjutnya Morgan & Pritchard (dalam Murfianti, 2012, h. 76) menjelaskan bahwa brand implementation merupakan sutau

usaha untuk mengintegrasikan semua pihak yang terlibat dalam pembentukan merek,

sehingga destination branding dapat berhasil. 5. Monitoring, evaluation and review.

(7)

6 Elemen Destination Branding

Kaplanidou 2003, h. 3) menjelaskan bahwa branding bukan hanya merupakan merek, brand menggabungkan banyak elemen yang kemudian diformulasi menjadi sebuah konsep destination brand. Elemen tersebut terdiri atas brand identity, brand essence atau

brand soul, brand character, brand personality, brand culture dan brand image. Berikut ini penjelasan masing-masing elemen: 1. Brand identity

Brand (Kaplanidou, 2003, h. 3) identity merupakan serangkaian strategi yang diwujudkan dalam bentuk asosiasi yang merepresentasikan barang atau jasa tersebut. Kaplanidou (dalam Octaviany, 2011, h. 25) lebih lanjut menjelaskan bahwa brand identity dapat merefleksikan produk dan jasa yang ditawarkan lokasi destinasi.

2. Brand essence atau brand soul

Kaplanidou (2003, h. 3) menjelaskan mengenai konsep brand essence sebagai suatu hal yang dapat mewakili elemen emosional

dan nilai brand tersebut.

3. Brand character

Menurut Kaplanidou (2003, h. 3) menjelaskan konsep brand character sebagai hubungan antara pengalaman berwisata para wisatawan dengan terbentuknya karakter merek.

4. Brand personality

Brand personality menurut Kaplanidou (2003, h. 3) adalah seperangkat kepribadian

merek yang sifatnya sama dengan kondisi sentimentel yang dimiliki oleh manusia. 5. Brand culture

Menurut Kaplanidou (2003, h. 3) brand

culture menunjukan bhawa budaya pada merek merupakan serangkaian sistem nilai

yang saling terintegrasi satu sama lain, sehingga dapat menggambarkan budaya pada

kawasan tersebut. 6. Brand image

Menurut Kaplanidou (2003, h. 3) merupakan komponen utama pembentukan identitas merek yang mudah dikenali, sehingga konsumen dapat mengapresiasi merek tersebut.

METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan tipe kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini Peneliti dalam penelitian ini fokus pada keberadaan Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai destination branding Kabupaten Sidoarjo, dan dikerucutkan pada

tahap pembentukan dan elemen pembentuk Intako dan Kampoeng Batik Jetis sehingga

(8)

7 HASIL DAN PEMBAHASAN

Strategi Pemetaan Pasar Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai Destination Branding Kabupaten Sidoarjo.

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti menunjukan bahwa, produk Intako tidak

membidik segmen pasar tertentu, produk yang ditawarkan di Intako beraneka macam jenis tas

serta dengan harga yang juga bervariasi. Produk yang bervariasi tersebut berasal dari para pengrajin di Intako yang masing-masing memiliki spesialisasi pada jenis tas tertentu. Data di lapangan juga menunjukan bahwa pihak pengurus Koperasi Intako tidak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan riset pasar, hal ini dikarenakan adanya nilai yang diyakini oleh penggurus Koperasi Intako, yakni “ketika mereka hadir, maka konsumen akan datang dengan sendirinya”.

Kondisi produk Intako, serta nilai yang diyakini oleh para penggurus koperasi Intako dapat menjadi salah satu strategi pemetaan

pasar. Dalam hal ini Morgan dan Pritchard (dalam Murfianti, 2012) menyarankan untuk

melakukan pemetaan pasar yang berguna untuk menemukan dan menyusun strategi apa yang dapat dikembangkan. Nilai yang diyakini oleh penggurus koperasi Intako merupakan salah satu bentuk hal yang dapat membedakan Intako dengan lokasi lain yang juga memproduksi barang sejenis.

Hal inilah yang dapat menjadi pembeda bagi Intako dan menjadi salah satu unsur berkontribusi dalam pembentuk identitas

Intako sebagai sebuah destinasi wisata. Rekom (2005) mendefinisikan identitas sebagai sejumlah cara yang dipilih untuk mengidentifikasikan dirinya terhadap publik. Kelebihan ini dapat disebut sebagai salah satu pilihan intako untuk membentuk identitas

Intako.

Selanjutnya berdasarkan data yang

diperoleh peneliti di lapangan menunjukan bahwa dulunya peminat utama produk Kampoeng Batik Jetis adalah masyarakat Madura, namun setelah lokasi pembuatan batik Jetis diresmikan menjadi sebuah sentra industri wisata belanja, maka segmen ini pun semakin berkembang. Perubahan segmen yang terjadi pada Kampoeng Batik Jetis, maka perubahan tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengidentifikasi segmen utama produk Kampoeng Batik Jetis. Strategi semacam ini jika dihubungkan dengan konsep Morgan and Pritchard (dalam Murfianti, 2012) mengenai tahap market investigation, analysis,

and strategic recommendations yang dilakukan untuk mengetahui hal-hal apa saja

yang dapat dikembangkan serta menyusun strategi, maka dapat diketahui bahwa strategi tersebut merupakan sebagian dari hasil implementasi pelaksanaan tahap ini.

(9)

8 tujuannya adalah membentuk diferensiasi pada

objek.

Identity Development Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai Destination Branding

Kabupaten Sidoarjo.

Wacana dibentuknya Intako menjadi

sebuah destination branding berawal ketika Pemerintah Kabupaten Sidoarjo membentuk

wisata belanja dan Intako dilibatkan dalamnya. Berawal dari wacana tersebut Kampoeng Batik Jetis dibentuk sebagai sebuah sentra industri serta destination branding yang diharapkan menjadi salah satu potensi yang dapat membentuk identitas Kabupaten Sidoarjo.

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo saling bersinergi untuk membentuk Kampoeng Batik Jetis sebagai destination branding. Pihak-pihak tersebut diantaranya Dinas Pariwisata Kabupaten Sidoarjo, Dinas Koperasi serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo tidak hanya saling bersinergi dalam pembentukan

Kampoeng Batik Jetis sebagai destination branding Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan bahwa Pemerintah Kabupaten Sidoarjo bekerja sama dengan penggurus koperasi Intako serta pemerintah Provinsi Kabupaten Sidoarjo.

Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sidoarjo membentuk Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai destination branding juga untuk membentuk identitas Sidoarjo. Salah satu upaya yang dilakukan untuk membentuk identitas tersebut adalah dengan menampilkan

hal visual yang dapat diketahui secara eksplisit, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Abrat (2011) identitas korporat dapat juga disampaikan salah satunya melalui identitas visual secara eksplisit. Bentuk-bentuk identitas visual tersebut salah satunya seperti pada

Kampoeng Batik Jetis pemerintah Kabupaten Sidoarjo membuat garupa di depan jalan

masuk menuju lokasi dan membuat taman untuk men-setting lokasi tersebut.

Menurut Morgan dan Pritchard (dalam Murfianti, 2012) brand identity development adalah tahap menentukan identitas guna diperkenalkan kepada khalayak. Tahap ini adalah tahap penentuan identitas yang ingin dibangun dan diperkenalkan kepada khalayak.

Brand Launch Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai Destination Branding

Kabupaten Sidoarjo.

Keberadaan Intako dan Kampoeng Batik Jetis tidak hanya menjadi sebuah wacana, tapi juga diperkenalkan melalui berbagai media

dan cara yang ada. Morgan dan Pritchard (Murfianti, 2012), menyarankan untuk

menggunakan berbagai media dan cara yang ada seperti advertising, direct marketing, personal selling, website, brochures, atau event orgenizer dan lain sebagainya. Berikut ini media dan cara yang dipergunakan untuk memperkenalkan keberadaan Intako dan Kampoeng Batik Jetis, sebagai berikut:

a. Website

(10)

9 Pariwisata Kabupaten Sidoarjo, dengan alamat

http://pariwisata.sidoarjokab.go.id/,

http://pesonawisatasidoarjo.com/. Website lain yang juga memuat mengenai destinasi wisata belanja adalah http://www.intako-tanggulangin.com/.

b. Leaflet dan katalog

Leaflet dan kalatog ini mengulas secara singkat dan foto-foto mengenai obyek-obyek wisata unggulan yang berada di Kabupaten Sidoarjo serta peta Kabupaten Sidoarjo, yang didalamnya juga menyebutkan mengenai INTAKO dan Kampoeng Batik Jetis.

c. Baliho

Baliho merupakan media promosi yang banyak digunakan oleh Dinas Pariwisata maupun pihak INTAKO, untuk mempromosikan keberadaan INTAKO dan Kampoeng Batik Jetis. Baliho yang digunakan untuk mempromosikan Kampoeng Batik Jetis terletak di sekitar kawasan tersebut.

d. Event

Berdasarkan dokumen yang diperoleh, menyebutkan salah satu event tersebut bertajuk

Pameran Sidoarjo Bangkit Fair pada tanggal 24 Desember 2011. Pameran ini untuk mengangkat nama Sidoarjo melalui produk-produk unggulan Kabupaten Sidoarjo. Event lain yang juga dipergunakan untuk mempromosikan keberadaan INTAKO, Kampoeng Batik Jetis serta destinasi-destinasi wisata belanja juga dilaksanakan melalui event Festival Kampung-Kampung UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Festival ini

dilakukan untuk memperingati hari jadi Kabupaten Sidoarjo ke-152, pada 4-6 Februari 2011.

e. Word of mouth

Data menunjukan bahwa cara ini juga dipergunakan untuk menarik kedatangan

wisatawan.

f. Personal selling

Merupakan suatu proses membantu dan membujuk satu atau lebih calon konsumen untuk membeli barang atu jasa atau bertindak sesuai ide tertentu dengan menggunakan presentasi oral (komunikasi tatap muka) (Boyd, Walker, Larrche;1997:65).

Upaya pengkomunikasian kedua destinasi tersebut merupakan suatu upaya untuk meyakinkan dan menegaskan keberadaan Intako dan Kampoeng Batik Jetis di Sidoarjo. Kondisi demikian merupakan salah satu wujud plan dalam model

goals-plan-action pada teori massage production. Hal ini dikarenakan upaya pengkomunikasian

merupakan bagian dari rencana yang disusun untuk menjadikan destination branding

Kabupaten Sidoarjo melalui Intako dan Kampoeng Batik Jetis.

(11)

10 goal tersebutlah yang menyebabkan banyak

motif. Pada tahap ini secondary goals, pada kondisi ini adalah untuk membuat sang penerima pesan mengetahui dan bersedia untuk berkunjung dikedua destinasi tersebut. Keberadaan primary goals terletak pada tujuan

besar Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk membentuk destination branding Intako dan

Kampoeng Batik Jetis.

Brand Implementation Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai Destination Branding Kabupaten Sidoarjo.

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan misi dan tujuan tersebut adalah dengan membentuk kelompok sadar wisata (pokdarwis), kelompok ini untuk mendukung keberadaan destinasi-destinasi wisata yang berada di Kabupaten Sidoarjo. Hal

lain yang dilakukan untuk

mengimplementasikan misi adalah menjalin kerja sama dengan para pengusaha travel untuk menggunakan jasa pemandu wisata.

Data menunjukan bahwa ada bentuk kerja sama yang dilakukan antara pengelola

destinasi dengan pengusaha jasa travel untuk mengarahkan wisatawan untuk datang ke Intako dan Kampoeng Batik Jetis, serta bekerja sama dengan pihak travel untuk menyediakan jasa pemandu wisata. Selain itu untuk menjamin kenyamanan wisatawan untuk berwisata belanja, pembenahan dan pengadaan infrastruktur dan fasilitas senantiasa dilakukan, hingga mematenkan merek.

Hal lain yang dilakukan untuk mengimplementasikan strategi destination

branding Kabupaten Sidoarjo adalah dengan melakukan pembinaan. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti menunjukan bahwa ada upaya-upaya pembinaan yang dilakukan oleh

Pemerintak Kabupaten Sidoarjo terkait dengan pembinaan mengenai manajemen pelayanan.

Tahap mengimplementasikan kegiatan destination branding disebut dengan brand implementation oleh Morgan & Pritchard. Brand implementation menurut Morgan & Pritchard (dalam Murfianti, 2012:76) dibentuknya untuk mengintegrasikan semua pihak yang terlibat dalam pembentukan destination branding.

Kondisi ini jika dalam goal-plan-action model dapat disebut sebagai sebuah rencana atau goal yang merupakan urutan tindakan untuk mencapai tujuan. Sehingga dengan kata lain pengimplementasian brand ini dilakukan sebagai salah satu bentuk rencana untuk

(12)

11 Kondisi tersebut jika dikaitkan dengan hirarki

plans, maka dapat dipahami bahwa tahap ini merupakan tahap pelaksanaan.

Upaya Mengikutsertakan Masyarakat Sidoarjo pada Kegiatan Destination Branding Sidoarjo

Upaya mensosialisasikan keberadaan destinasi wisata di Kabupaten Sidoarjo kepada

masyarakat Sidoarjo, jika dalam teori message production dapat disebut oleh Donsbach (2008) sebagai plan atau rencana. Plan didefinisikan dalam Donsbach (2008) sebagai proyeksi urutan tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Pada kegiatan yang bertajuk “Bangkitkan Pariwisata Sidoarjo”, pihak Pemerintah Kabupaten Sidoarjo bertujuan untuk mengajak masyarakat Sidoarjo untuk memberikan dukungan terhadap pariwisata di Kabupaten Sidoarjo.

Keterlibatan masyarakat menjadi salah satu hal yang fokuskan oleh Morgan & Pritchard (dalam Murfianti, 2012, h. 75), yang

menyebutkan bahwa masyarakat setempat merupakan salah satu pihak yang seharusnya

terlibat dalam pembentukan destination branding. Keberadaan kegiatan tersebut dapat juga mengindikasikan keinginan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan kepariwisataan di Kabupaten Sidoarjo.

Analisis Elemen Pembentuk Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai Destination Branding Kabupaten Sidoarjo.

Bahasan mengenai destination branding yang perlu dibahas adalah mengenai elemen

destination branding Intako dan Kampoeng Batik Jetis yang ikut berkontribusi dalam terbentuknya elemen destination branding.

Ciri Khas dan Kelebihan Intako dan Kampoeng Batik Jetis di Mata Wisatawan

Bahasan ini dimulai dengan data yang diperoleh peneliti mengenai bagaimana wisatawan mendeskripsikan Intako menurut sudut pandang mereka. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan para wisatawan menunjukan bahwa wisatawan mengenal keberadaan Intako sebagai lokasi yang dianggap sebagi pusat pembuatan kerajinan tangan tas berbahan dasar kulit. Berdasarkan data tersebut dapat diidentifikasikan sesuatu yang dikenal oleh wisatawan dari Intako, yakni produknya.

Data selanjutnya menyebutkan salah satu melalui ciri khas produk Intako. Data di

(13)

12 dapat menunjukan identitas suatu korporat.

Jika produk merupakan dapat menjadi salah satu unsur pembentuk identitas, maka dalam kondisi ini dapat dikatakan bahwa gambaran produk Intako dapat berkontribusi pada pembentukan identitas. Sehingga hal tersebut

juga dapat menunjukan bahwa wisatawan mengenal Intako melalui identitas yang

dimunculkan dari ciri khas Intako.

Data yang diperoleh peneliti selanjutnya menunjukan bahwa, wisata menilai Intako dapat menjadi pilihan wisata belanja, serta pihaknya dapat memperoleh kerajinan tangan berupa tas dan koper. Data tersebut merupakan data yang diperoleh peneliti ketika menanyaka mengenai keuntungan yang diperoleh wisatawan ketika berbelanja di Intako. Menurut Kaplanidou (dalam Murfianti, 2010) menjelaskan bahwa identitas yang kuat dapat tercipta melalui manfaat emosional, data yang diperoleh peneliti tersebut mengindikasikan adanya manfaat yang diperoleh wisatawan

dengana adanya Intako. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa manfaat berkontribusi

membangun identitas Intako sebagai destination brand Kabupaten Sidoarjo.

Jika kembali pada data-data yang diperoleh peneliti sebelumnya yang meyebutkan mengenai gambaran Intako di mata wisatawan, ciri khas Intako, dan manfaat yang diperoleh wisatawan dengan adanya Intako sebagai destination brand, maka dapat analisa bahwa hal-hal yang diungkapkan tersebut merupakan wujud asosiasi wisatawan

terhadap Intako. Hal ini dikarenakan data yang diungkapkan oleh wisatawan menunjukan produk yang dijual oleh Intako, manfaat emosional yang diperoleh dengan adanya Intako dan gambaran visual Intako di mata mereka. Terkait dengan kondisi ini Kaplanidou

(2003, h. 3) menyebutnya dengan brand identity. Brand identity merupakan salah satu elemen pembentuk destination branding, yang merupakan identitas dari produk itu sendiri, serta seperangkat asosiasi yang dapat merepresentasikan barang atau jasa.

Analisa peneliti mengenai hal-hal yang disebut dengan brand identity di Intako, maka dapat diambil kesimpulan bahwa brand identity Intako terbentuk melalui ciri khas produk Intako sebagai destinasi wisata belanja yang merupakan hasil kerajinan tangan masyarakat Keden sari, gambaran Intako dibenak wisatawan serta manfaat yang diperoleh wisatawan dengan adanya Intako sebagai destination brand Kabupaten Sidoarjo.

Wisatawan tidak hanya mengenal Intako melalui ciri khas yang dimilikinya, tapi juga

melalui kelebihan produknya. Data menunjukan bahwa Intako memiliki beberapa kelebihan, yakni penyediaan barang yang variatif di showroom-nya serta harga produk yang relatif terjangkau. Pada penelitian ini, peneliti melihat bahwa kelebihan yang dimiliki oleh produk Intako menjadi salah satu bentuk nilai brand, karena melalui nilai tersebutlah

(14)

13 merupakan suatu hal yang dapat mewakili

elemen emosional dan nilai pada merek. Sehingga dapat dipahami bahwa brand

essence Intako yang mampu mewakili nilai merek berupa kelebihan yang dimiliki produk Intako.

Data menunjukan bahwa Kampoeng Batik Jetis dikenal melalui kondisi demografis

dan produk yang dimilikinya. Data yang diperoleh terkait ciri khas Kampoeng Batik Jetis, data menunjukan bahwa ciri khas itu berasal dari produknya, yakni batik Jetis. Ciri khas tersebut dibangun melalui motif khas batik jetis yang berupa kembang tebu, kembang bayem dan berasa utah, pewarnaan batik yang cenderung cerah. Selain itu identitas Kampoeng Batik Jetis sebagai sebuah destinasi dikenal melalui kondisi demografis masyarakat kampung tersebut yang mayoritas merupakan pengrajin. Ciri khas tersebut merupakan salah satu hal yang dapat membentuk identitas Kampoeng Batik Jetis,

yang mana keberadaan identitas tersebut dapat membentuk branding Kampoeng Batik Jetis,

hal ini berdasarkan pada pernyataan Robichaud (2012) yang menyatakan bahwa identitas merupakan salah satu aspek yang disepakati dalam membentuk strategi branding. Identitas yang terbentuk melalui ciri khas produk dan lokasi Kampoeng Batik Jetis tersebut, disebut dengan brand identity. Pemahaman ciri khas Kampoeng Batik Jetis tersebutlah yang membentuk pemahaman wisatawan mengenai identitas Kampoeng

Batik Jetis. Brand identity sendiri menurut Kaplanidou (2003) merupakan salah satu elemen pembentuk destination branding.

Selain elemen brand identity, terdapat juga elemen lain yang terdapat pada Kampoeng Batik Jetis. Berdasarkan data yang

diperoleh peneliti menyebutkan bahwa Kampoeng Batik Jetis mempertahankan

eksistensi produk Kampoeng Batik Jetis dengan membuat batik tulis dan tidak menggunakan teknologi printing, hal ini menjadi kelebihan tersendiri bagi Kampoeng Batik Jetis sebagai sebuah destinasi. Selain itu kelebihan destinasi tersebut terdapat pada keberadaan pengrajin yang dekat dengan lokasi destinasi.

Budaya sebagai Daya Tarik Intako dan Kampoeng Batik Jetis

Data menunjukan bahwa pemerintah Kabupaten Sidoarjo berharap Intako dapat ciri khas Sidoarjo melalui produk-produk yang merupakan hasil karya masyarakatnya. Selain

itu data yang diperoleh peneliti melalui wisatawan yang menilai bahwa Intako dapat

membuktikan bahwa Sidoarjo memiliki hasil karya kebudayaan berupa kerajinan kulit, yang ditujukan melalui produk-produk yang dimiliki oleh Intako.

(15)

14 merupakan warisan nenek moyang, membuat

keberadaan produk Intako sebagai sebuah produk budaya Kabupaten Sidoarjo. Kaplanidou (2003) menjelaskan keberadaan aspek budaya pada sebuah brand, yang disebutnya sebagai brand culture. Lebih lanjut

Kaplanidou menjelaskan definisi brand culture sebagai suatu kumpulan sistem nilai yang yang

dapat menggambarkan aspek budaya pada suatu daerah. Jika kembali pada data yang menunjukan bahwa keberadaan Intako merupakan salah satu wujud dari hasil sistem nilai budaya yang ada di Sidoarjo yang keahliannya dilestarikan secara turun temurun terutama kepada masyarakat Keden Sari di sekitar Intako. Sehingga dapat diketahui bahwa keberadaan elemen brand culture terdapat pada Intako melalui produknya yang dianggap sebagai salah satu wujud produk budaya masyarakat Keden Sari.

Elemen yang sama juga terdapat di Kampoeng Batik Jetis. Berdasarkan data yang

diperoleh peneliti dapat diketahui bahwa pemerintahan Kabupaten Sidoarjo

menghimbauan kepada para pengawai Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo untuk menggunakan batik Sidoarjo, terutama ketika pekan swadesi yang jatuh pada 16 hingga 22 Mei. Data menyebutkan bahwa pengrajin batik Jetis menilai eksistensi elemen budaya produk Kampoeng Batik Jetis terletak pada dipeliharanya motif klasik khas batik Jetis. Data yang diperoleh peneliti juga menyebutkan bahwa motif pada batik Jetis

merepresentasikan nilai-nilai budaya Kabupaten Sidoarjo melalui lambang pada motif batik klasik yang diangkat dalam batik tersebut. Motif batik Jetis tersebut dapat menggambarkan ciri khas budaya dan kekayaan sumber daya alam Sidoarjo.

Terdapat suatu gagasan pada data tersebut bahwa produk batik Jetis merupakan

sebuah produk yang digunakan untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya Kabupaten Sidoarjo, melalui lambang-lambang yang digunakan dan tetap terpelihara pada produk tersebut. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam hal ini juga berusaha untuk menanamkan nilai budaya ini kepada masyarakatnya melalui himbauan dan pekan swadesi. Selain itu jika ditinjau kembali pembentukan Kampoeng Batik Jetis, maka ditemukan adanya sebuah rencana untuk menjaga warisan budaya Sidoarjo, dengan menjaga keberlangsungan hidup para pengrajin batik di Jetis dengan menjadikan

sebuah destination branding Kabupaten Sidoarjo.

(16)

15 maka dapat diketahui bahwa elemen brand

culture Kampoeng Batik Jetis terletak ada pada produknya yang dapat menjadi sebuah pesan yang mengandung nilai-nilai budaya untuk dikomunikasi kepada khalayak.

PENUTUP KESIMPULAN

1. Tahap pembentukan Intako dan Kampoeng

Batik Jetis sebagai destination branding Kabupaten Sidoarjo diawali dengan menentukan segmen pasar. Tahap selanjutnya adalah membangun identitas melalui visualisasi karakter dan elemen-elemen yang dimiliki Intako dan Kampoeng Batik Jetis, untuk mengkomunikasikan keberadaan kedua destinasi tersebut. Tahap akhir yang dilakukan adalah mengimplementasikan keberadaan Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai

destination branding dengan bekerja sama dengan pengusaha travel serta melibatkan masyarakat Sidoarjo.

2. Elemen pembentuk Intako dan Kampoeng Batik Jetis sebagai destination branding

Kabupaten Sidoarjo ada pada produk yang dimiliki kedua destinasi tersebut. Ciri khas dan kelebihan produk yang dimiliki Intako dan Kampoeng Batik Jetis membentuk elemen brand identity dan brand essence kedua destinasi tersebut. Selain itu keberadaan produk Intako dan Kampoeng Batik Jetis membentuk elemen brand

culture pada destination branding Kabupaten Sidoarjo. Elemen-elemen

tersebut bekerja sebagai pembeda sekaligus berkontribusi dalam membentuk identitas

destination branding Kabupaten Sidoarjo. Saran

1. Saran akademis

1) Penelitian selanjutnya yang mengangakat

tema destination branding pada suatu kawasan di ranah ilmu komunikasi,

diharapkan dapat mempertimbangkan kembali penggunaan konsep-konsep destination branding yang relevan dengan kajian ilmu komunikasi, sehingga nantinya akan diperoleh batasan yang jelas antara bahasan destination branding pada kajian ilmu komunikasi dengan bidang ilmu yang lain.

2) Perlunya kegiatan pra-penelitian dan data yang konkret yang dapat menunjukan bahwa kawasan atau daerah yang dijadikan sasaran destination branding tersebut memiliki potensi yang dapat dieksplorasi. Hal ini dilakukan agar peneliti selanjutnya

tidak hanya mendeskripsikan keberadaan destination branding saja, namun juga dapat menunjukan potensi mana yang dapat digali lagi untuk mendukung keberadaan destination branding tersebut.

1. Saran praktis

(17)

16 destination branding Kabupaten Sidoarjo.

Hal ini berdasarkan analisa yang dilakukan peneliti yang menunjukan bahwa terdapat elemen budaya pada produk Intako dan Kampoeng Batik Jetis yang masih berpotensi untuk digali dan

dikembangkan lebih lanjut.

2) Pemerintah Kabupaten Sidoarjo perlu

membentuk strategi yang berkelanjutan, nyata dan terencana untuk terus membangun brand Kabupaten Sidoarjo dan membentuk spesifikasi destination branding Kabupaten Sidoarjo.

DAFTAR PUSTAKA

Karya Buku

Alifahmi, Hifni. (2008). Marketing Communication Orchestra. Harmonisasi Iklan, Promosi dan Marketing Public Relations. Bandung: Examedia Publishing (Group Sygma).

Anholt, Simon. (2007). Competitive Identity: The New Brand Management for Nations, Cities and Regions. Diakses melalui: http://books.google.co.id/. Diakses pada 19 November 2012.

Anshori, Y., dan Satrya, D, G. (2008). Sparkling Surabaya: Pariwisata dengan Huruf L. Malang: Banyumedia Publishing.

Ardianto, Elvonaro. (2010). Metodologi Penelitian untuk Public Relations Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Argenti, Paul. A. (2010). Komunikasi Korporat (Edisi 5). (Idris, Terjemahan) Jakarta: Salemba Humanika.

Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. (2013). Batik Jawa Timur Legenda dan Kemegahan. Jawa Timur.

BAPEDA Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. (2010). Sidoarjo Bangkit Menuju Masa Depan. Kabupaten Sidoarjo.

Boyd, Walker, Larreche. (1997). Manajemen Pemasaran, Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global (Jilid 2). Jakarta: Erlangga.

Donsbach, Wolfgang. (2008). The Internation Encyclopedia of Communication. UK: Blackwell Publishing Ltd.

Greene, John O. (2009). Message Production: Advances in Communication Theory (Rountledge Commnucation Series).

Diakses melalui

Kriyantono, Rachmat. (2008). Public Relations Writing. Teknik Produksi Media Public Relations dan Publikasi Korporat. Jakarta: Kencana.

_________________. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising,

Komunikasi Organisasi, Komunikasi

Pemasaran. Jakarta: Kencana.

Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian

Kualitatif Edisi Revisi. Remaja

Rosdakarya: Bandung.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Rosda Karya.

(18)

17 Abrat, Russell. & Kleyn, Nicola. (2012).

Corporate Identity, Corporate Branding and Corporate Reputation: Reconciliation and Integration. Europen Journal of Marketing. 46 (7/8). 1048-Soliman Abdel. Perception of Destination Branding Measures: A Case Study of Alexandria Destination Marketing Organizations. 3. 270-285. Diakses pada 19 November 2012,

diperoleh dari

www.emuni.si/press/ISSN/1855.../3_269-288.pdf.

Rekom, Johan Van. (2005). Revealing the Corporat: Pesrpective on Identity, Image, Reputation, Corporate Branding and Corporate Branding and Corporate– Level Marketing. Corporate Reputation Review, 7 (4), 388-391. Diperoleh dari http://search.proquest.com/docview/231 578712?accountid=46437.

Robichaud, François., Richelieu, André., & Kozak, Robert. (2012). Branding as A Communications Strategy: A Framework for Desired Brand Identity. Journal of Brand Management, 19 (8), 712-734. Doi:http://dx.doi.org/10.1057/bm.2011.6 1.

Conference Paper

Alifahmi, Hifni. (2012). Integrated Communications Branding dari Personal/ Corporate Branding Menuju Country Reputation. Proceeding Strategi Communications Branding Di Era Industri Kreatif. Proceeding Dipresentasikan di Nation Conference on Communication Branding Ilmu Komunikasi, Universitas Brawijaya: Malang.

Murfianti, Fitri. (2012). Pencitraan Solo Melalui Event Karnaval Sebagai Upaya Destinations Branding Wisata Budaya. Proceeding Strategi Communications Branding Di Era Industri Kreatif. Proceeding Dipresentasikan di Nation Conference on Communication Branding Ilmu Komunikasi,Universitas Brawijaya: Malang.

Laporan Penelitian Ilmiah

Widhiastuti, Safitri. (2012). Strategi Destination Branding Teluk Penyu sebagai Tujuan Wisata Pesisir di Kota Cilacap. Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya.

Yulyana, Vita. (2011). Strategi Pengembangan Wisata Belanja Cihampelas sebagai Daya Tarik Wisata di Kota Bandung. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses pada 19

November 2012, dari

http://repository.upi.edu/skripsiview.

Sumber Internet Lain

Tim Liputan bisnisUKM. Sidoarjo Bangkit dengan Potensi Batik Jetis. (2009). Diakses pada 5 November 2013, dari http://bisnisukm.com/sidoarjo-bangkit-dengan-potensi-batik-jetis.html.

Admin Bisnis & UKM Sidoarjo. Kampung Batik Jetis Sidoarjo. Diakses pada 3 Mei

2013, dari

http://www.infosda.com/?p=2701.

Bintariadi, Bibin. (2007). Jasa Pariwisata Bangkrut Akibat Lumpur Lapindo. Diakses pada 11 Oktober 2012, dari http://www.tempo.co/read/news/2007/05 /09/05899740/Jasa-Pariwisata-Bangkrut-Akibat-Lumpur-Lapindo.

(19)

18 Hislop, Moly. (2001). Dynamic Logic’s

Branding 101: An Overview of Branding and Brand Measurement for Online Marketers. Newyork: John Wiley. Diakses pada 20 Agustus 2013, dari http://www.scribd.com/49692435?access

_key=key-lcyf1juj2488ompieh&allow_share=true.

Kaplanidou, Kiki. (2003). Destination Branding: Concept and measurement. Department of Park, Recreation and Tourism Resource. Machigan State University. Diakses pada 3 Juli 2013, dari

http://www.travelmichigannews.org/mtr/ pdf/Whitepaper_branding_final.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. (2012). Museum Tsunami Aceh: Mengenang dan Meresapi Bencana Sarat Hikmah. Diakses pada diakses pada 29 Oktober

2012, dari

http://www.indonesia.travel/id/destinatio n/659/museum-tsunami-aceh.

Brosur

Referensi

Dokumen terkait

Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengkaji temuan empirik tentang: (1) perbedaan hasil belajar pengetahuan antara kelompok siswa yang diajar

Maka dari itu apabila kebijakan yang diterapkan perusahaan selalu diperhatikan dengan baik oleh pimpinan akan mendorong pegawai dalam meningkatkan suasana

perbaikan dalam proses perkuliahan khususnya matakuliah-matakuliah yang berkaitan dengan matematika sekolah agar menyisipkan soal-soal non-rutin seperti soal-soal

Reward (ganjaran) merupakan reaksi dari si pendidik atas perbuatan yang telah dilakukan oleh anak didik. Ganjaran diberikan atas perbuatan- perbuatan yang baik yang

margaritifer sebelum dan selama sterilisasi; (4) Aktivitas harian di kandang pemeliharaan setelah sterilisasi; (5) Ketersediaan dan frekuensi pemberian pakan; (6)

Vertinant Ekonomikos fakulteto studijų proceso kokybę bei diegiant vidinę studijų kokybės vertinimo ir užtikrinimo sistemą, naudojama Kokybės vadybos sistemos

Menurut Fox 1986, kitar hidup bagi rama-rama adalah metamorfosis lengkap di mana melalui tiga peringkat utama iaitu telur ovum, larva beluncas dan pupa kepompong sebelum

Gerakan sosial dikategorikan sebagai gerakan yang dilakukan kelas pekerja atau buruh yang menuntut pembagian kesejahteraan ekonomi yang adil dalam konteks hubungan pekerja dan